• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hartono Guntur *) *) Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil STTR Cepu. Jl. Kampus Ronggolawe Blok B No. 1. Mentul Cepu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hartono Guntur *) *) Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil STTR Cepu. Jl. Kampus Ronggolawe Blok B No. 1. Mentul Cepu"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Analisa Sensitivitas Pengguna Terhadap Pengembangan

Transportasi Kereta Api Sebagai Alternatif Transportasi Pantai Utara Jawa

( Rute : Semarang – Surabaya )

Hartono Guntur*)

*) Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil STTR Cepu Jl. Kampus Ronggolawe Blok B No. 1. Mentul Cepu

Abstrak

Sebagian ruas pantura Semarang – Surabaya masih terdapat bekas rel peninggalan Belanda yang sebenarnya masih layak utuk dikembangkan, maka perlu identifikasi dengan cara survei terhadap persepsi masyarakat kemudian dari hasil survei dilakukan pemodelan pemilihan moda dan model elastisitas silang. Model pemilihan moda bertujuan untuk mengetahui berapa besar peluang moda kereta api akan dipilih. Sedangkan untuk menguji sensitivitas pemilihan maka dibuat model elastistisitas permintaan.

Teknik pengumpulan data yang sering digunakan adalah teknik stated preference (SP) dan teknik revealed preference (RP). Kedua teknik tersebut masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan dalam merepresentasikan respon responden. Penelitian ini menggunakan data SP, dengan variabel bebas biaya, waktu, kualitas perjalanan, dan fleksibilitas pelayanan. Pemilihan moda dimodelkan dengan berlandaskan teori pemilihan diskrit dan menggunakan bentuk model binomial logit. Model diestimasi dengan menggunakan metode kemungkinan maksimum (maximum likelihood estimation).

Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa data mempunyai korelasi yang tinggi antara variabel biaya dan waktu perjalanan, yaitu diperoleh nilai koefisien korelasi – 0,123. Estimasi model menghasilkan nilai parameter uji kebaikan suai diperoleh : rho kuadrat (0,55), kai kuadrat (700,098), dan indeks sukses keseluruhan σ adalah 0,1658. Parameter fungsi utilitas hasil estimasi : konstanta moda bis (0,9084), koefisien waktu perjalanan (-0,0541), koefisien kualitas perjalanan (0,8765), dan koefisien fleksibilitas pelayanan (0,6571). Bis AKAP mempunyai peluang lebih besar dalam pemilihan moda dibanding dengan KA dalam melayani rute Semarang – Surabaya, yaitu peluang terpilih adalah 71%. Sedangkan kereta api mempunyai sensitivitas lebih besar apabila dilakukan perubahan terhadap atribut perjalanan, misal : perubahan rute, perubahan waktu, perubahan tarif, dll.

Kata kunci : pemilihan moda, elastisitas, transportasi kereta api

1. Pendahuluan

Ketidakseimbangan laju pertumbuhan sarana dengan pertumbuhan prasarana telah menimbulkan problematika yang mengakibatkan tidak efisiennya transportasi jalan raya, akibat kemacetan, tundaan, dan kecelakaan yang terjadi, yang pada gilirannya mengakibatkan ekonomi biaya tinggi. Data menunjukkan bahwa pertumbuhan rata - rata bus AKAP di Jawa Tengah adalah 1,85% / th (tahun 2002 – 2006) sedangkan di Jawa Timur adalah 0,56% / th pada tahun yang sama. Sedangkan perkembangan panjang jalan nasional di Jawa Tengah adalah rata – rata 1,65% / th (tahun 2000 – 2004) dan jalan propinsi adalah 0,24% / th. Di Jawa Timur, perkembangan jalan nasional adalah 1,58% / th dan jalan propinsi 0,00% / th pada tahun yang sama.

Selama ini jalur rel kereta api Semarang – Surabaya melewati jalur tengah dan selatan Pulau Jawa. Sedangkan angkutan penumpang jalur utara masih didominasi transportasi jalan raya. Yang menjadi pertanyaan adalah : seberapa besar animo masyarakat jika ditawarkan kereta api sebagai alternatif moda transportasi ? faktor – faktor penting apa saja yang mempengaruhi masyarakat dalam memilih kereta api sebagai alternatif moda angkutan umum penumpang? Kemudian bagaimana sensitivitas masyarakat pengguna atas pilihannya ?. Untuk menjawab pertanyaan - pertanyaan tersebut maka perlu

identifikasi faktor – faktor yang dimaksud dengan cara survei terhadap persepsi masyarakat kemudian dari hasil survei dilakukan pemodelan pemilihan moda dan model elastisitas silang.. 2. Tinjauan Pustaka

2.1. Pemodelan Transportasi

Model didefinisikan sebagai sebuah penyederhanaan dari realita. Salah satu bentuk model adalah model fisik dan model abstrak. Model fisik misalnya digunakan dalam dunia arsitektur atau mekanika fluida yang pada dasarnya ditujukan untuk perancangan. Sedangkan model abstrak biasanya merepresentasikan beberapa teori realita (biasanya secara analitis) dan bagaimana realita tersebut berlaku. Model mental / abstrak berperan penting dalam memahami dan menafsirkan realita dan model analitis. Salah satu bentuk model abstrak yang penting adalah model matematika (Ortuzar dan Willumsen, 2000).

Pendekatan model pemilihan moda biasanya menggunakan model probabilitas. Pada dasarnya, model ini terbagi menjadi dua, yaitu Model Logit dan Model Probit. Berdasarkan jumlah moda yang di analisa, kedua model dapat dikategorikan dalam dua kelompok, yaitu : multinomial dan binomial. Model binomial hanya mempertimbangkan dua moda, sedangkan model multinomial mempertimbangkan banyak moda. Model pemilihan diskrit mengekspresikan

(2)

individu dalam pemilihan moda sebagai fungsi sosio-ekonomi individu dan karakteristik moda itu sendiri. Untuk mengekspresikan tingkat kepuasan individu dalam memilih moda, digunakan konsep utilitas (Alvinsah, et.al., 2005) 2.2. Konsep Utilitas

Sheffi (1992) dalam Norojono (2000) menyatakan bahwa teori pemilihan moda didasarkan pada teori pemilihan diskrit ( discrete

choice theory) yang menggambarkan pemilihan

individu terhadap beberapa alternatif. Pembuat keputusan dianggap memilih alternatif yang menghasilkan utilitas (kepuasan) terbesar atau yang paling menarik. Utilitas tidak dapat diukur langsung, oleh sebab itu, dianggap bersifat acak (random). Akibatnya model utilitas juga bersifat random artinya model pemilihan moda hanya bersifat probabilitas atau hanya akan memberikan nilai peluang suatu moda terpilih.

Model pemilihan diskrit mengekspresikan peluang seseorang dalam memilih suatu moda adalah fungsi dari karakteristik sosio – ekonomi individu dan karakteristik moda itu sendiri. Untuk mengekspresikan pemilihan atas sebuah alternatif digunakan konsep / teori fungsi utilitas sebagai berikut :

U

n

=

V

n

+

ε

n

n

U

: fungsi utilitas pilihan alternatif n

V

: komponen sistematik / terukur (dipengaruhi karakteristik moda)

n

ε

: komponen stokastik / acak (dipengaruhi karakteristik individu)

Dari rumusan tersebut terdapat dua hal yang irasional : bahwa dua individu dengan atribut yang sama dan alternatif yang sama mungkin melakukan pilihan yang berbeda (karena ada faktor stokastik yang sulit ditebak) dan bahwa beberapa individu tidak selalu memilih alternatif terbaik (yang penting pilihan tersebut telah memenuhi kepuasan pengguna, tidak harus terbaik) (Kanafani, 1983 dalam Alvinsah, 2005 dan McFadden, 1975 dalam Ortuzar, 1994) 2.3. Metode Stated Preference

Data Stated Preference (SP) dan Revealed Preference (RP) merupakan hasil proses desain penelitian yang melibatkan pembuatan keputusan mengenai satu atau lebih prosedur perolehan preferensi (PEP, Preference Elicitation

Procedures ). Dalam kasus data RP, keputusan

dibuat mengenai pilihan perjalanan dan perilaku apa yang akan diobservasi dan dicatat, dengan cara bagaimana, dan dari populasi mana. Hal yang sama juga berlaku pada perolehan data SP, perbedaan utama adalah bahwa data RP secara tipikal berhubungan dengan pilihan dan/atau

perilaku yang sebenarnya dalam lingkungan transportasi yang nyata, sementara data SP berhubungan dengan pilihan dan/atau perilaku perjalanan dalam lingkungan hipotetis (Louviere dan Hensher, 2000). Perbedaan utama antara pendekatan RP dan SP adalah bahwa pendekatan RP didasarkan pada perilaku nyata, sementara pendekatan SP didasarkan pada perilaku hipotetik. Dengan kata lain, pilihan pada RP dibuat dalam pasar yang nyata, sedangkan pilihan pada SP dibuat dalam pasar hipotetik (Danielis dan Rotaris, 1999).

Teknik Stated Preference diadaptasi dari dunia riset marketing. Teknik SP berdasarkan estimasi permintaan pada analisis respon terhadap pilihan hipotetik; pilihan tersebut bisa meliputi lingkup yang lebih luas dibanding dengan pilihan yang riil/nyata. Tetapi pada awalnya teknik ini mendapatkan kritik karena tidak diketahui bagaimana mengabaikan antusiasme responden yang berlebihan, misalkan : tidak semua individu benar – benar melakukan apa yang telah dia nyatakan. Tetapi pada akhir tahun 80-an metode SP dianggap mampu menawarkan peluang untuk mengatasi masalah tersebut (Ortuzar dan Willumsen, 1994).

Beberapa pendekatan pengukuran preferensi individu dalam teknik SP (Pearmain dan Kroes, 1990) :

1) Ranking data : Rangking responses atau

conjoint measurements menyodorkan semua

pilihan sekaligus kepada responden, yang kemudian merangking pilihan hipotetis tersebut berdasar urutan yang paling disukai (in order of preference), sehingga mengimplikasikan hirarki nilai utilitas (kepuasan).

2) Rating data : Rating responses atau

functional measurements memungkinkan

responden mengungkapkan preferensinya (kelebihsukaan) dalam skala angka (numerical) atau skala semantik

3) Disrete choice methods : dalam metode pemilihan diskrit (disrete choice methods), responden secara sederhana menyeleksi pilihan yang paling disukainya dari sepasang atau beberapa pilihan.

Berkaitan dengan penyusunan set pilihan/alternatif hipotesis yang akan dimintakan responnya, dalam teknik SP terdapat 2 cara penyusunan sebagai berikut:

1) Full factorial design

Yaitu suatu desain eksperimental yang memasukkan semua kombinasi yang mungkin dari variasi keadaan pada set pilihan tersebut. Hal ini dimungkinkan bila pilihan hasil variasi keadaan yang ada jumlahnya sedikit.

(3)

2) Fractional factorial design

Apabila jumlah atribut dan level tiap atribut makin banyak dimana kombinasi keadaanya pun akan semakin kompleks maka responden akan kesulitan dalam membandingkan pilihan-pilihan yang ada sehingga akan meningkatkan terjadinya kesalahan respon. Oleh sebab itu cara ini hanya memakai sebagian kombinasi dari semua kombinasi yang mungkin misalnya dengan memecah semua pilihan yang mungkin terjadi ke dalam kelompok-kelompok pilihan yang jumlahnya lebih sedikit.

2.4. Hasil – hasil Penelitian Sebelumnya Syafrudin, dkk. (2007) dalam penelitiannya tentang pemilihan moda pesawat terbang dan kapal cepat, menggunakan 5 atribut perjalanan yang dianggap berpengaruh besar dalam perilaku pemilihan moda, yaitu : biaya perjalanan, total waktu perjalanan, aksesibilitas menuju bandara/pelabuhan, frekuensi keberangkatan, dan tingkat pelayanan dalam moda. Berdasarkan analisis sensitivitas perjalanan, didapatkan waktu perjalanan merupakan atribut yang paling sensitif dalam pemilihan moda. Perumusan perilaku individu ke dalam model pemilihan moda dilakukan dengan memanfaatkan data stated preference.

Widayanti (2007) dalam penelitiannya tentang pemilihan moda KA dan bus rute Jogya – Surabaya menemukan bahwa karakteristik pengguna moda serta faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan moda oleh pelaku perjalanan terdapat lima faktor dengan persentase terbesar yaitu waktu perjalanan, biaya perjalanan, kualitas pelayanan, keamanan dan kemudahan akses. Pada perbandingan antara Kereta Api Eksekutif dengan Bus Patas, atribut yang paling sensitif mempengaruhi pemilihan moda adalah kualitas pelayanan. Demikian pula yang terjadi pada perbandingan antara Kereta Api Bisnis dengan Bus Patas.

Elsa (2001) melakukan penelitian pemilihan moda angkutan penumpang antar kota dengan mempertimbangkan faktor – faktor : selisih biaya perjalanan (X1), selisih waktu tempuh perjalanan (X2), selisih headway (X3) dan selish tingkat perayanan (X4) antara kereta api dan bus. Studi dilakukan dengan metode

stated preference terhadap 356 responden.

Bentuk model yang digunakan adalah model logit binomial. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis sensitivitas, diketahui bahwa yang paling sensitif mempengaruhi probabilitas pemilihan moda adalah waktu tempuh perjalanan, dimana perubahan pada waktu tempuh perjalanan akan mengakibatkan perubahan probabilitas pemilihan moda yang relatif lebih besar dibandingkan bila terjadi perubahan pada atribut lainnya.

Endrayana dan Mulya (2001) dalam penelitiannya mengenai pemilihan moda antara KA dan bus, ditemukan bahwa, `waktu berjalan' dan `jarak berjalan kaki' adalah dua atribut yang paling berpengaruh dalam kedua kelas Eksekutif dan Bisnis berdasarkan tingkat utilitas/preferensi penumpang, dilanjutkan dengan `toleransi keterlambatan', 'tarif' dan `frekwensi perjalanan'. Untuk kedua segmentasi pasar, demand paling sensitif terhadap perubahan nilai atribut `frekwensi perjalanan' dan `tarif kemudian dilanjutkan oleh `jarak berjalan kaki', `waktu tempuh' dan `toleransi keterlambatan'. Metode pengumpulan data menggunakan metode stated

preference. Desain survei diperoleh dengan

melakukan 4 (empat) kali pilot survey sebelum mendapatkan desain survei yang optimal. Selanjutnya data dianalisa dengan metode Analisis Regresi Berganda (aplikasi Ms. Excel) dan Maximum Likelihood.

3. Metode Penelitian

Penentuan Model Probabilitas Pemilihan Moda

Pada penelitian ini pemilihan moda angkutan penumpang hanya akan mempertimbang kan dua pilihan moda, yaitu moda jalan rel (kereta api) dan moda jalan raya (bus AKAP) sehingga bentuk model lebih sederhana menjadi binary logit model atau binomial logit model. Secara sederhana bentuk binary logit model adalah :

( )

( )

( )

1

exp(

)

)

exp(

exp

exp

exp

BUS KA BUS KA BUS KA KA KA

U

U

U

U

U

U

U

P

+

=

+

=

dan : KA BUS

P

P

=

1

Teknik Sampling

Sampel dalam penelitain adalah pemakai KA dan bis rute Semarang – Cepu. Domisili responden adalah : Blora, Rembang, dan Bojonegor. Jumlah responden/sampel sebanyak 186 individu. Sedangkan alat/instrumen penelitian adalah kuisioner yang berisi pertanyaan dan tanggapan terhadap atribut – atribut moda KA dan bis sebagai berikut :

Tabel 1. Atribut pada Unsur Perjalanan Unsur Atribut Level atribut Kualitas Perjalanan Ketepatan Waktu Tepat waktu 0 Terlambat ± 1 jam 1 Terlambat ± 2 jam 2 Terlambat ± 3 jam 3 Rute Perjalanan Pantura 0

(4)

Bukan pantura 1 Jarak Akses ke Stasiun ± 10 km 10 ± 7 km 7 ± 5 km 5 ± 3 km 3 Kondisi Angkutan Darat Buruk 0 Baik 1 Fleksibilitas Pelayanan Frekuensi Keberangkata n 1 x per hari 1 2 x per hari 2 3 x per hari 3 4 x per hari 4 Biaya Perjalanan Mahal 1 Sedang 2 Murah 3 Waktu Perjalanan Lambat 0 Cepat 1 Prosedur Pemodelan

Data awal merupakan data atribut : biaya, waktu, kualitas perjalanan, dan fleksibilitas pelayanan. Sebelum dilakukan analisis dengan

LIMDEP, data mentah dimanipulasi dari rank order menjadi choice data. Manipulasi berdasarkan asumsi bahwa responden akan memilih moda yang memberikan utilitas yang terbesar. Langkah-langkah proses pemodelan adalah sebagai berikut :

1) Data hasil manipulasi lebih dahulu diuji korelasi antar variabel dengan SPSS 9.0. 2) Data awal kemudian dianalisis dengan

bahasa pemrograman LIMDEP , selanjutnya hasil analisis dilakukan uji statistik. Atribut yang mempunyai tanda koefisien tidak sesuai teori atau logika tidak disertakan dalam analisis data selanjutnya.

3) Setelah analisis awal dilakukan, kemudian dilakukan lagi uji statistik untuk mengetahui kelayakan model. Tahap ini merupakan tahap estimasi model

4) Kemudian dilakukan pembahasan/ interpretasi model

4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Elastisitas

Pedoman yang memadai untuk berbagai kebijakan yang akan dilakukan dapat diperoleh dari pengukuran respon permintaan atas perubahan atribut yang mempengaruhinya. Elastisitas langsung dan elastisitas silang dapat diperoleh dari hasil pemodelan. Hasil analisis data disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Elastisitas Atribut Data SP

Atribut BIS KA

Waktu perjalanan BIS -0,157 0,479

KA 0,141 -0,467 Kualitas perjalanan BIS 1,015 -4,272 KA -1,253 3,217 Fleksibiltas pelayanan BIS 0,841 -3,311 KA -0,971 2,.643

Sumber : Hasil Analisa Data

Hasil analisis data SP menunjukkan bahwa kualitas perjalanan mempunyai elastisitas yang lebih besar dibanding dua atribut lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa responden sangat mementingkan hal-hal yang mempengaruhi kualitas perjalanan. Sementara fleksibilitas pelayanan lebih kecil elastisitasnya dibanding kualitas perjalanan namun lebih besar dari lama perjalanan. Kecilnya nilai elastisitas waktu perjalanan terhadap probabilitas pemilihan moda mengindikasikan kecenderungan toleransi terhadap waktu perjalanan dari responden.

Kereta api mempunyai sensitivitas yang lebih tinggi terhadap perubahan atribut-atribut yang ada dibanding jalan raya. Hal ini bisa menjadi bahan pertimbangan bagi kebijakan pengembangan kinerja KA karena perubahan yang sedikit pada atribut yang ada sangat mempengaruhi probabilitas pemilihan KA. Demikian juga kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan kualitas perjalanan dan fleksibilitas pelayanan akan ikut pula meningkatkan penggunaan moda yang bersangkutan.

4.2. Model Utilitas

Spesifikasi model utilitas untuk tiap moda adalah sebagai berikut :

a) Moda truk: U (BIS) ASC+ BWAKTU* AKTU+KUALITAS*KUALITAS+

FLEKSI* FLEKSI

b) Moda kereta api:U KA)= BWAKTU* AKTU+KUALITAS*KUALITAS+

FLEKSI* LEKSI Dengan :

ASC : Alternative Specific Constant BWAKTU : koefisien waktu perjalanan CKUALITAS : koefisien kualitas perjalanan DFLEKSI : koefisien fleksibitas

pelayanan

Persamaan model yang didapat berdasar hasi analisis adalah sebagai berikut :

(a) U (BIS) = 0,9084 – 0,0541*WAKTU + 0,8765*KUALITAS + 0,6571*FLEKSI (b) U (KA) = - 0,0541*WAKTU +

0,8765*KUALITAS + 0,6571*FLEKSI 4.3. Model Probabilitas

(5)

) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) (

1

U BIS U KA KA U BIS U KA U BIS U BIS U SP BIS

e

e

e

e

e

P

+

=

+

=

sedangkan

P

KASP

=

1

P

BISSP

dengan mensubstitusikan persamaan utilitas data SP, maka didapatkan : ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) (

1

U BIS U KA KA U BIS U KA U BIS U BIS U SP BIS

e

e

e

e

e

P

+

=

+

=

=

0,71

29

,

0

71

,

0

1

1

=

=

=

SP BIS SP KA

P

P

Hasil analisis menunjukkan bahwa peluang pemilihan bis lebih besar dari kereta api yaitu 71%, sedang KA sisanya = 29%. Prinsip pemilihan moda adalah bahwa seseorang akan memilih moda yang akan memberikan kepuasan terbesar.

5. Kesimpulan

1. Faktor – faktor yang secara signifikan berpengaruh dalam pemilihan moda antara KA / jalan rel dan bis AKAP / jalan raya adalah : kualitas perjalanan, fleksibiltas pelayanan, dan waktu perjalanan. Sedangkan biaya perjalanan tidak berpengaruh signifikan terhadap pemilihan moda perjalanan rute Semarang – Surabaya. 2. Bis AKAP mempunyai peluang lebih besar

dalam pemilihan moda dibanding dengan KA dalam melayani rute Semarang – Surabaya 3. Moda kereta api mempunyai sensitivitas

lebih besar apabila dilakukan perubahan terhadap atribut perjalanan, misal : perubahan rute, perubahan waktu, perubahan tarif, dll.

4. Atribut atau faktor – faktor yang tidak secara eksplisit ada dalam kondisi sebenarnya mempunyai pengaruh yang signifikan dalam pemilihan moda, yaitu : kualitas perjalanan dan fleksibilitas pelayanan.

6. Saran

1. Pemodelan pemilihan moda angkutan penumpang perlu dilakukan dengan mempertimbangkan penggunaan bentuk model lain untuk estimasi, yaitu :

multinomial logit (MNL) atau nested logit

(NL).

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mempertimbangkan variabel-variabel lain seperti : keamanan / keselamatan, kelas angkutan (ekonomi, bisnis, eksekutif, AC, non AC), dll.

7. Daftar Pustaka

Alvinsah., dkk, 2005, Public Transport User Attitude Based on Choice Model Parameter Characteristics (Case Study : Jakarta Busway System), Journal of

Eastern Asia Society for Transportation Study, Vol. 6, pp. 480-491.

Bambang, S, dkk, 2004, Referensi Ringkas bagi

Proses Advokasi Pembangunan Transportasi, Masyarakat Transportasi Indonesia, Jakarta.

Cherchi, E. dan Ortuzar, JD, 2000, Multimodal

Choice Models With Mixed RP/SP Data : Correlation, Non-Linearities And Income Effect, Working Paper 4105, Institute of

Transport Studies, The University of Sydney.

Danielis, R. dan Rotaris, L. 1999. Analysing

freight transport demand using stated preference data : a survey and a research project for the Friuli-Venezia Giula Region, Paper Transporti Europei. n. 13,

Venezia.

Elsa, 2001, Kompetisi Pemilihan Moda Angkutan Penumpang Antar Kota Antara Moda Kereta Api Dan Bus, Thesis JBPTITBSI, Institut Teknologi Bandung, Bandung Endrayana dan Mulya, 2001, Model Kompetisi

Moda Angkutan Penumpang Antara Kereta Api Dan Bus, Koridor Jakarta - Tanjung Karang, Dengan Metode Stated Preference, Thesis JBPTITBSI, Institut Teknologi Bandung, Bandung

Hensher and King, 1998, Establishing Fare Elasticity Regimes for Urban Passenger Transport : Time-Based Fares for Concession and Non-Concession Markets Segmented by Trip Length, Journal of

Transportation and Statistics, January

1998, pp 44-61.

Louviere, J. dan Street, D. 2000,

Stated-Preference Methods, Handbook of Transport Modelling, Edited by D.A.

Hensher and K.J Button, Chapter 8, pp. 131-143, Pergamon, UK.

Louviere, J., et.al. 2000, Stated Choice Methods :

Analysis and Applications. Cambridge

University Press, Australia.

Morlok, EK, 1985, Pengantar Teknik dan

Perencanaan Transportasi, hlm. 488-491,

Penerbit Erlangga, Jakarta.

Norojono, O. dan Young, W. 2000. A Stated

Preference Freight Mode Choice Model. A Resource Paper for IATBR 2000 : 9th

International Association for Travel Behaviour Research Conference. Queensland, Australia.

Ortuzar, J.D. dan Willumsen, L.G. 1994,

Modelling Transport 2nd ed, John Wiley &

(6)

Pearmain, D. dan Kroes, E. 1990, Stated

Preference Techniques : A Guide to Practise. Steer Davies & Gleave Ltd,

Surret UK.

Quentin & Hong, 2005, Effects of Attribute Perceptions on Mode Choice Behaviour in A Transit Market, Journal of Eastern Asia

Society for Transportation Study, Vol. 6 ,

pp. 1740-1750.

Regan dan Garido, 2000, Modelling Freight

Demand and Shipper Behaviour : State of the Art, Future Directions. A Resource

Paper for IATBR 2000 : 9th International Association for Travel Behaviour Research Conference. Queensland, Australia.

Rury Arum Djati, dkk., 2003, Pengaruh Karakteristik Penumpang thd Optimasi Kapasitas Angkut KA Eksekutif Jalur Semarang – Jakarta, Jurnal Teknisia, vol.

3, no. 2, hal. 91 – 102, FTSP UII,

Yogyakarta.

Sethi, V. dan Koppelman, F.S. 2000.

Closed-Form Discrete-Choice Models. Handbook of Transport Modelling, Edited by D.A.

Hensher and K.J Button, Chapter 13. pp. 211-227 Pergamon, UK.

Syafruddin, dkk., 2007, Model Pemilihan Moda Angkutan Penumpang Pesawat Terbang dan Kapal Cepat dengan Data SP (Stated

Preference)(Studi Kasus : Rute Palembang

– Batam), Jurnal Rekayasa Transportasi, FTSL - ITB

Tamin, O.Z. 1997, Perencanaan dan Pemodelan

Transportasi, Penerbit ITB, Bandung.

Widayanti, 2007, Studi Pemilihan Moda Angkutan Penumpang Antara Kereta Api dan Bus (Trayek Surabaya – Yogyakarta),

Thesis Manajemen Rekayasa Transportasi,

Gambar

Tabel 2. Elastisitas Atribut Data SP

Referensi

Dokumen terkait

Kemampuan mahasiswa dalam menganalisis prosa fiksi jenis cerpen pada kelas eksperimen, selama penerapan strategi pemampatan mengalami peningkatan yang lebih baik dari

Untuk menjawab rumusan masalah tersebut maka metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analisis. Dalam penelitian ini penulis menggunakan populasi sebanyak 12

The focus of this book will be Greenplum UAP that includes database (for structured data requirements), HD/Hadoop (for unstructured data requirements), and Chorus (a

Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu Nomor 6 Tahun 2OOT tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Frovinsi Bengkulu.e. peraturan

Salah satu upaya yang perlu dilakukan oleh bengkel dealer mobil yaitu mengelola dan menjaga citra merek bengkel resmi dengan baik sehingga sedemikian rupa akan

Hal yang sama dikemukakan oleh Fadel Muhammad (2008) bahwa pengembangan ekonomi wilayah dapat dikembangkan dengan pendekatan manajemen kewirausahaan. Inilah yang diterapkan

Gambar 5 menunjukkan bahwa total vitamin C yang rendah diperoleh pada tomat dengan tingkat kematangan 0-10% kulit merah yang berbeda nyata dengan perlakuan

Oleh karena itu, untuk mengetahui keefektifan penggunaan Pembelajaran Kooperatif tipe TGT dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa SMP, Peneliti membuat penelitian yang berjudul