• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. kreatifitas dan teknologi (driving creativity). Di saat ini manusia mulai memasuki

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. kreatifitas dan teknologi (driving creativity). Di saat ini manusia mulai memasuki"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

14 BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 New Wave Marketing

Era new wave marketing dengan teknologi yang ada mendorong lahirnya kreatifitas dan teknologi (driving creativity). Di saat ini manusia mulai memasuki tahap perkembangan peradaban yaitu sebagai kreatif, akumulasi pengetahuan yang sebelumnya sudah di dapat pada era informasi menjadikan orang mampu melahirkan kebijakan untuk menciptakan berbagai hal jauh lebih kreatif. Pada teknologi era new wave mendorong tumbuhnya partisipasi, semakin banyak orang bisa terhubung dan berkolaborasi antara satu dengan yang lain untuk menciptakan sesuatu (Kertajaya. 2009:156). Selain itu akses pada new wave marketing harus memungkinkan terciptanya value secara bersama melalui jaringan orang yang saling berbagi, berinteraksi dan menyelesaikna masalah. New wave marketing harus mampu mengkombinasikan sejumlah aktivitas pemasaran secara kreatif dengan fokus kepada individu-individu yang diharapkan bisa memiliki interest dan values yang sama dengan perusahaan.

Pemasaran terdiri atas tiga komponen yaitu Strategy, Tactic, dan Value. Dimana dalam New Wave Marketing, elemen-elemen pemasaran tersebut mengalami pergeseran yaitu pergeseran dari sisi strategi pemasaran dimana dari yang namanya Segmentation menjadi Communitization, Targeting menjadi Confirmation, dan Positioning menjadi Clarification. Penerapan elemen taktik

(2)

pemasaran berubah karena terjadi pergeseran praktek Codification, dari bauran pemasaran 4P (

menjadi New Wave Marketing communal activation, conversation), Sedangkan Marketing Value menjadi Care, dan dari Legacy ke era New Wave gambar 2.1 berikut ini :

Sumber : Hermawan Kartajaya dalam Buku CONNECT(2010:84)

Strategi pemasaran dari

Horizontal Marketing (New Wave Marketing) Vertical Marketing

Horizontal Marketing

(Dipengaruhi oleh 5 faktor horisontalisasi pemasaran)

berubah karena terjadi pergeseran praktek Differentiation

, dari bauran pemasaran 4P (product, price, place, promotion menjadi New Wave Marketing-Mix 4C crowd-combo (co-creation, currency,

on, conversation), dan juga dari Selling ke Commercialization Marketing Value bergeser dari Brand ke Character

dan dari Process menjadi Collaboration. Perubahan dari era New Wave ditandai oleh beberapa faktor yang dapat dilihat dari berikut ini :

Sumber : Hermawan Kartajaya (2010:84)

Strategi pemasaran dari Vertical Marketing (Legacy Marketing) Horizontal Marketing (New Wave Marketing) Vertical Marketing Horizontal Marketing 5 faktor horisontalisasi pemasaran) Analisis 4C to 5C Analisis 9C to 12C Gambar 2.1 Differentiation menjadi product, price, place, promotion) creation, currency, Commercialization. Character, dari Service

Perubahan dari era faktor yang dapat dilihat dari

(3)

Dari gambar dapat diketahui bahwa perubahan strategi pemasaran dari Vertical Marketing (Legacy Marketing) menjadi Horizontal Marketing (New Wave Marketing) dipengaruhi oleh 5 faktor horisontalisasi pemasaran, yaitu faktor teknologi, political legal, ekonomi, budaya sosial dan pasar. Dimana dengan adanya perubahan strategi pemasaran, maka elemen-elemen di dalamnya berubah seperti analisis pasar 4C (Change agents, Competitor, Company, dan Customer) dalam pemasaran berubah menjadi analisa 5C (Change agents, Competitor, Company, dan Customer + Connector) dan elemen inti dalam pemasaran yang 9C (segmenting, targeting, positioning, selling, differentiation dan 4 marketing mix) menjadi 12C (Communitization, Confirmation, Clarification, Codification, Co-Creation, Currency, Communal Activation, Conversation, Commercialization, Character, Care, dan Collaboration).

2.1.1.2 New Wave Marketing Mix

New wave Marketing, marketing mix adalah unsur kedua dalam taktik, yang mengintegrasikan tawaran, logistik dan komunikasi perusahaan. Menurut Hermawan Kertajaya (2009:122) New wave marketing mix terdiri dari Co-creation (product), Currency (price), Communal activation (place), Conversation (Promotion), Commercialization (selling).

1. Co-creation

Dalam konsep new wave marketing mix, kata “product” sudah tergantikan dengan “co-creation”. Ada dua hal pokok yang membedakan konsep product tradisional dengan co-creation. Pertama adalah tentang value creation. Dalam konsep tradisional, value suatu product dibuat oleh perusahaan sendiri untuk

(4)

kemudian di-deliver kepada pelanggan dalam bentuk barang jadi yang siap dikonsumsi. Sedangkan dalam konsep co-creation, value diciptakan bersama-sama antara perusahaan dengan pelanggan. Kedua adalah tentang value basis. Dalam konsep tradisional, product adalah basis value yang utama, artinya kepuasan pelanggan ditentukan dari berbagai feature yang ada di produk tersebut. Sedangkan dalam co-creation, basis value yang utama justru berasal dari proses interaksi antara perusahaan dengan pelanggannya. Proses pengembangan produk baru selalu melahirkan hal baru, dimana pengembangan produk baru merupakan tahapan proses yang penuh dengan tantangan dan resiko tinggi.

Didalam proses pengembangannya yang melibatkan berbagai lintas divisi atau departemen. Tidak hanya departemen pemasaran tetapi juga sampai bagian operasional lain. Tahap-tahap pengembangan produk adalah sebagai berikut : pertama adalah penemuan ide. Pada tahap ini biasanya di mulai dari studi pasar terkait dengan tren pasar, identifikasi perilaku konsumen dan eksploitasi kebutuhan serta keinginan konsumen. Berbagai ide dasar yang didapatkan ide yang relevan dengan produk yang akan di kembangkan, melalui pengembangan produk Creation kreatifitas dalam pembuatan produk di serahkan kepada Co-Creator sehingga tercipta pendekatan company centric yang berdasarkan muti sumber.

2. Currency

New wave adalah dunia yang horizontal, yang pada akhirnya penetapan suatu harga harus dilakukan bersama-sama karena prouknya di lakukan Co-Creation. Maka penetapan harga harus melalui pendekatan negosiasi yang

(5)

horizontal. Dengan demikian harga menjadi semakin dinamis karena informasi untuk menetapkan suatu barang berkembang.

3. Comunal Activation

Pada praktek channeling di dunia yang serba horizontal seperti sekarang akan semakin berubah menjadi kearah komunal dimana peroduk di salurkan oleh komunitas melalui Conneting platform yang sifatnya mobile, yang ada di dunia online dan offline.

4. Conversation

Promosi bertujuan untuk menginformasikan produk, membujuk dan mengingatkan pelanggan untuk membeli produk kita. Promosi di gunakan untuk membujuk pelanggan untuk membeli melalui komunikasi antar pelanggan yang dapat merekomendasikan produk kepada orang lain atau word of mouth. Berikut Gambar 2.2 menunjukan new wave marketing mix :

Sumber : Hermawan Kertajaya (2009:122)

Gambar 2.2

New Wave Marketing Mix Conversation Co-Creation Communal activation New Wave Marketing Currency

(6)

2.1.2 Co-Creation

Di era New wave marketing adalah era dimana produsen dapat berkreasi bersama konsumen yang pada praktek pengembangan produk co-creation yang dinamis, interaktif dan bedasarkan multisumber dimana terdapat proses terkait dengan penciptaan nilai dilakukan yang bukan lagi sekedar mengkoordinir segala sesuatu yang berhubungan dengan quality, cost and delivery tetapi harus dilakukan secara kolaborasi (Hermawan Kertajaya 2009:137). Keberhasilan produk baru tidak hanya dipengaruhi oleh kualitas produk, namun juga kondisi pasar, pemilihan target pelanggan, bahkan waktu peluncuran produk serta kondisi pasar. Pada proses pengembangan produk di era new wave marketing perusahaan berusaha melakukan kreasi bersama para ahli yang mampu mengindentifikasi dan menciptakan produk yang berkualitas. Prahalad dan Ramaswanmy dalam Kertajaya (2009:132) berpendapat apabila perusahaan sudah menjalankan proses Co-Creation dengan baik, maka value dari produk tersebut akan lebih baik dari produk yang dihasilkan.

Dalam buku Co-Creation: New pathways to value and overview, Coates (2008:3) menjelaskan “ Co-Creation is a active, creative and social process, based on collaboration between producers and users, that is initiated by the firm to generate value for costumers”. Co-Creation adalah aktifitas kreatif dan social proses melalui kolaborasi antara produsen dan penggunaan untuk menciptakan nilai pada pelanggan. Prahalad dan Ramaswamy (2004:16) “Co creating is engaging customers as active partipants in the consumption

(7)

experience, with the various points if interaction being the locus of Co-creation of value”.

Berdasarkan definisi-definisi di atas maka Co-Creation dapat di definisikan sebagai suatu bentuk kerjasama yang lebih dinamis, bersifat interaktif, dan berasal dari multi sumber melalui aktifitas kreatif dan sosial melalui proses kolaborasi antara produsen dengan pengguna untuk menciptakan nilai pada pelanggan. Proses pengembangan produk baru selalu melahirkan hal baru, dimana pengembangan produk baru merupakan tahapan proses yang penuh dengan tantangan dan resiko tinggi. Di dalam proses pengembangannya yang melibatkan berbagai lintas divisi dan departemen. Tidak hanya departemen pemasaran tetapi juga sampai bagianoperasional lainnya. Tahap-tahap pengembangan produk adalah sebagai berikut: pertama adalah penemuan ide. Pada tahap ini biasanya di mulai dari studi pasar terkait dengan tren pasar, identifikasi perilaku konsumen dan eksploitasi kebutuhan serta keinginan konsumen. Berbagai ide dasar yang didapatkan ide yang relevan dengan produk yang akan di kembangkan, melalui pengembangan produk Co-Creation kreatifitas dalam pembuatan produk di serahkan kepada Co-Creator sehingga tercipta pendekatan company centric yang berdasarkan multisumber.

2.1.2.1 Kunci Dalam Membangun Co-creation Dengan Model DART

Model DART (Dialogue, Access, Risk-assesment, and Transparency) adalah suatu model yang menggambarkan secara lugas mengenai fondasi atau prinsip-prinsip dasar yang harus dimiliki perusahaan agar dapat berhasil menerapkan penciptaan nilai bersama. Akses konsumen pada informasi dan

(8)

kemampuan mereka untuk berdialog melalui consumer communities telah mengubah peran konsumen dalam sistem bisnis saat ini. Menurut Prahalad dan Ramaswamy (2004:12) Kompetisi masa depan bergantung kepada pendekatan baru akan penciptaan nilai yang berdasarkan pada penciptaan nilai bersama yang berpuat pada individu diantara pelanggan dan perusahaan.

Oleh karena itu, untuk sukses dalam co-creating value perusahaan harus focus pada beberapa hal berikut yang disebut “new set of building blocks” atau sering juga disebut dengan DART yaitu:

1) Dialogue (dialog)

Dialog atau pembicaraan yang terjadi antara konsumen dan perusahaan harus focus pada kepentingan keduanya. Perusahaan harus lebih dari sekedar mendengarkan konsumen. Selain itu juga di harapkan adanya rules of engagement dan productive interaction.

2) Access ( Akses)

Akses di mulai dengan adanya informai dan peralatan, dapat berupa internet. Suatu perusahaan dapat memberikan akses data mengenai process and design kepada konsumen.

3) Risk Assement (Pengukuran Resiko)

Kebebasan untuk bertukar informasi,baik untuk mempekirakan maupun membagi resiko. Saat konsumen dan perusahaan menjadi Co-creator Value, permintaan informasi mengenai potensi resiko akan meningkat, mereka juga dapat lebih mempekirakan resiko yang akan datang.

(9)

Transparansi diciptakan untuk menciptakan kepercayaan konsumen dan perusahaan, misalnya mengenai harga, selain itu transparansi juga untuk memfasilitasi apabila adanya potensi gangguan yang datang dalam interaksi. 2.1.2.2 Pilihan Dimensi Interaksi pada Pelanggan-Perusahaan

Seperti sudah dibahas sebelumnya bahwa dialogue, access, risk assessment dan transparency atau DART model menjadi prinsip-prinsip dasar yang harus dimiliki perusahaan agar dapat berhasil menerapkan penciptaan nilai bersama, Namun model DART saja tidak cukup untuk menciptakan pengalaman yang memuaskan pelanggan. Menurut Prahalad dan Ramaswamy (2004:40-49) perusahaan juga harus fokus kepada dimensions of choice dari interaksi mereka dengan pelanggan yang harus mengkondisikan co-creation experience dengan baik. Dimensi-dimensi tersebut antara lain :

1) Interaction Across (Interaksi Silang)

Walaupun banyak anggapan kemajuan teknologi dapat merevolusi saluran dalam industri, mereka tidak menyadari bahwa pilihan saluran baik itu dilakukan perusahaan maupun pelanggan, dapat membentuk co-creation experience pengalaman penciptaaan bersama yang fundamental.

Prahalad dan Ramaswamy (2004:41) menyatakan pilihan akan perusahaan dan saluran sepenuhnya ditangan individu masing-masing. Seiring dengan variasi akan saluran ini, kualitas dari co-creation experience melalui saluran yang berbeda-beda harus tetap konsisten untuk menciptakan value, konsumen harus menggunakan interaksi silang ini sesuai dengan pilihan mereka sebagai fungsi dari consumer’s competence (kompetensi konsumen), backgrounds (latar

(10)

belakang), interest (ketertarikan), dan needs (kebutuhan). Tugas perusahaan disini adalah untuk mengatur interaksi silang dengan meyakinkan dan menciptakan kualitas yang konsisten.

Prahalad dan Rameswamy (2004:40) mengatakan Konsumen menginginkan kebebasan memilih dalam berinteraksi dengan perusahaan melalui berbagai cara. Oleh karena itu, perusahaan harus berfokus pada Co-creation experience melalui saluran yang beragam.

2) Options (Pilihan Produk)

Konsumen ingin menentukan pilihan yang merefleksikan pandangan mereka akan nilai. Perusahaan harus dapat menyediakan experience centric option yang merefleksikan keinginan dan kebutuhan konsumen.

Prahalad dan Rameswamy (2004:44) menyatakan Sebagai konsumen, saya menginginkan pilihan yang memungkinkan saya untuk merancang pengalaman pribadi saya sendiri secara efektif, sesuai dengan apa yang saya inginkan. Sebagai konsumen, saya ingin perusahaan mengakomodasi keadaan saya, kebutuhan saya, pilihan atau preferensi saya, pengalaman saya, dan hasrat saya. Saya ingin memasukan pandangan saya mengenai nilai kepada menu pada pilihan, daripada menerima menu yang sudah disediakan oleh perusahaan. Hal ini sepantasnya menjadi perhatian bagi para supplier agar nilai pelanggan yang dirasakan (customer delivered value) menajdi optimal dan konsumen akan merasa puas akan kinerja perusahaan yang bersangkutan.

(11)

3) Acces (Akses)

Akses antara perusahaan dengan konsumen merupakan dasar yang sifatnya tradisional dari proses ekstrasi nilai. Akses mencakup logistik, informasi, saluran, dan biaya-biaya, juga usaha antar kedua belah pihak.

Prahalad dan Rameswami (2004:40) mengungkapkan Konsumen ingin berinteraksi dan melakukan interaksi dengan gaya dan bahan yang mereka inginkan. Variabel kunci dari transaksi experience adalah heterogenitas konsumen. Sebagai contoh, konsumen memiliki sikap yang berbeda-beda mengenai imbas dari penggunaan teknologi informasi terhadap privasi mereka. Heterogenitas inilah yang terkadang terlupakan oleh para manajer perusahaan , mereka hanya berfokus kepada penghematan biaya saja.

Hal ini kembali menunjukan adanya gap antara company think dan customer think. Bagi perusahaan, efisiensi akses dapat menghasilkan penurunan biaya yang membawa pada pencitaan nilai, sementara bagi konsumen kemudahan dan keterbukaan menciptakan kepuasan yang berujung pada kesetian pelanggan atas pengalaman yang mereka telah alami.

4) Price Experience ( Pengalaman terhadap Harga)

Dunia bisnis seringkali memandang kinerja produk dan harga dengan menggunakan sudut pandang perusahaan. Para pelaku bisnis biasa menegosiasikan harga dengan biaya, menciptakan harga berdasarkan struktur pembiayaan perusahaan.

Prahalad dan Ramaswamy dalam Kertajaya (2009:132) berpendapat “apabila perusahaan sudah menjalankan proses Co-creation dengan baik dari

(12)

produknya akan lebih baik dari produk yang dihasilkan melalui new product development”. Dalam menerapkan Co-creation, ada beberapa hal yang harus di penuhi. Pertama, identifikasi perilaku konsumen dalam membeli, yang secara umum dapat di bagi menjadi dua, yaitu high involvement dan low involvement. Konsumen dengan proses pembelian produk high involvement adalah konsumen yang ketika membeli produk tersebut harus memperhatikan dengan teliti setiap fitur yang ada dalam produk tersebut dan biasanya proses pembeliannya membutuhkan waktu yang lama, sementara itu low involvement adalah produk-produk yang proses pembelian relatif singkat.

Industri yang secara tipikal sarat dengan konsumen yang berperilaku high involvement adalah industri yang relatif lebih mudah menerapkan Co-creation karena tipikal konsumen di industri atau pasar ini jauh lebih aktif dari pada industri yang konsumennya memiliki low involvement terhadap produk. Berikut Gambar 2.4 pasar yang terintegrasi dalam nilai proses kreasi

Sumber: Prahalad dan Ramaswamy (2004:7)

GAMBAR 2.3

PASAR YANG TERINTEGRASI DALAM NILAI PROSES KREASI The Market

Co-creation Experiences of unique value in the contenx of an individual at a specific moment The Firm Collaboration in Co-creating value and competittor in extracing economic value The Consumer Collaborator in Co-creating value and competitor in extracing economic value

(13)

2.1.2.3 Riset mengenai Co-Creation

Literatur yang menghubungkan Co-production dan Co-creation menurut sudut pandang Varigo dan Lusch dalam Payne, Et Al (2008:84) menerangkan bahwa Co-production itu lebih di gunakan pada keilmuan Goods Dominant (dominan-barang). Berikut beberapa aplikasi Co-Production yang umum kita ketahui :

1. Keterikatan emosional dengan pelanggan melalui periklanan dan aktivasi promosi. Contohnya adalah Club Med, perusahaan yang membuat pesan emosional yang kuat melalui iklan yang berbeda dengan yang lain

2. Self service dimana terdapat perpindahan tenaga kerja dari produsen kepada konsumen, contohnya adalah IKEA, sebuah perusahaan retail yang secara aktif melibatkan pelanggan dalam aktifitas utama seperti transportasi dan perakitan furniture yang akan di beli.

3. Supplier menyediakan pengalaman dan pelanggan menjadi bagian dari konteks tersebut. Contohnya adalah taman bermain Disney yang menekankan pada pengalaman pelanggan. Para pekerja disana di sebut Cast member, yaitu melakukan peran secara seksama untuk menciptakan pengalaman yang tak terlupakan bagi para pelanggan.nya

4. Pelanggan memilih dengan otoritasnya sendiri menggunakan proses yang telah di tentykan oleh supplier untuk menyediakan masalah yang mungkin timbul

5. Pelanggan dan supplier bersama-sama terlibat dalam aktifitas penting untuk mendesain bersama suatu produk.

(14)

2.1.3 Kepuasan Pengguna 2.1.3.1 Pengertian Kepuasan

Pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi atau menggunaka produk atau jasa suatu perusahaan itu berbeda-beda. Konsumen akan merasa pengalamanan berkesan dengan produk atau jasa yang bersangkutan apabila apa yang mereka ekspektasikan sebelumnya mengenai produk atau jasa yang disajikan dapat memenuhi criteria atau tuntutan konsumen tersebut, yang nantinya hal ini akan menuntun kepada kepuasan. Berikut definisi kepuasan :

Tabel 2.1

DEFINISI KEPUASAN

No Sumber Definisi

1 Lovecock dan Lauren Wright (2005:102)

Kepuasan adalah keadaan emosional,reaksi pasca pembelian pelanggan berupa

kemarahan,ketidakpuasan,kejengkelan, netralitas, kegembiraan, atau kesenangan. 2 Oliver dalam Fandy

Tjiptono dan Gregorius Chandra (2005:196)

Kepuasan adalah suatu penilaian bahwa fitur produk atau jasa, atau produk atau jasa itu sendiri, memberikan tingkat pemenuhan berkaitan dengan konsumsi yang

menyenangkan, termasuk tingkat Under-Fulfillment dan Over-Under-Fulfillment

3 Halstead et al, dalam Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra (2005:196)

Kepuasan pelanggan merupakan respon afektif yang sifatnya transaction-spesific dan di hasilkan dari perbandingan yang di lakukan konsumen antara kinerja produk dengan beberapa standar pra-pembelian

4 Kotler dan Amstrong (2005:793)

Kepuasan pelanggan (Customer Satisfation) pada sebuah pembelian bergantung pada kinerja actual produk tersebut dibandingkan dengan harapan-harapan seorang pembeli. Bila kinerja produk jauh dari harapan, maka pelanggan tersebut merasa tidak puas. Bila kinerja produk sesuai dengan harapan, pelanggan sangat puas atau sangat senang.

5 Freddy Rangkuti (2006:23)

Kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara tingkat kepentingan dan kinerja atau hasil yang di rasakan.

(15)

6 Day dalam Fandy Tjiptono (2008:37)

Kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidak sesuaian (disconfirmation) yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya.

7 Peter dan Olson (2002:402)

Suatu Tingkatan dimana kinerja produk telah mencapai ekspetasi pelanggan

8 Boore dan Kurts (1999:47)

Sebuah hasil dari barang dan jasa yang telah mempertemukan kebutuhan pelanggan dengan ekpetasi yang di harapkan

Sumber : Disarikan dari Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra (2008:196)

Definisi diperkuat oleh perspektif Alida Palilati pada jurnal analisis ekonomi dan pembangunan (2004:65) “ Dalam konteks teori Consumer behavior, kepuasan konsumen lebih banyak di definisikan dari perspektif pengalaman konsumen setelah mengkonsumsi atau menggunakan suatu produk atau jasa. Dengan demikian kepuasan dapat diartikan sebagai hasil dari penilaian konsumen bahwa produk atau pelayanan telah memberikan tingkat kenikmatan dimana tingkat pemenuhan ini dapat lebih atau kurang. Tingkat kenikmatan yang dimaksud adalah kesesuaian antara apa yang di rasakan oleh konsumen dari pengalaman konsumsinya dengan apa yang di harapkan.

Menurut Kotler dan Armstrong (2008:14) Kepuasan pelanggan (Customer Satisfation) pada sebuah pembelian bergantung pada kinerja actual produk tersebut dibandingkan dengan harapan-harapan seorang pembeli. Bila kinerja produk jauh dari harapan, maka pelanggan tersebut merasa tidak puas. Bila kinerja produk sesuai dengan harapan, pelanggan sangat puas atau sangat senang.” Pendapat Kotler dan Armstrong tersebut dapat dituangkan menjadi fungsi kepuasan sebagai berikut :

(16)

S = f ( E, P ) Keterangan :

S = Customer Satisfaction (Kepuasan Pelanggan) E = Expectation (Harapan Pelanggan)

P = Perception (Persepsi Pelanggan)

Dari fungsi tersebut dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu : Jika E > P, maka pelanggan akan merasa tidak puas.

Jika E = P, maka pelanggan akan merasa puas. Jika E < P, maka pelanggan akan merasa sangat puas.

Dari berbagai definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya pengertian kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Pengertian ini didasarkan pada disconfirmation paradigm dari Oliver (Tjiptono, 2008:24). Konsep kepuasan menurut Tjiptono dapat dilihat pada Gambar 2.4

Sumber : Tjiptono (2008:25) GAMBAR 2.4 KONSEP KEPUASAN Tujuan Pemasaran Nilai Produk Bagi Pelanggan PRODUK Kebutuhan dan Keinginan Pelanggan Harapan Pelanggan Terhadap Produk Tingkat Kepuasan Pelanggan

(17)

2.1.3.2 Pemicu Kepuasan Pengguna

Menurut Barnes (2003:82-88) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan terhadap penyedia jasa ataupun terhadap organisasi dapat dilihat kedalam lima level, yaitu :

Level 1 : Produk atau Jasa Inti

Ini adalah esensi dari penawaran yang mewakili prodik atau jasa inti yang disediakan oleh perusahaan.

Level 2 :Sistem dan Pelayanan Pendukung

Ini meliputi layanan-layanan pendukung yang bisa meningkatkan kelengkapan dari layanan atau produk inti.

Level 3 : Performa Teknis

Level ketiga ini intinya berkaitan dengan apakah perusahaan menetapkan produk inti dan layanan pendukungnya dengan benar. Penekanannya adalah perusahaan menampilkan produk kepada pelanggan sesuai yang dijanjikan.

Level 4 : Elemen-elemen Interaksi dengan Pelanggan

Level ini mengacu pada interaksi penyedia jasa dengan pelanggan melalui tatap muka langsung atau melalui kontak berbasis teknologi.

Level 5 : Elemen Emosional – Dimensi Afektif pelayanan

Inti dari level kelima ini adalah bagaimana kita menumbuhkan perasaan positif dalam diri pelanggan.

(18)

2.1.3.3 Strategi Kepuasan Pengguna

Strategi kepuasan pelanggan menyebabkan para pesaing harus berusaha keras dan memerlukan biaya tinggi dalam usahanya merebut pelanggan suatu perusahaan. Kepuasan pelanggan merupakan strategi jangka panjang yang membutuhkan komitmen, baik menyangkut dana maupun sumber daya manusia. Fandy Tjiptono (2008:59-62) menyebutkan ada beberapa strategi yang dapat dipadukan untuk meraih dan meningkatkan kepuasan pelanggan :

1. Strategi pemasaran berupa Relationship Marketing, yaitu strategi dimana transaksi pertukaran antara pembeli dan penjual berkelanjutan, tidak berakhir setelah penjualan selesai. Dengan kata lain, dijalin suatu kemitraan dengan pelanggan secara terus-menerus yang pada akhirnya akan menimbulkan kesetiaan pelanggan sehingga terjadi bisnis ulang (repeat business).

2. Strategi manajemen ekspetasi pelanggan adalah berusaha mengedukasi pelanggan agar mereka bisa benar-benar memahami peran, hak, dan kewajiban berkenaan dengan produk/jasa.

3. Strategi Aftermarketing menekankan pentingnya orientasi pada pelanggan saat ini sebagai cara yang lebih cost-effective untuk membangun bisnis yang menguntungkan.

4. Strategi retensi pelanggan berusaha meningkatkan retensi pelanggan melalui pemahaman atas factor-faktor yang menyebabkan pelanggan beralih pemasok. Strategi ini mencoba untuk beralih pemasok karena megejar harga lebih murah.

(19)

5. Strategi Superior Customer Service, yaitu menawarkan pelayanan yang lebih baik dari pada pesaing. Hal ini membutuhkan dana yang besar, kemampuan sumber daya manusia, dan usaha gigih agar dapat tercipta suatu pelayanan yang superior.

6. Strategi technology infusion strategy berusaha memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk menigkatkan dan memuaskan pengalaman service encounter pelanggan, baik dalam hal customization dan fleksibilitas, perbaikan pemulihan layanan maupun penyediaan spontaneous delight.

7. Strategi penanganan complain secara efektif mengandalkan empat aspek penting yaitu empati terhadap pelanggan yang marah, kecepatan dalam penanganan setiap keluhan, kewajaran atau keadilan dalammemecahkan permasalahan, kemudahan bagi konsumen untuk mengontrak perusahaan. 8. Strategi pemulihan layanan berusaha menangani setiap masalah dan belajar

dari kegagalan produk atau layanan.

2.1.3.4 Model Konseptual Kepuasan Pengguna

Dibawah ini akan dijelaskan beberapa model konseptual kepuasan pelanggan diantaranya:

1. Expentancy Disconfirmation Model

Berdasarkan konsumsi atau pemakain produk atau merek tertentu dan merek lainya dalam kelas produk yang sama, pelanggan membentuk harapannya mengenai kinerja seharusnya dari merek bersangkutan. Harapan atas kinerja ini dibandingkan dengan kinerja actual produk, apabila kualitas lebih rendah dari harapan,yang terjadi adalah ketidakpuasan emosional

(20)

(negative disconfirmation). Bila kinerja lebih besar daripada ekspektasi harapan, kepuasan emosional yang terjadi (positive disconfirmation)

2. Equity theory

Berdasarkan persepektif euity theory, perasaan tidak puas disebabkan keyakinan bahwa norma social terlah dilanggar. Menurut teori ini, berlaku norma yang menjelaskan bahwa setiap pihak dalam pertukaran harus mendapatkan perlakuan adil atau fair. Jadi, kepuasan terjadi bila rasio hasil dan input setiap pihak dalam pertukaran kurang lebih sama. Sebaiknya ketidakpuasan terjadi jika pelanggan meyakini bahwa rasio dan inputnya lebih buruk daripada perusahaan atau penyedia jasa.

3. Atribution Theory

Atribution theory mengidentifikasi proses yang dilakukan seseorang dalam menetukan penyebab aksi dalam tindakan dirirnya, orang lain, dan objek tertentu. Atribusi yang dilakukan seseorang bisa sangat mempengaruhi kepuasan purnabelinya terhadap produk atau jasa, karena atribusi memoderasi perasaan puas atau tidak puas. Proses atribusi berpengaruh sangat besar terhadap kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan apabila keterlibatan pengalaman (serta pengetahuan) pelanggan dengan suatu barang atau jasa relative tinggi.

4. Experiantally-based effective feeling

Pendekatan eksperiensial berpandangan bahwa tingkat kepuasan pelanggan dipengaruhi perasaan positif dan negative yang diasosiasikan pelanggan dengan barang atau jasa setelah pembelian. Dengan kata lain, selain

(21)

pemahaman kognitif mengenai diskonfirmasi harapan, perasaan yang timbul dalam proses purnabeli juga mempengaruhi perasaan puas atau tidakpuas terhadap produk yang dibeli.

5. Assimilation Contrast Theory

Menurut teori ini, konsumen mungkin menerima penyimpangan (deviasi) dari ekspektasinya dalam batas tertentu. Apabila produk dan jasa yang dibeli dan dikonsumsi tidak terlalu berbeda dengan apa yang diharapkan pelanggan, maka kinerja produk atau jasa tersebut akan diasimilasi atau diterima dan produk atau jasa bersangkutan akan di evaluasi secara positif (dinilai memuaskan). Akan tetapi, jika kinerja produk atau jasa melampaui zona penerimaan konsumen, maka perbedaan yang ada akan dikontrasikan sedemikian rupa sehingga akan lebih besar daripada sesungguhnya.

2.1.3.5 Pengukuran Kepuasan Pengguna

Tjiptono, (2008:210) menyebutkan ada empat metode yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk melacak kepuasan :

1. Sistem Keluhan dan Saran

Dengan sistem ini, untuk mengetahui kepuasan pelanggannya, perusahaan menyediakan media bagi para pengguna untuk memberikan saran dan keluhannya. Informasi tersebut merupakan sumber gagasan yang baik yang meyakinkan perusahaan bertindak cepat untuk menyelesaikan masalah. 2. Survei Kepuasan pengguna

Dengan sistem ini, perusahaan melakukan survei langsung kepada pengguna secara berkala, untuk mengetahui kepuasan pengguna terhadap

(22)

berbagai aspek kinerja perusahaan serta untuk meminta pendapat pengguna tentang kinerja para pesaing.

3. Belanja Siluman

Dengan sistem ini, perusahaan dapat membayar orang-orang untuk bertindak sebagai pembeli potensial guna melaporkan hasil temuan mereka tentang kekuatan dan kelemahan yang mereka alami ketika membeli produk perusahaan dan produk pesaing.

4. Analisis Pelanggan yang Hilang

Dengan sistem ini, untuk mengetahui kepuasan pelanggannya perusahaan menghubungi para pengguna yang berhenti membeli atau berganti pemasok untuk mempelajari sebabnya.

2.1.3.6 Menghitung Indeks Kepuasan Pengguna

Menurut Tjiptono (2008:44-46), indeks kepuasan pelanggan dapat dihitung dengan beberapa cara. Indeks kepuasan pelanggan dapat diperoleh dengan menggunakan penilaian dengan skala, misalnya skala dari 1 sampai 7, yaitu dari sangat tidak puas, tidak puas, agak tidak puas, netral, agak puas, puas, sampai sangat puas. Penilaian dapat dilakukan terhadap produk atau jasa tertentu dan dapat pula terhadap perusahaan tertentu. Bila terdapat beberapa produk atau perusahaan alternatif, maka dapat digunakan teknik lain berupa peringkat ordinal dari obyek penelitian, yaitu dari sangat puas hingga sangat tidak puas. Beberapa alternatif pengukuran kepuasan pelanggan yang tergolong sederhana terdapat pada Tabel 2.2.

(23)

TABEL 2.2

ALTERNATIF PENGUKURAN KEPUASAN PELANGGAN

No. Operasionalisasi Kepuasan Pelanggan Persamaan Matematis 1 Kepuasan Pelanggan = Perceived Performance CS = ∑ (PPi) 2 Kepuasan Pelanggan = Ideal - Perceived Performance CS = ∑ (Idi –

PPi) 3 Kepuasan Pelanggan = Tingkat Kepentingan x

Perceived Performance

CS = ∑ (Ii * PPi)

4 Kepuasan Pelanggan = Tingkat Kepentingan x (Ideal - Perceived Performance)

CS = ∑ Ii (idi – PPi)

5 Kepuasan Pelanggan = Tingkat Kepentingan - Perceived Performance

CS = ∑ (Ii - PPi)

6 Kepuasan Pelanggan = Tingkat Kepentingan x (Ekspektasi - Perceived Performance

CS = ∑ Ii (Ei – PPi)

7 Kepuasan Pelanggan = Ekspektasi - Perceived Performance

CS = ∑ (Ei – PPi)

Keterangan :

CS = Kepuasan Pelanggan I = Tingkat Kepentingan PP = Perceived Performance E = Ekspektasi

Id = Ideal

Sumber : Tjiptono dan Chandra (2008:213)

2.1.4 Pengaruh Co-creating Terhadap Kepuasan Pengguna

Salah satu tuntutan yang dihadapi perusahaan saat ini adalah tuntutan terhadap kebutuhan dan selera konsumen terhadap produk yang sesuai dengan kebutuhannya yang lebih personal dan semakin tinggi yang memerlukan kualitas produk yang dapat memenuhi bahkan melebihi harapan dari konsumen sehingga dapat mencapai suatu kepuasan. Salah satunya adalah melalui Co-Creation. Menurut Oliver (2006:2) mengemukakan proses Co-Creation melalui tiga komponen antara lain menciptakan nilai kepuasan pada pelanggan, Menjalin hubungan, dan proses. Dalam menciptakan nilai kepuasan bagi pelanggan perusahaan harus mampu menjalin interaksi melalui berbagai aktifitas.

(24)

New wave marketing adalah era dimana produsen dapat berkreasi bersama konsumen yang pada praktek pengembangan produk Co-Creation yang dinamis, interaktif dan bedasarkan multisumber dimana terdapat proses terkait dengan penciptaan nilai kepuasan dilakukan bukan lagi sekedar mengkoordinir segala sesuatu yang berhubungan dengan quality, cost, dan delivery tetapi harus di lakukan secara kolaborasi (Hermawan Kertajaya 2009:137). Pada proses pengembangan produk di era New wave marketing perusahaan berusaha melakukan kreasi bersama para ahli uang mampu mengindentifikasikan dan menciptakan produk yang berkualitas. Payne and Frow (2005:69) mengemukakan dalam proses Co-Creation dengan Co-Creator adalah menciptakan nilai yang superior dengan menciptakan peluang yang tercipta melalui pasar dan memberikan keunggulan dari pesaingnya untik menciptakan keutungan yang maksimal.

Payne (2005 :5) mengemukakan Co-Creation memungkinkan perusahaan untuk langsung mengubah produk mereka di cara-cara kreatif, dan terlibat langsung, komunikasi dua arah dengan Co-Creator. Hal ini penting untuk berkolaborasi dan bermain-main, sebagai pendekatan ini Co-Creation biasanya membutuhkan tingkat keterampilan teknis yang tinggi.

Prahalad dan Ramaswanmy dalam Kertajaya (2009:132) berpendapat apabila perusahaan sudah menjalankan proses Co-Creation dengan baik, maka nilai kepuasan dari produk tersebut akan lebih baik dari produk yang di hasilkan sehingga Co-Creation memiliki pengaruh yang besar terhadap reaksi konsumen atas suatu produk, dan atribut Co-Creation merupakan stimulus bagi pembentukan

(25)

perilaku dan nilai konsumen. Oleh karena itu perusahaan dituntut agar menciptakan keberagaman serta menghasilkan produk yang dapat memenuhi seluruh harapan konsumen, yang mengakitbatkan timbulnya kepuasan sehingga produk tersebut akan terus dikonsumsi.

Keberhasilan produk baru tidak hanya di pengaruhi oleh kualitas produk, namun juga kondisi pasar, pemilihan target pelanggan, bahkan waktu peluncuran produk serta kondisi pasar dan keputusan pembelian Setelah melakukan pembelian, maka konsumen akan mengalami suatu tingkatan kepuasan atau ketidakpuasan. Kepuasan menunjukkan seberapa dekat harapan konsumen atas produk yang ditawarkan dan apa yang dirasakan dari produk atau jasa tersebut yang diwakili oleh nilai bersama antara konsumen dengan perusahaan yang ada dalam produk atau jasa tersebut. Dalam memilih produk dan jasa, konsumen mengharapkan kepuasan akan diperoleh dari produk ataupun merek yang dibelinya.

Menurut Day yang dikutip oleh Fandy Tjiptono (2008:37) kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidak sesuaian (disconfirmation) yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya.

(26)

2.1.5 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.3

PENELITIAN TERDAHULU

Judul Peneliti Hasil Penelitian Jenis

Penelitian Co-creating experiences: The next practice in value Creation journal of interactive marketing Prahalad and Ramaswany

Co-creation menunjukan persaingan pasar

dimana pelanggan dapat merasakan nilai dari produk co-creation yang menciptakan hubungan jangka panjang

Jurnal

Co-creation: New pathways to value and overview

Nick Coates Co-creation menciptakan potensi dan peluang bagi perusahaan untuk unggul dalam persaingan karena co-creation akan menciptakan pengalaman bagi pelanggan melalui personal produk yang mampu memenuhi kebutuhan konsumennya.

Jurnal

Co-creation: A new source value

Bruce Friesen

Co-creation pada dasarnya memiliki dua

tujuan yaitu meningkatkan kualitas produk yang sesuai dengan keinginan konsumennya dari produk sebelumnya dan memberikan kepuasan,produk-produk sebelumnya memberikan kepuasan, produk-produk sebelumnya banyak mengalami kejenuhan karena terjebak pada pemenuhan

tujuan menugkatkan kualitas produk tanpa member nilai dan memperhatikan keinginan pelanggan Jurnal Customer co-creation: atypology and research agenda Adam Shamsudin

Keberhasilan dari co-creation adalah bagaimana membangun komunikasi dengan pelanggan, supplier, dan stakeholder untuk menghasilkan produk yang berkualitas baik

Jurnal

Managing Co-creation

Adrian F.Payne

Dengan Co-creation memalui kolaborasi, dan pengembangan produk yang berkesinambungan maka akan menciptakan nilai bagi pelanggan yang akan berimpilkasi pada meningkatnya pendapatan perusahaan.

Jurnal

Sumber : Hasil olahan penulis

Dilihat dari Tabel 2.3 hasil penelitian pendahuluan, terdapat persamaan dan penelitian yang di teliti penulis, yakni:

(27)

1. Persamaan

Creation merupakan proses kolaborasi antara produsen dan Co-Creator dalam proses Co-Creation dapat dilakukan dengan konsumen langsung atau para ahli yang dapat melakukan kerjasama salam menciptakan produk baru yang sesuai dengan keinginan pelanggan itu sendiri yang lebih personal dan variatif. Melalui Co-Creation perusahaan dapat menjalin hubungan dengan pelanggan dan supplier sebagai bentuk tanggung jawab dan mengetahui apa yang menjadi kekurangan pada produknya sehingga dapat melakukan perbaikan yang terus-menerus. 2. Perbedaan

Pada penelitian-penelitian terdahulu umumnya hanya membahas secara umum proses Co-Creation dan secara teoritis penggunaan teori-teori penelitian penunjang yang di gunakan berbeda, mengingat referensi yang di gunakan juga berbeda. Hal ini, menunjukan bahwa orisinalitas penelitian yang di lakukan benar-benar dapat di buktikan keabsahanya. Penulis mengkombinasikan beberapa aspek dalam Co-Creation antara lain Interaction Across (interaksi silang), Option (pilihan produk), Acces (akses), Price Experience (pengalaman terhadap harga).

2.2 Kerangka Pemikiran

Setiap perusahaan harus berusaha memenuhi kebutuhan konsumen secara lebih baik dengan menggunakan strategi pemasaran yang efektif dan efisien agar dapat menarik minat konsumen untuk melakukan membeli, menggunakan produknya dan pada akhirnya menimbulkan reaksi kepuasan pengguna. Menurut

(28)

Kertajaya (2004:110), suatu perusahaan agar dapat berkembang dan memperluas pasarnya, perusahaan harus semaksimal mungkin dapat memanfaatkan strategi pemasaran. Perusahaan harus mampu mengindentifikasikan segmen pasar utama, membidik segmen pelanggan, dan merancang program pemasaran untuk masing-masing segmen.

New wave marketing mix adalah unsur kedua yang mengintegrasikan tawaran, logistics, dan komunikasi perusahaan. Menurut Kertajaya (2009:122) New wave marketing mix terdiri dari Co-Creation (produk), Currency (price), Communal activation (place), Conversation (promotion), dan Commercialization (selling). Co-Creation merupakan proses menciptakan produk dengan menjalin kemitraan dengan para pelanggan. Pelanggan dilibatkan dalam proses penciptaan produk. Currency pada umumnya dimaknai secara tetap, sementara currency itu lebih fleksibel. Communal Activation merupakan upaya mengaktifkan komunitas melalui pemimpin maupun aktivis komunitas sebagai pihak yang mampu memasarkan produk kepada para anggota komunitas lainnya.

Conversation merupakan upaya menciptakan percakapan, baik antara produsen dengan konsumennya maupun konsumen dengan konsumen lainnya. Berbeda dengan promosi yang sifatnya satu arah dan atas bawah. Dalam percakapan, semua pihak yang terlibat adalah sejajar. Commercialization bersifat dua arah di mana terjadi pertukaran nilai antara perusahaan dan pelanggan. Tak seperti dalam selling, komersialisasi tidak dilakukan secara langsung. Ada pengoptimalan peran rekomendasi antar anggota komunitas itu sendiri maupun antar pelanggan.

(29)

Pengembangan produk Co-Creation kreativitas dalam pembuatan produk diserahkan kepada Co-Creator sehingga tercipta pendekatan company centric yang bedasarkan multi sumber. Secara tradisional, perusahaan telah berusaha untuk mengelola perusahaan ini dengan terlibat dalam berbagai bentuk riset pemasaran untuk mendapatkan informasi yang lebih baik tentang kebutuhan pelanggan mereka. Dalam pendekatan ini Inovasi yang berhasil bersandar pada pemahaman kebutuhan pelanggan terlebih dahulu dan kemudian mngembangkan produk untuk memenuhi kebutuhan. Strategi Co-Creation biasanya perusahaan membutuhkan tingkat keterampilan teknis yang tinggi.

Coates (2009:3) menjelaskan “Co-creation is an active, creative and social process, based on collaboration between producers and users, that is initiated by the firm to generate value for customers”, Strategi Co-Creation tersebut merupakan suatu strategi untuk membangun karakter dan memperbaiki kinerja produk dengan kreatif melalui kolaborasi baik dengan para ahli atau pelanggan, sehingga dapat mendorong penjualan dan mampu meningkatkan pasar potensial. Prahalad dan Ramaswanmy dalam Kertajaya (2009:132) berpendapat “Apabila perusahaan sudah menjalankan proses Co-Creation dengan baik dari produk.nya akan lebih baik dari produk yang dihasilkan melalui New product development”.

Co-Creation juga dapat meningkatkan kualitas produk melalui kontribusi dari Co-Creator yang terlibat dalam merancang dan memasarkan produknya. Jenis keterbukaan harus mendorong kegiatan Co-Creation. Kunci dalam

(30)

membangun Co-Creation dalam bisnis di identifikasi melalui dialog, akses, penilaian resiko dan transparansi (Prahalad dan Ramaswamy: 2004:12)

Menerapkan Co-Creation, ada beberapa hal yang harus di penuhi. Pertama, identifikasi perilaku konsumen dalam membeli, yang secara umum dapat di bagi menjadi dua, yaitu high involvement dan low involvement. Konsumen dengan proses pembelian produk high involvement adalah konsumen yang ketika membeli produk tersebut harus memperhatikan dengan teliti setiap fitur yang ada dalam produk tersebut dan biasanya proses pembeliannya membutuhkan waktu yang lama, sementara itu low involvement adalah produk-produk yang proses pembelian relatif singkat.

Menurut Prahalad dan Ramaswamy (2004:40-49) terdapat empat paradigma baru dalam menciptakan pengalaman pelanggan melalui Co-creation yang bedasarkan pada: Interaction Across (interaksi silang), Option (pilihan produk), Acces (akses), Price Experience (pengalaman terhadap harga). Co-Creation sangat interaktif yang mengaharuskan perusahaan untuk mengadopsi budaya terbuka yang sesuai dengan tujuan mereka, aktifitas, dan proses yang transparan dan kolaboratif. Secara khusus, perusahaan berusaha untuk memanfaatkan keuntungan dari Co-Creation. Di era new wave marketing adalah dimana era produsen dapat berkreasi bersama konsumen yang pada praktek pengembangan produk Co-Creation yang dinamis, interaktif dan berdasarkan multi sumber yang terdapat proses terkait dengan penciptaan nilai yng dilakukan bukan lagi sekedar mengkoordinir segala sesuatu yang berhubungan dengan

(31)

quality, cost, and delivery tetapi harus dilakukan secara kolaborasi (Hermawan Kertajaya 2009:137).

Bedasarkan penjelasan teori di atas, dapat diketahui bahwa strategi Co-Creation dilakukan untuk membedakan produk dengan pesaing sehingga mempunyai tempat khusus di benak konsumen, sehingga dapat merangsang kepuasan konsumen.

Menurut Oliver (Tjiptono, 2008:197) kepuasan pngguna adalah fenomena rangkuman pengalaman bersama-sama dengan emosi konsumsi lainnya. Sedangkan menurut Day yang dikutip oleh Fandy Tjiptono (2008:37) Kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidak sesuaian (disconfirmation) yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya.

Menurut Barnes (2003:82-88) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan pelanggan terhadap penyedia jasa ataupun terhadap organisasi dapat dilihat kedalam lima level, yaitu :

Level 1 : Produk atau Jasa Inti

Level 2 :Sistem dan Pelayanan Pendukung Level 3 : Performa Teknis

Level 4 : Elemen-elemen Interaksi dengan Pelanggan Level 5 : Elemen Emosional – Dimensi Afektif pelayanan

Menurut Tjiptono, (2008:210) menyebutkan ada empat metode yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk melacak kepuasan pengguna :

(32)

1) Sistem Keluhan dan Saran 2) Survei Kepuasan Pelanggan 3) Belanja Siluman

4) Analisis Pelanggan yang Hilang

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka dapat dikatakan Kerangka pemikiran yang menghubungkan antara Co-Creation pengaruhnya terhadap kepuasan pengguna, dapat dilihat pada Gambar 2.5

Referensi

Dokumen terkait

Karena pendekatan collaborative filtering melakukan prediksi berdasarkan rating yang diberikan user pada item, maka menjadi suatu masalah ketika suatu item baru masuk ke dalam

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian

In measuring phase the sequences (i.e. patterns) of HO and LAU zones can be determined and stored in database on each road. There are operating solutions and IPRs based

Peserta didik dapat menentukan pernyataan yang benar tentang kedudukan garis dalam bangu ruang sisi datar dari beberapa pernyataan. C4 Medium PG

Kerapatan relatif suatu jenis (KR) =.. Jenis dengan INP paling tinggi menjadi prioritas untuk dipilih sebagai pohon yang akan ditebang. Selain keterwakilan jenis atau kelompok

Data hasil pretes dan postes yang telah diperoleh akan dianalisis untuk melihat bagaimana efektivitas model pembelajaran reflektif untuk meningkatkan pemahaman

Penelitian tentang identifikasi gulma pada kebun singkong ( Manihot esculenta Crantz) di Desa Nitakloang, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka bertujuan untuk mengetahui

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana persepsi siswa-siswi SMA N 1 Kayen terhadap mata pelajaran Bahasa Inggris Lintas Minat.. Pada penelitian ini,