RENCANA STRATEGIS 2010-2014
PUSAT PENELITIAN DAN
PENGEMBANGAN PERKEBUNAN
Kementerian Pertanian
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
KATA PENGANTAR
Rencana Strategis Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan 2010 – 2014 merupakan dokumen perencanaan kelanjutan dari Rencana Strategis 2005 – 2009. Penyusunan dokumen rencana strategis ini mengacu pada
Rencana Strategis Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian 2010 – 2014
Hal-hal pokok yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan rencana strategis ini adalah sebagai berikut:
1. Kualitas pelayanan kepada pengguna hasil penelitian perkebunan (khususnya petani, pengusaha, pengambil kebijakan dan peneliti) menjadi indicator kinerja Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.
2. Pencapaian sasaran penelitian dan pengembangan dari setiap kegiatan menjadi kinerja dari tim pelaksana (penerapan SAKIP) 3. Pelaksanaan kegiatan harus memperhatikan 4 target sukses
Kementerian Pertanian dan secara sistemik sumberdaya yang tersedia harus dimanfaatkan secara optimal.
4. Kegiatan pengembangan harus mampu menjembatani
kesenjangan antara peneliti dan pengguna hasil penelitian
Kepada Tim Penyusun dan semua pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan renstra ini diucapkan terima kasih. Mudah-mudahan rencana strategis ini menjadi pendorong bagi kemajuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan pada khususnya dan kemajuan perkebunan Indonesia secara umum
Bogor, Oktober 2012 Kepala Pusat
Dr. Ir. Muhammad Syakir, MS
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ... ... iii DAFTAR ISI ... . v DAFTAR GAMBAR ... vi DAFTAR TABEL ... vii DAFTAR LAMPIRAN ... viii I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan Penyusunan Renstra ... 3
II. KONDISI UMUM 2.1. Organisasi ... 4
2.2. Sumberdaya ( Manusia, Sarana Prasarana, Keuangan) ... 8
2.3. Tata Kelola ... 14
2.4. Kinerja Litbang 2005 – 2009 ... 15
III. POTENSI, PERMASALAHAN, DAN IMPLIKASI 3.1 Potensi ... 24
3.2 Permasalahan (tantangan) ... 29
3.3 Implikasi bagi Puslitbang Perkebunan ... 33
IV. VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, DAN TARGET 4.1. Visi dan Misi ..………. 38
4.2. Tujuan dan Sasaran ... 38
4.3. Target Utama ... 40
V. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI 5.1. Arah Kebijakan dan strategi Kementerian Pertanian ... 41
5.2. Arah kebijakan dan Strategi Litbang Pertanian ... 43
5.3. Arah Kebijakan dan Strategi Puslitbang Perkebunan ... 47
5.4. Kegiatan dan Strategi Pendanaan ... 48
VI. KEGIATAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN 6.1. Kegiatan ... 51
6.2. Indikator Kinerja Utama (IKU) Puslitbang Perkebunan TA 2010-2014 ... 65
VII. PENUTUP ... 66
LAMPIRAN DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Perkebunan kelapa sawit di Sukabumi, Jawa Barat .... 2
Gambar 2. Struktur Organisasi Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan ... 6
Gambar 3. Unit pelaksana teknis/balai penelitian lingkup Puslitbang perkebunan (Balittro, Balittas, Balitka dan Balittri) ... 7
Gambar 4. Tujuh komoditas perkebunan mandate Puslitbang Perkebunan (kelapa sawit, karet, kopi, kakao, teh dan tebu) ... 8
Gambar 5. Varietas kapas unggul Indonesia ... 16
Gambar 6. Varietas tembakau unggul Indonesia ... 17
Gambar 7. Kelapa Dalam unggul Mapanget ... 18
Gambar 8. Varietas jahe unggul Jahira-1 dan Jahira-2 ... 19
Gambar 9. Varietas temu lawak unggul Cursina-1, Cursina-2 dan Cursina-3 ... 19
Gambar 10. Varietas kenaf unggul KR 14 dan KR-15 ... 20
Gambar 11. Varietas nilam unggul Tapaktuan, Lhokseumawe dan Sidikalang ... . 21
Gambar 12. Biopestisida dan tanaman serai wangi ... 21
Gambar 13. Varietas unggul jarak pagar komposit IP-3P, IP-3M dan IP 3A ... 22
Gambar 14. Tanaman sagu, kemiri minyak dan aren merupakan sumber energi alternative ... 32
Gambar 15. Perbanyakan benih tebu kultur jaringan ... 34
Gambar 16. Limbah tanaman perkebunan (tandan kosong kelapa sawit, limbah tebu, sabut kelapa) sebagai sumber energi alternatif ... 35
Gambar 18. Pelaksanaan bimbingan teknis pestisida nabati dan jamu ternak di Cangkringan, Sleman,
Yogyakarta ... 59 Gambar 19. Pengembangan ternak sapi, pembibitan serai wangi
dan pemasangan ketel untuk penyulingan ... 61
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jumlah Pegawai Lingkup Puslitbang Perkebunan
Menurut Pendidikan Akhir Pada Tahun 2011 ... 9 Tabel 2. Jumlah Pegawai Lingkup Puslitbang Perkebunan
Berdasarkan Jabatan Pada Tahun 2011 ... 9 Tabel 3. Keragaan Peneliti Berdasarkan Kepakaran/Bidang Ilmu
Lingkup Puslitbang Perkebunan ... 10 Tabel 4. Jenis Laboratorium Lingkup Puslitbang Perkebunan ... 11 Tabel 5. Keragaan Kebun Percobaan Lingkup Puslitbang
Perkebunan ... 12 Tabel 6. Keragaan Rumah Kaca Lingkup Puslitbang
Perkebunan ... 13 Tabel 7. Keragaan Anggaran Puslitbang Perkebunan TA. 2005
– 2010 ... 14 Tabel 8. Keragaan Anggaran Puslitbang Perkebunan TA. 2011
– 2012 ... 14 Tabel 9. Indikator Kinerja Utama (IKU) Puslitbang Perkebunan
DAFTAR LAMPIRAN
1. Target Pembangunan Tahun 2010-2014 Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan – Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian – Kementerian Pertanian
2. Kebutuhan Pendanaan Pembangunan Tahun 2010-2014 Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Badan Litbang Pertanian - Kementerian Pertanian
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar BelakangKementerian Pertanian telah menetapkan sistem pertanian industrial berkelanjutan yang berdaya saing dan mampu menjamin ketahanan pangan dan kesejahteraan petani sebagai visi pembangunan pertanian jangka panjang. Sistem pertanian industrial adalah suatu sistem yang menerapkan usahatani disertai dengan koordinasi vertikal dalam satu alur produk melalui mekanisme non-pasar, sehingga karakteristik produk akhir yang dipasarkan dapat dijamin dan disesuaikan dengan preferensi konsumen akhir. Ciri-ciri sistem pertanian industrial mencakup: (1) pengetahuan merupakan landasan utama dalam pengambilan keputusan, memperkuat intuisi, kebiasaan, atau tradisi; (2) kemajuan teknologi merupakan alat utama dalam pemanfaatan sumberdaya; (3) mekanisme pasar merupakan media utama dalam transaksi barang dan jasa, (4) efisiensi dan produktivitas sebagai dasar utama dalam alokasi sumberdaya; (5) mutu dan keunggulan merupakan orientasi, wacana, sekaligus tujuan; (6) profesionalisme merupakan karakter yang menonjol; dan (7) perekayasaan merupakan inti nilai tambah sehingga setiap produk yang dihasilkan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Untuk mencapai pertanian industrial yang berkelanjutan, selama tahun 2005 – 2009, Kementerian Pertanian telah berusaha mewujudkan pertanian tangguh untuk pemantapan ketahanan pangan, peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian serta peningkatan kesejahteraan petani. Pembangunan pertanian pada tahap selanjutnya diarahkan untuk mewujudkan kelembagaan petani yang kokoh, mandiri, berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi di pedesaan sebagai pengelola pertanian modern. Rencana Pembangunan Pertanian tersebut, selanjutnya disusun dalam bentuk Rencana Strategis (Renstra) yang wajib disusun oleh setiap instansi publik sesuai tugas pokok dan fungsinya.
Gambar 1. Perkebunan kelapa sawit di Sukabumi, Jawa Barat
Sub sektor perkebunan mempunyai peran yang cukup strategis dalam (sumbangannya terhadap) peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia melalui perannya secara ekonomis, ekologis dan sosial budaya dalam pembangunan nasional. Secara ekonomi perkebunan berfungsi meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat serta penguatan struktur ekonomi wilayah dan nasional melalui sumbangannya terhadap pendapatan petani, wilayah maupun devisa negara, secara ekologi berfungsi meningkatkan konservasi tanah dan air, penyerap karbon, penyedia oksigen dan penyangga kawasan lindung yang melindungi sumberdaya alam dan lingkungan hidup, dan secara sosial budaya berfungsi sebagai perekat dan pemersatu bangsa, serta sebagai penyedia lapangan kerja.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (Puslitbang Perkebunan) sebagai salah satu Unit kerja Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Badan Litbang Pertanian) yang memiliki tugas dan fungsi sebagai penghasil teknologi dan kebijakan khususnya di bidang perkebunan, mendukung visi Kementerian Pertanian dan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dengan berupaya secara terus-menerus untuk menghasilkan inovasi teknologi perkebunan yang dapat diterapkan (aplicable) efektif,
efisien dan berdaya saing untuk dimanfaatkan oleh petani dan pengguna lain. Berbagai kegiatan penelitian dan pengembangan selama tahun 2005 - 2009 telah menghasilkan cukup banyak inovasi teknologi di bidang perkebunan antara lain dalam peningkatan biodiversitas dan jumlah bahan tanaman, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan, produk dan teknologi pengolahan hasil tanaman perkebunan serta sintesis kebijakan. Namun demikian, masih banyak yang harus dilakukan untuk meningkatkan hasil yang telah dicapai dengan banyaknya tantangan yang dihadapi, seiring dengan dinamika lingkungan strategis yang selalu berkembang.
1.2. Tujuan Penyusunan Renstra
Perencanaan program yang baik akan menjamin keberlanjutan suatu kegiatan secara berkesinambungan. Perencanaan program harus dilandasi evaluasi kinerja sebelumnya untuk menentukan hasil apa yang telah dicapai berdasarkan sasaran yang diinginkan serta masalah apa yang menjadi kendala sehingga perlu pemecahan selanjutnya. Rencana pembangunan lima tahun Pusat Penelitian dan Pegembangan Perkebunan dilandasi oleh misi, visi dan sasaran yang telah ditetapkan dikaitkan arah kebijakan dan tuntutan keadaan serta
dinamika perubahan lingkungan strategis dengan
mempertimbangkan hasil evaluasi kinerja sebelumnya. Teknis penyusunan Renstra dilakukan dengan memadukan prinsip top down dan bottom up planning. Artinya dalam prinsip ini harus memperhatikan arah kebijakan yang telah digariskan oleh Badan Litbang Pertanian dan kegiatan apa yang sesuai dan ingin dicapai oleh unit kerja.
Untuk menjaga kesinambungan perencanaan strategis 2005-2009 dan mengantisipasi perkembangan dan perubahan, baik yang berasal dari luar atau dari dalam organisasi, maka perlu disusun perencanaan 2010-2014. Renstra tersebut disusun dengan mempertimbangkan renstra sebelumnya dengan penyempurnaan berdasarkan pemikiran-pemikiran baru, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perubahan lingkungan strategis yang dinamis, serta dinamika kebutuhan pengguna.
Dokumen Rencana Strategis Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian tahun 2010 – 2014 merupakan acuan bagi (stakeholders
pembangunan perkebunan, terutama) jajaran di lingkup Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan dalam melaksanakan penelitian dan pengembangan perkebunan sesuai tugas pokok dan fungsinya masing-masing.
Dokumen Renstra 2010-2014 telah disusun sebagai acuan bagi Unit Pelaksana Teknis lingkup Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan penelitian untuk periode 2010-2014 secara menyeluruh, terintegrasi, dan sinergi baik di dalam maupun antar sub-sektor/sektor terkait. Sehubungan dengan perubahan mandat komoditas maka dilakukan revisi Renstra 2010-2014.
BAB II. KONDISI UMUM
2.1. OrganisasiSesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian
No.61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, tugas Puslitbang Perkebunan adalah Melaksanakan penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program, penelitian dan pengembangan perkebunan, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kegiatan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program serta pemantauan dan evaluasi penelitian dan pengembangan perkebunan;
b. Pelaksanaan kerja sama dan pendayagunaan hasil penelitian dan pengembangan perkebunan;
c. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan perkebunan; dan
d. Pengelolaan urusan tata usaha Pusat Penelitian dan
Tugas dan fungsi penyusunan kebijakan teknis bertujuan untuk menghasilkan rumusan kebijakan berdasarkan hasil penelitian untuk mengembangkan perkebunan. Sedangkan penyusunan rencana program penelitian dan pengembangan bertujuan untuk menyiapkan perencanaan penelitian dan pengembangan dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Pelaksanaan penelitian bertujuan untuk menghasilkan informasi pengetahuan dan (komponen) teknologi yang lebih unggul dari pada teknologi yang ada, baik dari aspek teknik maupun sosial ekonomi. Sedangkan tugas dan fungsi pengembangan bertujuan untuk merakit pengetahuan dan (komponen) teknologi yang dihasilkan dari penelitian sehingga menjadi suatu rekomendasi kebijakan dan paket teknologi strategis dalam arti secara teknik dapat diterapkan, secara ekonomi layak, dan secara sosial dapat diterima oleh pengguna. Selain itu dalam tugas dan fungsi pengembangan ini termasuk juga pengembangan komunikasi antar sesama peneliti dan dengan para pengguna. Adapun pengembangan komunikasi dilaksanakan melalui berbagai forum, jejaring dan media baik yang bersifat ilmiah maupun populer.
Secara vertikal Puslitbang Perkebunan termasuk salah satu unit kerja Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Badan Litbang Pertanian). Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi, Puslitbang Perkebunan terdiri atas 1) Bagian Tata Usaha, 2) Bidang Program dan Evaluasi, 3) Bidang Kerja sama dan Pendayagunaan Hasil Penelitian, dan 4) Kelompok Jabatan Fungsional. Untuk tugas dan fungsi penelitian selain dilaksanakan oleh Kelompok Peneliti di Puslitbang Perkebunan, juga didukung oleh 4 (empat) Unit Pelaksana Teknis (UPT) penelitian berdasarkan jenis tanaman (komoditas) yang ditangani, sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian No. 62-65/Permentan/OT.140/10/2010 telah ditetapkan tentang organisasi dan tata kerja Balai Penelitian Tanaman Palma, Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat dan Balai Penelitian Industri dan Penyegar
Gambar 2. Struktur Organisasi Pusat Penelitian dan PengembanganPerkebunan
Tugas Balittro, Balittas, Balit Palma, dan Balittri adalah melaksanakan penelitian berturut-turut tanaman rempah dan obat ; kopi, kakao, karet, teh; pemanis dan serat, kelapa dan palma lain; serta minyak industri. Masing-masing Balai Komoditas tersebut menyelenggarakan fungsi:
a. Pelaksanaan penelitian genetika, pemuliaan, perbenihan, dan pemanfaatan plasma nutfah;
b. Pelaksanaan penelitian agronomi, fisiologi, ekologi, entomologi, dan fitopatologi;
PUSLITBANG PERKEBUNAN
BALITTRI
BALIT PALMA BALITTAS BALITTRO
KELOMPOK FUNGSIONAL LAINNYA BAGIAN TATA USAHA SUBBAGIAN KEPEGAWAIAN DAN RUMAH TANGGA SUBBAGIAN KEUANGAN DAN PERLENGKAPAN BIDANG KSPHP SUBIDANG KERJASAMA PENELITIAN SUBBIDANG PENDAYAGUNAAN HASIL PENELITIAN BIDANG PROGRAM DAN EVALUASI SUBBIDANG PROGRAM SUBBIDANG EVALUASI
c. Pelaksanaan penelitian komponen teknologi, sistem, dan usaha agribisnis;
d. Pemberian pelayanan teknik kegiatan penelitian;
e. Penyiapan kerjasama, informasi dan dokumentasi serta penyebarluasan dan pendayagunaan hasil penelitian;
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
Dengan diterbitkannya Permentan tersebut, maka dilingkup Puslitbang Perkebunan mendapat tambahan untuk melaksanakan penelitian komoditas-komoditas kelapa sawit, karet, kopi, teh kina dan tebu
Gambar 3. Unit pelaksana teknis / balai penelitian lingkup Puslitbang Perkebunan (Balittro, Balittas, Balit Palma, dan Balittri)
Balittro
Balit Palma Balittri
Balittas
Kelapa sawit Karet Kopi
Kakao Teh Tebu Kina
Gambar 4. Tujuh komoditas perkebunan mandat Puslitbang Perkebunan (kelapa sawit, karet, kopi, kakao, teh, dan tebu)
2.2. Sumber Daya (Manusia, Sarana Prasarana, Keuangan)
Sumberdaya Manusia. Untuk menjalankan tugas pokok dan fungsinya, Puslitbang Perkebunan didukung dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal dan berkarakter dengan persyaratan kompetensi tertentu. Kompetensi merupakan persyaratan mutlak bagi SDM Badan Litbang Pertanian untuk menjamin terselenggaranya kegiatan penelitian dan pengembangan yang berkualitas. Puslitbang Perkebunan memberikan prioritas tinggi terhadap peningkatan kualitas SDM dalam upaya menjamin tersedianya tenaga handal dalam melaksanakan program penelitian pertanian. Keragaan sumber daya manusia Puslitbang Perkebunan pada tahun 2011, disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah pegawai lingkup Puslitbang Perkebunan menurut Pendidikan Akhir pada tahun 2011
Unit Kerja S3 S2 S1 D4 SM D3 D2 D1 SLTA SLTP SD Jumlah Kantor Pusat 14 5 20 0 2 4 3 1 40 4 3 96 Balittro 16 18 63 0 3 9 3 0 106 13 28 259 Balittas 11 25 62 0 2 6 0 0 69 17 11 193 Balitpalma 5 17 24 2 2 2 1 0 54 6 5 116 Balittri 3 10 32 0 0 3 0 1 36 4 10 102 Jumlah 49 78 201 2 7 24 7 2 305 34 57 766
Sampai dengan TA 2011 Puslitbang Perkebunan didukung oleh 766 pegawai yang terdiri dari 49 orang S3, 79 orang S2 dan 201 orang S1, 2 orang D4, 7 orang SM, 24 orang D3, 7 orang D2, 2 orang D1 serta 396 orang SLTA ke bawah. Berdasarkan jabatannya sumber daya manusia di lingkungan Puslitbang Perkebunan diklasifikasikan menjad 6 (enam) yaitu Peneliti, Teknisi Litkayasa, Pranata Komputer, Pustakawan, Arsiparis, Penunjang Penelitian dan Pejabat Struktural. Jumlah pegawai berdasarkan jabatannya adalah sebagai berikut: Tabel 2. Jumlah pegawai lingkup Puslitbang Perkebunan berdasarkan
jabatannya pada tahun 2011
No
Unit Kerja Peneliti Tek. Litkayasa
Pranata Komp
Pustaka wan
Arsiparis Penunjang Penelitian dan Pejabat Struktural Jumlah 1 Kantor Pusat 19 0 1 4 2 70 96 2 Balittro 78 65 0 4 0 111 258 3 Balittas 61 41 4 4 1 86 197 4 Balitpalma 35 12 0 4 1 86 138 5 Balittri 39 18 0 0 0 45 102 Jumlah 223 136 1 16 4 398 791
Komposisi tenaga penunjang penelitian dan struktural berjumlah 308 orang. Jumlah tersebut besar dibandingkan dengan jumlah tenaga fungsional lingkup Puslitbang Perkebunan (Peneliti, Teknisi. Litkayasa, Pranata Komputer dan Fungsional lainnya). Seyogyanya tenaga fungsional, sebagai motor penggerak untuk mencapai tujuan organisasi lebih besar dibandingkan dengan tenaga penunjangnya sehingga perencanaan SDM kedepan perlu mempertimbangkan komposisi tersebut.
Peneliti lingkup Puslitbang Perkebunan berdasarkan kepakaran/bidang ilmunya pada tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Keragaan Peneliti berdasarkan Kepakaran/bidang ilmu lingkup Puslitbang Perkebunan
No Bidang Keahlian Kantor Pusat Balittro Balittas Balitpalma Balittri
1 Budidaya Tanaman 6 21 13 8 13
2 Ekonomi Pertanian 1 5 2 3 3
3 Fisiologi Tanaman 3 1 1
4 Hama Dan Penyakit
Tanaman 6 24 17 8 7
5 Pemuliaan dan
Genetika Tanaman 1 19 19 10 11
6 Teknologi Pasca
Panen dan Mekanisasi
Pertanian 2 3 7 6 3 7 Sistem Usaha Pertanian 1 8 Ekonomi Sumberdaya 1 9 Bakteriologi 1 10 Bioteknologi Pertanian 1
11 Kesuburan Tanah dan
Biologi Tanaman 1 1
12 Kimia Analitik lainnya 1
Dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan fungsinya, Puslitbang Perkebunan didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai. Sarana yang digunakan untuk melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai lembaga penelitian adalah Kebun Percobaan, Laboratorium dan Rumah Kaca
Laboratorium. Puslitbang Perkebunan mengelola 26 laboratorium seperti disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Jenis Laboratorium lingkup Puslitbang Perkebunan
No Jenis Laboratorium Balittro Balittri Balittas Balitpalma Jumlah
1 Biotek/Kuljar 1 1 2 2 Pemuliaan 1 1 1 1 4 3 Ekofisiologi 1 1 1 3 4 Hama 1 1 1 3 5 Penyakit 1 1 1 1 3 6 Perbenihan 1 1 0 7 Lab Uji 1 1 1 8 Fisiologi hasil 1 1 2
12 Parasitoid dan Predator 1 1
13 Patologi Serangga 1 1
15 Tanah/Tanaman 1 1
16 Toksikologi 1 1
JUMLAH 7 5 9 5 26
Laboratorium lingkup Puslitbangbun yang sudah mendapat akreditasi ada 2 (dua) dan 2 (dua) laboratorium masih dalam proses akreditasi. Laboratorium Perbenihan dan Lab Uji yang dikelola oleh Balittro mendapatkan akreditasi pada tahun 2010. Laboratorium Penyakit yang dikelola Balittro dan Lab Benih yang dikelola oleh Balittas telah diusulkan proses akreditasinya sejak tahun 2009.
Kebun Percobaan. Kebun percobaan lingkup Puslitbang Perkebunan tersebar di 18 lokasi dengan luas total 778,93 Ha. Daya dukung dan pemanfaatan Kebun Percobaan disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Keragaan Kebun Percobaan Lingkup Puslitbang Perkebunan
No Satker/Lokasi KP Luas (Ha)
BALITTRO
1 KP. Cimanggu & Cibinong 44,63
2 KP. Manoko 20 3 KP. Sukamulya 48,56 4 KP. Laing 75 5 KP. Cicurug 9,51 6 KP.Cikampek 14,9 BALITTRI 7 KP. Pakuwon 159,6 8 KP. Gunung Putri 6,74 9 KP. Cahaya Negeri 30 BALITTAS 10 KP. Asembagus 40,07 11 KP. Muktiharjo 95,16 12 KP. Sumberrejo 26,51 13 KP. Karangploso 24,65 14 KP. Pasirian 7,88 BALITPALMA 15 KP. Paniki 40 16 KP. Mapanget 47,6 17 KP. Kima atas 60,4 18 KP. Kayuwatu 26,7
Luas Kebun Percobaan di lingkup Puslitbang Perkebunan sangat beragam berkisar antara 6,74 Ha – 159,6 Ha. Balittro mengelola 155,88 Ha, Balittri mengelola 253,06 Ha, Balittas mengelola 194,27 Ha dan Balitpalma mengelola 174,7 Ha. KP yang terluas adalah KP. Pakuwon yang dikelola oleh Balittri, Kebun Percobaan yang memiliki luasan terendah luasannya adalah KP. Cicurug yang dikelola oleh Balittro.
Rumah Kaca. Rumah kaca sebagai fasilitas pendukung kegiatan penelitian di lingkup Puslitbang Perkebunan sebanyak 13 buah. Daya dukung secara kualitatif dan kuantitatif serta status Rumah Kaca tersebut tercantum dalam Tabel 6.
Rumah Kaca lingkup Balittro secara umum mempunyai daya dukung yang cukup optimal sedangkan rumah kaca Ekofisiologi masih perlu ditingkatkan daya dukungnya. Rumah Kaca lingkup Balittri secara umum kurang optimal karena rumah kaca tersebut baru dibangun 3 tahun yang lalu. Rumah Kaca lingkup Balittas merupakan rumah kaca yang optimal daya dukungnya. Rumah Kaca lingkup Balit Palma secara umum kurang optimal dan perlu ditingkatkan daya dukungnya.
Tabel 6. Keragaan Rumah Kaca lingkup Puslitbang Perkebunan
No Satker/Rumah Kaca Daya Dukung Kualitatif BALITTRO 1 Pemuliaan Cukup 2 Ekofisiologi Kurang 3 Hama Cukup 4 Penyakit Cukup BALITTRI
1 Rumah Kaca Kurang
BALITTAS 1 Pemuliaan Optimal 2 Ekofisiologi Optimal 3 Hama Optimal 4 Penyakit Optimal BALITPALMA 1 Pemuliaan Kurang 2 Ekofisiologi Kurang 3 Hama Kurang 4 Penyakit Kurang
Sumber Daya Keuangan. Anggaran pembangunan Badan Litbang Pertanian terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan adanya dukungan positif pemerintah terhadap kegiatan litbang yang dituntut untuk menghasilkan inovasi teknologi yang lebih berorientasi pasar dan berdaya saing. Namun demikian, masih diperlukan dukungan pendanaan yang lebih besar untuk peningkatan hasil penelitian berupa inovasi teknologi dan varietas unggul berdaya saing yang bersifat public domain (untuk kepentingan petani). Perkembangan penganggaran lingkup
Puslitbang Perkebunan delapan tahun terakhir seperti terlihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Keragaan Anggaran Puslitbang Perkebunan TA 2005 – 2010 Tahun
Anggaran
Jenis Belanja Total
pegawai Barang Modal
2005 28,556 14,932 4,800 48,288 2006 31,796 20,876 11,058 63,731 2007 35,988 28,038 9,192 73,218 2008 37,943 25,868 2,870 66,680 2009 43,366 17,822 10,214 71,402 2010 36,908 47,271 18,635 102,814
Tabel. 8 Keragaan Anggaran Puslitbang Perkebunan TA. 2011-2012
Tahun Anggaran
Jenis Belanja
Total Pegawai Operasional Operasional Non Modal
2011 39,830,02 6.867,48 34.772 3.610,34 85.080,00
2012 43,629,68 8.320,00 41.038 5.271,13 98.259,60
2.3. Tata Kelola
Implementasi reformasi perencanaan dan penganggaran sebagai manifestasi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengisyaratkan bahwa penyusunan strategi pembangunan mempertimbangkan kerangka pendanaan yang menjamin konsistensi antara perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan. Penyusunan kebijakan, rencana program dan kegiatan harus mengedepankan spirit yang berpijak pada sistem perencanaan dan penganggaran yang terintegrasi perspektif jangka menengah dan berbasis kinerja yang mencakup 3 (tiga) aspek berupa unified budgeting, performance based budgeting, dan medium term expenditure frame work.
Untuk menjamin tercapainya good governance di UK/UPT lingkup Puslitbang Perkebunan, pelaksanaan program dan anggaran dikawal dengan penerapan Sistem Pengendalian Intern (SPI) di setiap UK/UPT. Langkah-langkah operasional penerapan SPI, yaitu: (1)
Pembentukan Satuan Pelaksana (Satlak); (2) Penyusunan Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan SPI; (3) Pelaksanaan Penilaian Pelaksanaan SPI; dan (4) Penyusunan Laporan Pelaksanaan SPI.
Untuk menjamin kelancaran dan tercapainya target pelaksanaan program dan anggaran Puslitbang Perkebunan dilakukan Monitoring dan Evaluasi secara berkala dan terus menerus. Monitoring ditujukan untuk memantau proses pelaksanaan dan kemajuan yang telah dicapai dari setiap program yang dituangkan di dalam Renstra beserta turunannya (RKT, PK). Evaluasi dilaksanakan sebagai upaya perbaikan terhadap perencanaan, penilaian dan pengawasan terhadap pelaksanan kegiatan agar berjalan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dan memanfaatkan sumber daya secara efektif dan efisien. Dokumen pelaksanaan Monev dituangkan dalam LAKIP, SIMMONEV dan Laporan Pelaksanaan Monev. Langkah-langkah operasional program Monev 2010-2014 mencakup: (1) Menyiapkan Pedoman Umum, Petunjuk Pelaksanaan (Juklak), dan Petunjuk Teknis (Juknis) Monev yang disusun secara berjenjang sampai tingkat UPT, (2) Melaksanakan monev secara reguler dan berjenjang, dan (3) Mengevaluasi capaian sasaran Renstra setiap tahun. Selain itu untuk mengukur Indikator Kinerja Utama (IKU), Puslitbang Perkebunan mengharuskan setiap UK/UPT menyusun Laporan Pencapaian IKU yang berisi uraian kegiatan utama serta target dan realisasi pencapaian sasarannya secara reguler pada setiap triwulan.
2.4. Kinerja Litbang 2005-2009
Dalam periode 2005 - 2009, berbagai inovasi teknologi telah dihasilkan untuk menjawab tantangan dalam pembangunan pertanian, meliputi inovasi teknologi terkait komoditas Tanaman Obat dan Aromatik, Rempah dan Industri lain, Tanaman Tembakau dan Serat, serta tanaman Kelapa dan Palma lain. Selain dalam bentuk inovasi teknologi juga dihasilkan dalam bentuk produk komoditas perkebunan yang dihasilkan dari kegiatan penelitian meliputi benih, varietas unggul baru, prototipe alat pengolah hasil tanaman dan formula. Sebagian hasil penelitian tersebut telah disebarluaskan dan diadopsi petani/pengguna melalui kegiatan diseminasi dan kerjasama. Kinerja litbang Perkebunan 2005-2009
telah dibuat dlam bentuk success story dan lesson learn 2005-2009 terkait kegiatan penelitian, kerjasama, diseminasi dan manajemen. Diharapkan keberhasilan yang telah dicapai selama kurun waktu 2005-2009 tersebut dapat ditindak lanjuti melalui rencana kegiatan 2010-2014 yang sistematis dan terkoordinir meliputi kegiatan peneltian, diseminasi, kerjasama dan juga managemen SDM, aset dan keuangan.
Hasil penelitian unggulan yang telah dicapai Puslitbang Perkebunan dalam kurun 2005-2009 antara lain:
Kapas. Penelitian perbaikan varietas pada kapas merupakan salah satu dari sedikit komoditas yang memiliki program pemuliaan secara berkesinambungan sehingga berhasil dilepas varietas Kapas Indonesia (Kanesia)-10 yang selanjutnya disusul dengan seri varietas Kanesia hingga no 15, Kapas ISA 205A. Produktivitas varietas 3 – 4 ton mulai dicapai pada seri Kanesia-8. Dalam kurun waktu yang sama telah diidentifikasi lahan-lahan yang potensial untuk pengembangan kapas dengan persyaratan yang harus dipenuhi dan telah dihasilkan paket teknologi pengendalian OPT yang lebih ramah lingkungan tetapi tetap efektif dan efisien. Diidentifikasi sekitar 300.000 ha lahan tergolong sangat sesuai dan 1,5 juta ha sesuai untuk kapas di NTT, NTB, Jatim, Sulsel, dan Jateng.
Kanesia-14
Tembakau. Selama kurun waktu 2005 sampai dengan 2009 telah dihasilkan berbagai varietas tembakau unggul seperti tembakau Temanggung yang tahan penyakit layu bakteri (Kemloko 2 dan Kemloko 3); varietas unggul tembakau Boyolali Asepan (Grompol Jatim 1); tembakau Yogyakarta (Bligon 1) dan tembakau Kasturi (Kasturi 1 dan Kasturi 2). Salah satu strategi menghadapi isu kesehatan dilakukan pendekatan perakitan varietas tembakau berkadar nikotin rendah.
Grompol Jatim 1
Gambar 6. Varietas Tembakau Unggul Indonesia
Kelapa. Balitpalma telah melepas sebanyak 17 varietas kelapa, terdiri dari 7 varietas kelapa Dalam, 4 varietas kelapa Genjah dan 2 varietas kelapa Hibrida dan 4 kelapa unggul lokal. Potensi produksi varietas Kelapa Dalam tersebut bervariasi antara 2,8 – 4 ton kopra ha/thn, tergantung kondisi agroekosistemnya dengan kadar minyak 63-69% dan tahan terhadap penyakit busuk pucuk. Untuk mengendalikan hama Brontispa telah dirakit formula pestisida biologis yang ramah lingkungan berupa parasitoid pupa Tetrastichus brontispae dan cendawan entomopatogen Metarhizium anisopliae var. anisopliae. Teknik aplikasinya sudah didesiminasikan melalui kerja sama dengan Dinas daerah setempat dalam bentuk pendampingan dan pelatihan untuk produksi biopestisida tersebut dan telah diadopsi oleh petani di Sulawesi Tengah, NTT, dan Riau. Dalam upaya pengendalian hama
Talaud Sulawesi Utara, Maluku dan Papua telah dirakit paket teknologi pengendalian hama secara terpadu (PHT) yang lebih ramah lingkungan tetapi tetap efektif. Komponen teknologi PHT ini meliputi cara mekanis, kultur teknis, hayati dan jika terpaksa kimiawi.
Gambar 7. Kelapa Dalam unggul Mapanget Tanaman Obat
Kencur dan kunyit telah berhasil dilepas dan didaftarkan ke PVT, varietas unggul tanaman kencur dengan nama Galesia 1, 2 dan 3 dengan produksi 7-16 ton/ha dan kandungan minyak atsiri 2,1-6,6%. Disamping itu juga telah dilepas varietas unggul Kunyit dengan nama Turina 1, 2 dan 3 berproduksi 500-3.500 gr/rumpun dengan kandungan curcumin 8,4 – 10%.
Jahe. Penelitian jahe telah merumuskan protokol untuk memperoduksi benih jahe sehat bebas penyakit. Dengan demikian, permasalahan penyediaan benih sehat diharapkan dapat dipecahkan. Selain itu, untuk menghindari serangan penyakit layu bakteri, teknologi anjuran Puslitbangbun, seperti teknik pemilihan benih sehat dan penentuan lokasi, telah banyak diterapkan petani di sentra
produksi jahe. Varietas unggul jahe yang dihasilkan adalah jahe merah dengan nama Jahira 1 dan Jahira 2 dengan produksi 12 – 13 ton/ha, mempunyai kandungan minyak atsiri 3,4 dan 2,9%.
Jahira-1 Jahira-2
Gambar 8. Varietas jahe unggul jahira1 dan Jahira 2
Temulawak. Tiga varietas temulawak (Cursina-1, Cursina-2 dan Cursina-3) telah dilepas dengan potensi produksi antara 25-30 ton/ha, sedangkan produktivitas rata-rata nasional adalah 17,5 ton/ha. Salah satu keunggulan dari ketiga varietas ini adalah kadar kurkuminoid tinggi (4,6-5,2%) dan kadar gingerol sebesar 0,8-1,0%. Kurkuminoid dan gingerol adalah komponen utama yang menentukan kualitas temulawak.
Cursina-1 Cursina-2 Cursina-3
Kenaf. Varietas unggul kenaf yang telah dihasilkan yaitu: KR 14 dan KR 15 (potensial untuk lahan Podsolik Merah Kuning dan moderat tahan alumunium pada pH rendah), dengan produktivitas 3 ton per ha per tahun. Saat ini serat kenaf selain untuk kertas bermutu tinggi, juga diminati industri bernilai tinggi, seperti : geo-textile, fiberboard
dan particle board , juga telah dilakukan penelitian eksplorasi serat alam, perakitan varietas kenaf berumur genjah, tahan kering, produktivitas tinggi, dan proses retting yang bermutu.
KR-14 KR-15
Gambar 10. Varietas kenaf unggul KR 14 dan KR 15
Minyak Atsiri. Tiga varietas unggul nilam yang telah dilepas pada tahun 2005 yaitu Tapak Tuan, Lhokseumawe, dan Sidikalang dengan potensi produksi sebesar 375 kg, 355 kg, dan 315 kg/ha/tahun yang jauh di atas rata-rata produksi nasional sebelum tahun 2004 yang hanya mencapai 199 kg/ha/tahun. Kadar patchouli alkohol dari ketiga varietas unggul tersebut di atas standar nasional Indonesia (SNI) yaitu berturut-turut sebesar 33,3%, 32,6%, dan 33%. Benih bermutu (varietas unggul) tersebut telah menyebar ke para petani, penangkar, dan pengusaha nilam hampir ke seluruh wilayah Indonesia.
Tapaktuan Lhokseumawe Sidikalang
Gambar 11. Varietas nilam unggul, Tapaktuan, Lhokseumawe, Sidikalang Seraiwangi. Telah dihasilkan biopestida yang berbahan baku seraiwangi yaitu CS (Cengkeh dan Seraiwangi), sabun kesehatan seraiwangi, dan bioaditif seraiwangi yang mampu meningkatkan oktan dan efisiensi bahan bakar bensin dan solar. Limbah penyulingan seraiwangi yang dihasilkan oleh para penyuling ternyata mengandung nutrisi yang cukup baik untuk diolah sebagai pakan ternak besar. Adanya campuran pakan ternak dengan limbah seraiwangi telah menghasilkan kotoran ternak yang kurang berbau jika dibandingkan kotoran ternak yang memakan pakan yang tidak dicampur limbah penyulingan seraiwangi
Jambu Mete. Tiga varietas spesifik lokasi yang telah dilepas adalah Meteor, MPE -1 dan MPF -1 dengan produktivitas lebih tinggi dari sebelumnya. Tiga varietas ini telah berkembang di Sulawesi Tenggara, Ende dan Flores. Perbanyakan bibit atau peremajaan dapat dilakukan melalui grafting dengan entres varietas unggul dengan keberhasilan > 80%. Selain itu perbanyakan lebih cepat dapat digunakan teknologi kultur jaringan. Puslitbangbun telah mengembangkan pengandalian hama terpadu untuk hama Helopeltis yang meliputi komponen Early Warning System, pemangkasan, penggunaan pestisida nabati/kimia, dan sanitasi. Penggunaan keempatnya dapat menurunkan kerusakan > 30%.
Jarak Pagar. Puslitbang perkebunan telah melakukan eksplorasi dan seleksi bahan tanaman jarak pagar dari berbagai agroekosistem serta menyusun Peta Kesesuaian Lahan untuk komoditas jarak pagar. Eksplorasi plasma nutfah jarak pagar berhasil mengoleksi 461 nomor di tiga agroekosistem, yaitu beriklim basah di KP Pakuwon, sedang di KP Muktiharjo, dan kering di KP Asembagus. Melalui proses seleksi berkelanjutan, didapatkan populasi komposit yang diperbaiki (Improved Population = IP) berturut-turut IP-1 P, IP-1 M, IP-1A, pada akhir tahun 2006 untuk daerah beriklim basah, sedang, dan kering disusul oleh seri 2P, 2M, dan 2 A tahun 2007 serta 3P, IP-3 M, dan IP-IP-3 A pada akhir tahun 2008. Peta kesesuaian lahan dan iklim untuk jarak pagar skala 1: 1.000.000 diterbitkan tahun 2006 sebagai acuan indikatif untuk pengembangan jarak pagar.
IP-3 P IP-3 M IP-3 A
Gambar 13. Varietas unggul jarak pagar komposit IP-3P, IP-3M dan IP 3A
Lada. Hasil penelitian selama lima tahun telah diperoleh beberapa nomor hibrida yang dinilai tahan terhadap penyakit BPB dengan target produktivitas 6 ton/ha/thn. Nomor-nomor tersebut adalah LH 36-37; LH 51-1; LH36-1; LH 37 16; LH 20-4 dan LH 24-1. Produktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan induknya yaitu 4 ton/ha/thn. Teknik perbanyakan benih yang cepat dan homogen telah diperoleh melalui kultur jaringan yang sebelumnya tidak dapat dilakukan.
Pemanfaatan lahan bekas tambang timah di Bangka Belitung untuk pengembangan tanaman lada sudah dapat dilakukan sehingga persaingan lahan dengan komoditas lain dapat dihindarkan. Permasalahan penyakit virus pada lada sudah dapat ditanggulangi dengan biopestisida yang sudah diformulasikan. Sedangkan untuk diverifikasi produk telah dikembangkan lada hijau yang bermutu tinggi dan lada putih yang bersifat higienis melalui bleaching.
Rekomendasi Kebijakan. Hasil-hasil analisis kebijakan yang dihasilkan Puslitbang Perkebunan dalam TA 2005 -2009 adalah sebagai berikut: (1) Rekomendasi kebijakan kapas dan tembakau, (2) Rekomendasi kebijakan penelitian jarak pagar dan BBN, (3) Rekomendasi kebijakan kelapa dan tanaman obat. (4) Rekomendasi kebijakan lada. (5) Saran kebijakan perkebunan menanggapi kenaikan harga minyak goreng. (6) Alternatif kebijakan pengembangan jarak pagar. (7) Saran kebijakan pengembangan agribisnis kapas.
BAB III. POTENSI, PERMASALAHAN, DAN IMPLIKASI
Pasar hasil perkebunan, ke depan akan mengalami perubahan fundamental di sisi permintaan karena adanya perubahan lingkungan strategis domestik maupun internasional. Hal ini disebabkan kondisi permintaan melebihi sisi penawaran karena semakin intensifnya proses industrialisasi di berbagai negara dan peningkatan jumlah penduduk. Beberapa tahun ke depan harga produk perkebunan diperkirakan akan semakin tinggi. Terkait dengan dinamika perubahan lingkungan strategis domestik maupun internasional tersebut perlu dicermati berbagai aspek terkait dengan potensi (kekuatan dan peluang) maupun permasalahan/kelemahan. Implikasi yang dihadapi sektor perkebunan khususnya yang terkait dengan penelitian dan pengembangan perkebunan agar mampu merumuskan perencanaan strategis lima tahun ke depan secara lebih kontekstual.3.1. Potensi
3.1.1. Pertumbuhan Ekonomi, Penduduk, Permintaan Pangan
Beberapa negara Asia seperti Cina, India dan Indonesia, akhir akhir ini telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang cepat melebihi rata-rata pertumbuhan ekonomi negara-negara maju. Pertumbuhan sektor perkebunan berkontribusi terhadap ekonomi Indonesia sebesar 3,57% per tahun selama periode 2005 - 2009. Pertumbuhan ekonomi tersebut berkontribusi pada keberhasilan mengurangi kemiskinan dan kelaparan. Penduduk miskin di Indonesia pada tahun 1999 mencapai 48 juta jiwa (23,43%), menurun menjadi 37,3 juta jiwa (17,42%) pada tahun 2003, 36,1 juta jiwa (16,66%) pada tahun 2004 dan terus berkurang menjadi 32,5 juta jiwa (14,15%) pada tahun 2009.
Pertumbuhan penduduk Indonesia lima tahun terakhir rata-rata 1,27%/tahun dengan jumlah penduduk saat ini 237 juta jiwa. Dinamika pertumbuhan penduduk Indonesia tersebut ditinjau dari kualitas, pasar tenaga kerja, tingkat pendidikan, mobilitas, dan aspek jender tentu
akan sangat berpengaruh terhadap keragaan pembangunan pertanian di masa mendatang. Peningkatan jumlah penduduk berkaitan dengan ketersediaan tenaga kerja disatu sisi tetapi disisi lain meningkatnya tekanan permintaan terhadap lahan untuk penggunaan non-pertanian. Dinamika pertumbuhan penduduk dan pendapatan masyarakat Indonesia yang diperkirakan terjadi dalam lima tahun ke depan, berpotensi menciptakan peluang pasar yang besar bagi produk perkebunan tertentu seperti minyak goreng, gula dan kakao.
3.1.2. Keanekaragaman Hayati dan Agroekosistem
Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam yang melimpah (mega biodiversity), termasuk plasma nutfah. Bio-diversity darat Indonesia terbesar nomor dua di dunia setelah Brasil, sedangkan bila termasuk kelautan maka Indonesia nomor satu dunia. Keaneka ragaman hayati yang didukung dengan sebaran kondisi geografis, berupa dataran rendah dan tinggi serta iklim yang sesuai berupa limpahan sinar matahari, intesitas curah hujan yang hampir merata sepanjang tahun di sebagian wilayah, serta keaneka ragaman jenis tanah memungkinkan dibudidayakannya aneka jenis tanaman daerah tropis maupun komoditas introduksi dari daerah sub topis secara merata sepanjang tahun di Indonesia.
Aneka ragam dan besarnya jumlah plasma nutfah tanaman yang sudah beradaptasi dengan iklim tropis merupakan sumber materi genetik yang dapat direkayasa untuk menghasilkan varietas dan klon tanaman unggul. Hal ini dapat dilihat dengan beragamnya jenis komoditas perkebunan seperti tanaman obat, tanaman atsiri, tanaman indutri, tanaman serat, tanaman palma dan tananam penghasil BBN yang sudah sejak lama diusahakan sebagai sumber pendapatan masyarakat. Oleh karena itu, dalam pembangunan perkebunan perlu kebijakan untuk perlindungan dan tata aturan pemanfaatan keanegaragaman hayati tersebut.
3.1.3. AFTA dan ACFTA
Sejalan dengan era globalisasi dan pemberlakuan pasar bebas ASEAN (AFTA) dan ASEAN-China (ACFTA), produk pertanian Indonesia, baik mentah maupun olahan, seperti minyak sawit dan turunannya, karet olahan, biji kakao, tanaman rempah, tanaman atsiri, tanaman obat, tanaman kelapa dan lainnya berpeluang untuk dipasarkan ke pasar ASEAN dan China. Apabila peluang pasar dalam dan luar negeri dapat dimanfaatkan dengan meningkatkan daya saing berbasis pada keunggulan komparatif dan kompetitif, maka hal ini akan menjadi pasar yang sangat potensial bagi hasil perkebunan Indonesia. China, Malaysia dan Singapura merupakan pasar utama Indonesia dalam ekspor hasil perkebunan di atas.
Indonesia perlu mengantisipasi kemungkinan penurunan harga di pasar global dengan diliberalisasikannya perdagangan bilateral, hal ini akan memberikan peluang untuk merebut pasar sekaligus bisa menjadi ancaman tersendiri. Implikasinya, dibutuhkan kebijakan yang komprehensif dan konsisten dalam sistem pengembangan komoditas ekspor.
3.1.4. Ketersediaan Sumber Energi Nabati
Saat ini, bahan bakar fosil (fossil fuel) masih menjadi tumpuan utama sumber energi tak terbarukan, yaitu minyak bumi, batubara dan gas alam. Dalam pemanfaatannya, di Indonesia selama ini telah terjadi eksploitasi sangat masif yang telah mengakibatkan Indonesia dalam waktu dekat akan mengalami krisis energi akibat habisnya cadangan sumber-sumber energi tersebut. Indonesia akan menjadi
net-importer minyak bumi kecuali jika ditemukan cadangan minyak baru.
Selain itu, sumber energi fosil mengakibatkan pencemaran udara yang dihasilkan oleh pembangkit-pembangkit energi tersebut, seperti gas sulfur dioksida (SO2) dan gas-gas rumah kaca (GRK),
seperti karbon dioksida (CO2). Banyak penelitian menyebutkan bahwa
GRK telah memicu terjadinya pemanasan global. Lebih lanjut, pemanasan global telah memicu terjadinya perubahan iklim (climate change) yang berdampak pada gangguan di sektor pertanian.
Meningkatnya kelangkaan dan energi fosil pemanasan global akibat konsumsi energi fosil telah mendorong banyak negara untuk mensubstitusi atau mengurangi pemafaatan energi fosil dengan energi dari tanaman perkebunan. Tebu, sagu dan aren digunakan untuk memproduksi etanol, sedangkan minyak sawit, minyak kanola,
jarak pagar, kelapa dan kemiri minyak sebagai bahan baku biodiesel. Indonesia juga telah menyusun road map penggunaan etanol dan biodiesel untuk keperluan transportasi, industri manufaktur, dan pembangkit tenaga listrik. Dengan tersusunnya road map ini tentunya akan mempengaruhi kebijakan dalam pembangunan pertanian dalam kaitannya dengan penyediaan bahan bakar nabati (bio-fuel)
3.1.5. Kebijakan Otonomi Daerah
Seiring dengan pelaksanaan era otonomi daerah melalui diterapkannya UU No.32 tahun 2004 sebagai pengganti UU No. 22 tahun 2000 tentang Otonomi Daerah, telah terjadi beberapa perubahan penting yang berkaitan dengan peran pemerintah pusat dan daerah. Pada sektor pertanian, peran pemerintah yang sebelumnya sangat dominan, saat ini berubah menjadi fasilitator, stimulator atau promotor pembangunan perkebunan. Pembangunan perkebunan pada era otonomi daerah akan lebih mengandalkan kreativitas masyarakat di setiap daerah. Selain itu, proses perumusan kebijakan juga akan berubah dari pola top-down dan sentralistik menjadi pola bottom-up dan desentralistik. Perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan akan lebih banyak dilakukan oleh pemerintah daerah. Pemerintah pusat hanya akan menangani aspek-aspek pembangunan pertanian yang bernilai strategis.
3.1.6. Posisi dan Jejaring Puslitbang Perkebunan
Saat ini sudah banyak tersedia paket teknologi tepat guna hasil litbang perkebunan yang dapat dimanfaatkan oleh petani untuk meningkatkan produktifitas, kualitas dan kapasitas produksi aneka produk perkebunan. Berbagai varietas dan klon berdaya produksi tinggi; teknologi produksi, aneka teknologi budidaya, pasca panen dan pengolahan hasil perkebunan sudah cukup banyak dihasilkan
para peneliti di lembaga penelitian maupun yang dihasilkan oleh masyarakat petani.
Dalam struktur organisasi, Puslitbang Perkebunan memiliki 4 Balai Penelitian dan 18 kebun percobaan. Jejaring kerja merupakan hal yang mutlak diperlukan bagi suatu lembaga penelitian. Jejaring kerja ini bermanfaat untuk optimalisasi penggunaan sumberdaya, menghindari tumpang-tindih penelitian, meningkatkan kualitas penelitian dan mengefektifkan diseminasi hasil penelitian. Saat ini Puslitbang Perkebunan memiliki jejaring kerja yang cukup luas baik nasional maupun internasional. Secara nasional telah terbentuk konsorsium penelitian untuk beberapa komoditas dan bidang masalah yang melibatkan beberapa lembaga penelitian di bawah koordinasi Kementerian Ristek (LIPI, BATAN, BPPT) dan beberapa perguruan tinggi. Untuk mengefektifkan diseminasi telah terbentuk pula jejaring kerja dengan pemerintah daerah, pihak swasta dan instansi pengambil kebijakan baik dalam lingkup kementerian maupun di luar Kementerian Pertanian.
3.1.7. Dukungan Pendanaan
Sebagai lembaga negara di bawah naungan Badan Litbang Pertanian, pembiayaan penelitian dan pengembangan Puslitbang Perkebunan bersumber dari APBN yang dituangkan dalam DIPA. Kepastian adanya pembiayaan ini merupakan landasan yang kuat bagi Puslitbang Perkebunan untuk menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Walaupun masih relatif kecil, jumlah dana yang dialokasikan ke Puslitbang Perkebunan secara nominal cenderung naik dari tahun ke tahun. Sebagai contoh, anggaran Puslitbang Perkebunan pada tahun 2005 sebesar Rp. 48,288 milyar pada tahun 2009 naik menjadi Rp. 71,482 milyar.
Dalam hal penggalian sumber dana lain di luar APBN, paradigma baru yang timbul akibat penerapan UU No. 18/2002, adalah: (a) kerjasama penelitian dan pengembangan antara lembaga tingkat pusat dan lembaga tingkat daerah digalakkan; (b) kerjasama penelitian dan pengembangan antara lembaga publik dan lembaga swasta dirangsang; (c) kerjasama penelitian dan pengembangan
antara lembaga nasional dan internasional diberi peluang lebih besar. Dampak positif dari kerjasama tersebut antara lain adalah adanya sumber pendanaan di luar APBN yang apabila dapat dikelola dengan baik secara mandiri dapat memberikan dorongan bagi perkembangan litbang perkebunan. Namun demikian, penerapan UU No. 18/2002 khususnya dalam hal pemanfaatan secara langsung pendapatan dari hasil komersialisasi teknologi masih perlu diperjuangkan.
3.2. Permasalahan (tantangan)
3.2.1. Sumber Daya dan Pemanfaatan Hasil Penelitian
Pada tahun 2009 Puslitbang Perkebunan memliki pegawai sebanyak 826 orang, terdiri atas 347 orang (42%) tenaga fungsional dan 479 orang (58%) tenaga administrasi dan pejabat struktural. Jumlah tenaga fungsional peneliti adalah 217 orang, dengan komposisi S3, S2 dan S1, masing-masing 375 orang (4.55%), 1.091 orang (13.27%), dan 1.797 orang (21.84%). Komposisi tersebut untuk institusi penelitian dan pengembangan berdasarkan tupoksinya dirasa belum memadai. Berdasarkan hasil kajian critical mass, kebutuhan tenaga khususnya peneliti sampai dengan tahun 2014 adalah 2.827 orang dengan komposisi S3, S2 dan S1 masing-masing sebanyak 499, 1.773, dan 1.155 orang. Jumlah peneliti tersebut adalah sekitar 123% dibanding jumlah peneliti yang ada saat ini. Upaya yang akan dilakukan untuk memenuhi komposisi tersebut adalah melakukan rekruitmen calon peneliti dengan kualifikasi S2 dan S1 dan melakukan pelatihan jangka panjang melalui program S2 dan S3.
Sarana penelitian berupa laboratorium berjumlah 26 buah yang ada di Balai Penelitian pada umumnya digunakan secara optimal untuk penelitian. Dari 26 laboratorium tersebut, baru 2 laboratorium yang telah terakreditasi berdasarkan ISO 17025: 2005. Tantangan ke depan adalah peningkatan kompetensi laboratorium yang belum terakreditasi hingga diperoleh pengakuan internasional melalui akreditasi. Daya saing ilmiah dan komersial selanjutnya harus dijadikan sasaran dalam pengembangan laboratorium.
Sarana penelitian lain berupa kebun percobaan yang ada seluas 778,9 ha, yang dikelola oleh Balai Penelitian sebagian besar belum dimanfaatkan secara optimal untuk pelaksanaan penelitian dan pengembangan. Hanya beberapa kebun percobaan yang sudah dimanfaatkan secara optimal baik untuk penelitian maupun untuk pemasalan benih dan sebagai sumber PNBP. Keadaan demikian terjadi karena berbagai hal yang sulit diatasi seperti, sistem pengelolaan kebun yang kurang tepat karena SDM yang lemah, dana pengelolaan kebun yang kurang memadai, peneliti yang kurang berminat melakukan penelitian di kebun dan faktor lain.
Hasil penelitian berupa paten, lisensi dan lainnya serta penyaluran hasil penelitian masih berskala nasional dan tingkat komersialisasinya rendah. Indonesia bahkan menjadi pengguna paten atau lisensi hasil penelitian dari negara lain. Permasalahan ini terkait dengan belum kondusifnya sistem hukum yang mengatur komersialisasi hasil penelitian. Potensi kerugian yang timbul tentunya sulit diprediksi secara kuantitatif mengingat berbagai faktor yang mempengaruhi perolehan royalti, antara lain :
1. Kesepakatan besarnya persentase royalti antara Unit Kerja pemilik HKI dengan industri sebagai penerima lisensi;
2. Nilai ekonomis dari teknologi hasil litbang yang dilisensikan; 3. Kondisi lingkungan strategis seperti : potensi pasar (kebutuhan
dan daya beli), iklim/cuaca, geografis untuk distribusi, dukungan kelembagaan dan lembaga keuangan dan persaingan industri baik domestik maupun internasional (teknologi luar).
3.2.2. Sarana dan Kelembagaan Sarana Produksi
Hingga saat ini masih dijumpai adanya senjang (gap) antara produktivitas dan mutu hasil penelitian dengan produktivitas di tingkat petani. Akar masalah yang utama adalah (a) perbedaan ketersediaan sarana produksi, seperti benih unggul bermutu; (b) Perbedaan dalam penguasaan dan penerapan inovasi teknologi; dan (c) belum berkembangnya kelembagaan pelayanan penyedia sarana produksi. Keterbatasan sarana seperti misalnya jalan usaha tani akan
berpengaruh secara signifikan terhadap kelancaran arus input dan
output produksi perkebunan yang tentunya akan berpengaruh terhadap produktivitas perkebunan secara keseluruhan. Keterbatasan penguasaan inovasi teknologi akan berpengaruh terhadap produktivitas dan pendapatan petani. Keterbatasan kelembagaan sistem usaha tani juga akan berpengaruh terhadap kemudahan dalam mengakses sumber pembiayaan dan penyaluran/pemasaran hasil perkebunan.
Dalam pembangunan perkebunan ke depan, senjang tersebut harus dipersempit melalui pengembangan sarana dan kelembagaan dan percepatan diseminasi penerapan inovasi teknologi yang memadai di tingkat usaha tani. Upaya pengembangan harus dilakukan secara bertahap hingga mencapai kondisi yang optimal.
3.2.3. Perubahan IklimGlobal
Ancaman dan krisis pangan dunia beberapa tahun terakhir memiliki kaitan sangat erat dengan perubahan iklim (climate change)
akibat pemanasan global (global warming) dan pergeseran musim. Perubahan iklim diyakini akan berdampak luas terhadap berbagai aspek kehidupan dan sektor pembangunan perkebunan. Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di daerah khatulistiwa termasuk wilayah yang sangat rentan terhadap perubahan iklim. Perubahan pola curah hujan, kenaikan muka air laut, kenaikan suhu udara dan peningkatan frekuensi kejadian iklim ekstrim adalah dampak serius perubahan iklim yang dihadapi Indonesia. Perkebunan merupakan sektor yang mengalami dampak yang serius dan kompleks akibat perubahan iklim tersebut, yaitu terkait dengan aspek biofisik dan fisik, serta aspek sosial dan ekonomi.
Dampak lanjutan dari perubahan iklim adalah terjadinya penurunan produksi pertanian serta ancaman perubahan keanekaragaman hayati yang pada akhirnya dapat menjadi penyebab meningkatnya eksplosi hama dan penyakit tanaman. Kondisi tersebut dapat berakibat pula pada bergesernya pola dan kalender tanam serta diperlukannya upaya khusus untuk pemetaan daerah rawan banjir dan kekeringan. Di pihak lain, kemampuan para petugas
lapangan dan petani dalam memahami data dan informasi prakiraan iklim masih sangat terbatas, sehingga kurang mampu menentukan awal musim tanam serta melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim.
Tantangan ke depan dalam menyikapi dampak perubahan iklim global adalah meningkatkan kemampuan petani dan petugas lapangan dalam melakukan prakiraan iklim serta melakukan langkah antisipasi dan adaptasi yang diperlukan. Disamping itu, perlu diciptakan teknologi tepat guna dan berbagai varietas yang memiliki potensi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) rendah, toleran terhadap cekaman lingkungan seperti kenaikan suhu, kekeringan, genangan, hujan berkepanjangan, salinitas dan erupsi gunung berapi.
3.2.5. Kelangkaan Energi Fosil
Kelangkaan sumber energi fosil tersebut memicu kenaikan harga BBM di pasar internasional hingga antara US$ 80 -100/barel dan menimbulkan kenaikan biaya produksi. Seperti diketahui, BBM digunakan di industri pupuk, transportasi, dan industri perkebunan. Oleh karena itu, kenaikan harga BBM akan menimbulkan kenaikan biaya produksi usaha perkebunan. Selain itu juga meningkatkan biaya produksi produk olahan perkebunan yang menggunakan bahan bakar dari energi fosil. Atas dasar hal tersebut, maka perlu dikembangkan pemanfaatan energi alternatif terbarukan berbasis nabati dan pemanfaatan limbah pertanian/perkebunan. Penelitian dan pengembangan energi alternatif tersebut harus diarahkan untuk dapat menekan ongkos penggunaan energi secara signifikan dan meningkatkan pendapatan petani.
Sagu Kemiri Minyak Aren
Gambar 14. Tanaman sagu, kemiri minyak dan aren merupakan sumber energi alternatif
3.3. Implikasi bagi Puslitbang Perkebunan 3.3.1. Kebijakan Litbang Perkebunan
Implikasi penting bagi Puslitbang Perkebunan adalah perlunya: (1) meningkatkan akuntabilitas dan kredibilitas lembaga dengan meningkatkan efektifitas dan efisiensi program, output serta peningkatan kualitas SDM; (2) meningkatkan penguasaan Iptek mutakhir dalam pelaksanaan penelitian dan pengembangan perkebunan serta kemutakhiran teknologi yang dihasilkan, (3) memperluas jaringan kerjasama penelitian antar lembaga penelitian nasional secara sinergis dalam rangka pemanfaatan/diseminasi hasil penelitian. Litbang perkebunan harus fokus pada penciptaan teknologi benih, teknologi budidaya, teknologi diversifikasi dan pengolahan untuk peningkatan nilai tambah yang berdaya saing. Penelitian ditujukan untuk meningkatkan daya saing komoditas dengan karakteristik yang sesuai keinginan konsumen, baik pasar domestik, maupun pasar ekspor.
Penelitian kebijakan tetap diperlukan baik dalam rangka evaluasi kebijakan maupun penyuminyak usulan rekomendasi kebijakan pembangunan perkebunan yang bersifat responsif dan antisipatif. Rekomendasi kebijakan mencakup aspek teknologi, ekonomi, sosial (kelembagaan) dan lingkungan serta fokus pada upaya untuk mendukung terwujudnya sistem usaha perkebunan berkelanjutan yang berbasis sumber daya lokal.
3.3.2. Penelitian Tanaman Perkebunan
Secara umum orientasi Litbang Perkebunan adalah mendukung pencapaian target sukses kementerian pertanian serta peningkatan produktivitas dan produksi Perkebunan. Berdasarkan potensi dan peluang pengembangan, prioritas penelitian komoditas lingkup Puslitbang Perkebunan adalah sebagai berikut: (1) Tanaman rempah dan obat: lada, vanili, jambu mete, jahe, temu lawak, nilam, seraiwangi dan kina; (2) Tanaman pemanis dan serat: kapas, tembakau, jarak pagar, kenaf dan tebu (3) Tanaman Industri dan Penyegar : kopi, karet, kakao dan teh; (4) Tanaman Palma: kelapa, kelapa sawit, sagu, nipah dan aren.
Swasembada gula tahun 2014 menjadi salah satu target sukses Kementerian Pertanian. Penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan produktivitas tebu dan rendemen gula akan menjadi prioritas utama untuk mendukung pencapaian target tersebut. Penanganan aspek perbenihan (perbanyakan massal) dan teknik budidaya sesuai GAP dan GNP secara terintegrasi sangat diperlukan.
Gambar 15. Perbanyakan benih tebu kultur jaringan
Dari hasil penelitian, beberapa tanaman (seperti kelapa sawit, tebu, jarak pagar, kemiri minyak, sagu, aren dan kelapa) dan limbah perkebunan (seperti sabut kelapa, tandan kosong sawit, ampas tebu, kulit buah, bungkil jarak pagar dan daging buah kakao) dapat diolah menjadi sumber energi alternatif terbarukan. Apabila energi sumber nabati dan limbah ini dapat dikembangkan masyarakat terutama di perdesaan maka akan diciptakan masyarakat yang mandiri energi terutama untuk memenuhi kebutuhan energi rumah tangga sehari-hari. Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan pengembangan bahan bakar nabati, Litbang Perkebunan akan berorientasi pada pengembangan dan pemanfaatan tanaman dan limbah tersebut diatas secara efisien dengan sasaran ongkos produksinya menjadi lebih rendah dibanding energi fosil.
Dalam pelaksanaannya, Puslitbang Perkebunan semaksimal mungkin akan mendorong pelaksanaan penelitiannya bekerjasama dengan mitra, dan/atau untuk memenuhi kebutuhan pembangunan perkebunan atas dasar permintaan termasuk penelitian strategis.
Tandan kosong kelapa sawit Limbah tebu di pabrik Sabut kelapa Gambar 16. Limbah tanaman perkebunan (tandan kosong kelapa sawit,
limbah tebu, sabut kelapa) sebagai sumber energi alternatif 3.3.3. Pemanfaatan Hasil dan Jejaring Kerja
Penerapan invensi hasil litbang perkebunan dalam rangka percepatan diseminasi inovasi teknologi, merupakan faktor penentu bagi upaya percepatan pelaksanaan program pembangunan perkebunan dalam arti umum. Puslitbang Perkebunan sebagai sumber utama inovasi teknologi perkebunan harus menghasilkan invensi yang terencana, terfokus dengan sasaran yang jelas dan dapat diterapkan pada skala industri untuk memecahkan masalah aktual yang dihadapi masyarakat dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Secara umum kegiatan kerjasama dan peningkatan jejaring kerja dapat dikategorikan menjadi: (1) memperkuat dan memperluas jejaring kerja dengan lembaga-lembaga penelitian pemerintah dan perguruan tinggi untuk mengoptimalkan penggunaan sumberdaya, menghilangkan tumpang-tindih penelitian, konvergensi program litbang dan meningkatkan kualitas penelitian, (2) memperkuat keterkaitan dengan swasta, lembaga penyuluhan dan pengambil kebijakan dengan melibatkan mereka pada tahap penyusunan program dan perancangan penelitian untuk mengefektifkan diseminasi hasil penelitian.
3.3.4. Peningkatan Kompetensi Sumber Daya Manusia
Peneliti Puslitbang Perkebunan harus menjadi peneliti yang profesional, yaitu seseorang yang menghasilkan jasa atau layanan sesuai dengan protokol dan peraturan dalam bidang yang dijalaninya. Peneliti yang telah ahli dalam suatu bidang disebut "profesional" dalam bidangnya. Selain profesional, peneliti juga harus memiliki karakter yang kuat dalam hal tanggung jawab, jujur, respek, integritas, bermartabat dan patriotik dalam arti mempunyai kebanggaan sebagai bangsa.
Laboratorium dan kebun percobaan sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai sumber PNBP. Masalah SDM yang lemah, dana pengelolaan kebun yang kurang memadai, peneliti yang kurang berminat melakukan penelitian di kebun berimplikasi pada perlunya dilakukan revitalisasi SDM dan pendanaan. Pelatihan dan magang di laboratorium atau kebun percobaan yang telah berkembang perlu dilakukan, disamping mencoba melakukan kerjasama dengan pihak ketiga (outsourcing) jika dana APBN terbatas.
3.3.5. Peningkatan Pemanfaatan Sarana dan Prasarana Puslitbang Perkebunan
Untuk menjawab tantangan globalisasi, standarisasi lembaga penelitian dalam kaitannya dengan kebijakan komersialisasi hasil dan jasa penelitian, Puslitbang perkebunan harus mampu memberikan jaminan mutu terhadap hasil-hasil penelitian dan mendapatkan pengakuan secara nasional dan internasional melalui proses
akreditasi/sertifikasi. Jaminan mutu dan pengakuan
akreditasi/sertifikasi tersebut hanya dapat dicapai bila laboratorium dan unit kerja lingkup Puslitbang Perkebunan dapat menerapkan Good Laboratory Practices (GLP) dan Quality Management System (QMS) dalam melaksanakan kegiatannya. GLP dan QMS tersebut dapat dilaksanakan melalui implementasi sistem akreditasi/sertifikasi dengan dasar acuan standar yang ada. Acuan standar GLP adalah ISO/IEC 17025:2005, sedangkan acuan standar QMS adalah ISO 9001:2008. Saat ini, dari 26 laboratorium yang dimiliki Puslitbang perkebunan, 2 laboratorium sudah mendapat akreditasi ISO/IEC
17025:2005, dua laboratorium sedang dalam proses akreditasi. Sedangkan untuk penerapan QMS, seluruh UK/UPT Puslitbang Perkebunan saat ini sudah mendapat sertifikat ISO 9001:2008.
Selain laboratorium, Puslitbang Perkebunan memiliki 18 Kebun Percobaan (KP) seluas 749,43 ha yang digunakan untuk penelitian, pengembangan dan diseminasi hasil penelitian, peningkatan PNBP, koleksi dan konservasi plasma nutfah. Peningkatan kapasitas KP perlu dilakukan secara berkesinambungan agar dapat menunjang fungsi tersebut.
BAB IV. VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN dan TARGET
Sebagai lembaga penelitian pemerintah di bawah Badan Litbang Pertanian, Puslitbang Perkebunan berkewajiban mendukung terwujudnya visi pembangunan pertanian yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pertanian dikaitkan dengan dinamika lingkungan strategis yang mempengaruhinya. Visi dan Misi Puslitbang Perkebunan ditetapkan berdasarkan tiga masukan utama yaitu Tugas dan Fungsi lingkup Puslitbang Perkebunan, visi dan misi Badan Litbang Pertanian serta kebijakan yang digariskannya. Selain itu visi dan misi Puslitbang Perkebunan ditetapkan sebagai pendukung visi dan misi Badan Litbang Pertanian.4.1. Visi dan Misi
Selaras dengan visi Badan Litbang Pertanian tahun 2014, maka Puslitbang Perkebunan telah menetapkan visi 2014 : "Menjadi pusat keunggulan inovasi teknologi perkebunan berkelas dunia".
Untuk mewujudkan visi tersebut, Puslibang Perkebunan menyusun
misi:
(1) Menghasilkan dan mengembangkan inovasi teknologi unggulan dan kebijakan di bidang perkebunan
(2) Meningkatkan kualitas dan optimalisasi sumberdaya penelitian dan pengembangan perkebunan
(3) Mengembangkan jaringan dan meningkatkan kerjasama iptek di tingkat nasional dan internasional
4.2. Tujuan dan sasaran
Tujuan dan sasaran yang akan dicapai Puslitbang Perkebunan adalah sebagai berikut:
1. Mendukung pemenuhan kebutuhan benih unggul, teknologi budidaya dan peningkatan nilai tambah tanaman perkebunan, yang sasarannya adalah tersedianya:
a. Varietas unggul tanaman perkebunan, b. Teknologi budidaya tanaman perkebunan;
c. Produk olahan dan teknologi peningkatan nilai tambah tanaman perkebunan;
d. Benih unggul tanaman perkebunan e. Plasma nutfah tanaman perkebunan
Gambar 17. Bibit kelapa Dalam unggul
2. Menghasilkan rekomendasi kebijakan tanaman perkebunan sebagai bahan Kebijakan Pertanian di bidang perkebunan, yang
sasarannya adalah tersedianya rekomendasi kebijakan
pengembangan tanaman perkebunan
3. Meningkatkan Diseminasi hasil penelitian Perkebunan kepada pengguna yang sasarannya adalah :
a. Meningkatnya hasil publikasi hasil penelitian;
b. Meningkatnya penyebaran hasil penelitian perkebunan kepada pengguna;
4.3. Target Utama
Dalam lima tahun ke depan (TA 2010-2014), Puslitbang Perkebunan mempunyai target utama, yaitu:
1. Penyediaan benih dan bibit unggul tebu, kopi, kakao, lada, jahe, jambu mete, kelapa melalui kultur jaringan
2. Kopi,karet,kakao,teh,kelapa sawit,tebu,kapas,jarak pagar, kelapa, lada, jambu mete, tanaman obat dan aromatik
3. Aren genjah
4. Tanaman Bahan Bakar Nabati (BBN): kemiri minyak dan jarak pagar dengan produktivitas dan kadar minyak tinggi;
5. Tanaman perkebunan untuk biopestisida
6. Teknologi pengelolaan tanaman perkebunan rendah emisi dan ramah lingkungan
BAB V. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Arah kebijakan dan strategi Puslitbang Perkebunan tidak lepas dengan Renstra Litbang Pertanian dan Renstra Kementerian Pertanian 2010-2014 khususnya yang terkait langsung dengan program Badan Litbang Pertanian yaitu penciptaan teknologi dan varietas unggul berdaya saing (program 8). Dalam hal ini arah kebijakan dan strategi Litbang Pertanian merupakan penjabaran lebih lanjut dari program tersebut.
5.1. Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Pertanian
Arah kebijakan dan strategi Kementerian Pertanian mengacu pada sasaran utama pembangunan nasional RPJMN 2010-2014. Arah kebijakan Kementerian Pertanian yang terkait dengan tupoksi Badan Litbang Pertanian adalah:
1. Melanjutkan dan memantapkan kegiatan tahun sebelumnya yang terbukti sangat baik kinerja dan hasilnya, antara lain bantuan benih/bibit unggul, subsidi pupuk, alsintan, Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT).
2. Pemantapan swasembada beras, jagung, daging ayam, telur, dan gula konsumsi melalui peningkatan produksi yang berkelanjutan. 3. Pencapaian swasembada kedelai, daging sapi, dan gula.
4. Peningkatan produksi susu segar, buah lokal, dan produk-produk substitusi komoditas impor.
5. Pembangunan sentra-sentra pupuk organik berbasis kelompok tani.
6. Penguatan kelembagaan perbenihan dan perbibitan nasional. 7. Pemberdayaan masyarakat petani miskin melalui bantuan sarana,
pelatihan, dan pendampingan.
8. Penguatan akses petani terhadap iptek, pasar, dan permodalan bunga rendah.