CA TONSIL
1. DEFINISI CA TONSIL
Kanker tonsil andalah indikasi keganasan pada tonsil. Penyakit tonsil dan adenoid merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi dalam masyarakat. Nyeri tenggorokan, infeksi, saluran nafas atas, dan penyakit telinga yang terkait adalah keluhan yang paling sering ditemukan pada kunjungan pasien ke Puskesmas, terutamanya pada anak kecil dan remaja.
Peranan tonsil dalam mekanisme pertahanan tubuh masih diragukan meskipun fungsinya memproduksi sel-sel limfosit. Berdasarkan peneletian ternyata tonsil memegang peranan penting dalam fase-fase awal kehidupan terhadap infeksi mukosa nasofaring dari udara pernafasan sebelum masuk ke dalam saluran nafas bagian bawah.
Hasil penelitian, mengenai kadar antibodi tonsil menunjukkan bahwa parenkim tonsil memang mampu memproduksi antibodi. Penelitian terakhir menyatakan bahwa tonsil memegang peranan dalam memproduksi IgA, yang menyebabkan jaringan lokal resisten terhadap organisme pathogen.
2. ETIOLOGI
Menurut National Cancer Institute, faktor risiko karsinoma sel skuamosa termasuk merokok dan penyalah gunaan etanol. Baru – baru ini ada indikasi bahwa etiologi virus juga harus dipertimbangkan. Meskipun virus Epstein – Barr( EBV ) merupakan pertimbangan utama pada karsinoma nasofaring, Human Papilloma Virus ( HPV ) telah terbukti sebagai ancaman.
Beberapa studi telah mengidentifikasi indikasi kehadiran HPV pada sekitar 60% dari karsinoma tonsil.
a. Diet rendah buah dan sayuran b. Infeksi HPV
c. Merokok d. Alkohol
HPV adalah virus DNA rantai ganda yang menginfeksi sel – sel basal epitel dan dapat ditemukan sampai dengan 36% dari karsinoma sel skuamosa orofaring. Meskipun lebih dari 100 strain yang telah diisolasi, HPV tipe 16 dan18 paling sering dikaitkan dengan kanker. Kode genom virus untuk oncoproteins E6 dan E7, yang telah meningkatkan aktivitas di strain yang bersifat onkogenik. Oncoprotein E6 menyebabkan degradasi tumor suppressor p53. Oncoprotein E7 merupakan tumor suppressor retinoblastoma ( Rb ). Hilangnya RB menyebakan akumulasi p16, yang biasanya akan menghambat perkembangan siklus sel melalui siklin D1 dan CDK4 / CDK6. Karena akumulasi ini, p16 dapat digunakan sebagai penanda aktivitas HPV.
3. PATOFISIOLOGI
Bakteri dan virus masuk masuk dalam tubuh melalui saluran nafas bagian atas akan menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian menyebar melalui sistem limfa ke tonsil. Adanya bakteri dan virus patogen pada tonsil menyebabkan terjadinya proses inflamasi dan infeksi sehingga tonsil membesar dan dapat menghambat keluar masuknya udara. Infeksi juga dapat mengakibatkan kemerahan dan edema pada faring serta ditemukannya eksudat berwarna putih keabuan pada tonsil sehingga menyebabkan timbulnya sakit tenggorokan, nyeri telan, demam tinggi bau mulut serta otalgia.
Karsinoma sel skuamosa tonsil mungkin terbatas pada fosa tonsil, tetapi perluasan pada ke struktur yang berdekatan sering terjadi. Karsinoma umumnya menyebar sepanjang sulkus glosotonsilar melibatkan dasar lidah. Selain itu,penyebaran sering melibatkan palatum mole atau nasofaring. Fosa tonsil dibatasi oleh otot superior konstriktor yang mungkin berisi
penyebaran karsinoma. Namun ketika otot konstriktor dilampaui, ini menjadi keuntungan tumor untuk mengakses ke ruang parafaring. Ini melibatkan otot – otot pterigoid atau mandibular. Penyebaran ke arah superior dari ruang parafaring bisa melibatkan dasar tengkorak dan penyebaran ke arah inferior bisa melibatkan leher bagian lateral. Akhirnya keterlibatan yang luas dalam ruang parafaring mungkin melibatkan arteri karotis.
Metastase ke daerah limfatik sering terjadi. Metastase ke leher sebanyak kurang lebih 65%. Karsinoma sel skuamosa tonsil juga dapat bermetastase kekelenjar getah bening retrofaring. Metastase jauh dari karsinoma sel skuamosa tonsil terjadi sekitar 15 – 30%. Lokasi yang paling umum adalah paru-paru, diikuti oleh hati dan kemudian tulang.
4. MANIFESTASI KLINIS
Untuk mendiagnosis suatu tumor tonsil, informasi yang didapat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dalam anamnesis dapat ditemukan adanya riwayat merokok dan minum alkohol—entah bersamaan atau terpisah—dalam jangka waktu yang lama. Ada juga riwayat berhubungan seksual dengan lebih dari 1 pasangan, melakukan seks oral, dan kontak oral-anal.
Untuk gejalanya dapat berupa : a. Nyeri pada mulut dan leher b. Otalgia unilateral
c. Disfagia
d. Penurunan berat badan
Pasien dengan karsinoma tonsil tampak dengan massa pada leher. Hal ini karena karsinoma muncul jauh di dalam kriptus. Sebuah karsinoma sel skuamosa mungkin berasal dari 1 atau lebih lokasi dari tonsil itu sendiri.Selain itu tonsil juga dapat membesar dan menonjol kedalam rongga mulut yang menjadikan tanda pada penderita. Tonsil kaya akan kelenjar limfoid berlimpah yang membantu akses neoplasma dan
bermetastase ke kelenjar leher. Semua faktor itu menjelaskan mengapa pasien datang dengan massa leher.
Sakit tenggorokan, sakit telinga, sensasi benda asing ditenggorokan dan perdarahan semuanya mungkin terjadi. Trismus adalah sebuah tanda yang mengindikasikan keterlibatan parafaring. Jika massa leher tidak jelas pada pemeriksaan biasa, palpasi mungkin diarahkan ke bagian belakang yang dapat menunjukkan adanya limfadenopati servikal.
Jika tumor telah melibatkan dasar lidah, kelenjar kontra lateral mungkin sudah terlibat. Tumor tonsil primer dapat tumbuh sepenuhnya dibawah permukaan. Oleh karena itu, dokter harus dapat melihat apapun yang mencurigakan atau mungkin hanya melihat sedikit peningkatan ukuran tonsil.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Laboratorium
Tes fungsi hati, diperlukan pengetahuan tentang fungsi hati karena untuk mengetahui riwayat diet pasien dan penyalah gunaan etanol yang sering menyebabkan fungsi hati. Selain itu untuk mengetahui metabolisme hepar terhadap pemakaian agen kemoterapi atau obat lain sebelumnya dan terakhir metastase ke hati yang selalu mungkin terjadi.
Tes fungsi paru diperlukan pada setiap bedah kepala dan leher yang dapat membawa risiko tambahan komplikasi pernapasan perioperative dan pasca operatif.
Tes fungsi ginjal ketika akan memulai kemoterapi, tes fungsi ginjal diperlukan untuk memastikan apakah pasien dapat menghilangkan agen yang ditangani oleh ginjal.
Pembekuan dan koagulasi ( termasuk jumlah trombosit dan lain– lain ). Kepala dan leher adalah salah satu daerah yang paling kaya akan
vaskularisasi dalam tubuh manusia. Perdarahan adalah salah satu masalah besar dalam operasi tonsil.
b. Radiologi
CT scan leher dengan atau tanpa kontras diperlukan untuk mengevaluasi metastasis dan untuk menilai sejauh mana perkembangan kanker. Hal ini penting dalam staging kanker tonsil. MRI juga sangat berguna untuk menilai ukuran kanker dan invasi jaringan lunak. CT scan dada adalah yang paling sensitive untuk mengungkapkan metastasi ke paru – paru dan karenanya harus menjadi modalitas pilihan, setidaknya pada pasien berisiko tinggi ( stadium 4,T4, N2 atau N3 ataupun tumor/kanker yang timbul dari orofaring, laring, hipofaring, atau supraglotis.
c. Prosedur diagnostic
Biopsi adalah satu – satunya alat untuk mendiagnosis keganasan tonsil berupa limfoma, karena itu ahli patologi dan timnya harus segera siap untuk menangani jaringan dengan tapat. Beberapa jaringan segar mungkin diperlukan untuk studi, yang tergantung waktu dan memerlukan penanganan segera. Beberapa jaringan harus dibekukan dalam nitrogencair. Pertimbangan lain yang sangat penting adalah kenyataan bahwa karsinoma sel skuamosa biasanya timbul jauh di dalam kripta. Hal ini memerlukan ahli bedah untuk mengambil biopsy yang mendalam sehingga neoplasma tidak meleset. Mengingat kecenderungan lesi ini bias menimbulkan perdarahan yang merupakan prosedur yang rumit maka ahli bedah harus siap untuk yang hal yang tak terduga.
Panendoskopi, endoskopi operatif memungkinkan ahli bedah untuk menilai sepenuhnya tentang tumor. Hal ini sangat membantu ketika memilih antara pendekatan bedah terbuka dan endoskopi.
Bronkoskopi dan esofagoskopi digunakan untuk menilai tumor primer yang mungkin hadir pada saat diagnosis.
Tes HPV merupakan rekomendasi National Comprehensive Cancer Network ( NCCN ) sebagai faktor prognosis. Quantitative reverse transcriptase pcr ( QRT – PCR ) memungkinkan perhitungan jumlah relatif dari mRNA yang ada pada sampel. HPV – 16 ini paling sering digunakan untuk memeriksa karsinoma orofaring. Hal ini bersifart sensitive dan spesifik. P-16 dapat diuji sebagai biomarker untuk aktivitas HPV E7.
6. PENATALAKSANAAN
Tatalaksana untuk kanker tonsil ini tergantung pada stadiumnya. Kanker pada stadium I atau II diobati dengan terapi tunggal, antara pembedahan reseksi atau terapi radiasi. Untuk kanker tonsil stadium III atau IV membutuhkan kombinasi terapi antara kemoterapi, radiasi, dan pembedahan reseksi. Untuk kanker tonsil stadium IVA atau IVB membutuhkan kombinasi kemoterapi dan terapi radiasi untuk kontrol regional, sedangkan stadium IVC dicirikan melalui perluasan metastasis sehingga hanya membutuhkan terapi paliatif.
7. ASUHAN KEPERAWATAN a. Pengkajian
Keluhan utama : sakit tenggorokan, nyeri telan, demam dll
Riwayat penyakit sekarang : serangan, karakteristik, insiden, perkembangan, efek terapi dll
Riwayat kesehatan lalu Riwayat kelahiran Riwayat imunisasi
Penyakit yang pernah diderita ( faringitis berulang, ISPA, otitis media )
Pengkajian umum : usia, tingkat kesadaran, antopometri, tanda – tanda vital dll
Pernafasan : kesulitan bernafas, batuk
Nutrisi : sakit tenggorokan, nyeri telan, nafsu makan menurun, menolak makan dan minum, turgor kurang
Aktifitas / istirahat : anak tampak lemah, letargi, iritabel, malaise Keamanan / kenyamanan : kecemasan anak terhadap hospitalisasi b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul : Pre Operasi
1. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi pada tonsil 2. Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan pada tonsil
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan adanya nyeri telan
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
Post Operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah, diskontinuitas jaringan.
2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
3. Kurang pengetahuan tentang diet berhubungan dengan kurang informasi.
c. Intervensi keperawatan Pre Operasi :
Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi pada tonsil Tujuan : Suhu tubuh normal
Kriteria hasil :
Suhu tubuh dalam rentang normal
Nadi dan pernafasan dalam batas normal. Intervensi :
Pantau suhu tubuh ( derajat dan pola ), perhatikan menggigil atau tidak
Pantau suhu lingkungan
Berikan kompres hangat
Berikan cairan yang banyak ( 1500 – 2000 cc/hari ) Kolaborasi pemberian antipiretik
Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan pada tonsil Tujuan : Kontrol Nyeri
Kriteria hasil :
Mengenali faktor penyebab. Mengenali serangan nyeri.
Tindakan pertolongan non analgetik Mengenali gejala nyeri
Melaporkan kontrol nyeri Intervensi :
Pantau nyeri klien (skala, intensitas, kedalaman, frekuensi ) Kaji TTV
Berikan posisi yang nyaman
Berikan tehnik relaksasi dengan tarik nafas panjang melalui hidung dan mengeluarkannya pelan – pelan melalui mulut
Berikan tehnik distraksi untuk mengalihkan perhatian anak Kolaborasi pemberian analgetik
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan adanya nyeri telan
Tujuan : nutrisi adekuat Kriteria hasil :
Adanya peningkatan BB sesuai tujuan BB ideal sesuai tinggi badan
Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
Intervensi :
Kaji conjungtiva, sclera, turgor kulit Timbang BB tiap hari
Berikan makanan dalam keadaan hangat
Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering. Tingkatkan kenyamanan lingkungan saat makan Kolaborasi pemberian vitamin penambah nafsu makan
Tujuan : mandiri dalam beraktifitas Kriteria hasil :
TTV dalam batas normal Mampu melakukan aktifitas Intervensi :
Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas Observasi adanya kelelahan dalam melakukan aktifitas
Monitor TTV sebelum, selama dan sesudah melakukan aktifitas Berikan lingkungan yang tenang
Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi klien
Post Operasi
Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah, diskontinuitas jaringan.
Tujuan : Nyeri dapat hilang atau berkurang Kriteria hasil :
Melaporkan nyeri Frekuensi nyeri. Lamanya nyeri
Ekspresi wajah terhadap nyeri Intervensi :
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi. Ajarkan teknik non farmakologi dengan distraksi / latihan nafas
dalam.
Berikan analgesik yang sesuai.
Observasi reaksi non verbal dari ketidanyamanan. Tingkatkan istirahat pasien.
Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif. Tujuan: resiko infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil:
Dapat memonitor faktor resiko
Mengembangkan keefektifan strategi untuk mengendalikan infeksi.
Memodifikasi gaya hidup untuk mengurangi faktor resiko. Intervensi :
Ajarkan teknik mencuci tangan dengan benar. Gunakan sabun anti mikroba untuk cuci tangan. Lakukan perawatan aseptik pada semua jalur IV. Lakukan teknik perawatan luka yang tepat.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang mengenal informasi.
Tujuan: tidak ada masalah dengan kurang pengetahuan Kriteria hasil :
Menyebutkan keuntungan dan diet yang
Menyebutkan makanan-makanan yang diperbolehkan Menyebutkan makanan-makanan yang dilarang.
Intervensi :
Jelaskan kepada anak dan orang tua tentang tujuan obat. Informasikan kepada anak akibat tidak minum obat. Ajarkan anak untuk minum obat sesuai dnegan dosis.
DAFTAR PUSTAKA
Soepardi, Efiaty Arsyad dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher edisi 6. Jakarta : FKUI
http://dokumen.tips/documents/diskusi-kelompok-tumor-tonsil.html http://documents.tips/documents/bab-ii-tumor-tonsil.html
Staf pengajar FKUI. 2002. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : BINARUPA