• Tidak ada hasil yang ditemukan

EXECUTIVE SUMMARY KOTA TIDORE KEPULAUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EXECUTIVE SUMMARY KOTA TIDORE KEPULAUAN"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

1 - 1 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi yang berkemampuan tinggi dan diselenggarakan secara efisien dan efektif dalam menunjang dan sekaligus menggerakan dinamika pembangunan; mendukung mobilitas manusia dan barang serta jasa; mendukung pola distribusi nasional serta mendukung pengembangan wilayah, peningkatan hubungan nasional dan internasional yang lebih memantapkan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka perwujudan Wawasan Nusantara.

MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) merupakan arahan strategis dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode 15 (lima belas) tahun terhitung sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2025 dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 – 2025 dan melengkapi dokumen perencanaan.

Suksesnya pelaksanaan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia tersebut sangat tergantung pada kuatnya derajat konektivitas ekonomi nasional (intra dan inter wilayah) maupun konektivitas ekonomi internasional Indonesia dengan pasar dunia. Dengan pertimbangan tersebut MP3EI menetapkan penguatan konektivitas nasional sebagai salah satu dari tiga strategi utama (pilar utama).

Konektivitas Nasional merupakan pengintegrasian 4 (empat) elemen kebijakan nasional yang terdiri dari Sistem Logistik Nasional (Sislognas), Sistem Transportasi Nasional (Sistranas), Pengembangan wilayah (RPJMN/RTRWN), Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT). Upaya ini perlu dilakukan agar dapat diwujudkan konektivitas nasional yang efektif, efisien, dan terpadu. Sebagaimana diketahui, konektivitas nasional Indonesia merupakan bagian dari konektivitas global. Oleh karena itu, perwujudan penguatan konektivitas nasional perlu mempertimbangkan keterhubungan Indonesia dengan dengan pusat-pusat perekonomian lokal, regional dan dunia (global) dalam rangka meningkatkan daya saing nasional. Hal ini sangat penting dilakukan guna memaksimalkan keuntungan dari keterhubungan lokal, regional dan global/internasional.

(2)

Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

1 - 2

Implementasi pelaksanaan MP3EI dalam fase pertama kurun waktu tahun 2011 – 2014 yaitu pembentukan dan operasionalisasi institusi pelaksana MP3EI yang terdiri dari :

 Penyusunan rencana aksi untuk debottlenecking regulasi, perizinan, insentif, dan pembangunan dukungan infrastruktur yang diperlukan, serta realisasi komitmen investasi (quick-wins).

 Penetapan hubungan internasional untuk pelabuhan dan bandar udara.  Penguatan lembaga litbang dan pelaksanaan riset di masing-masing

koridor.

 Pengembangan kompetensi SDM sesuai kegiatan ekonomi utama koridor. Di sisi lain, sebagai unsur pendorong dalam pengembangan transportasi berfungsi menyediakan jasa transportasi yang efektif untuk menghubungkan daerah terisolasi, tertinggal dan perbatasan dengan daerah berkembang yang berada di luar wilayahnya, sehingga terjadi pertumbuhan perekonomian yang sinergis.

Sistem Transportasi Nasional (Sistranas) pada hakekatnya merupakan suatu Konsep Pembinaan Transportasi dalam pendekatan kesisteman yang mengintegrasikan sumber daya dan memfasilitasi upaya-upaya untuk mencapai tujuan nasional. Dalam hal ini adalah penting untuk secara berkelanjutan memperkuat keterkaitan fungsi atau keterkaitan aktivitas satu sama lainnya baik langsung maupun tidak langsung dengan penyelenggaraan transportasi baik pada Tataran Transportasi Nasional (Tatranas), Tataran Transportasi Wilayah (Tatrawil), maupun Tataran Transportasi Lokal (Tatralok).

Sistranas diwujudkan dalam Tataran Transportasi Nasional (TATRANAS) ditetapkan oleh pemerintah, Tataran Transportasi Wilayah (TATRAWIL) ditetapkan oleh pemerintah propinsi, dan Tataran Transportasi Lokal (TATRALOK) ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota. Keterkaitan ketiga tataran tersebut tidak dapat dipisahkan yang pada akhirnya akan menjadi acuan bagi semua pihak terkait dalam penyelenggaraan transportasi untuk perwujudan pelayanan transportasi yang efektif dan efisien baik pada tataran lokal, wilayah maupun nasional.

Dalam kaitan tersebut dan dalam rangka perwujudan SISTRANAS dalam mendukung MP3EI perlu disusun jaringan transportasi pada tataran Nasional, Propinsi dan Lokal Kabupaten/Kota agar tercipta harmonisasi dan sinkronisasi penyelenggaraan transportasi. Pada Tataran wilayah Propinsi (Tatrawil) telah disusun secara simultan pada tahun 2012 yang perlu di tindak lanjuti dengan penyusunanan Tatralok pada tahun 2013 ini khususnya pada wilayah Kabupaten/Kota yang belum berkembang dengan baik. Dengan demikian diperoleh arah pembangunan jaringan pelayanan dan jaringan prasarana yang dapat berperan dalam mendukung perekonomian wilayah dan mendorong

(3)

Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

1 - 3

pertumbuhan wilayah yang belum berkembang baik pada tataran lokal, propinsi hingga nasional/internasional.

Secara makro, perkembangan ekonomi dan transportasi di wilayah Maluku Utara tidak lepas dari perkembangan ekonomi nasional, regional dan internasional di sekitarnya. Secara nasional, Program Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025 seperti yang diatur dalam Perpres Nomor 32 tahun 2011 diperkirakan dapat menjadi rujukan baru dan penting bagi Propinsi Maluku Utara dalam menata sistem dan layanan transportasinya sehingga selaras dengan program MP3EI guna mendukung program penguatan ekonomi koridor enam di aras Propinsi Papua, Maluku dan Maluku Utara yang berbasiskan inovasi (innovation driven economy) dan bukan hanya berdasarkan kebutuhan (needed driven economy). Berdasarkan rencana MP3EI tersebut diperkirakan besaran nilai investasi yang berpotensi dilakukan di wilayah Maluku Utara seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.1 di bawah ini diperkirakan sekitar Rp 113,5 Trilyun.

Sumber: Bappenas (2011)

Gambar 1.1. Rencana dan Nilai Investasi MP3EI di Maluku Utara (nomor 1 dan 2)

Atas dasar tersebut di atas maka perlu dilakukan Penyusunan Tatralok dalam upaya peningkatan pelayanan transportasi baik jaringan pelayanan maupun jaringan prasarana transportasi, serta peningkatan keterpaduan antar dan intramoda transportasi, disesuaikan dengan perkembangan ekonomi, tingkat kemajuan teknologi, kebijakan tata ruang dan lingkungan.

Adapun Penyusunan Tatralok tersebut mengacu pada PerPres No. 32 Tahun 2011 Tentang Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

(4)

Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

1 - 4

Indonesia (MP3EI) 2011-2025, UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, UU No. 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian, UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, UU No. 1 Tahun 2009 Tentang Angkutan Udara, dan UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dari kegiatan ini adalah menyusun, mengevaluasi dan meninjau ulang Tataran Transportasi Lokal sejalan dengan dinamika perkembangan ekonomi, wilayah sebagai pedoman pengaturan dan pembangunan transportasi wilayah. Tujuannya dari kegiatan ini adalah agar rencana dan program pengembangan transportasi di wilayah lokal kabupaten/kota, propinsi dan nasional efektif dan efisien sesuai dengan Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dan rencana pengembanganan jaringan pada Tatranas dan Tatrawil.

1.3 RUANG LINGKUP STUDI Ruang lingkup studi ini adalah :

a. Identifikasi permasalahan yang ada pada sistem transportasi lokal;

b. Evaluasi pelayanan, jaringan pelayanan dan jaringan prasarana transportasi secara terpadu;

c. Analisis permintaan transportasi lokal terkait dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten / kota dan rencana pembangunan dalam MP3EI dan Tatrawil, Tatranas;

d. Pengkajian Model pengembangan jaringan transportasi wilayah kabupaten/kota;

e. Merumuskan alternatif pengembangan jaringan transportasi;

f. Menetapkan prioritas dan tahapan pengembangan jaringan transportasi lokal dalam kurun waktu 2014, 2019, 2025 dan 2030;

g. Merumuskan kebijakan pelayanan jaringan transportasi lokal;

h. Menyusun rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok);

i. Mengadakan FGD di Ibu Kota Kabupaten/Kota untuk mendapatkan masukan alternatif pengembangan jaringan transportasi lokal;

j. Menyelenggarakan seminar penyempurnaan laporan akhir dan legalitas Tatralok di Ibu Kota Propinsi.

Kegiatan ini dilaksanakan dengan metode survei pada Kabupaten/Kota, selanjutnya hasil survey kemudian dianalisis dan dilakukan FGD serta

(5)

Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

1 - 5

serangkaian pembahasan pada tiap tahapan laporan dengan tim pengarah dan pendamping yang dibentuk dengan SK Kepala Badan Litbang Perhubungan sehingga akan menghasilkan keluaran. Pada akhir kegiatan studi ini diselenggarakan seminar pada wilayah studi.

Tahapan pelaksanaan dan pelaporan kegiatan ini dilakukan sebagai berikut: 1) Tahapan Laporan Pendahuluan (Inception Report)

Penyusunan laporan pendahuluan ini berisi penjabaran dari kerangka acuan yang meliputi metodologi dan pendekatan atau teori yang akan diterapkan, rencana kerja dan jadual kegiatan serta daftar kuesioner yang akan digunakan dalam penelitian.

2) Tahapan Laporan Antara (Interim Report)

Penyusunan laporan antara memuat hasil-hasil pengumpulan data serta penjelasan metode pengolahan/analisis serta penyusunan langkah selanjutnya analisis lengkap.

3) Tahapan Rancangan Laporan Akhir (Draft Final Report)

Penyusunan rancangan laporan akhir berisi pengolahan data, analisis dan evaluasi dari hasil pengumpulan data pada laporan antara serta draft rekomendasi.

4) Tahapan Laporan Akhir (Final Report)

Penyusunan pada tahap laporan akhir merupakan perbaikan/penyempurnaan dari Rancangan Laporan Akhir setelah melalui serangkaian diskusi dan pembahasan.

1.4 BATASAN KEGIATAN

Kegiatan studi ini dibatasi hanya dalam lingkup penyusunan Tataran Transportasi Lokal kabupaten/kota terkait untuk mendukung prioritas pembangunan sentra produksi di koridor ekonomi Maluku – Papua.

(6)

Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

1 - 6

1.5 INDIKATOR KELUARAN DAN KELUARAN

Indikator keluaran dari kegiatan ini adalah tersedianya Dokumen Tataran Transportasi Lokal (TATRALOK) dan konsep legalitas penetapannya di dua kota (Ternate dan Tidore Kepulauan) dan empat kabupaten (Halmahera Tengah, Halmahera Timur, Halmahera Barat, dan Morotai).

Keluaran dari kegiatan ini adalah 1 (satu) laporan hasil penelitian berikut legalitasnya yaitu dua kota (Ternate dan Tidore Kepulauan) dan empat kabupaten (Halmahera Tengah, Halmahera Timur, Halmahera Barat, dan Morotai).

1.6 LOKASI DAN WAKTU PELAKSANAAN KEGIATAN

Kegiatan studi ini dilaksanakan di dua Kota dan empat Kabupaten, yaitu Kota Ternate, Kota Tidore Kepulauan, Kabupaten Halmahera Tengah, Kabupaten Halmahera Timur, Kabupaten Halmahera Barat, dan Kabupaten Morotai. Adapun kegiatan pelaksanaan studi akan dilaksanakan selama 7 (tujuh) bulan kalender (27 Maret – 26 Oktober 2013), berdasarkan No. Kontrak : PL.102/15/2-BLT-2013 dan No. SPMK : PL.102/15/9-BLT-2013.

(7)

Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

2 - 1

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENDEKATAN STUDI

Pendekatan yang memayungi studi ini secara sinergi adalah melalui MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) yang merupakan arahan strategis dan percepatan pembangunan ekonomi khususnya di wilayah studi tersebut. MP3EI menetapkan penguatan konektivitas nasional sebagai salah satu dari 3 strategi utama. Konektivitas nasional merupakan pengintegrasian 4 elemen kebijakan nasional yang terdiri dari sistem logistik nasional (Sislognas), sistem transportasi nasional (Sistranas), pengembangan wilayah (RPJMN/RTRWN), dan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Strategi ini untuk mewujudkan konektivitas nasional yang efektif, efisien dan terpadu. Berarti pada wilayah studi ini perlu memahami pula keterkaitannya baik secara lokal, kabupaten/kota, wilayah propinsi, maupun nasional, bahkan regional dan global.

Untuk memahami semuanya ini, perlu pengertian-pengertian dasar tentang istilah kunci, seperti: Definisi Sistranas, Tujuan dan Sasaran Sistranas, serta Tataran Transportasi (Tatranas, Tatrawil, dan Tatralok) yang dirangkum dalam kerangka pemikiran Pola Dasar Sistranas. Begitu juga halnya dengan Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda, yang menggambarkan Alur Pikir Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda, Visi dan Misi Transportasi Antarmoda/ Multimoda, Strategi Pengembangan Transportasi Antarmoda/Multimoda, dan Program Pengembangan Transportasi Antarmoda/Multimoda dalam rangka mendukung

(8)

Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

2 - 2

prioritas pembangunan sentra produksi di koridor ekonomi Papua-Kepulauan Maluku yang dirajut dalam MP3EI.

Kegiatan ini perlu alasan dan landasan atau acuan normatif yang mendasarkan pada PP No. 32 Tahun 2011 Tentang Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025, UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, UU di Bidang Transportasi yaitu UU No. 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian, UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, UU No. 1 Tahun 2009 Tentang Angkutan Udara dan UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.

2.2 MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN

PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) 2011-2025

2.2.1 Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

Selaras dengan visi pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang No. 17 tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 – 2025, maka visi Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia adalah “Mewujudkan Masyarakat Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur”.

Melalui langkah MP3EI, percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi akan menempatkan Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2025 dengan pendapatan per kapita yang berkisar antara USD 14.250 – USD 15.500 dengan nilai total perekonomian (PDB) berkisar antara USD 4,0 – 4,5 triliun. Untuk mewujudkannya diperlukan pertumbuhan ekonomi riil sebesar 6,4 – 7,5 persen pada periode 2011 – 2014, dan sekitar 8,0 – 9,0 persen pada periode 2015 – 2025. Pertumbuhan ekonomi tersebut akan dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5 persen pada periode 2011 –

(9)

Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

2 - 3

2014 menjadi 3,0 persen pada 2025. Kombinasi pertumbuhan dan inflasi seperti itu mencerminkan karakteristik negara maju.

Sumber: MP3EI, 2011. Gambar 2.1. Aspirasi Pencapaian PDB Indonesia

Visi 2025 tersebut diwujudkan melalui 3 (tiga) misi yang menjadi fokus utamanya, yaitu:

1. Peningkatan nilai tambah dan perluasan rantai nilai proses produksi serta distribusi dari pengelolaan aset dan akses (potensi) SDA, geografis wilayah, dan SDM, melalui penciptaan kegiatan ekonomi yang terintegrasi dan sinergis di dalam maupun antar-kawasan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. 2. Mendorong terwujudnya peningkatan efisiensi produksi dan

pemasaran serta integrasi pasar domestik dalam rangka penguatan daya saing dan daya tahan perekonomian nasional.

(10)

Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

2 - 4

3. Mendorong penguatan sistem inovasi nasional di sisi produksi, proses, maupun pemasaran untuk penguatan daya saing global yang berkelanjutan, menuju innovation-driven economy.

2.2.2 Peningkatan Potensi Ekonomi Wilayah Melalui Koridor Ekonomi

Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia diselenggarakan berdasarkan pendekatan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, baik yang telah ada maupun yang baru. Pendekatan ini pada intinya merupakan integrasi dari pendekatan sektoral dan regional. Setiap wilayah mengembangkan produk yang menjadi keunggulannya. Tujuan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi tersebut adalah untuk memaksimalkan keuntungan aglomerasi, menggali potensi dan keunggulan daerah serta memperbaiki ketimpangan spasial pembangunan ekonomi Indonesia.

Sumber: MP3EI, 2011. Gambar 2.2. Ilustrasi Koridor Ekonomi

(11)

Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

2 - 5

Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan mengembangkan klaster industri dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan tersebut disertai dengan penguatan konektivitas antar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan antara pusat pertumbuhan ekonomi dengan lokasi kegiatan ekonomi serta infrastruktur pendukungnya. Secara keseluruhan, pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan konektivitas tersebut menciptakan Koridor Ekonomi Indonesia. Peningkatan potensi ekonomi wilayah melalui koridor ekonomi ini menjadi salah satu dari tiga strategi utama (pilar utama).

2.2.3 Koridor Ekonomi Indonesia

Pembangunan koridor ekonomi di Indonesia dilakukan berdasarkan potensi dan keunggulan masing-masing wilayah yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebagai negara yang terdiri atas ribuan pulau dan terletak di antara dua benua dan dua samudera, wilayah kepulauan Indonesia memiliki sebuah konstelasi yang unik, dan tiap kepulauan besarnya memiliki peran strategis masing-masing yang ke depannya akan menjadi pilar utama untuk mencapai visi Indonesia tahun 2025. Dengan memperhitungkan berbagai potensi dan peran strategis masing-masing pulau besar (sesuai dengan letak dan kedudukan geografis masing-masing pulau), telah ditetapkan 6 (enam) koridor ekonomi seperti yang tergambar pada Gambar 2.3.

(12)

Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

2 - 6

Sumber: MP3EI, 2011. Gambar 2.3. Peta Koridor Ekonomi Indonesia

2.2.4 Arahan Pengembangan Kegiatan Ekonomi Utama

Sebagai dokumen kerja, MP3EI berisikan arahan pengembangan kegiatan ekonomi utama yang sudah lebih spesifik, lengkap dengan kebutuhan infrastruktur dan rekomendasi perubahan/revisi terhadap peraturan perundang-undangan yang perlu dilakukan maupun pemberlakuan peraturan-perundangan baru yang diperlukan untuk mendorong percepatan dan perluasan investasi. Selanjutnya MP3EI menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

MP3EI bukan dimaksudkan untuk mengganti dokumen perencanaan pembangunan yang telah ada seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 – 2025 (UU No. 17 Tahun 2007) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, namun menjadi dokumen yang terintegrasi dan komplementer yang penting serta khusus untuk melakukan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi, seperti yang

(13)

Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

2 - 7

terlihat pada Gambar 2.4. MP3EI juga dirumuskan dengan memperhatikan Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) karena merupakan komitmen nasional yang berkenaan dengan perubahan iklim global..

Sumber: MP3EI, 2011. Gambar 2.4. Posisi MP3EI dalam Rencana Pembangunan

Pemerintah

2.2.5 Koridor Ekonomi Papua-Kepulauan Maluku

Koridor Ekonomi Papua – Kepulauan Maluku terdiri dari Propinsi Papua, Propinsi Papua Barat, Propinsi Maluku dan Propinsi Maluku Utara. Sesuai dengan tema pembangunannya, Koridor Ekonomi Papua – Kepulauan Maluku merupakan pusat pengembangan pangan, perikanan, energi, dan pertambangan nasional. Secara

(14)

Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

2 - 8

umum, Koridor Ekonomi Papua – Kepulauan Maluku. Maluku memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, namun di sisi lain terdapat beberapa masalah yang harus menjadi perhatian dalam upaya mendorong perekonomian di koridor ini, antara lain: 1. Laju pertumbuhan PDRB di Koridor Ekonomi Papua –

Kepulauan Maluku dari tahun 2006 – 2009, tergolong relatif tinggi, yakni sebesar 7 persen, namun besaran PDRB tersebut relatif kecil dibanding dengan koridor lainnya;

2. Disparitas yang besar terjadi di antara kabupaten di Papua. Sebagai contoh, PDRB per kapita Kabupaten Mimika adalah sebesar IDR 240 juta, sementara kabupaten lainnya berada di bawah rata-rata PDB per kapita nasional (IDR 24,26 juta); 3. Investasi yang rendah di Papua disebabkan oleh tingginya

risiko berusaha dan tingkat kepastian usaha yang rendah; 4. Produktivitas sektor pertanian belum optimal yang salah

satunya disebabkan oleh keterbatasan sarana pengairan; 5. Keterbatasan infrastruktur untuk mendukung pembangunan

ekonomi;

6. Jumlah penduduk yang sangat rendah dengan mobilitas tinggi memberikan tantangan khusus dalam pembuatan program pembangunan di Papua. Kepadatan populasi Papua adalah 12,6 jiwa/km2, jauh lebih rendah dari rata-rata kepadatan populasi nasional (124 jiwa/km2).

Strategi pembangunan ekonomi Koridor Ekonomi Papua – Kepulauan Maluku (Gambar 2.5) difokuskan pada 5 kegiatan Ekonomi utama, yaitu Pertanian Pangan - MIFEE (Merauke Integrated Food & Energy Estate), Tembaga, Nikel, Migas, dan Perikanan.

(15)

Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

2 - 9

Sumber: MP3EI, 2011. Gambar 2.5. Peta Koridor Ekonomi Papua-Kepulauan Maluku

(16)

Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

2 - 10

2.3 PENGUATAN KONEKTIVITAS NASIONAL

Suksesnya pelaksanaan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia tersebut sangat tergantung pada kuatnya derajat konektivitas ekonomi nasional (intra dan inter wilayah) maupun konektivitas ekonomi internasional Indonesia dengan pasar dunia. Dengan pertimbangan tersebut Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) menetapkan penguatan konektivitas nasional sebagai salah satu dari tiga strategi utama (pilar utama).

Konektivitas Nasional merupakan pengintegrasian 4 (empat) elemen kebijakan nasional yang terdiri dari Sistem Logistik Nasional (Sislognas), Sistem Transportasi Nasional (Sistranas), Pengembangan wilayah (RPJMN/RTRWN), Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT). Upaya ini perlu dilakukan agar dapat diwujudkan konektivitas nasional yang efektif, efisien, dan terpadu. Sebagaimana diketahui, konektivitas nasional Indonesia merupakan bagian dari konektivitas global. Oleh karena itu, perwujudan penguatan konektivitas nasional perlu mempertimbangkan keterhubungan Indonesia dengan dengan pusat-pusat perekonomian regional dan dunia (global) dalam rangka meningkatkan daya saing nasional. Hal ini sangat penting dilakukan guna memaksimalkan keuntungan dari keterhubungan regional dan global/internasional.

Konektivitas Nasional menyangkut kapasitas dan kapabilitas suatu bangsa dalam mengelola mobilitas yang mencakup 5 (lima) unsur sebagai berikut:

1. Personel/penumpang, yang menyangkut pengelolaan lalu lintas manusia di, dari dan ke wilayah.

2. Material/barang abiotik (physical and chemical materials) yang menyangkut mobilitas komoditi industri dan hasil industri.

(17)

Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

2 - 11

3. Material/unsur biotik/species, yang mencakup lalu lintas unsur mahluk hidup di luar manusia seperti ternak, Bio Toxins, Veral, Serum, Verum, Seeds, Bio-Plasma, BioGen, Bioweapon1. 4. Jasa dan Keuangan, yang menyangkut mobilitas teknologi,

sumber daya manusia dan modal pembangunan bagi wilayah. 5. Informasi, yang menyangkut mobilitas informasi untuk

kepentingan pembangunan wilayah yang saat ini sangat terkait dengan penguasaan teknologi informasi dan komunikasi.

Peningkatan pengelolaan mobilitas terhadap lima unsur tersebut diatas akan meningkatkan kemampuan nasional dalam mempercepat dan memperluas pembangunan dan mewujudkan pertumbuhan yang berkualitas sesuai amanat UU No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 – 2025.

Maksud dan tujuan Penguatan Konektivitas Nasional adalah sebagai berikut:

1. Menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi utama untuk memaksimalkan pertumbuhan berdasarkan prinsip keterpaduan, bukan keseragaman, melalui inter-modal supply chains systems.

2. Memperluas pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan aksesibilitas dari pusat-pusat pertumbuhan ekonomi ke wilayah belakangnya (hinterland).

3. Menyebarkan manfaat pembangunan secara luas (pertumbuhan yang inklusif dan berkeadilan) melalui peningkatan konektivitas dan pelayanan dasar ke daerah tertinggal, terpencil dan perbatasan dalam rangka pemerataan pembangunan.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu diintegrasikan beberapa komponen konektivitas yang saling berhubungan kedalam satu perencanaan terpadu. Beberapa komponen dimaksud merupakan pembentuk postur konektivitas secara nasional (Gambar 2.7), yang

(18)

Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

2 - 12

meliputi: (a) Sistem Logistik Nasional (SISLOGNAS); (b) Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS); (c) Pengembangan Wilayah (RPJMN dan RTRWN); (d) Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT). Rencana dari masing-masing komponen tersebut telah selesai disusun, namun dilakukan secara terpisah. Oleh karena itu, Penguatan Konektivitas Nasional berupaya untuk mengintegrasikan keempat komponen tersebut.

Hasil dari pengintegrasian keempat komponen konektivitas nasional tersebut kemudian dirumuskan visi konektivitas nasional yaitu ‘Terintegrasi Secara Lokal, Terhubung Secara Global (Locally Integrated, Globally Connected)’, seperti yang terlihat pada Gambar 2.8

Yang dimaksud Locally Integrated adalah pengintegrasian sistem konektivitas untuk mendukung perpindahan komoditas, yaitu barang, jasa, dan informasi secara efektif dan efisien dalam wilayah NKRI. Oleh karena itu, diperlukan integrasi simpul dan jaringan transportasi, pelayanan inter-moda tansportasi, komunikasi dan informasi serta logistik.

Simpul-simpul transportasi (pelabuhan, terminal, stasiun, depo, pusat distribusi dan kawasan pergudangan serta bandara) perlu diintegrasikan dengan jaringan transportasi dan pelayanan sarana inter-moda transportasi yang terhubung secara efisien dan efektif. Jaringan komunikasi dan informasi juga perlu diintegrasikan untuk mendukung kelancaran arus informasi terutama untuk kegiatan perdagangan, keuangan dan kegiatan perekonomian lainnya berbasis elektronik.

(19)

Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

2 - 13

Sumber: MP3EI, 2011. Gambar 2.7. Komponen Konektivitas Nasional

(20)

Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

2 - 14

Sumber: MP3EI, 2011. Gambar 2.8. Visi Konektivitas Nasional

Selain itu, sistem tata kelola arus barang, arus informasi dan arus keuangan harus dapat dilakukan secara efektif dan efisien, tepat waktu, serta dapat dipantau melalui jaringan informasi dan komunikasi (virtual) mulai dari proses pengadaan, penyimpanan/ pergudangan, transportasi, distribusi, dan penghantaran barang sesuai dengan jenis, kualitas, jumlah, waktu dan tempat yang dikehendaki produsen dan konsumen, mulai dari titik asal (origin) sampai dengan titik tujuan (destination).

Visi ini mencerminkan bahwa penguatan konektivitas nasional dapat menyatukan seluruh wilayah Indonesia dan mendorong

(21)

Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

2 - 15

pertumbuhan ekonomi secara inklusif dan berkeadilan serta dapat mendorong pemerataan antar daerah. Sedangkan yang dimaksud

globally connected adalah sistem konektivitas nasional yang efektif dan efisien yang terhubung dan memiliki peran kompetitif dengan sistem konektivitas global melalui jaringan pintu internasional pada pelabuhan dan bandara (international gateway/exchange) termasuk fasilitas custom dan trade/industry facilitation.

Efektivitas dan efisiensi sistem konektivitas nasional dan keterhubungannya dengan konektivitas global akan menjadi tujuan utama untuk mencapai visi tersebut. Untuk mewujudkan visi tersebut diperlukan penguatan konektivitas secara terintegrasi antara pusatpusat pertumbuhan dalam koridor ekonomi dan juga antar koridor ekonomi, serta keterhubungan secara internasional terutama untuk memperlancar perdagangan internasional maupun sebagai pintu masuk bagi para wisatawan mancanegara. (Gambar 2.9).

Dalam pelaksanaannya, perlu diperhatikan beberapa prinsip utama sebagai berikut: (1) meningkatkan kelancaran arus barang, jasa dan informasi, (2) menurunkan biaya logistik, (3) mengurangi ekonomi biaya tinggi, (4) mewujudkan akses yang merata di seluruh wilayah, dan (5) mewujudkan sinergi antar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi.

(22)

Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

2 - 16

Sumber: MP3EI, 2011. Gambar 2.9. Kerangka Kerja Konektivitas Nasional

Dalam konteks ini akan dilakukan pembangunan Kawasan Perhatian Investasi (KPI) dengan tujuan membangun pusat perhatian baru. KPI juga ditujukan untuk mempermudah integrasi dengan kegiatan-kegiatan yang terkait infrastruktur, sumber daya manusia (SDM), Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) serta regulasi. Dimana Sentra produksi adalah 1 (satu) kegiatan investasi dalam lokasi tertentu. KPI merupakan satu atau kumpulan beberapa sentra produksi/kegiatan investasi yang beraglomerasi di area yang berdekatan, seperti yang terlihat pada Gambar 2.10.

(23)

Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

2 - 17

Sumber: Bahan Paparan Koordinasi SISTRANAS dan MP3EI 2013 Gambar 2.10. Integrasi KPI

Sumber: Bahan Paparan Koordinasi SISTRANAS dan MP3EI 2013 Gambar 2.12. KPI dan Nilai Investasi Sektor Riil

3 2 NILAI INVESTASI Rp 125,46 T KPI HALMAHERA NILAI INVESTASI Rp 30,36 T KPI MOROTAI NILAI INVESTASI Rp 0,78 T KPI MANOKWARI NILAI INVESTASI Rp 0,76 T KPI NABIRE NILAI INVESTASI Rp 160,85 T KPI TIMIKA NILAI INVESTASI Rp 57,55 T KPI MERAUKE NILAI INVESTASI Rp 10,26T KPI AMBON NILAI INVESTASI Rp 108 T KPI TELUK BINTUNI

KPI

REGULASI (PUSAT + DAERAH) SDM & IPTEK KONEKTIVITAS KPI Ilustrasi Hipotetis Sentra Produksi

(24)

Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

2 - 18

Tabel 2.1. KPI Prioritas Sektor Riil

NO

KPI NAMA KPI NILAI INVESTASI

1 Merauke (MIFEE) 57,7 T 2 Timika 160,9 T 3 Halmahera 125,5 T 4 Bintuni 108 T 5 Morotai 30,4 T 6 Ambon 10,3T 7 Nabire 764 M 8 Manokwari 784 M

Sumber: Bahan Paparan Koordinasi SISTRANAS dan MP3EI 2013

(25)

Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

3 - 1

BAB 3

METODOLOGI STUDI

3.1 METODOLOGI STUDI

Untuk dapat melaksanakan seluruh lingkup kajian dalam konteks materi dan waktu yang disyaratkan, maka dalam pekerjaan Penelitian Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kab/Kota disusun metodologi studi yang disajikan dalam bentuk bagan alir (Gambar 3.1), dengan susunan tahapan pelaksanaan sebagai berikut:

1) Tahap Persiapan, yang hasilnya disampaikan pada Laporan Pendahuluan, dengan lingkup kegiatan meliputi:

a) Identifikasi Masalah & Tujuan Studi b) Identifikasi Pelayanan

c) Identifikasi Jaringan Pelayanan

d) Identifikasi Jaringan Prasarana Transportasi Terpadu. Keempat identifikasi tersebut merupakan inisiasi studi, termasuk studi literatur dan peraturan perundangan yang berlaku.

2) Tahap Pengumpulan Data & Analisis Awal, yang hasilnya disampaikan pada Laporan Antara, dengan lingkup kegiatan meliputi:

a) Pengumpulan Data Primer & Sekunder, yang diawali dengan persiapan survei.

(26)

Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

3 - 2

c) Survei Pergerakan Transportasi Luar & Dalam Kab/Kota d) Survei Wawancara dan Survei Instansional untuk Laporan

Kegiatan Serupa Terdahulu (antara lain: tinjau ulang jaringan transportasi Propinsi khususnya pada wilayah studi, inventarisasi rencana umum dan teknis, kebijakan nasional dan daerah di wilayah studi).

e) Matriks Asal Tujuan, termasuk kompilasi data yang terkumpul.

f) Analisis Permintaan Transportasi, sebagai analisis awal dari analisis Tatrawil dan Tatralok.

g) Kajian Model Pengembangan Jaringan Transportasi Wilayah Kab/Kota, yang meliputi:

 Pemetaan potensi dan kendala  Analisis wilayah

 Analisis teknis dan analisis normatif

3) Tahap Analisis, yang hasilnya disampaikan pada Laporan Akhir Sementara, dengan lingkup kegiatan meliputi:

a) Merumuskan Kebijakan Strategi dan Program Pengembangan Jaringan Prasarana Pelayanan Transportasi

b) Merumuskan Alternatif Pengembangan Jaringan Transportasi

c) Menetapkan Prioritas dan Tahapan Pengembangan Jaringan Lokal dengan Kurun Waktu 2014, 2019, 2025, 2030.

4) Tahap Penyempurnaan & Finalisasi, yang hasilnya disampaikan pada Laporan Akhir, dengan lingkup kegiatan meliputi:

a) Menyusun Rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Sistranas pada Tatralok

(27)

Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

3 - 3

b) Mengadakan FGD di Ibukota Kab/Kota untuk Mendapat Masukan Alternatif

c) Menyelenggarakan Seminar untuk Penyempurnaan Laporan Akhir dan Legalitas Tatralok di Ibukota Propinsi.

(28)

Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

3 - 4

Gambar 3.1. Bagan Alir Metodologi Studi Identifika si Pelayan an Identifikasi Jaringan Pelayanan Identifikasi Jaringan Prasarana Transportasi Terpadu Pengumpulan Data &

Informasi Primer & Sekunder

Pemahama n RTRW Kab/Kota Survei Pergerakan Transportasi Luar & Dalam Kab/Kota  Survei Wawancara

 Survei Instansional untuk Laporan Kegiatan Serupa Terdahulu Pemantapan RTRW Kab/Kota Analisis Potensi & Pengembangan Trans

Kajian Model Pengembangan Jaringan Transportasi Wilayah

Kab/Kota

Merumuskan Kebijakan Strategi dan Program Pengembangan Jaringan Prasarana Pelayanan Transportasi

Merumuskan Alternatif Pengembangan Jaringan Transportasi

Menetapkan Prioritas dan Tahapan Pengembangan Jaringan Lokal dengan Kurun Waktu 2014, 2019, 2025, 2030

Menyusun Rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal

(Tatralok)

Mengadakan FGD di Ibukota Kab/Kota untuk Mendapat

Masukan Alternatif

Menyelenggarakan Seminar untuk Penyempurnaan FR & Legalitas Tatralok di Ibukota Propinsi

LAPORAN PENDAHUL UAN Bulan 1 LAPORAN ANTARA Bulan 4 RANCANGAN LAPORAN AKHIR Bulan 5 LAPORAN AKHIR Bulan 7 Identifikasi Masalah & Tujuan Studi

Program pengembangan transportasi di wilayah lokal kabupaten/kota, propinsi dan nasional efektif dan efisien

(29)

Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

3 - 5 3.2 POLA PIKIR STUDI

Pola pikir pelaksanaan studi ini dikembangkan atas dasar latar belakang, maksud dan tujuan, sasaran dan lingkup studi yang disampaikan pada KAK (lihat Bab I). Untuk dapat menyusun suatu studi yang komprehensif maka perlu dipahami konteks studi secara holistik yang menyangkut semua issue, aspek normatif, lingkungan strategis, dan semua elemen sistem yang terkait dengan pengembangan Tatralok di Propinsi Maluku Utara.

Diagram pola pikir umum studi ini secara garis besar disampaikan pada Gambar 3.3. Dimulai dari review hasil studi terdahulu dalam dokumen perencanaan eksisting MP3EI, (RTRW Nasional/ Propinsi Maluku Utara), SISTRANAS/WIL, Renstra Propinsi Maluku Utara, dan studi terdahulu) sejumlah data eksisting serta rencana dan program eksisting dapat ditelusuri. Pemetaan terhadap peran masing-masing stakeholders (Pemkab, Swasta, dan Masyarakat) dalam lingkungan strategis yang dikoridori oleh aspek normatif berupa peraturan perundangan yang berlaku merupakan langkah penting untuk dapat memahami konteks, lingkup, serta identifikasi masalah yang dihadapi dalam pengembangan Tatralok di Propinsi Maluku Utara.

Elaborasi hasil pemetaan peran serta kondisi obyektif dari sistem transportasi yang ada saat ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam penyusunan strategi umum (grand strategy) pengembangan Tatralok di Propinsi Maluku Utara yang komprehensif dan terpadu (antar moda, antar wilayah, antar stakeholders, dll.). Dalam strategi umum ini termaktub sejumlah program pokok (main programs) yang harus dijabarkan dalam tahapan jangka pendek, menengah, dan panjang.

Sebagai goal/tujuan akhir dari semua kegiatan tersebut adalah terciptanya tujuan pengembangan Tatralok di Propinsi Maluku Utara dalam jangka waktu yang direncanakan dengan sejumlah kriteria atau karakteristik jaringan prasarana dan jaringan

(30)

Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

3 - 6

pelayanan yang handal (efektif dan efisien), cepat, tertib, aman, lancar, dan terjangkau masyarakat.

Untuk mendukung semua proses pengembangan Tatralok di Propinsi Maluku utara, bagaimanapun juga diperlukan adanya kajian kuantitatif dan kualitatif yang dilengkapi oleh data-data terkait dengan pola permintaan perjalanan, kondisi dan kinerja jaringan transportasi yang ada, konstelasi sosial-ekonomi yang ada, serta prediksi perubahannya ke depan dalam lingkup situasi tantangan, peluang, dan hambatan yang berkembang dari waktu ke waktu. Hal ini merujuk kepada kebutuhan akan adanya pemahaman mendasar mengenai konteks penyusun Tatralok, serta adanya analisis (dan pengumpulan data) yang lengkap dan mendalam untuk memperoleh gambaran atau pemetaan mengenai situasi transportasi dan pola kegiatan ekonomi yang ada dan kemungkinan perubahannya di Propinsi Maluku Utara dan di wilayah sekitarnya yang saling mempengaruhi.

(31)

Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

(32)

Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

3 - 8

3.3 ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH

Transportasi merupakan kebutuhan turunan (derived demand) akibat tersebarnya tata ruang (spasial separation) di mana kebutuhan/ kegiatan manusia dan proses ekonomi barang tidak dapat diakomodasi hanya di satu ruang saja, sehingga timbul kebutuhan pergerakan melalui berbagai moda transportasi.

Penataan ruang yang mempengaruhi pola dan intensitas kegiatan sosio-ekonomi merupakan indikator yang merepresentasikan pattern dari sistem kegiatan yang harus dilayani oleh sistem transportasi. Dengan demikian, bagaimana setting tata ruang yang akan dituju di masa datang akan sangat mempengaruhi bagaimana pola dan intensitas permintaan perjalanan, yang pada gilirannya akan menentukan kebutuhan akan jaringan prasarana dan jaringan pelayanan transportasi. Dalam konteks penyusunan Tatralok Propinsi Maluku Utara ini, maka pemahaman terhadap arahan penggunaan ruang yang dituangkan dalam RTRW menjadi sangat penting. Apalagi dalam struktur dokumen perencanaan Tatralok merupakan pengejawantahan RTRW untuk sektor transportasi. Pada Gambar 3.4 disajikan bagaimana interaksi antara perkembangan wilayah dengan transportasi. Terlihat bahwa korelasi antara transportasi dan perubahan atau perkembangan wilayah sangatlah besar, sehingga arahan pengembangan tata ruang dan perkembangan alamiah sesuai mekanisme pasar akan sangat menentukan bagaimana pola permintaan perjalanan wilayah di Propinsi Maluku Utara ini akan berkembang di masa datang.

(33)

Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

3 - 9

Gambar 3.4. Interaksi Perkembangan Wilayah dengan Kebutuhan Transportasi

3.4 PEMODELAN TRANSPORTASI 3.4.1 Struktur Model

Dalam studi perencanaan sistem transportasi, sebagaimana halnya dalam Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Propinsi Maluku Utara ini, sangat diperlukan adanya pemahaman mengenai besaran dan pola permintaan perjalanan. Permintaan perjalanan umumnya ditentukan oleh pola interaksi ekonomi dalam pengaturan ruang yang ada, karakteristik suplai jaringan transportasi yang ada (kapasitas, flow vs speed, dan konfigurasinya), serta interaksi yang terjadi dalam ruang lalulintas yang disediakan. Untuk itu diperlukan suatu model yang dapat merepresentasikan interaksi antara elemen tata ruang, ekonomi, permintaan perjalanan, jaringan transportasi, dan lalu lintas yang terjadi. Perkembangan wilayah Kebijakan perencanaan (MP3EI, RTRW, Renstra, Tatrawil, dll) Mekanisme pasar (natural setting) REGIONAL DEVELOPMENT Faktor Sosio

Ekonomi Pola Tata Guna Lahan

Jumlah dan Pola Perjalanan Kebutuhan Transportasi

TRANSPORT DEMAND

(34)

Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

3 - 10

Dalam studi ini digunakan model transportasi empat tahap (four stages transport model) yang terdiri dari tahap bangkitan perjalanan (trip generation), sebaran perjalanan (trip distribution), pemisahan moda (modal split), dan pemilihan rute (route choice). Model ini dipilih karena: mudah dalam aplikasinya, cukup baik merepresentasikan karakteristik dan interaksi penting pada sistem transportasi, dan mampu menggambarkan dampak dari intervensi yang dilakukan terhadap sistem transportasi di wilayah studi. Secara umum skema struktur model perencanaan empat tahap ini ditunjukkan pada Gambar 3.6.

Pendekatan model dimulai dengan menetapkan sistem zona dan jaringan transportasi, termasuk di dalamnya adalah karakteristik sosial-ekonomi di tiap zona dan karakteristik suplai jaringan yang ada. Dengan menggunakan informasi tersebut kemudian diestimasi total perjalanan yang dibangkitkan dan/atau yang ditarik oleh suatu zona tertentu (trip ends) atau disebut dengan proses bangkitan perjalanan (trip generation). Tahap ini menghasilkan persamaan trip generation yang menghubungkan jumlah perjalanan dengan karakteristik zona yang bersangkutan.

Selanjutnya diprediksi dari/ke mana tujuan perjalanan yang dibangkitkan atau yang ditarik oleh suatu zona tertentu atau disebut tahap distribusi perjalanan (trip distribution). Dalam tahap ini akan dihasilkan matriks asal-tujuan (MAT). Pada tahap pemilihan moda (modal split) MAT tersebut kemudian dialokasikan sesuai dengan moda transportasi yang digunakan para pelaku perjalanan untuk mencapai tujuan perjalanannya. Dalam tahap ini dihasilkan MAT per moda.

Terakhir, pada tahap pemilihan rute (trip assignment) MAT didistribusikan ke setiap ruas/link moda yang tersedia di dalam jaringan sesuai dengan kinerja rute yang ada. Tahap ini menghasilkan estimasi arus lalu lintas dan waktu perjalanan di setiap ruas. Hasil inilah yang digunakan sebagai dasar analisis

(35)

Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

3 - 11

dalam mengevaluasi serangkaian alternatif kebijakan pengembangan jaringan transportasi yang diusulkan.

Gambar 3.6. Pemodelan Perencanaan Transportasi Empat Tahap

(36)

Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

3 - 12 3.4.2 Proses Pemodelan Transportasi

3.4.2.1 Penetapan Sistem Zona dan Sistem Jaringan

Penetapan detail sistem zona dan sistem jaringan transportasi dilakukan sebagai kompromi antara tingkat akurasi, biaya, ketersediaan data, dan aplikabilitas model. Berdasarkan pengalaman yang dilakukan dari studi terdahulu, maka dalam studi ini ditetapkan bahwa:

1. Batas wilayah studi adalah batas wilayah administrasi Kabupaten/Kota di Prop. Maluku Utara, di mana wilayah di sekitarnya diasumsikan sebagai zona eksternal.

2. Agregasi zona di dalam wilayah studi adalah kecamatan, yang selanjutnya disebut sebagai zona internal.

3. Model jaringan diutamakan untuk jaringan jalan, sedangkan jaringan angkutan umum diperlakukan sebagai fixed-flow, moda transportasi lain diintegrasikan melalui simpul terminal (moda darat), pelabuhan (moda air), dan bandara (moda udara).

Sistem zona tersebut dapat diilustrasikan dalam bentuk gambar sederhana yang dapat dilihat pada Gambar 3.7.

Kec. A Zona Internal Zona Eksternal Zona Eksternal Batas Kab/Kota Kec. B

Kec. E Kec. C Kec. D Kec. F

(37)

Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

3 - 13 Keterangan:

Kec. A  B = pergerakan orang/barang antar kecamatan dalam satu kab/kota.

Kec. E  C = pergerakan orang/barang dari suatu kecamatan diluar kab/kota menuju ke kecamatan di dalam kab/kota. Kec. D  F = pergerakan orang/barang dari suatu kecamatan di dalam

kab/kota menuju ke kecamatan di luar kab/kota.

Kec. D  F = pergerakan orang/barang dari dan ke kecamatan di luar kab/kota.

Gambar 3.7. Sistem Zona Kecamatan

Dengan penetapan sistem zona tersebut, maka akan terbentuk Matriks Asal-Tujuan Antar Kecamatan. Matriks Asal-Tujuan ini dikelompokkan berdasarkan pergerakan orang dan barang, dimana pergerakan barang ini diuraikan lagi berdasarkan jenis barang yang diproduksi, meliputi hasil produksi pangan, sayur-sayuran dan buah-buahan, perkebunan, peternakan, perikanan, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, dan kehutanan..

Untuk model jaringan transportasi yang diintegrasikan melalui simpul-simpul moda transportasi yang dibatasi dalam suatu kabupaten/kota, dapat terbentuk dari pengumpulan dan pengolahan data kedalam bentuk Matriks Asal-Tujuan Antar Simpul Moda Transportasi.

3.4.2.2 Estimasi dan Prediksi Trip-ends dan MAT

Secara skematis bagan alir proses estimasi trip-ends dan MAT yang dilakukan pada studi ini ditunjukkan oleh Gambar 3.8.

(38)

Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

3 - 14

Gambar 3.8. Mekanisme Estimasi Trip Ends dan MAT di Propinsi Maluku Utara

3.4.2.3 Simulasi Jaringan

Simulasi jaringan transportasi (dalam hal ini dititikberatkan untuk jaringan jalan) dilakukan dalam konteks untuk:

Prior Matrix

MAT 2013

Traffic Count

Hasil survey primer

SATURN (via Program Simulasi Jaringan Transportasi) Base Matrix

MAT di Prov. Malut Tahun 2014

summation

Base Trip ends

Produksi perjalanan di Prov. Malut 2014

Data sosial ekonomi

Statistik di Prov. Malut: Penduduk, PDRB, dll

Analisis regresi linier

Model bangkitan perjalanan Prediksi data sosial

ekonomi Prov. Malut Growth

rate

Trip ends prediction

Trip ends Prov. Malut: 2014, 2015, 2016, 2017,

2018, 2019, 2025, 2030

Jarak, waktu, dan biaya transportasi

antar zona

Model Furness/Gravity

MAT Prov. Malut: 2014, 2019, dst

(39)

Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

3 - 15

1. Mengidentifikasi permasalahan yang terjadi secara makro dalam jaringan transportasi di wilayah Propinsi Maluku Utara, seperti: kemacetan, besarnya biaya transportasi, dan disparitas suplai jaringan.

2. Memprediksi permasalahan yang akan timbul di masa datang seiring dengan adanya pertumbuhan penduduk, perkembangan ekonomi, dan perubahan intensitas penggunaan ruang.

3. Mengevaluasi kinerja dari sejumlah kebijakan perencanaan yang akan diterapkan di masa datang, misal: pembangunan jalan lingkar, jalan tol, maupun pengembangan moda laut, dan udara.

Gambar 3.9. Struktur Umum Model Pemilihan Rute pada Program Simulasi Jaringan Transportasi

MAT perjalanan Data jaringan transportasi Model Pemilihan Rute Arus, kecepatan, waktu, jarak Analisis Lanjutan I I N P U T O U T P U T

(40)

Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

3 - 16 3.5 ANALISIS NORMATIF

Analisis normatif dilakukan untuk memperoleh idealisasi pola jaringan pelayanan, hirarki prasarana, dan sistem operasi bagi pengembangan Tatralok di Propinsi Maluku Utara yang efektif dan efisien dalam rangka menunjang pengembangan wilayah, pemerataan pembangunan, dan pertumbuhan ekonomi di wilayah Propinsi Maluku Utara. Aspek normatif ini dikembangkan berdasarkan review atas peraturan perundangan yang berlaku di setiap moda transportasi (jalan, angkutan umum, laut, dan udara) serta kajian konseptual secara teoteris mengenai sistem transportasi yang ideal. Analisis ini diperlukan untuk memberikan gambaran arahan pengembangan jaringan transportasi di Propinsi Maluku Utara di masa yang akan datang sesuai dengan konsep yang lebih ideal.

Adapun kegiatan yang dilakukan dalam analisis normatif secara berurutan disampaikan sebagai berikut:

1. Melakukan kajian konsep pengembangan jaringan prasarana dan jaringan pelayanan untuk setiap moda transportasi (jalan, angkutan umum, laut, dan udara) sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku/terbaru (UU, PP, Kepmen, Perda, dll),

2. Melakukan kajian teoretis hasil penelitian dan studi terdahulu baik di dalam maupun luar negeri mengenai idealisasi pola jaringan transportasi wilayah,

3. Melakukan analisis konsep Tatralok di Propinsi Maluku Utara yang mengelaborasikan aspek normatif secara praktis (dari butir a.) dan aspek teoritis (dari butir b.),

4. Mengidentifikasi simpul, link dan zona yang strategis dan penting untuk dikembangkan dalam rangka mewujudkan Tatralok Propinsi Maluku Utara di masa yang akan datang.

(41)

Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

3 - 17

3.6 AZAS TATARAN TRANSPORTASI LOKAL (TATRALOK)

Berdasarkan Pedoman Teknis yang telah ditetapkan, Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) harus disusun dengan berasaskan pada beberapa prinsip dasar berikut:

1. Azas Keadilan, dimana tataran transportasi yang disusun harus dapat menunjang kelancaran perhubungan di semua sektor pembangunan dan berpihak pada tiap lapisan masyarakat.

2. Azas Transparansi, tataran transportasi yang disusun disosialisasikan dan diterapkan secara terpadu serta transparasi pada semua sektor pembangunan dan diketahui oleh pejabat pelaksana dilapangan.

3. Azas Akuntabilitas, tataran transportasi yang disusun harus dianalisis secara teliti guna mendapatkan keserasian dan keterpaduan kesisteman transportasi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam lingkup wilayah perencanaan. 4. Azas Realistis, tataran transportasi yang disusun harus

ditunjang oleh kondisi eksisting yang sebenarnya sehingga hasil kebijakan yang diperoleh nantinya dapat sesuai dengan kondisi yang ada dan dapat dilaksanakan secara suistainable. 5. Azas Kesisteman, tataran transportasi yang disusun harus

dapat menggambarkan keterkaitan dan keterpaduan hubungan/kesisteman transportasi antar wilayah/kawasan dalam lingkup kajiannya, serta harus disesuaikan dengan kebijakan sistem transportasi diatasnya.

6. Azas Keunggulan Moda, tataran transportasi yang disusun harus dapat menggambarkan dan mengkaji potensi-potensi guna menemukan moda unggulan.

(42)

Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

3 - 18

7. Azas Keterpaduan Intra dan Antar Moda, tataran transportasi yang disusun harus dapat memberikan keterpaduan intra dan antara moda yang ada, sehingga sinkronisasi sistem transportasi antara moda tersebut dapat berjalan sesuai dengan kebutuhan yang ada.

8. Azas Koordinasi dan Sinkronisasi, tataran transportasi yang disusun harus dapat memberikan gambaran dan arahan koordinasi yang jelas dan sinkronisasi yang terpadu dalam mengakomodasi perkembangan dan kebutuhan disemua sektor pembangunan.

9. Azas Tinjau Ulang Secara Berkala, tataran trasnportasi yang disusun harus dilakukan tinjauan secara berkala guna menjaga konsistensi dalam pelaksanaannya.

Lebih jelasnya, untuk Azas Penyusunan Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) dapat dilihat pada Gambar 3.11.

Gambar 3.11. Azas Penyusunan Tataran Transportasi Lokal (Tatralok)

TATRALOK

KEADILAN TRANSPARANSI REALISTIS AKUNTABILITAS KESISTIMAN TINJAUAN ULANG SECARA BERKALA KOORDINASI DAN SINKRONISAS I KETERPADUAN INTRA & ANTAR

MODA

KEUNGGULAN MODA

(43)

Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

4 - 1

BAB 4

KONDISI WILAYAH DAN JARINGAN

TRANSPORTASI SAAT INI

4.1 LETAK GEOGRAFIS DAN WILAYAH ADMINISTRASI Kota Tidore Kepulauan sebagai daerah otonom yang dimekarkan dari Kabupaten Halmahera Tengah berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang pemekaran wilayah yang diresmikan pada tanggal 31 Mei 2003.

Secara geografis, letak wilayah Kota Tidore Kepulauan berada pada batas astronomis 0o – 20o Lintang Utara dan pada posisl 127o – 127,45o Bujur Timur. Kota Tidore Kepulauan memiliki total luas wilayah 13.862,86 Km2 dengan daratan 9.116,35 Km2 dan batas wilayah sebagai berikut:

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pulau Ternate, Kota Ternate dan Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera Barat.

 Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Wasile Selatan, Kabupaten Halmahera Timur dan Kecamatan Weda Kabupaten Halmahera Tengah.

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Gane Barat Kabupaten Halmahera Selatan dan Kecamatan Pulau Moti Kota Ternate.  Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Maluku.

Secara administratif, Kota Tidore Kepulauan terdiri dari 8 (delapan) kecamatan dan 72 desa/kelurahan seperti yang diuraikan berikut ini:

1) Kecamatan Tidore: Jumlah desa/kelurahan 11 dengan ibuKota Gamtufkange, dan luas daerah 212,15 Km2.

2) Kecamatan Tidore Selatan: Jumlah desa/kelurahan 8 dengan ibuKota Gurabati, dan luas daerah 249,32Km2.

(44)

Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

4 - 2

3) Kecamatan Tidore Utara: Jumlah desa/kelurahan 12 dengan ibuKota Rum, dan luas daerah 221,33 Km2.

4) Kecamatan Tidore Timur: Jumlah desa/kelurahan 4, dengan ibuKota Tosa dan luas daerah 199,92 Km2.

5) Kecamatan Oba: jumlah desa/kelurahan 9 dengan ibuKota Payahe, dan luas daerah 2.373,63 Km2.

6) Kecamatan Oba Selatan; Jumlah desa/kelurahan 7, dengan ibuKota Lifofa, dan luas daerah 2.210,92 Km2.

7) Kecamatan Oba Utara: jumlah desa/kelurahan 9 dengan ibuKota Sofifi, dan luas daerah 1.155,91 Km2.

8) Kecamatan Oba Tengah: jumlah desa/kelurahan 12, dengan ibuKota Akelamo dan luas daerah 2.493,17 Km2.

(45)

Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

4 - 3

Gambar 4.1. Peta Administrasi Wilayah Kota Tidore Kepulauan

(46)

Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

4 - 4 4.2 KEPENDUDUKAN

Penduduk merupakan sumber daya yang potensial dalam proses pembangunan suatu bangsa. Jumlah penduduk yang besar dapat dikembangkan sebagai tenaga kerja yang produktif sehingga berfungsi sebagai pengelola sumber daya alam. Namun, jumlah penduduk yang besar juga dapat menimbulkan permasalahan sosial dalam proses pembangunan itu sendiri seperti pengangguran, kemiskinan dan sebagainya bila potensi penduduk tidak mendapat perhatian dan penanganan yang serius.

Pada tahun 2011 jumlah penduduk Kota Tidore Kepulauan diperkirakan sekitar 92.226 jiwa yang tediri dari 46.537 laki-laki dan 45.689 perempuan. Apabila dibandingkan dengan luas wilayah Kota Tidore Kepulauan maka rata-rata jumlah penduduk per km2 atau kepadatan penduduk adalah 60 jiwa per km2.

Selanjutnya bila kita lihat dari penyebaran penduduk di tiap kecamatan maka kecamatan Tidore yang paling banyak penduduknya dengan jumlah 18.923 jiwa dan kecamatan berpenduduk makin sedikit adalah kecamatan Oba Selatan dengan jumlah penduduk sebesar 5.011 jiwa.

Bila kita lihat dari kepadatan penduduk maka kecamatan Tidore merupakan kecamatan yang paling padat dengan jumlah 525 jiwa tiap km2, disusul kecamatan Tidore Utara dengan 397 jiwa per km2. Kecamatan yang paling jarang penduduknya adalah Oba Tengah dengan 16 jiwa per km2

Tabel 4.1. Kepadatan Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2011

Kecamatan Luas (km2) Jumlah Penduduk (jiwa) Kepadatan Penduduk Tidore Selatan 42.40 13,446 317.12 Tidore Utara 37.64 14,924 396.49 Tidore 36.08 18,923 524.47

(47)

Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

4 - 5 Tidore Timur 34.00 7,840 230.59 Oba 403.67 10,585 26.22 Oba Selatan 196.58 5,011 25.49 Oba Utara 376.00 13,653 36.31 Oba Tengah 424.00 7,844 18.50 Tidore Kepulauan 1,550.37 92,226 59.49

Sumber: Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2011

4.3 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

Sebagai salah satu indikator makro ekonomi, Produk Dometik Regional Bruto (PDRB) menurut lapangan usaha menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi untuk menghasilkan suatu barang dan jasa di suatu wilayah.

Nilai PDRB Kota Tidore Kepulauan atas dasar harga berlaku (ADHB) tahun 2011 sebesar 491.557,66 juta rupiah, dengan kontribusi terbesar diberikan oleh sektor pertanian yakni sebesar 50,43 persen. PDRB Kota Tidore Kepulauan atas dasar harga konstan 2000 (ADHK) tahun 2011 sebesar 286.477,68 juta rupiah dengan laju pertumbuhan dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 6,07 persen.

Tabel 4.2. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha Kota Tidore Kepulauan (juta rupiah), 2009-2011

No. Lapangan Usaha 2009 2010* 2011*

1 Pertanian 202,185.76 222,920.26 247,873.24 1.1 Pertanian Tanaman Pangan 58,610.10 62,865.32 69,983.90 1.2 Perkebunan 90,218.96 100,987.56 112,569.80

(48)

Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

4 - 6

1.3 Peternakan 3,668.95 4,062.63 4,438.22 1.4 Kehutanan 16,706.60 18,564.88 20,327.41 1.5 Perikanan 32,981.15 36,439.87 40,553.91 2 Pertambangan dan Penggalian 3,950.70 4,795.74 5,248.37 3 Industri Pengolahan 20,858.84 21,830.74 23,845.58 4 listrik, Gas dan Air Bersih 1,016.89 1,253.39 1,451.23 5 Bangunan 11,186.61 15,265.44 18,318.48 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 101,197.56 121,272.50 131,512.83 7 Pengangkutan dan Komunikasi 18,422.08 21,118.88 23,035.73 8 Keuangan, Persawahan dan Jasa 6,105.99 6,576.55 7,519.21 9 Jasa-jasa 25,735.64 29,351.29 32,752.98

Jumlah 390,660.07 444,384.79 491,557.65

Sumber: BPS Kota Tidore Kepulauan, 2012

4.4 KINERJA PELAYANAN, JARINGAN PELAYANAN, DAN JARINGAN PRASARANA TRANSPORTASI WILAYAH SAAT INI

4.4.1 Jaringan Jalan

Seperti yang terlihat pada tabel-tabel berikut ini, prarsarana jalan di Kota Tidore pada tahun 2011 menurut kewenangan pengelola jalan terdapat panjang jalan Negara 116.150,00 meter, jalan provinsi 45.500,00 meter, jalan kabupaten 264.123,88 meter.

Sedangkan kalau dilihat dari jenis perkerasan sebagian besar sudah beraspal dengan kondisi perkerasan sebagian besar baik.

(49)

Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

4 - 7

Tabel 4.3. Panjang Jalan menurut Pemerintahan yang Berwenang Mengelolanya dan Kecamatan di Kota Tidore Kepulauan (m), 2011

Kecamatan Negara Provinsi Kabupaten Jumlah

Tidore Selatan 0.00 8,900.00 35,438.64 44,338.64 Tidore Utara 0.00 11,450.00 35,262.48 46,712.48 Tidore 0.00 5,890.00 66,688.00 72,578.00 Tidore Timur 0.00 19,260.00 11,848.76 31,108.76 Oba 34,600.00 0.00 22,950.00 57,550.00 Oba Selatan 44,600.00 0.00 42,621.00 87,221.00 Oba Utara 15,500.00 0.00 22,186.00 37,686.00 Oba Tengah 21,450.00 0.00 27,129.00 48,579.00 Tidore Kepulauan 116,150.00 45,500.00 264,123.88 425,773.88

Sumber: BPS Kota Tidore Kepulauan, 2012

Tabel 4.4. Panjang Jalan menurut Jenis Permukaan Jalan dan Kecamatan di Kota Tidore Kepulauan (km), 2011

Kecamatan Aspal Kerikil Tanah Jumlah

Tidore Selatan 36,999.38 0.00 7,339.26 44,338.64 Tidore Utara 44,259.23 0.00 2,453.25 46,712.48 Tidore 72,578.00 0.00 0.00 72,578.00 Tidore Timur 23,909.76 0.00 7,199.00 31,108.76 Oba 49,608.00 810.00 8,550.00 58,968.00 Oba Selatan 29,850.00 35,000.00 22,371.00 87,221.00 Oba Utara 34,920.20 500.00 2,265.80 37,686.00

(50)

Maluku Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua – dan Kepulauan Maluku

4 - 8

Oba Tengah 33,521.00 7,600.00 7,458.00 48,579.00

Tidore Kepulauan 325,645.57 43,910.00 57,636.31 427,191.88

Sumber: BPS Kota Tidore Kepulauan, 2012 Tabel 4.5. Panjang Jalan menurut Kondisi Jalan dan

Kecamatan di Kota Tidore Kepulauan (km), 2011

Kecamatan Baik Sedang Rusak Ringan Rusak Berat Jumlah Tidore Selatan 36,295.27 3,050.63 3,492.74 1,500.00 44,338.64 Tidore Utara 31,878.73 6,851.45 5,482.30 2,500.00 46,712.48 Tidore 59,969.70 3,097.20 9,511.10 0.00 72,578.00 Tidore Timur 21,453.26 2,150.00 1,006.50 6,499.00 31,108.76 Oba 27,128.00 13,709.50 11,000.00 7,132.00 58,969.50 Oba Selatan 5,350.00 42,650.00 14,721.00 24,500.00 87,221.00 Oba Utara 28,686.63 2,583.33 3,158.14 3,257.90 37,686.00 Oba Tengah 33,521.00 2,000.00 5,600.00 7,458.00 48,579.00 Tidore Kepulauan 244,282.59 76,092.11 53,971.78 52,846.90 427,193.38

Sumber: BPS Kota Tidore Kepulauan, 2012 4.4.2 Transportasi Darat

Sebagai salah satu penunjang kegiatan perekonomian, sarana dan prasarana transportasi darat antara lain berupa jalan raya sangat diperlukan untuk mempermudah dan memperlancar arus distribusi barang dan jasa serta mobilitas orang dari satu tempat ke tempat lainnya, sehingga kegiatan pembangunan, produksi dan perdagangan akan dapat dilaksanakan secara berkesinambungan. Di Kota Tidore Kepulauan terdapat 4 (empat) buah terminal: 2 (dua) diantaranya berada di pulau Tidore yaitu di Soasio dan Rum. 2 (dua) lainnya berada di pulau Halmahera yaitu di Gita dan Sofifi.

Gambar

Gambar 2.5. Peta Koridor Ekonomi Papua-Kepulauan Maluku
Gambar 2.8. Visi Konektivitas Nasional
Gambar 3.1. Bagan Alir Metodologi Studi
Gambar 3.6. Pemodelan Perencanaan Transportasi Empat  Tahap
+7

Referensi

Dokumen terkait

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA TERNATE.. WILAYAH KERJA PROVINSI MALUKU, MALUKU UTARA, PAPUA DAN PAPUA BARAT

Tindakan ibu tentang penanggulangan diare pada anak balita di desa Mangon Kecamatan Sanana Kabupaten Kepulauan Sula Provinsi Maluku Utara berada dalam kategori

Dengan terbentuknya Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan Sula, Kabupaten Halmahera Timur dan Kota Tidore Kepulauan sebagai daerah

Konsep pengembangan Trans Maluku Utara adalah upaya menghubungkan Kota Ternate sebagai PKN dan kota-kota PKW yaitu Tobelo, Tidore, Labuha dan Sanana serta kota-kota

Selama triwulan I-2019, realisasi pendapatan negara di Provinsi Maluku Utara mencapai 18,7 persen dari target, lebih rendah 2,7 persen dibanding periode yang sama

Salah satu inti kegiatan yang merupakan tugas dan fungsi serta pencapaian kinerja dari Pengadilan Tinggi Maluku Utara adalah masalah penyelesaian perkara yang diputus

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan inventarisasi dan mengeta- hui keragaman sumber daya genetik (SDG) tanaman pangan lokal Halmahera Barat dan Kota Tidore Kepulauan di