Potensi Hasil, Stabilitas, dan Karakter Agronomik
Galur Harapan Kedelai Berbiji Besar
M. Muchlish Adie
1, Hani Soewanto
2, Teguh Agus C.P.
2, Joko S. Wahono
2, G.W.A. Susanto
1,
dan Nasir Saleh
11Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian
Jl. Kendalpayak, Kotak Pos 66 Malang, Jawa Timur
2PT Mitratani 27
Jl. Brawijaya 83 Mangli, Jember, Jawa Timur
ABSTRACT. Yield Potential, Stability, and Agronomic Characters of Large Seeded Soybean Lines. Large seeded soybeans are widely used as raw material for ‘tempeh’. Seven introduced large seeded soybean genotypes (6, 8, 17, K-18, K-20-1-Y, K-25, and K-27) were evaluated for their agronomic characters and yield potentials at 16 soybean production centers in Central Java, East Java, and Nusa Tenggara Barat (NTB) in 2003-2004. Burangrang, a large seeded variety, and Willis, a medium seeded variety, were used as check cultivars. The experimental design used at each site was a randomized block design with four replications. The treatment consisted of nine soybean promising lines and varieties. Each of the soybean genotypes was grown in a 2.0 m x 4.5 m plot, with 40 cm x 15 cm plant spacing, and two seeds per hole. The plants were fertilized at rate of 50 kg urea, 100 kg SP36, and 75 kg KCl/ha by spreading evenly to each plot before planting. Crop maintenance as well as control of pests, diseases, and weeds were done optimally. The observed data were days to pod maturity, plant height, number of branches, number of pods, 100 seed weight, and grain yield. Analysis of yield stability was done following the method of Eberhart and Russell (1966), whereas analysis of crop adaptability following the method of Finlay and Wilkinson (1963). The results showed that the interaction between genotypes and planting sites significantly influenced the soybean yields. The average yield of the tested genotypes was 2.11 t/ha with a range from 2.02 to 2.31 t/ha. Yield of check varieties Burangrang and Willis, was 2.05 and 2.25 t/ha, respectively. The values of correlation coefficients varied between 0.57 to 1.40, and regression coefficients of all lines and varieties tested were not significantly different from 1.0. Based on the value of deviation of regression, only genotypes K-27 and K-25 were not significantly different from zero. Thus, genotypes K-27 and K-25 had a stability criteria. These genotypes had an average stability, and potentially adaptive to all soybean cultivation environments in Indonesia. Genotypes K-25 and K-27 have a seed sizes of 17.8 g and 15.1 g/ 100 seeds, respectively, with a medium maturity. Stable, high yielding, and large seeded soybean genotypes are more likely to be adopted by farmers. Soybean genotypes K-25 and K-27 had been approved for release as new varieties, named Gumitir and Argopuro, respectively.
Keywords: Large seeded soybean, yield stability, adaptability ABSTRAK. Kedelai berbiji besar banyak digunakan untuk bahan baku tempe. Tujuh galur introduksi kedelai berbiji besar (K-6, K-8, K-17, K-18, K-20-1-Y, K-25, dan K-27) dievaluasi karakter agronomi dan potensi hasilnya di 16 sentra produksi kedelai di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat pada tahun 2003-2004. Varietas Burangrang (berbiji besar) dan Wilis (berbiji sedang) digunakan sebagai pembanding. Rancangan percobaan yang digunakan di setiap lokasi percobaan adalah rancangan acak kelompok dengan empat ulangan. Perlakuan terdiri atas 7 galur
harapan dan 2 varietas kedelai. Benih kedelai ditanam pada petak berukuran 2,0 m x 4,5 m dengan jarak tanam 40 cm x 15 cm, dua biji per lubang. Pupuk diberikan sebelum tanam secara sebar merata dengan takaran 50 kg urea, 100 kg SP36, dan 75 kg KCl/ha. Pemeliharaan dan pengendalian hama, penyakit, dan gulma dilakukan secara optimal. Data yang diamati adalah umur polong matang, tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah polong, bobot 100 biji, dan hasil. Analisis stabilitas hasil mengikuti metode Eberhart dan Russell (1966) dan analisis adaptabilitas mengikuti metode Finlay dan Wilkinson (1963). Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara galur dengan lokasi berpengaruh nyata terhadap hasil kedelai. Rata-rata hasil genotipe kedelai yang diuji adalah 2,11 t/ha dengan rentang hasil 2,02-2,31 t/ha. Hasil varietas pembanding Burangrang dan Wilis masing-masing adalah 2,05 dan 2,25 t/ha. Nilai koefisien korelasi beragam antara 0,57-1,40 dan nilai koefisien regresi dari semua galur/varietas yang diuji tidak berbeda nyata dengan 1,0. Berdasarkan nilai simpangan regresi, hanya galur K-27 dan K-25 yang tidak berbeda nyata dengan nol. Dengan demikian, galur K-25 dan K-27 memiliki kriteria stabil. Kedua galur tersebut memiliki stabilitas rata-rata dan berpeluang adaptif pada semua lingkungan budi daya kedelai di Indonesia. Galur K-25 dan K-27 masing-masing memiliki ukuran biji 17,8 g dan 15,1 g/100 biji dengan umur masak tergolong sedang. Galur berdaya hasil tinggi dan stabil serta berukuran biji besar berpeluang diadopsi oleh pengguna. Galur K-25 dan K-27 disetujui dilepas sebagai varietas unggul masing-masing dengan nama Gumitir dan Argopuro.
Kata kunci: Kedelai berbiji besar, stabilitas hasil, adaptabilitas
K
edelai termasuk komoditas pangan yang strategis,
karena permintaan dalam negeri terus meningkat
sehingga impor belum dapat dielakkan untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri. Ciri utama karakter
fisik kedelai impor adalah ukuran bijinya besar (sekitar
15 g/100 biji) dan berbentuk bulat. Merebaknya kedelai
impor, ternyata mengubah preferensi sebagian petani
pada kedelai berbiji besar. Sebaliknya, biji sebagian besar
varietas kedelai di Indonesia berukuran kecil hingga
sedang.
Pendekatan genetik untuk menyediakan varietas
kedelai di Indonesia harus distrategikan tidak hanya
semata-mata meningkatkan kuantitas potensi hasil,
tetapi juga diarahkan pada peningkatan kualitas, yang
salah satunya adalah pada ukuran. Terobosan dalam
pembentukan varietas kedelai adalah mendatangkan
introduksi galur, menguji potensi hasilnya pada
lingkungan target dan diakhiri dengan menilai stabilitas
hasil dan adaptabilitas dari setiap galur yang diuji.
Menurut Crossa (1990), pengujian sejumlah galur pada
banyak lokasi memiliki berbagai manfaat, yakni (1)
menentukan kisaran potensi hasil yang sesungguhnya
dari suatu galur, (2) menilai derajat stabilitas dan tanggap
suatu galur terhadap berbagai tipe lingkungan, dan (3)
memilih galur terbaik dan menentukan anjuran
budidayanya.
Stabilitas varietas diartikan sebagai ragam hasil di
suatu lokasi sepanjang waktu, sedangkan adaptasi
varietas merupakan ragam hasil lintas lokasi sepanjang
waktu (Evenson et al. 1978). Lin et al. (1986)
menunjuk-kan tiga konsep perbedaan dari stabilitas, yaitu suatu
galur dikatakan stabil jika keragaman hasilnya kecil di
beberapa lingkungan, tanggapan lingkungan searah
(paralel) dengan rata-rata hasil semua galur yang diuji,
dan residu kuadrat tengah model regresi dari indeks
lingkungan adalah kecil. Hal yang menarik, penilaian
stabilitas varietas adalah adanya perpaduan antara
potensi hasil dan kualitas lingkungan. Rao dan Whilley
(1980) menyatakan bahwa galur yang memiliki
keragaman hasil kecil di beberapa lingkungan dan
musim digolongkan sebagai galur yang stabil. Intisari
dari beberapa definisi stabilitas tersebut adalah
bagaimana memilih galur yang berdaya hasil relatif tidak
fluktuatif di berbagai lingkungan. Galur berdaya hasil
tinggi, stabil, dan berkarakteristik sesuai preferensi
pengguna akan menjadi varietas yang ideal.
Tujuan penelitian adalah menilai potensi dan
stabilitas hasil, serta keragaan karakter agronomik galur
kedelai berbiji besar.
BAHAN DAN METODE
Sebagai bahan penelitian adalah tujuh galur introduksi
kedelai berbiji besar (K-6, K-8, K-17, K-18, K-20-1-Y, K-25,
dan K-27), hasil seleksi PT Mitratani 27, Jember. Penelitian
dilakukan di delapan sentra produksi kedelai di Jawa
Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat (Tabel 1)
pada tahun 2003-2004. Pada setiap lokasi dilakukan
pengujian untuk dua musim tanam.
Rancangan percobaan yang digunakan di setiap
lokasi penelitian adalah acak kelompok dengan empat
ulangan. Perlakuan terdiri atas sembilan galur harapan
dan varietas kedelai. Varietas Burangrang (biji besar) dan
Wilis (biji sedang) digunakan sebagai pembanding.
Benih ditanam pada petak berukuran 2,0 m x 4,5 m,
dengan jarak tanam 40 cm x 15 cm, dua tanaman per
rumpun. Pupuk diberikan dengan takaran 50 kg urea,
100 kg SP36, dan 75 kg KCl/ha secara sebar merata
sebelum tanam. Perawatan benih (seed treatment)
menggunakan insektisida Marshal. Pengendalian gulma,
hama, dan penyakit dilakukan secara intensif. Data yang
diamati adalah umur masak, tinggi tanaman, jumlah
cabang, jumlah polong, bobot 100 biji, dan hasil biji.
Analisis stabilitas hasil mengikuti metode Eberhart
dan Russell (1966) dan analisis adaptabilitas mengikuti
metode Finlay dan Wilkinson (1963).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Biji
Galur, lokasi, dan interaksi antara galur dengan lokasi
berpengaruh nyata terhadap hasil biji (Tabel 2). Hal ini
Tabel 1. Karakteristik 16 lokasi uji daya hasil tujuh galur dan dua varietas kedelai, 2003/04.
Lokasi Simbol lokasi Lahan Jenis tanah Tipe iklim Elevasi (m dpl)
Ceper, Klaten, Jateng KL1 Sawah Entisol D3 62
Kalikotes, Klaten, Jateng KL2 Sawah Vertisol D3 62
Gatak, Sukoharjo, Jateng SK1 Sawah Regosol D3 68
Gatak, Sukoharjo, Jateng SK2 Sawah Regosol D3 68
Siman, Ponorogo, Jatim PN1 Sawah Regosol D3 115
Jetis, Ponorogo, Jatim PN2 Sawah Regosol D3 115
Bangsal, Mojokerto, Jatim MJ1 Sawah Regosol D3 28
Bangsal, Mojokerto, Jatim MJ2 Sawah Regosol D3 28
Kejayan, Pasuruan, Jatim PS1 Sawah Latosol 116 C3
Kejayan, Pasuruan, Jatim PS2 Sawah Latosol 116 C3
Kaliwates, Jember, Jatim JB1 Tegal Regosol D3 89
Kaliwates, Jember, Jatim JB2 Tegal Regosol D3 89
Sumberwringin, Bondowoso, Jatim BD1 Tegal Latosol D3 600
Sumberwringin, Bondowoso, Jatim BD2 Tegal Latosol D3 600
Sondosia, Bolo, Bima, NTB BM1 Sawah Alluvial E1 216
Woro, Madapangga, Bima, NTB BM2 Tegal Vertisol E1 212
Rentang hasil sembilan galur/varietas yang diuji
berkisar antara 2,02-2,31 t/ha (rata-rata 2,11 t/ha). Hasil
varietas pembanding Burangrang dan Wilis
masing-masing adalah 2,05 t dan 2,25 t/ha. Dari tujuh galur
harapan yang diuji, lima di antaranya lebih tinggi dari
pembanding berbiji besar Burangrang dan hanya satu
galur yang memiliki daya hasil lebih tinggi dibanding
varietas berukuran biji sedang Wilis, yaitu 27. Galur
K-27 dan K-25 masing-masing memiliki hasil 11% dan 2%
lebih tinggi dibanding varietas Burangrang.
Stabilitas dan Adaptabilitas
Galur dan interaksi galur dengan lokasi yang nyata (Tabel
2) mengisyaratkan perlunya penilaian stabilitas hasil dari
galur harapan yang diuji dan tanggapnya terhadap
kualitas lingkungan (adaptabilitas). Analisis ragam
stabilitas hasil nyata untuk galur dan interaksi antara
galur dengan lingkungan (linier) (Tabel 3). Di antara galur
memiliki potensi hasil yang berbeda. Interaksi antara
galur dengan lingkungan (linier) yang nyata
menunjukkan adanya perbedaan genetik di antara galur
dan peningkatan hasil nyata dengan meningkatnya
produktivitas lingkungan.
menunjukkan terdapat perbedaan antarlokasi,
antargalur, dan keunggulan hasil dan komponen hasil
dari masing-masing galur pada setiap lokasi. Terjadinya
interaksi antara galur dengan ligkungan (G x L)
merupakan fenomena umum dalam pengujian
sejumlah galur di banyak lokasi, sehingga menjadi
tantangan bagi pemulia untuk memilih dan menentukan
galur terbaik. G x L yang nyata mengisyaratkan bahwa
urutan relatif keunggulan dari setiap galur berubah-ubah
pada setiap lokasi pengujian. Bahkan Peto (1982) dalam
Alberts (2004) menyampaikan dua bentuk G x L, yaitu
kualitatif (perubahan urutan keunggulan) dan kuantitatif
(perbedaan keunggulan antargalur).
Indeks lingkungan adalah selisih antara nilai tengah
hasil pada lokasi tertentu dengan nilai tengah hasil pada
semua lokasi. Semakin tinggi nilai Ij mengindikasikan
bahwa lingkungan tersebut cukup produktif
menampil-kan hasil biji. Nilai Ij berkisar antara –0,27 hingga 0,34.
Dengan demikian, dari 16 lokasi yang digunakan,
delapan lokasi (SK1, SK2, PN1, PN2, , PN2, MJ1, BD2, BM1
dan BM2) di antaranya kurang produktif, dengan
rata-rata hasil biji berkisar dari 1,77-2,09 t/ha.
Tabel 2. Hasil biji dari sembilan galur harapan/varietas kedelai di 16 lokasi pengujian. Hasil (t/ha) Lokasi KK Ij G1 G2 G3 G4 G5 G6 G7 G8 G9 Rata-rata (%) KL1 2,22 2,12 1,88 2,33 2,33 2,51 2,33 2,02 2,23 2,22 17 0,88 KL2 2,41 2,44 2,39 2,32 2,08 2,26 2,32 2,24 2,31 2,31 8 0.24 SK1 1,95 1,80 1,61 1,85 1,82 2,40 1,72 2,35 2,65 2,02 11 - 0,05 SK2 2,15 2,14 2,09 1,86 2,16 2,11 2,11 2,05 2,15 2,09 12 0,02 PN1 2,17 1,60 2,01 2,14 1,96 2,39 2,27 1,71 2,38 2,07 18 0,00 PN2 2,09 1,83 1,89 1,64 2,30 2,07 1,90 2,31 2,21 2,03 15 - 0,04 MJ1 1,83 1,97 2,02 1,29 1,57 1,98 1,50 1,79 2,04 1,78 11 - 0,29 MJ2 2,10 2,30 2,80 2,05 1,84 2,04 2,30 2,09 2,24 2,19 8 0,12 PS1 2,31 2,19 1,99 2,17 1,99 2,04 1,86 2,57 2,29 2,16 11 0,09 PS2 2,47 1,95 2,80 2,26 1,97 3,05 2,07 2,11 2,57 2,36 10 0,29 JB1 2,34 2,62 2,44 2,09 2,85 2,72 2,31 1,86 2,86 2,45 16 0,38 JB2 2,07 2,62 2,07 2,33 2,12 2,17 2,41 1,99 1,93 2,19 13 0,12 BD1 1,84 1,74 2,68 2,70 2,43 2,74 2,10 2,40 2,27 2,32 18 0,25 BD2 1,97 1,55 1,70 1,62 2,22 2,54 2,18 1,67 2,06 1,94 12 - 0,13 BM1 1,63 1,60 1,76 1,72 1,71 1,99 1,94 1,68 1,91 1,77 11 - 0,34 BM2 1,79 1,71 1,78 1,80 1,76 1,92 1,98 1,96 1,86 1,84 10 - 0,27 Rata-rata 2,09 2,01 2,12 2,02 2,07 2,31 2,08 2,05 2,25 2,11 Lokasi ** Galur ** L x G ** KK (%) 13,42 Kode lokasi seperti Tabel 1
G1 = K-6, G2 = K-8, G3 = K-17, G4 = K-18, G5 = K-20-1-G, G6 = K-27 G7 = K-25, G8 = Burangrang, G9 = Wilis
KK = koefisien keragaman, Ij = indeks lingkungan ** = nyata pada p=0,01
koefisien regresi galur tidak berbeda nyata dengan 1,0.
Kajian Soegito dan Toxopeus (1989) serta Sumarno et
al. (1992) pada tanaman kedelai juga mendapatkan hasil
serupa dengan penelitian ini. Langer et al. (1979)
melaporkan bahwa koefisien regresi dapat digunakan
sebagai penilai tanggap galur terhadap lingkungan,
sedangkan parameter simpangan regresi dapat
bertindak sebagai pengukur stabilitas. Atas dasar nilai
koefisien regresi yang diperoleh dengan meregresikan
rata-rata hasil dengan indeks lingkungan, maka stabilitas
dikelompokkan menjadi tiga kategori, yakni stabilitas
rata-rata, stabilitas di atas rata-rata, dan stabilitas di
bawah rata-rata (Finlay dan Wilkinson 1963). Perpaduan
antara nilai koefisien regresi dengan daya hasil dari setiap
galur maka galur K-17 dan K-27 memiliki daya adaptasi
umum, artinya berpeluang dibudiayakan pada berbagai
sentra produksi kedelai di Indonesia, seperti halnya daya
adaptasi varietas Wilis (Tabel 4).
Karakter Agronomi
Lokasi, galur, dan interaksi galur dengan lokasi nyata
untuk karakter umur berbunga, umur masak, tinggi
tanaman, jumlah cabang, jumlah polong, dan ukuran
biji. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan genetik di
antara sembilan galur yang diuji dan keragaannya juga
berbeda pada setiap lokasi (Tabel 5). Rentang umur
berbunga adalah 32-34 hari (rata-rata 33 hari), umur
masak 79-85 hari (rata-rata 83 hari), tinggi tanaman
50,8-66,10 cm (rata-rata 59,9 cm), jumlah cabang 2-3 buah
rata 3 cabang), jumlah polong 35-46 polong
(rata-rata 40 polong/tanaman), dan bobot 100 biji 11,7-21,1 g/
100 biji (rata-rata 16,2 g/100 biji) (Tabel 5).
Varietas Burangrang selain berukuran biji besar juga
berumur lebih genjah (79 hari) dari galur lain yang diuji.
Galur K-27 berdaya hasil tinggi dengan umur masak
Nilai koefisien regresi beragam antara 0,57-1,40 dan
nilai koefisien regresi dari semua galur/varietas yang diuji
tidak berbeda nyata dengan 1,0 (Tabel 4). Untuk nilai
simpangan regresi hanya galur K-27 dan K-25 yang tidak
berbeda nyata dengan nol, sedangkan lima galur
harapan dan varietas pembanding Burangrang dan Wilis
memiliki nilai simpangan regresi yang berbeda nyata
dengan nol. Eberhart dan Russell (1966) menetapkan
suatu galur dinilai stabil jika memiliki nilai koefisien
regresi yang tidak berbeda nyata dengan 1,0 dan
simpangan regresinya tidak berbeda nyata dengan nol.
Mengacu pada kriteria penilaian Eberhart dan Russell
(1966) maka hanya galur harapan K-27 dan K-25 yang
dinilai stabil.
Pada penelitian ini terlihat bahwa penentu kestabilan
daya hasil adalah simpangan regresi, sedangkan nilai
Tabel 3. Sidik ragam stabilitas hasil biji dari sembilan genotipe kedelai.
Sumber Derajat Jumlah Kuadrat
keragaman bebas kuadrat tengah
Total 143 13,878 Galur (G) 8 1,398 0,175 Lokasi (L)+(G x L) 135 12,530 L linier 1 5,515 G x L (linier) 8 0,360 0,050 tn Simpangan gabungan 126 6,660 0,050 K-6 14 0,350 0,030 * K-8 14 1,110 0,080 * K-17 14 1,110 0,080 * K-18 14 0,680 0,050 * K-20-1-G 14 0,740 0,050 * K-27 14 0,560 0,040 tn K-25 14 0,580 0,040 tn Burangrang 14 0,900 0,060 * Wilis 14 0,630 0,040 * Galat gabungan 432 9,130
tn dan * masing-masing tidak nyata dan nyata pada p = 0,05
Tabel 4. Stabilitas hasil dari sembilan galur harapan/varietas di 16 lokasi. Hasil (t/ha)
Galur harapan/ Koefisien Simpangan Kriteria
varietas Rentang Rata-rata regresi regresi
K-6 1,63-2,47 2,09 0,8900 tn 0,0035 * tidak stabil K-8 1,55-2,62 2,01 1,1000 tn 0,0574 * tidak stabil K-17 1,61-2,80 2,12 1,3700 tn 0,0576 * tidak stabil K-18 1,29-2,70 2,02 1,4000 tn 0,0271 * tidak stabil K-20-1-G 1,57-2,85 2,07 1,1200 tn 0,0314 * tidak stabil K-27 1,92-3,05 2,31 0,8700 tn 0,0182 tn stabil K-25 1,50-2,41 2,08 0,7800 tn 0,0197 tn stabil
Burangrang 1,67-2,57 2,05 0,5700 tn 0,4280 * tidak stabil
Wilis 1,91-2,86 2,25 0,8900 tn 0,0231 * tidak stabil
Rata-rata 2,11 1,00
Koefisien regresi, tn = tidak berbeda nyata dengan 1,0
tergolong sedang, yaitu sekitar 84 hari, tinggi tanaman
dan jumlah cabang setara dengan varietas Wilis. Jumlah
polong varietas Wilis mencapai 46 buah, sedang K-27
hanya 38 polong/tanaman, namun bobot biji K-27 (17,8
g/100 biji), lebih besar dibanding biji Burangrang (15,8
g/100 biji) maupun Wilis (11,7 g/100 biji). Galur K-25 lebih
genjah dibandingkan dengan K-27, yaitu 81 hari, ukuran
biji tergolong besar, setara dengan Burangrang (Tabel 5).
K-25 dan K-27 yang telah teridentifikasi sebagai galur
harapan berdaya hasil tinggi, stabil, dan ukuran biji besar.
Beralihnya sebagian konsumen terhadap kedelai
berukuran biji besar, maka kedua galur tersebut dapat
dijadikan alternatif untuk memenuhi preferensi
pengguna. Pengalaman menunjukkan bahwa varietas
kedelai berbiji besar lebih sensitif terhadap kondisi
lingkungan tumbuh. Varietas kedelai berbiji besar akan
optimal hasilnya apabila pengelolaan lingkungan juga
optimal (Sanbuichi et al. 2000; Adie dan Susanto 2004).
KESIMPULAN
1. Galur K-25 dan K-27 berdaya hasil tinggi, stabil, dan
berpeluang adaptif pada berbagai sentra produksi
kedelai di Indonesia, setara dengan varietas Wilis.
2. Galur K-25 dan K-27 memiliki ukuran biji besar, umur
masak sedang (81-85 hari), dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan kedelai berbiji besar,
terutama untuk bahan baku industri tempe.
DAFTAR PUSTAKA
Adie, M.M. dan G.W.A. Susanto. 2004. Panderman, varietas kedelai berbiji besar dan tahan rebah. Berita Puslitbangtan 29:7-8. Alberts, M.J.A. 2004. A comparison method to describe genotype
x environment interaction and yield stability in multi-location trials. Thesis Magister Scientiae. Univ. Free State. Bloemfontien, South Africa.
Crossa, J. 1990. Statistical analysis of multilocation trials. Advances in Agronomy 44:55-85.
Eberhart, S.A. and W.A. Russell. 1966. Stability parameters for comparing varieties. Crop Sci. 6:36-40.
Evenson, R.E., J.C. O’Tole, R.W. Herdt, W.R. Coffman, and H.E. Kauffman. 1978. Risk and uncertainty as factors in crop improvement research. IRRI, Manila, Philippines.
Finlay, K.W. and G.N. Wilkinson. 1963. The analysis of adaptation in plant breeding program. Aust. J. Agric. Res. 13:742-754. Langer, I., K.J. Frey, and T. Bailey. 1979. Associations among
productivity, production response and stability indexes in oat varieties. Euphytica 28:17-24.
Rao, M.R. and W.R. Willey. 1980. Evaluations of yield stability in intercropping studies on sorghum/pigeonpea. Experimental Agric. 16:1105-1116.
Sanbuichi, T., S. Sekiya, M. Jamaluddin, Susanto, D.M. Arsyad, and M.M. Adie. 2000. Soybean seed improvement for quality in Indonesia. p. 33-34. In. Proceeding the Third ISPUC. Japan. Soegito dan H. Toxopeus. 1989. Pengaruh interaksi genotipe dan
lingkungan terhadap hasil kedelai. Risalah Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan. Balittan Malang, 20-21 Maret 1989. p. 47-50.
Sumarno, Soegito, M.M. Adie, dan R.P. Rodiah. 1992. Kesesuaian genotipe kedelai terhadap lingkungan dan musim tanam spesifik. Prosiding Lokakarya Penelitian Komoditas dan Studi Khusus. p.415-434.
Tabel 5. Karakter agronomik sembilan galur harapan/varietas kedelai, 2003.
Galur harapan/ Umur berbunga Umur masak Tinggi tanaman Jumlah cabang/ Jumlah polong/ Bobot 100 biji
varietas (hari) (hari) (cm) tanaman tanaman (g)
K-6 33 84 50,8 3 35 21,1 K-8 33 84 57,6 3 43 18,2 K-17 34 85 59,4 2 40 17,3 K-18 33 82 59,4 3 44 14,9 K-20-1-G 34 81 66,1 2 36 13,5 K-27 32 84 60,9 2 38 17,8 K-25 32 81 65,1 2 37 15,1 Burangrang 32 79 59,3 3 41 15,8 Wilis 34 84 60,2 3 46 11,7 Rata-rata 33 83 59,9 3 40 16,2 Pengaruh lokasi (L) ** ** ** ** ** ** Galur (G) ** ** ** ** ** ** L x G ** ** ** ** ** ** KK (%) 2,85 2,24 10,3 28,4 23,4 8,4