• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Secang

Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kayu Secang (Caesalpinia sappan L ). Kayu secang adalah potongan-potongan atau serutan kayu Caesalpinia sappan L. Tumbuh di India, Malaysia dan Indonesia. Klasifikasi Ilmiah (sistematika tanaman)

Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledone Bangsa : Resales

Suku : Caesalpiniaceae Marga : Caesalpinia

Spesies : Caesalpinia sappan L (Heyne,1987) 1. Nama Daerah

Secang memiliki nama daerah seperti seupeung (aceh), sepang (gayo), sopang (batak toba), kayu sema (menado), sapang, cacang (minangkabau), secang (sunda), kayu secang, soga jawa (jawa), kayu secang (madura), cang (bali), supa, supang (bima), sapang (makasar), sepang (bugis), sefen (halmahera selatan), sawala, sinyianga, singiang (halmahera utara), sunyiha (ternate), roro (tidore) (Heyne K, 1987).

Morfologi Tanaman

Secang (Caesalpinia sappan L) merupakan tumbuhan perdu yang memanjat atau berupa pohon kecil, berduri banyak dan tinggi mencapai 5-10 m (Heyne,1987). Daun nya majemuk bersirip dengan panjang 9 cm-15 cm, masing-masing memiliki 10-20 pasang anak daun yang berhadapan. Polong berwarna hitam yang berisi 3 sampai 4 biji. Secang dapat ditanam pada ketinggian 1.000 meter diatas permukaan air laut. Penanaman

(2)

dilakukan dengan benih biji yang disemaikan dan panenan kayu dapat dilakukan mulai umur 1 tahun sampai 2 tahun (Depkes RI,1977).

Batang kayu secang yang masih muda berwarna pucat, sedangkan pada batang yang tua berwarna merah muda, keras, seratnya halus dan mudah dibelah. Makin dekat dengan akar, warnanya bertambah tua dan berwarna merah (Heyne, 1987).

Gambar 1. Simplisia Secang

2. Manfaat

Sejak dahulu kayu sappan digunakan sebagai kayu cat, seduhan dari kayu ini warnanya merah gading muda tetapi kalau dicampur dengan tawas atau daun dan kulit nya memberikan warna cat merah (Heyne,1985). Kayu secang merupakan salah satu ramuan yang digunakan dalam pembuatan minuman tradisional Betawi bir pletok yaitu sebagai pemberi warna (Winarti, dkk., 2005). Sekarang kayu secang terutama digunakan sebagai obat seperti obat luka dalam, memar berdarah, muntah darah, berak darah, sipilis, desinfektan, dan astringen. Seduhan dingin dapat digunakan sebagai obat mata untuk mengobati radang mata catharal (Heyne, 1985).

Ekstrak kayu secang juga mempunyai daya antibakteri. Pada penelitian oleh Mohan dkk (2011) menunjukan bahwa ektrak metanol & air kayu secang mampu menghambat bakteri gram positif seperti S.aureus dan B.subtilis serta menghambat bakteri gram negatif seperti K.pneumonia, E.coli dan P.vulgaris.

3. Kandungan kimia

Kayu secang mengandung tannin, asam galat, brazilin dan pigmen sappan (Depkes RI, 1977). Pada skrining fitokimia, kayu secang juga

(3)

positif mengandung alkaloid, steroid, flavonoid, terpenoid, karbohidrat dan protein (Mohan dkk., 2011).

a. Brazilin

Brazilin adalah komponen utama dalam kayu secang dengan rumus kimia C16H14O5(Fu dkk., 2008 ; Winarti dkk, 2005) yang menyebabkan

warna merah dan diperoleh dari isolasi ektrak kayu secang. Brazilin berbentuk kristal berwarna kuning, tetapi jika teroksidasi akan menghasilkan senyawa brazilein (C16H12O5) yang berwarna merah

kecoklatan dan larut dalam air (Kim, 1997 ; Puspaningrum, 2003).

Tabel 1. Sifat Fisik dan Kimia Brazilin

Parameter sifat-sifat fisik dan kimia Karakteristik Kelarutan - Sedikit larut dalam air dingin

- Mudah

- Larut dalam alkohol dan eter - Larut dalam larutan alkali hidroksi

Titik Leleh 1500C

Rapat optik ± 1220C

Suhu peruraian >1300C

Bau Aromatik

pH 4.5-5.5

Warna Kuning – merah

Sumber : Goodwin (1976) ; Puspaningrum (2003)

Gambar 2. Struktur kimia Brazilin (kiri) dan brazilein (kanan)

b. Flavonoid

Brazilin termasuk golongan flavonoid sebagai isoflavonoid (Puspaningrum, 2003). Flavonoid merupakan senyawa polar karena

(4)

memiliki sejumlah gugus hidroksil yang tak tersulih atau suatu gula, sehingga akan larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton, dimetilsulfoksida, dimetilformamida, dan air. Adanya gula yang terikat pada flavonoid cenderung menyebakan flavonoid lebih mudah larut dalam air dan dengan demikian campuran pelarut di atas dengan air merupakan pelarut yang baik untuk glikosida. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon, flavon, serta flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform (Markham, 1988).

Gambar 3. Struktur flavonoid (Robinson, 1995; Vindiana L., 2011)

B. Antioksidan dan Radikal Bebas

1. Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau rediktan. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi, dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif. Berdasarkan mekanisme kerjanya, (Winarsi, 2007) menggolongkan antioksidan menjadi tiga, yaitu :

a. Antioksidan primer (antioksidan endogenus)

Suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan primer, apabila dapat memberikan atom hidrogen secara tepat kepada senyawa radikal, kemudian radikal yang terbentuk segera berubah menjadi senyawa yang lebih stabil. Antioksidan primer disebut juga antiokdan enzimatis. Sebagai antioksidan, enzim-enzim tersebut menghambat pembentukan radikal bebas, dengan cara memutus reaksi berantai (polimerisasi), kemudian mengubahnya menjadi produk yang lebih stabil. Antioksidan ini disebut juga chain-breaking-antioksidant.

(5)

b. Antioksidan sekunder

Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan eksogenus atau non-enzimatis. Antioksidan dalam kelompok ini juga disebut pertahanan perventif. Dalam sistem pertahanan ini terbentuknya senyawa oksigen reaktif dihambat dengan cara penghelatan metal, atau dirusak pembentukannnya. Kerja sistem antioksidan non-enzimatik yaitu dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas atau dengan cara menyapu radikal bebas tersebut (free radical scevenger).

c. Antioksidan tersier

Antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA-repair dan metionin sulfoksida reduktase. Enzim-enzim ini berfungsi dalam perbaikan biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas. 2. Radikal bebas

Radikal bebas merupakan salah satu bentuk senyawa oksigen reaktif, yang secara umum diketahui sebagai senyawa yang memiliki elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas yang ada pada tubuh dapat mengalami serangkaian reaksi yang berlangsung terus menerus sehingga radikal bebas hilang dari dalam tubuh. Hilangnya radikal bebas dari dalam tubuh dikarenakan bereaksi dengan radikal bebas lain sehingga menjadi suatu senyawa yang stabil, atau hilangnya bisa juga karena sistem kerja antioksidan (Winarsi, 2007 ; Syahjati, 2011).

Menurut winarsi (2007), tahap-tahap radikal bebas adalah sebagai berikut :

a. Tahap inisiasi

Merupakan tahap yang menyebabkan terbentuknya radikal bebas. Misalnya :

Fe+++ H2O2  Fe++++ OH-+ . OH

(6)

b. Propagasi

Yaitu perpanjangan rantai radikal, yang terbentuk pada tahap ini mengawali sederetan reaksi yang menyebabkan terbentuknya radikal bebas baru. Reaksi-reaksi ini disebut tahap propagasi. Jumlah berulangnya tahap propagasi disebut rantai panjang (chain length).

R2-H + R1.  R2. + R1-H

R3-H + R2.  R3. + R2-H

c. Terminasi

Tahap terminasi yaitu tahap bereaksinya senyawa radikal dengan radikal lain atau dengan penangkap radikal, sehingga potensi propagasinya rendah. Tahap terminasi digambarkan sebagai berikut :

R1. + R1.  R1-R1

R2. + R1.  R2-R1

R2. + R2.  R2-R2dst.

C. Lipstik & Uraian bahan

1. Lipstik

Lipstik adalah sediaan kosmetik yang digunakan untuk mewarnai bibir sehingga dapat memberikan estetika dalam tata rias wajah dan dikemas dalam bentuk batang padat. Lipstik terdiri dari zat warna yang terdispersi dalam pembawa yang terbuat dari campuran lilin dan minyak. Suhu lebur lipstik yang ideal sesungguhnya diatur hingga suhu yang mendekati suhu bibir, bervariasi antara 36-380C. Tetapi karena harus memperhatikan faktor ketahanan terhadap suhu cuaca sekelilingnya, teutama suhu daerah tropik, suhu lebur lipstik dibuat lebih tinggi, yang dianggap lebih sesuai diatur pada suhu lebih kurang 620C, biasanya berkisaran antara 55-750C (DepKes RI, 1985).

2. Uraian bahan

a. Cera alba ( Malam putih)

Pemerian zat padat, berwarna putih kekuningan, dan bau khas lemah. Kelarutan praktis tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol

(7)

(95%), larut dalam kloroform, eter, minyak lemak, dan minyak atsiri. Suhu leburnya yaitu antara 620C hingga 640C (Depkes RI, 1979) b. Olum ricini (Minyak jarak)

Pemerian cairan kental, jernih, kuning pucat atau hampir tidak berwarna, bau lemah, rasa manis dan agak pedas. Kelarutan larut dalam 2,5 bagian etanol (90%), mudah larut dalam etanol mutlak, dan dalam asetat glasial (Depkes RI, 1979).

c. Lanolin

Pemerian massa seperti lemak, lengket, warna kuning, bau khas, jarak leburnya antara 380C – 440C. Kelarutan tidak larut dalam air, dapat bercampur dengan air lebih kurang dua kali beratnya, agak sukar larut dalam etanol dingin, lebih larut dalam etanol panas, mudah larut dalam eter, dan dalam kloroform (Depkes RI,1979).

d. Vaselin alba

Pemerian massa lunak, lengket, bening, putih, sifat ini tetap walaupun zat telah dileburkan. Kelarutan praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%), tetapi larut dalam kloroform dan eter. Suhu leburnya antara 380C – 560C (Depkes RI,1979).

e. Setil alkohol

Pemerian serpihan putih licin, granul atau kubus, putih, bau khas lemah dan rasa lemah. Kelarutan tidak larut dalam air, larut dalam etanol dan dalam eter, kelarutannya bertambah dengan bertambahnya suhu. Suhu leburnya antara 450C-500C (Depkes RI,1979).

f. Propilen glikol

Pemerian cairan kental, jernih, tidak berwarna , rasa khas, praktis tidak berbau, menyerap air pada udara lembab. Kelarutan tidak bercampur dengan air, dengan aseton, dan dengan kloroform, larut dalam eter dan beberapa minyak essensial, tetapi tidak dapat bercampur dengan minyak lemak (Depkes RI,1979).

(8)

g. Metil paraben

Pemerian hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur, putih, tidak berau atau berbau khas lemah, mempunyai sedikit rasa terbakar. Kelarutannya yaitu sukar larut dalam air dan benzen, mudah larut dalam etanol dan eter, larut dalam minyak, propilen glikol dan dalam gliserol (Depkes RI,1979).

h. Propilparaben

Pemerian serbuk putih atau hablur kecil tidak berwarna. Kelarutan sangat sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan eter, sukar larut dalam air mendidih (Depkes RI, 1995). Propilparaben digunakan sebagai pengawet mikroba (Rowe dkk, 2003).

i. Oleum cacao

Lemak coklat adalah lemak coklat padat yang diperoleh dengan pemerasan panas biji Theobromo cacao L yang telah dikupas dan dipanggang. Pemerian lemak padat, putih kekuningan, bau khas aromatik, rasa khas lemak, agak rapuh (Depkes RI, 1979).

j. Triethanolamin

Pemerian cairan kental tidak berwarna hingga kuning pucat; bau lemah mirip amoniak; higroskopis. Kelarutan mudah larut dalam air dan dalam etanol (95%) p; larut dalam kloroform p. Trithanolamin digunakan sebagai zat tambahan (Depkes RI, 1979).

D. Metode Uji Aktivitas Antioksidan (Metode DPPH)

Metode DPPH (Apak et al, 2007 ; Widyastuti,2010) menggunakan 2,2difenil-1-pikrilhidrazil sebagai sumber radikal bebas. Prinsipnya adalah reaksi penangkapan hidrogen oleh DPPH dari zat antioksidan dengan reaksi sebagai berikut :

(9)

Pengukuran aktivitas antioksidan ditandai dengan penurunan serapan larutan DPPH yang disebabkan adanya penambahan sampel. Untuk memperoleh nilai serapan larutan DPPH tehadap sampel (ekstrak) tersebut dihitung sebagai persen inhibisi (% inhibisi) dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

A kontrol = Absorbansi tidak mengandung sample A sampel = Absorbansi sampel

Kemudian hasil yang diperoleh dimasukkan ke dalam persamaan regresi dengan konsentrasi sampel atau ekstrak (ppm) sebagai absis (sumbu X) dan nilai % inhibisi (antioksidan) sebagai ordinatnya (sumbu Y). Nilai IC50dari perhitungan pada saat % inhibisi sebesar 50% dengan Y

Gambar

Gambar 1. Simplisia Secang 2. Manfaat
Tabel 1. Sifat Fisik dan Kimia Brazilin
Gambar 3. Struktur flavonoid (Robinson, 1995; Vindiana L., 2011)

Referensi

Dokumen terkait

POLITEKNIK KE K KESEHAT SEHATAN AN KEMENTRIA KEMENTRIAN K N KESEHAT ESEHATAN AN P PALANGKA ALANGKA RA RAY YA A JURUSAN KEBIDANAN PR. JURUSAN KEBIDANAN PROGRAM STUDI DIPL OGRAM

Bagian Peran dalam Manajemen Jurnal berfungsi untuk mengatur pengguna-pengguna yang terdaftar dimasing-masing peran, juga dapat mendaftarkan pengguna baik sudah

menghasilkan seluruh pekerjaan terlambat, maka aturan SPT akan meminimasi ukuran kelambatan rata-rata ( m ean tardiness). Aturan minimasi kelonggaran (slack ti  m e) juga

Pada penelitian ini, dalam pembuatan membran elektrolit selulosa asetat dari daun pandan laut dilakukan beberapa tahapan yaitu isolasi selulosa dari daun pandan laut, yang

Hasil penelitian yang telah dikembangkan berupa: 1) Media pembelajaran fisika berbasis Adobe Flash CS6 dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk

Penerjemahan bahasa pemprogramana di bedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu assembler, compiler, dan interprenter. 1) assembler : program yang di gunakan untuk menerjemahkan

Berdasarkan hasil penelitian tentang Uji Lisis Telur Cacing Ascaris lumbricoides Setelah Pemberian Ekstrak Etanol Daun Ketepeng Cina (Cassia alata L.) dapat disimpulkan:

Dari beberapa pendapat tersebut maka dibutuhkan tahapan atau proses komunikasi yang terdiri dari beberapa hal, yaitu: (1) Identifikasi khalayak, mengenali secara