• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Permasalahan Pada Coal Pulveriser Mill Serta Usulan Penanganannya Menggunakan Metode Numerik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Studi Permasalahan Pada Coal Pulveriser Mill Serta Usulan Penanganannya Menggunakan Metode Numerik"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

SENATEK 2015| Malang, 17 Januari 2015 36

Studi Permasalahan Pada Coal Pulveriser Mill

Serta Usulan Penanganannya Menggunakan Metode Numerik

Agustin Kurniastuti1.*, Sutardi2

1,2 Jurusan Teknik Mesin, Bidang Keahlian Rekayasa Energi, Pascasarjana, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya

e-mail: 1mlle.agustine@gmail.com, 2sutardi@me.its.ac.id ABSTRAK

Dalam sistim Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), coal pulveriser mill memegang peranan penting dalam mencapai efisiensi pembangkit. Kapasitas dari coal pulveriser mill sangat mempengaruhi

thermal efficiency pembangkit tersebut. Di dalam Coal pulveriser mill batubara mengalami serangkaian

proses yaitu grinding, drying dan classifying. Salah satu faktor penting yang mendukung proses tersebut adalah ketersediaan udara primer dengan temperatur yang cukup tinggi untuk proses drying batubara.

Self combustion pada coal pulveriser mill merupakan salah satu permasalahan yang sering dihadapi.

Penentuan temperatur udara primer yang tepat sangat penting dilakukan untuk menghindari self

combustion batubara di dalam coal pulveriser mill. Permasalahan self combustion ini sangat susah untuk

dideteksi terjadinya. Pada makalah ini diberikan salah satu metode untuk menangani permasalahan tersebut dengan menggunakan simulasi Fluent. Pada simulasi Fluent, dilakukan variasi temperatur udara primer sehingga diperoleh nilai MOT (mill outlet temperature) dengan range antara 55°C sampai dengan 65°C. Pemodelan menggunakan geometri 3D model turbulen k-ε standart dan injeksi batubara menggunakan discrete phase model. Diharapkan dengan simulasi ini dapat diketahui posisi yang berpotensi untuk terjadinya self combustion di dalam coal pulveriser mill serta penetuan nilai optimal temperatur udara primer.

Kata kunci: coal pulveriser mill, grinding, drying, classifying, self combustion

ABSTRACT

In coal-fired power plant, coal pulveriser play an important role in achieving thermal efficiency. The coal pulverizer mill capacity is important here. Inside coal pulverizer mill, coal are grinded, dryed and classifyed. One of most important factor to those process is enough supply of high temperature primary air for coal drying. Self combustion inside coal pulverizer mill is the problem which often occur and hard to detect. Choosing exact primary air temperature is important to avoid coal self combustion inside coal pulverizer mill. In this paper, one method to solving self combustion problem is given using Fluent. In Fluent, primary air temperature is vary to achieve MOT within 55°C through 65°C. Geometry 3D using k-ε turbulent model and coal injection using discrete phase model. This simulation can shows us where the self combustion occur inside coal pulverizer mill and also can help us to set allowed maximal primary air temperature entering coal pulveriser mill.

(2)

SENATEK 2015| Malang, 17 Januari 2015 37

Pendahuluan

Coal pulveriser mill yang digunakan di tiap pembangkit listrik didesain dengan kapasitas grinding

pada nilai HGI (hardgrove Grinability Index) tertentu berdasarkan karakteristik batubara yang digunakan.

Salah satu fungsi dari coal pulveriser mill adalah sebagai pengering awal partikel batubara (pulveriszed fuel) agar siap terbakar di furnace. Batubara yang banyak digunakan pada PLTU di Indonesia, khususnya di Rembang adalah batubara tiper kalori rendah (Low Rank Coal, LRC). Karakteristik batubara tipe ini adalah tingginya kandungan moisture yang dimiliki. Sehingga semakin tinggi pula temperatur udara primer yang dibutuhkan untuk proses pengeringan batubara di dalam coal

pulveriser mill. Ketika pembangkit beroperasi pada beban penuh, maka kebutuhan batubara yang

dibakar juga meningkat, bersamaan dengan meningkatnya kebutuhan udara primer. Penggunaan batubara yang tidak sesuai dengan spesifikasi menyebabkan pengoperasian coal pulveriser mill dipaksa untuk berubah dari desain awal, khususnya terkait dengan flow dan temperatur udara primer yang digunakan. Sehingga perlu dilakukan perhitungan dan analisa kembali agar proses di dalam coal

pulveriser mill dapat terjadi sesuai dengan yang diharapkan, yaitu batubara yang keluar dari coal pulveriser mill siap dibakar tanpa terjadi delayed combustion.

Gambar 1 menunjukkan prinsip kerja coal pulveriser mill secara umum. Batubara dari coal yard dimasukkan melalui raw coal inlet menuju tengah rotating bowl (grinding table). Dengan berputarnya

bowl diharapkan batubara akan bergerak ke daerah tepi sehingga dapat dihancurkan oleh grinder

(roller). Udara primer yang masuk dari sekeliling bawah bowl akan mengangkat partikel-partikel batubara ke atas menuju rotating classifier. Bersamaan dengan ini, terjadi proses pengeringan batubara oleh udara primer untuk mengurangi kandungan moisture yang dimiliki oleh partikel batubara tersebut. Udara primer yang digunakan di coal pulveriser mill sebagian dipanaskan dalam air pre heater dengan memanfaatkan panas dari gas buang (flue gas) dan sebagian lagi langsung dialirkan menuju coal

pulveriser mill. Rasio dari udara dingin dan udara panas inilah yang digunakan untuk mengontrol

temperatur udara primer yang masuk ke dalam coal pulveriser mill. Classifier akan meloloskan partikel batubara yang berukuran minimal 200 mesh (75 µm) untuk kemudian dibawa oleh udara primer menuju ruang bakar. Sedangkan partikel batubara yang masih berukuran besar akan jatuh kembali ke bowl dan digrinding ulang.

Gambar 1. Prinsip kerja coal pulveriser mill secara umum

(3)

SENATEK 2015| Malang, 17 Januari 2015 38 Permasalahan utama yang sering terjadi pada coal pulveriser mill adalah self combustion. Akumulasi batubara yang tumpah dari bowl merupakan salah satu ancaman terjadinya self combustion pada coal pulveriser mill. Udara primer dengan temperatur tinggi masuk ke dalam coal pulveriser mill melalui area bawah bowl ini. Dengan adanya akumulasi batubara yang tumpah dari bowl didukung dengan temperatur lingkungan yang panas, maka self combustion sangat mungkin terjadi. Partikel batubara hasil dari proses grinding sangat rentan untuk ter-ignite apabila terekspos oleh lingkungan yang panas. Akan tetapi, pada kasus batubara kalori rendah yang memiliki kandungan moisture tinggi, diperlukan udara primer yang bertemperatur sangat tinggi untuk pengeringan. Di dalam coal pulveriser

mill, udara primer memiliki dua fungsi utama yaitu untuk mengangkat partikel batubara menuju rotating clasifier serta memberikan panas yang cukup untuk proses pengeringan batubara. Untuk

memastikan distribusi udara yang tepat sehingga performansi coal pulveriser mill dapat optimal untuk mecapai thermal efficiency pembangkit yang diharapkan, maka simulasi numerik perlu dilakukan untuk mendapatkan parameter udara primer yang sesuai. Pemodelan Computational Fluid Dynamic (CFD) adalah salah satu solusi yang dapat diterapkan dalam hal ini dengan resiko yang kecil. Pemodelan CFD terkait dengan permasalahan coal pulveriser mill ini telah banyak dilakukan sebelumnya, di antaranya adalah Bhambaree dkk (2010) yang menyatakan bahwa proses coal drying di dalam coal pulveriser mill akan berpengaruh terhadap perubahan temperatur serta meningkatnya flow rate udara primer akibat dari perpindahan massa dari batubara. Vuthaluru dkk (2005) menyatakan ukuran partikel batubara akan mempengaruhi arah aliran partikel di dalam mill, semakin kecil ukuran partikel batubara maka

pathline yang terbentuk akan sama dengan pathline udara. Vuthaluru dkk (2006) menyatakan bahwa

tingginya velocity udara primer akan mempengaruhi umur dari coal pulveriser mill. Penelitian tentang estimasi kandungan moisture didalam batubara dilakukan oleh Odgaard dan Mataji (2006) menghasilkan model matematika yang dapat digunakan untuk estimasi kandungan moisture.

Dari uraian terkait permasalahan self combustion, maka perlu dilakukan penelitian untuk menentukan temperatur udara primer maksimal yang diperbolehkan masuk ke coal pulveriser mill. Metode yang diusulkan di makalah ini adalah dengan analisa numerik menggunakan Fluent.

Metode Penelitian

Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah coal pulveriser mill tipe HP963 yang digunakan di PLTU Rembang unit 1. Terdapat lima unit coal pulveriser mill yang digunakan, empat unit diperlukan jika pembangkit beroperasi pada beban penuh (300 MW) sedangkan satu unit dioperasikan dengan mode

standby. Data yang digunakan pada simulasi ini adalah data operasi pada saat performance test bulan

Mei 2014 dengan beban 300 MW. Batubara yang digunakan dalam simulasi adalah LRC dengan nilai kalor 4200 kCal/kg.

(4)

SENATEK 2015| Malang, 17 Januari 2015 39 Gambar 2. (a) Dimensi dan (b) geometri 3D coal pulveriser mill

Proses pembuatan simulasi ini dibagi menjadi 3 tahap, yaitu: pre-processing, processing dan

post-processing. Pre-processing

Pembuatan geometri dan penentuan domain coal pulveriser mill PLTU Rembang unit 1. Model geometri 3D yang digunakan ditunjukkan pada gambar 2. Pada tahap ini digunakan software GAMBIT 2.4.6. Penentuan boundary condition juga dilakukan di tahap ini.

(5)

SENATEK 2015| Malang, 17 Januari 2015 40

Processing

Tahap processing menggunakan software ANSYS 13.0. Pada tahap ini dilakukan dengan

meng-import hasil pre-processing kemudian melakukan setup CFD sesuai dengan data operasional. Viscous model menggunakan standard k-epsilon (2 eqn). Injeksi batubara ditentukan pada discrete phase model

dengan tipe surface pada bowl. Grinder dan bowl ditentukan sebagai rotating wall dengan kecepatan 9 m/s2.

Data inputan yang digunakan dalam simulasi ini adalah data operasional pada saat performance test bulan Mei 2014, yang meliputi data operasional mill (Tabel 1) serta data analisa batubara (Tabel 2a dan 2b). Nilai kalori batubara yang digunakan adalah 4200 kCal/kg. Distribusi partikel batubara (Tabel 3) didapatkan dari hasil analisa fineness batubara. Parameter distribusi rosin-rammler seperti mean

diameter dan spread dihitung dari data pada tabel 3.

Tabel 1. Data operasi mill

Primary air flow (t/h) Coal flow (t/h) Primary air temperature (°C)

Mill outlet temperature (°C)

75.73 41.47 166.16

56.44 Tabel 2a. Analisa batubara (proximate analysis)

Propertis batubara (as receive, ar) Inlet coal feeder Outlet mill Total moisture (%) Inherent moisture (%) Ash content (%) Volatile matter (%) Fixed carbon (%) 33.62 27.20 3.51 36.84 26.03 21.42 9.20 5.70 46.27 38.83 Tabel 2b. Analisa bautubara (ultimate analysis)

Propertis batubara Total carbon (%) Total hydrogen (%) Nitrogen (%) Oxygen (%) 54.26 3.60 0.64 15.21 Tabel 3. Ukuran partikel batubara (fine)

Size (µm) % Finer

595

74 25.31 74.69

Simulasi

Simulasi pada Fluent dilakukan dengan melakukan variasi nilai temperatur udara primer yang masuk ke dalam coal pulveriser mill dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Nilai awal temperatur udara primer adalah 166.16°C

2. Batas kenaikan temperatur udara primer adalah ketika MOT mencapai nilai 65°C

Hasil dan Pembahasan

Pengamatan yang dilakukan pada simulasi ini adalah persebaran nilai temperatur yang terjadi di dalam coal pulveriser mill. Pengamatan dilakukan secara menyeluruh mulai dari inlet udara primer dan injeksi batubara sampai ke outlet mill.

(6)

SENATEK 2015| Malang, 17 Januari 2015 41 Gambar 4. Contour of static temperature a) posisi x-center dan b) posisi untuk elevasi yang berbeda

Gambar 4 menunjukkan persebaran temperatur fluida di dalam mill. Zona dengan nilai temperatur tertinggi terdapat di daerah inlet primary air yang merupakan zona panas. Non-uniform temperatur terlihat pada gambar 4.b. yaitu pada zona mixture antara batubara dan udara. Untuk memperjelas ketidakseragaman nilai temperatur di dalam mill dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Contour of static temperature a) elevasi grinder b) elevasi classifier

Gambar 5.a. yang menunjukkan distribusi nilai temperatur di area tepat di atas injeksi batubara. Terlihat bahwa pada area tengah, temperatur masih dingin, karena batubara belum tercampur dengan udara panas, sedangkan di area tepi merupakan area panas tempat udara primer masuk kedalam mill. Percampuran antara batubara dengan udara panas terjadi karena grinder dan bowl berputar.

Untuk gambar 5.b sudah terlihat ketidakseragaman temperatur yang terjadi sebelum lewat

classifier. Tingginya nilai temperatur pada daerah ini menunjukkan bahwa pada zona masuk classifier ini

rentan terjadi self combustion.

Kesimpulan

Permasalahan utama yang sering terjadi di coal pulveriser mill adalah self combustion. Self

combustion pada pulveriser mill ini sangat sulit dideteksi. Pada penelitian ini dilakukan simulasi fluent

untuk mengetahui posisi terjadinya self combustion di dalam coal pulveriser mill.

Dari simulasi yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa potensi self combustion dapat terjadi di daerah masuk classifier.

(7)

SENATEK 2015| Malang, 17 Januari 2015 42

Daftar Pustaka

1. Bhambaree K. S., Zhanhua M., Pisi L. 2010. “CFD modeling of MPS coal mill with moisture evaporation”. Fuel 91, page 566–571

2. Miller G. B., Tillman D., 2008. “Combustion engineering issues for solid fuel system”. Elsevier, California.

3. Odgaard P. F., Mataji B. 2005. “Estimation of moisture content coal in coal mills”. Department of Control Engineering, Aalborg University, Denmark

4. Storm D. 2011. Coal."Pulverizer 101". www.powermag.com. Diakses pada 9 Agustus 2014.

5. Vuthaluru H.B., Pareek V.K., Vuthaluru R. 2005. “Multiphase flow simulation of a simplified coal pulverizer”. Fuel Processing Technology 85, page 1195-1205.

6. Vuthaluru H.B., Kruger O., Abhishek M., Pareek V.K., Vuthaluru R. 2006. “Investigation of wear pattern in a complex coal pulveriser using CFD Modelling”. Fuel Processing Technology 87, page 687-694.

Gambar

Gambar 1 menunjukkan prinsip kerja coal pulveriser mill secara umum. Batubara dari coal yard  dimasukkan melalui raw coal inlet menuju tengah rotating bowl (grinding table)
Gambar 3. Hasil meshing penentuan boundary condition coal pulveriser mill
Tabel 1. Data operasi mill  Primary air flow (t/h)
Gambar 4 menunjukkan persebaran temperatur fluida di dalam mill. Zona dengan nilai temperatur  tertinggi  terdapat  di  daerah  inlet  primary  air  yang  merupakan  zona  panas

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu tabrakan dengan sesama mobil pemadam yang pernah terjadi dikarenakan satu mobil pemadam kembali dari lokasi kebakaran menuju kantor DP2K Kota Medan

Performansi QoS VoIP over WLAN diuji pada NS-2.34 untuk setiap mekanisme penjadwalan PQ dan CSFQ pada 802.11e EDCA dengan jumlah pengguna VoIP sampai 20 titik dan beban trafik

(2013:5) yang mengungkapkan bahwa daya pragmatik merupakan kekuatan pesan atau makna tersirat yang terkandung di balik ujaran, yang mampu menggerakkan mitra

Berdasarkan hasil analisis data, pada uji korelasi antara variabel resiliensi dengan stress didapatkan koefisien korelasi R= -0,290dengan p= 0,039 (p<0.05),

Berdasarkan pengertian tersebut penulis jelaskan bahwa Total Quality Management (TQM) adalah suatu alat manajemen dalam meningkatkan kualitas mutu dalam suatu perusahaan

Hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan regim curah hujan, bahan induk pompangeo complex memberikan Fe total tanah lebih tinggi diikuti bahan induk alluvium coastal

[r]

Salah satu upaya untuk mempersiapkan anak usia dini yang memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang optimal yaitu melalui Taman Penitipan Anak (TPA). TPA merupakan