• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Hasil, Stabilitas, dan Karakter Agronomik Galur Harapan Kedelai Berbiji Besar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Potensi Hasil, Stabilitas, dan Karakter Agronomik Galur Harapan Kedelai Berbiji Besar"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Potensi Hasil, Stabilitas, dan Karakter Agronomik

Galur Harapan Kedelai Berbiji Besar

M. Muchlish Adie

1

, Hani Soewanto

2

, Teguh Agus C.P.

2

, Joko S. Wahono

2

, G.W.A. Susanto

1

,

dan Nasir Saleh

1

1Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian

Jl. Kendalpayak, Kotak Pos 66 Malang, Jawa Timur

2PT Mitratani 27

Jl. Brawijaya 83 Mangli, Jember, Jawa Timur

ABSTRACT. Yield Potential, Stability, and Agronomic Characters of Large Seeded Soybean Lines. Large seeded soybeans are widely used as raw material for ‘tempeh’. Seven introduced large seeded soybean genotypes (6, 8, 17, K-18, K-20-1-Y, K-25, and K-27) were evaluated for their agronomic characters and yield potentials at 16 soybean production centers in Central Java, East Java, and Nusa Tenggara Barat (NTB) in 2003-2004. Burangrang, a large seeded variety, and Willis, a medium seeded variety, were used as check cultivars. The experimental design used at each site was a randomized block design with four replications. The treatment consisted of nine soybean promising lines and varieties. Each of the soybean genotypes was grown in a 2.0 m x 4.5 m plot, with 40 cm x 15 cm plant spacing, and two seeds per hole. The plants were fertilized at rate of 50 kg urea, 100 kg SP36, and 75 kg KCl/ha by spreading evenly to each plot before planting. Crop maintenance as well as control of pests, diseases, and weeds were done optimally. The observed data were days to pod maturity, plant height, number of branches, number of pods, 100 seed weight, and grain yield. Analysis of yield stability was done following the method of Eberhart and Russell (1966), whereas analysis of crop adaptability following the method of Finlay and Wilkinson (1963). The results showed that the interaction between genotypes and planting sites significantly influenced the soybean yields. The average yield of the tested genotypes was 2.11 t/ha with a range from 2.02 to 2.31 t/ha. Yield of check varieties Burangrang and Willis, was 2.05 and 2.25 t/ha, respectively. The values of correlation coefficients varied between 0.57 to 1.40, and regression coefficients of all lines and varieties tested were not significantly different from 1.0. Based on the value of deviation of regression, only genotypes K-27 and K-25 were not significantly different from zero. Thus, genotypes K-27 and K-25 had a stability criteria. These genotypes had an average stability, and potentially adaptive to all soybean cultivation environments in Indonesia. Genotypes K-25 and K-27 have a seed sizes of 17.8 g and 15.1 g/ 100 seeds, respectively, with a medium maturity. Stable, high yielding, and large seeded soybean genotypes are more likely to be adopted by farmers. Soybean genotypes K-25 and K-27 had been approved for release as new varieties, named Gumitir and Argopuro, respectively.

Keywords: Large seeded soybean, yield stability, adaptability ABSTRAK. Kedelai berbiji besar banyak digunakan untuk bahan baku tempe. Tujuh galur introduksi kedelai berbiji besar (K-6, K-8, K-17, K-18, K-20-1-Y, K-25, dan K-27) dievaluasi karakter agronomi dan potensi hasilnya di 16 sentra produksi kedelai di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat pada tahun 2003-2004. Varietas Burangrang (berbiji besar) dan Wilis (berbiji sedang) digunakan sebagai pembanding. Rancangan percobaan yang digunakan di setiap lokasi percobaan adalah rancangan acak kelompok dengan empat ulangan. Perlakuan terdiri atas 7 galur

harapan dan 2 varietas kedelai. Benih kedelai ditanam pada petak berukuran 2,0 m x 4,5 m dengan jarak tanam 40 cm x 15 cm, dua biji per lubang. Pupuk diberikan sebelum tanam secara sebar merata dengan takaran 50 kg urea, 100 kg SP36, dan 75 kg KCl/ha. Pemeliharaan dan pengendalian hama, penyakit, dan gulma dilakukan secara optimal. Data yang diamati adalah umur polong matang, tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah polong, bobot 100 biji, dan hasil. Analisis stabilitas hasil mengikuti metode Eberhart dan Russell (1966) dan analisis adaptabilitas mengikuti metode Finlay dan Wilkinson (1963). Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara galur dengan lokasi berpengaruh nyata terhadap hasil kedelai. Rata-rata hasil genotipe kedelai yang diuji adalah 2,11 t/ha dengan rentang hasil 2,02-2,31 t/ha. Hasil varietas pembanding Burangrang dan Wilis masing-masing adalah 2,05 dan 2,25 t/ha. Nilai koefisien korelasi beragam antara 0,57-1,40 dan nilai koefisien regresi dari semua galur/varietas yang diuji tidak berbeda nyata dengan 1,0. Berdasarkan nilai simpangan regresi, hanya galur K-27 dan K-25 yang tidak berbeda nyata dengan nol. Dengan demikian, galur K-25 dan K-27 memiliki kriteria stabil. Kedua galur tersebut memiliki stabilitas rata-rata dan berpeluang adaptif pada semua lingkungan budi daya kedelai di Indonesia. Galur K-25 dan K-27 masing-masing memiliki ukuran biji 17,8 g dan 15,1 g/100 biji dengan umur masak tergolong sedang. Galur berdaya hasil tinggi dan stabil serta berukuran biji besar berpeluang diadopsi oleh pengguna. Galur K-25 dan K-27 disetujui dilepas sebagai varietas unggul masing-masing dengan nama Gumitir dan Argopuro.

Kata kunci: Kedelai berbiji besar, stabilitas hasil, adaptabilitas

K

edelai termasuk komoditas pangan yang strategis,

karena permintaan dalam negeri terus meningkat

sehingga impor belum dapat dielakkan untuk

memenuhi kebutuhan dalam negeri. Ciri utama karakter

fisik kedelai impor adalah ukuran bijinya besar (sekitar

15 g/100 biji) dan berbentuk bulat. Merebaknya kedelai

impor, ternyata mengubah preferensi sebagian petani

pada kedelai berbiji besar. Sebaliknya, biji sebagian besar

varietas kedelai di Indonesia berukuran kecil hingga

sedang.

Pendekatan genetik untuk menyediakan varietas

kedelai di Indonesia harus distrategikan tidak hanya

semata-mata meningkatkan kuantitas potensi hasil,

tetapi juga diarahkan pada peningkatan kualitas, yang

salah satunya adalah pada ukuran. Terobosan dalam

pembentukan varietas kedelai adalah mendatangkan

introduksi galur, menguji potensi hasilnya pada

(2)

lingkungan target dan diakhiri dengan menilai stabilitas

hasil dan adaptabilitas dari setiap galur yang diuji.

Menurut Crossa (1990), pengujian sejumlah galur pada

banyak lokasi memiliki berbagai manfaat, yakni (1)

menentukan kisaran potensi hasil yang sesungguhnya

dari suatu galur, (2) menilai derajat stabilitas dan tanggap

suatu galur terhadap berbagai tipe lingkungan, dan (3)

memilih galur terbaik dan menentukan anjuran

budidayanya.

Stabilitas varietas diartikan sebagai ragam hasil di

suatu lokasi sepanjang waktu, sedangkan adaptasi

varietas merupakan ragam hasil lintas lokasi sepanjang

waktu (Evenson et al. 1978). Lin et al. (1986)

menunjuk-kan tiga konsep perbedaan dari stabilitas, yaitu suatu

galur dikatakan stabil jika keragaman hasilnya kecil di

beberapa lingkungan, tanggapan lingkungan searah

(paralel) dengan rata-rata hasil semua galur yang diuji,

dan residu kuadrat tengah model regresi dari indeks

lingkungan adalah kecil. Hal yang menarik, penilaian

stabilitas varietas adalah adanya perpaduan antara

potensi hasil dan kualitas lingkungan. Rao dan Whilley

(1980) menyatakan bahwa galur yang memiliki

keragaman hasil kecil di beberapa lingkungan dan

musim digolongkan sebagai galur yang stabil. Intisari

dari beberapa definisi stabilitas tersebut adalah

bagaimana memilih galur yang berdaya hasil relatif tidak

fluktuatif di berbagai lingkungan. Galur berdaya hasil

tinggi, stabil, dan berkarakteristik sesuai preferensi

pengguna akan menjadi varietas yang ideal.

Tujuan penelitian adalah menilai potensi dan

stabilitas hasil, serta keragaan karakter agronomik galur

kedelai berbiji besar.

BAHAN DAN METODE

Sebagai bahan penelitian adalah tujuh galur introduksi

kedelai berbiji besar (K-6, K-8, K-17, K-18, K-20-1-Y, K-25,

dan K-27), hasil seleksi PT Mitratani 27, Jember. Penelitian

dilakukan di delapan sentra produksi kedelai di Jawa

Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat (Tabel 1)

pada tahun 2003-2004. Pada setiap lokasi dilakukan

pengujian untuk dua musim tanam.

Rancangan percobaan yang digunakan di setiap

lokasi penelitian adalah acak kelompok dengan empat

ulangan. Perlakuan terdiri atas sembilan galur harapan

dan varietas kedelai. Varietas Burangrang (biji besar) dan

Wilis (biji sedang) digunakan sebagai pembanding.

Benih ditanam pada petak berukuran 2,0 m x 4,5 m,

dengan jarak tanam 40 cm x 15 cm, dua tanaman per

rumpun. Pupuk diberikan dengan takaran 50 kg urea,

100 kg SP36, dan 75 kg KCl/ha secara sebar merata

sebelum tanam. Perawatan benih (seed treatment)

menggunakan insektisida Marshal. Pengendalian gulma,

hama, dan penyakit dilakukan secara intensif. Data yang

diamati adalah umur masak, tinggi tanaman, jumlah

cabang, jumlah polong, bobot 100 biji, dan hasil biji.

Analisis stabilitas hasil mengikuti metode Eberhart

dan Russell (1966) dan analisis adaptabilitas mengikuti

metode Finlay dan Wilkinson (1963).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Biji

Galur, lokasi, dan interaksi antara galur dengan lokasi

berpengaruh nyata terhadap hasil biji (Tabel 2). Hal ini

Tabel 1. Karakteristik 16 lokasi uji daya hasil tujuh galur dan dua varietas kedelai, 2003/04.

Lokasi Simbol lokasi Lahan Jenis tanah Tipe iklim Elevasi (m dpl)

Ceper, Klaten, Jateng KL1 Sawah Entisol D3 62

Kalikotes, Klaten, Jateng KL2 Sawah Vertisol D3 62

Gatak, Sukoharjo, Jateng SK1 Sawah Regosol D3 68

Gatak, Sukoharjo, Jateng SK2 Sawah Regosol D3 68

Siman, Ponorogo, Jatim PN1 Sawah Regosol D3 115

Jetis, Ponorogo, Jatim PN2 Sawah Regosol D3 115

Bangsal, Mojokerto, Jatim MJ1 Sawah Regosol D3 28

Bangsal, Mojokerto, Jatim MJ2 Sawah Regosol D3 28

Kejayan, Pasuruan, Jatim PS1 Sawah Latosol 116 C3

Kejayan, Pasuruan, Jatim PS2 Sawah Latosol 116 C3

Kaliwates, Jember, Jatim JB1 Tegal Regosol D3 89

Kaliwates, Jember, Jatim JB2 Tegal Regosol D3 89

Sumberwringin, Bondowoso, Jatim BD1 Tegal Latosol D3 600

Sumberwringin, Bondowoso, Jatim BD2 Tegal Latosol D3 600

Sondosia, Bolo, Bima, NTB BM1 Sawah Alluvial E1 216

Woro, Madapangga, Bima, NTB BM2 Tegal Vertisol E1 212

(3)

Rentang hasil sembilan galur/varietas yang diuji

berkisar antara 2,02-2,31 t/ha (rata-rata 2,11 t/ha). Hasil

varietas pembanding Burangrang dan Wilis

masing-masing adalah 2,05 t dan 2,25 t/ha. Dari tujuh galur

harapan yang diuji, lima di antaranya lebih tinggi dari

pembanding berbiji besar Burangrang dan hanya satu

galur yang memiliki daya hasil lebih tinggi dibanding

varietas berukuran biji sedang Wilis, yaitu 27. Galur

K-27 dan K-25 masing-masing memiliki hasil 11% dan 2%

lebih tinggi dibanding varietas Burangrang.

Stabilitas dan Adaptabilitas

Galur dan interaksi galur dengan lokasi yang nyata (Tabel

2) mengisyaratkan perlunya penilaian stabilitas hasil dari

galur harapan yang diuji dan tanggapnya terhadap

kualitas lingkungan (adaptabilitas). Analisis ragam

stabilitas hasil nyata untuk galur dan interaksi antara

galur dengan lingkungan (linier) (Tabel 3). Di antara galur

memiliki potensi hasil yang berbeda. Interaksi antara

galur dengan lingkungan (linier) yang nyata

menunjukkan adanya perbedaan genetik di antara galur

dan peningkatan hasil nyata dengan meningkatnya

produktivitas lingkungan.

menunjukkan terdapat perbedaan antarlokasi,

antargalur, dan keunggulan hasil dan komponen hasil

dari masing-masing galur pada setiap lokasi. Terjadinya

interaksi antara galur dengan ligkungan (G x L)

merupakan fenomena umum dalam pengujian

sejumlah galur di banyak lokasi, sehingga menjadi

tantangan bagi pemulia untuk memilih dan menentukan

galur terbaik. G x L yang nyata mengisyaratkan bahwa

urutan relatif keunggulan dari setiap galur berubah-ubah

pada setiap lokasi pengujian. Bahkan Peto (1982) dalam

Alberts (2004) menyampaikan dua bentuk G x L, yaitu

kualitatif (perubahan urutan keunggulan) dan kuantitatif

(perbedaan keunggulan antargalur).

Indeks lingkungan adalah selisih antara nilai tengah

hasil pada lokasi tertentu dengan nilai tengah hasil pada

semua lokasi. Semakin tinggi nilai Ij mengindikasikan

bahwa lingkungan tersebut cukup produktif

menampil-kan hasil biji. Nilai Ij berkisar antara –0,27 hingga 0,34.

Dengan demikian, dari 16 lokasi yang digunakan,

delapan lokasi (SK1, SK2, PN1, PN2, , PN2, MJ1, BD2, BM1

dan BM2) di antaranya kurang produktif, dengan

rata-rata hasil biji berkisar dari 1,77-2,09 t/ha.

Tabel 2. Hasil biji dari sembilan galur harapan/varietas kedelai di 16 lokasi pengujian. Hasil (t/ha) Lokasi KK Ij G1 G2 G3 G4 G5 G6 G7 G8 G9 Rata-rata (%) KL1 2,22 2,12 1,88 2,33 2,33 2,51 2,33 2,02 2,23 2,22 17 0,88 KL2 2,41 2,44 2,39 2,32 2,08 2,26 2,32 2,24 2,31 2,31 8 0.24 SK1 1,95 1,80 1,61 1,85 1,82 2,40 1,72 2,35 2,65 2,02 11 - 0,05 SK2 2,15 2,14 2,09 1,86 2,16 2,11 2,11 2,05 2,15 2,09 12 0,02 PN1 2,17 1,60 2,01 2,14 1,96 2,39 2,27 1,71 2,38 2,07 18 0,00 PN2 2,09 1,83 1,89 1,64 2,30 2,07 1,90 2,31 2,21 2,03 15 - 0,04 MJ1 1,83 1,97 2,02 1,29 1,57 1,98 1,50 1,79 2,04 1,78 11 - 0,29 MJ2 2,10 2,30 2,80 2,05 1,84 2,04 2,30 2,09 2,24 2,19 8 0,12 PS1 2,31 2,19 1,99 2,17 1,99 2,04 1,86 2,57 2,29 2,16 11 0,09 PS2 2,47 1,95 2,80 2,26 1,97 3,05 2,07 2,11 2,57 2,36 10 0,29 JB1 2,34 2,62 2,44 2,09 2,85 2,72 2,31 1,86 2,86 2,45 16 0,38 JB2 2,07 2,62 2,07 2,33 2,12 2,17 2,41 1,99 1,93 2,19 13 0,12 BD1 1,84 1,74 2,68 2,70 2,43 2,74 2,10 2,40 2,27 2,32 18 0,25 BD2 1,97 1,55 1,70 1,62 2,22 2,54 2,18 1,67 2,06 1,94 12 - 0,13 BM1 1,63 1,60 1,76 1,72 1,71 1,99 1,94 1,68 1,91 1,77 11 - 0,34 BM2 1,79 1,71 1,78 1,80 1,76 1,92 1,98 1,96 1,86 1,84 10 - 0,27 Rata-rata 2,09 2,01 2,12 2,02 2,07 2,31 2,08 2,05 2,25 2,11 Lokasi ** Galur ** L x G ** KK (%) 13,42 Kode lokasi seperti Tabel 1

G1 = K-6, G2 = K-8, G3 = K-17, G4 = K-18, G5 = K-20-1-G, G6 = K-27 G7 = K-25, G8 = Burangrang, G9 = Wilis

KK = koefisien keragaman, Ij = indeks lingkungan ** = nyata pada p=0,01

(4)

koefisien regresi galur tidak berbeda nyata dengan 1,0.

Kajian Soegito dan Toxopeus (1989) serta Sumarno et

al. (1992) pada tanaman kedelai juga mendapatkan hasil

serupa dengan penelitian ini. Langer et al. (1979)

melaporkan bahwa koefisien regresi dapat digunakan

sebagai penilai tanggap galur terhadap lingkungan,

sedangkan parameter simpangan regresi dapat

bertindak sebagai pengukur stabilitas. Atas dasar nilai

koefisien regresi yang diperoleh dengan meregresikan

rata-rata hasil dengan indeks lingkungan, maka stabilitas

dikelompokkan menjadi tiga kategori, yakni stabilitas

rata-rata, stabilitas di atas rata-rata, dan stabilitas di

bawah rata-rata (Finlay dan Wilkinson 1963). Perpaduan

antara nilai koefisien regresi dengan daya hasil dari setiap

galur maka galur K-17 dan K-27 memiliki daya adaptasi

umum, artinya berpeluang dibudiayakan pada berbagai

sentra produksi kedelai di Indonesia, seperti halnya daya

adaptasi varietas Wilis (Tabel 4).

Karakter Agronomi

Lokasi, galur, dan interaksi galur dengan lokasi nyata

untuk karakter umur berbunga, umur masak, tinggi

tanaman, jumlah cabang, jumlah polong, dan ukuran

biji. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan genetik di

antara sembilan galur yang diuji dan keragaannya juga

berbeda pada setiap lokasi (Tabel 5). Rentang umur

berbunga adalah 32-34 hari (rata-rata 33 hari), umur

masak 79-85 hari (rata-rata 83 hari), tinggi tanaman

50,8-66,10 cm (rata-rata 59,9 cm), jumlah cabang 2-3 buah

rata 3 cabang), jumlah polong 35-46 polong

(rata-rata 40 polong/tanaman), dan bobot 100 biji 11,7-21,1 g/

100 biji (rata-rata 16,2 g/100 biji) (Tabel 5).

Varietas Burangrang selain berukuran biji besar juga

berumur lebih genjah (79 hari) dari galur lain yang diuji.

Galur K-27 berdaya hasil tinggi dengan umur masak

Nilai koefisien regresi beragam antara 0,57-1,40 dan

nilai koefisien regresi dari semua galur/varietas yang diuji

tidak berbeda nyata dengan 1,0 (Tabel 4). Untuk nilai

simpangan regresi hanya galur K-27 dan K-25 yang tidak

berbeda nyata dengan nol, sedangkan lima galur

harapan dan varietas pembanding Burangrang dan Wilis

memiliki nilai simpangan regresi yang berbeda nyata

dengan nol. Eberhart dan Russell (1966) menetapkan

suatu galur dinilai stabil jika memiliki nilai koefisien

regresi yang tidak berbeda nyata dengan 1,0 dan

simpangan regresinya tidak berbeda nyata dengan nol.

Mengacu pada kriteria penilaian Eberhart dan Russell

(1966) maka hanya galur harapan K-27 dan K-25 yang

dinilai stabil.

Pada penelitian ini terlihat bahwa penentu kestabilan

daya hasil adalah simpangan regresi, sedangkan nilai

Tabel 3. Sidik ragam stabilitas hasil biji dari sembilan genotipe kedelai.

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat

keragaman bebas kuadrat tengah

Total 143 13,878 Galur (G) 8 1,398 0,175 Lokasi (L)+(G x L) 135 12,530 L linier 1 5,515 G x L (linier) 8 0,360 0,050 tn Simpangan gabungan 126 6,660 0,050 K-6 14 0,350 0,030 * K-8 14 1,110 0,080 * K-17 14 1,110 0,080 * K-18 14 0,680 0,050 * K-20-1-G 14 0,740 0,050 * K-27 14 0,560 0,040 tn K-25 14 0,580 0,040 tn Burangrang 14 0,900 0,060 * Wilis 14 0,630 0,040 * Galat gabungan 432 9,130

tn dan * masing-masing tidak nyata dan nyata pada p = 0,05

Tabel 4. Stabilitas hasil dari sembilan galur harapan/varietas di 16 lokasi. Hasil (t/ha)

Galur harapan/ Koefisien Simpangan Kriteria

varietas Rentang Rata-rata regresi regresi

K-6 1,63-2,47 2,09 0,8900 tn 0,0035 * tidak stabil K-8 1,55-2,62 2,01 1,1000 tn 0,0574 * tidak stabil K-17 1,61-2,80 2,12 1,3700 tn 0,0576 * tidak stabil K-18 1,29-2,70 2,02 1,4000 tn 0,0271 * tidak stabil K-20-1-G 1,57-2,85 2,07 1,1200 tn 0,0314 * tidak stabil K-27 1,92-3,05 2,31 0,8700 tn 0,0182 tn stabil K-25 1,50-2,41 2,08 0,7800 tn 0,0197 tn stabil

Burangrang 1,67-2,57 2,05 0,5700 tn 0,4280 * tidak stabil

Wilis 1,91-2,86 2,25 0,8900 tn 0,0231 * tidak stabil

Rata-rata 2,11 1,00

Koefisien regresi, tn = tidak berbeda nyata dengan 1,0

(5)

tergolong sedang, yaitu sekitar 84 hari, tinggi tanaman

dan jumlah cabang setara dengan varietas Wilis. Jumlah

polong varietas Wilis mencapai 46 buah, sedang K-27

hanya 38 polong/tanaman, namun bobot biji K-27 (17,8

g/100 biji), lebih besar dibanding biji Burangrang (15,8

g/100 biji) maupun Wilis (11,7 g/100 biji). Galur K-25 lebih

genjah dibandingkan dengan K-27, yaitu 81 hari, ukuran

biji tergolong besar, setara dengan Burangrang (Tabel 5).

K-25 dan K-27 yang telah teridentifikasi sebagai galur

harapan berdaya hasil tinggi, stabil, dan ukuran biji besar.

Beralihnya sebagian konsumen terhadap kedelai

berukuran biji besar, maka kedua galur tersebut dapat

dijadikan alternatif untuk memenuhi preferensi

pengguna. Pengalaman menunjukkan bahwa varietas

kedelai berbiji besar lebih sensitif terhadap kondisi

lingkungan tumbuh. Varietas kedelai berbiji besar akan

optimal hasilnya apabila pengelolaan lingkungan juga

optimal (Sanbuichi et al. 2000; Adie dan Susanto 2004).

KESIMPULAN

1. Galur K-25 dan K-27 berdaya hasil tinggi, stabil, dan

berpeluang adaptif pada berbagai sentra produksi

kedelai di Indonesia, setara dengan varietas Wilis.

2. Galur K-25 dan K-27 memiliki ukuran biji besar, umur

masak sedang (81-85 hari), dapat digunakan untuk

memenuhi kebutuhan kedelai berbiji besar,

terutama untuk bahan baku industri tempe.

DAFTAR PUSTAKA

Adie, M.M. dan G.W.A. Susanto. 2004. Panderman, varietas kedelai berbiji besar dan tahan rebah. Berita Puslitbangtan 29:7-8. Alberts, M.J.A. 2004. A comparison method to describe genotype

x environment interaction and yield stability in multi-location trials. Thesis Magister Scientiae. Univ. Free State. Bloemfontien, South Africa.

Crossa, J. 1990. Statistical analysis of multilocation trials. Advances in Agronomy 44:55-85.

Eberhart, S.A. and W.A. Russell. 1966. Stability parameters for comparing varieties. Crop Sci. 6:36-40.

Evenson, R.E., J.C. O’Tole, R.W. Herdt, W.R. Coffman, and H.E. Kauffman. 1978. Risk and uncertainty as factors in crop improvement research. IRRI, Manila, Philippines.

Finlay, K.W. and G.N. Wilkinson. 1963. The analysis of adaptation in plant breeding program. Aust. J. Agric. Res. 13:742-754. Langer, I., K.J. Frey, and T. Bailey. 1979. Associations among

productivity, production response and stability indexes in oat varieties. Euphytica 28:17-24.

Rao, M.R. and W.R. Willey. 1980. Evaluations of yield stability in intercropping studies on sorghum/pigeonpea. Experimental Agric. 16:1105-1116.

Sanbuichi, T., S. Sekiya, M. Jamaluddin, Susanto, D.M. Arsyad, and M.M. Adie. 2000. Soybean seed improvement for quality in Indonesia. p. 33-34. In. Proceeding the Third ISPUC. Japan. Soegito dan H. Toxopeus. 1989. Pengaruh interaksi genotipe dan

lingkungan terhadap hasil kedelai. Risalah Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan. Balittan Malang, 20-21 Maret 1989. p. 47-50.

Sumarno, Soegito, M.M. Adie, dan R.P. Rodiah. 1992. Kesesuaian genotipe kedelai terhadap lingkungan dan musim tanam spesifik. Prosiding Lokakarya Penelitian Komoditas dan Studi Khusus. p.415-434.

Tabel 5. Karakter agronomik sembilan galur harapan/varietas kedelai, 2003.

Galur harapan/ Umur berbunga Umur masak Tinggi tanaman Jumlah cabang/ Jumlah polong/ Bobot 100 biji

varietas (hari) (hari) (cm) tanaman tanaman (g)

K-6 33 84 50,8 3 35 21,1 K-8 33 84 57,6 3 43 18,2 K-17 34 85 59,4 2 40 17,3 K-18 33 82 59,4 3 44 14,9 K-20-1-G 34 81 66,1 2 36 13,5 K-27 32 84 60,9 2 38 17,8 K-25 32 81 65,1 2 37 15,1 Burangrang 32 79 59,3 3 41 15,8 Wilis 34 84 60,2 3 46 11,7 Rata-rata 33 83 59,9 3 40 16,2 Pengaruh lokasi (L) ** ** ** ** ** ** Galur (G) ** ** ** ** ** ** L x G ** ** ** ** ** ** KK (%) 2,85 2,24 10,3 28,4 23,4 8,4

Gambar

Tabel 1. Karakteristik 16 lokasi uji daya hasil tujuh galur dan dua varietas kedelai, 2003/04.
Tabel 2. Hasil biji dari sembilan galur harapan/varietas kedelai di 16 lokasi pengujian.
Tabel 4. Stabilitas hasil dari sembilan galur harapan/varietas di 16 lokasi.
Tabel 5. Karakter agronomik sembilan galur harapan/varietas kedelai, 2003.

Referensi

Dokumen terkait

Apa sajakah kekurangan dan kelebihan dalam pelaksanaan penanaman nilai-nilai pendidikan agama Islam pada anak usia dini dengan menggunakan metode pemahaman dan

Hasil deskripsi data setelah menerapkan latihan volley dengan metode down the line volley dan metode volley against the fence terhadap kemampuan volley pada

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara dukungan sosial dengan gegar budaya pada mahasiswa

Subjek SBT mampu melakukan keempat langkah pemecahan masalah Polya serti memahami masalah dengan sangat baik dengan menuliskan apa yang diketahui dan ditanya

1) Pengujian perhitungan harga dilakukan dengan cara memberikan tugas kepada render farm dan kemudian sistem akan menghitung biaya yang dikenakan kepada user. Proses

MOOD Types and Speech Function Analysis of Teacher and Students Interaction Used in Bilingual Class System of MAN 2 Kudus in The Academic Year 2012/2013... The Percentage of MOOD

Tujuan dari penelitian ini selain untuk mengetahui kandungan mikrob dan memetakan populasi mikrob pada tempe (kapang-khamir dan bakteri asam laktat) pada beberapa jenis tempe yang

Definisi obat tradisional menurut undang-undang No 23 Tahun 1992 adalah bahan atau ramuan bahan berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan