• Tidak ada hasil yang ditemukan

6. Prosedur adalah tindakan atau langkah yang ditempuh dalam melakukan proses

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "6. Prosedur adalah tindakan atau langkah yang ditempuh dalam melakukan proses"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

6. Prosedur adalah tindakan atau langkah yang ditempuh dalam melakukan proses penerjemahan.

7. Novel adalah sebagai karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setipa pelaku.

BAB II

KERANGKA TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi Penerjemahan

Penerjemahan selama ini didefinisikan melalui berbagai cara dengan latar belakang teori dan pendekatan yang berbeda. Ada beberapa definisi penerjemahan yang dikemukakan oleh banyak ahli bahasa. Nida and Taber (1982:12) menyatakan “translating consists of reproducing in the receptor language, the closest natural equivalent of the source language message, first in terms of meaning and secondly in terms of style.” (Penerjemahan mengungksapkan kembali pesan dalam BSu kedalam BSa dengan menggunakan kesepadanan yang wajar dan terdekat baik ditinjau dari segi makna maupun gaya.)

Catford (1965:20) menyatakan “Translation as the replacement of textual material in one language by equivalent textual materian in another language.” (Penerjemahan merupakan p enggantian teks dalam BSu dengan teks yang sepadan dalam BSa.) Bell (1991:5) menyatakan “Translation is the expression in a certain language preserving semantic and stylistic equivalences.” (Penerjemahan merupakan bentuk padanan BSu ke dalam BSa yang mencakup makna (semantik) dan stilistik).

Larson (1998:3) menyatakan bahwa “Translation consists of transferring the meaning of the source language into the receptor language.”(Penerjemahan adalah mengalihkan

▸ Baca selengkapnya: merekam suara atau gambar pemikiran atau kejadian yang dianggap penting dalam proses pembuatan karya merupakan proses

(2)

makna dalam BSu ke BSa.) Hal itu terlihat dari “consists of transferring the meaning” sehingga dalam menerjemahkan teks, seorang penerjemah harus memiliki gaya bahasa, bentuk situasi komunikasi dan latar belakang konteks budaya yang baik terhadap BSu dan BSa.

Menurut Newmark (1981:7) juga memberikan definisi penerjemahan bahwa “translation is an attempt to replace a written message and/or statement in one language by the same message and/or statement in another language.”(penerjemahan merupakan upaya untuk menggantikan pesan tertulis dan / atau pernyataan dalam satu bahasa dengan pesan yang sama dan / atau pernyataan ke dalam bahasa lain). Larson (1998:3) menyatakan bahwa “Translation consists of studying the lexicon, grammatical structure, communication situation and culture context of the source language text, analyzing it in order to determine its meaning and the reconstruction this same meaning using the lexicon and grammatical structure which are appropriate in the receptor language and its cultural context.” (Menerjemahkan berarti mempelajari leksikon, struktur gramatikal, situasi komunikasi, dan konteks budaya dari teks BSu, menganalisis teks BSu untuk menemukan maknanya, dan mengungkapkan kembali makna yang sama itu dengan menggunakan leksikon dan struktur gramatikal yang sesuai dalam BSa dan konteks budayanya.) Dari defenisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerjemahan adalah proses pengalihan makna dari teks BSu ke dalam teks BSa dengan memperhatikan kesesuaian leksikon, struktur gramatikal dan konteks budaya di dalam BSu dan BSa sehingga pesan yang dimaksud oleh penulis dapat disampaikan kepada pembaca.

Menerjemahkan harus dilakukan secara totalitas yang berarti bahwa dalam menemukan kesepadanan dan kesewajaran yang terdekat harus berdasarkan gaya bahasa dan konteks budaya serta batasan situasional sehingga hasil terjemahan tersebut lebih bersifat

(3)

alami dalam BSa. Fokus dalam menerjemahkan adalah menggantikan makna suatu teks BSu dengan padanan makna yang sesuai dalam BSa.

Bell (1991:11) menyatakan bahwa “a good translation should be that in which the merit of the original work is so completely transfused into another language, as to be as distinctly apprehended, and as strongly felt, by a native of the country to which that language belongs, as it is by those who speak the language of the original work.” Definisi ini menyarankan bahwa ada tiga hukum yang seharusnya diadopsi dengan baik dalam proses penerjemahan antara lain; Bahwa penerjemah seharunya memberikan catatan gagasan lengkap dari pekerjaan yang asli. Bahwa gaya dan cara penulisan seharunya memiliki karakter yangs ama dari bentuk aslinya. Dan bahwa pernerjemah memiliki kebebasan dari karangan aslinya.

2.2 Jenis Penerjemahan

Basnet dan Guire (1988:14) membagi jenis penerjemahan ke dalam tiga kategori, yaitu (1) penerjemahan dalam bahasa yang sama (intrealingual translation atau rewording) yang merupakan interpretasi lambing – lambing verbal dengan menggunakan lambing – lambing lain dalam bahasa yang sama, (2) penerjemahan dari satu bahasa ke dalam bahasa yang lain (interlingual translation atau translation proper), dan (3) penerjemahan dari bahasa tulisan ke dalam media lain seperti gambar, music dan lain – lain (intersemiotic translation atau transmutation)

Berkaitan dengan penerjemahan dalam bahasa yang sama (intrealingual translation atau rewording), misalnya pada situasi seorang anak yang sedang belajar berbahasa. Anak tersebut belum menguasai kosa kata, ketika dia mendengar atau menemukan kata yang belum dimengerti, dia akan bertanya kepada orang lain. Misalnya dia akan bertanya kepada orang yang paling dekat dengannya, yaitu ibunya. Kemudian ibunya menjelaskan kata yang dia

(4)

tidak mengerti dengan menggunakan kata yang lebih sederhana sesuai dengan pola pikir anaknya sehingga anaknya dapat mengerti. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan penjelasan terhadap kata tersebut, atau memberikan sinonimnya. Sebenarnya ibu tersebut telah melakukan penerjemahan untuk anaknya.

Selanjutnya dapat dijelaskan mengenai penerjemahan dari satu bahasa ke dalam bahasa yang lain (interlingual translation atau translation proper), yang merupakan jenis penerjemahan yang lebih dikenal, yaitu menerjemahkan dari BSu ke dalam BSa, misalnya suati teks dalam bahasa Indonesia diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Dapat diberikan contoh kata rumah I diterjemahkan menjadi ihouse atau home.

Jenis penerjemahan yang ketiga penerjemahn dari bahasa tulisan ke dalam media lain seperti gambar, music dan lain – lain (intersemiotic translation atau transmutation), misalnya dari bahasa Braille diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Disamping itu Suryawinata (1989:3) berpendapat bahwa penerjemahan dibagi menjadi empat jenis yaitu:

1. Penerjemahan menurut tujuannya, terdiri atas a. Penerjemahan Praktis

Penerjemahan ini sangat mementingkan ketepatan (accuracy), misalnya penerjemahan dokumen – dokumen teknis.

b. Penerjemahan Estetis – Puitis

Dalam penerjemahan ini yang diutamakan adalah emosi, perasaan dan dampak afektif, seperti misalnya penerjemahan puisi.

c. Penerjemahan Etnografi

Penerjemahan ini lebih mengutamakan penyajian konteks budaya dalam BSu ke dalam jkonteks budaya BSa

(5)

Penerjemahan ini lebih mengutamakan ekuivalensi atau kesepadanan kebahasaan dari BSu ke dalam BSa

2. Penerjemahan dilihat dari hasil akhir penerjemahan, terdiri atas;

a. Penerjemahan Harfiah, yaitu penerjemahan kata demi kata dalam teks aslinya.

b. Penerjemahan yang disebut alih bahasa, yaitu penerjemahan yang derajat kesetiaannya 60% - 70%

c. Saduran, yaitu penerjemahan yang hanya mengambil ide – ide pokok BSu, sedangkan penulisnya bebas memakai ungkapannya sendiri.

d. Penerjemahan Dinamis yaitu penerjemahan mencari padanan atau ekuivalensi yang sedekat mungkin dengan teks aslinya dalam BSu tidak kata demi kata atau kalimat demi kalimat, tetapi harus memperhatikan makna teks secara keseluruhan.

3. Penerjemahan dilihat dari materinya yang diterjemahkan, contohnya penerjemahan teks- teks ilmu pengetahuan, seni budaya dan sebagainya.

4. Penerjemahan dilihat dari media penyampaian pesan, penerjemahan yang dilakukan secara lisan maupun tulisan.

Pendapat yang sama dikemukakan oleh Nida dan Taber (1969:67) yang membagi juga penerjemahan menjadi dua bagian besar yang sederhana, yaitu hanya ke dalam penerjemahan yang harfiah dan penerjemahan yang dinamis. Dari pendapat para ahli diatas, dapat ditemukan bahwa terdapat beragam pembagian penerjemahan dengan berbagai kategori tergantung pada bentuk, tujuan dan hasil akhir yang diinginkan dari hasil teks yang akan diterjemahkan.

(6)

Vinay dan Darbelnet (2000:84-93) adalah ahli yang pertama mengidentifikasi dua metode umum yang terdiri dari tujuh prosedur dalam menerjemahkan teks sumber ke teks sasaran. Kedua metode itu adalah metode Langsung dan metode Tidak Langsung atau terjemahan Miring (Oblique). Terjemahan langsung meliputi pinjaman, calque, dan terjemahan harfiah sementara terjemahan miring meliputi transposisi, modulasi, kesetaraan, dan adaptasi.

Menurut Vinay dan Darbelnet (1958:61-64), terjemahan harfiah berarti bahwa pesan bahasa sumber dapat diterjemahkan dengan sempurna ke dalam bahasa sasaran, karena pesan yang berdasarkan kategori paralel atau konsep. Terjemahan Oblique atau Tidak Langsung digunakan ketika ada kesenjangan dalam bahasa target yang harus diisi oleh beberapa arti setara, sehingga makna atau kesan yang sama untuk bahasa sumber dan bahasa target. Terjemahan Oblique juga harus digunakan ketika bahasa memiliki beberapa perbedaan struktural atau metalinguistik sehingga efek gaya tertentu dapat dialihkan tanpa perubahan semantik leksikal atau radikal. Lebih tepatnya, penerjemah harus beralih ke terjemahan miring jika pesan yang diterjemahkan secara harfiah memiliki arti lain baik dari bahasa sumber, sesuai dengan sesuatu di metalinguistics dari bahasa target tetapi tidak tingkat linguistik yang sama.

Vinay dan Darbelnet (2000:84-93) menyebutkan prosedur terjemahan dapat dibagi menjadi dua antara lain (a) terjemahan harfiah atau langsung, yang mencakup pinjaman, calque, dan terjemahan harfiah, (b) terjemahan miring yang meliputi transposisi, modulasi, kesetaraan, dan adaptasi.

1. Peminjaman atau Borrowing

Vinay dan Darbelnet di Venuti (2000:84-93) mengatakan bahwa Pinjaman adalah prosedur yang paling sederhana dari semua prosedur penerjemahan. Dalam prosedur pinjaman, BSu dialihkan langsung ke dalam BSa. Prosedur Pinjaman dalam terjemahan tidak selalu dibenarkan oleh adanya kesenjangan leksikal dalam BSa, namun dapat digunakan

(7)

sebagai cara untuk mempertahankan warna lokal dari kata tersebut, atau digunakan karena khawatir akan kehilangan beberapa aspek semiotik dan aspek budaya kata jika diterjemahkan

Hockett (1958:402) mengatakan, ““the feature which is imitated is called the model; the language which is the model occurs, or the speaker of that language, called donor, the language which acquires something new in the process is borrowing language. The process itself called borrowing.” (Ciri – ciri yang ditiru disebut model, bahasa yang terjadi merupakan modus, atau sipembicara bahasa itu, disebut donor, bahasa yang memperoleh sesuatu yang baru dalam proses ini adalah proses pemberian pinjaman. Lehman (1962:213) mengatakan, “The process by which word are imported into a language is known as borrowing.” (Proses di mana kata diserap ke dalam bahasa yang dikenal sebagai pinjaman.) Ada beberapa kemungkinan yang mungkin terjadi pada prosedur ini. Pertama, meminjam dengan tidak mengubah bentuk dan makna (kata-kata pinjaman m urni) (Pure loanword), kedua, pinjaman dengan perubahan dalam bentuk, tetapi tanpa mengubah makna (loan mix), dan ketiga, pinjaman ketika bagian dari istilah merupakan bagian asli dan lainnya dipinjam , tapi makna sepenuhnya dipinjam (campuran pinjaman) (Loan Blends). Sebagai contoh:

a. Pinjaman dengan tidak mengubah bentuk dan makna (murni kata-kata pinjaman) atau (Pure loanword),

supermarket – supermarket cybermall – cybermall merger – merger

b. Pinjaman dengan perubahan bentuk tapi tanpa mengubah arti (campuran kata-kata pinjaman) atau (loan mix),

inflation - inflasi

productivity - produktivitas stability - stabilitas

(8)

business - bisnis recession - resesi

c. Campuran Pinjaman (pinjaman ketika bagian dari istilah ini asli dan bagian lain dipinjam) (Loan Blends).

fiscal policy - kebijakan fiskal

Corporate strategy - strategi perusahaan Environment economy - lingkungan ekonomi National debt - hutang nasional.

2. Kalke atau Calque

Vinay dan Darbelnet di Venuti (2000:84-93) mengatakan bahwa calque adalah jenis khusus dari pinjaman dimana bahasa meminjam ungkapan dari yang lain, tapi kemudian masing –masing elemen diterjemahkan sercara harfiah. Vinay dan Darbelnet dalam Venuti membagi prosedur ini menjadi dua bagian: pertama, calque leksikal, yang memperhatikan struktur sintaksis dari kedua, calque struktural, memperkenalkan konstruksi baru ke dalam bahasa. Sebagai contoh:

Functional strategy - strategi fungsional Crisis management - manajemen krisis. 3. Terjemahan Harfiah atau Literal Translation

Vinay dan Darbelnet mengatakan bahwa terjemahan literal atau terjemahan kata demi kata adalah mengalihkan langsung dari teks Bsu sesuai dengan teks gramatikal dan ideomatik BSa di mana tugas penerjemah terbatas untuk mengamati kepatuhan terhadap tingkatan linguistik dari BSa. Pada prinsipnya, terjemahan harfiah adalah solusi unik yang dapat dipakai secara bolak – balik dan lengkap dalam dirinya sendiri. Terjemahan tidak diperlukan untuk membuat perubahan selain memperjelas, seperti yang menyangkut kesesuaian tata bahasa atau akhiran inflektif, misalnya bahasa Inggris "where are you?" Diterjemahkan ke

(9)

dalam bahasa Prancis "Ou etes vous?". Prosedur ini paling sering ditemukan dalam terjemahan antara bahasa yang terkait erat, misalnya Perancis-Italia, dan khususnya mereka yang memiliki budaya yang sama.

Terjemahan harfiah adalah salah satu cara penulis untuk terjemahan literal yang baik hanya saja harus ada yang dikorbankan karena persyaratan struktural dan metalinguistik dan setelah memeriksa bahwa makna sepenuhnya dipertahankan. Tapi Vinay dan Darbelnet mengatakan, bahwa para penerjemah dapat menilai terjemahan harfiah menjadi 'tidak dapat diterima' karena: memberikan arti yang berbeda, tidak memiliki makna, tidak alami karena alasan struktural, tidak memiliki ekspresi yang sesuai dalam metalinguistik dari BSa, Sesuai dengan sesuatu pada tingkat bahasa yang berbeda. Sebagai contoh:

unlimited liability - tanggung jawab tak terbalas stock - saham

entrepreneur – wiraswasta. 4. Transposisi atau Transposition

Vinay dan Darbelnet di Venuti (2000:84-93) mendefinisikan transposisi adalah prosedur yang melibatkan penggantian satu kelas kata dengan kelas kata yang lain tanpa mengubah makna dari pesan atau arti. Dalam terjemahan, ada dua jenis bentuk transposisi: transposisi wajib dan opsional. Prosedur ini juga merupakan perubahan dalam tata bahasa dari bahasa sumber ke bahasa sasaran (dari tunggal menjadi jamak; posisi kata sifat, mengubah kelas kata) sebagai contoh:

Standard of living - standar hidup

Balance of trading - neraca perdagangan Limited liability - tanggung jawa terbatas 5. Modulasi atau Modulation

(10)

Modulasi adalah variasi dari bentuk pesan, diperoleh dari perubahan sudut pandang. Hal ini akan mengubah bentuk semantik dan sudut pandang BSu. Dan terjemahan ini juga dapat diterima ketika hasil terjemahan dalam ucapan tata bahasa yang benar, itu dianggap tidak cocok, unidiomatic atau canggung dalam BSa

Sama seperti transposisi, ada dua jenis modulasi, modulasi bebas atau opsional dan modulasi tetap atau wajib. Modulasi tetap dimana penerjemah dengan pengetahuan yang baik dari kedua bahasa bebas menggunakan metode ini, karena mereka akan menyadari frekuensi penggunaan, penerimaan keseluruhan, dan konfirmasi yang diberikan oleh kamus atau tata bahasa dari ekspresi disukai. Sementara modulasi bebas cenderung menuju solusi yang unik, solusi yang bersandar pada kebiasaan pemikiran dan yang diperlukan bukan opsional. Modulasi bebas cukup sering digunakan atau dirasakan untuk menawarkan satu-satunya solusi, mungkin menjadi tetap. Modulasi tetap juga merupakan jenis modulasi yang mengubah ekspresi SL negatif menjadi ekspresi TL positif. Sebagai contoh

it is not difficult to see him - mudah menjumpainya. 6. Kesetaraan atau Equivalence

Vinay dan Darbelnet menggunakan istilah ini (2000:90) untuk merujuk pada kasus di mana bahasa menggambarkan situasi yang sama dengan metode gaya atau struktural yang berbeda. Kesetaraan ini sangat berguna dalam menerjemahkan idiom dan peribahasa. Sebagai contoh

She is lovely like the morning star - cantik seperti rembulan We’re in the same boat - senasib

Bookworm - kutu buku

It’s raining cats and dogs - hujan deras 7. Adaptasi atau Adaptation

Vinay dan Darbelnet di Venuti (2000:84-93) mendefinisikan adaptasi sebagai prosedur yang menciptakan situasi baru untuk menunjukkan kesetaraan situasional. Dan juga melibatkan perubahan referensi budaya ketika situasi dalam budaya sumber tidak ada dalam

(11)

budaya sasaran. Vinay dan Darbelnet menunjukkan bahwa konotasi budaya dari referensi dalam teks bahasa Inggris ke kriket permainan mungkin terbaik diterjemahkan ke dalam bahasa Prancis oleh referensi ke Tour de France. Adaptasi ini terutama digunakan dalam terjemahan dari buku dan film. Sebagai contoh;

Children of nation - anak segala bangsa A road with no end - jalan tak ada ujung Gone with the wind - hilang tak berkesan

Sebuah penolakan untuk membuat penggunaan adaptasi yang tidak hanya struktural, tetapi juga berkaitan dengan penyajian ide atau pengaturan mereka dalam ayat tersebut, mengarah ke teks yang sempurna benar tapi tetap selalu mengkhianati statusnya sebagai terjemahan oleh sesuatu yang tak dapat dijelaskan dalam batunya , sesuatu yang tidak cukup berdering benar.

2.4 Pergeseran dalam Terjemahan

Catford (1965:73) menyatakan bahwa “shift mean the departure from formal correspondence in the process of going from the source language to the target language.” Ada dua jenis pergeseran (shifting) dalam penerjemahan menurut Catford, antara lain Level Shift dan Category Shift. Yang dimaksud dengan level shift atau pergeseran tataran bahwa dalam pergeseran ini sebuah BSu yang berada pada tingkat linguistik tertentu memiliki bahasa terjemahan dengan system bahasa yang sepadan dalam tingkat linguistik yang berbeda. Pada umumnya pergeseran ini terjadi pada tingkat leksikal dan gramatikal. Disisi lain category shift lebih mengarah pada terjemahan unbounded dan rank bound atau lebih dikenal dengan istilah normal and free translation atau terjemahan normal dan bebas, dimana

(12)

ekuivalensi BSu diatur berdasarkan ketetapan. Istilah terjemahan rank- bound hanya mengacu pada kasus – kasus khusus dimana ekuivalensinya sengaja dibatasi pada barisan bawah kalimat. Sementara itu istilah unbounded translation merupakan terjemahan tak terbatas dimana ekuivalensi penerjemahan dapat terjadi antar kalimat, klausa kata-kata atau morfem. Singkatnya dapat disimpulkan bahwa category shift atau pergeseran kategori merupakan departure from formal correspondence in translation. (Catford 1965:73).

Catford (1965:73) mengklasifikasikan pergeseran kategori (category shift) menjadi empat bagian. Antara lain (1) structute shift. (2) Class shift (3) unit shift atau rank change dan (4) intra – system shift. Strucrure shift atau pergeseran struktur dianggap sebagai kategori yang paling sering dipakai pada semua tingkat penerjemahan. Lebih lanjut pergeseran struktur (structure shift) dapat dibagi menjadi tiga bagian antara lain: (a) pergeseran pada tingkat kalimat (b) pergeseran pada tingkat klausa dan (c) pergeseran pada tingkat kelompok kata.

Contoh.

Ayah saya pengusaha (Bahasa Sumber) S C

My father is a businessman (Target Language) S V C

Struktur kalimat BSu (SC) memiliki elemen yang berbeda pada struktur kalimat BSa (SVC). Ini menunjukkan bahwa ada terjadinya pergeseran struktur (structure shift) pada tingkat klausa dalam terjemahan diatas.

Class shift merupakan “class shifts as that grouping of members of a given unit which is confined by operation in the structure of the unit next above.” (Catford 1965:73). Pergeseran kelas (Class shift) terjadi ketika kelas kata dari BSu berbeda dengan kelas kata dalam BSa. Contoh preposisi menjadi konjungsi

(13)

After that, I would her home

Setelah kami berbelanja, saya menghantarnya pulang

Selanjutnya pergeseran kategori ketiga adalah pergeseran unit (unit shift). Pergeseran ini hampir sama dengan pergeseran struktur. Namun pergeseran pada tataran ini tingkatan antara BSu dan BSa berbeda. Misalnya dua kata dalam BSu diterjemahkan menjadi satu kata saja dalam BSa.

Contoh dari Frase menjadi kata His father is very ice Ayahnya sangat baik

Dan bagian terakhir dalam pergeseran kategori (category shift) adalah pergeseran intra- system (intra – system shift). Pergeseran pada tataran ini terjadi pada kasus – kasus yang melibatkan system internal pembentukan bahasa dalam terjemahan. Misalnya pembentukan tunggal menjadi jamak. Hal ini sesuai dengan aturan yang berlaku dalam bahasa tersebut sehingga dalam penerjemahan bentuk tunggal pada BSu menjadi jamak dalam BSa.

Contoh. People often think negative about him. Orang sering berfikir negatif tentang dia.

2.5 Kalimat Pasif

2.5.1 Definisi Kalimat Pasif

Kalimat pasif adalah kalimat dimana subjek dikenai tindakan/ pekerjaan/perbuatan; berbeda dengan kalimat aktif dimana subjek-lah yang melakukan tindakan/ pekerjaan/perbuatan. Dalam bahasa Indonesia salah satu pembeda kalimat aktif dan kalimat pasif adalah prefiks yang mengawali kata kerja: me- menunjukkan aktif, dan di-/ter- menunjukkan pasif. Secara umum kalimat pasif dibentuk oleh ‘to be’ yang diikuti kata kerja

(14)

bentuk ketiga (Past Participle). Bentuk ‘to be’ menyesuaikan dengan pola kalimat yang dimasuki.

2.5.2 Struktur Kalimat Pasif Bahasa Indonesia

Menurut Sneddon ada beberapa cara tata bahasa Indonesia yang tidak menggunakan istilah kalimat aktif dan pasif, namun lebih memfokuskan pada istilah tataran subjek dan objek dalam kalimat. Hal itu dikarenakan adanya beberapa perbedaan antara bentuk susunan kalimat aktif, pasif dalam bahasa Indonesia dan bahasa Eropa khususnya bahasa Inggris baik secara struktur maupun fungsi.

Lebih jauh Sneddon (1996:246) mengatakan bahwa “despite the difference, there are also important similarities, and the relationship between the two constructions is often similar to the relationship between active and passive in English, allowing the same terms to be used to describe them.” Susunan bentuk kalimat pasif dapat dideskripsikan dengan istilah transformasi dari bentuk kalimat aktif. Konstruksi kalimat pasif lebih sering didapati dalam bahasa Indonesia dari pada bahasa Inggris. Apabila suatu terjemahan kalimat pasif terlihat tidak wajar, maka terjemahan tersebut lebih sering diterjemahkan dalam bentuk kalimat aktif.

Dalam konstruksi kalimat pasif bahasa Indonesia, posisi orang atau benda yang dibicarakan biasanya dijadikan sebagai Subjek (S) dalam kalimat. Jika ada sebuah pembahasan tentang pelaku atau peserta yang melakukan perbuatan yang dinyatakan oleh verba predikat dalam sebuah kalimat, pelaku akan bertindak sebagai Subjek (S) dalam bentuk kalimat aktif. Umumnya kata kerja aktif transitif memiliki awalan meN-, dimana awalan konstruksi ini disebut atau dikategorikan sebaagai kalimat aktif. Sebaliknya jika fokus perhatian pada orang atau hal yang berkedudukan sebagai subjek namun dikenai perbuatan yang dinyatakan oleh verba predikat dalam kalimat maka kalimat tersebut dinyatakan dalam bentuk pasif. Sebuah verba pasif biasanya memiliki awalan di-. Berikut merupakan contoh konstruksi kalimat pasif dimana subjek sebagai pelaku dikenai perbuatan.

(15)

Mereka telah menjemput Budi (Aktif) Budi telah dijemput oleh mereka (Pasif)

Sejalan dengan penjelasan diatas, Alwi et al (1998:345-348) dalam buku “Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia” mengatakan bahwa pemasifan dalam baahasa Indonesia dilakukan dengan dua cara (1) menggunakan verba berprefiks di- dan (2) menggunakan verba tanpa prefiks di-. Jika kita menggunakan simbol (S) untuk Subjek, (P) untuk Predikat dan (O) untuk Objek, maka kaidah umum untuk pembentukan kalimat pasif dari kalimat aktif dalam bahasa Indonesia antara lain;

A. Cara Pertama

1 Pertukarkanlah S dengan O

2 Gantilah Prefiks meng- dengan di- pada P

3 Tambahkanlah kata “Oleh” didepan unsur yang tadinya S Contoh:

1. Pak Boy mengangkat seorang asisten baru (Aktif) 2. Seorang asisten baru diangkat pak Boy (Pasif A.2) 3. Seorang asisten baru diangkat oleh pak Boy (Pasif A.3)

Keberterimaan kalimat (Pasif A.2) dan (Pasif A.3) Menunjukkan bahwa kehadiran bentuk ‘oleh’ pada kalimat pasif bersifat manasuka. Akan tetapi, jika verba predikat tidak diikuti langsung oleh pelengkap pelaku (yang sebelumnya subjek kalimat pasif) maka bentuk ‘oleh’ wajib hadir.

Contoh:

4a. Mobil tua itu harus diperbaiki segera oleh Pak Boy. bukan dengan 4b. Mobil tua itu harus diperbaiki segera Pak Boy.

B. Cara Kedua

(16)

B.2 Tanggalkan prefiks meng- pada P

B.3 Pindahkan S ketempat yang tepat sebelum verba. Contoh:

5. Saya sudah mencuci pakaian itu (Aktif) 5a. Pakaian itu saya sudah cuci (Pasif) 5b. Pakaian itu sudah saya cuci (Pasif)

Jika subjek kalimat aktif transitif berupa Promina persona ketiga atau nama diri yang relative pendek, maka padanan pasifnya dapat dibentuk dengan cara seperti contoh berikut.

6. Mereka akan membersikan ruangan itu (Aktif) 6a. Ruangan itu akan dibersihkan (oleh) mereka (Pasif) 6b. Ruangan itu akan mereka bersihkan (Pasif)

7. Dia sudah mendengar berita duka itu (Aktif) 7a. Berita duka itu sudah didengar (oleh) dia (Pasif) 7b. Berita duka itu sudah dia dengar (Pasif)

8. Ayah telah membeli rumah itu (Aktif) 8a. Rumah itu telah dibeli (oleh) ayah (Pasif) 8b. Rumah itu telah ayah beli (Pasif)

Arti pasif dapat pula bergabung dengan unsur lain seperti unsur ketidaksengajaan. Jika kalimat aktif diubah menjadi kalimat pasif dan dalam kalimat pasif itu terkandung pula pengertian bahwa perbuatan yang dinyatakan oleh verba itu mengandung unsur yang tak sengaja, maka bentuk prefiks yang dipakai untuk verba bukan lagi di-, melaikan ter-. Perhatikan perbedaan kalimat (a) dan (b) berikut ini.

(17)

9b. Penumpang bus itu terlempar keluar 10a. Pintu itu ditendang adik

10b. Pintu itu tertendang adik.

Pada kalimat (9a, 10a) menunjukkan bahwa seseorang melakukan perbuatan itu dengan niat dan kesengajaan. Sebaliknya, kalimat (9b, 10b) mengacu kesatu keadaan atau ketidaksengajaan sipelaku perbuataan.

Disamping makna ketidaksengajaan itu, verba pasif yang memakai ter- juga dapat menunjukkan kekodratan; artinya, kita tidak memasalahkan siapa yang melakukan perbuatan tersebut sehingga seolah - olah sudah menjadi kodratlah bahwa sesuatu harus demikian keadaannya. Sebagai contoh perhatikan kalimat yang berikut.

11. Danau Toba terletak di provinsi Sumatera Utara 12. Soal ini terlepas dari rasa senang atau tidak senang

Dan juga, kalimat pasif dalam pengertian tidak disengaja dapat juga ditandai oleh kata kena. Seperti dalam contoh berikut.

13. Mereka kena tipu orang .

Selain berciri verba berawalan di-, ter, dan kata kena, kalimat pasif ditandai oleh verba berimbuhan ke- -an. Verba jenis ini amat terbatas jumlahnya dan biasanya

berhubungan dengan peristiwa alam, seperti kalimat berikut. 14. Anak-anak kehujanan sepanjang jalan.

Kalimat pasif bahasa Indonesia memiliki dua bentuk yang berbeda Dardjowidjojo (1987) menyebutkan dengan istilah “Pasif tipe pertama dan tipe kedua.” Pemilihan jenis kalimat pasif ditentukan oleh subjek (aktor). Ketika suatu kalimat aktif berubah menjadi kalimat pasif, dua hal ini harus dipertimbangkan dalam memutuskan apakah kalimat pasif tersebut digolongkan dalam kalimat pasif tipe pertama atau tipe kedua. Pada kalimat pasif

(18)

tipe pertama, subjek buasanya adalah orang ketiga atau yang lebih sering dikenal dengan “dia” atau “mereka”. Kaidah dari jenis kalimat pertama ini ditetapkan sebagai berikut.

Kalimat aktif:

Subjek (Actor) + meN-Verba + Objek (Patient) Contoh:

Dia menunggu saya. Anto menulis surat ini.

Seseorang telah mengirimkan bingkisan ini ke rumah. Kalimat pasif:

Subjek (Patient) + di- Verba + (oleh) + Objek (Actor) Contoh:

Saya ditungguinya/dia/oleh dia. Surat itu ditulis anto/oleh anto. Bingkisan ini telah dikirim kerumah.

Pada kalimat pasif tipe kedua, agent berbentuk pronominal atau pronominal pengganti, dimana posisi agent tersebut berada sebelum verba yang tidak memiliki prefiks. Kaidah dari jenis kalimat pasif tipe kedua ini ditetapkan sebagai berikut.

Subjek (Patient) + Agent + Verba Contoh:

Kami menjemput dia (Aktif) Dia kami jemput (Pasif)

Dalam kaidah kalimat pasif tipe kedua diatas dapat dilihat bahwa tidak ada komponen lain antara agent dan verba. Khususnya dalam komponen frase predikat, yang berfungsi sebagai penanda negative atau temporal berada sebelum agent.

(19)

Rumah itu tidak akan kami beli.

Jika agent ‘kami’ deganti dengan aku atau kamu, maka bentuknya berubah menjadi ku- dank kau- seperti contoh berikut.

Rumah itu tidak akan kubeli Rumah itu tidak akan kau beli

Hal ini juga menambahkan bahwa dalam bahasa inggris, konstruksi kalimat pasif memungkinkan sipembicara untuk menghindari penyebutan subjek (actor). Hal ini kadang – kadang diperlukan atau dibutuhkan bilamana subjek (actor) tidak diketahui, tidak jelas, tidak penting atau bahkan dikarenakan tindakan subjek (actor) merupakan suatu tindakan yang dapat dilakukan oleh siapa saja.

Contoh: Rumahnya dibobol kemarin malam Dia disuruh berlari

Permintaannya direalisasikan

Mudah-mudahan segala pelanggarannya diampuni Pembokaran gedung itu dilakukan secara bertahap

Chung (1989) juga menyatakan bahwa “there are two types of passive in Indonesian, namely: a canonical passive and a passive voice which has the surface form of an object topicalization.” Hal ini biasa dijumpai dalam kalimat pasif bahasa Indonesia dimana subjek dan objek langsung tidak ditandai dengan adanya kata depan. Verba transitif memiliki awalan meng- dan hanya terjadi dalam kalimat aktif transitif.

Contoh.

Siska membaca novel itu (Aktif) Novel itu dibaca (oleh) siska (Pasif)

(20)

Orang itu memukul siska (Aktif) Siska dipukul (oleh) orang itu (Pasif)

Dari contoh diatas dapat dilihat bahwa objek langsung berubah menjadi subjek dan subjek berubah menjadi objek dengan menambahkan preposisi ‘oleh.’ Dalam pengertian teori diatas dapat dilihat bahwa verba ditandai dengan prefiks di- yang menggantikan prefiks verba transitif meng- disebut dengan istilah kalimat pasif kanonik.

2.5.3 Struktur Kalimat Pasif dalam Bahasa Inggris

Quirk (1972:802) menyatakan bahwa “voice is a grammatical category which makes it possible to view the action of a sentence in two ways without any change in the facts reported.” Hubungan antar kalimat pasif dan pasif melibatkan dua tingkatan tata bahasa, yaitu frase verba dan klausa. Pada tingkatan frase verba, perbedaan antara dua kategori kalimat bahwa kalimat pasif ditandai dengan adanya kata kerja bantu ‘be’ dan kata kerja bentuk ketiga ‘past participle.’ Memang dalam bahasa inggris pola dasar kalimat pasif adalah ‘be + past participle’ dan variasinya tergantung pada bentuk keterangan waktu. Sementara pada tingkatan klausa, pemasifan kalimat melibatkan penyusunan ulang dari dua elemen klausa dan satu tambahan, dimana subjek aktif dan preposisi ‘oleh’ merupakan pilihan tambahan sebelum objek (agent).

Bahasa Inggris memiliki dua bentuk kalimat yang digunakan untuk menyatakan suatu pikiran. Kedua bentuk kalimat tersebut adalah kalimat aktif dan kalimat pasif. Dalam kalimat aktif subjek melakukan pekerjaan atau melakukan suatu perbuatan. Dengan ciri khas bahwa kata kerja yang digunakan berawalan “me-“. Sedangkan di dalam kalimat pasif, subjek dalam kalimat tersebut tidak melakukan pekerjaan/perbuatan, melainkan dikenai pekerjaan/perbuatan. Dengan ciri khas bahwa kata kerja yang digunakan dalam kalimat

(21)

tersebut berawalan “di-“. Kata kerja yang digunakan dalam kalimat pasif bahasa Inggris adalah: to be + Verb 3 (Past Participle). “Be” itu sendiri dibuat sesuai dengan tense yang digunakan dalam kalimat itu dan disuikan dengan subject kalimat tersebut.

Kalimat aktif diubah menjadi kalimat pasif dengan menjadikan “object” kalimat aktif itu sebagai “Subject” kalimat pasif tersebut. Berdasarkan hal itu jelaslah bahwa hanya kalimat yang memiliki “object” yang dapat diubah menjadi pasif.

Contoh:

Yanto slapped the boy on his face. Kalimat tersebut dapat diubah menjadi: S P O

The boy was slapped on his face. S P

Objek pelaku kalimat pasif yang dalam bahasa Inggris dinyatakan dengan kata “by …” jarang diucapkan, karena kalimat pasif cenderung untuk hanya mengemukakan aktifitas . object pelaku diucapkan/ditilis hanya bila memang diperlukan, sebagai kelengkapan arti kalimat pasif bersangkutan.

Contoh.

The queen invited us to dinner. Kalimat ini akan menjadi: We were invited to dinner by the queen.

Bila pada sebuah kalimat aktif terdapat dua objek, maka subjek kalimat pasifnya dapat dipilih dari kedua object tersebut. Namun biasanya dalam bahasa Inggris objek manusia yang digunakan/dipilih sebagai subjek kalimat pasif.

(22)

Contoh:

I shall give her a new pen. (Aktif) 1. She will be given a new pen. (Pasif) 2. A new pen will be given to her (Pasif)

Biber et al (1998:475) menyatakan bahwa kata kerja atau verba transitif biasanya berbentuk aktif, tetapi juga dapat terjadi dalam kalimat pasif. Tidak sedikit kalimat pasif dalam bahasa Inggris menggunakan verba tindakan dimana subjek melakukan tindakan yang dilambangkan oleh kata kerja. Karena subjek melakukan atau bertindak atas verba dalam kalimat maka kalimat itu disebut dengan kalimat aktif. Dan sebaliknya ketika subjek dikenai tindakan verba dalam kalimat makan kalimat itu disebut dengan kalimat pasif. Dengan kata lain, seseorang dapat merubah susunan kata dari kalimat aktif menjadi kalimat pasif dengan menggunakan objek langsung sehingga subjek mengalami perubahan susunan.

Dari penjelasan diatas, jelaslah bahwa seseorang atau suatu hal yg kita bahas dalam suatu kalimat dinyatakan sebagai subjek dan membahas pelaku (aktor) kita akan menggunakan verba aktif maka kalimat itu disebut dengan kalimat aktif. Namun jika kita memusatkan perhatian pada orang atau suatu hal yang berkedudukan sebagai objek, kita akan menggunakan verba pasif yang kemudian diikuti oleh subjek dari kalimat aktif sebelumnya maka kaliamt itu disebut dengan kalimat pasif. Ada kalanya sebuah konstruksi kalimat aktif tidak dapat dirubah menjadi kalimat pasif bilamana kalimat tersebut tidak memiliki objek atau objek kalimat tersebut tak tentu (indefinite) Contoh: “Colorful parrots live in the rainforest” tidak dapat dirubah dalam kalimat pasif karena tidak memiliki objek.

Baker (1991:106) mengatakan bahwa “The main function of the passive constructions in English is to avoid specifying the agentt and to give an impression of objectivity” dalam hal ini baker menyampaikan bahwa fungsi utama dari kalimat pasif bahasa inggris untuk

(23)

menghindari penyebutan agent dan memberikan kesan pada kalimat secara objective. Larson (1984:246) berpendapat bahwa kalimat pasif jika fokus digunakan terhadap resultan, benefaktif, dll. Karena dalam kalimat pasif perlu menambahkan kata kata dan mengubah tindakan pelaku yang bertujuan membuat para pembaca lebih memahami makna yang dimaksud secara mendalam.

Kalimat pasif juga berguna dalam beberapa bentuk situasi. Namun bila digunakan secara tidak benar maka akan dapat menyebabkan tulisan menjadi tidak jelas. Dalam upaya menghindari pemakaian kalimat pasif yang salah serta mengubah mengubah kalimat aktif menjadi pasif atau sebaliknya kita harus memahami terlebih dahulu struktur kalimat aktif dan pasif. Gym (2010) memerikan contoh dan mengingatkan kita untuk mempertimbangkan saran saran seperti berikut sehingga kita dapat mengetahui kapan harus menggunakan kalimat aktif dan pasif baik dalam menulis maupun berbicara.

1. Jika tidak ada alasan untuk mengatakan tidak, gunakanlah kalimat aktif. Karena kalimat aktif dapat menyebabkan tulisan atau ucapan anda menjadi lebih jelas. Contoh :

a. Passive (weak) : The house was leveled by the Tornado (Rumah itu diratakan oleh angin Tornado) Menjadi

Active (Vivid) : The Furious tornado stripped the house to its foundation. (Amukan tornado melululantakan rumah itu hingga bagian

dasar)

b. Passive (weak) : Spirits were low after the football game was lost

(Semangat menjadi kendur setelah kalah dalam pertandingan bola)

Active (vivid) : A final heartbreaking interception ended the game and crushed the home team’s spirit

(24)

(Sebuah akhir yang menyedihkan dari sebuah pertandingan mengakhiri dan menghancurkan semangat tim tua rumah)

c. Passive (unclear) : The students were advice not to drink on school night.

Para siswa disarankan untuk tidak mabuk – mabukan pada malam sekolah.

Active (clear) : The health center advised student about the risk of drinking on school night.

(Pusat kesehatan menyarankan para siswa tentang resiko mabuk – mabukan pada maalm sekolah)

2. Gunakanlah kalimat pasif untuk menekankan proses penulisan ilmiah Contoh: Next, the magnet were calibrated to align with the laser bean

Kemudian, Magnet disetel untuk menyesuaikan dengan sinar laser. 3. Gunakanlah kalimat pasif untuk menempatkan perhatian pada objek dan bukan

pada subjek.

Contoh: The new parking garage would be completed sometime next month. (Focus on the parking garage not to the construction worker who are making it)

Garasi baru itu akan diselesaikan dalam beberapa bulan kedepan. (dimana fokus perhatian pada garasi dan bukan pada pekerja yang sedang membuatnya)

Seperti telah disampaikan pada bab sebelumnya bahwa konstruksi kalimat pasif bahasa Inggris , pada dasarnya dibentuk dengan kaidah Subject +be + past participle + by (optional). Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan dalam bagan dibawah ini.

Tabel 2.1

Struktur kalimat aktif dan kalimat pasif dalam bahasa Inggris. No TENSES /

KALA

ACTIVE VOICE/ KALIMAT AKTIF

PASSIVE VOICE/ KALIMAT PASIF

(25)

1 Present Simple

S + V1(s/es) + O He writes the letter carefully.

S + is/am/are + past participle

The letter is written carefully 2 Present

Progressive

S + is/am/are + V-ing + O He is writing the letter carefully.

S + is/am/are + being + past participle

The letter is being written carefully.. 3 Present

Perfect

S + has/have + past participle + O He has written the letter

carefully.

S + has/have + been + past participle

The letter has been written carefully.

4 Past Simple S + V2 + O He wrote the letter carefully.

S + was/were + past participle The letter was written carefully. 5 Past

Progressive

S + was/were + V-ing + O He was writing the letter carefully.

S + was/were + being + past participle

The letter was being written carefully.

6 Past Perfect S + had + past participle + O He had written the letter carefully.

S + had + been + past participle The letter had been written carefully.

7. Simple Future

S + will/shall +V1 + O

He will write the letter carefully.

S + will/shall + be + past participle The letter will be written carefully. 8. Past Future S + would/should +V1 + O

I would write the letter carefully.

S + would/should + be + past participle

The letter would be written carefully. 9. Future

Perfect

S + will/shall + have + past participle + O

We will have writen the letter carefully.

S + will/shall + have + been + past participle

The letter will have been written carefully.

2.6 Novel

Salah satu bagian dari sastra adalah novel, yang lebih luas penggambarannya tentang persoalan kehidupan. Quinn (1955:43) menegaskan bahwa walaupun novel merupakan narasi prosa rekaan tulis yang menggambarkan suatu dunia yang sebagian atau sepenuhnya tercipta dari para tokoh, satu atau lebih memiliki interioritas, bertindak dalam ruang dan waktu ynag dibedakan dengan cermat. Namun, novel harus diupayakan serealistis mungkin. Konsep lain diungkapkan oleh Nurgiyantoro (1998:3) yang mengatakan bahwa novel membuat penghayatan dan perenungan secara intens, penuh kesadaran, dan tanggung jawab

(26)

pengarang terhadap hakikat hidup dan kehidupan. KBBI (2007:788) mengatakan bahwa novel adalah sebagai karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setipa pelaku. Novel juga merupakan karya imajinatif yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab pengarang sebagai kerja kreatifitas untuk menciptakan sebuah karya sastra. Novel menawarkan ‘model-model’ kehidupan sebagaimana yang diidealkan oleh sipengarang sekaligus menunjukkan sosoknya sebagai karya sastra yang estetis, sehingga membaca sebuah novel berarti menikmati sebuah cerita, menghibur diri untuk memperoleh kepuasan batin.

Namun, sebuah novel mempunyai dunia tersendiri dengan mekanisme dan realitasnya sendiri, ketika membacanya terkadang dirasakan ada jarak antara kenyataan dengan realitas yang digambarkan dalam novel tersebut. Akan tetapi ada juga keadaan lain, pembaca seakan-akan menjadi satu dengan realitas novel yang sedang dibacanya. Hal ini disengaja oleh pengarangnya yang memiliki kemampuan teknik dalam mengungkapkan realitas tersebut. Junus (1985:93)

Novel tidak berbeda dari segala yang manusiawi karena merupakan sebagian dari kehidupan. Novel juga tumbuh dari benih ke bunga ke buah yang matang untuk dipetik. Pertumbuhan semacam ini sering berujung pada sesuatu yang lain dari yang direncanakan semula, hal ini merupakan sesuatu yang justru alami dan normal bukan sesuatu yang negatif. Mangunwijaya (1999:123)

Dan beberapa batasan novel diatas dapat dikatakan bahwa novel bukanlah sesuatu yang sangat jauh dari realitas hidup dan kehidupan yang ada dalam diri manusia. Gambaran dalam sebuah novel biasanya diusahakan sipengarang agar seolah-olah merupakan gambaran kehidupan nyata. Gambaran itu hidup dalam dimensi waktu yang diciptakan pengarang dan disesuaikan dengan dimensi waktu yang ada dalam kenyataan.

(27)

2.7 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai kesepadanan dan pergeseran dalam studi terjemahan telah dilakukan sebelumnya antara lain:

1. Ilsha Miyonda (2012) dalam tesisnya Perpadanan Penerjemahan Kalimat Pasif Bahasa Jepang ke dalam Bahasa Indonesia (satu kajian struktur dan makna) menemukan dan mengidentifikasi bahwa penerjemahan kalimat pasif bahasa Jepang ke dalam bahasa Indonesia dapat dipertahankan ke dalam bentuk pasif bahasa Indonesia dan ada yang mengalami pergeseran (modulasi) dan bentuk pasif BSu ke bentuk aktif BSa. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sudut pandang atau cara berpikir pada pemakai BSu dan BSa.

Dari hasil penelitian Ilsha Miyonda dapat menyumbangkan kontribusi terhadap penelitian ini melalui cara identifikasi penerjemahan kalimat pasif yang mengalami pergeseran dari bentuk pasif BSu ke bentuk aktif BSa, namun kajian penelitian ini berbeda dengan kajian Ilsha Miyonda yang menkasi kalimat pasif dalam bahasa Jepang sementara kajian ini membahasa kalimat pasif dalam bahasa Inggris.

2. Ni Wayan Sadiyani (2011) dalam tesisnya Terjemahan Kalimat Pasif Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Inggris dalam Cerita Bawang Merah dan Bawang Putih dan terjemahannya “Miss Onion and Miss Garlic”. Menemukan Pertama, kalimat pasif yang dapat diidentifikasi dalam bahasa Indonesia kebanyakan ditandai dengan awaln di- (awalan di- +kata kerja dasar + agent frasa; awalan di- + kata kerja dasar + akhiran + agent frasa; beberapa kalimat pasif ditandai awalan ter-(awalan ter- + kata kerja dasar/ kata sifat/kata benda); ada beberapa kalimat pasif yang tidak ditandai baik dengan penambhana awaln di- atau ter.

Kedua, hasil analisis data jelas menunjukkan bahwa kebanyakan kalimat pasif dalam bahasa Indonesia yang ditandai baik dengan penambahan awalan di- (di- + kata kerja dasar

(28)

dan di- + kata kerja dasar + akhiran) dan awalan ter- (ter + kata kerja dasar/kata sifat/kata benda) yang juga diterjemahkan menjadi kalimat pasif dalam hahasa Inggris (be + kata kerja III + agent frasa tersurat atau tersirat dan sisanya diterjemahkan menjadi kalimat aktif. Hasil penelitian ini jelas membuktikan bahwa kebanyakan kalimat pasif dalam BSu tetap dipertahankan pasif dan hanya beberapa yang dirubah menjadi kalimat aktif.

Ketiga, dalam menterjemahkan kalimat pasif bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris perubahan bentuk tak dapat dihindari terutama pada tataran gramatikal yang menyangkut tensis sebab bahasa Inggris mengenal tensis sedangkan bahasa Indonesia tidak. Nyaris semua kalimat pasif dalam bahasa Indonesia yang dibentuk dengan: (1) awalan di- + kata kerja dasar; (2) awalan di- + kata kerja dasar + akhiran; dan (3) awalan ter- (awalan ter- + kata kerja dasar/kata sifat/kata benda) diterjemahkan kedalam bentuk lampau dengan pola:(1) be + kata kerja III atau (2) S + P ( kata kerja II) + O.

Dan Keempat, berdasarkan karakteristik dari terjemahan yang alami, maka dapat dinilai bahwa terjemahan kalimat pasif bahasa Indonesia ke bahasa Inggris dapat mewujudkan tingkat naturalisasi yang cukup bagus atas dasar dua alasan penting: (1) si penterjemah sudah diakui kompetensinya baik dalam BSu maupun BSa sehingga ia mampu membuat terjemahannya jelas serta enak alami terbaca; (2) beberapa kalimat pasif bahasa Indonesia yang diterjemahkan menjadi kalimat aktif dalam bahasa Inggris jelas mengindikasikan bahwa si penterjemah sudah berupaya menemukan ekuivalensi alami terdekat dari BSu dalam aspek tata bahasa, leksis, gaya bahasa, dan nilai-nilai budaya. Pada esensinya tingkat naturalisasi dari sebuah ungkapan adalah merupakan masalah mencari kecocokkan pada tataran: (1) katagori leksikal, (2) katagori gramatikal, (3) kelas semantik, dan (4) kontek budaya.

Dari hasil penelitian Ni Wayan Sadiyani tersebut, peneliti memiliki perbedaan objek kajian yang diteliti yaitu novel Laskar Pelangi dan terjemahannya The Rainbow Troops

(29)

dengan menganalisis dan mendeskripsikan konstruksi kalimat pasif bahasa Indonesia Sneddon (1996) dan Alwi dkk (1998) dan konsep kalimat pasif dalam bahasa Inggris mengacu pada Quirk (1972) dan Baker (1991) dan prosedur penerjemahan dalam Vinay and Darbelnet in Venuti (2000) serta pergeseran (shift) dalam Catford (2000) dan tidak menganalisis tingkat naturalisasi kalimat pasif bahasa Indonesia dapat diwujudkan bila diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Ni Wayan Sadiyani, objek penelitiannya adalah cerita Bawang Merah dan Bawang Putih dan terjemahannya Miss Onion and Miss Garlic.

3. Dewa Ayu Danwantari (2011) dalam tesisnya Bentuk-Bentuk Pasif Dalam Bahasa Indonesia Dan Terjemahannya Dalam Bahasa Inggris Pada Novel ‘Cerita Dalam Keheningan’ menjadi ‘Every Silence Has A Story’. Dalam penelitiannya Danwantari menemukan ada delapan jenis bentuk pasif yang ditemukan pada bahasa sumber. Bentuk pasif dalam bahasa Indonesia yaitu dengan menambahkan awalan di-, ter- dan ber- tidak terpengaruh oleh waktu. Bentuk ini dapat digunakan baik di masa lampau atau masa depan. Sedangkan dalam bahasa Inggris, waktu (masa depan atau masa lampau) penting dalam membentuk kalimat. Awalan di- lebih menekankan tentang proses perbuatan yang ditunjukkan oleh kata kerja. Awalan ter- menunjukkan tindakan yang dilakukan tanpa sengaja. Dan awalan ber- menunjukkan bahwa subyek kalimat merupakan orang atau sesuatu yang dikenai suatu tindakan.

Ada beberapa masukan yang diberikan yaitu: Dalam menerjemahkan bentuk pasif, penerjemah harus mampu memahami isi dari kalimat. Pengetahuan tentang bentuk pasif adalah salah satu dari pengetahuan dasar. Para penerjemah disarankan untuk meminimalkan menghilangkan informasi ketika menerjemahkan sebuah teks dari bahasa sumber ke bahasa target. Hal ini dapat menyebabkan pembaca bingung atau tidak mengerti mengenai isi cerita atau pesan yang ingin xiii disampaikan oleh penulis. Penambahan informasi untuk memberikan penekankan terhadap jalan cerita diperbolehkan asalkan tidak mengubah isi dari cerita.

(30)

Dari hasil penelitian Danwantari tersebut, peneliti memiliki perbedaan objek kajian yang diteliti yaitu novel Laskar Pelangi dan terjemahannya The Rainbow Troops dengan menganalisis dan mendeskripsikan konstruksi kalimat pasif bahasa Indonesia di- dan ter-, prosedur penerjemahan serta pergeseran (shift) sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Danwantari, objek penelitiannya adalah novel Cerita Dalam Keheningan menjadi ‘Every Silence Has A Story menganalisis dan mendeskripsikan konstruksi kalimat pasif di-, ter-, ber- dan menganalisis penghilangan dan penambahan informasi (loss and gain information) untuk memberikan penekanan terhadap pemahaman isi kalimat.

4. Ida Bagus Made sadu Gunawan (2010) dalam penelitiannya The conjunctive relation in the novel The Old Man and The Sea and Its translation into Indonesia. Melalui penelitian ini diharapkan dengan mengetahui conjunctive relation dan teori tentang loss and gain of information seorang penerjemah akan mampu mengetahui dan mendiskripsikan makna yang ada secara lebih efektif sehingga akan lebih mudah mendapatkan makna yang dimaksudkan untuk diterjemahkan. Bedasarkan analisa, semua tipe conjunctive relation ditemukan dalam data, beberapa prosedur penerjemahan yang dikemukakan oleh Vinay and Darberlnet muncul di dalam data, dan teori loss and gain of information muncul dalam beberapa proses penerjemahan dari teks dalam ST ke teks dalam TL.

Dari hasil penelitian Ida Bagus Made sadu Gunawan memberikan kontribusi yang bermanfaat terkhusus dalam menganalisis prosedur penerjemahan dengan menggunakan teori Vinay and Darberlnet, tetapi tidak menganalisis relasi konjungsi serta objek yang dikaji dalam penelitian ini berbeda dengan objek yang diteliti oleh peneliti.

5. Ari Listiani (2012) dalam tesisnya The Translation Of Unknown Lexical Situational Meaning Found In Twilight Novel As Translated Into Twilight. Dalam penelitiannya menunjukkan bahwa makna leksikal situasional dengan konsep yang tidak diketahui dapat dikategorikan ke dalam empat tipe makna implisit, yaitu makna implisit

(31)

situasional karena hubungan antara pembicara dan lawan bicaranya, waktu dan tempat di mana komunikasi terjadi; presuposisi yang ada dalam komunikasi, dan latar belakang budaya pembicara dan lawan bicaranya. Tipe makna yang terakhir memiliki frekuensi tertinggi karena adanya perbedaan latar belakang budaya antara bahasa sumber dengan bahasa sasaran. Prosedur penerjemahan yang diimplementasikan oleh penerjemah meliputi penerjemahan langsung (Literal Translation), borrowing, transposisi dan kesepadanan (Equivalence). Prosedur kesepadanan adalah prosedur yang paling sering digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan makna leksikal situasional dengan konsep yang tidak diketahui. Ini menunjukkan bahwa penerjemah berorientasi pada bahasa sasaran. Berdasarkan analisa konteks situasi dan konteks budaya, penerjemahan makna leksikal situasional dengan konsep yang tidak diketahui memiliki kesepadanan yang berterima dalam bahasa sasaran, yaitu bahasa Indonesia.

2.8 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir dalam penelitian ini didasarkan pada bahasa maupun budaya merupakan hasil pemikiran manusia sehingga ada korelasi diantara keduaya, Sutrisno (2005:133). Sehingga, penerjemahan tidak terlepas dari kedua aspek tersebut. Dalam penelitian ini yang diteliti adalah produk terjemahan. Seorang penerjemah pasti menghadapi kesulitan dalam proses penerjemahan terutama dalam mencari padanan leksikal maupun dalam pengungkapan padanan tersebut sehingga hasil terjemahan dalam BSa terlihat alami atau tidak kaku. Untuk menerjemahkan novel Laskar Pelangi sebagai TSu ke dalam bahasa Inggris The Rainbow Troops sebagai TSa, penerjemah mengalami kesulitan yang sama khususnya dalam penerjemahan kalimat pasif. oleh karena itu, peneliti melakukan analisis konstruksi kalimat pasif pada BSu dan BSa dan pergeseran serta prosedur penerjemahan yang digunakan oleh sipenerjemah. Setelah temuan data dianalisis dan dideskripsikan, maka tahap

(32)

Bahasa Sumber Sumber Data Bahasa Sasaran

Novel Laskar Pelangi Novel The Rainbow Troops

Data

Kalimat pasif bahasa Indonesia

dan terjemahannya dalam bahasa Inggris

Fenomena/ Kenyataan

Keselarasan Konstruksi, Pergeseran dan Proseedur Penerjemahan

Analisis Data

Konstruksi kalimat pasif Sneddon & Alwi (2002;22)

Pergeseran pada penerjemahan Catford (1965:73)

Prosedur Penerjemahan Vinay dan Darbelnet (2000:84-93)

(33)

Kesimpulan Gambar 2.2 Kerangka Berpikir BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif - kualitatif yang menjawab masalah penerjemahan TSu ke dalam TSa secara kualitatif. Seperti yang telah disebutkan pada bab sebelumnya, bahwa penelitian ini berorientasi pada produk terjemahan, yaitu penelitian yang memusatkan perhatiannya pada hasil terjemahan dan bukan proses terjemahan. Dalam penelitian ini tataran yang dikaji berupa klausa dan kalimat pasif.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yang bersifat deskriptif – kualitatif, yang artinya setelah data yang dianggap representatif diperoleh berdasarkan apa adanya sesuai dengan keadaan alamiah data, yaitu data diperoleh melalui membaca, mengidentifikasi, mencatat dan mengklasifikasi kalimat pasif yang terdapat dalam novel Laskar Pelangi dan terjemahannya The Rainbow Troops. Data tersebut kemudian dianalisis untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian ini.

3.2 Data dan Sumber Data

Dalam sebuah penelitian, penentuan sumber data merupakan langkah awal yang harus dilakukan. Dalam penelitian analisis deskriptif – kualitatif, data yang dipakai dalam

Referensi

Dokumen terkait

Tes tertulis, dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana tingkat kemampuan koneksi matematis siswa pada kelas eksperiment maupun kelas kontrol sebelum (pretest) dan

o Basic Border Services Training, provided by Australian and New Zealand Customs Trainers, 24 of April to 4 of May 2000, Dili; o English Language Training, Civil Services Academy,

ANTARA PERUSAHAAN ANGKUTAN BARANG DENGAN PENGIRIM MELALUI ANGKUTAN DARAT (STUDI PADA CV.. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi

Department of Small Business Taxation has the following Sections:. o DDO: -- Processing & Accounting

“Hak milik atas sesuatu kebendaan tak dapat diperoleh dengan cara lain, melainkan dengan pemilikan, karena perlekatan, karena daluwarsa, karena pewarisan baik menurut

Karena itu penulis berkesempatan untuk membuat aplikasi multimedia group musik Stupid Like Jerk dengan menggunakan perangkat lunak SWISH max yang dapat membuat tampilan animasi

Akan tetapi pada kesempatan ini akan dicoba membuat sebuah gambar transparan yang berada di belakang tulisan utama dalam lembar kerja microsoft office word.. Logo transparan

Dari kondisi tersebut penulis mempunyai ide untuk membuat informasi mengenai demam berdarah dengan tampilan yang interaktif dan menyajikan informasi yang lengkap mengenai penyakit