• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 2013"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

165

ANALISIS KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 97 TAHUN 2013 Wahyu Prima STMIK Dharmasraya 081363234044 E-Mail prim13@ymail.com Abstrak

Analisis kebijakan adalah suatu disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai macam metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan serta memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan, sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka memecahkan masalah-masalah kebijakan. Analisis kebijakan yang dilakukan pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudyaan Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2013 Tentang Kriteria Kelulusan Peserta Didik Dari Satuan Pendidikan Dan Penyelenggaraan Ujian Sekolah/Madrasah/Pendidikan Kesetaraan Dan Ujian Nasional. Analisis kebijakan ini dilakukan pada pasal 3 ayat 3, pasal 8 ayat 1 butir c dan pasal 19 ditemukan kesenjangan dengan kenyataan yang ditemui dilapangan. Dalam paper ini penulis memberikan rekomendasi untuk menerbitkan penjelasan tambahan dari Permendikbud Nomor 97 Tahun 2013 yang menetapkan sangsi bagi pelanggaran pelaksanaan Ujian Sekolah/Madrasah/ Pendidikan Kesetaraan.

Kata Kunci: Analisis Kebijakan, Permendikbud Nomor 97 Tahun 2013

A. Pendahuluan 1. Deskripsi Masalah

Analisis kebijakan adalah sebagai suatu metode menggunakan argumentasi rasional dan fakta-fakta untuk menjelaskan, menilai, dan membuahkan pemikiran dalam rangka upaya memecahkan masalah publik. Atau suatu prosedur menggunakan metode inquiri dan argumentasi berganda untuk menghasilkan dan mendayagunakan informasi kebijakan yang sesuai dalam suatu proses pengambilan keputusan yang bersifat politis dalam rangka memecahkan masalah kebijakan. Seperti masalah yang terjadi pada implementasi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 97 tahun 2013.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 97 tahun 2013 Tentang Kriteria Kelulusan Peserta Didik Dari Satuan Pendidikan Dan Penyelenggaraan Ujian Sekolah/Madrasah/Pendidikan Kesetaraan Dan Ujian Nasional, dalam pelaksanaannya ditemukan permasalahan yang umumnya diakibatkan ketidakpatuhan badan penyelenggara terutama Pendidikan Kesetaraan. Kenyataan dalam implementasinya muncul permasalahan yang terkait

(2)

166

dengan (1) tidak melakukan kegiatan pembelajaran, (2), tidak memiliki laporan hasil belajar (3) Tidak jujur dalam melaksanakan ujian.

Pada Pasal 3 Ayat 3 butir d menyatakan Program Paket B, Program Paket C, dan Program Paket C Kejuruan apabila telah menyelesaikan keseluruhan derajat kompetensi masing-masing jenjang program. Namun kenyataanya yang kita temui dilapangan masih banyak Pendiddikan Kesetaraan tidak menyelesaikan kompetensi masisng-masing jenjang program.

Pada Pasal 8 Ayat 1 butir c dinyatakan memiliki laporan lengkap penilaian hasil belajar pada pendidikan kesetaraan Namun kenyataannya masih ada badan penyelenggara Pendidikan Kesetaraan tidak melakukan proses pembelajaran sehingga tidak memiliki laporan lengkap penilaian hasil pembelajaran.

Pada Pasal 19 dinyatakan Orang perseorangan, kelompok, dan/atau lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan Ujian Nasional wajib menjaga kejujuran, kerahasiaan, keamanan, dan kelancaran pelaksanaan Ujian Nasional. Namun kenyataannya masih ada badan penyelenggara Pendidikan Kesetaraan dalam melaksanakan ujian tidak jujur.

2. Signifikansi Problematika Situasi

Ketidakpatuhan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2013 Tentang Kriteria Kelulusan Peserta Didik Dari Satuan Pendidikan Dan Penyelenggaraan Ujian Sekolah/Madrasah/Pendidikan Kesetaraan Dan Ujian Nasional. Tidak profesionalnya pelaksanaan ujian oleh satuan pendidikan secara signifikan sehingga mengakibatkan tidak tercapainya kompetensi peserta didik yang diharapkan.

B. Perumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah yang telah disajikan di atas, masalah yang dianalisis adalah “Ketidakpatuhan badan penyelenggara terutama pada

pendidikan kesetaraan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 97 Tahun 2013”, yang terkait dengan :

(3)

167

1) Kriteria kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan, yaitu: dalam pelaksanaan pendidikan kesetaraan program paket B, program paket C, dan program paket C kejuruan tidak melakukan proses pembelajaran sehingga tidak menyelesaikan kompetensi masing-masing program.

2) Penyelenggaraan Ujian Nasional, yaitu: masih ada badan penyelenggara pendidikan kestaraan membantu dalam pelaksanaan ujian nasional berlangsung.

C. Kajian Teori a. Konsep Kebijakan

Kebijaksanaan menurut James E.Anderson (Solichin, 2003: 2), adalah sebagai perilaku dari sejumlah aktor (pejabat, kelompok, instansi pemerintah) atau serangkaian aktor dalam sustu bidang kegiatan tertentu, pemahaman ini terkait dengan Carl Friedrich (Budi, 2002: 16), yang menyatakan bahwa kebijaksanaan sebagai suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, yang memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan, atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud tertentu. Hal ini sebenarnya menyangkut suatu dimensi yang sangat luas, karena kebijakan tidak hanya dipahami sebagai tindakan yang dilakukan oleh pemerintah, tetapi juga oleh kelompok maupun oleh individu yang ada dalam suatu komunitas dalam masyarakat.

Menurut Hogwood dan Gunn, Bridgman dan Davis (2004) menyatakan bahwa kebijakan publik sedikitnya mencakup hal-hal seperti: (1) Bidang kegiatan sebagai ekspresi dari tujuan umum atau pernyataan-pernyataan yang ingin dicapai. (2) Proposal tertentu yang mencerminkan keputusan-keputusan pemerintah yang telah dipilih. (3) Kewenangan formal seperti undang-undang atau peraturan pemerintah. (4) Program, yakni seperangkat kegiatan yang mencakup rencana penggunaan sumberdaya lembaga dan strategi pencapaian tujuan. (5) Keluaran (output), yaitu apa yang nyata telah disediakan oleh pemerintah, sebagai produk dari kegiatan tertentu.

(4)

168

Terkait dengan itu, Maka secara spesifik kebijakan publik menurut Robert Eyestone (Budi: 15), merupakan sebagai ―hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya‖, hal ini seirama dengan Thomas R. Dye (Budi, 2002: 15), mengatakan bahwa ―Kebiajakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan‖.

Hal ini juga diperjelas oleh William N. Dunn bahwa analisis kebijaksanaan sebagai disiplin ilmu sosial terapan yang menerapkan berbagai metode penyelidik-kan, dalam konteks argumentasi dan debat publik, untuk menciptakan secara kritis menaksir, dan mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan.

b. Analisis Kebijakan

Definisi kerja analisis kebijakan menurut Dunn ialah suatu disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan metode inquiri dan argumentasi berganda untuk menghasilkan dan mendayagunakan informasi kebijakan yang sesuai dalam suatu proses pengambilan keputusan yang bersifat politis dalam rangka memecahkan masalah kebijakan (Suryadi, dan Tilaar (1994: 42). Berdasakan definisi di atas ada empat hal yang terkandung dalam definisi tersebut:

1. Sebagai ilmu sosial terapan, artinya suatu hasil nyata dari suatu misi ilmu pengetahuan yang terlahir dari gerakan profesionalisme ilmu-ilmu sosial. 2. Menghasilkan dan mendayagunakan informasi, ialah suatu bagian dari

kegiatan analisis kebijakan yaitu pengumpulan, pengolahan, dan pendayagunaan data agar menjadi masukan yang berguna bagi para pembuat keputusan.

3. Menggunakan ―metode inquiri‖ dan argumentasi berganda, ialah penggunaan jenis-jenis metode dan teknik dalam analisis kebijakan seperti metode yang sifatnya deskriftif, metode yang sifatnya preskriftif, metode yang bersifat kuantitatif dan yang bersifat kualitatif. Penggunaan metode tersebut sangat tergantung pada sifat isu kebijakan yang sedang disoroti. 4. Pengambilan keputusan yang bersifat politis, ialah suatu proses

(5)

169

Analisis Kebijakan juga dapat dibedakan menjadi:

A. Analisis prospektif atau ex post yang berupa produksi dan tranformasi informasi sebelum aksi kebijakan dimulai dan diimplementasikan,

B. Analisis terintegrasi yaitu produksi dan transformasi informasi baik sebelum maupun sesudah aksi kebijakan, dan

C. Analisis retrospektif atau ex ante yakni produksi dan transformasi informasi sesudah aksi kebijakan

c. Model Analisis Kebijakan

Menurut William N. Dunn, bahwa hubungan antara komponen-komponen informasi kebijakan dan metode-metode analisis kebijakan memberikan landasan untuk membedakan tiga bentuk utama analisis kebijakan, antara lain; analisis kebijakan prospektif, analisis kebijakan restrospektif, dan analisis kebijakan terintegrasi.

A.Analisis Kebijakan Prospektif

Analisis ini identik dengan produksi atau transformasi informasi sebelum aksi kebijakan dimulai dan diimplementasikan cenderung mencirikan cara beroperasi para ekonom, analisis sistem, dan peneliti operasi. Analisis prospektif seringkali menimbulkan jurang pemisah yang besar antara pemecahan masalah yang diunggulkan dan upaya-upaya pemerintah untuk memecahkan.

B. Analisis Kebijakan Retrospektif

Analisis ini dalam banyak hal sesuai dengan deskripsi penelitian kebijakan, juga dijelaskan sebagai penciptaan dan transformasi informasi sesudah aksi kebijakan dilakukan, hal ini mencakup berbagai tipe kegiatan yang dikembangkan oleh tiga kelompok analis, yaitu: (1) kelompok analis yang berorientasi pada disiplin, (2) kelompok analis yang berorientasi pada masalah, dan (3) kelompok analis yang berorientasi pada aplikasi.

C.Analisis Kebijakan yang Terintegrasi

Analisis ini merupakan bentuk analisis yang mengkombinasikan gaya operasi para praktisi yang menaruh perhatian pada penciptaan dan

(6)

170

transformasi informasi sebelum dan sesudah tindakan kebijakan diambil. Analisis kebijakan yang terintegrasi tidak hanya mengharuskan para analis untuk mengkaitkan tahap penyelidikan retrospektif dan prospektif, tetapi juga menuntut para analis untuk terus menerus menghasilkan dan mentransformasikan informasi setiap saat. Hal ini berarti bahwa analis dapat terlibat dalam tranformasi komponen-komponen informasi kebijakan searah dengan perputaran jarum jam berulangkali sebelum akhirnya pemecahan masalah kebijakan yang memuaskan ditemukan.

d. Argumen Kebijakan

Argumen kebijakan sejajar dengan argumen ilmu pengetahuan, dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

A. Desainatif (designative)‐yang fokus pada fakta‐fakta empirik, B. Evaluatif – mempersoalkan nilai‐nilai,

C. Advokatif – mempersoalkan tindakan.

Dalam hal ini, dapat dilihat bahwa ada kesejajaran antara desainatif dan deskriptif; persamaan dalam evaluatif; dan kesejajaran antara advokatif dan preskriptif.

Menurut Dunn, argumen kebijakan berisikan enam unsur, yaitu ICWBRQ: A. Informasi yang relevan dengan kebijakan (I)

Dihasilkan melalui penerapan berbagai metode merupakan bukti dari kerja analisis. Informasi tentang masalah-masalah kebijakan, masa depan kebijakan, aksi-aksi kebijakan, hasil kebijakan, dan kinerja kebijakan yang disajikan dalam berbagai bentuk. Informasi yang relevan dengan kebijakan merupakan titik tolak dari suatu argumen kebijakan.

B. Pernyataan kebijakan (C=Claim)

Merupakan kesimpulan dari suatu argumen kebijakan. Klaim kebijakan merupakan konsekuensi logis dari informasi yang relevan bagi kebijakan. Jika klaim kebijakan mengikuti penyajian informasi klaim tersebu berbunyi ―maka‖. Dengan demikian, klaim kebijakan merupakan konsekuensi logis dari informasi yang relevan bagi kebijakan.

(7)

171

Merupakan suatu asumsi di dalam argumen kebijakan yang memungkinkan analis untuk berpindah dari informasi yang relevan dengan kebijakan ke klaim kebijakan. Pembenaran dapat mengandung berbagai macam asumsi otoritatif, intuitif, analisentris, kausal, pragmatis, dan kritik nilai. Peranan dari pembenaran adalah untuk membawa informasi yang relevan dengan kebijakan kepada klaim kebijakan tentang terjadinya ketidak-sepakatan atau konflik, dengan demikian memberi suatu alasan untuk menerima klaim.

D. Dukungan (B=Backing)

Dukungan (B) bagi pembenaran (W) terdiri dari asumsi-asumsi tambahan atau argumen-argumen yang dapat digunakan untuk mendukung pembenaran yang tidak diterima pada nilai yang tampak. Dukungan terhadap pembenaran dapat mengambil berbagai macam bentuk, yaitu hukum-hukum ilmiah, pertimbangan para pemegang otoritas keahlian, atau prinsip-prinsip moral dan etis. Dukungan terhadap pembenaran memungkinkan analisis bergerak ke belakang dan menyatakan asumsi-asumsi yang menyertainya.

E. Sanggahan (R=Rebutal)

Merupakan kesimpulan yang kedua, asumsi, atau argumen yang menyatakan kondisi di mana klaim asli tidak diterima, atau klaim asli hanya dapat diterima pada derajat penerimaan tertentu. Secara keseluruhan klaim kebijakan dan bantahan membentuk substansi isu-isu kebijakan, yaitu ketidak-sepakatan di antara segmen-segmen yang berbeda dalam masyarakat terhadap serangkaian alternatif tindakan pemerintah. Pertimbangan terhadap bantahan-bantahan membantu analis mengantisipasi tujuan-tujuan dan menyediakan perangkat sistematis untuk mengkritik salah satu klaim, asumsi dan argumennya.

F. Syarat (Qualifier)

Kesimpulan (Q) mengekspresikan derajat dimana analis yakin terhadap suatu klaim kebijakan. Dalam analisis kebijakan, pemberi sifat sering diekspresikan dalam bahasa probabilitas (seperti ―Barangkali‖, ―Sangat mungkin‖, ―pada tingkat kepercayaan 0,01‖). Ketika analis secara penuh

(8)

172

yakin terhadap suatu klaim atau ketika kesimpulan sepenuhnya deterministik dan tidak mengandung kesalahan sama sekali, suatu kesimpulan tidak diperlukan.

Menurut Dunn ada delapan cara argumen kebijakan, yaitu:

A. Otoritatif, yaitu pernyataan kebijakan didasarkan pada argumen pihak berwenang,

B. Statistikal, didasarkan pada argumen sampel dari populasi yang menjadi target kebijakan,

C. Klasifikasional, didasarkan pada suatu klasifikasi dari target kebijakan. D. Intuitif, didasarkan pada suatu ―pengetahuan yang terpendam‖ dari

pembuat kebijakan,

E. Analisentrik, didasarkan pada suatu metodologi yang dianggap valid, F. Eksplanatorik, hubungan sebab – akibat,

G. Pragmatis, didasarkan pada analogi‐analogi atau kasus‐kasus yang sama, H. Kritik‐nilai, didasarkan pada etika atau berkenaan dengan nilai baik dan

buruk

D. Alternatif Kebijakan 1. Deskripsi alternatif

Adapun alternatif kebijakan yang diangkat dalam makalah ini, adalah sebagai berikut:

1) Menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Tentang sangsi bagi pelanggaran pelaksanaan Ujian Sekolah/Madrasah/ Pendidikan Kesetaraan.

2) Menerbitkan penjelasan tambahan dari permendikbud Nomor 97 Tahun 2013 yang menetapkan sangsi bagi pelanggaran pelaksanaan Ujian Sekolah/Madrasah/ Pendidikan Kesetaraan.

3) Bentuk TIM Monitoring dan evaluasi oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan secara professional langsung ke Pendidikan Kesetaraan.

4) Mengubah Permendikbud Nomor 97 Tahun 2013 menjadi Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur Kriteria Kelulusan Peserta Didik Dari

(9)

173

Satuan Pendidikan Dan Penyelenggaraan Ujian

Sekolah/Madrasah/Pendidikan Kesetaraan Dan Ujian Nasional.

2. Perbandingan Alternatif

Selanjutnya perlu dilakukan perbandingan antara alternatif-alternatif pilihan 1), 2), 3), atau 4) tersebut di atas, yaitu:

1) Alternatif 1: kemungkinan membutuhkan waktu lebih lama, biaya lebih besar, dan hasil besar

2) Alternatif 2: kemungkinan membutuhkan waktu lebih singkat, biaya sedang, dan hasil besar.

3) Alternatif 3: kemungkinan membutuhkan waktu lama, biaya besar, dan hasil sedang.

4) Alternatif 4: kemungkinan membutuhkan waktu lebih lama, biaya besar, dan hasil besar

3. Spilovers and Externalitis

Alternatif 1) yaitu: ―Menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Tentang sangsi bagi pelanggaran pelaksanaan Ujian Sekolah/Madrasah/ Pendidikan Kesetaraan‖. Alternatif ini memerlukan waktu yang lebih lama, karena pemerintah memerlukan masukan dari berbagai pihak, demikian juga untuk implementasinya diperlukan sosialisasi ke seluruh daerah, sehingga memerlukan biaya yang lebih besar.

Alternatif 2) yaitu: ―Menerbitkan penjelasan tambahan dari permendikbud Nomor 97 Tahun 2013 yang menetapkan sangsi bagi pelanggaran pelaksanaan Ujian Sekolah/Madrasah/ Pendidikan Kesetaraan‖. Alternatif ini memerlukan waktu yang lebih singkat, sebab hanya membahas penjelasan tambahan tentang sangsi yang dibrikan atas pelanggaran permendikbud yang sudah ada dan hal ini dibahas berdasarkan masukan terhadap kejadain di lapangan, sehingga hanya membutuhkan biaya yang relatif sedang dan memperoleh hasil yang besar.

Alternatif 3) yaitu: ―Bentuk TIM Monitoring dan evaluasi oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan secara professional langsung ke Pendidikan Kesetaraan‖. Alternatif ini memerlukan waktu yang lama, sebab Dinas Pendidikan

(10)

174

dan Kebudayaan harus membentuk TIM monitoring dan evaluasi yang akan langsung meninjau dan memonitoring serta mengevaluasi pelaksanaan Pendidikan Kesetaraan di daerah, dan kegiatan ini juga memerlukan biaya yang mahal, karena harus mengeluarkan biaya transportasi dan akomodasi.

Alternatif 4) yaitu ―Mengubah Permendikbud Nomor 97 Tahun 2013 menjadi Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur Kriteria Kelulusan Peserta Didik Dari Satuan Pendidikan Dan Penyelenggaraan Ujian Sekolah/Madrasah/Pendidikan Kesetaraan Dan Ujian Nasional‖. Alternatif ini, dalam penerbitannya akan mencakup waktu lebih lama, karena pemerintah memerlukan masukan dari berbagai pihak, demikian juga untuk implementasinya diperlukan sosialisasi ke seluruh daerah, sehingga memerlukan biaya yang lebih besar.

4. Kendala

Adapun kendala yang akan ditemui dalam alternatif kebijakan ini adalah sebagai berikut:

1) Alternatif 1

2) Kendala yang akan ditemui pada alternatif 1 besar, karena harus mengkaji ulang tentang peraturan yang akan dibuat dan memerlukan waktu lebih lama sehingga tidak bisa diimpelemntasikan dalam waktu dekat.

3) Alternatif 2

4) Kendala yang akan

ditemui pada alternatif 2 tidak terlalu besar, karena alternatif ini hanya menambahkan peraturan tentang sangsi yang diberikan berdasrkan masukan terhadap kejadian dilapangan sehingga dapat diimplementasikan dalam waktu dekat.

5) Alternatif 3

6) Kendala yang akan ditemui pada alternatif 3, terdapatnya kecurangan dalam proses monitoring dan evaluasi didaerah.

7) Alternatif 4

8) Dalam penerbitannya akan menjadi kendala karena ruang lingkupnya terlalu sempit.

(11)

175

E. Rekomendasi Kebijakan 6) Kriteria Rekomendasi Alternatif

Beberapa tipe pilihan rasional dapat ditentukan sebagai kriteria keputusan yang digunakan untuk saran pemecahan masalah kebijakan. Kriteria untuk merekomendasikan suatu pilihan terdiri dari enam tipe utama yaitu: efektifitas, efisiensi, kecukupan, perataan, responsivitas, dan kelayakan (Dunn, 2003: 429). Dalam analis kebijakan ini digunakan kriteria: efisiensi, efektifitas, dan kelayakan.

7) Deskripsi Alternatif yang Dipilih

Dalam analisis kebijakan ini, untuk merekomendasi pilihan kebijakan digunakan kriteria: (1) waktu singkat dan biaya murah (efisiensi), (2) hasil besar (efektivitas), (3) kelayakan. Dengan demikian direkomendasikan alternatif 2) yaitu: ―Menerbitkan penjelasan tambahan dari permendikbud Nomor 97 Tahun 2013 yang menetapkan sangsi bagi pelanggaran pelaksanaan Ujian Sekolah/Madrasah/ Pendidikan Kesetaraan.‖, karena lebih

efisien dan mempunyai tingkat efektivitas tinggi dan layak secara akademik untuk digunakan dalam pelaksanaan Ujian Sekolah/Madrasah/Pendidkan Kesetaraan didaerah.

8) Strategi Implementasi

Pilihan kebijakan yang direkomendasikan supaya dilaksanakankan pemerintah daerah, dalam hal ini Bupati atau Walikota melalui Badan Kepegawaian Daerah, dan Dinas Pendidikan daerah melakukan pengawas dalam pelaksanaan Ujian Sekolah/Madrasah/Pendidkan Kesetaraan didaerah.

9) Pemantauan dan Evaluasi

Pemerintah daerah Provinsi melalui dinas pendidikan harus membentuk tim untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan tersebut di daerah (kabupaten/kota) setiap tahun.

10) Batasan dan Konsekuen yang tidak Terantisipasi

Keterbatasan dari kebijakan yang direkomendasikan adalah (1) terdapatnya beberapa pejabat pemerintah kabupaten/kota yang jauh dari pusat masih melakukan pelanggaran (2) Dalam pelaksanaan Ujian Sekolah/ Madrasah/Pendidkan Kesetaraan (sesuai dengan Permendiknas nomor 97

(12)

176

tahun 2013). Konsekwensi yang tidak terantisipasi adalah terjadi manipulasi/pemalsuan bukti fisik/dokumen yang digunakan panitia ujain Sekolah/Madrasah/Pendidkan Kesetaraan, tim monitoring pelaksanan ujian tidak komitmen dalam pelaksanaan tugas serta tidak sesuai dengan standar operasional prosedur yang telah ditetapkan.

F. Referensi/Rujukan

Abdul Wahab, Solichin. 2003. Analisis kebijaksanaan, (Dari Formulasi Ke Implementasi Kebiajaksanaan Negara). Jakarta: Bumi Aksara.

Bridgman, Peter dan Glyn Davis. 2004. The Australian Policy Handbook. Crows Nest: Allen and Unwin

Dunn, William N. [Penerjemah: Wibawa, Samudra, dkk], 2003, Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua, Yogyakarta: Gaja Mada University Press.

Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan. 2013. Kriteria Kelulusan Peserta Didik Dari Satuan Pendidikan Dan Penyelenggaraan Ujian Sekolah/Madrasah/Pendidikan Kesetaraan Dan Ujian Nasional. Jakarta.

Suryadi, Aceh dan H.A.R. Tilaar, 1994. Analisis Kebijakan Pendidikan, Sebuah Pengantar, Bandung: Rosdakarya.

Winarno, Budi. 2004. Teori dan Proses Kebijakan Publik, Yogyakarta: Media Pressindo

Referensi

Dokumen terkait

“Barang siapa yang mengambil sesuatu barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum

Sistem Informasi yang dikembangkan dan digunakan untuk mengolah data menjadi sebuah informasi yang bernilai, dan dari informasi tersebut dapat digunakan oleh organisasi-

PENDIDIKAN PENGETAHUAN LINGKUNGAN MASYARAKAT SUKU AMMATOA KAJANG SULAWESI- SELATAN MENGENAI KONSERVASI LINGKUNGAN. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Benang Ikat dan emas Untuk Ulos..

b) Mampu memahami konsep dasar pusaka dan pelestarian melalui studi literature dan pengamatan ke lapangan (fieldwork). c) Mampu memahami berbagai fenomena dunia

Muba APBD Tahun Anggaran 2014 yang diangkat berdasarkan Surat Keputusan Pengguna Anggaran Nomor 02 Tahun 2014 mengumumkan Penyedia Barang/Jasa sebagai berikut :..

Echo digunakan untuk menampilkan tulisan seperti ditunjukkan pada gambar 3.13 yang dapat disisipkan tag HTML, atau menampilkan variabel seperti ditunjukkan pada gambar 3.14.

Guru atas nama: Susilowati, S.Pd lahir di Surabaya, 12 Juni 1976 pada semester genap tahun pelajaran 2015/2016 aktif melaksanakan tugas sebagai Guru Kelas/Mata Pelajaran ....