5 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Uraian Tumbuhan
Uraian tumbuhan meliputi daerah tumbuh, nama daerah, nama asing,
sistematika tumbuhan, morfologi tumbuhan serta kandungan kimia dan kegunaan
dari tumbuhan.
2.1.1 Daerah tumbuh
Kurmak mbelin (Enydra fluctuans Lour.) tumbuh di daerah tropis dan
subtropis (Patil, et al., 2008). Tumbuhan ini tumbuh di tanah rawa di India,
Bangladesh, Burma, Srilanka dan beberapa tempat di Asia Tenggara; di sepanjang
tepi sungai kecil di Manila dan pada daerah tropis di Afrika; di kolam dan danau
di daerah Bengal (Anonima, 2009). Di Bangladesh, kurmak mbelin tumbuh di
kolam, rawa-rawa dan sungai (Uddin, 2011). Di Filipina, kurmak mbelin tumbuh
di Provinsi Rizal di Luzon dan di sepanjang tepi sungai kecil (Anonimb, 2012).
Kurmak mbelin tumbuh liar dan kadang-kadang dibudidayakan. Di
dataran tinggi Karo, tumbuhan ini dapat tumbuh pada ketinggian 1800 m dari
permukaan laut. Di Jawa, kurmak mbelin tumbuh pada ketinggian 5-1600 m dari
permukaan laut (Anonimc, 1995).
2.1.2 Nama daerah
Kurmak mbelin disebut juga Ombur (Banten), sedangkan dalam bahasa
6 2.1.3 Nama asing
Nama asing kurmak mbelin menurut Anonimb (2012) adalah sebagai
berikut:
Inggris : Buffalo spinach, air cress, marsh herb
Malaysia : Chengkeru, Kangkong kerbau
Filipina : Kangkong kelabaw
Kamboja : Kanting ring
Laos : Bungz ping
India : Helencha, harkuch
China : Zhao ju
Thailand : Phak bung ruem
Vietnam : Cay rau ngo, Rau ngo, ngo Trau, ngo đất, ngo Huong
2.1.4 Sistematika tumbuhan
Sistematika tumbuhan kurmak mbelin menurut Gupta (2011) adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Enydra
7 2.1.5 Morfologi tumbuhan
Kurmak mbelin (Enydra fluctuans Lour.) tumbuh sepanjang tahun dan
termasuk tumbuhan menjalar yang tumbuh berkelompok (Anonima, 2009). Batang
agak berdaging, memiliki rongga, panjangnya 30 cm atau lebih, bercabang,
perakaran pada nodul yang lebih rendah dan agak berbulu. Diameter batang
0,3 – 0,6 m (Patil, et al., 2008). Daun berbentuk lanset dengan panjang
2,5 - 7,5 cm, runcing atau tumpul di ujung daun dan agak bergerigi pada tepi
daun. Daun hanya terdiri atas helaian saja (daun duduk), posisi daun berhadapan
dan menyilang. Bunganya berwarna putih, krem atau putih-kehijauan
(Tjitrosoepomo, 2007; Uddin, 2011).
2.1.6 Kandungan kimia
Kurmak mbelin (Enydra fluctuans Lour.) merupakan sumber yang baik
dari β-karoten. Tumbuhan ini mengandung saponin, myricyl alkohol, kaurol,
kolesterol, sitosterol, lakton seskuiterpen termasuk germacranolide, enhydrin,
fluctuanin dan fluctuandin, sejumlah asam diterpenoid dan isovalerate serta
turunan angelate, stigmasterol, steroid lain dan giberelin A9 dan A13 telah
diisolasi dari tumbuhan ini (Uddin, 2011). Kurmak mbelin juga mengandung
alkaloid, flavonoid, triterpenoid/steroid, tanin, glikosida dan klorin. Studi
menunjukkan kadar abu rendah dan sumber yang baik dari β-karoten
(3,7 - 4,2 mg/100 g secara bobot segar (Anonimb, 2012; Eneh, et al., 2013). Pada
konsentrasi 0,21% dari berat kering terkandung minyak esensial (Anonima, 2009).
2.1.7 Kegunaan
Daun kurmak mbelin digunakan oleh masyarakat Melayu sebagai obat
8
sebagai tambahan untuk tonik, penawar rasa sakit pada gonore, neuralgia dan
penyakit saraf lainnya (Patil, et al., 2008). Daunnya juga dapat menyembuhkan
peradangan dan cacar serta memiliki aktivitas analgesik, antidiare dan
antihipotensi (Sannigrahi, et al., 2010). Tumbuhan ini juga digunakan untuk
mengobati rheumatoid arthritis dan ascites. Bagian herba memiliki aktivitas
anthelmintik, antimikroba dan antioksidan (Akter, et al., 2012; Swain, et al.,
2012). Kurmak mbelin biasanya dimasak dengan kari ikan dan sebagai penambah
nafsu makan setelah mengalami demam atau tifus. Daunnya juga dapat
menyembuhkan leucoderma, bronchitis. Daun yang telah dihaluskan diletakkan di
atas kepala sebagai penurun panas (Eneh, et al., 2013; Uddin, 2011). Bagian muda
tumbuhan dikonsumsi sebagai salad di beberapa negara, termasuk Malaya. Di
Filipina, kadang-kadang daunnya dikukus sebelum dimakan dengan nasi dan
kentang rebus, juga digunakan pada kulit sebagai obat herpes. (Anonima, 2009).
2.2Simplisia dan Ekstrak 2.2.1 Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa
bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan simplisia nabati, simplisia
hewani dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang
berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan (Depkes, 2000).
2.2.2 Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
9
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan
(Depkes, 2000).
Pembuatan sediaan ekstrak dimaksudkan agar zat berkhasiat yang terdapat
di simplisia terdapat dalam bentuk yang mempunyai kadar yang tinggi dan hal ini
memudahkan zat berkhasiat dapat diatur dosisnya (Anief, 2000).
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut
cair yang sesuai. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat
digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain.
Diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah
pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Depkes, 2000).
Beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan dalam berbagai
penelitian antara lain Depkes (2000) yaitu:
a. Cara dingin
1. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstraksi simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode
pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan
pengadukan yang kontinu (terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan
pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama
10 2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umunya dilakukan pada temperatur
ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap perendaman
antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus
menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang tidak bereaksi ketika
ditambahkan serbuk Mg dan asam klorida pekat.
b. Cara panas
1. Refluks
Refluks adalah ektraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik. Umunya dilakukan pengulangan proses pada residu
pertama sampai 3 - 5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.
2. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru
yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
3. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40 - 50oC.
4. Infundasi
11
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96 - 98oC)
selama waktu tertentu (15 - 20 menit).
5. Dekoktasi
Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30 menit) dan
temperatur sampai titik didih air.
2.3 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah setiap molekul yang mengandung satu atau lebih
elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas bertendensi kuat memperoleh
elektron dari atom lain, sehingga atom lain yang kekurangan satu elektron ini
berubah menjadi radikal bebas pula yang disebut radikal bebas sekunder (Kosasih,
dkk., 2004).
Radikal bebas sangat reaktif dan dengan mudah menjurus ke reaksi yang
tidak terkontrol menghasilkan ikatan silang (cross-link) pada DNA, protein, lipida
atau kerusakan oksidatif pada gugus fungsional yang penting pada biomolekul.
Perubahan ini akan menyebabkan proses penuaan. Radikal bebas juga terlibat dan
berperan dalam patologi dari berbagai penyakit degeneratif, yakni kanker,
aterosklerosis, rematik, jantung koroner, katarak dan penyakit degenerasi saraf
seperti parkinson (Silalahi, 2006).
Mekanisme reaksi radikal bebas merupakan suatu deret reaksi-reaksi
bertahap yaitu: (1) permulaan (inisiasi, initiation) suatu radikal bebas, (2)
perambatan (propagasi, propagation) reaksi radikal bebas; (3) pengakhiran
(terminasi, termination) reaksi radikal bebas. Tahapan mekanisme reaksi radikal
12 Tahap 1 (Inisiasi):
Cl-Cl �⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯�𝑈𝑈𝑈𝑈 2 Cl• (Radikal bebas) Tahap 2 (Propagasi):
CH4 + Cl• CH3• + HCl
CH3• + Cl2 CH3Cl + Cl• (dapat bereaksi dengan CH4)
Tahap 3 (Terminasi):
CH3• + Cl• CH3Cl
CH3• + CH3• CH3CH3
2.4 Antioksidan
Antioksidan atau reduktor berfungsi untuk mencegah terjadinya oksidasi
atau menetralkan senyawa yang telah teroksidasi dengan cara menyumbangkan
hidrogen dan atau elektron (Silalahi, 2006).
Atas dasar fungsinya antioksidan dapat dibedakan menjadi 5 (lima)
sebagai berikut.
a. Antioksidan primer
Antioksidan ini berfungsi untuk mencegah terbentuknya radikal bebas
yang baru karena dapat merubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang
berkurang dampak negatifnya.
b. Antioksidan sekunder
Antioksidan sekunder merupakan senyawa yang berfungsi menangkap
radikal bebas serta mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga tidak terjadi
kerusakan yang lebih besar. Contoh yang populer, antioksidan sekunder adalah
13 c. Antioksidan tersier
Antioksidan tersier merupakan senyawa yang memperbaiki sel-sel dan
jaringan yang rusak karena serangan radikal bebas, biasanya yang termasuk
kelompok ini adalah jenis enzim misalnya metionin sulfoksidan reduktase yang
dapat memperbaiki DNA dalam inti sel. Enzim tersebut bermanfaat untuk
perbaikan DNA pada penderita kanker.
d. Oxygen scavenger
Antioksidan yang termasuk oxygen scavenger mengikat oksigen sehingga
tidak mendukung reaksi oksidasi, misalnya vitamin C.
e. Chelators atau sequesstrants
Mengikat logam yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi misalnya
asam sitrat dan asam amino (Kumalaningsih, 2006).
2.4.1 Antioksidan alami
Sayur-sayuran dan buah-buahan kaya akan zat gizi (vitamin, mineral, serat
pangan) serta berbagai kelompok zat bioaktif lain yang disebut zat fitokimia. Zat
bioaktif ini bekerja secara sinergis, meliputi mekanisme enzim detoksifikasi,
peningkatan sistem kekebalan, pengurangan agregasi platelet, pengaturan sintesis
kolesterol dan metabolisme hormon, penurunan tekanan darah, antioksidan,
antibakteri serta efek antivirus (Silalahi, 2006).
2.4.2 β-karoten
β-karoten dipercaya dapat menurunkan resiko penyakit jantung dan
kanker. β-karoten berperan sebagai antioksidan. β-karoten terdapat pada aprikot,
14
menu makanan dapat mengurangi risiko terkena penyakit jantung (Kosasih, dkk.,
2004).
Sebagai antioksidan β-karoten bekerja dengan cara memperlambat fase
inisiasi. β-karoten merupakan salah satu provitamin A. Pemberian vitamin A
dalam dosis tinggi dapat bersifat toksis. Akan tetapi, β-karoten dalam jumlah
banyak mampu memenuhi kebutuhan vitamin A, dan selebihnya tetap sebagai β
-karoten yang berfungsi sebagai antioksidan (Silalahi, 2006).
Gambar 2.1 Rumus bangun β-karoten 2.4.3 Polifenol
Gambar 2.2 Struktur dasar polifenol
Senyawa fenol dapat di definisikan secara kimiawi oleh adanya satu cincin
aromatik yang membawa satu (fenol) atau lebih (polifenol) gugus hidroksil,
termasuk derifat fungsionalnya. Polifenol adalah kelompok zat kimia yang
ditemukan pada tumbuhan. Zat ini memiliki tanda khas yakni memiliki banyak
gugus fenol dalam molekulnya. Polifenol memiliki sifat kelarutan yang
berbeda-beda pada suatu pelarut. Hal ini disebabkan oleh gugus hidroksil pada senyawa
15
dapat menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang
dimiliki radikal bebas dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari
pembentukan radikal bebas. Polifenol merupakan komponen yang bertanggung
jawab terhadap aktivitas antioksidan dalam buah dan sayuran (Hattenschwiller
dan Vitousek, 2000).
Polifenol sebagai antioksidan primer menonaktifkan radikal bebas sesuai
dengan mekanisme transfer atom hidrogen (HAT) (1) dan transfer elektron
tunggal (SET) (2). Dalam mekanisme HAT (1), antioksidan ArOH bereaksi
dengan radikal bebas R dengan mentransfer sebuah atom hidrogen, melalui
pecahan homolisis ikatan O-H:
ArOH + R• ArO• + RH
Produk reaksi adalah spesies RH berbahaya dan radikal ArO• yang teroksidasi.
Bahkan jika reaksi mengarah pada pembentukan radikal lain, kurang reaktif
terhadap R•. Karena distabilkan oleh beberapa faktor. Mekanisme SET (2)
memberikan elektron untuk disumbangkan ke R•:
ArOH + R• ArOH+• + R
-Anion R- adalah spesies stabil secara energetik dengan jumlah elektron genap,
sedangkan radikal kation ArOH+• juga dalam kasus ini merupakan spesies radikal
kurang reaktif. Secara khusus, ArO• dan ArOH+• adalah struktur aromatik dimana
elektron ganjil berasal dari reaksi dengan radikal bebas, memiliki kemungkinan
tersebar di seluruh molekul, sehingga menjadi stabilisasi radikal (Leopoldini, et
16 2.5 Spektrofotometri UV-Visibel
Ahli kimia telah lama menggunakan warna sebagai bantuan dalam
mengenali zat-zat kimia. Spektrofotometri dapat dianggap sebagai perluasan
pemeriksaan visual, yaitu dengan menggunakan alat untuk mengukur absorpsi
energi radiasi macam-macam zat kimia dan memungkinkan dilakukannya
pengukuran kualitatif dari suatu zat dengan ketelitian yang lebih besar (Day dan
Underwood, 1986).
Spektrofotometer pada dasarnya terdiri atas sumber sinar monokromator,
tempat sel untuk zat yang diperiksa, detektor, penguat arus dan alat ukur atau
pencatat (Ditjen POM, 1979). Spektrofotometer yang sering digunakan dalam
dunia industri farmasi salah satu adalah spektrofotometer ultraviolet dengan
panjang gelombang 200 - 400 nm dan visibel (cahaya tampak) dengan panjang
gelombang 400 - 800 nm (Rohman, 2007).
2.6 Penentuan Aktivitas Antioksidan Dengan Metode DPPH
Pada tahun 1922, Goldschmidt dan Renn menemukan senyawa berwarna
ungu radikal bebas stabil DPPH, yang sekarang digunakan sebagai reagen
kolorimetri untuk proses redoks. DPPH sangat berguna dalam berbagai
penyelidikan seperti inhibisi atau radikal polimerisasi kimia, penentuan sifat
antioksidan amina, fenol atau senyawa alami (vitamin, ekstrak tumbuh-tumbuhan,
obat obat-obatan) dan untuk menghambat reaksi homolitik. DPPH berwarna
sangat ungu seperti KMnO4 dan bentuk tereduksinya yaitu
1,1-difenil-2-picrylhydrazine (DPPH-H) yang berwarna oranye-kuning. DPPH tidak larut
17
a b
Gambar 2.3 Rumus bangun DPPH Keterangan:
a. bentuk radikal DPPH
b. bentuk nonradikal (DPPH-H)
DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering
digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau
ekstrak bahan alam. DPPH menerima elektron atau radikal hidrogen akan
membentuk molekul diamagnetik yang stabil. Interaksi antioksidan dengan DPPH
baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH, akan menetralkan
radikal bebas dari DPPH dan membentuk DPPH tereduksi. Warna larutan berubah
dari ungu tua menjadi kuning terang dan absorbansi pada panjang gelombang 517
nm akan hilang jika semua elektron pada radikal bebas DPPH menjadi
berpasangan. Perubahan ini dapat diukur sesuai dengan jumlah elektron atau atom
hidrogen yang ditangkap oleh molekul DPPH akibat adanya zat reduktor. Suatu
zat mempunyai sifat antioksidan bila nilai IC50 kurang dari 200 ppm. Bila nilai
IC50 yang diperoleh berkisar antara 200 - 1000 ppm, maka zat tersebut kurang
aktif namun masih berpotensi sebagai zat antioksidan (Molyneux, 2004).
Senyawa antioksidan mempunyai sifat yang relatif stabil dalam bentuk
18
diprediksi dari golongan fenolat, flavonoida dan alkaloida, yang merupakan
senyawa-senyawa polar. Aktivitas antioksidan merupakan kemampuan suatu
senyawa atau ekstrak untuk menghambat reaksi oksidasi yang dapat dinyatakan
dengan persen penghambatan (Brand, 1995).
Gambar 2.4 Resonansi DPPH (1,1- diphenyl-2-picrylhydrazyl)
Gambar 2.5 Reaksi antara DPPH dengan atom H netral yang berasal dari antioksidan
Parameter yang dipakai untuk menunjukan aktivitas antioksidan adalah
harga konsentrasi efisien atau Effective Concentration (EC50) atau Inhibitory
Concentration (IC50) yaitu konsentrasi suatu zat antioksidan yang dapat
menyebabkan 50% DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi suatu zat
antioksidan yang memberikan % penghambatan 50%. Harga EC50 atau IC50 yang
19 2.6.1 Pelarut
Metode ini akan bekerja dengan baik menggunakan pelarut metanol atau
etanol dan kedua pelarut ini tidak mempengaruhi dalam reaksi antara sampel uji
sebagai antioksidan dengan DPPH sebagai radikal bebas (Molyneux, 2004).
2.6.2 Pengukuran absorbansi-panjang gelombang
Panjang gelombang maksimum (λmaks) yang digunakan dalam pengukuran
uji sampel uji sangat bervariasi. Menurut beberapa literatur panjang gelombang
maksimum untuk DPPH antara lain 515 nm, 516 nm, 517 nm, 518 nm, 519 nm
dan 520 nm. Pada prakteknya hasil pengukuran yang memberikan peak
maksimum itulah panjang gelombangnya yaitu sekitar panjang gelombang yang
disebutkan diatas. Nilai absorbansi yang mutlak tidaklah penting, karena panjang
gelombang dapat diatur untuk memberikan absorbansi maksimum sesuai dengan
alat yang digunakan (Molyneux, 2004).
2.6.3 Waktu reaksi
Pada metode sebelumnya waktu reaksi yang direkomendasikan adalah 30
menit dan sudah sering dilakukan. Waktu yang paling cepat yang pernah
digunakan, 5 menit atau 10 menit. Kenyataannya waktu reaksi yang benar adalah
ketika reaksi sudah mencapai kesetimbangan. Kecepatan reaksi dipengaruhi oleh