• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bukit yang mengalirkan air dari hulu sampai ke hilir (Effendi, 2012).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. bukit yang mengalirkan air dari hulu sampai ke hilir (Effendi, 2012)."

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi oleh punggung bukit yang mengalirkan air dari hulu sampai ke hilir (Effendi, 2012).

Debit merupakan jumlah air yang mengalir di dalam saluran atau sungai per unit waktu. Metode yang umum diterapkan untuk mendapatkan debit sungai adalah metode profil sungai (Rahayu, 2009). Informasi debit aliran sungai akan memberikan hasil lebih bermanfaat bila disajikan dalam bentuk hidrograf. Namun demikian tidak semua Daerah Aliran Sungai (DAS) mempunyai data pengukuran debit, hanya sungai-sungai yang DAS-nya telah dikembangkan mempunyai data pengukuran debit yang cukup. Dengan demikian berkembang penurunan hidrograf satuan sintetis yang didasarkan atas karakteristik fisik dari suatu daerah aliran sungai, sesuai penelitian (Siswoyo, 2003) optimasi penggunaan lahan dalam pengelolaan DAS dengan pendekatan aspek hidrologi berdasarkan teori hidrograf satuan.

Ketersediaan data dan informasi hidrologi yang memadai, akurat, tepat waktu dan berkesinambungan sudah menjadi tuntutan mendesak untuk dapat segera diwujudkan, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Sumber Daya Air No. 7 Tahun 2004. Namun kenyataannya hingga saat ini kualitas data hidrologi yang ada, dapat dikatakan secara umum masih rendah. Sehingga untuk mewujudkan cita-cita tersebut harus didukung usaha pengelolaan hidrologi yang lebih professional mulai dari tingkat pusat hingga daerah.

(2)

Pengelolaan hidrologi merupakan kegiatan yang mencakup perencanaan, inventarisasi, pengolahan, pengelolaan, pemeliharaan dan pengawasan baik data dan informasi hidrologi, pos/bangunan hidrologi, termasuk peralatan hidrologi sebagai bagian dari pengelolaan sumber daya air. Kesalahan dalam pemantauan data hidrologi dalam suatu wilayah sungai akan menghasilkan informasi yang tidak benar dan periode data tersebut digunakan dalam perencanaan, maka akan didapatkan hasil perencanaan yang salah pula. Bilamana data hidrologi yang dipantau baik dan ditunjang oleh metode yang tepat dan kualitas sumber daya manusia yang handal maka akan diperoleh hasil perencanaan, penelitian dan pengelolaan sumber daya air yang benar (Sosrodarsono, 1985).

Untuk mencapai lingkungann yang andal, perlu dipahami mengenai ekosistem yang terdiri atas komponen biotis dan anbiotis yang saling berinteraksi membentuk satu kesatuan yang teratur. Dengan demikian dalam suatu ekosistem tidak ada satu komponenpun yang berdiri sendiri. Melainkan mempunyai keterkaitan dengan komponen yang lain, langsung atau tidak langsung. Aktivitas suatu komponen selalu memberi pengaruh pada komponen-komponen ekosistem yang lain. Manusia adalah salah satu komponen yang penting. Analisis peruntukan lahan DAS dalam kaitannya dengan perencanaan tata ruang yang dinamis, manusia dalam menjalankan aktivitasnya seringkali mengakibatkan dampak pada salah satu komponen lingkungan dan dengan demikian mempengaruhi ekosistem secara keseluruhan. Selama hubungan timbal balik antar komponen ekosistem dalam keadaan seimbang, selama itu pula ekosistem berada dalam kondisi stabil. Sebaliknya, bila hubungan timbal balik antar komponen lingkungan mengalami gangguan, maka terjadilah gangguan ekologi (Odum,

(3)

1969).Secara Hidrologis wilayah hulu dan hilir merupakan satu kesatuan organis yang tidak dapat terpisahkan, keduanya memiliki keterkaitan dan ketergantungan yang sangat tinggi (Purwanto, 1997).

2.2. Penduduk Kabupaten Asahan

Penduduk Kabupaten Asahan terus berubah dari tahun ke tahun dengan tingkat pertumbuhan yang berfluktuasi. Perubahan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas) dan juga migrasi. Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Asahan cenderung mengalami peningkatan hal ini dapat di lihat dari angka 0,58% menjadi 1,92% (Gunawan, 2006). Jumlah penduduk Kabupaten Asahan pada tahun 2014 sebanyak 1.232.216 jiwa.

Untuk mengetahui pertambahan penduduk dapat dihitung dengan formula:

Pt = Po ((1 + r)t) (2.1)

dimana ; Pt = Jumlah penduduk pada tahun ke t, Po = Jumlah penduduk pada tahun n, r = Pertumbuhan penduduk rata-rata (%), t = Selisih Waktu (tahun) dengan tahun dasar perhitungan.Perhitungan jumlah penduduk sesuai pada Tabel 2.1.

(4)

Tabel 2.1. Keadaan Penduduk di Daerah Studi Kabupaten Asahan

Jml Luas Jumlah Rumah Rerata Kepadatan

No Kecamatan Desa Wilayah Penduduk Tangga Keluarga Penduduk

(km2) (jiwa) (KK) (jiwa/KK) (jiwa/km2

1 ) B.P Mandoge 7 651,00 42380 9472 5 65 2 Bandar Pulau 18 735,00 69287 15417 5 94 3 Pulau Rakyat 11 250,99 41210 9097 7 164 4 Aek Kuasan 12 181,01 56815 12021 7 314 5 Sei Kepayang 17 464,00 50866 10160 7 110 6 Tanjung Balai 8 55,61 44089 8275 7 793 7 Simpang Empat 11 226,55 69066 15071 7 305 8 Air Batu 17 190,71 92717 19663 7 486 9 Buntu Pane 15 435,50 69837 15851 5 160 10 Meranti 18 284,96 81877 18055 7 287 11 Air Joman 11 155,00 78071 16201 7 504 12 Tanjung Tiram 11 173,79 77897 14607 7 448 13 Sei Balai 11 109,88 45060 10062 5 410 14 Talawi 13 89,80 71454 14274 7 796 15 LimaPuluh 27 239,55 111991 23419 7 468 16 Air Putih 12 72,24 61548 13356 7 852 17 Sei Suka 13 171,47 67635 14928 7 394 18 Medang Deras 14 65,47 59397 12407 7 907 19 Kisaran Barat 13 32,96 74906 15587 7 2273 20 Kisaran Timur 12 38,92 87104 17468 7 2238 Sumber: Hasil perhitungan Statstik, 2014

2.3. Kebutuhan Air untuk Irigasi

Tanaman membutuhkan air agar dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik. Air tersebut dapat berasal dari air hujan maupun air irigasi. Air irigasi adalah sejumlah air yang umumnya yang diambil dari sungai atau waduk dan dialirkan melalui sistem jaringan irigasi, guna menjaga keseimbangan jumlah air dalam pertanian (Suhardjono, 1994).

(5)

Menurut Suhardjono (1994) Kebutuhan air irigasi untuk tanaman padi dan palawija perlu dihitung dengan tujuan yang utama adalah mendapatkan keuntungan yang optimal bagi petani, dalam pengertian:

1. Efisien dalam penggunaan air.

2. Hasil produksi tanaman akan maksimal memudahkan pola operasi pada bangunan-bangunan fasilitasnya.

3. Hasil produksi tanaman akan maksimal.

Dalam Penelitian ini kebutuhan untuk irigasi diambil dari sekitar lokasi penelitian yang memanfaatkan air Sungai Asahan yaitu pada Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Asahan.

2.4. Kebutuhan Air Untuk Domestik

Kebutuhan air untuk rumah tangga adalah kebutuhan air untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari manusia. Kebutuhan air rumah tangga meliputi kebutuhan untuk minum, masak, mandi, mencuci dan yang lainnya.

Kriteria penentuan kebutuhan air rumah tangga terdiri dari supply and

demand, kondisi sosial ekonomi masyarakat, institusi dan hukum, kondisi

lingkungan dan kualitas air. Kriteria lain yang digunakan dalam penentuan kebutuhan air rumah tangga adalah pengembangan wilayah yang tertuang dalam rencana tata ruang wilayah, kebijakan Pemerintah pusat terutama dalam bidang ekonomi, tarif pemakaian air beserta perubahannya.

(6)

2.5. Kajian Hidrologi

Meskipun banyak perbedaan, tetapi ada beberapa hal yang dipandang bersama tidak dapat dibaikan dalam penggunaan data hidrologi yang benar. Hal-hal tersebut yaitu:

- Daerah Pengaliran Sungai (DPS) yang terdiri dari luas, bentuk geometrik, konfigurasi dan kemiringan tanah, klasifikasi aliran serta karakteristik fisiografik lainnya.

- Curah hujan, statistik curah hujan harian, bulanan dan tahunan, berikut harga maksimum, minimum dan harga rata-rata.

Jumlah air yang mengaliri bumi tetap dan mengikuti suatu aliran yang dinamakan siklus hidrologi. Dari siklus inilah (pengendapan,pengaliran, dan penguapan) kebutuhan kita akan air secara terus-menerus dapat dipenuhi.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya aliran (debit) dari suatu daerah pengaliran antara lain: daerah aliran sungai yang dibutuhkan dalam perhitungan debit banjir antara lain, karakteristik topografi DAS yaitu bentuk dan ukuran DAS, kemiringan lereng, umumnya ditentukan dari peta topografi. Karakteristik tata guna lahan dan karakteristik geologi. Data curah hujan, yaitu besarnya curah hujan yang terjadi berdasarkan besarnya debit sungai tahunan (Jailani, 2005).

Data aliran yang tidak terukur di tahun tertentu dapat diidentifikasi atau diperpanjang berdasarkan data hujan dengan menggunakan metode hidrologi data data curah hujan yang dikumpulkan. Dalam hal ini adalah data curah hujan bulanan dan data curah hujan bulanan ini digunakan untuk analisis ketersediaan

(7)

data (Suryadi, 2008). Data debit dan data hujan termasuk yang dimulai dari siklus hidrologi sesuai dengan Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Siklus Hidrologi

2.6. Curah Hujan

Hujan adalah komponen penting dalam proses hidrologi, Karakteristik hujan diantaranya adalah intensitas, durasi, kedalaman dan frekuensi (Suroso, 2006). Indonesia berada di daerah yang beriklim tropis dimana pada musim penghujan mempunyai curah hujan yang relatif cukup tinggi, dan seringkali mengakibatkan terjadinya banjir. Banjir yang terjadi di sungai pada suatu daerah aliran biasanya disebabkan oleh hujan yang jatuh di daerah tersebut, kejadian ini merupakan salah satu peristiwa hidrologi. Banjir terbesar disebabkan oleh curah hujan terbesar pula dengan melihat pola, sifat dan karakteristik alirannya.

Data curah hujan yang tercatat diproses berdasarkan areal yang mendapatkan hujan sehingga didapat tinggi curah hujan rata-rata dan kemudian diramalkan besarnya curah hujan pada periode tertentu. Berikut dijabarkan

(8)

tentang cara menentukan tinggi curah hujan kawasan (areal rainfall), dan menentukan distribusi frekuensi curah hujan.

2.6.1. Hujan Kawasan (Areal Rainfall)

Dengan melakukan penakaran atau pecatatan hujan, kita hanya mendapat curah hujan di suatu titik tertentu (point rainfall). Jika di dalam suatu areal terdapat beberapa alat penakar atau pencatat curah hujan, maka dapat diambil nilai rata-rata untuk mendapatkan nilai curah hujan areal.

Ada 3 macam cara yang berbeda dalam menentukan tinggi curah hujan rata-rata pada areal tertentu dari angka-angka curah hujan di beberapa titik pos penakar hujan.

1. Cara Rata-rata Aljabar

Tinggi rata-rata curah hujan didapatkan dengan mengambil nilai rata-rata aljabar pengukuran hujan di pos penakar-penakar hujan di dalam areal studi.

d = d1+d2+d3+ … + dnn = ∑n din

i=1 (2.2)

di mana d = tinggi curah hujan rata-rata, d1, d2 . . . dn

2. Cara Poligon Thiessen

= tinggi curah hujan pada pos penakar 1, 2, . . . , n, dan n = banyak pos penakaran.

Cara ini akan memberikan hasil yang dapat dipercaya jika pos-pos penakarnya ditempatkan secara merata di areal tersebut, dan hasil penakaran masing-masing pos penakar tidak menyimpang jauh dari nilai rata-rata seluruh pos di seluruh areal.

Cara ini berdasarkan rata-rata timbang (weighted average). Masing-masing penakar mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan

(9)

menggambarkan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung di antara dua buah pos penakar.Gambar 2.2 menunjukkan contoh posisi stasiun 1, 2, dan 3 dari skema Poligon Thiessen dalam Daerah Aliran Sungai (DAS).

Gambar 2.2. Poligon Thiessen pada DAS

Curah hujan pada suatu daerah dapat dihitung dengan persamaan berikut:

n 2 1 n n 2 2 1 1 A ... A A d . A ... d . A d . A + + + + + + = d (2.3) A d . A ... d . A d . A d= 1 1+ 2 2+ + n n (2.4) di mana d = tinggi curah hujan rerata daerah (mm), dn = hujan pada pos penakar

hujan (mm), An = luas daerah pengaruh pos penakar hujan (km2), dan A =

luas total DAS (km2 3. Cara Isohyet

).

Dalam hal ini kita harus menggambarkan dulu kontur dengan tinggi curah hujan yang sama (Isohyet), seperti terlihat pada Gambar 2.3. berikut.

(10)

Gambar 2.3. Peta Isohyet

Kemudian luas bagian di antara Isohyet-Isohyet yang berdekatan diukur, dan nilai rata-ratanya dihitung sebagai berikut:

n n n n A A A A d d A d d A d d d ... 2 ... 2 2 2 1 1 2 1 1 0 + + + + + + = − (2.5)

+ = − i i i i A A d d d 2 1 (2.6) di mana d = tinggi curah hujan rata-rata areal, A= luas areal total= A1+ A2+ A3+

...+ An, dan d0, d1, ..., dn

2.6.2. Distribusi Frekuensi Curah Hujan

= curah hujan pada isohyet 0, 1, 2, ..., n.

Untuk memperkirakan besarnya debit banjir dengan Periode Ulang tertentu, terlebih dahulu data-data hujan didekatkan dengan suatu sebaran distribusi, agar dalam memperkirakan besarnya debit banjir tidak sampai jauh melenceng dari kenyataan banjir yang terjadi. Ukuran sebaran yang paling banyak digunakan adalah deviasi standar. Apabila penyebaran sangat besar terhadap nilai rata-rata maka nilai S1 akan besar, akan tetapi apabila penyebaran data sangat

(11)

kecil terhadap nilai rata-rata maka nilai S1 akan kecil. Jika dirumuskan dalam

suatu persamaan adalah sebagai berikut

1 -n ) X -X ( = S 2 1 (Sudjarwadi, 1997) .

Adapun rumus-rumus yang dipakai dalam penentuan distribusi tersebut antara lain: (2.7) C = S X v (2.8)

(

)

3 n 1 = i 3 S 2) -(n 1) -(n X -Xi n = Cs × × ×

(2.9)

(

)

Ck = n Xi - X (n-1) (n-2) (n-3) S 2 4 i = 1 n 4 × × × ×

(2.10)

dimana S1 = standar deviasi, CV = koefisien keragaman, CS = koefisien

kemencengan, dan Ck

1. Distribusi Normal

= koefisien kurtosis.

Untuk menganalisis probabilitas curah hujan biasanya dipakai beberapa macam distribusi yaitu:

Distribusi ini mempunyai fungsi densitas peluang normal (normal probability density function) dari variabel acak kontinyu X sebagai berikut:

(12)

2 2 2σ ] μ) -[-(x e . 2π σ 1 = (X) P’ (2.11)

di mana P’(X) = fungsi densitas peluang normal (normal probability density function), π = 3.14156, X = variabel acak kontinyu, σ = varian, µ = rata-rata.

2. Distribusi Log normal

Distribusi log normal merupakan hasil transformasi dari distribusi normal, yaitu dengan mengubah nilai varian X menjadi nilai logaritmik varian X. Distribusi ini mempunyai fungsi densitas peluang (probability density function) dari variabel acak kontinyu X sebagai berikut:

              = 2 (S) ) x -log(x * 0,5 eksp 2π * (S) * log(x) 1 (X) P' (2.12)

dimana P’(X) = log normal, X = nilai varian pengamatan, X = nilai rata-rata dari logaritmik varian X, dan S = standar deviasi dari logaritmik varian X. Distribusi log normal dua parameter mempunyai persamaan transformasi

X SLog * k X Log X Log = + (2.13)

Dimana log X = nilai varian X yang diharapkan terjadi pada peluang atau tertentu,

X

log = rata-rata nilai X hasil pengamatan, Slog X = deviasi standar logaritmik nilai X hasil pengamatan, dan k = karakteristik dari distribusi log normal

(13)

(

μ 0

)

; σ μ -x ln * 0,5 eksp * σ * x 1 (X) P' n 2 n n >               = (2.14) Dimana : µn =       + 2 2 4 σ μ μ ln 2 1 dan       + = 2 2 2 2 n μ μ σ ln σ Besar asimetri (skewness) adalah:

v 3 v 3η η γ= + (2.15) dimana

(

)

0.5 σ v e 1 μ σ η 2 n − − = kurtosis (Ck ) = ηv ηv ηv ηv 8 6 4 2 6 15 16 3 + + + + (2.16)

3. Log Pearson Tipe III

Rumus yang digunakan dalam metode Log Pearson III adalah:

s . G X log X Log T = + (2.17) Dimana Log XT LogX

= logaritma dari curah hujan rancangan dengan Periode Ulang, = logaritma rata-rata dari data curah hujan, G = besaran dari fungsi koefisien kemencengan dari Periode Ulang, dan s = simpangan baku logaritma data curah hujan.

Rumus-rumus parameter yang digunakan pada metode ini yaitu: 1. Harga Rata-rata (Mean)

n X Log X Log n 1 i i

= = (2.18)

(14)

3 n 1 i 3 i S 2). -1).(n -(n ) X Log -X (Log n. Cs

= = (2.19)

3. Simpangan Baku (Standard Deviasi)

1 -n ) X Log -X (Log S n 1 i 2 i

= = (2.20)

Besarnya curah hujan rancangan adalah:

S . G X log X Log T = + (2.21)

Probability density function distribusi ini adalah:

( )

( )(

)

c cx/a 0 X 1 X/a e P X P′ = ′ + − (2.22) di mana c = 4/β1 – 1, a =(cμ3c) (/ 2μ2c),

( )

( )

( )

(

)

P X

0

=

nc

c 1+

/ ae r

c c 1+ 4. Metode Gumbel

Distribusi ini mempunyai fungsi densitas peluang (probability density

function) dari variabel acak kontinyu X sebagai berikut:

( )

              − − − = A B C X C e X P (2.23) di mana A = 1.281/ σ, dan B = μ – 0,45σ hubungan antara Faktor Frekuensi K dengan Periode Ulang T dapat disajikan dalam persamaan sebagai berikut:

( ) ( )

(

)

(

)

[

0.5772 ln ln T X / T X 1

]

/η 6 K=− + − (2.24)

Secara umum frekuensi analisis dapat disederhanakan dalam bentuk:

(15)

Dimana XT

2.6.3. Perhitungan Faktor Frekuensi Untuk Setiap Distribusi

= besaran dengan Periode Ulang tertentu, X = besaran rata rata, s = simpangan baku.

Faktor-faktor frekuensi untuk setiap distribusi tentu berbeda-beda dan dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:

P =1 T (2.26) T = n + 1 m atau P = m n + 1 w =�Ln�1 P2� (2.27) z = w - 2,515517 + 0,802853w + 0,010328w 2 1 + 1,432788w + 0,189263w2 + 0,001308w3 (2.28) KT1 = -√6 π �0,5772 + Ln�Ln T T - 1�� (2.29) KT2 = z + �z2- 1� �Cs 6� + 1 3�z 3- 6z� �Cs 6� 2 - �z2- 1� �Cs 6� 3 + z�Cs 6� 4 + 1 3� Cs 6� 5 (2.30) Dimana :

Cs = Koefisisen Kemencengan (Coefficient Skewness) K = Faktor frekuensi (K)

m = Nomor urut (peringkat) data setelah diurutkan dari besar ke kecil n = Banyaknya data atau jumlah kejadian

P = Probabilitas Kejadian

(16)

2.6.4. Uji Distribusi Frekuensi Curah Hujan

Untuk mengetahui apakah data tersebut benar sesuai dengan jenis sebaran teoritis yang dipilih maka perlu dilakukan pengujian lebih lanjut. Untuk keperluan analisis uji kesesuaian dipakai dua metode statistik sebagai berikut:

1. Uji Chi-Square

Uji Chi-Square digunakan untuk menguji apakah distribusi pengamatan

dapat disamai dengan baik oleh distribusi teoritis. Pada dasarnya uji ini merupakan pengecekan terhadap data rerata yang dianalisis terhadap distribusi terpilih. Penyimpangan tersebut diukur dari perbedaan nilai probabilitas setiap variat X menurut hitungan distribusi frekuensi teoritik dan menurut hitungan dengan pendekatan empiris (Sri Harto, 2000). Perhitungannya dengan menggunakan persamaan berikut:

= = k 1 i 2 2 hit EF ) OF -(EF X (2.31)

di mana k = 1 + 3,22 Log n, OF = nilai yang diamati, dan EF = nilai yang diharapkan.

Agar distribusi frekuensi yang dipilih dapat diterima, maka harga X2 hitung < X2Cr. Harga X2Cr dapat diperoleh dengan menentukan taraf signifikan α

dengan derajat kebebasan. Batas kritis X2 tergantung pada derajat kebebasan dan

α. Untuk kasus ini derajat kebebasan mempunyai nilai yang didapat dari perhitungan sebagai berikut:

(17)

di mana DK = derajat kebebasan, JK = jumlah kelas, dan P = faktor keterikatan (untuk pengujian Chi-Square mempunyai keterikatan 2).

1. Uji Smirnov Kolmogorov

Tahap-tahap pengujian Smirnov Kolmogorov adalah sebagai berikut: a. Plot data dengan peluang agihan empiris pada kertas probabilitas, dengan

menggunakan persamaan Weibull:

(

n 1

)

x 100%

m P

+

= (2.33)

dimana m = nomor urut dari nomor kecil ke besar, dan n = banyaknya data.

b. Tarik garis dengan mengikuti persamaan:

s . G X log X Log T = + (2.34)

Dari grafik ploting diperoleh perbedaan perbedaan maksimum antara distribusi teoritis dan empiris:

Pt -Pe max =

∆ (2.35)

dimana∆max= selisih maksimum antara peluang empiris dengan teoritis, Pe = peluang empiris, dan Pt = peluang teoritis.

c. Taraf signifikan diambil 5% dari jumlah data (n), didapat ΔCr dari tabel.

Dari tabel Uji Smirnov Kolmogorof, bila Δ maks < ΔCr, maka data dapat

(18)

Tabel 2.2.Nilai χ2 Kritis Untuk Uji Chi-Square Degrees

ofFreedom

Probability of a deviation greather then χ2

0,200 0,100 0,050 0,010 0,001 1 1,642 2,706 3,841 6,635 10,827 2 3,219 4,605 5,991 9,210 13,815 3 4,642 6,251 7,815 11,345 16,268 4 5,989 7,779 9,488 13,277 18,465 5 7,289 9,236 10,070 15,086 20,517 6 8,558 10,645 12,592 16,812 22,457 7 9,803 12,017 14,067 18,475 24,322 8 11,030 13,362 15,507 20,090 26,125 9 12,242 14,684 16,919 21,666 27,877 10 13,442 15,987 18,307 23,209 29,588 11 14,631 17,275 19,675 24,725 31,264 12 15,812 18,549 21,026 26,217 32,909 13 16,985 19,812 22,362 27,688 34,528 14 18,151 21,064 23,685 29,141 36,123 15 19,311 22,064 23,685 30,578 37,697 16 20,465 43,524 26,296 32,000 39,252 17 21,615 24,769 27,587 33,409 40,790 18 22,760 25,989 28,869 34,805 42,312 19 23,900 27,204 30,144 36,191 43,820 20 25,038 28,412 31,410 37,566 45,315 Sumber : Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air

2.7. Debit Banjir

Keamanan bangunan-bangunan di sungai terhadap banjir, harus ditentukan dengan pengolahan data debit secara statistik dan penentuan perioda ulangnya sesuai dengan pentingnya bangunan-bangunan tersebut. Berikut dijabarkan tentang debit banjir rencana dan hidrograf debit banjir.

2.8. Debit Banjir Rencana

Penentuan debit banjir ini dilakukan dengan beberapa metode dengan mempergunakan data-data yang tersedia, minimal dibuat 4 cara perhitungan. Metode yang akan dipergunakan adalah metode-metode empiris yang mempunyai kesesuaian atau relevansi untuk dipergunakan di daerah pekerjaan. Dalam hal ini

(19)

akan dipergunakan metode-metode yang dianjurkan pelaksanaannya yaitu metode Melchior, Haspers, dan Der Weduwen. Nakayasu.Tetapi untuk menelusuri Indeks banjir digunakan metode Nakayasu.

2.8.1. Metode Hasper

Perhitungan debit banjir rencana dengan cara Haspers ini menggunakan rumus:

Q = α . β . q . F (2.36)

di mana Q = debit banjir rencana (m3 1 0 012 1 0 075 0 7 0 7 + × + × , , , , F F /dt),

αrun off coefficient=

β = coefficient reduced yang dihitung dengan rumus:

1 β = 1,5 12 10 7 , 3 1 75 , 0 2 . 4 , 0 F t t t × + × + + − (2.37) dimana t waktu perambatan air (jam) = 0,1 x L0,8 x I-0,3

) 2 )( 260 ( 0008 , 0 1 . 2 t R t R t t t − − − +

, L = panjang sungai, dan I = kemiringan dasar sungai rata-rata di mana harga t mempunyai 3 kemungkinan

yaitu: untuk t < 2 jam, maka r= kemungkinan

kedua, 2 jam < t < 19 jam, maka r =

1 .

+

t R

t t , kemungkinan ketiga, 19 jam <

t < 30 hari, maka r = 0,707 x Rt x (t+1) dengan q = hujan maximum,

(20)

2.8.2. Metode Weduwen

Perhitungan debit banjir dengan metode Der Weduwen ini menggunakan rumus sebagai berikut:

Q = F . q . Rt

240 (2.38) dimana Qt = besarnya debit banjir rencana dengan t tahun (m3/dt), F = luas

catchment area (km2), q’ = α . β . q = besarnya air dalam m3/det/km2 dengan 240 mm yang telah diperhitungkan dengan faktor kehilangan air dan perlambatan pengaliran air dalam miringnya tanah, dan Rt

2.8.3. Metode Rasional

=besarnya curah hujan dalam return periode t tahun (mm).

Menurut Wanielista (1990) Metode Rasional adalah salah satu metode tertua dan awalnya hanya digunakan untuk mencari debit puncak. Penerapan Model ini hanya terbatas pada DAS kecil (Imam Subarkah, 1978). Pengembangan metode Rasional untuk DAS sedang yaitu metode time-area dilakukan dengan membagi DAS menjadi sub DAS- sub DAS dengan garis isochrone yang membentang sungai (Ponce, 1989). Untuk DAS besar dapat menggunakan metode Rasional dengan Sistem Grid (Sobriyah dan Sudjarwadi, 1998).Perhitungan debit banjir rencana dengan cara rasional ini menggunakan rumus:

Q = α. . ,

r f

(21)

Dimana α = run off coefisient, r intensitas hujan selama time of concentration = r = R t 24 24 2 3 ×     /

dengan R = hujan sehari (mm), f = luas daerah pengaliran (km2), Q=debit maximum (m3

2.8.4. Hidrograf Satuan Sintetis

/det).

Curah hujan harian rencana (R24) untuk periode ulang 5 tahun pada daerah studi (Pangperioden Kerinci ) adalah 87,201 mm (Handayani, 2011)

Di daerah di mana data hidrologi tidak tersedia untuk menurunkan hidrograf satuan, maka dibuat hidrograf satuan sintetis yang didasarkan pada karakteristik fisik dari DAS. Berikut ini diberikan beberapa metode yang biasa digunakan dalam menurunkan hidrograf banjir.

2.8.5. Hidrograf Satuan Sintetis Gama I

Kajian sifat dasar Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Gamma I adalah hasil penelitian 30 buah daerah aliran sungai di Pulau Jawa.Sifat-sifat daerah aliran sungai dalam metode HSS Gamma I adalah sebagai berikut:

1. Faktor sumber (source factor, SF) adalah perbandingan antara jumlah panjang sungai-sungai tingkat satu dengan jumlah panjang sungai semua tingkat.

2. Frekuensi sumber (source frequency, SN) ditetapkan sebagai perbandingan antara jumlah pangsa sungai semua tingkat.

3. Faktor simetri (symmetry factor, SIM), ditetapkan sebagai hasil kali antara faktor lebar (WF) dengan luas relatif DPS sebelah hulu .

(22)

4. Faktor lebar (width factor, WF) adalah perbandingan antara lebar DAS yang diukur dari titik di sungai yang berjarak ¾ L dan lebar DPS yang diukur dari titik di sungai yang berjarak ¼ L dari tempat pengukuran.

5. Luas relatif DPS sebelah hulu (relative upper catchment area), yaitu perbandingan antara luas DPS sebelah hulu garis yang ditarik terhadap garis yang mengubungkan titik tersebut dengan tempat pengukuran dengan luas DPS.

6. Jumlah pertemuan sungai (number of junction, JN) yang besarnya sama dengan jumlah pangsa sungai tingkat satu dikurangi satu.

Gambar 2.4. berikut merupakan model parameter karakteristik DAS Metode Gamma I. untuk X ~ A = 0,25 L, X ~ B = 0,75 L, dan WF = WU/WL.

Gambar 2.4. Model parameter karakteristik DAS metode Gamma I

Rumus-rumus yang digunakan dalam metode HSS Gamma I adalah sebagai berikut:

B = 1,5518 N-0,14991 A-0,2725 SIM –0,0259 S-0,0733 (2.40) di mana N = jumlah stasiun hujan, A = luas DAS (km2), SIM = faktor simetri,

(23)

Menurut Natakusumah, D.K., (2011) menghitung waktu puncak HSS Gamma (TR) dengan rumus berikut:

TR = 0.43 ( L/ 100 SF) 3 + 1.0665 SIM + 1.277 (2.41) di mana TR = waktu naik (jam), L = panjang sungai induk (km), SF = faktor sumber, dan SIM = faktor simetri. Menghitung debit puncak banjir HSS Gamma I (QP) dengan rumus berikut:

QP = 0,1836 A0,5884 JN0,2381 TR-0,4008 (2.42) di mana QP = debit puncak (m3/det), dan JN = jumlah pertemuan sungai.

Menghitung waktu dasar pada metode HSS Gamma-1 (TB) dengan rumus berikut: TB = 27,4132 TR0,1457 S-0,0986 SN0,7344 RUA0,2574 (2.43) di mana S = landai sungai rata-rata, SN = frekuensi sumber, dan RUA = luas relatif DPS sebelah hulu (km2).

Menghitung koefisien resesi (K) pada metode ini dihitung dengan rumus:

K = 0,5671 A0,1798 S-0,1446 SF-1,0897 D0,0452 (2.44) di mana K = koefisien tampungan (jam), A = luas DPS (km2), S = landai sungai rata-rata, SF = faktor sumber , dan D = kerapatan jaringan kuras.

Menghitung aliran dasar sungai dihitung dengan rumus:

QB = 0,4751 A0,6444 D0,9430 (2.45)

di mana QB = aliran dasar (m3/det), A = luas DPS (km2), dan D = kerapatan

(24)

2.8.6. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu

Perhitungan debit banjir rancangan menggunakan metode Nakayasu. Persamaan umum Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu adalah sebagai berikut:

) T Tp (0,3 3,6 R . A . C Qp 0,3 0 + = (2.46) Tp = tg + 0,8 tr (2.47) tg = 0,21 x L0,7 (L < 15 km) (2.48) tg = 0,4 + 0,058 x L (L > 15 km) (2.49) T0,3= α x tg (2.50) di mana

Qp = debit puncak banjir (m3/det) C = koefisien pengaliran

R0 = hujan satuan (mm)

A = luas DAS (km2)

Tp = tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)

T0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak sampai

menjadi 30% dari debit puncak tg = waktu konsentrasi (jam)

tr = satuan waktu hujan, diambil 1 jam

α = parameter hidrograf, bernilai antara 1.5 – 3.5 L = panjang sungai (m)

Gambar 2.5. merupakan contoh gambar hidrograf nakayasu berupa hubungan antara waktu dengan debit puncaknya.

(25)

Gambar 2.5. Model hidrograf Nakayasu

Persamaan-persamaan yang digunakan dalam hidrograf Nakayasu adalah: a. Pada kurva naik, 0 ≤ t ≤ Tp, maka x Qp

Tp t Qt 4 , 2       =

b. Pada kurva turun, Tp < t ≤ (Tp + T0,3 

       = T0,3 Tp -t 0,3 x Qp Qt ), maka , untuk (Tp + T0,3) ≤ t ≤ (Tp + T0,3 + 1,5T0,3         + = 0,3 0,3 1,5T 0,5T Tp -t 0,3 x Qp Qt

), maka , dan untuk t >

(Tp + T0,3 + 1,5T0,3         + = 0,3 0,3 2T 1,5T Tp -t 0,3 x Qp Qt ), maka .

di mana Qt = debit pada saat t jam (m3

2.9. Analisa Hidrolik dengan menggunakan Pemodelan HEC RAS

/det).

Untuk mengetahui fenomena perilaku hidraulika aliran di dalam saluran/kali, long storage objek studi, diperlukan suatu simulasi/analisa numerik

0,3 Qp 0,32 Qp 0,8 Tr tg Qp LengkungNaik LengkungTurun Tp T0,3 1,5 T0,3 Tr Q t

(26)

dilakukan dengan menggunakan program pemodelan matematik HEC-RAS 4.0. HEC-RAS (Hydrologic Engineering Center’s - River Analysis System) dirancang untuk membuat simulasi aliran satu dimensi. Perangkat lunak ini memberikan kemudahan kepada pemakai dengan tampilan grafisnya. Secara umum perangkat lunak ini menyediakan fungsi-fungsi sebagai berikut:

• Manajemen File

• Input Data dan pengeditan

• Analisa Hidaulika

• Keluaran (Tabel, Grafik, Gambar)

(Sumber : 2010. HEC-RAS 4.0 River Analysis System. Hydrologic Engineering Center U.S. Army Corps of Engineers USA). Pada HEC-RAS Versi 4.0 sebagai program pendukung analisis hidraulika.

2.10. Pengembangan Model Indeks Banjir

Indeks menurut pengertian yang tertuang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), balai pustaka (2003) adalah rasio antara dua unsur kebahasaan tertentu yang mungkin menjadi ukuran suatu ciri tertentu atau petunjuk. Pada bagian tertentu juga indeks diartikan suatu informasi mengenai nilai yang ditemukan , nilai sekarang di banding nilai sebelumnya menurut persentase untuk mengetahui naik turunnya nilai tersebut, sebuah prestasi angka yang menunjukkan nilai semakin besar. Sedangkan beberapa teori yang dikembangkan oleh Spiegel, M.R., (1961). indeks adalah sebuah desain pengukuran statistik untuk melihat perubahan sebuah variabel atau hubungan antara beberapa kelompok variabel terhadap fungsi waktu.

(27)

Merumuskan nilai indeks untuk masing-masing variabel yang berpengaruh terhadap Indeks Banjir, menyusun semua indikator yang mempengaruhi variabel luasan daerah studi. Biasanya untuk mendapatkan kawasan yang ditinjau perlu penggunaan Geografis Informasi Sistem (GIS), penggunaan GIS ini meningkat tajam sejak tahun 1980-an. Peningkatan pemakaian sistem ini terjadi di pemerintahan, perusahaan-perusahaan swasta, akademis atau militer terutama di negara-negara maju. Perkembangan teknologi digital sangat besar peranannya dalam perkembangan penggunaan GIS dalam berbagai bidang (Prahasta, 2001). Penerapan GIS mempunyai penerapan yang sangat luas, baik dalam proses pemetaan dan analisis sehingga teknologi tersebut sering dipakai dalam proses perencanaan tata ruang (Ary Bima, 2009) . Dengan memanfaatkan prototipe sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan dengan alat bantu Sistem Informasi Geografi secara optimal akan mempercepat pengambilan keputusan dalam upaya penanggulangan banjir yang terprogram dan terencana. (Th.Dwiati, 2010).

Disini yang menentukan indeks adalah nilai korelasi Indeks Debit terhadap Indeks Banjir yang dibandingkan nilai korelasi 3 Indeks lainnya (Indeks Luas Genangan, Indeks inflow dan Indeks banjir) yang mempunyai nilai relatif sama. Kondisi tersebut berdasarkan analisis terhadap komposisi dan distribusi masing-masing data dapat terjadi akibat beberapa alasan sebagai berikut :

- Hujan yang merupakan indikator dari Indeks Debit mempunyai pola dengan fluktuasi tinggi hanya dalam rentang waktu yang pendek saja. Dengan demikian kontribusi dari hujan terhadap korelasi antar Indeks hanya dalam rentang waktu yang relatif pendek, sehingga nilainya menjadi kecil dibanding indeks yang lainnya.

(28)

- Masing-masing indeks nantinya akan di modelkan antara minimum sampai maksimum , maka tahap pertama yang harus dilakukan dalam menghitung indeks adalah menentukan nilai minimum dan maksimum dari masing-masing variabel indeks. Suryadi, Y. (2008).

- Dari hasil simulasi model diperoleh bahwa keempat variabel indeks mempunyai nilai minimum saling berhubungan, yaitu luas genangan minimum, kedalaman minimum dan waktu genangan minimum semuanya akibat dari debit minimum.

2.11. Hasil Penelitian Sebelumnya

Sebelum penelitian ini telah dilakukan oleh bebagai pihak yang terkait tentang sungai Asahan maupun tentang pemanfaatan sungai yang lain:

Sanuddin dan B.S. Antoko. (2007). “Kajian Sosial Ekonomi Masyarakat di DAS Asahan, Sumatera Utara.” Penduduk Kabupaten Asahan terus berubah dan bertambah dari tahun ke tahun dengan tingkat pertumbuhan yang berfluktuasi. Perubahan ini di pengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu Kelahiran (fertilitas), kematian ( mortalitas) dan juga migrasi. disimpulkan bahwa kondisi DAS Asahan mempunyai tingkat kerentanan yang cukup tinggi dilihat dari karakteristik sosial ekonomi, hal ini dapat dilihat dari tingkat kepadatan penduduk di DAS Asahan sebesar 732,25 orang/km2 termasuk kategori padat (> 250 orang/km ) sehingga kegiatan masyarakat dalam penggarapan lahan akan semakin intensif baik pada lahan pertanian maupun pemukiman.

Jailani, (2005). “Kajian Debit Banjir Sungai Way Lay Kecamatan Karya Penggawa Kabupaten Lampung Barat”. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi

(29)

besarnya dari suatu daerah pengaliran antara lain: Daerah aliran sungai yang dibutuhkan dalam perhitungan debit banjir antara lain, karakteristik DAS yaitu bentuk dan ukuran DAS, kemiringan lereng, umumnya ditentukan dari peta topografi. Karakteristik tata guna lahan, dan karakteristik geologi.

Suryadi, Y. (2008). “Metoda Penentuan Indeks Banjir Berdasarkan Fungsi Debit Puncak Hidrograf Inflow, Luas Genangan, Kedalaman Genangan dan Waktu Genangan”. Menghasilkan data curah hujan, yaitu besarnya curah hujan yang terjadi. besarnya debit sungai tahunan. Data aliran yang tidak terukur di tahun tertentu dapat diidentifikasi atau diperpanjang berdasarkan data hujan dengan menggunakan metode hidrologi data data curah hujan yang dikumpulkan. Dalam hal ini adalah data curah hujan bulanan. Dan data curah hujan bulanan ini digunakan untuk analisis ketersediaan data.

Siswoyo, H. (2003).Optimasi Penggunaan Lahan dalam Pengelolaan DAS dengan Pendekatan Aspek Hidrologi berdasarkan teori Hidrograf Satuan”. Menyatakan bahwa informasi debit aliran sungai akan memberikan hasil lebih bermanfaat bila disajikan dalam bentuk hidrograf. Namun demikian tidak semua Daerah Aliran Sungai (DAS) mempunyai data pengukuran debit, hanya sungai-sungai yang DAS-nya telah dikembangkan mempunyai data pengukuran debit yang cukup. Dengan demikian berkembang penurunan hidrograf satuan sintesis yang didasarkan atas karakteristik fisik dari suatu Daerah Aliran Sungai.

Antoko,Bambang. S 2007, “Karakteristik Sumber Daya Air Dalam daerah Aliran sungai (DAS) Asahan, Sumatera Utara,”dapat disimpulkan bahwa kondisi alami DAS Asahan dalam hal ini karakteristik debit aliran diketahui bahwa debit minimum spesifik di daerah hulu relatif masih baik sedangkan di daerah tengah

(30)

dan hilir di katagorikan sedang sehingga dari segi kontinuitas aliran diharapkan tetap terjaga sepanjang tahun. Namun hal pada beberapa bagian seperti sedimentasi.Hasil kajian mengindikasi bahwa konsentrasi sedimen paling tinggi ditemui di wilayah tengah DAS yaitu di Buntu Pane pada Aliran Sei Silau.

Farida dan Meine van Noordwijk (2004).”Analisis Debit sungai akibat alih guna lahan dan aplikasi model GenRiver pada DAS Way Besai, Sumber jaya” Model GenRiver dapat digunakan untuk mempelajari fungsi hidrologi DAS dan hubungannya dengan alih guna lahan. Beberapa hasil utama dari simulasi GenRiver: Aliran dasar memberikan kontribusi terbesar (40%) pada debit sungai dengan jumlah aliran cepat air tanah dan aliran permukaan yang relatif stabil sepanjang tahun. Debit sungai hasil simulasi mendekati pola debit hasil pengukuran, walaupun titik puncak dan aliran dasar yang diperoleh masih perlu parameterisasi lebih lanjut. Skenario seluruh DAS tertutup hutan menghasilkan jumlah debit sungai paling kecil dibandingkan skenario kondisi terdegradasi dan skenario kondisi saat ini. Indikator fungsi hidrologi menunjukkan peningkatan hasil airsungai dan peningkatan resiko banjir karena alih fungsi hutan.

Gambar

Tabel 2.1. Keadaan Penduduk di Daerah Studi Kabupaten Asahan
Gambar 2.1. Siklus Hidrologi
Gambar 2.2. Poligon Thiessen pada DAS
Gambar 2.3. Peta Isohyet
+4

Referensi

Dokumen terkait

Saran yang diajukan yaitu: (1) kepada kadus Tanak Muat dan relawan dusun agar dapat meneruskan kegiatan bermain bersama guna meningkatkan kesembuhan trauma semua warga dusun

Metode interpolasi membutuhkan perhitungan iterasi yang lebih singkat dari metode setengah interval.. Metode ini biasa juga disebut metode

Kasus yang diangkat pada artikel ini yaitu tentang pengobatan penyakit ringan dengan menggunakan obat tradisional, oleh karena itu terdapat rancangan dari mulai data pakar hingga

Perkembangan selanjutnya, poligami di- tanggapi berbagai organisasi wanita Islam dengan beragam: sebut saja organisasi ‘Aisyiyah yang merupakan bagian organisasi massa

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh amoniasi dengan urea terhadap kecernaan in sacco bahan kering, bahan organik dan protein kasar pakan serat yang berasal dari

elektrode pembanding tidak terpenuhi&#34; Agar potensial elektrode pembanding tetap, digunakan elektrode pembantu %ang memiliki hambatan lebih kecil daripada elektrode

Kepatuhan. 5) Dalam hal terdapat perubahan informasi yang cenderung bersifat cepat ( prone to rapid change ) antara lain terkait perubahan kondisi ekonomi,

Korelasi kadar serum basal AMH dengan respons ovarium terhadap stimulasi ovulasi pada program fertilisasi in vitro.. Maheshwari, A, Hamilton M,