BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum. Maka
setiap tindakan yang bertentangan atas Pancasila dan Undang-Undang Dasar
(UUD) 1945 sebagai dasar hukum yang paling hakiki disamping produk-produk
hukum lainnya. Hukum tersebut harus selalu ditegaskan guna mencapai cita-cita
dan tujuan Negara Indonesia dimana tertuang dalam pembukaan Alinea ke-empat
yaitu membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap
Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan
sosial.
Dalam rangka mewujudkan salah satu tujuan Pemerintah Negara Indonesia
yaitu memajukan kesejahteraan umum, maka pemerintah perlu mengembangkan
potensi kekayaan alam yang ada di Indonesia. Hal ini sejalan dengan amanat Pasal
33 ayat (3) UUD NRI 1945, yang menyatakan bahwa “bumi, air, dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”
Kekayaan alam yang dimiliki oleh bangsa Indonesia salah satunya dalam
bidang agraria adalah perkebunan1.Di samping itu, usaha perkebunan juga terbukti cukup tangguh dan bertahan dari terpaan badai resesi dan krisis moneter
yang melanda perekonomian Indonesia. Sehingga perkebunan mempunyai
peranan yang penting . Hal ini sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 UU
Perkebunan, yang menyatakan bahwa : “perkebunan diselenggarakan dengan
tujuan2
a. Meningkatkan pendapatan masyarakat; :
b. Meningkatakan penerimaan negara;
c. Meningkatkan penerimaan devisa negara;
d. Menyediakan lapangan kerja;
e. Meningkatakan produktivitas, nilai tambah dan daya saing ;
f. Memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri dalam negeri;
g. Mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan.
Namun pada kenyataannya, belum semua masyarakat menikmati
kesejahteraan dari hasil perkebunan. Sehingga masih banyak masyarakat yang
keadaan ekonominya menengah kebawah. Hal inilah yang merupakan salah satu
faktor pemicu terjadinya angka pencurian di perkebunan.
Dengan perkembangan zaman yang semakin pesat membuat banyak terjadi
pergeseran dalam sistem sosial dalam masyarakat. Salah satunya perubahan
ekonomi yang semakin memburuk akibat dampak dari krisis global yang melanda
hampir di seluruh bagian dunia, tidak terkecuali di Negara Indonesia. Di Indonesia
yang merupakan Negara hukum ini perubahan ekonomi dunia berdampak
1Teguh Prasetyo, Kadawarti Budiharjo,Purwadi, Hukum Dan Undang-Undang Perkebunan,
Penebit Nusamedia, Bandung, 2013, hal. 57.
langsung terhadap kondisi perekonomian rakyat Indonesia, saat ini daya beli
masyarakat terhadap kebutuhan hidup semakin melemah dikarenakan harga
kebutuhan hidup semakin melambung tinggi sedangkan pendapatan masyarakat
Indonesia tidak seimbang dengan pengeluaran akan kebutuhan hidup sehingga
terjadi desakan akan kebutuhan ekonomi, hal ini memicu terjadinya
penyimpangan-penyimpangan sosial yang meresahkan ditengah-tengah kehidupan
bermasyarakat. Tindakan-tindakan penyimpangan sosial yang terjadi
ditengah-tengah kehidupan masyarakat lebih mengarah pada tindakan kriminal yang
melanggar hukum.
Masalah-masalah penyimpangan sosial yang terjadi di tengah-tengah
masyarakat erat kaitannya dengan beberapa faktor pokok yang meyebabkan
timbulnya tindakan penyimpangan sosial itu sendiri, berikut beberapa faktor
penyebabnya yaitu3
1. Faktor ekonomi adalah penyebab utama timbulnya
penyimpangan-penyimpangan sosial ditengah masyarakat, masalah sosial yang bersumber
dari faktor ekonomis adalah sebagai berikut : :
a. Kemiskinan. Kemiskinan adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak
mampu menjamin hidupnya sendiri sesuai dengan ukuran
kesejahteraan masyarakat.
b. Pengangguran. Pengangguran adalah suatu keadaan dimana seseorang
tidak mempunyai pekerjaan yang bisa menjamin hidupnya sendiri.
Pengguran bisa disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor intern yang
3Jusmadi Sikumbang, Mengenal Sosiologi Dan Sosiologi Hukum, Penerbit Pustaka Press,
disebabkan oleh keterbatasan kemampuan, keahlian, atau keterampilan
seseorang untuk menciptakan lapangan pekerjaan sendiri dan faktor
ekstern yang disebabkan oleh karena adanya pertambahan penduduk
sehingga lapangan pekerjaan tidak lagi mampu menampung sejumlah
penduduk yang memerlukan pekerjaan. Hal ini menyebabkan
terjadinya persaingan sengit untuk meraih pekerjaan.
2. Faktor sosiologis. Masalah sosial yang bersumber dari faktor sosiologis
adalah masalah-masalah yang menyangkut kependudukan dan keharusan
biologis lainnya. Kekurangan atau tergoncangnya faktor biologis ini
seperti bertambahnya umur manusia dan keharusan pemenuhan kebutuhan
makanan dapat mendorong manusia kepada tindakan-tindakan
penyimpangan sosial.
a. Faktor keharusan untuk makan. Dalam kenyataan kehidupan
sehari-hari bahwa keharusan untuk makan ternyata besar sekali pengaruhnya
terhadap timbulnya masalah sosial, jika seseorang merasa terhambat
keinginannya untuk memenuhi kebutuhan makan, maka akan timbul
usaha manusia yang mengarah pada penyimpangan sosial untuk dapat
memenuhi kebutuhan akan makanan artinya memang kebutuhan akan
makan itu tidak bisa ditunda.
b. Faktor kependudukan menyangkut bertambahnya jumlah manusia
yang tidak terkontrol yang disebabkan oleh kebutuhan biologis, dapat
lapangan pekerjaan. Hal ini tidak mustahil akan dapat menimbulkan
masalah penyimpangan-penyimpangan sosial4
Seperti yang telah dikemukakan bahwa penyimpangan-penyimpangan sosial
disebabkan oleh beberapa faktor dan yang menjadi penyebab faktor utama adalah
faktor ekonomis. Faktor ekonomis ini sangat berperan penting dalam mendorong
terjadinya masalah kriminalitas. Kriminalitas atau bisa juga disebut sebagai
kejahatan yang bersifat agak normal jika proporsi-proporsinya tidak mengalami
pertambahan. Timbulnya kriminalitas disebabkan oleh adanya berbagai
kepentingan sosial yaitu adanya gejala-gejala kemasyarakatan seperti krisis
ekonomi, tekanan-tekanan mental , dendam dan keinginan yang tak tersalur . .
Kejahatan merupakan suatu fenomena yang komplek yang dapat dipahami
dari berbagai sisi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat
menangkap berbagai komentar tentang suatu peristiwa kejahatan yang berbeda
satu dengan yang lain5
Bonger menempatkan satu lagi penulis masa lampau yaitu Thomas More
(1478-1535). Penulis buku Utopia (1516) ini menceritakan bahwa hukuman berat . Dalam pengalaman yang selama ini terjadi ternyata tak
mudah untuk memahami kejahatan itu sendiri. Usaha memahami kejahatan ini
sebenarnya telah berabad-abad lalu dipikirkan oleh para ilmuwan terkenal.
Thomas Aquino (1226-1274) memberikan pendapatnya tentang pengaruh
kemiskinan atas kejahatan. “Orang kaya yang hidup untuk kesenangan dan
memboros-boroskan kekayaannya, jika suatu kali jatuh miskin , mudah menjadi
pencuri.”
4Ibid., hal. 163.
5 Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Kriminologi, Penerbit Rajawali Pers, Cetakan
yang dijatuhkan kepada penjahat pada waktu itu tidak berdampak banyak untuk
menghapuskan kejahatan yang terjadi . untuk itu katanya, harus dicari sebab
musabab kejahatan dan menghapuskannya. Korban dari kejahatan tersebut adalah
sebagian besar masyarakat. Dimana nantinya masyarakat akan mempertanyakan
bagaimana kinerja aparat keamanan dalam hal ini adalah pihak kepolisian dan
pihak pihak security atau satpam dalam menjalankan tugasnya untuk mencegah
terjadinya tindak pidana pencurian khususnya di bidang perkebunan.
Tindakan menanggulangi kejahatan merupakan salah satu tujuan dari sistem
peradilan pidana yang terpadu. Sistem peradilan pidana yang terpadu ialah sistem
dalam suatu masyarakat untuk menanggulangi masalah kejahatan. Usaha
masyarakat dalam menaggulangi kejahatan bertujuan agar kejahatan tetap berada
dalam batas toleransi masyarakat6
Pendapat para sarjana tersebut diatas kemudian tertampung dalam suatu ilmu
pengetahuan yang disebut kriminologi. Dimana yang pada intinya merupakan
ilmu pengetahuan yang mempelajari sebab musabab dari kejahatan. Dalam .
Sistem ini akan dianggap berhasil apabila terjadi keterpaduan antara keempat
komponen penegakan hukum, dalam hal ini, Kepolisian, Pengadilan, Kejaksaan
dan Kehakiman. Mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan memang bukan
tanggung jawab kepolisian semata, serta ketiga komponen penegak hukum
lainnya, melainkan dibutuhkan juga peran serta masyarakat dalam membantu
pihak Kepolisian khususnya.
6Mardjono Reksodiputro, Kriminologi Dan Sistem Peradilan Pidana, Pusat Pelayanan
pembahasan ini khususnya penulis mengkhususkan pembahasan tentang kasus
pencurian yang terjadi di perkebunan.
Menurut KUHP pencurian adalah mengambil sesuatu barang yang merupakan
milik orang lain dengan cara melawan hak, dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Pasal 362 KUHP7
1. Pengertian pencurian .
Pasal 362 KUHP yang berbunyi :
“Barang siapa yang mengambil sesuatu barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum karena pencurian dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900,“.
Tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok seperti yang diatur Pasal 362
KUHP terdiri dari unsur subjektif yaitu dengan maksud untuk menguasai benda
tersebut secara melawan hukum dan unsur-unsur objektif yakni, barang siapa,
mengambil, sesuatu benda dan sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain.
Agar seseorang tersebut terbukti melakukan tindak pidana pencurian, orang
tersebut harus terbukti telah memenuhi unsur-unsur dari tindak pidana yang
terdapat dalam rumusan Pasal 362 KUHP.
Pencurian dipandang dari segi kriminologi maksudnya mencakup hal-hal
sebagai berikut :
2. Sebab-sebab dilakukannya pencurian
3. Bagaimana dilakukan pencurian tersebut
4. Akibat yang timbul dari pencurian
7 R. Susilo, KUHP serta Komentar-Komentarnya Lengakap Pasal Demi Pasal, POLITEA
5. Tipe-tipe dari pelaku kejahatan
6. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi pencurian tersebut
Dewasa ini banyak ditemukan pencurian yang terjadi di seluruh aspek ruang
lingkup, terlebih khusunya diruang lingkup perkebunan. Hal ini dikarenakan
perkebunan merupakan bidang usaha yang memliki banyak aset berharga,
ditambah lagi dengan komoditi perkebunan seperti kelapa sawit yang dimasa
sekarang ini perkembangannya semakin pesat sedangkan masyarakat yang ada
disekitar perkebunan tidak ikut merasakan dampak kesejahteraan dari perkebunan
yang berdiri ditengah-tengah masyarakat. Ini merupakan faktor daya tarik
masyarakat untuk dapat memiliki aset-aset perkebunan dengan cara-cara kriminal.
Contoh kasus yang terjadi di salah satu perkebunan PTPN II yang ada di Lubuk
Pakam yang dilakukan oleh pihak eksternal yaitu seorang anggota mantan ketua
Pamswakarsa yang terpaksa mencuri dengan alasan mempertahankan
kelangsungan hidup keluarga ke-7 anggotanya.8
8Wawancara dengan Bapak H.Harahap (Bapam PTPN II Kebun TGPM).
Pelaku mengaku harus mencuri
sawit milik PTPN II karena sudah tidak tahu lagi harus kemana mencari uang
untuk memenuhi kebutuhan keluarga ke-7 anggotanya, sebelumnya pelaku dan
ke-7 anggotanya pernah bertugas menjaga keamanan di perkebunan PTPN II,
pelaku sudah cukup tahu dan hafal kondisi wilayah perkebunan sehingga
memudahkan pelaku melakukan pencurian sawit, namun pelaku bernasib sial
karena aksi keburu ketauan oleh pihak keamanan PTPN II yang sedang
melakukan patroli rutin. Saat sudah diamankan dan akan menjalani pemeriksaan
Berdasarkan uraian diatas , maka penulis merasa tertarik untyuk
mengangangkat kasus tindakan kriminal berupa tindak pidana pencurian aset-aset
diperkebunan. Oleh karena itu untuk membahas hal tersebut penulis memilih
judul dalam penulisan skripsi ini adalah “Analisis Yuridis Mengenai Tindak
Pidana Pencurian Aset Perkebunan PTPN II Kebun Tanjung Garbus –
Pagar Merbau Lubuk Pakam Dalam Perspektif Kriminologi”.
A. Permasalahan
Seorang pelaku tindak pidana pencurian yang melakukan pencurian di wilayah
perkebunan dapat menimbulkan kerugian dan terhambatnya aktifitas produksi
perkebunan. Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas , maka yang menjadi
perumusan masalah dalam penulisan adalah :
1. Bagaimana pengaturan hukum tindak pidana pencurian.
2. Bagaimana faktor penyebab terjadinya pencurian aset perkebunan di
wilayah PTPN II kebun Tanjung Garbus-Pagar Merbau Lubuk Pakam
3. Bagaimana upaya-upaya penanggulangan tindak pidana pencurian aset
perkebunan di wilayah PTPN II kebun Tanjung Garbus-Pagar Merbau
B. Tujuan dan Manfaat
Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan memahami tentang pengaturan hukum mengenai
tindak pidana pencurian.
2. Untuk mengetahui apa yang menjadi faktor-faktor terjadinya pencurian
dalam perkebunan.
3. Untuk mengetahui bagaimana upaya-upaya menanggulangi perbuatan
tindak pidana pencurian dalam perkebunan.
Melalui penulisan ini, manfaat penulisan yanag dapat diambil dari skripsi ini
antara lain adalah dapat dijadikan referensi bagi masyarakat sebagai pembahasan
tentang kasus-kasus pencurian yang terjadi diperkebunan dan untuk menambah
literatur yang sudah ada sebelumnya, khususnya mengenai pencurian dalam
perkebunan.
Skripsi ini juga diharapkan dapat memberikan masukan kepada aparat
penegak hukum dan masyarakat dalam mencegah dan menaggulangi terjadinya
tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam perkebunan.
C. Keaslian Penulisan
Penulisan skripsi ini didasarkan oleh ide, gagasan maupun pemikiran penulis
secara pribadi dari awal hingga akhir berdasarkan dengan melihat dasar-dasar
yang telah ada dan tersedia baik melalui literatur yang diperoleh dari perpustakaan
atau buku-buku dan media massa baik cetak maupu elektronik, serta ditambah lagi
kebun Tanjung Garbus-Pagar Merbau Lubuk Pakam. Penulisan mengenai tindak
pidana pencurian yang terjadi di wilayah perkebunan PTPN II belum pernah
dilakukan penelitian dalam topik dan permasalahan yang sama. Karena itu
keaslian penulisan ini dapat dipertnggungjawabkan . walaupun ada pendapat atau
kutipan dalam penulisan ini semata-mata adalah sebagai faktor pendukung dan
pelengkap dalam penulisan yang memang sangat dibutuhkan untuk
penyempurnaan tulisan ini.
D. Tinjauan Kepustakaan
1. Tinjauan Kriminologi
A. Pengertian Kriminologi
Pertama kali istilah Kriminologi digunakan oleh Raffaele Garofalo pada tahun
1885 dengan nama criminologia. Sekitar waktu yang sama, antropolog Perancis
Topinard Paulus juga menggunakan istilah Perancis criminologie untuk maksud
yang sama dengan Garofalo9
9Indah Sri Utami, Aliran Dan Teori Dalam Kriminologi, Thafa Media, Yogyakarta,2012, hal.
1.
. Kriminologi (berasal dari bahsa latin crimen ; dan
Yunani-logia) yang menunjuk pada studi ilmiah tentang sifat, tingkat, penyebab,
dan pengendalian perilaku kriminal baik yang terdapat dalam diri individu
maupun dalam kehidupan sosial , budaya , politik, dan ekonomi. Dengan
demikian, cakupan studi kriminologi, tidak hanya menyangkut peristiwa
kejahatan, tapi juga meliputi bentuk, penyebab, konsekuensi dari kejahatan, serta
reaksi sosial terhadapnya, termasuk reaksi lewat peraturan perundangan dan
Mengenai defenisi kriminologi itu sendiri, terdapat berbagai revisi yang
dirumuskan oleh para sarjana, tentu saja menurut sudut pandang masing-masing.
Dibawah ini terdapat pendapat dari beberapa ahli mengenai kriminologi.
1. W. E. Noach
W. E. Noach membagi pengertian kriminologi atas dua kategori, yakni
kriminologi dalam arti luas dan kriminologi dalam arti sempit.
Kriminologi dalam arti luas mencakup kriminologi dalam arti sempit dan
kriminalistik. Dalam arti sempit, kriminologi merupakan ilmu yang
mempelajari bentuk-bentuk penjelmaan, sebab-sebab dan akibat-akibat
dari kriminalitas (kejahatan dan perbuatan-perbuatan buruk)10
10Ibid., hal. 2.
. Sedangkan
kriminalistik merupakan ilmu yang mempelajari kejahatan sebagi masalah
teknik, sebagai alat untuk mengadakan pengejaran atau penyidikan perkara
kejahatan secara teknis dengan menggunakan ilmu-ilmu alam kimia dan
lain-lain seperti ilmu kedokteran kehakiman (ilmu kedokteran forensik),
ilmu alam kehakiman antara lain ilmu sidik jari (daktoloskopi) dan ilmu
kimia kehakiman antara lain ilmu tentang keracunan ( ilmu toksilogi ).
Masih menurut Noach, kriminologi dalam arti sempit tidak mencakup
kriminalistik, sehingga hanya menunjuk pada ilmu yang mempelajari
2. M. P. Vrij
M. P. Vrij mendefinisikan kriminologi sebagai ilmu yang mempelajari
kejahatan, mula-mula mempelajari kejahatan itu sendiri , kemudian
sebab-sebab serta akibat dari kejahatan itu tersebut.11
W. A. Bonger mendefenisikan kriminologi sebagai ilmu yang
bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya (kriminologi teoritis
atau kriminologi murni). Kriminologi teoritis adalah ilmu pengetahuan
yang berdasarkan pengalaman, yang seperti ilmu-ilmu pengetahuan
lainnya yang sejenis, memperhatikan gejala-gejala dan mencoba
menyelidiki sebab-sebab dari gejala-gejala kejahatan-kejahatan itu
dinamakan etiologi. Diluar kriminologi murni atau kriminologi teoritis
tersebut, terdapat kriminologi praktis atau terapan 3. W. A. Bonger
12
yang diperoleh berdasarkan teori atau pengalaman yang berkaitan dengan
perbuatan jahat dan penjahat, termasuk di dalamnya reaksi dari masyarakat
terhadap perbuatan jahat dan para penjahat
.
4. Wood
Wood mendefenisikan kriminologi meliputi keseluruhan pengetahuan
13
Dalam “The Sociology of Crime and Delinqency” memberikan
defenisi kriminologi sebagai berikut : “Kumpulan ilmu pengetahuan .
5. Wolfgang, Savitz, dan Johnston
11Ibid., hal. 3.
12 W. A. Bonger, Pengantar Teori Kriminologi, PT. Pembangunan, Ghalia Indonesia, Jakarta,
1982, hal. 21.
13Wahju Muljono, Pengantar Teori Kriminologi, Pustaka Yustisia, Cetakan kesatu,
tentang kejahatan yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan dan
pengertian tentang gejala kejahatan dengan jalan mempelajari dan
menganalisis secara ilmiah keterangan-keterangan,
keseragaman-keseragaman, pola-pola, dan faktor-faktor kausal yang berhubungan
dengan kejahatan , pelaku kejahatan serta reaksi masyarakat terhadap
keduanya”.14
a. Perbuatan yang disebut sebagai kejahatan
Lebih lanjut Wolfgang dan kawan-kawan membagi obyek studi
kriminologi sebagai berikut :
b. Pelaku kejahatan dan
c. Reaksi masyarakat yang ditujukan baik terhadap perbuatan maupun
terhadap pelakunya.
Ketiganya ini tidak dapat dipisah-pisahkan. Suatu perbuatan baru dapat
dikatakan sebagai kejahatan bila ia mendapat reaksi reaksi dari
masyarakat.
6. Mr. Paul Moedikno Moeliono
Mengatakan kriminologi adalah ilmu pengetahuan dari berbagai ilmu
yang membahas kejahatan seluas-luasnya15.
14 Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Op.cit, hal.12.
B. Ilmu Pengetahuan Bagian Dari Kriminologi
Menurut W.A. Bonger, ruang lingkup studi kriminologi dibedakan antara
kriminologi murni dan kriminologi terapan.
1. Ruang lingkup kriminologi murni meliputi :
a. Antropologi Kriminal
Ilmu pengetahuan tentang manusia yang jahat (somatis) dari segi
tingkah laku, karakter dan ciri tubuhnya. Bidang ini juga meneliti :
apakah ada hubungan antara suku bangsa dengan kejahatan ? dan
seterusnya. Apakah tingkah laku dan budaya masyarakat yang dapat
menimbulkan kejahatan dan melahirkan pelaku-pelaku kejahatan?.
b. Sosiologi Kriminal
Ilmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat.
Jadi pokoknya tentang : sampai dimana letak sebab-sebab kejahatan
dalam masyarakat (etiologi sosial). Dalam arti luas juga termasuk
penyelidikan mengenai keadaan keliling fisiknya (geografis,
klimatologis dan meteorologis)16 c. Psikologi Kriminal
.
Ilmu pengetahuan ini mempelajari dan meneliti kejahatan dari sudut
kejiwaan penjahat. Pertanyaan-pertanyaan yang dicari jawabannya
oleh bidang ilmu ini antara lain : Apakah kejiwaannya yang
melahirkan kejahatan ?, ataukah karena lingkungan atau sikap
masyarakat yang mempengaruhi kejiwaannya sehingga menimbulkan
kejahatan.
d. Psikopatologi dan neuropatologi kriminal
Ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang penjahat yang sakit jiwa
atau urat syarafnya. Pertanyaan-pertanyaan yang dicari jawabannya
oleh bidang ilmu ini antara lain : Apakah sakit jiwa atau urat syaraf
yang menimbulkan kejahatan dan kejahatan apa yang timbul akibat
sakit jiwa atau urat syaraf tersebut ?.
e. Penologi
Ilmu pengetahuan ini mempelajari dan meneliti tentang kejahatan dari
penjahat-penjahat yang telah dijatuhi hukuman.
2. Ruang lingkup kriminologi terapan, meliputi17 a. Higiene Kriminal
:
Tujuan yang ingin dicapai dibidang ilmu ini untuk mencegah
terjadinya kejahatan. Usaha-usaha pemerintah seperti menerapkan
undang-undang secara konsisten, merapkan sistem jaminan hidup dan
kesejahteraan, dilakukan semata-mata untuk mencegah timbulnya
kejahatan.
b. Politik Kriminal
Pencurian banyak dilakukan oleh penganggur-penganggur yang tidak
memiliki pendidikan dan keterampilan kerja. Oleh karena itu,
pemerintah harus melaksanakan program pendidikan keterampilan
bagi para penganggur sesuai dengan bakat yang dimiliki dan
menyediakan pekerjaan dan penampungannya.
c. Kriminalistik
Untuk mengungkap kejahatan, pengetahuan kriminalistik
dimanfaatkan untuk menerapkan teknik pengusutan dan penyidikan
secara scientific. Dalam mengungkap kejahatan digunakan scientific
criminalistik antara lain yaitu identifikasi, laboratorium kriminal, alat
mengetes golongan darah, alat mengetes kebohongan, balistik, alat
penentu keracunan kedokteran kehakiman, forensic toxiology, dan
scientific criminalistik lainnya sesuai dengan perkembangan
teknologi.
C. Hubungan Antara Kriminologi Dengan Hukum Pidana
Hukum Pidana adalah teori mengenai aturan-aturan atau norma
norma,sedangkan kriminologi adalah teori tentang gejala hukum. Keduanya
bertemu dalam kejahatan yaitu tingkah laku atau perbuatan yang diancam pidana.
Perbedaan hukum pidana dan kriminologi terletak pada obyeknya, yaitu obyek
utama hukum pidana adalah menunjuk kepada apa yang dapat dipidana menurut
norma-norma hukum yang berlaku, sedangkan perhatian kriminologi tertuju
kepada manusia yang melanggar hukum pidana dn lingkungan manusia-manusia
tersebut. Akan tetapi, perbedaan ini tidak begitu sederhana sebab ada suatu
hubungan saling bergantung atau ada interaksi antara hukum pidana dan
Interaksi antara hukum pidana dan kriminologi disebabkan hal-halsebagai
berikut18
a. Perkembangan hukum pidana akhir-akhir ini menganut sistem yang
memberi kedudukan penting bagi kepribadian penjahat dan
menghubungkannya dengan sifat dan berat ringannya (ukuran)
pemidanaannya. :
b. Memang sejak dulu telah ada perlakuan khusus bagi kejahatan yang
dilakukan orang gila dan anak-anak. Akan tetapi, perhatian terhadap
individu yang melakukan perbuatan, belakangan ini telah mencapai arti
berbeda sekali dari usaha-usaha sebelumnya. Dan sehubungan dengan ini,
pengertian-pengertian kriminologi telah terwujud sedemikian rupa dalam
hukum pidana sehingga criminal science sekarang menghadapi
problema-problema dan tugas-tugas yang sama sekali baru dan hubungannya erat
sekali dengan kriminologi.
Walaupun hubungan antara hukum pidana dan kriminologi erat sekali, namun
sebagai suatu ilmu pengetahuan yang mandiri, kriminologi tidak begitu tergantung
pada nilai-nilai hukum pidana.
Kriminologi merupakan suatu ilmu pengetahuan yang deskriptif
(menggambarkan) dan empirik berdasarkan hal-hal yang nyata dan tidak normatif,
akan tetapi obyek penelitiannya itu, yaitu kriminalitas tidak mungkin ditentukan
tanpa ukuran-ukuran berdasarkan penilaian masyarakat.
Hubungan yang erat dengan kriminalitas merupakan syarat utama sehingga
berlakunya norma-norma hukum pidana dapat diawasi oleh kriminologi.
Hubungan ini penting juga dipandang dari sudut praktis.
Akan tetapi, ini tidak berarti bahwa lapangan kriminologi dapat ditentukan
sesuai dengan pengertian crime (kejahatan) menurut hukum pidana. Pengertian
crime (kejahatan) ini adalah not invariable (tidak tetap) atau berubah-ubah
menurut waktu dan tempat.
D. Pandangan Kriminologi Baru Tentang Kejahatan, Penjahat Dan Reaksi
Masyarakat
Aliran kriminologi baru lahir dari pemikiran yang bertolak pada anggapan
bahwa perilaku menyimpang yang disebut sebagai kejahatan, harus dijelaskan
dengan melihat pada kondisi-kondisi struktural yang ada dalam masyarakat dan
menempatkan perilaku menyimpang dalam konteks ketidakmerataan kekuasaan,
kemakmuran dan otomatis serta kaitannya dengan perubahan-perubahan ekonomi
dan politik dalam masyarakat.
Ukuran dari menyimpang atau tidaknya suatu perbuatan bukan ditentukan oleh
nilai-nilai dan norma-norma yang dianggap sah oleh mereka yang duduk pada
posisi-posisi kekuasaan atau kewibawaan, melainkan oleh besar kecilnya kerugian
atau keparahan sosial (social injuries) yang ditimbulkan oleh perbuatan tersebut
dan dikaji dalam konteks ketidakmerataan kekuasaan dan kemakmuran dalam
reaksi terhadap kehidupan kelas seseorang. Disini yang menjadi nilai-nilai utama
adalah keadilan dan hak-hak asasi manusia.
Rumusan kejahatan dalam kriminologi semakin diperluas. Sasaran perhatian
terutama diarahkan kepada kejahatan-kejahatan yang secara politis, ekonomis dan
sosial amat merugikan yang berakibat jatuhnya korban-korban bukan hanya
korban individual melainkan juga golongan-golongan dalam masyarakat.
Pengendalian sosial dalam arti luas dipahami sebagai usaha untuk memperbaiki
atau merubah struktur politik, ekonomi dan sosial sebagai keseluruhan.
Robert F Meier mengungkapkan bahwa salah satu kewajiban kriminologi baru
ini adalah untuk megungkap tabir hukum pidana, baik sumber-sumber maupun
penggunaan-penggunaannya, guna membuka kepentingan-kepentingan
penguasa.19
E. Mazhab-Mazhab Kriminologi Dan Pendekatan-Pendekatannya
I. Mazhab-Mazhab Kriminologi
1. Mazhab Klasik
Mazhab klasik ini mempunyai dua pemikiran dasar bahwa perbuatan
manusia dilakukan karena dua hal, yaitu penderitaan dan kesenangan. Hal
tersebut dikarenakan manusia memiliki free will , kemudian dalam
bertingkah laku manusia memiliki kemampuan untuk memperhitungkan
perilakunya berdasarkan hedonism. Untuk itulah perbuatan tersebut
mempunyai resiko. Mazhab kalsik ini mempunyai asumsi bahwa hukuman
dijatuhkan berdasarkan tindakannya bukan karena kesalahannya.
Mazhab klasik ini memandang bahwa keadilan dibagi dalam 8 prinsip ,
yaitu20
a. Pembentukan suatu masyarakat yang berdasarkan pada kontrak
(contractual society) untuk menghindarkan perang dari kekacauan;
:
b. Sumber hukum adalah undang-undang, bukan hakim. Hanya
undang-undang yang menentukan hukuman bagi kejahatan.
Kekuasaan membuat undang-undang hanya ada pada pembuat
undang-undang.
c. Tugas hakim hanyalah menentukan kesalahan sesorang , hukuman
adalah urusan undang-undang. Hakim tidak boleh
menginterpretasikan undang-undang. Hakim tidak dapat
menjatuhkan hukuman dengan alasan apapun sebelum ditentukan
oleh undang-undang.
d. Hak negara untuk menghukum. Hak penguasa untuk menghukum
didasarkan kepada keperluan mutlak membela kebebasan
masyarakat yang telah dipercayakan kepadanya dari keserakahan
individu;
e. Harus ada suatu kejahatan dan hukuman;
f. Sengsara dan kesenangan adalah dasar dari motif-motif manusia;
g. Perbuatannya dan bukan kesalahannya yang merupakan ukuran
dari besarnya kerugian yang diakibatkan oleh kejahatan;
h. Prinsip dasar dari hukum pidana terletak pada sanksi yang positif.
2. Mazhab Neo Klasik
Mazhab ini menginginkan pembaharuan dari pikiran mazhab klasik,
pembaruan ini didasarkan setelah melihat kenyataan bahwa pemikiran
mazhab klasik setelah dijalankan menimbulkan ketidakadilan21
a. Adanya pelunakan atau perubahan pada doktrin kehendak bebas;
kebebasan kehendak dapat dipengaruhi oleh patologi yang artinya
ialah ketidakmampuan untuk bertindak, sakit jiwa atau lain
keadaan yang mencegah seseorang untuk memperlakukan
kehendak bebasnya dan Predimitasi yang artinya adalah niat yang
dijadikan ukuran daripada kebebasan kehendak (hal-hal aneh). .
Adapun ciri-ciri dari mazhab neo klasik :
b. Pengakuan daripada sahnya keadaan yang melunak. Ini dapat
berupa fisik, keadaan lingkungan atau keadaan mental dari
individu.
c. Perubahan doktrin tanggung jawab sempurna untuk
memungkinkan pelunakan hukuman menjadi tanggung jawab
sebagian saja, sebab-sebab utama untuk
mempertanggungajawabkan seseorang sebagian saja adalah
kegilaan, kebodohan, dan lain-lain keadaan yang dapat
mempengaruhi “pengetahuan dan niat” seseorang pada waktu
melakukan kejahatan.
d. Dimasukkannya kesaksian atau keterangan ahli di dalam acara
pengadilan untuk menentukan besarnya tanggung jawab untuk
menentukan apakah si terdakwa mampu memilih antara yang benar
dan yang salah.
3. Mazhab Positivis
Pandangan mazhab positivis dibagi menjadi dua yaitu22
a. Determinasi Biologis , berdasarkan pemikiran bahwa perilaku
manusia sepenuhnya tergantung dari pengaruh biologis yang ada
dalam dirinya; dan
:
b. Determinasi Kultural , aliran ini mendasarkan pada pemikiran
mereka terhadap pengaruh sosial , budaya dan lingkungan di mana
seseorang hidup.
Cesare Lombroso mengklasifikasikan penjahat dalam empat golongan, yakni :
a. Born Criminal, adalah orang yang berdasarkan pada doktrin
atavisme;
b. Insane Criminal, adalah orang yang tergolong dalam kelompok
idiot, imbisil, atau paranoid;
c. Occasional Criminal atau Criminaloid, yaitu pelaku kejahatan
berdasarkan pengalaman yang terus menerus sehingga mempengaruhi
pribadinya.
d. Criminals of passion, yaitu pelaku kejahatan yang melakukan
tindakannya karena marah, cinta atau karena kehormatan.
Dalam ajarannya Lombroso mengatakan bahwa asal mula kejahatan
berasal dari gen kebuasan dan sikap liar yang diturunkan oleh nenek moyang
manusia. Penjahat sejak lahir merupakan tipe khusus, dan tipe ini dikendali
dari bentuk atau cacat fisik tertentu. Lebih lanjut Lombroso menggaris bawahi
bahwa cacat ataupun keanehan tersebut sebagai takdir untuk menjadi
gambaran dari kepribadiannya sebagai penjahat.
4. Mazhab Kritis
Mazhab kritis dikenal juga dengan istilah Critical Criminology atau
kriminologi baru.
Ada empat syarat yang harus diperhatikan untuk menggunakan
mazhab kristis, yaitu23
a. Harus ada metodologi yang dapat digunakan untuk menggali
kekayaan dunia penjahat dan metodologi yang dapat menghargai
berbagai masalah yang dihadapi penjahat; :
b. Memperhatikan dampak yang ditimbulkan oleh lembaga-lembaga
hukum terhadap realitas sosial penjahat;
c. Aspek kriminal dan nonkriminal satu sama lain saling berhubungan
erat;
d. Kejahatan dan penjahat merupakan hasil dari interaksi antara
aturan-aturan , pembentukan hukum, penegakan hukum, dan
pelanggaran hukum.
II. Pendekatan-Pendekatan
A. Pendekatan Interaksionis
Kejahatan dipandang sebagai suatu perbuatan atau perilaku yanag
menyimpang secara sosial. Defenisi kejahatan tergantung keadaan sosial.
Tiga konsep dasar pada pendekatan ini24
a. Manusia berperilaku berdasarkan arti sesuatu yang melekat (inheren)
pada perilaku tersebut ;
:
b. Arti dari sesuatu timbul atau ditafsirkan berdasarkan interaksi sosial ;
c. Pemberian arti terhadap sesuatu tersebut berlngsung secara
terus-menerus.
B. Pendekatan Konflik
Pendekatan ini beranggapan bahwa hukum berisi nilai-nilai yang tidak
mencerminkan keinginan seluruh masyarakat tetapi hanya
menggambarkan keinginan dari sekelompok warga masyarakat yang
memiliki kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial. Hukum
dibuat untuk melindungi nilai dan kepentingan kelompok yang berkuasa.
Hingga dengan demikian defenisi penjahat ditentukan oleh penguasa.
Pendekatan ini dibagi menjadi dua subpendekatan ;
a. Pendekatan Konflik Non-Marxis : pendekatan ini menghendaki hukum
pidana ditinjau kembali menjadi lebih baik. Konsekuensinya , hukum
pidana yang bersangkutan dapat saja diubah atau diganti dengan
hukum pidana yang lebih baik ;
b. Pendekatan Konflik yang Marxis : menghendaki perubahan hukum
pidana dilakukan orang yang memang benar-benar bersih, dengan kata
lain adalah perubahan struktur
2. Pengertian Kejahatan dan Pencurian Secara Umum
A. Pengertian Kejahatan
Kejahatan merupakan sebagian dari masalah-masala manusia dalam
kehidupan sehari-hari, oleh karena itu kita harus memberi batasan tentang apa
yang dimaksud dengan kejahatan itu sendiri baru kemudian dapat dibicarakan
unsur-unsur lain yang berhubungan dengan kejahatan tersebut. Misalnya siapa
yang berbuat, sebab-sebab dan sebagainya. Batasan mengenai Kejahatan menurut
Bonger adalah “perbuatan yang sangat anti sosial yang memperoleh tantangan
dengan sadar di negara berupa pemberian penderitaan ( hukuman atau tindakan)”.
Selanjutnya Bonger menyatakan :
“Kejahatan merupakan sebagian dari perbuatan immoral. Oleh sebab itu
perbuatan immoral adalah perbuatan anti sosial. Namun demikian haruslah
dilihat juga tingkah lakunya dan masyarakat. Sebab perbuatan seseorang
tidaklah sana dan suatu perbuatan immoral belum tentu dapat dihukum”.25
Secara yuridis , kejahatan diartikan sebagai suatu perbuatan melanggar hukum
atau yang dilanggar oleh undang-undang. Disini diperlukan suatu kepastian
hukum, karena dengan ini orang akan tahu apa perbuatan jahat dan apa yang tidak
jahat.
Hukum penting sekali mengingat apa yang dikatakan oleh Parson tentag
kejahatan yaitu : “suatu aksi yang melanggar hukum dan dapat dihukum atas
perbuatannya dengan hukuman penjara, denda, hukuman mati dan lain-lain”.
Berdasarkan rumusan tersebut , Parson menekankan pada pelanggaran
undang-undang sebagai setiap perbuatan yang melanggar hukum dapat disebut kejahatan.
Selanjutnya Parson mengatakan bahwa kejahatan itu adalah pelanggaran daripada
kenyataan atau terhadap hukum kebiasaan atau public opinion didalam waktu
tertentu.26
Kegagalan tingkah laku masyarakat dapat meyebabkan seseorang berbuat
sesuatu yang merugikan masyarakat, karena putus asa dalam kehidupannya. Hal
inilah yang menimbulkan masalah dalam masyarakat. Seperti yang dikemukakan
oleh M. A. Elliot “ kejahatan adalah suatu problem masyarakat modern atau
tingkah laku yang gagal , yang melanggar hukum dan dapat dijatuhi hukuman
penjara, mati, denda dan lain-lain”
27
B. Pengertian Pencurian secara Umum
Pencurian adalah salah satu jenis kejahatan terhadap harta kekayaan manusia
yang diatur dalam KUHP dimana merupakan suatu masalah yang berkembang dan
merajalela dikalangan masyarakat. Masalah pencurian banyak dijumpai di
berbagai tempat baik di desa maupun dikota.
Adapun pengertian pencurian yang terdapat dalam Pasal 362 KUHP adalah
sebagai berikut28
a. Bila barang yang dicuri itu hewan dari semua jenis, hewan yang memamah
biak dan berkuku satu. :
“ Barang siapa yang mengambil sesuatu barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum karena pencurian dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900,“.
Sedangkan pencurian yang terjadi pada perkebunan oleh sekelompok orang
atau individu yang dilakukan umumnya pada malam hari termasuk kualifikasi
pencurian dengan pemberatan dan diancam dengan hukuman yang lebih berat
seperti yang tercantum pada pasal 363 KUHP dengan ancaman hukuman penjara
selama-lamanya 7 ( tujuh) tahun. Selanjutnya akan dijelaskan mengenai pencurian
dengan pemberatan seperti yang terurai dibawah ini, disebut dengan pencurian
dan pemberatan ialah pencurian biasa yang diatur didalam Pasal 362 KUHP
dengan disertai salah satu keadaan seperti berikut :
b. Pencurian dilakukan pada waktu ada kejadian macam-macam, mala petaka
seperti, gempa, banjir.
c. Kebakaran, dan lain sebagainya.
d. Apabila dilakukan pada waktu malam, dalam rumah atau pekarangan
tertutup yang ada rumahnya.
e. Pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih
f. Apabila dalam pencurian pencuri masuk kedalam lokasi atau mencapai
barang yang dicuri dengan jalan membongkar memecah dan lain-lain.
Sedangkan jika pencurian dengan pemberatan yang diatur dalam Pasal 363
KUHP itu dikaitkan dengan Pasal 55 KUHP maka terdapat hal-hal atau
unsur-unsur , “pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih” , karena dalam Pasal 55
KUHP seseorang dihukum sebagai orang yang melakukan peristiwa pidana bila :
a. Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta
melakukan perbuatan.
b. Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan
menyalahgunakan kekuasaan dan martabat, dengan kekerasan, ancaman,
atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan , sarana, atau
keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan
perbuatan.
Sedangkan jika dilihat dalam Pasal 55 KUHP (orang yang membantu
melakukan kejahatan) ialah jika sengaja memberi bantuan tersebut pada waktu
atau sebelum (jadi tidak sesudahnya) kejahatan itu dilakukan bila bantuan itu
diberikan sesudah kejahatan itu dilakukan , melakukan perbuatan “sekongkol”
Jadi dalam kasus pencurian yang terjadi di perkebunan ini, kriminologi
merupakan suatu ilmu bantu bagi hukum pidana guna memudahkan penanganan
dan penanggulangan terhadap pencurian aset perkebunan, karena untuk dapat
menerapkan aturan-aturan hukum pidana yang hanya melihatnya sebagai alasan
hukum saja dari suatu kejahatan , akan tetapi juga harus memahami gejala-gejala
dari kehidupan manusia yang terletak dibelakang atraksi yuridis ini
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah yang
dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
a. Wawancara.
Dalam metode penelitian ini langsung dilakukan wawancara terhadap
para pejabat polisi dan para staf perusahaan yang berwenang
memberikan informasi.
b. Observasi.
Metode penelitian ini dikenal juga dengan metode pengamatan ,
dimana data dikumpulkan dengan pencatatan sistematis berdasarkan
hasil pengamatan langsung.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Kantor Perkebunan PTPN II Kebun Tanjung
Garbus, Kecamatan Pagar Merbau, Kabupaten Deli Serdang, dengan
wilayah perkebunan Tanjung Garbus-Pagar Merbau. Kecamatan Pagar
Merbau tersebut yang representative untuk mendapatkan gambaran mengenai
masalah yang akan diteliti.
3. Sumber Data
Sumber data terdiri dari 2 yaitu data primer dan data sekunder, dalam
penulisan skripsi ini penulis menggunakan data primer yaitu data yang
diperoleh langsung dari sumbernya, baik melalui wawancara, observasi
maupun laporan dalam bentuk dokumen tidak resmi yang kemudian diolah
oleh peneliti
4. Metode Pengumpulan Data
Dalam penulisan ini digunakan metode penelitian yakni :
a. Library Research (Penelitian Kepustakaan), yakni dengan
melakukan penelitian berbagai sumber bacaan antara lain :
Peraturan perundan-undangan, buku-buku, majalah-majalah,
pendapat sarjana dan juga bahan-bahan kuliah yang menyangkut
skripsi ini.
b. Field Research (Penelitian Lapangan), yakni dengan melakukan
penelitian langsung kelapangan dalam hal ini langsung diadakan
penelitian ke kantor PTPN II Kebun Tanjung Garbus-Pagar
Merbau , Kecamatan Pagar Merbau, Kabupaten Deli Serdang
5. Analisis Data
Data primer yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif untuk
menjawab permasalahan dalam skrispsi ini, yaitu dengan mempelajari secara
utuh dan menyeluruh untuk memperoleh jawaban mengenai skripsi ini.
Metode kualitatif tidak hanya bertujuan mengungkap kebenaran tetapi juga
memahami kebenaran tersebut dan latar belakang terjadinyaa suatu peristiwa.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah ruang lingkup apa saja yang dibahas dalam skripsi ini,
maka penulis terlebih dahulu akan membuat gambaran isi dari materi yang akan
dibahas. Gambaran isi dimaksudkan untuk mengetahui secara garis besar akan
penulisan skripsi ini dan juga bertujuan agar penulisan skrispsi ini lebih terarah
dan terkonsentrasi serta tersusun secara sistematis yang dapat memberikan
gambaran secara singkat namun menyeluruh mengenai isi dan pembahasannya.
Penulisan skripsi ini secara garis besar terdiri dari lima bab, yaitu :
BAB I : PENDAHULUAN
Merupakan bab yang memberikan ilustrasi guna
memberikan informasi yang bersifat umum dan menyeluruh
serta sistematis yang terdiri dari latar belakang,
permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian
BAB II : PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK
PIDANA PENCURIAN
Terdiri dari pembahasan mengenai pengaturan hukum
tindak pidana pencurian yang terjadi di wilayah perkebunan
PTPN II kebun Tanjung Garbus-Pagar Merbau.
BAB III : PENCURIAN ASET PERKEBUNAN DI WILAYAH
PERKEBUNAN PTPN II KEBUN TANJUNG
GARBUS-PAGAR MERBAU LUBUK PAKAM
Terdiri dari pembahasan mengenai gambaran umum
peristiwa pencurian yang terjadi di wilayah perkebunan,
jenis pencurian, faktor penyebab timbulnya pencurian dan
bagaimana tehnik yang dilakukan untuk melakukan tindak
pidana pencurian tersebut.
BAB IV : UPAYA PENANGGULANGAN PENCURIAN ASET
PERKEBUNAN
Dalam bab ini akan menjelaskan upaya –upaya apa yang
akan dilakukan untuk menanggulangi pencurian tersebut
dan pada bab ini juga akan menguraikan dan menganalisa
kasus pencurian yang terjadi di perkebunan PTPN II kebun
BAB V : PENUTUP
Merupakan bagian akhir yang berisikan kesimpulan dan