• Tidak ada hasil yang ditemukan

PUPIL DAN KELAINANNYA. Dr ISKANDAR JAPARDI Fakultas Kedokteran Bagian Bedah Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PUPIL DAN KELAINANNYA. Dr ISKANDAR JAPARDI Fakultas Kedokteran Bagian Bedah Universitas Sumatera Utara"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PUPIL DAN KELAINANNYA Dr ISKANDAR JAPARDI

Fakultas Kedokteran Bagian Bedah

Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN

Ukuran pupil tergantung beberapa faktor antara lain umur, tingkat kesadaran, kuatnya penyinaran, dan tingkat akomodasi. Perubahan diameter pupil dipengaruhi oleh aktifitas jaras eferen serabut simpatis dan parasimpatis. Fungsi saraf simpatik adalah dilatasi pupil dengan efek yang kurang bermakna pada otot siliaris sedangkan fungsi saraf parasimpatik untuk miosis pupil dengan efek terhadap kontraksi M.siliaris serta efek akomodasi. Jadi dianeter pupil ditentukan oleh aksi antagonistik antara M.sfingter pupiliae dan M.dilator pupiliae. Otot kedua ini peranannya kecil.

II. ANATOMI JARAS PUPIL

Reaksi pupil terhadap cahaya kemungkinan berasal dari jaras yang sama dengan jaras rangsang cahaya yang ditangkap oleh sel kerucut dan batang, yang mengakibatkan sinyal visual ke korteks oksipital. Jaras eferen pupilomotor ditransmisikan melalui N.Optikus dan melalui hemidekusatio di chiasma. Kemudian jaras pupilomotor mengikuti jaras visuosensorik melalui traktus optikus dankeluar sebelum mencapai korpus genikulatum lateral, kemudian masuk batang otak melalui brachium dari colliculus superior. Jaras/neuron aferen tersebut kemudian membentuk sinaps dengan Nc. Pretektal yang kemudian menuju Nc Edinger Westphal melalui neuron inter kalasi ipsilateral (berjalan ke arah ventral di dalam substansia kelabu peri akuaduktus) dan kontralateral (di bagian dorsal akuaduktus, didalam komissura posterior). Kemudian jaras pupilomotor (neuron eferen parasimpatomimetik) masing-masing keluar dari Nc Edinger Westphal menuju ganglion siliaris ipsilateral dan bersinaps di sini, kemudian neuron post-ganglioner (N.silaris brevis) menuju M sfingter pupillae

Jaras Parasimpatetik

Jaras eferen pupil keluar dari otak tengah bersama dengan N.III. Jaras eferen pupil di basis otak terletak pada permukaan superior N.III yang dapat tertekan oleh aneurisma antara A Komunikans posterior dan A Kartis interna atau pada kejadian herniasi unkus. Ketika N.III berjalan ke depan melalui rongga subarakhnoid danmasuk dinding lateral sinus kavernosus, jaras pupil, kemudian berjalan ke bawah sekeliling luar saraf diantara bagian anterior sinus kavernosus dan posterior orbita kumpulan jaras terbagi dua dimana jaras pupilomotor akan memasuki divisi inferior, lalu mengikuti cabang saraf untuk M obliqus inferior dan

(2)

akhirnya mencapai ganglion siliaris. Setelah bersinaps disini, serabut post ganglioner (N siliaris brevis) kemudian menuju M sfingter pupillae

Jaras Simpatetik

Serabut ini memiliki:

o Neuron 1 atau preganglioner. Neuron ini berasal dari posterior hipotalamus kemudian turun tanpa menyilang danbersinaps secara multiple di otak tengah dan pons, danberakhir di kolumna intermediolateral C8-T2 yang juga disebut ciliospinal centre of badge

o Neuron kedua berupa serabut-serabut preganglioner yang keluar dari medula spinalis. Sebagian besar jaras pupilomotor mengikuti radiks ventral torakal 1, sedangkan serabut sudomotor wajah terutama mengikuti radiks ventra T2-4. Jaras tersebut memasuki rantai simpatetik servikal (ganglion stelata) untuk kemudian bersinaps di ganglion servikal superior yang terletak dekat dasar tengkorak

o Neuron ketiga merupakan serabut post ganglioner yang berjalan ke atas bersama-sama A karotis komunis memasuki rongga kranium. Serabut untuk vasomotor orbita, kelenjar likrimal, pupil dan otot Mulleri mengikuti A karotis interna, sedangkan serabut sudomotor dan piloereksi wajah mengikuti A karotis eksterna dan cabang-cabangnya. Pada sinus kavernosus jaras pupilomotor tersebut meninggalkan A.karotis interna dan bergabung dengan jaras ophthalmik N.trigeminal dan memasuki orbita melalui fissura orbitalis superior. Kadang-kadang berjalan bersama N.VI dahulu sebelum bergabung dengan N.Trigeminal dan kemudian mencapai badan siliaris yang mengakibatkan dilatasi iris melalui N.nasosiliaris dan N.siliaris longus. Sedangkan serabut vasomotor orbita, M.mulleri dankelenjar lakrimalis mengikuti A.oftalmika. Morissa dan kawan-kawan (1984) mengemukakan bahwa keringat wajah sesisi tidak seluruhnya diurus oleh serabut yang mengikuti A.karotis eksterna tetapi sebagian wajah yaitu bagian medial dahi dan hidung diurus oleh serabut yang mengikuti A.karotis interna.

Akomodasi

Pada penglihatan jarak dekat akan terjadi akomodasi lensa (cembung), konvergensi dan mosis. Jalannya jaras akomodasi seperti jaras cahaya dan sampai pula ke korteks visual. Kaburnya bayangan pada retina yang dirasakan oleh korteks oksipital menimbulkan usaha korektif melalui traktes oksipito tektal, pada mesensefalon, bagian rostral inti Edinger Westphal berfungsi untuk akomodasi

III. KELAINAN PUPIL

Pemeriksaan gangguan jaras aferen pupil

Penyinaran terhadap salah satu mata pada orang normal akan menyebabkan kedia pupil berkonstriksi. Reaksi pupil pada mata yang disinari secara langsung disebut respon direk/langsung sedangkan reaksi pupil pada mata sebelahnya disebut respon konsnsual. Hal tersebut diatas terjadi karena adanya hemidekusatio pada jaras pupilomotor di chiasma dan batang otak .

(3)

Penyinaran dengan sinar yang redup pada salah satu mata pada orang normal akan menyebabkan kedua pupil berkontriksi. Sinar yang lebih terang akan menyebabkan kontraksi yang lebih kuat. Bila setelah menyinari satu mata, sinar secara cepat dipindahkan ke mata satunya, respon yang terjadi adalah kontriksi kedua pupil diikuti redilatasi. Bila sinar dipindahkan ke sisi yang satu, reaksi yang sama juga terjadi.

Gangguan pada N.optikus dapat mengakibatkan gangguan relatif jaras eferen pupil (pupil Marcus Gunn). Tes yang digunakan dinamakan tes penyinaran secara alternat (swinging test), dimana bila mata yang sehat disinari cahaya kedua pupil akan berkontraksi, kemudian re-dilatasi perlahan. Bila cahaya dipindahkan ke mata yang sakit, konstraksi kedua pupil berkurang atau tidak ada re-dilatasi yang lebih lama dapat terjadi.

Yang dapat menyebabkan gangguan relatif jaras eferen pupil: penyakit N.optikus unilateral atau bilateral dimana terkenanya kedua saraf tidak sama beratnya, penyakit retina, ambliopia, gangguan traktus optikus bila menyebabkan gangguan lapang pandang yang satu lebih berat dari yang lain

3.1 Epilepsi pada otak tengah

N.III dapat terkena demikian juga jaras pupilomotor yang terkena adalah jaras dimana N.okulomotor keluar dari batang otak. Pupil menjadi kurang bereaksi terhadap cahaya dan akomodasi,terdapat gangguan bola mata, ptosis danukuran pupil cenderung mid-dilatasi

3.2 Gangguan pada jaras eferen pupilomotor

Jaras eferen yang terkena adalah antara fraktus optikus danNc.Edinger Westphal. Ada 3 sindroma yang penting, yaitu:

3.2.1 Pupil Argyll Robertson, terjadi pada pasien dengan sifilis tertier yang mengenai susunan saraf pusat.

Gejala:

o Pupil besar, sering ireguler

o Tidak bereaksi terhadap cahaya tetapi bereaksi terhadap akomodasi

o Sering disertai iris atrofi

Pemeriksaan tambahan Fluorescent Treponemal Antibody Absorbtion Test (FTA-ABS).

3.2.2 Sindroma Parinaud’s dorsal midbrain. Kelainan terletak pada jaras eferen pupilomotor di pretektal setelah meninggalkan traktus optikus>

Gejala:

o Diameter pupil besar

o Reaksi cahaya kurang baik tetapi respon akomodasi baik

o Hipgaze paralisis, convergence retraction nystagmus, skew deviation hd retraction

Etiologi tumor pineal, stroke, multiple sklerosis, hidrosefalus 3.2.3 Gangguan jaras eferen pupil pretektal

Lesi pretektal sering u nilateral atau bilateral tetapi satu sisi lebih terkena dari yang lain. Kelainan respons pupil seperti lesi pada traktus optikus 3.3 Lesi pada saraf parasimpatetik

(4)

3.3.1 Kelumpuhan N.okulomotor bersamaan dengan saraf parasimpatetik. Gejala gangguan pupil (pupil midralis, reflek cahaya terganggu) disertai ptosis dan terbatasnya gerakan bola mata. Bila kelumpuhan sempurna, ukuran pupil tergantung sepenuhnya stimulan simpatik

Etiologi hernia unkus, meningitis basalis 3.3.2 Midriasis oleh sebab trauma

Trauma dapat merusak m.sfinneger pupillae dan midriasis, pada awalnya dapat terjadi miosis. Sering terjadi bersamaan dengan trauma kapitis, sehingga sering salah diagnosa sebagai herniasi otak.

3.3.3 Midrialis farmakologik

Gejala pupil dilatasi dan gangguan reaksi terhadap cahaya dan akomodasi.

Dengan pemberian Pilocarpine 0,5% -1%, konstriksi pupil minimal, sedang pada parese N.III dan Pupil tenik dengan pemberian pilocarpine terjadi konstriksi pupil.

3.3.4 Pupil tonik (Adie’s sindroma)

Terjadi respon cahaya yang terganggu dan respons akomodasi yang normal dandilatasi yang lambat setelah akomodasi. Terjadi 70% pada wanita, unilateral pada 80% kasus, 4% kasus dapat menjadi bilateral. Pada stadium awal pupil dilatasi dansangat reaktif. Pada slit lamp dapat terlihat beberapa segmen sfineter berkonstriksi, dengan refiksasi pada penglihatan jauh dan redilatasi pupil yang lambat. Anisokor dapat terlihat pada respon akomodasi, dimana pupil yang tonik, setelah upaya akomodasi, fokus ulang terhadap penglihatan jauh dapat terhambat. Dapat terjadi fotofobi, reflek KPR/APR yang menurun, reflek tendon dalam terganggu.

Pupil tonik sangat sensitif terhadap parasimpatomimetik topikal (methacholie 2,5%, pilocarpine). Konstriksi pupil lebih hebat pada pupil tonik dibandingkan mata normal dan dapat mengakibatkan nyeri karena spasme M.siliaris

Pada pemeriksaan ganglion siliaris terdapat pengurangan jumlah sel ganglion.

Etiologi tidak diketahui. Beberapa kondisi yang menyebabkan pupil tonik antara lain, herpes zooster, varicella arteri, tis tempotralis, sifilis.

3.4 Lesi pada sistem simpatetik

Lesi sepanjang jaras simpatetik dapat menyebabkan Horner’s syndrome (ptosis,miosis, anhidrosisi wajah ipsilateral, enophthalmus)

Pemeriksaan:

o Anisokor terutama dengan pencahayaan yang redup danpl yang terkena gagak berdilatas (dilatattion lag). Anisokor biasanya maksimal setelah 5 detik pencahayaan

o Reaksi cahaya dan akomodasi normal Etiologi :

(5)

o Preganglioner Horner’s syndrome disebabkan lesi susunan saraf pusat (disertai dengan anhidrosis tubuh sesisi). Bila lesi di neuron kedua anhidrosis pada sebelah wajah, tumor apeks paru (Pancoast tumor), aneurisma arteri thorakalis, trauma bleksus brakhialis

o Post ganglioner Horner’s syndrome. Terjadi pada susunan saraf pusat (anhidrosis tidak ada atau terbatas didahi), cluster headache, diseksi spontan A.karotis, Reader’s paratrigeminal syndrome (biasa pada pria setengah baya dengan Horner’s syndrome, nyeri kepala bukan tipe cluster dan tidak ditemukan kelainan patologi)

Letak lesi penyebab sindroma Horner perlu ditentukan, sebab lesi distal terhadap gangion servikal superior biasanya 98% jinak, sedangkan lesi proksimal terhadapnya 50% ganas. Pada arak yang sering terjadi adalah congenital horner’s syndrome yang sering disebabkan karena trauma lahir, atau adanya nerutoblastoma yang tumbuh pada jaras simpatetik. Pada lesi yang kongenital dapat terjadi dengan heterochromia iris.

Diagnosa:

o Dengan topikal cocaine 4-10%, pada mata normal terjadi dilatasi sedangkan pada Herner’s syndrome dilatasi sangat berkurang. Cocaine mebiokir re-uptakenor-epineparine yang dilepaskan oleh neuron simpatik ketiga. Lesi jaras simpatik menyebabkan berkurangnya epinephrine yang dilepaskan oleh neuron sehingga pupil sisi tersebut tidak akan berdilatasi

o Paredrin 1% (Hidoksi amfetamin ) untuk menentukan loaksi lesi. Efek paredrine melepaskan nor-epinephrine dari terminal pre-sinaptik. Pada lesi post ganglioner, saraf terminal mengalami degenerasi sehingga terjadi gangguan dilatasi papil pada pemberian paredrin, sedangkan pada lesi preganglion, jaras post ganglion masih intak sehingga paredrin mengakibatkan dilatasi pupil.

IV. PENDEKATAN TERHADAP PASIEN DENGAN PUPIL ANISOKOR

Dalam mengevaluasi pupil anisokor, langkah pertama adalah menentukan penyebab pupil anisokor dengan pemeriksaan mata yang lengkap. Pemeriksaan termasuk adanya ptosis atau keterbatasan gerakan bola mata. Evaluasi pasien dengan pupil anisokor dapat dilakukan dengan mudah.

Perlu pula diingat terdapat persentasi individu yang memiliki perbedaan ukuran pupil. Hal ini bisa terjadi pada orang tua dan disebut Pupil aniskor yang sederhana (simple anisocoria). Biasanya perbedaan pupil tidak lebih dari 1 mm dan dapat bervariasi dari hari ke hari. Pupil anisokor lebih jelas pada cahaya redup dibandingkan cahaya terang tidak ada dilatation lag, dan dengan pemberian cocaine terdapat dilatasi yang normal.

DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Ophthalmology, neuro ophthalmology, basic and clinical science course, 1994-1995, 5:130-144

Braziz PW., Maedeu JC. The localization off lession in oculomotor system, in localization in the clinical neurology. London : Little Brown, 1990: 144

(6)

Burde, RM. Et al. Aniscocoria and abnormal pupilary light reactions, in clinical decisions in neuroophthalmology, Mosby, 1985: 221-245

Glaser Joel S. The pupil and accomodation, in neuroophthalmology, Maryland ; Herper & Row, 1978:35, 36, 174-179

Referensi

Dokumen terkait

Hematologi adalah ilmu yang mempelajari tentang darah serta jaringan yang membentuk darah !arah merupakan bagian penting dari sistem transport !arah merupakan jaringan yang

Seorang perempuan berusia 35 tahun berobat ke Puskesmas dcngan keluhan gatal pada kedua telapak tangannya sejak dia mencuci dengan sabun Rinso 1 minggu yang lalu.Pada

Sebagai contoh proses pada tahapan pengembangan produk membutuhkan informasi yang dihasilkan oleh tahapan sebelumnya yaitu penelitian pasar, proses perencanaan proses

Ordo dengan jumlah genus paling sedikit adalah ordo Homoptera, Hemiptera, dan Diptera yaitu masing- masing satu genus, karena aktivitas hidup dari ordo tersebut tidak selalu berada

Penggunaan produk distro bagi remaja kota Denpasar adalah gaya hidup sebagai identitas budaya yang alat untuk membuktikan siapa diri mereka.. Gaya hidup merupakan cermin

Saat diaplikasikan dalam pembuatan vulkanisat selang karet, faktis coklat dari minyak jarak pagar menunjukkan kinerja yang tidak mem- pengaruhi

Namun demikian, penyakit abiotik dapat mempengaruhi seluruh fase pertumbuhan tanaman hutan, mulai dari semai, pertumbuhan vegetatif, perkembangan sampaidengan komoditi yang

Dengan telah berlakunya Undang-Undang No.22 tahun 1999 tentang daerah maka diberi Dengan telah berlakunya Undang-Undang No.22 tahun 1999 tentang daerah maka diberi kebebasan