• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tikus Putih (Rattus novergicus) 2.1.1. Klasifikasi Tikus Putih

Klasifikasi tikus putih (Rattus novergicu) menurut Krinke (2000) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Subphylum : Vertebrata

Class : Mamalia

Ordo : Rodentia

Family : Muridae

Genus : Ratus

Spesies : Rattus novergicus

2.1.2. Karakteristik Tikus Putih Sebagai Hewan Uji

Tikus merupakan hewan mamalia yang sering dimanfaatkan sebagai hewan uji dalam berbagai penelitian ilmiah karena memiliki kesamaan fisiologis dengan manusia, siklus hidup yang relatif singkat, bentuk tubuh yang tidak terlalu besar dan memiliki daya adaptasi yang baik (Kartika, Siregar & Fuah, 2013).

(a) (b)

Gambar 2.1 Tikus Putih (Rattus novergicus) (a) Jondrianto, 2012 (b) Dokumentasi pribadi, 2021

(2)

Terdapat tiga galur tikus yang biasa digunakan sebagai hewan percobaan dalam penelitian yaitu galur Sprague-Dawley yang memiliki kepala kecil, berwarna albino putih, dan ekornya lebih panjang dari badannya. Galur Wistar memiliki kepala besar dan ekor yang lebih pendek. Galur Long evans yang lebih kecil dari tikus putih dan tidak memiliki warna hitam di kepala dan tubuh bagian depan (Malole & Pramono, 1989).

Tikus (Rattus novergicus) albino atau tikus putih merupakan hewan yang sering digunakan sebagai model penelitian biomedia. Karena dapat mewakili sistem biologi mamalia, maka hewan ini tepat untuk dijadikan sebagai hewan coba dalam kajian praklinik (Fitria & Saro, 2014). Penentuan umur reproduktif pada tikus menurut Sengupta (2013) yakni dengan cara mempelajari fase-fase kehidupan dan perilakunya. Beberapa fase tersebut antara lain : rentang hidup antara 2-3,5 tahun, mulai disapih saat umur 3 minggu (21 hari), fase kematangan seksual atau pubertas mulai umur 6 minggu (40-60 hari), fase pradewasa saat umur 63-70 hari, fase kematangan sosial 5-6 bulan (160-180 hari ) dan fase penuaan saat umur 15-24 bulan.

2.2 Pisang Raja 2.2.1. Sejarah Pisang

Pisang merupakan tumbuhan yang ada sejak manusia ada. Saat itu pisang merupakan tanaman liar karena awal kebudayaan manusia adalah sebagai pengumpul. Masyarakat hanya mengumpulkan makanan dari tumbuhan disekitar tanpa menanamnya. Menurut ahli-ahli sejarah tanaman pisang berasal dari Asia Tenggara dan mendapat nama Latin Musa paradisiaca pada tahun 63-14 SM. Nama tersebut diambil dari seorang dokter yang bernama A. Musa (Satuhu & Supriyadi, 2008).

Dikatakan bahwa orang-orang Indonesia berjasa dalam mengembangkan tanaman pisang di pulau Madagaskar. Penyebaran tanaman pisang ke Negara Amerika Selatan dan Tengah berasal dari pantai Afrika Barat. Pada tahun 1800 dikirimkannya buah pisang dari Amerika Tengah ke Amerika Serikat

(3)

(Rismunandar, 1989). Tanaman pisang kini menjadi tanaman yang tersebar ke seluruh penjuru dunia.

2.2.2. Taksonomi Pisang Raja

Taksomi pisang raja ( Musa paradisiaca sapientum) menurut Tjitrosoepomo (2000) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Zingiberales

Famili : Musaceae

Genus : Musa

Spesies : Musa paradisiaca Var. raja

2.2.3. Morfologi Pisang Raja

Tanaman pisang memiliki akar yang rimpang dan tidak mempunyai akar tunggang. Batang pisang sebenarnya terletak di dalam tanah berupa umbi batang sedangkan yang berdiri tegak di atas tanah merupakan batang semu. Batang semu terbentuk dari pelepah daun panjang yang saling menelangkup dan menutupi dengan kuat sehingga bias berdiri tegak. Tinggi batang semu berkisar 3,5 -7,5 meter.

(a) (b) (c)

Gambar 2.2 (a) Pisang Raja (Yani Richfa, 2017), (b) Dokumentasi Pribadi (2021), (c) Kulit Pisang Raja

(4)

Daun pisang letaknya tersebar, pada bagian bawah daun berlilin. Daun diperkuat oleh tangkai daun yang panjangnya antara 30-40 cm. bunga tanaman pisang berkelamin satu, berumah satu dalam tandan. Daun penumpu bunga berjejal rapat dan tersusun secara spiral. Daun pelindung bunga berwarna merah tua, berlilin dan mudah rontok.

Pisang raja memiliki buah yang tangkai buahnya terdiri atas 6 sisir yang masing-masing terdiri dari 15 buah. Berat satu buah pisang sekitar 92 gram dengan panjang 12-18 cm dan diameter 3,2 cm., bentuk buahnya melengkung dengan bagian pangkal bulat. Warna daging kuning kemerahan tanpa biji dan rasanya manis.

2.2.4. Kandungan Kulit Pisang Raja

Kulit pisang merupakan salah satu komponen pisang yang jarang dimanfaatkan dan menjadi limbah buangan yang banyak jumlahnya. Pemanfaatan kulit pisang saat ini masih terbatas sebagai pakan ternak. Kandungan dalam kulit pisang banyak terdapat pati, protein, lemak, serat, asam linoleat, pectin dan asam amino esensial. Zat besi dan seng banyak terdapat pada kulit pisang dibandingkan daging buahnya (Dibabandya, Sabyasachi & Namrata, 2010).

Tabel 2.1 Kandungan Zat Gizi Kulit Pisang Raja per 100 gram bahan

No Zat gizi Kadar

1 Karbohidrat(%) 59,00

2 Protein(%) 0,90

3 Lemak(%) 1,94

4 Serat kasar(%) 3,33

5 Kalsium(mg) 645,90

6 Fosfor(%) 0,06

7 Vitamin B 0,10

(Balai Besar Teknologi Pencegahan Industri (2015) dan Syahruddin(2015)

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Someya (2011) membuktikan bahwa aktivitas antioksidan dalam kulit pisang lebih tinggi dibandingkan daging buahnya.

Warna kuning pada kulit pisang sangat kaya akan antioksidan dimana karoten merupakan senyawa antioksidan yang memberikan warna pada kulit pisang (Diennazola, 2008). Menurut Someya (2002) senyawa antioksidan yang terkandung dalam kulit pisang yakni katekin, gallokatekin dan epikatekin.

(5)

2.2.5. Flavonoid Kulit Pisang Raja

Flavonoid merupakan metabolit sekunder dari polifenol yang memiliki 15 atom karbon dan tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6, kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6 ( cincin benzene tersubsitusi) disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon (Tiang-Yang, Li Qing & Bi Shun, 2018). Flavonoid ditemukan dalam tanaman serta makanan yang memiliki berbagai efek anti virus, anti-flamasi, anti kanker, anti diabetes, dan antioksidan (Munhoz et al,. 2014). Flavonoid berkontribusi pada produksi pigmen warna kuning, merah, oranye, biru, dan ungu dari warna buah, bunga dan daun (Arifin & Ibrahim, 2018).

Berdasarkan hasil uji fitokimia antioksidan pada ekstrak kulit pisang raja yang dilakukan oleh Pane (2013), dengan cara maserasi menggunakan pelarut methanol didapatkan hasil kulit pisang raja mengandung senyawa antioksidan flavonoid dan saponin.

Gambar 2.3 Kandungan Metabolit Sekunder Ekstrak Kulit Pisang Raja (Pane, 2013)

Adanya kandungan kimia pada tumbuhan seperti flavonoid dan fenol mengindikasikan kemungkinan adanya aktivitas antioksidan dan antioksidan membantu mencegah terjadinya penyakit melalui aktivitas penangkal radikal bebas (Meenakshi et al,. 2009).

Kandungan antioksidan kulit pisang raja dan varietas pisang jenis lain di uji oleh Pane (2013) dan didapatkan hasil kandungan kulit pisang raja memiliki antioksidan lebih banyak sebesar 97,85% dibandingkan varietas pisang kepok 95,14%, pisang ambon 81,8% dan pisang goroho 74,29%.

(6)

Tabel 2.2 Menurut Pane (2013) Perbandingan Kandungan Antioksidan Varietas Pisang

2.3 Rokok

2.1 Pengertian Rokok

Rokok merupakan hasil olahan tembakau dibungkus termasuk cerutu ataupun bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica.

Berdasarkan peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2003, rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan dapat menyebabkan bahaya individu maupun masyarakat.

Setiap satu bungkus rokok yang dibakar mengeluarkan 4000 macam bahan kimia. Secara umum bahan-bahan ini dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu komponen gas dan komponen padat. Komponen gas antara lain berupa karbon monoksida, karbon dioksida, oksida-oksida nitrogen, ammonia, hidrogen sianida, sianogen, senyawa-senyawa belerang, aldehid dan keton. Komponen padat berupa tar dan nikotin (Noortiningsih, 2004).

Jenis Kandungan Antioksidan

Pisang Raja 97,85%

Pisang Kepok 95,14%

Pisang Ambon 81,8%

Pisang Goroho 74,29%

Gambar 2.4 Rokok Padmaningrum (2007)

(7)

2.2 Asap Rokok

Asap rokok yang dihisap melalui mulut disebut mainstream smoke, sedangkan asap rokok yang dihembuskan ke udara oleh perokok disebut sidestream smoke yang menyebabkan seseorang menjadi perokok pasif ( Sitepoe, 2000). Asap rokok yang dihirup terdiri dari 2 komponen yaitu, komponen gas dan komponen partikel.

Komponen gas sangat berpotensi menjadi radikal bebas, yakni karbon monoksida, karbon dioksida, oksida dari nitrogen dan senyawa dari hidrokarbon. Sedangkan komponen partikel terdiri dari tar, nikotin, benzopiren, fenol dan kadium (Zavos et a;,. 1998).

Adapun kandungan lain dari rokok yakni : 1. Nikotin

Nikotin berbentuk cairan, tidak berwarna, dan merupakan basa yang mudah menguap. Nikotin akan berubah warna menjadi coklat dan berbau mirip tembakau setelah bersentuhan dengan udara, kadarnya dalam tembakau antara 1-2%.

Kandungan nikotin dalam rokok berkisar <1-3mg. Nikotin dimetabolisme di hati, Gambar 2.5 Kandungan Rokok

Padmaningrum (2007)

(8)

paru-paru dan ginjal. Menurut Sitepoe (2000) satu-satunya sumber nikotin adalah tembakau.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Iis (2013) pemberian nikotin ke hewan uji selama 1-2 minggu mengakibatkan penurunan jumlah sel-sel spermatogenik. Menurut Boughton (2003) nikotin didistribusikan ke otak dan menyebar ke seluruh tubuh dalam waktu 20 detik.

2. Tar

Tar merupakan nikotin bebas yang kering, berwana coklat, berbau tidak sedap dan berupa partikel yang termasuk selama pemanasan tembakau pada rokok (Flawles & Bates, 2000). Setiap partikel tar merupakan komposisi dari bahan kimia organic dan anorgani. Sumber tar adalah tembakau, cengkeh, pembalut rokok dan bahan organik lain yang dibakar.

3. Karbon monoksida

Karbon monoksida merupakan gas tidak berwarna, tidak berbau dan diproduksi oleh proses pembakaran yang tidak sempurna dari bahan-bahan yang mengandung karbon (Flowles & bates, 2000). Gas karbon monoksida bersifat toksik karena mengganggu ikatan antara oksigen dengan hemoglobin (Sitepoe, 2000). Karbon monoksida memiliki daya ikat yang kuat terhadap sel darah merah dibandingkan oksigen dalam sel darah dan membentuk cardboxy hemoglobin (CoHB) akibatnya tubuh kekurangan oksigen.

4. Timbal

Merupakan logam beracun berwarna abu-abu. Pb banyak ditemui pada gas buangan kendaraan bermotor serta asap rokok (Fine, Muhammad & Budi, 2011).

Efek toksik Pb terhadap sistem reproduksi dapat dilihat dari beberapa hasil penelitian. Mencit yang diberikan Pb secara gavae menunjukan adanya gangguan pada spermatogenesis, menyebabkan abnormalitas spermatozoa, serta terjadi kerusakan mitokondria pada sel sertoli.

5. Kadmium

Senyawa yang terutama digunakan dalam industri logam dan cairan perak.

Hasil pemanasan mengandung kadmium diatas titik 3210 dapat mengeluarkan uap kadmium yang bersifat toksik (Lafuente et al,. 2013) penelitian kadmium terhadap

(9)

epitel tubulus seminiferus menunjukan adanya nekrosis sel dan perusakan sawar darah testis (Yang et al,. 2006).

2.3 Bahaya Asap Rokok Terhadap Reproduksi

Mekanisme kerja radikal bebas dalam asap rokok yaitu menghambat kerja GnRH dengan cara meniru neurotransmitter asetikolin kemudian mengikat reseptor-reseptor nikotin sehingga mengalami stress oksidatif. Akibatnya, proses umpan balik antara hipotalamus dan hipofisis anterior terganggu. Gangguan ini dapat menghambat pembentukan hormon FSH dan LH, kemudian pembentukan hormon testoteron juga terhambat ( Nugraheni, 2003). Akibatnya proses spermatogenesis menjadi terganggu dan produksi jumlas sel spermatogenik akan menurun dan histologis tubulus seminiferus mengalami kerusakan.

2.4 Radikal Bebas

2.4.1. Pengertian Radikal Bebas

Radikal bebas merupakan molekul yang elektronnya tidak memiliki pasangan pada lapisan luarnya dengan reaksi jangka pendek yang memiliki satu atau lebih electron bebas ( Winarsi, 2007). Radikal bebas memiliki sifat reaktivitas tinggi, karena kecendrungan menarik elekrton dan dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal oleh karena hilangnya atau bertambahnya satu electron pada suatu molekul (Suryohusodo, 2000). Radikal bebas bersifat destruktif, sangat reaktif dan mampu bereaksi dengan makromolekul sel seperti : protein, lipid, karbohidrat atau DNA.

Gambar 2.6 Perbandingan Struktur Molekul Radikal Bebas Fessenden (1982)

(10)

2.4.2. Mekanisme Terbentuk Radikal Bebas

Pembentukan radikal bebas dapat berasal dari dalam tubuh dan luar tubuh.

Sumber radikal bebas menurut Pham (2008) :

1. Radikal bebas yang berasal dari dalam tubuh akibat berbagai proses enzimatik di dalam tubuh, berupa hasil sampingan dari proses oksidasi atau pembakaran sel yang berlangsung pada proses respirasi, proses percernaan dan proses metabolism. Diproduksi oleh mitokondria, membran plasma, lisosom, retikulum endoplasma dan inti sel.

2. Radikal bebas yang berasal dari dalam tubuh, yang timbul akibat berbagai proses non-enzimatik di dalam tubuh, merupakan reaksi oksigen dengan senyawa organik dengan cara ionisasi dan radiasi. Contohnya radiasi bebas yang diperoleh proses inflamasi dan iskemia.

3. Radikal bebas yang berasal dari luar tubuh didapat dari polutan asap rokok, asap kendaraan bermotor, radiasi sinar matahari, makanan berlemak, kopi, alkohol, bahan racun pestisida dan masih banyak lagi. Peningkatan radikal bebas dapat dipicu oleh stres atau olahraga yang berlebihan.

Reaksi berantai pada radikal bebas terdiri dari tiga tahap (Sarma et al,. 2010) a) Inisiasi

Tahap ini melibatkan proses pembentukan radikal bebas baru dari spesies stabil atau mungkin melibatkan reaksi radikal dengan spesies yang stabil

untuk membentuk radikal bebas.

b) Propagasi

Tahap ini melibatkan radikal bebas dimana total jumlah radikal bebas tetap sama. Pada tahap ini berlangsung eksotermik.

c) Terminasi

Tahap ujung dari reaksi berantai radikal bebas dimana terjadi penurunan jumlah radikal bebas. Umumnya penurunan ini diakibatkan adanya penggabungan dua radikal bebas untuk membentuk senyawa yang stabil.

(11)

2.5 Antioksidan

2.5.1. Pengertian Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi, dengan cara mengikat radikal bebas dengan molekul yang sangat reaktif.

Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktifitas senyawa oksidan tersebut dapat terhambat ( Wanarsi, 2007).

Serangan radikal bebas terhadap molekul di sekelilingnya dapat mengakibatkan terjadinya reaksi berantai, yang kemudian menghasilkan senyawa radikal baru, oleh karena itu tubuh memerlukan substansi penting, yakni antioksidan yang dapat melindungi tubuh dari serangan radikal bebas dengan merendam dampak negatif senyawa radikal bebas ( Karyadi 1997). Antioksidan dapat mendonorkan elektronnya kepada molekul radikal bebas, sehinnga dapat menstabilkan radikal bebas dan menghentikan reaksi berantai.

Gambar 2.7 Proses Penyumbangan Elektron Antioksidan Pamungkas (2016)

(12)

2.5.2. Cara Kerja Antioksidan

Indigomarie (2009) menjelaskan Jika di suatu tempat terjadi rekasi oksidasi dimana reaksi tersebut menghasilkan hasil samping berupa radikal bebas( OH) maka tanpa adanya kehadiran antioksidan, radikal bebas ini akan menyerang molekul lain disekitarnya. Hasil reaksi ini akan menghasilkan radikal bebas yang lain dan menyerang molekul yang lain lagi.akhirnya akan membentuk reaksi berantai yang membahayakan.

Apabila terdapat antioksidan maka radikal bebas akan bereaksi dengan antioksidan membentuk molekul yang stabil yang tidak membahayakan. Rekasi berantai akan terputus.

Antioksidan dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu ( Cahyadi,2006):

1. Antioksidan Primer atau Alami

Antioksidan alami merupakan antioksidan hasil ekstraksi bahan alami yang banyak terdapat pada tumbuh-tumbuhan, sayur-sayuran dan buah-buahan (Winarsi, 2007). Secara umum antioksidan alami di bagi menjadi dua yaitu:

a. Antioksidan enzimatik, antioksidan yang dapat dibentuk dalam tubuh, sperti superoksida dismutase (SOD), glutation peroksida, katalase, dan glutation reductase

b. Antioksidan non enzimatik yang berupa mikronitrien masih dibagi dalam dua kelompok lagi yaitu antioksidan larut lemak (tokoferol, karotenoid, flavonoid, quinon, dan bilirium) dan antioksidan larut air (asam askorbat, asam urat, protein pengikat logam dan protein pengikat heme) (Hariyatmi,2004).

Reaktan ---Produk + -OH

-OH + (DNA, Protein, lipid) --- Produk + Radikal bebas yang lain

Reaktan ---Produk + -OH

-OH + antioksidan --- Produk yang stabil

(13)

2. Antioksidan sekunder atau Sintetik

Antioksidan sekunder atau sintetis merupakan antioksidan yang dibuat melalui sintesis secara kimia. Contoh senyawa kimia antioksidan sintetik yaitu : Butylated hydroxyl anisole (BHA), Butylated hydroxyrotoluene (BHT), Propyl gallate (PG) dan metal chelating agent (EDTA).

2.6 Testis

2.6.1. Anatomi Testis

Testis merupakan organ genetalia pria yang berjumlah dua yang masing- masing terletak di skrotum kanan dan kiri. Bentuknya ovoid pada orang dewasa ukurannya adalah 4x3 x 2,5 cm, dengan volume 15-25 ml. testis terdapat didalam sebuah kantong yaitu kavum skroti oleh jaringan skrotum yang terdiri dari :kulit, tunika dartos, fascia spermatica, externa, otot cremaster, dan fascia spermatica interna. Permukaan testis bagian anterior medial dan lateral dilapisi oleh jaringan skrotum,tunika vaginalis lamia parietalis, lamina visceralis, sedangkan posteriornya dilapisi oleh sebagian serosa (Gray, 2008).

Gambar 2.8 Struktur Anatomi Testis Benninghoff (1994)

(14)

2.6.2. Tubulus Seminiferus

Tubulus seminiferus merupakan komponen fungsional utama dari testis. Tiap testis memiliki 250-1000 tubulus seminiferus didalam lobules. Tubulus seminiferus memiliki bentuk seperti pipa berkelok-kelok dengan diameter 150- 250µm dan berfungsi sebagai pars sekretori dan kelenjar sitogenik. Dinding tubulus seminiferus memiliki epitel yang berlapis 4 sampai 8 lapis. Panjang seluruh tubulus satu testis mencapai 250 m. . Tubulus kontortus ini membentuk jalinan, tempat masing-masing tubulus berakhir buntu atau dapat bercabang. Pada ujung setiap lobules, lumennya menyempit dan berlanjut kedalam ruas pendek yang dikenal sebagai tubulus rektus, yang menghubungkan tubulus seminiferus dengan labirin saluran-saluran berlapis epitel yang berkesinambungan, yaitu rete testis. Rete testis terdapat dalam jaringan ikat mediastinum, dihubungkan dengan bagian kepala epididymis oleh 10-20 duktulus eferentes ( Junquiera, 2007). Terdapat sel spermatogenik yaitu spermatogonium, spermatosit primer, spermatosit sekunder, spermatid, spermatozoa dan sel penyokong yakni sel sertoli sebagai pemberi nutrisi untuk proses spermatogenesis.

1. Sel sertoli

Sel sertoli merupakan sel pyramid memanjang yang sebagian memeluk sel spermatogenik. Dasar sel sertoli melekat pada lamina basalis, sedangkan ujung apeksnya meluas kedalam lumen tubulus seminiferus kajian dengan mikroskop elektron mengungkapkan bahwa sel sertoli mengandung banyak reticulum endoplasma licin, sedikit reticulum endoplasma kasar, sebuah kompleks golgi berkembangbiak dan banyak mitokondria dan lisosom.inti yang berkembang yang sering berbentuk segitiga, memiliki banyak lipatan dan sebuah anak inti yang mencolok, memiliki sedikit heterokromatin.

2. Sel leydig

Sel leydig merupaka sel yang memberikan gambaran mencolok untuk jaringan tersebut.sel-sel leydig letaknya berkelompok memadat pada daerah segitiga yang terbentuk oleh susunan-susunan tubulus seminiferus.

(15)

Inti selnya mengandung butir-butir kromatin kasar dan anak inti yang jelas.

Celah diantara tubulus seminiferus dalam testis.

3. Sel Spermatogonium

Benih primitive atau spermatogonium terletak disamping lamina basalis. Sel spermatogonium relatif kecil, bergaris tengah sekitar 12 µm, dan intinya mengandung ktomatin pucat, menurut Ferdindanus (1991) inti sel spermatogonium mengandung kromatin tak teratur dan membentuk kelompok yang kasar. Pada keadaan kematangan kelamin, sel ini mengalami sederetan mitosis , dan sel-sel yang baru dibentuk dapat mengkuti satu dari dua jalur, mereka dapat berlanjut, setelah satu atau lebih pembelahan mitosis, sebagai sel induk atau spermatogonium tipe A. Spermatogonium tipe A berinti lonjong dan bernukleolus di pinggir, mereka berdiferensiasi selama siklus mitotis yang progresif menjadi spermatogonium tipe B. Spermatogonium tipe A merupakan sel induk untuk garis keturunan spermatogenik, sedangkan spermatogonium tipe B merupakan sel progenitor yang berdiferensiasi menjadi sel spermatosit primer. Spermatogonium tipe B meniliki inti bundar dan bernukleolus agak tengah ( Yatim, 1994).

4. Sel spermatosit primer

Spermatosit primer tampak lebih besar dan menonjol dalam garis turunan spermatogenik. Selspermatosit primer memiliki 46 ( 44+XY) kromosom dan 4N DNA. Spermatosit sekunder sulit diamati dalam pengamatan testis dikarenakan sel spermatosit sekunder merupakan sel berumur pendek.

5. Sel spermatid

Sel spermatid dihasilkan dari pembelahan spermatosit sekunder. Spermatid memiliki ukuran yang kecil garis tengahnya 7-8µm. inti dengan daerah-daerah kromatin padat dan lokasi jukstaluminal didalam tubulus seminiferus. (Janquiera, 2007).

(16)

2.7 Spermatogenesis

Spermatogenesis merupakan proses pembentukan spermatozoa yang terjadidi tubulus seminiferus testis. Spermatogenesis terjadi selama kehidupan seks aktif dan terus berlangsung selama hidup. Tubulus seminiferus banyak mengandung sel-sel epitel germinativum yang berukuran kecil sampai sedang yang dinamakan spermatogonia. Sel-sel ini terus mengalami poliferasi untuk menyempurnakan diri dan sebagian berdiferensasi melalui stadium-stadium definitif perkembangan untuk membentuk spermatozoa ( Junquiera, et al ,. 2002).

Gambar 2.9 Hispatologi Testis Janquiera ( 2007)

(17)

Spermatogenesis dibagi menjadi tiga tahapan yaitu spermatositogenesi, meiosis dan spermiogenesis (Akbar, 2010). Fase spermatositogenesis dan meiosis merupakan spermatogenesis itu sendiri, sedangkan fase spermiogenesis merupakan fase yang berlangsung setelahnya.

a. Spermatositogenesis

Spermatositogenesis berasal dari bahasa Yunani yaitu sperma yang berarti benih, inimerupakan fase pertama yang meliputi perkembangan awal sel spermatogonia secara mitosis, sehingga menghasilkan generasi baru sel yaitu spermatogonia tipe A dan spermatogonia tipe B. Spermatogonia tipe B mengalami pembelahan mitosis dan membentuk 2 sel yang ukurannya bertambah menjadi spermatosit primer ( Junquiera et al,. 2002)

b. Meosis

Fase meiosis terjadi pembelahan spermatosit sebanyak dua kali secara berurutan dengan mereduksi sampai setengah jumlah kromosom dan jumlah DNA

Gambar 2.10 Proses Spermatogenesis di dalam tubulus Seminiferus Yatim (1996)

(18)

per sel. Pembelahan meiosis pertama, setiap spermatosit primer membelah mejadi dua sel yang disebut spermatosit sekunder. Pembelahan meiosis yang kedua, masing- masing spermatosit sekunder akan membelah menghasilkan dua spermatid (Junquiera et al,. 2002).

c. Spermiogenesis

Fase spermiogenesis merupakan tahap akhir pembentukan spermatozoa.

Terjadi perkembangan spermatid yang rumit, yaitu meliputi fase golgi, fase akrosomal dan fase maturasi. Fase golgi terjadi dengan terbentuknya butiran proakrosom dalam alat golgo spermatid. Butiran ini nantinya akan bersatu membentuk satu bentukan dengan akrosom disebut granula akrosom. Granula akrosom ini melekat ke salah sat sisi inti yang akan menjadi bagian depan spermatozoa. Fase akrosomal terjadi dengan terbentuknya akrosom dari vesikel dan granula akrosom yang menyebar untuk menutupi belahan anterior dari inti yang memadat. Fase pematangan terjadi ketika sitoplasma residu dibuang dan difagositosis oleh sel sertoli dan spermatozoa dilepaskan kedalam lumen tubulus.

Spermatogenesis disebut juga tahap transformasi spermatid menjadi spermatozoa (Janquiera et al,. 2002).

2.8 Sumber Belajar Biologi

Sumber belajar merupakan sistem yang terdiri atas sekumpulan bahan atau situasi yang dikumpulkan secara sengaja dan dibuat agar memungkinkan peserta didik belajar secara individual (Syukur N.C, 2008). Sumber belajar dapat meliputi data, orang dan barang yang digunakan oleh peserta didik baik secara sendiri- sendiri maupun dalam bentuk gabungan, biasanya dalam situasi informal, untuk memberikan kemudahan belajar, proses pembelajaran dibutuhkan suatu sumber belajar yang harus sesuai dengan silabus pada kurikulum yang berlaku. Mata pelajaran Biologi SMA kelas XI/2 materi pokok sistem reproduksi. Hasil penelitian dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber belajar yang sesuai dengan KD 4.12 menyajikan hasil analisis tentang dampak pergaulan bebas, penyakit dan kelaianan pada struktur dan fungsi organ yang menyebabkan gangguan fungsi sistem reproduksi manusia serta teknologi sistem reproduksi.

(19)

Mata pelajaran Biologi merupakan mata pelajaran wajib SMA kelas XI. Pada materi pokok sistem reproduksi KD 4.12 dengan indikator pencapaian kompetensi (IPK) 4.12.1 menyajikan hasil analisis tentang dampak pergaulan bebas, penyakit dan kelaianan pada struktur dan fungsi organ yang menyebabkan gangguan sistem reproduksi manusia serta teknologi sistem reproduksi sesuai dengan indikator yang digunakan yakni 4.12.1 pada sub materi gangguan pada sistem reproduksi tidak menjelaskan secara spesifik gambaran bagian dalam organ testis maupun sel-sel akibat yang terjadi bila sel-sel dalam organ testis mengalami ganguan atau penurunan jumlah sel. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber belajar yang mendukung proses pembelajaran mata pelajaran Biologi kelas XI/2 dengan materi sistem reproduksi.

(20)

2.9 Kerangka Konseptual

Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat di gambarkan secara sistematis seperti berikut ini:

Gambar 2.11 Kerangka Konsep

Tar Karbon

Monoksida Nikotin Asap rokok

Radikal bebas

Stres Oksidatif

Degenerasi sel Peningkatan peroksidasi lipid

Kerusakan hipotalamus,

hipofisis

Protein dan DNA sel terganggu

Produksi LH dan FSH menurun

v

Kematian sel

v Spermatogenesis

terganggu

Spermatogenesis terganggu v

Penurunan jumlah sel spermatogenik

Diameter tubulus seminiferus mengecil

Perubahan pada berat testis

Ekstrak kulit pisang raja

Flavonoid Saponin Melengkapi

kekurangan atom radikal

bebas

Menghambat terjadinya reaksi

berantai radikal bebas Menghambat

Diteliti

Tidak diteliti

Menyebabkan

(21)

2.10 Hipotesis

Terdapat pengaruh pemberian ekstrak kulit pisang raja ( Musa paradisiaca sapientum) terhadap berat testis tikus putih (Rattus novergicus) yang dipapar asap rokok.

Referensi

Dokumen terkait

Penyajian pola-pola template menggunakan database, sehingga pola-pola template dapat di-update (ditambah atau dihapus).. Signal Processing, Image Processing and Pattern

POLITEKNIK KE K KESEHAT SEHATAN AN KEMENTRIA KEMENTRIAN K N KESEHAT ESEHATAN AN P PALANGKA ALANGKA RA RAY YA A JURUSAN KEBIDANAN PR. JURUSAN KEBIDANAN PROGRAM STUDI DIPL OGRAM

[r]

Saya harap anda pernah berkaraoke sehingga tahu apa yang saya maksudkan pada statement di atas. onsep audio karaoke adalah pada pengaturan mi5er output, jadi bila right channel

Melalui program Ekosistem Sekolah Digital Tunasmuda (EKSIS), T-CARE memberikan kesempatan kepada para tunasmuda lulusan SMU, usia 17—21 tahun, yang memiliki minat

Pada penelitian ini, dalam pembuatan membran elektrolit selulosa asetat dari daun pandan laut dilakukan beberapa tahapan yaitu isolasi selulosa dari daun pandan laut, yang

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perangkat uji kompe- tensi merupakan instrumen pengukuran yang dipergunakan untuk menguji kompe- tensi spesifik

akti. Pada pemeriksaan inspekulo didapatkan adanya robekan pada  jalan lahir yaitu di portio di jam ) dan jam , dengan perdarahan akti. :asil lab menunjukkan bahwa masa