• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU HARIAN ORANGUTAN (Pongo pygmaeus) DALAM KONSERVASI EX SITU DI KEBUN BINATANG SURABAYA PRISTY AROMA MAWARDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERILAKU HARIAN ORANGUTAN (Pongo pygmaeus) DALAM KONSERVASI EX SITU DI KEBUN BINATANG SURABAYA PRISTY AROMA MAWARDA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1

PERILAKU HARIAN ORANGUTAN (Pongo pygmaeus) DALAM KONSERVASI EX SITU

DI KEBUN BINATANG SURABAYA

PRISTY AROMA MAWARDA

Jurusan Biologi, Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Jl. Raya ITS, Sukolilo-Surabaya 10111 E-mail : prizthee_abdee@yahoo.com

PERILAKU HARIAN ORANGUTAN (Pongo pygmaeus) DALAM KONSERVASI EX SITU DI KEBUN BINATANG SURABAYA

ABSTRACT

Orangutan (Pongo pygmaeus) are endangered species with very limited distribution in Sumatra and Kalimantan. The main purpose of this study was to determine the daily behavior of orangutans in ex-situ habitat of the Surabaya Zoo and compare it with the literature of behavior of orangutans in their natural habitats. In order to provide basic information for the better support conservation efforts. Daily behavioral observations of orangutans (Pongo pygmaeus) is done in a closed open and stable in December 2009-February 2010. The method used is the focal time sampling of behavioral observation data collection method that uses a tail of individual animals as objects of observation and recording techniques of behavior these animals at specified time intervals. The results of this study indicate a difference between the orangutans in their natural habitat with orangutans in the KBS. The behavior of the most high is resting behavior, the behavior of orangutans in the wild while the highest are eating behavior.

(2)

2

B BAABB II P PEENNDDAAHHUULLUUAANN 1.1 Latar Belakang

Populasi Orangutan di habitatnya saat ini mengalami penurunan drastis, diperkirakan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir populasi tersebut telah menyusut 30-50% (Primack dkk. 1998; Indrawan, 2007). Penurunan populasi itu karena habitatnya telah rusak oleh penebangan liar, kebakaran hutan dan tingginya perburuan liar (Meijaard dkk. 2001).

Untuk menjaga kelestariannya tetap berjalan secara berkesinambungan, maka diperlukan upaya konservasi satwa dengan langkah-langkah yang benar. Upaya pelaksanaan konservasi satwa meliputi juga unsur lingkungan atau ekosistem satwanya. Ekosistem ini memiliki fungsi yang sangat penting sebagai unsur pembentuk lingkungan satwa, yang kehadirannya tidak dapat diganti, harus disesuaikan dengan batas-batas daya dukung alam untuk terjaminnya keserasian, keselarasan dan keseimbangan ekosistem satwa sendiri (Kuncoro, 2004).

Konservasi yang dilakukan dapat berupa konservasi ex-situ maupun konservasi in-situ. Konservasi in-situ (dalam kawasan) adalah perlindungan populasi dan komunitas alami. Konservasi ex-situ adalah kegiatan konservasi di luar habitat aslinya, dimana fauna tersebut diambil, dipelihara pada suatu tempat tertentu yang dijaga keamanannya maupun kesesuaian ekologinya. Konservasi ex-situ tersebut dilakukan dalam upaya pengelolaan jenis satwa yang memerlukan perlindungan dan pelestarian (Johnson et al., 2007). Tujuan dari perlindungan dan pelestarian alam tidak hanya untuk menyelamatkan jenis tumbuhan dan binatang dari ancaman kepunahan, akan tetapi mengusahakan terjaminnya keanekaragaman hayati dan keseimbangan unsur-unsur ekosistem yang telah mengalami gangguan akibat meningkatnya aktivitas manusia yang merambah kawasan hutan alam. Kawasan konservasi ex-situ sama pentingnya dengan kawasan konservasi in-situ dan mempunyai peran yang saling melengkapi (Kuncoro, 2004).

Penelitian ini merupakan studi awal mengenai observasi perilaku harian orangutan di Kebun Binatang Surabaya yang merupakan salah satu contoh kawasan konservasi ex-situ bagi orangutan. Pada umumnya, Kebun binatang di Indonesia masih menggunakan kandang berjeruji. Beberapa kebun binatang telah meninggalkan gaya kandang berjeruji dan menggantikannya dengan kurungan tebuka atau enclosure. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Indonesian Conservation Media Centre (2009) diketahui bahwa habitat ek situ berbeda sekali dengan dengan kondisi habitat in situ. Perbedaan tersebut antara lain orangutan yang dikurung dalam kandang berjeruji, kondisinya lebih buruk dibandingkan dengan yang ditempatkan di enclosure, hal ini dikarenakan orangutan tidak mendapatkan akses air untuk diminum, minimnya interaksi sosial dengan orangutan lain, dan kandang kosong tanpa fasilitas bermain, sedangkan di Kebun Binatang Surabaya orangutan ditempatkan pada kandang berjeruji dan ditempatkan dalam kandang terbuka (habitat buatan) yang terbatas dan dikelilingi oleh sungai buatan. Hal ini tentu akan berpengaruh pada aktivitas orangutan. Oleh karena itu perlu dilakukan sebuah penelitian untuk mengetahui perilaku harian orangutan di Kebun Binatang Surabaya yang merupakan habitat ex-situ.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lama waktu pada masing-masing tipe aktivitas pada perilaku harian orangutan pada habitat ex-situ Kebun Binatang Surabaya serta membandingkan dengan literatur perilaku orangutan di habitat alaminya.

M

MEETTOODDOOLLOOGGII DDAANN PPRROOSSEEDDUURR K

KEERRJJAA

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada rentang waktu Desember 2009 – Februari 2010. Pengamatan dilakukan di Kebun Binatang Surabaya baik di kandang luar dan kandang dalam orangutan selama ± dua minggu. Objek dan Peralatan Penelitian

(3)

3

Objek penelitian adalah empat

individu orangutan di Kebun Binatang Surabaya. Peralatan yang digunakan antara lain peralatan tulis, kamera digital, handycam, dan teropong binokuler.

Pengamatan Perilaku

Penelitian yang dilakukan adalah mengamati perilaku harian antar orangutan yang ada di Kebun Binatang Surabaya dan dibandingkan dengan literatur perilaku orangutan di habitat alaminya. Metode yang digunakan adalah focal time sampling yaitu metode pengambilan data pengamatan perilaku yang menggunakan satu ekor individu satwa sebagai obyek pengamatan dan menggunakan teknik pencatatan perilaku satwa tersebut pada interval waktu tertentu. Objek yang diamati adalah individu-individu orangutan, yang terdiri dari dua ekor jantan dan dua ekor betina di Kebun Binatang Surabaya.

Pengamatn Perilaku yang diamati mengacu pada penelitian Altmann, 1974 ; Rijksen, 1978, yaitu perilaku bergerak, meliputi aktivitas perpindahan lokasi oleh orangutan temasuk juga pepindahan lokasi yang dilakukan bersama individu orangutan lain. Perilaku istirahat, meliputi kondisi dimana orangutan tidak melakukan aktivitas apapun, antara lain tidur-tiduran dan duduk. Perilaku makan, meliputi pergerakan saat makan, minum, dan lama waktu yang diperlukan orangutan untuk menghabiskan makanannya. Perilaku social, meliputi interaksi orangutan dengan orangutan lainnya, orangutan dengan keeper, maupun orangutan dengan pengunjung.

3.4 Perhitungan Persentase Perilaku Perhitungan persentase perilaku harian, yaitu :

% perilaku =

Lama aktivitas (menit)

x 100 Total pengamatan

(menit)

Total pengamatan dalam sehari yaitu 1 x 12 jam = 720 menit.

Total pengamatan dalam tujuh hari, yaitu 7 x 720 menit = 10080 menit.

Pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain perilaku makan, perilaku istirahat, dan perilaku sosial, untuk kemudian dibandingkan dengan perilaku alami di habitat aslinya berdasarkan referensi dari jurnal-jurnal sebelumnya.

Sketsa

Orangutan Sumatra di Kebun Binatang Surabaya seluruhnya berjumlah empat ekor, dengan jumlah kandang empat buah. Setiap ekor orangutan ditempatkan pada kandang yang berbeda. Satu kandang masing-masing ditempati satu ekor orangutan. Penelitian ini menggunakan dua buah Handycam untuk pengamatan dua kandang maupun satu kandang lainnya yang akan diamati secara langsung. Untuk kandang dalam, Handycam diletakkan di depan kandang orangutan, dengan jarak kurang lebih setengah meter dan ketinggian kurang lebih 1 meter. Untuk kandang luar, Handycam diletakkan di depan kandang dengan jarak ±4 meter dan diatur sedemikian rupa sehingga bisa mengamati seluruh bagian kandang.

.

Apabila dua individu orangutan berada pada satu kandang

Jarak Kandang 1,5 m

Apabila satu kandang diisi satu

Individu orangutan

Gambar 3.1 Sketsa letak handycam untuk pengamatan pada satu atau dua kandang sekaligus

A

B

C

D

Jarak 0,5 m Tinggi 1m Jarak 0,5m Tinggi 1m

(4)

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian pengamatan perilaku harian orangutan di Kebun Binatang Surabaya (KBS) ini dilakukan selama bulan Desember sampai Januari 2010. Untuk empat individu orangutan dilakukan pengamatan selama dua minggu. Pengamatan dilakukan selama 24 jam, dengan cara pengamatan langsung, serta dengan bantuan kamera digital, dan handycam. Orangutan yang terdapat di penangkaran KBS berjumlah empat ekor, yang terdiri dari satu ekor jantan dan tiga ekor betina.

Deskripsi tiap individu orangutan dapat dilihat pada tabel 4.1 adalah sebagai berikut Individu Orangutan yang di observasi di Kebun Binatang Surabaya

No Nama Orangut an

Umur Morfologi Kandang Perilaku

1. Jabrul (♂, jantan) 15 tahun -ukuran tubuh lebih besar atau relatif sama dengan betina dewasa, wajah terlihat hitam Tertutup -Mulai terjadi pemilihan pasangan 2. Tinem (♀, betina) 14 tahun - sekilas sulit dibedakan dengan jantan pra dewasa, ukuran tubuh lebih kecil daripada jantan dewasa, warna rambut coklat tua . Tertutup -Mulai terjadi pemilihan pasangan, pematanga n seksual mulai terlihat 3. Mila (♀, betina) 13 tahun - sekilas sulit dibedakan dengan jantan pra dewasa ukuran tubuh lebih kecil daripada jantan dewasa, warna rambut coklat tua Terbuka -Dalam pergerakan biasanya diikuti oleh anak 4. Alifa (♀, betina) 5 bulan -warna rambut coklat muda, dengan bercak hijau kehitaman di seluruh tubuhnya Terbuka -Masih tergantung pada induknya

Kondisi Kandang Orangutan di Kebun Binatang Surabaya

Orangutan (Pongo pygmaeus) termasuk jenis primata sehingga kandangnya berdekatan dengan hewan primata yang lain seperti simpanse (Pan troglodytes), Kera hitam dare (Moor macaque) dan Lutung leaf monkey (Trachypitheus auratus) sehingga mempermudah perawatan, pemberian pakan dan pembersihan kandang. Kandang yang ada dalam penangkaran di KBS terdiri dari 2 macam, yaitu kandang terbuka dan kandang tertutup.

Kandang tertutup yang digunakan untuk perawatan orangutan berjumlah enam kandang yang masing-masing kandang berukuran 2 x 3 meter. Empat kandang utama digunakan untuk perawatan orangutan sedangkan dua kandang lainnya berada di belakang kandang utama yang berfungsi untuk pemindahan orangutan pada saat pembersihan kandang dan juga jalan orangutan untuk menuju kandang terbuka. Jarak antara kandang tersebut adalah tiga meter. Kandang tertutup ini digunakan untuk perawatan dan pemeliharaan. Selain itu di kandang tertutup juga terdapat parit dengan lebar kurang lebih 0,25 meter dan dalamnya kurang lebih 0,20 meter yang berada yang berfungsi sebagai tempat pembuangan air setelah nahok (kandang jeruji) selesai dibersihkan.

Gambar 1. Kandang tertutup orangutan di KBS (sumber: dokumen pribadi 2010)

(5)

5

Di kandang terbuka terdapat parit

dengan lebar 1,5 meter dan kedalaman satu meter yang mengelilingi kandang terbuka serta selokan dengan kedalaman dua meter dan pagar pembatas untuk kenyamanan pengunjung. Kandang terbuka di buat mirip seperti habitat asli orangutan ada tali untuk bergelantungan, batang pohon untuk memanjat, naungan sebagai tempat orangutan berteduh dan istirahat serta air mancur sebagai tempat minum orangutan. Luas kandang terbuka adalah panjang 30 meter dan lebar 20 meter dan semua pintu termasuk jalan masuk dan pintu geser harus dalam keadaan terkunci. Kandang terbuka lebih luas dari kandang tertutup dan berparit yang berfungsi untuk memisahkan orangutan dengan pengunjung.

Gambar 2. Kandang terbuka orangutan di KBS (sumber: dokumen pribadi 2010)

Perilaku Harian Orangutan di Kebun Binatang Surabaya

Beberapa perilaku harian yang diamati dalam penelitian ini meliputi perilaku makan, istirahat, dan sosial. Perilaku makan orangutan mencakup pada jenis pakan dan waktu yang diperlukan orangutan untuk menghabiskan pakannya, perilaku istirahat yang diamati, antara lain tidur, tidur-tiduran, dan duduk, sedangkan perilaku sosial yang diamati, dibedakan menjadi perilaku sosial antar orangutan, perilaku sosial orangutan dengan keeper, dan perilaku orangutan dengan pengunjung (Tabel lampiran). Perilaku harian orangutan dikandang tertutup di mulai bangun tidur jam 05.00 WIB. Setiap harinya dua individu orangutan di keluarkan ke kandang terbuka (secara bergantian) pada jam 09.30 WIB, dan dimasukkan ke kandang tertutup jam 15.00 WIB. Orangutan yang berada pada kandang tertutup setiap harinya

melakukan perilaku sosial lebih banyak dengan sesama orangutan dan dengan keeper, sedangkan orangutan yang berada di kandang terbuka melakukan perilaku sosial dengan sesama orangutan, dengan keeper dan dengan pengunjung. Orangutan yang berada pada kandang terbuka, di masukkan kembali pada kandang tertutup pukul 15.00 WIB. Aktivitas harian yang dilakukan orangutan di alam dimulai dari meninggalkan sarang tidur pada pagi hari dan diakhiri dengan membuat sarang kembali dan tidur pada sore hari (Galdikas, 1986). Setelah keluar dari sarang tidur, biasanya orangutan melakukan seruan panjang (long call), agar diketahui keberadaannya di lokasi tersebut oleh orangutan lainnya yang berada di sekitarnya. Selain itu, orangutan juga melakukan buang air kecil (kencing) dan air besar. Aktivitas selanjutnya adalah bergerak pindah untuk mencari makanan pada pohon pakan. Variasi musim dan ketersediaan buah mempengaruhi aktivitas orangutan (Mackinnon, 1974). Perilaku harian orangutan selama 14 hari pengamatan, selama 12 jam per hari

Perilaku harian orangutan yang diamati dalam 14 hari pengamatan, selama 12 jam per hari dapat dilihat pada tabel 4.2.

N o Or an gut an

Total Perilaku Harian Orangutan Dalam Tujuh Hari Pengamatan

Istirahat Sosial Makan Lain-lain Ju mla h 1 Ja br ul 4 7 2 6 ’ 46, 6 % 3 8 7 1 ’ 38, 4 % 2 3 0 ’ 2, 3 % 1 2 8 1 ’ 12, 7 % 100% 2 Ti ne m 4 7 5 0 ’ 47, 1 % 3 9 4 6 ’ 39, 1 % 2 1 7 ’ 2, 4 % 1 2 8 1 ’ 11, 4 % 100% 3 Mi la 5 1 0 6 ’ 50, 6 % 4 1 5 1 ’ 41, 1 % 2 6 6 ’ 2, 5 % 5 8 5 ’ 5,8 % 100% 4 Ali fa 4 9 4 4 ’ 49, 1 % 4 0 7 3 ’ 40, 4 % 4 2 6 ’ 4, 2 % 6 3 6 ’ 6,3 % 100%

(6)

6

Keterangan = Perilaku istirahat

= Perilaku makan = Perilaku sosial = Lain-lain

Gambar 3 Diagram perilaku harian empat individu orangutan di KBS

Berdasarkan gambar 4.3 perilaku harian orangutan di KBS rata-rata dalam 12

jam pengamatan selama tujuh hari menunjukkan bahwa orangutan di KBS lebih banyak melakukan aktivitas istirahat yang lebih tinggi, dibandingkan dengan perilaku sosial dan makan. Hal ini dikarenakan sebagian dihabiskan dalam kandang, baik kandang terbuka maupun kandang tertutup, sehingga membatasi perilaku bergerak.. pada gambar 4.3 juga terlihat bahwa selain orangutan melakukan perilaku istirahat, makan, dan sosial, orangutan juga melakukan aktivitas di luar pengamatan. Perilaku lain-lain yang dilakukan orangutan antara lain-lain, perilaku seksual, perilaku urinasi, dan perilaku bermain. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kuncoro (2004), di Pegunungan Meratus bahwa Perilaku makan orangutan hanya dilakukan dua kali dalam sehari. Menurut Rodman (1979), menyatakan bahwa aktivitas utama orangutan adalah didominasi oleh kegiatan makan, aktivitas istirahat, bermain, berjalan-jalan diantara pepohonan, dan membuat sarang.

Rata-rata Prosentase Aktivitas Harian Orangutan di Beberapa Lokasi Penelitian di Kalimantan, Kuncoro, 2004

Menurut penelitian Kuncoro (2004), bahwa orangutan di pegunungan Meratus lebih banyak melakukan aktivitas makan yang lebih tinggi dibandingkan dengan aktivitas pergerakan dan istirahat (Tabel 4.3), dengan prosentase 44,85% untuk orangutan rehabilitan betina dan 47,82% untuk orangutan rehabilitan jantan.Sedangkan orangutan di KBS lebih banyak melakukan aktivitas istirahat yang lebih tinggi, dibandingkan dengan aktivitas social dan istirahat, dikarenakan hamper 50% perilaku orangutan adalah istirahat.

(7)

7

Perilaku Sosial Orangutan di Kebun

Binatang Surabaya

Hasil pengamatan perilaku sosial orangutan di Kebun Binatang Surabaya adalah orangutan Jabrul 38,4%, Tinem 39,1%, Mila 41,1%, dan Alifa 40,4% selama dua minggu pengamatan, dengan waktu pengamatan 12 jam per hari. Hasil tersebut menunjukkan bahwa perilaku sosial ke empat individu orangutan mempunyai nilai yang tidak jauh berbeda. Hal ini dikarenakan orangutan yang ditempatkan dalam kandang terbuka dan tertutup mempunyai perilaku sosial dengan sesame orangutan, dan setiap individu orangutan mempunyai perlakuan yang sama oleh keeper. Perilaku sosial orangutan dengan keeper terjadi pada saat pembersihan kandang tertutup, pemberian pakan dan pada saat keeper memasukkan orangutan dari kandang terbuka ke kandang tertutup, begitu juga pada saat mengeluarkan orangutan dari kandang tertutup ke kandang terbuka. Total rata-rata keeper melakukan seluruh kegiatan pemberian pakan, pembersihan kandang, pemindahan orangutan berkisar antara 15-20 menit.

Gambar 5 Perilaku sosial orangutan (a) orangutan dengan anaknya (b) orangutan dengan keeper

(sumber: dokumen pribadi, 2010)

Gambar 6 Keeper saat membersihkan kandang orangutan (sumber: dokumen

pribadi, 2010)

Pada saat pembersihan kandang, respon perilakunya adalah berupa orangutan akan terlihat berjalan bolak-balik di sekitar kandang karena ada aktivitas yang mengganggu oleh aktivitas pembersihan kandang.

Faktor yang mempengaruhi perilaku sosial diantaranya adalah kondisi kandang, semakin terbatasnya ukuran kandang menyebabkan kebutuhan ruang gerak dan kesempatan bermain menjadi terbatas. Akhirnya hewan tersebut tidak dapat melakukan kontak sosial dengan hewan lain. Orangutan di Kebun Binatang Surabaya lebih banyak menghabiskan waktunya untuk istirahat, diduga dipengaruhi oleh kondisi kandang orangutan di Kebun Binatang Surabaya yang hanya berupa kandang berjeruji, kosong tanpa ada fasilitas bermain, sehingga memungkinkan orangutan melakukan sedikit aktivitas. Hal ini sangat berbeda sekali dengan orangutan di habitat alaminya, sehingga akan menyebabkan perubahan perilaku harian orangutan.

Penelitian yang dilakukan oleh Kuncoro (2004), menunjukkan bahwa selama pengamatan aktivitas sosial dilakukan pada orangutan sasaran, beberapa individu orangutan sasaran ditemukan berada dalam kondisi consort yaitu kondisi disaat satwa berada dalam formasi kebersamaan, dimana 100% dari waktu aktivitasnya dihabiskan dalam kondisi berpasangan dan saling ketergantungan.

Salah satu perilaku sosial yang sering dilakukan oleh anak dan induk adalah menelisik (grooming) yang merupakan kegiatan mencari dan mengambil kotoran atau parasit dari permukaan kulit, dimana

a

(8)

8

aktifitas ini sering dijumpai pada primata

yang berlangsung saat istirahat atau makan. Saat melakukan menelisik orangutan menggunakan kedua tangannya untuk menarik, menyibak, menyisir dan mencari kutu atau kotoran (Chalmers 1980). Menelisik (grooming) dapat dilakukan sendiri (autogrooming) yang termasuk ke dalam perilaku merawat diri (self care) maupun dengan individu lain (allogrooming).

Gambar 7 Orangutan yang melakukan perilaku grooming dengan induknya (sumber: dokumen pribadi, 2010)

Perilaku Makan Orangutan di Kebun Binatang Surabaya

Berdasarkan hasil pengamatan (Tabel 4.2 dan Gambar 4.3), diketahui bahwa perilaku makan pada orangutan hampir sama yaitu orangutan Jabrul 2,3%, Tinem 2,4%, 2,5%, 4,2%. Dari hasil tersebut diketahui bahwa orangutan Jabrul, Tinem, Mila, Alifa memiliki perilaku makan yang hampir sama dan dari total perilaku yang telah dilakukan, hal karena di KBS untuk tiap individu orangutan diberi pakan tiga kali sehari dengan jenis dan jumlah makanan yang sama, yang membedakan adalah tiap individu orangutan mempunyai lama waktu yang berbeda untuk menghabiskan makanan kecuali pada anak orangutan Alifa yang hanya diberi susu formula, susu kedelai dan sari kacang hijau. Pakan yang diberikan berupa beraneka macam buah-buahan, sayuran, untuk tiap individu orangutan mendapatkan jatah pakan tiap harinya sebanyak lima kg. Untuk sore hari orangutan diberi selingan berupa sari kedelai atau air rebusan kacang hijau. Induk orangutan (Mila) diberi tambahan vitamin jenis licalvid untuk

memperlancar air susu induk orangutan serta menambah daya tahan tubuh (Tabel 4.4) Jenis makanan yang diberikan kepada orangutan di KBS

Jenis makanan

Jabrul Tinem Mila Alifa

Buah-buahan (papaya, jeruk, anggur, pisang) √ √ √ Sayuran (wortel, kacang panjang, daun papaya, mentimun) √ √ √ Kacang tanah, kacang polong √ √ √ Susu kedelai, sari kacang hijau √ √ √ √ Susu Formula √

Penelitian yang telah dilakukan oleh Rijksen (1978) mengemukakan bahwa pergerakan orangutan yang berhubungan dengan aktivitas makannya kemungkinan besar memang dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin. Rodman dan Mitani (1987) mendukung hasil penelitian Rijksen dengan menghubungkan antara ukuran tubuh orangutan dengan pencarian makan yang lebih banyak dan pergerakan yang lebih jauh. Orangutan di KBS tidak ada perbedaan antara jantan dan betina dalam pemberian pakan, karena pakan yang disediakan antara jantan dan betina sama, baik itu jenis maupun jumlahnya. Kecuali pada anak orangutan (Alifa), yang hanya diberi susu formula, susu kedelai dan rebusan sari kacang hijau.

(9)

9

Di KBS waktu pemberian pakan

dilakukan setiap pagi sebelum orangutan di keluarkan ke kandang terbuka, yaitu pada pukul 09.00 WIB. Orangutan di KBS tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menghabiskan makanannya, dikarenakan makanan telah diletakkan oleh keeper di bak makanan yang berada di samping kandang. Orangutan di Kebun Binatang Surabaya membutuhkan waktu 7-40 menit untuk menghabiskan makanan dan tanpa adanya aktivitas mencari makan. Setelah makan biasanya orangutan akan mengambil air untuk diminum, air yang biasanya diminum oleh orangutan adalah air minum dari air pancuran yang berada di kandang terbuka, sedangkan orangutan yang berada pada kandang tertutup biasanya minumnya dari air yang kran yang biasanya diberikan oleh keeper. Menurut hasil penelitian Kuncoro, (2004), orangutan di Pegunungan Meratus melakukan aktivitas makan yang tinggi sepanjang hari dan kemudian diikuti dengan aktivitas istirahat yang sedikit meningkat di siang hari seiring dengan sedikit menurunnya aktivitas makan (Gambar 4.8 a). Orangutan di sungai Wain di Balikpapan Kalimantan Timur pada saat musim sedikit buah akan meningkatkan durasi makannya, karena waktu aktivitasnya dialokasikan untuk mencari sendiri makanannya dan memproses makanannya (Oates, 1987)

Gambar 8 (a)Cara makan orangutan di alam (kuncoro, 2004) (b) Cara makan orangutan di KBS (c) Bayi orangutan yang diberi susu formula (sumber:dokumen pribadi, 2010)

Di alam orangutan jantan di alam harus mencari makanannya sendiri dengan cara mobile atau berpindah pindah dari dahan satu ke dahan yang lain, sedangkan orangutan betina di alam setelah mencari makan, akan kembali kesarang bersama anaknya. sedangkan di Pusat Primata Schmutzer di Kebun Binatang Ragunan Jakarta teknik pemberian pakan orangutan berbeda dengan di KBS yaitu dengan cara menggantungkan pakan drop in di atas pohon sehingga orangutan dapat terdorong untuk memanjat pohon untuk memperoleh makanan. Cara pemberian pakan di KBS dapat merubah perilaku atau kebiasaan makan orangutan seperti yang terlihat di KBS. Kebiasaan orangutan makan dengan posisi tubuh duduk, merupakan perubahan perilaku orangutan. Karena seharusnya orangutan makan dengan posisi bergantungan di pohon, sesuai dengan jenisnya yaitu satwa arboreal. (Dewi dkk, 2009).

a

b

c

(10)

10

Gambar 9 Grafik aktivitas harian orangutan

sasaran di musim banyak buah dan sedikit buah,

Kuncoro, 2004

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Kuncoro (2004), bahwa pola aktivitas harian per jam dari lima ekor orangutan yang tercatat di musim banyak buah (BB) dan sedikit buah (SB), memperlihatkan perbedaan yang nyata di kedua musim tersebut. Ketika musim BB berlangsung orangutan sasaran tidak menunjukkan fluktuasi yang berarti saat melakukan aktivitas per jamnya, orangutan tersebut secara konsisten melakukan aktivitas makan. Sebaliknya di saat musim SB pola aktivitas tersebut menjadi lebih berfluktuasi. Saat musim SB, aktivitas makan meningkat di pagi dan sore hari, sedangkan aktivitas istirahat akan naik di siang hari (Gambar 4.9). Hasil ini berbalik dengan kondisi pada studi MacKinnon (1972) di Ulu Segama, dimana saat musim banyak buah fluktuasi pola aktivitas harian orangutan lebih terlihat dibandingkan dengan saat musim sedikit buah. Diperkirakan hal ini adalah sebuah bentuk adaptasi yang berbeda dari kedua populasi orangutan dalam menghadapi kondisi kedua musim buah tersebut.

4.5 Perilaku Istirahat Orangutan di Kebun Binatang Surabaya

Pengamatan perilaku istirahat orangutan di KBS, di bagi menjadi empat kegiatan, yaitu tidur, tidur-tiduran, duduk dan berdiri. Perilaku istirahat orangutan di kandang terbuka dan tertutup berbeda. Perilaku istirahat orangutan yang berada pada kandang terbuka dilakukan di bawah naungan, sedangkan orangutan yang berada

pada kandang tertutup dilakukan di dalam kandang.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulakan bahwa perilaku istirahat tiap individu orangutan hampir sama. Hal ini dapat pada (Gambar grafik 4.3 dan Gambar 4.10). Perilaku istirahat pada orangutan Jabrul adalah 46,6%, Tinem 47,1%, Mila 50,6%, dan Alifa 49,1%. Orangutan di KBS mempunyai prosentase istirahat yang hampir sama untuk tiap individu orangutan, hal ini dikarenakan pada saat pengamatan orangutan Jabrul dan Tinem ditempatkan dalam kandang tertutup yang sama dan beraktifitas bersama. Lama waktu perilaku istirahat untuk masing-masing orangutan dapat dilihat pada Tabel perilaku istirahat (Lampiran 2). Walaupun kedua orangutan berada dikandang tertutup, tetapi perilaku istirahatnya tidak lebih besar dari pada orangutan yang ditempatkan pada kandang terbuka.

(11)

11

Gambar 10 Posisi istirahat orangutan di KBS (a) tidur-tiduran (b) tidur (c) duduk (d) berdiri (sumber: dokumen pribadi, 2010) .

Perilaku istirahat pada orangutan di kandang terbuka dan tertutup berbeda. Dikandang terbuka perilaku dipengaruhi oleh keberadaan pengunjung, jika ada pengunjung yang melihat maka orangutan cenderung mendekati pengunjung, dan apabila pengunjung melempar makanan maka orangutan akan segera mengambil makanan tersebut, kemudian kembali ke tempat naungan untuk berteduh atau cenderung bersembunyi di dekat pintu pembatas antara kandang tertutup dan terbuka sehingga terkadang tidak terlihat oleh pengunjung (Gambar 4.11). Diduga perilaku bersembunyi ini berkaitan dengan perilaku protektif induk mila terhadap anaknya Alifa. Perilaku istirahat adalah perilaku yang dilakukan oleh orangutan saat tidak melakukan pergerakan apapun, misalnya duduk, berdiri, tidur pada cabang pohon, atau berada dalam sarang (Galdikas 1978).

Gambar 11 Orangutan yang bersembunyi di dekat pintu pembatas antara kandang tertutup dan terbuka (sumber : dokumen pribadi, 2010)

Posisi tidur orangutan di KBS dengan posisi terlentang dengan kaki ditekuk. Apabila mendengar suara berisik biasanya orangutan akan berganti posisi tidur terkadang orangutan akan duduk di sudut kandang, dan apabila suasana hening kembali, maka orangutan akan melanjutkan tidurnya dengan posisi yang hampir sama. Posisi tidur di kandang terbuka dan kandang tertutup hampir sama, hanya saja jika di kandang terbuka orangutan memilih tidur di bawah tempat naungan atau tidur dekat dengan tembok pembatas yang teduh, sedangkan di kandang tertutup orangutan lebih memilih tidur di sudut kandang atau di tempat yang telah disediakan. Pada malam hari orangutan di KBS lebih banyak menggunakan waktunya untuk beristirahat, setelah bangun dari tidur, biasanya orangutan buang air besar dan air kecil dengan posisi badan berdiri dengan dua kaki dan kedua tangan berpegangan pada jeruji atas.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kuncoro (2004), bahwa orangutan di alam biasa membuat sarang di atas pohon dengan bahan dari daun-daunan dan ranting yang dibentuk seperti kantung tidur. Orangutan merupakan satwa arboreal, yaitu satwa yang sebagian besar waktunya hidupnya diatas pohon, mulai dari makan, sampai istirahat atau tidur disarang yang dibangun orangutan dipepohonan sehingga kondisi ini mendukung perbedaan perilaku istirahat orangutan di KBS dengan orangutan di alam.

d

c

(12)

12

DAFTAR PUSTAKA

Altmann, J. 1974. Observational Study of Behavior: Sampling Methods. Behaviour 49: 227-267.

Anonim. Wildlife of Sabah in Danger. Diakses 11 Oktober 2009 pada jam20.37

dihttp://www.orangutan.org.uk/beha vior_guide/hunting. html

Collinge, N.E. 1993. Introduction to Primate Behavior. Kendall-Hunt Publishing Company. Dubuque-Iowa.

Cruz, R.V., H. Harasawa, M. Lal, S. Wu, Y. Anokhin, B. Punsalmaa, Y. Honda, M. Jafari, C. Li and N. Huu Ninh, 2007: Asia. Climate Change 2007: Impacts, Adaptation and Vulnerability. Contribution of Working Group II to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change, M.L. Parry, O.F. Canziani, J.P. Palutikof, P.J. van der Linden and C.E. Hanson, Eds., Cambridge University Press, Cambridge, UK, 469- 506.

Galdikas, B.M.F. 1978. Adaptasi Orangutan di Suaka Tanjung Puting Kalimantan Tengah. Penterjemah C. Sugiarto. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Johnson, J., R. Thorstrom, D. Mindell. 2007. Systematics and Conservation of the Hook-Billed Kite Including the Island Taxa from Cuba and Grenada. Animal Conservation 10: 349-359. Keith-Lucas, T. ; F.J. White ; L. Keith-Lucas

; L.G. Vick. 1999. Changes Behavior in Fre-Ranging Lemur catta Following Release in a Natural Habitat. American Journal of Primatology Volume 47 Issue 1.

Available at :

www3.interscience.wiley.com/cgi-bin/abstract/30002804/START Kuncoro, 2004. Aktivitas Harian Pongo

pygmaeus rehabilitant di Hutan Lindung Pegunungan Meratu KalTim. Skripsi Universitas Udayana.

MacKinnon, J.R. 1972. The Behaviour and Ecology of the Orang-Utan (Pongo pygmaeus), with Relation to the Other Apes. University of Oxford. Oxford. Thesis Ph.D., tidak dipublikasikan.

Meijaard, E ; H.D. Rijksen ; S.N. Kartikasari. 2001. Di Ambang Kepunahan !, Kondisi Orangutan Liar di Awal Abad ke-21. Penyunting S.N. Kartikasari. The Gibbon Foundation Indonesia. Jakarta.

Olney, S. 2005. Building a Future for Wildlife. WAZA Executive Office. Switzerland.

Rijksen, H.D. 1978. A Fieldstudy on Sumatran Orang Utans (Pongo pygmaeus abelii Lesson 1827) Ecology, Behaviour and Conservation. Modelingen Landbouwhogeschool Wageningen. H. Veenman & Zonen B.V. Wageningen.

Rowe, N. 1996. The Pictorial Guide to The Living Primates. Pogonias Press. East Hampton-New York.

Russon, A. 2002. Return of the Native: Cognition and Site-Specific Expertise in Orangutan Rehabilitation. International Journal of Primatology Vol. 23, No 3. 461-478.

(13)

13

Singleton, I., Wich, S.A., Husson, S.,

Stephens, S., Utami Atmoko, S.S., Leighton, M., Rosen, N., Traylor-Hozer, K., Lacy, R., and O. Byers. 2004. Final report orangutan population and habitat viability assessment 15-18 January 2004, Jakarta, Indonesia.

Supriatna, J. dan E.H. Wahyono. 2000. Panduan Lapangan Primata Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Utami, S.S., and van Hooff, J.A.R.A.M. 1997. Meat-eating by adult female Sumatran orangutan (Pongo pygmaeus abelii) Am.J. Primatology 43: 159-165.

Wahyono, E.H. 1994. Orangutan (Pongo pygmaeus) Rehabilitation ; a Challenge for Conservation in the Future. In XV

th

Congress of the International Primatological Society, Handbook and Abstract. Kuta-Bali.

Waliyati. 2004. Growing up to Be an Orangutan. Magazine Serasi Mei-Juni 2004

Wich, S.A dan Schaik , C.P. 2000: The impact of El Nino on mast Fruting in Sumatra and elsewhere in Malesia, Journal of Tropical Ecologi, 2000, 16:563-577.

(14)

Referensi

Dokumen terkait

Prioritas Lahan Hasil Analisis Spasial Berdasarkan Kesesuaian Ruang untuk Pengembangan Komoditas Unggulan di Kawasan Agropolitan Belik -Pulosari Kabupaten Pemalang. Prioritas Lahan

Peraturan Bupati Bantul Nomor 2 A Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Pelayanan Kesehatan di Puskesmas (Berita Daerah Kabupaten Bantul

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis inokulum jamur tiram putih dan lama inkubasi terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organic secara in vitro

Penggunaan shear connector bambu bertujuan untuk menambah kemungkinan plat bekerja sebagai satu kesatuan (monolit) yang dapat dibuktikan dengan hasil eksperimental yang

Pertama, partisipasi dalam membuat keputusan. Terkait dengan hal ini, maka partisipasi pemuka pendapat dalam membuat keputusan ini terkait dengan penentuan alternatif

dan referensi untuk mengembangkan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan asupan vitamin D dengan kadar glukosa darah puasa pada penderita DMT2

Pengguna aplikasi Go-Jek rata-rata bernada positif dan rating aplikasi Go-Jek terus meningkat setiap bulannya pada Google Play dan Apple Store. Ojek online salah satu

a) Fungsi pelaporan adalah sebagai salah satu sumber informasi bagi pemerintah atau instansi yang berwenang dalam memantau dan mengevaluasi pemanfaatan ruang