• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN

PENDEKATAN

UNTUK

MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL

EXPERIENTIAL LEARNING

Hasan Mahfud* dan Jenny I.S. Poerwanti

Abstract:

Keywords:

The aim of this research is to find out an adequate instructional design model to improve the elementary school students' social skills. The research is classroom action research consisting of two cycles, each of which consists of planning, action, observation, and reflection. The average value of the students' Social Skills is 62.01 in cycle one and 72.52 in cycle two. The percentage values in the classical mastery of social skills are 40% in cycle 1 and 85.85% in cycle 2. Based on the result of this study, it can be concluded that model cooperative learning with experiential learning approach can improve students' social skills. The instructional design to improve the social skills of the students in learning social studies is a model of cooperative learning with experiential learning approach.

cooperative model, experiential learning, social skills

PENDAHULUAN

Ilmu pengetahuan sosial (IPS) me-rupakan kajian (pembelajaran) yang pokok-pokoknya berkaitan langsung dengan

orga-nisasi dan perkembangan masyarakat, dan manusia sebagai anggota masyarakat. Schuncke (1988) menyatakan bahwa

“social studies not a single discipline but a

Abstrak:

Kata kunci: pembelajaran kooperatif,

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan sosial pada siswa SD dengan menemukan model desain instruksional yang memadai untuk mening-katkan keterampilan sosial siswa. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang terdiri dari dua siklus, setiap siklus terdiri dari perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Nilai rata-rata keterampilan sosial siswa pada siklus I adalah 40% dan siklus II 85.85%. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan bisa meningkatkan keterampilan sosial siswa. Desain instruksional untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa dalam pembelajaran IPS adalah model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan .

, keterampilan sosial

experiential learning

experiential learning experiential learning

(2)

group related fields including political science, economics, sociology, anthropo-logy, psychoanthropo-logy, geography, and history”

knowledge and

understanding

atti-tude and value skill

. (IPS bukan disiplin (ilmu) tunggal, melain-kan sebuah kelompok bidang-bidang studi yang berkaitan, meliputi ilmu politik, eko-nomi, sosiologi, antropologi, psikologi, geografi, dan sejarah). Dengan kata lain, IPS merupakan usaha mempelajari, mene-laah dan mengkaji kehidupan sosial manu-sia di muka bumi ini. Oleh karena itu, pe-ngetahuan sosial merupakan pepe-ngetahuan praktis yang dapat diajarkan sejak tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi.

Di dalam Kurikulum Tingkat Satu-an PendidikSatu-an (KTSP, 2006) ditegaskSatu-an bahwa melalui mata pelajaran IPS peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi Warga Negara Indonesia yang demokratis dan ber-tanggung jawab serta warga dunia yang cinta damai. Fenomena kehidupan global di masa mendatang yang penuh dengan tan-tangan, menuntut mata pelajaran IPS untuk dirancang bisa mengembangkan pengeta-huan, pemahaman, dan kemampuan anali-sis terhadap kondisi sosial masyarakat da-lam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.

Melalui pembelajaran IPS, para sis-wa belajar untuk memahami kenyataan hi-dup masyarakat dengan berbagai ragam masalahnya, yang pemecahannya tidak mungkin dapat dilakukan dengan menggu-nakan kerangka kerja disiplin keilmuan secara terpisah.

Jarolimek (1993:8) mengharapkan bahwa pendidikan pengetahuan sosial hen-daknya mampu mengembangkan aspek pe-ngetahuan dan pemahaman (

), aspek sikap dan nilai ( ) serta aspek keterampilan ( ) pada diri siswa. Aspek pengetahuan dan pemahaman berkaitan dengan

pem-berian bekal pengetahuan dan pemahaman siswa tentang dunia dan kehidupan masya-rakat di sekitarnya, aspek sikap berkaitan dengan pemberian bekal mengenai dasar-dasar etika dan norma yang nantinya men-jadi orientasi nilai dalam kehidupanannya di masyarakat. Aspek keterampilan meli-puti keterampilan sosial ( ) dan keterampilan intektual ( ) agar siswa tanggap terhadap permasalahan sosial di sekitarnya dan mampu bekerjasa-ma dengan orang lain dalam kehidupan sehari-hari.

Keterampilan sosial diarahkan agar para siswa mampu hidup dan bekerjasama, berperan serta, menghormati hak orang lain, memiliki kepekaan sosial serta mampu mengendalikan diri dalam kehidupan sosialnya. Keterampilan ini dikembangkan melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat ko-operatif. Kegiatan kooperatif yang dilaku-kan bisa dalam bentuk diskusi kelompok yang dapat melatih siswa berinteraksi, ber-partisipasi, bekerjasama, bertukar pengeta-huan, pengalaman serta dapat mengem-bangkan nilai-nilai sosial serta dapat me-ngembangkan keterampilan sosial.

Beberapa temuan penelitian dan pengamatan yang telah dilakukan, dari segi hasil pembelajaran IPS terhadap kehidupan bermasyarakat, masih belum begitu nam-pak. Perwujudan nilai-nilai sosial yang di-kembangkan di sekolah belum tampak dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, keterampilan sosial para lulusan pendi-dikan dasar khususnya masih mempriha-tinkan, partisipasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan semakin berkurang.

Hasil penelitian Sumantri, (2001: 260) dapat dikemukakan bahwa menilai “pelaksanaan pembelajaran IPS sangat menjemukan karena penyajiannya bersifat monoton dan ekspositoris sehingga siswa

social skill intellectual skill

(3)

kurang antusias dan membuat pembelajar-an kurpembelajar-ang menarik”. Sumaatmadja (dalam Syaodih, 2007: 11) menyatakan bahwa guru IPS wajib berusaha secara optimum menumbuhkan minat dan motivasi siswa untuk keberhasilan pembelajaran IPS.

Selanjutnya menurut Como & Snow (dalam Syafruddin, 2001:3) model pembelajaran IPS yang diimplementasikan saat ini masih bersifat konvensional, belum banyak menyentuh aspek afektif maupun psikomotor.

Model pembelajaran IPS yang di-laksanakan di SDN Tegalmulyo berdasar-kan pengamatan yang dilakuberdasar-kan saat ini, masih lebih menekankan aspek kebutuhan formal daripada kebutuhan riil siswa se-hingga proses pembelajaran belum berlang-sung optimal. Hal ini juga terlihat pada keterampilan bekerjasama dalam diskusi kelompok, sebagian siswa enggan bahkan tidak mau bertanya, menyampaikan saran dan yang bekerja terbatas hanya ketua ke-lompok saja. Sikap kritis dalam mengaitkan permasalahan yang dialami siswa dengan konsep-konsep yang dipelajari di sekolah belum ada pada diri siswa. Di samping itu penekanan pembelajaran IPS saat ini cenderung pada aspek kognitif, untuk aspek afektif dan keterampilan sosial kurang mendapat porsi yang seimbang. Untuk me-ningkatkan keterampilan sosial siswa da-lam pembelajaran IPS di sekolah dasar tersebut, perlu dikembangkan strategi pembelajaran IPS yang dapat menumbuh-kan keterampilan sosial, melalui model pembelajaran kooperatif dengan

pende-katan .

Pendekatan

adalah pendekatan melalui pengalaman atau belajar dengan mengalami sendiri. Pengalaman belajar merujuk kepada inter-aksi antara siswa dengan segala sesuatu

output

experiential learning

experiential learning

yang berada di luar dirinya (siswa) di lingkungannya. “

”.

Cohen & Deer (1978) (dalam Fer-nandes, 1989:40) menerangkan bahwa

mencakup maupun proses:

Pengalaman belajar mencakup isi dan proses, dalam hal ini belajar tidak hanya sekedar apa yang dipelajari namun bagaimana mempelajarinya. Melalui pem-belajaran kooperatif dengan pendekatan

diharapkan dapat me-ningkatkan keterampilan sosial siswa, kare-na pembelajaran kooperatif dengan

menekankan pada kegiatan siswa yang aktif dan belajar melalui peng-alaman.

Sukmadinata (2004:60) menyata-kan bahwa ada tiga macam keterampilan, yaitu: keterampilan intelektual, keteram-pilan sosial, dan keteramketeram-pilan motorik. Se-cara umum, keterampilan sosial merupakan kecakapan untuk hidup bermasyarakat.

Com & Slaby (dalam Syaodih, 2007:50) keterampilan sosial adalah “ke-mampuan berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosial dengan cara yang spe-sifik sehingga dapat diterima atau dinilai menguntungkan bagi dirinya atau orang lain. Sasongko, (2001:57) berpendapat bahwa “keterampilan sosial diwujudkan dalam bentuk kemampuan individu dalam mengungkapkan perasaannya, baik positif maupun negatif saat berhubungan dengan orang lain secara verbal maupun nonverbal.

Blanks (2001) melihat keterampil-an sosial disebut dengketerampil-an keterampilketerampil-an ke-lompok, berkaitan, baik sebagai pemimpin maupun yang dipimpin.

the learning that takes place from this experience is known as experiential learning

experiential learning content what is learned and how is learned”.

experiential learning

experi-ential learning

The ability to perform effectively both as a leader and as a follower in solving

(4)

group problems, to participate in group research projects to help set group goals, to use power effectively and fairly in group situations, to make useful con-tributions to group project, to communi-cate effectively in a group and to help resolve controversy in groups

living and working together, taking turns, respecting the rights of others, being social sensitive learning control and self-direction sharing ides and experiences with others

”.

Keterampilan sosial seseorang ter-lihat ketika berinteraksi dengan orang lain, khususnya dalam kegiatan yang bersifat kelompok. Seseorang yang memiliki kete-rampilan sosial yang tinggi akan mampu dalam bekerja kelompok, berpartisipasi dan memberi kontribusi dalam mencapai tujuan kelompok, aktif memberikan saran yang bermanfaat dan berusaha memecahkan per-masalahan. Walaupun keterampilan sosial lebih tampak sebagai kemampuan berin-teraksi secara kelompok, tetapi berpangkal pada kemampuan personal masing-masing anggotanya. Kekuatan dan keterampilan masing-masing personal terintegrasi dalam kegiatan kelompok dan merupakan keku-atan kelompok.

Jarolimek (1993:9) merumuskan keterampilan-keterampilan sosial yang di-kembangkan pada tingkat SD, yaitu: (1)

; (2)

; dan (3)

. Rumusan jaroli-mek jika disederhanakan secara garis besar keterampilan sosial adalah kemampuan be-kerjasama dengan orang lain secara positif, dalam kegiatan sosial.

Keterampilan ini dikembangkan melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat kooperatif dalam kelompok yang banyak memberikan kesempatan kepada para siswa untuk berinteraksi, berpartisipasi, bertukar pengetahuan, pengalaman, nilai, serta pe-ngembangan keterampilan dan sikap.

Pem-belajaran kooperatif dapat dirancang, baik untuk pengembangan keterampilan sosial, peningkatan pemahaman konsep-konsep dan masalah-masalah sosial, maupun nilai-nilai sosial.

Dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif dapat dilaksanakan melalui per-mainan, pengerjaan tugas, simulasi, tanya jawab, diskusi, pemecahan masalah yang dikerjakan dalam kelompok berfungsi me-ningkatkan keterampilan sosial: keteram-pilan berinteraksi, bekerja sama, memim-pin, berkontribusi, bertukar pendapat dan berbagi pengalaman.

Keterampilan sosial yang dapat di-praktikkan dalam kehidupan siswa sehari-hari melalui model kooperatif, sebenarnya berhubungan dengan keterampilan intelek-tual atau kemampuan kognitifnya. Dalam hal ini sering tidak bisa dibedakan dengan jelas antara keterampilan intelektual de-ngan keterampilan sosial, karena memang saling berhubungan erat. Misalnya, kalau siswa sedang belajar kelompok dia tidak hanya terampil mengemukakan ide-ide dan gagasannya namun juga harus menghargai pendapat sesama anggota kelompoknya dan mengutamakan musyawarah mufakat dalam mengambil keputusan.

Jika keterampilan sosial diterapkan di luar kegiatan sekolah, misalnya ketika siswa berada ditempat umum dia tidak ha-nya mengetahui bagaimana harus menjaga kebersihan namun juga mempraktikkannya dalam kenyataan kehidupannya, sebagai contoh membuang sampah pada tempat-nya. Dengan demikian siswa memiliki rasa tanggungjawab dalam melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya dalam kehi-dupan nyata, sebagai hasil dari prilaku bel-ajar yang diperolehnya melalui pembel-ajaran di sekolah.

(5)

Pembelajaran kooperatif menekan-kan kegiatan siswa yang aktif kreatif, siswa sebagai subjek yang berperan aktif dalam pembelajaran, mereka berinkuri menda-lami masalah mencari bahan, mencari alter-natif pemecahan, dan sebagainya. Guru merancang pembelajaran yang diarahkan pada pengembangan kemampuan dan penguasaan siswa secara maksimal, dengan memperhatikan kemampuan, kebutuhan dan minat siswa.

Dibandingkan dengan model pem-belajaran konvensional, pempem-belajaran ko-operatif memiliki beberapa kelebihan, ter-utama berkenaan dengan pengembangan kemampuan dan keterampilan sosial siswa. Pembelajaran kooperatif memberi peluang yang besar kepada siswa untuk lebih aktif, mencari, mengkaji, mengemukakan penda-pat, pengalaman, dan memadukan dangan-pandangan tersebut menjadi pan-dangan kelompok.

Pembelajaran kooperatif memung-kinkan siswa lebih berhasil dalam pengu-asaan pengetahuan, dan dalam keteram-pilan. Penggunaan pembelajaran ini me-mungkinkan siswa meningkatkan pengeta-huan, kecakapan dan keterampilan secara utuh dalam suasana belajar yang terbuka dan demokratis. Siswa bukan lagi sebagai objek pembelajaran, namun sebagai subjek, dia juga dapat berperan sebagai tutor bagi teman sebayanya. Melalui pembelajaran ini siswa akan memiliki motivasi belajar yang tinggi karena didukung oleh rekan sebaya-nya.

Jarolimek & Parker (2002:7) me-nyatakan bahwa pembelajaran kooperatif minimal memiliki enam keunggulan, yaitu: (1) saling ketergantungan positif; (2) ada-nya pengakuan dalam merespons terhadap perbedaan individu; (3) saling dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas;

(4) suasana rileks dan menyenangkan; dan (5) memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman, emosi yang menyenangkan.

Berdasarkan fenomena dan pa-paran teori di atas, dirumuskan permasa-lahan sebagai berikut: (1) Apakah dengan menggunakan model pembelajaran koope-ratif dengan pendekatan

dapat meningkatkan keterampilan sosial siswa SDN kelas 5 Tegalmulyo Surakarta?; (2) Bagaimana model desain pembelajaran yang memadai untuk me-ningkatkan keterampilan sosial siswa SDN kelas 5 Tegalmulyo Surakarta?

Tujuan penelitian adalah: (1) Me-ningkatkan keterampilan sosial siswa SDN kelas 5 Tegalmulyo Surakarta ( 2) Mene-mukan model desain pembelajaran yang memadai untuk meningkatkan keteram-pilan sosial siswa.

Jenis Penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas. Prosedur yang dilaksanakan dalam penelitian tin-dakan kelas ini berbentuk siklus, yang ber-langsung selama dua siklus. Masing-ma-sing siklus terdiri dari dua pertemuan. Adapun prosedur penelitian yang dipilih yaitu dengan menggunakan model spiral dari Kemmis & Mc Taggart (1998). Siklus model Kemmis & Mc Taggart ini dilakukan secara berulang dan berkelanjutan, yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, ob-servasi, dan refleksi. Langkah-langkah pada model siklus Kemmis & Taggart di atas, yaitu sebagai berikut.

Tahap ini mencakup semua peren-canaan tindakan seperti pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran yang akan

dite-experiential learning

METODE PENELITIAN

(6)

rapkan, menyiapkan metode, alat dan sum-ber pembelajaran serta merencanakan lang-kah-langkah dan tindakan yang akan dila-kukan untuk meningkatkan keterampilan sosial.

Dalam tahap ini penulis menetap-kan seluruh rencana tindamenetap-kan yang amenetap-kan di-lakukan untuk memperbaiki praktik pem-belajaran mengenai materi peninggalan-peninggalan sejarah yang bercorak Hindu-Budha dan Islam, yaitu dengan menerap-kan: pembelajaran Kooperatif adapun lang-kah-langkah perencanaannya, yaitu: (1) Meminta izin kepada kepala sekolah dan guru SD kelas V; (2) Membuat rencana pe-laksanaan pembelajaran; (3) Merumuskan langkah-langkah dan tindakan yang akan dilakukan; ( 4) Memilih prosedur evaluasi penelitian; dan (5) Melaksanakan tindakan.

Dalam tahap ini langkah-langkah pembelajaran dan tindakan mengacu pada perencanaan yang telah dibuat, yaitu:

Pada tahap ini meliputi: (1) Guru mengucapkan salam; (2) Guru mengondisi-kan siswa ke arah pembelajaran; (3) Guru mengecek kehadiran siswa; dan (4) Guru melakukan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan: “Pernahkah kalian pergi ke Candi Borobudur atau Candi prambanan?”, “Apakah yang kalian lihat di sana?”.

Tindakan pada tahap ini meliputi: (1) Siswa dibagi kedalam 5 kelompok (tiap kelompok terdiri dari 4-5 orang); (2) Se-minggu sebelum dilaksanakan pembelajar-an tiap kelompok ditugaskpembelajar-an untuk mencari gambar-gambar peninggalan sejarah Hindu-Budha dan Islam melalui media ce-tak maupun elektronik; (3) Guru mengondi-sikan siswa supaya duduk berkelompok; (4) Pelaksanaan Tindakan

Tahap Awal Pembelajaran

Tahap Inti Pembelajaran

Siswa menyimak panjelasan guru tentang tugas yang harus diselesaikan dalam ke-lompoknya; (5) Guru memberikan tugas untuk didiskusikan dalam kelompok; (6) Siswa berdiskusi untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru; (7) Masing-masing kelompok memaparkan hasil tugas yang dikerjakan, menanggapi, memperta-hankan, menyempurnakan hasil kerja ke-lompok; (8) Siswa bersama guru membahas yang telah didiskusikan dalam kelompok; (9) Siswa bersama guru menghubungkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari- hari mengenai peninggalan-peninggalan sejarah Hindu-Budha dan Islam; (10) Siswa diberi kesempatan untuk menanyakan apa yang telah dipelajari bersama; dan (11) Guru melakukan evaluasi.

Pada tahap ini kegiatan leiputi: (1) Guru dan siswa menyimpulkan materi yang telah dipelajari dan (2) Melakukan tindak-lanjut, guru memberi tugas siswa untuk membaca dan mencari gambar-gambar ten-tang Peninggalan-peninggalan sejarah yang bercorak Hindu-Budha dan Islam lainnya, di luar dari contoh-contoh yang sudah dibahas.

Pada tahap ini terdiri dari pengum-pulan data serta mencatat setiap aktivitas siswa dan kinerja guru pada saat pelaksana-an tindakpelaksana-an berlpelaksana-angsung. Observer bertu-gas mengamati kinerja guru dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlang-sung dengan mengacu pada lembar obser-vasi.

Observasi ini dilakukan oleh peneli-ti, yaitu dengan mengamati aktivitas siswa dan kinerja guru dalam pembelajaran IPS, mengenai Peninggalan-peningkalan seja-rah yang bercorak Hindu-Budha dan Islam, Tahap Akhir Pembelajaran

(7)

dari awal pembelajaran sampai akhir pem-belajaran. Hal ini dimaksudkan untuk me-ngetahui apakah aktivitas siswa dan kinerja guru sudah sesuai dalam lembar observasi atau tidak. Sehingga hasil observasi dapat diperbaiki pada siklus berikutnya. Kegiatan observasi lebih difokuskan pada aktivitas diskusi kelompok siswa.

Refleksi merupakan bagian yang sangat penting untuk memahami dan memberikan makna terhadap proses dan hasil pembelajaran yang terjadi yang dila-kukan. Refleksi dilakukan dengan: (1) Me-ngecek kelengkapan data pengumpulan data yang terjaring selama proses tindakan; (2) Mendiskusikan dan pengumpulan data antara guru, peneliti dan kepala sekolah (pembimbing) berupa hasil nilai siswa, ha-sil pengamatan, catatan lapangan, dan lain-lain; dan (3) Penyusunan rencana tindakan berikutnya yang dirumuskan dalam skena-rio pembelajaran, dengan berdasar pada analisa data dari proses dalam tindakan se-belumnya, untuk memperbaiki proses pem-belajaran yang telah dilakukan pada siklus I, untuk menyusun tindakan yang akan dila-kukan pada siklus II.

Lokasi tempat melaksanakan pene-litian adalah SD Negeri Tegalmulyo di kecamatan Laweyan Surakarta. Subjek da-lam penelitian ini adalah siswa kelas 5 SD Negeri Tegalmulyo Tahun ajaran 2011/ 2012 Data dalam penelitian ini diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan tes yang dilakukan terhadap siswa kelas V SD Negeri Tegalmulyo.

Refleksi

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Proses Pembelajaran IPS

Hasil Pengamatan Keterampilan Sosial Data Hasil Tes IPS dalam Aspek Keteram-pilan sosial Kelas V Pada Siklus I

Data Hasil Tes IPS dalam Aspek Keteram-pilan sosial Kelas V Pada Siklus II

Data Hasil Pengamatan Keterampilan So-sial Siklus I

Dari nilai rata-rata tes IPS dalam aspek keterampilan sosial diketahui bahwa siswa yang mendapatkan nilai 57-62 10 siswa, yang mendapat nilai 63-68 7 siswa, yang mendapat nilai 69-74 siswa 5 siswa, siswa yang mendapatkan nilai 75-80 6 siswa, siswa yang mendapat mendapat nilai 81-86 3 siswa, dan siswa yang mendapat-kan nilai 87-92 4 siswa. Rata-rata kelas yang diperoleh adalah 70,98. Siswa yang mendapatkan nilai di bawah KKM seba-nyak 10 siswa atau 28,57%, sedangkan sis-wa yang mendapatkan nilai di atas KKM ada 25 siswa atau 71,43%.

Dari nilai rata-rata tes IPS dalam aspek keterampilan sosial dapat diketahui bahwa siswa yang mendapatkan nilai 57-62 ada 0 siswa, yang mendapat nilai 63-68 ada 7 siswa, yang mendapat nilai 69-74 siswa ada 8 siswa, siswa yang mendapatkan nilai 75-80 ada 14 siswa, siswa yang mendapat mendapat nilai 81-86 ada 3 siswa, dan siswa yang mendapatkan nilai 87-92 ada 3 siswa. Rata-rata kelas yang diperoleh adalah 75,27. Siswa yang mendapatkan nilai di bawah KKM sebanyak 3 siswa atau 8,57%, sedangkan siswa yang mendapatkan nilai di atas KKM ada 32 siswa atau 91,43%.

Berdasarkan hasil observasi kete-rampilan sosial diperoleh hasil sebagai ber-ikut: Pada pertemuan pertama, siswa yang memperoleh nilai keterampilan sosial kate-gori cukup sebanyak 27 siswa, sedangkan

(8)

siswa yang memperoleh nilai keterampilan sosial kategori baik 8 siswa. Pada pertemu-an kedua meningkat dari 8 siswa menjadi 14 siswa dari 35 siswa atau 40%.

Berdasarkan hasil observasi kete-rampilan sosial diperoleh hasil sebagai ber-ikut. Pada pertemuan pertama, siswa yang memperoleh nilai keterampilan sosial kate-Data Hasil Pengamatan Keterampilan So-sial Siklus II

gori cukup sebanyak 13 siswa, sedangkan nilai keterampilan sosial kategori baik ada 22 siswa dari 35 siswa atau sebesar 62,85%. Pada pertemuan kedua, siswa yang mem-peroleh nilai keterampilan sosial kategori baik meningkat dari 22 siswa menjadi 29 siswa atau sebesar 82,85%. Perbandingan nilai pengamatan keterampilan sosial siklus I dan siklus II dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan Nilai Pengamatan Keterampilan Sosial dan Nilai Tes IPS Siklus I dan Siklus II

Siklus I Siklus II Keterangan Pengamatan

Keterampilan sosial Tes IPS Nilai Terendah

Nilai Tertinggi Rata-rata Nilai

Pengamatan

Keterampilan sosial Tes IPS 50,5 73,5 62,01 57 90 70,98 58,5 84 72,52 63 90 75,27

Tabel 2. Perbandingan Ketuntasan Tes IPS dan Keterampilan Sosial Siswa antara Siklus I dan Siklus II

Siklus I Siklus II Uraian

Rata-rata nilai Tes IPS

Rata-rata nilai Keterampilan Sosial Ketuntasan Klasikal Tes IPS

Ketuntasan Klasikal Keterampilan Sosial

70,98 62,01 71,43% 40% 75,27 72,52 91,42% 82,85 %

Berdasarkan hasil pada siklus I dan siklus II maka dapat dilakukan perbanding-an ketuntasperbanding-an tes IPS dperbanding-an pengamatperbanding-an kete-rampilan sosial siswa kelas V SDN

Tegal-mulyo No. 85. Perbandingan ketuntasan siklus I dan siklus II dapat dilihat pada Ta-bel 2.

Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil tes IPS dapat dilihat adanya pening-katan keterampilan sosial dan nilai IPS di kelas V SD Negeri Tegalmulyo No. 85, La-weyan, Surakarta. Peningkatan keterampil-an sosial dalam pembelajarketerampil-an berdasarkketerampil-an observasi di antaranya: (1) keterampilan bekerja sama; (2) mengendalikan diri; (3) Berdasarkan pengamatan dan

anali-sis data yang ada, dapat dilihat adanya pe-ningkatan nilai tes IPS, dan hasil peng-amatan keterampilan sosial dalam pembel-ajaran IPS. Peningkatan hasil dari proses pembelajaran IPS adalah siswa dapat lebih mengembangkan keterampilan sosialnya.

(9)

berkomunikasi; dan (4) memperoleh dan mengolah informasi. Deskripsi data hasil penelitian sebagai berikut.

Model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan

yang diterapkan pada siklus I merupakan model pembelajaran, yang diharapkan da-pat menciptakan proses belajar yang lebih bermakna. Melalui model ini, siswa belajar tidak hanya belajar tentang konsep materi belaka, hal ini dikarenakan siswa dilibatkan secara langsung dalam proses pembelajaran untuk dijadikan sebagai suatu pengalaman. Hasil dari proses pembelajaran kooperatif tidak hanya menekankan pada aspek kogni-tif saja, juga tidak seperti teori

yang menghilangkan peran pengalaman subjektif dalam proses belajar. Namun hasil dari penerapan model kooperatif yang dite-rapkan pada siklus 1 belum terlaksana seca-ra maksimal hal ini dapat terlihat dari hasil kemampuan kognitif dan keterampilan sosial siswa yang masih kurang. Hal ini mungkin disebabkan karena siswa belum terbiasa dengan penggunaan model dan strategi yang baru bagi mereka. Di samping itu keterampilan sosial siswa juga belum maksimal terlihat dalam proses pembel-ajaran IPS. Hal ini dikarenakan selama pembelajaran orientasinya lebih berfokus pada hasil belajar pada aspek pengetahuan, sedangkan untuk sikap dan keterampilan-nya kurang mendapat perhatian maksimal.

Kekurangan yang terjadi di siklus I telah diperbaiki di siklus 2 dengan meng-ubah strategi yang lebih mengaktifkan sis-wa serta memfokuskan pada aspek kete-rampilan sosial siswa, yaitu: (1) keteram-pilan bekerja sama; (2) keteramketeram-pilan me-ngendalikan diri; (3) keterampilan berko-munikasi; dan (4) keterampilan memper-oleh dan mengolah informasi.

experiential learning

behavior

Keterampilan sosial dalam pembel-ajaran IPS pada siklus II secara klasikal me-ningkat 19,99% dari siklus I, yaitu 71,43% menjadi 91,42% pada siklus II. Nilai teren-dah dari hasil tes setelah dilaksanakan tindakan siklus II, yaitu 63, nilai tertinggi, yaitu 90, dan rata-rata nilai secara klasikal meningkat dari siklus I, yaitu 70,98 menjadi 75,27 pada siklus II. Hal ini disebabkan pelaksanaan model pembelajaran koopera-tif, memiliki keunggulan di antaranya me-ningkatkan semangat siswa, karena pem-belajar aktif, terciptanya suasana pem-belajar yang kondusif dan dinamis serta terbuka dari berbagai arah, dan mendorong serta mengembangkan berpikir kreatif karena siswa partisipatif aktif untuk menemukan sesuatu Berdasarkan hasil observasi kete-rampilan sosial diperoleh hasil sebagai ber-ikut. Pada pertemuan pertama, siswa yang memperoleh nilai keterampilan sosial kate-gori baik ada 22 siswa dari 35 siswa atau sebesar 62,85%. Pada pertemuan kedua, siswa yang memperoleh nilai keterampilan sosial kategori baik meningkat dari 22 siswa menjadi 29 siswa atau sebesar 82,85%. Berdasarkan hasil analisis tindak-an dapat diketahui adtindak-anya peningkattindak-an keterampilan sosial siswa dari tindakan siklus I 40% menjadi 82,85% pada siklus II. Peningkatan keterampilan sosial siswa disebabkan model pembelajaran kooperatif yang secara maksimal diterapkan sebagai perbaikan pada siklus satu.

Berdasarkan hasil penelitian dapat dijelaskan data perhitungan rata-rata nilai tes keterampilan dari siklus I dan siklus II mengalami peningkatan. Peningkatan terli-hat dari siklus I dan siklus II. Pada siklus I siswa yang tuntas di atas KKM 65 hanya 25 siswa atau 71,43%, dan pada siklus II siswa yang tuntas di atas KKM 65 seba-nyak 32 siswa atau 91,42% dari 35 siswa.

≥ ≥

(10)

Berdasarkan pengamatan keterampilan so-sial siswa juga menunjukkan peningkatan. Pada siklus I siswa yang memperoleh kata-gori keterampilan sosial baik ada 14 siswa atau 40%, namun pada siklus II meningkat menjadi 29 siswa atau 82,85%.

Peningkatan keterampilan siswa berdampak pada peningkatan kemampuan kognitifnya, yang dapat dilihat dari hasil belajar siswa ketika model kooperatif de-ngan pendekatan dite-rapkan selama dua siklus. Keberhasilan pembelajaran ini dikarenakan dalam pem-belajaran kooperatif siswa dituntut untuk aktif berinteraksi dalam kegiatan kelom-pok, sehingga kemampuan masing-masing individu akan mendukung kegiatan kelom-pok. Hal ini diungkapkan oleh Com & Slaby (dalam Syaodih, 2007: 50), keteram-pilan sosial adalah “kemampuan berinter-aksi dengan orang lain dalam konteks sosial dengan cara yang spesifik sehingga dapat diterima atau dinilai menguntungkan bagi dirinya atau orang lain”.

Keterampilan sosial seseorang ter-lihat ketika berinteraksi dengan orang lain, khususnya dalam kegiatan kelompok. Sese-orang yang memiliki keterampilan sosial yang tinggi akan mampu dalam bekerja ke-lompok, berpartisipasi dan memberi kontri-busi dalam mencapai tujuan kelompok, aktif memberikan saran yang bermanfaat dan berusaha memecahkan permasalahan.

Dari hasil penelitian dan pembahas-an ypembahas-ang dikemukakpembahas-an dapat disimpulkpembahas-an sebagai berikut: (1) Model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan

dapat meningkatkan keterampilan sosial siswa SDN kelas 5 Tegalmulyo Sura-karta. Peningkatan keterampilan sosial

sis-experiential learning

experiential learning

KESIMPULAN DAN SARAN

wa yang diperoleh melalui kegiatan ob-servasi, berdasarkan hasil analisis pada tindakan siklus II, dapat diketahui adanya peningkatan keterampilan sosial siswa dari tindakan siklus I, yaitu 40% menjadi 82,85% pada siklus II. Dari hasil observasi peningkatan keterampilan sosial siswa, di-ikuti juga peningkatan kemampuan penge-tahuan IPS siswa, sebagai dampak pengi-ring ( ) proses pembelajaran. Persentase ketuntasan secara klasikal pe-ngetahuan IPS siswa meningkat 19,99% dari siklus I, yaitu 71,43% menjadi 91,42% pada siklus II dan (2) Desain pembelajaran yang memadai untuk meningkatkan kete-rampilan sosial siswa SDN kelas 5 Tegal-mulyo Surakarta adalah dengan menggu-nakan model pembelajaran kooperatif

de-ngan pendekatan .

Proses pembelajaran dan langkah pembel-ajaran kooperatif dengan pendekatan

dapat dilihat pada Tabel 3. Sesuai dengan kesimpulan hasil pe-nelitian maka ada beberapa saran yang da-pat dipergunakan sebagai suatu bahan per-timbangan antara lain: (1) Sekolah hendak-nya mengupayakan penggunaan metode pembelajaran yang inovatif, dan bervariasi seperti pada penggunaan model kooperatif dengan pendekatan , agar kualitas proses dan hasil pembelajaran meningkat dengan baik; (2) Guru hendak-nya berupaya untuk mengikuti perkem-bangan model-model pembelajaran yang inovatif, sehingga dapat diterapkan dalam pembelajaran IPS agar proses pembelajaran lebih interaktif dan berdampak pada pe-ningkatan keterampilan sosial siswa; dan (3) Siswa hendaknya dapat mengikuti per-ubahan penerapan model-model pembel-ajaran inovatif yang diterapkan guru, untuk lebih aktif kreatif dan interaktif dalam mengikuti pembelajaran IPS.

nurturant effect

experiential learning expe-riential learning

(11)

DAFTAR PUSTAKA Blanks, A. James. 2001.

New York: Longman.

Jarolimek, J & Parker, W.C. 2002. . New York: Macmillan Publishing Company.

Jarolimek, John. 1993. New York: MacMillan Co. Inc.

Kemmis, WC. & Taggart. 1998. . Greelong Victoria Geakin University.

Schuncke, M. George. 1988. . . New

York:

Sasongko, R.N. 2001. “Model Pembelajaran Aksi Sosial untuk Pengembangan Nilai-nilai dan Keterampilan Sosial”, dalam PPs UPI tidak diterbitkan,

Sukmadinata, N.S. 2004. . Bandung: Kesuma Karya.

Sumantri, N. 2001. . Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Syafruddin. 2001. “Penerapan Model ATI dalam Pembelajaran IPS di SD”, dalam tidak dipublikasikan,

Teaching Strategies for the Social Studies. Inquiry Valuing, and Decision-Making.

Social Studies in Elementary Education Social Studies in Elementary Education.

The Action Research Planner

Elementary Social Studies Knowing, Doing, Caring

Disertasi.

Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS

Disertasi

Victoria Australia:

Macmillan Publishing Company.

Bandung.

Syaodih, Erliany. 2007. “Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial”, dalam Disertasi tidak dipublikasikan.

Tabel 3. Langkah-langkah Pembelajarannya Kooperatif dengan Pendekatan

Experiential Learning Fase 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Fase

Guru menyampaikan semua tujuan dan kompetensi yang akan dicapai dalam kegiatan pembelajaran, dan memotivasi siswa Guru menyajikan informasi kepada siswa melalui demonstrasi atau melalui kegiatan membaca

Guru menjelaskan cara-cara membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat siswa mengerjakan tugas dalam kelompok

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari dan siswa mempresentasikan hasil kerjanya

Guru memberikan penghargaan untuk menghargai hasil belajar individu maupun kelompok

Kegiatan Fase 6 Memberikan penghargaan Fase 5 Evaluasi Fase 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar Fase 3

Mengorganisasikan siswa ke dalam bentuk kelompok Fase 2

Gambar

Tabel 1. Perbandingan Nilai Pengamatan Keterampilan Sosial dan Nilai Tes IPS Siklus I dan Siklus II
Tabel 3. Langkah-langkah Pembelajarannya Kooperatif dengan Pendekatan Experiential Learning

Referensi

Dokumen terkait

“Pengendalian intern adalah seperangkat kebijakan dan prosedur untuk melindungi aset atau kekayaan perusahaan dari segala bentuk tindakan penyalahgunaan, menjamin

Yang berarti setiap entitas pada himpunan entitas A dapat berhubungan dengan banyak entitas pada himpunan entitas B, tetapi tidak sebaliknya, dimana setiap

Dengan demikian X 2 hitung lebih besar dari pada X 2 tabel, sehingga dapat dikatakan bahwa luas lahan yang dikelola mempunyai hubungan nyata dengan tingkat

Adapun jenis data yang dikumpulkan dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas (PTK) ini meliputi Data tentang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Data

Semakin tinggi laba yang dihasilkan perusahaan, maka akan semakin tinggi pula tindakan manajemen laba untuk melakukan fraud dalam pelaporan keuangan, hal ini dikarenakan manajer

b) Analisis siswa ; Langkah yang dilakukan pada tahap ini menelaah karakteristik siswa yang sesuai dengan materi yang dikembangkan. Pada tahap ini peneliti

Koordinator penelitian klinik kerjasama dengan National Institute of Allergy and Infectious Diaseses (NIAID) untuk Acute Febrile Illness dan South East Asia Infectious

dilengkapi dengan katup yang berfungsi menggantikan tombol. Prinsip kerja limit switch sama seperti saklar Push On/Off yaitu hanya akan terhubung pada saat katupnya