• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. adalah seni tertulis yang bahasanya digunakan untuk tujuan estetiknya selain arti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. adalah seni tertulis yang bahasanya digunakan untuk tujuan estetiknya selain arti"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Puisi merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting, digubah dalam wujud yang paling berkesan (Pradopo, 2010: 7). Puisi adalah seni tertulis yang bahasanya digunakan untuk tujuan estetiknya selain arti semantiknya. Penekanan pada segi estetik suatu bahasa dan penggunaan pengulangan, metrum dan rima adalah yang membedakan puisi dari prosa. Namun, perbedaan ini masih diperdebatkan. Pandangan kaum awam biasanya membedakan puisi dan prosa dari jumlah huruf dan kalimat dalam karya tersebut. Puisi lebih singkat dan padat, sedangkan prosa lebih mengalir seperti mengutarakan cerita. Beberapa ahli modern memiliki pendekatan dengan mendefinisikan puisi tidak sebagai jenis literatur tapi sebagai perwujudan imajinasi manusia, yang menjadi sumber segala kreativitas. Selain itu, puisi juga merupakan curahan isi hati seseorang yang membawa orang lain ke dalam keadaan hatinya. Baris-baris pada puisi dapat berbentuk apa saja (melingkar, zigzag dan lain-lain). Hal tersebut merupakan salah satu cara penulis untuk menunjukkan pemikirannnya. Diperkuat dengan pernyataan Teeuw sebelumnya bahwa puisi sebagai karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teeuw, 1981: 11), puisi muncul dengan menyesuaikan diri pada lingkungan yang bersifat elastis itu, baik dalam hal corak, sifat, dan bentuknya.

(2)

Puisi juga hanya berisi satu kata atau suku kata yang terus diulang-ulang. Bagi pembaca hal tersebut mungkin membuat puisi tersebut menjadi tidak dimengerti. Namun, penulis selalu memiliki alasan untuk segala 'keanehan' yang diciptakannya. Tak ada yang membatasi keinginan penulis dalam menciptakan sebuah puisi.

Sebagai salah satu karya sastra, puisi memiliki peranan penting dalam menyampaikan ekspresi pemikiran. Seperti yang diungkapkan oleh Pradopo (2010: 7), puisi adalah suatu karya sastra yang mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indra dalam susunan yang berirama. Hal itu menjadi penting karena puisi merupakan rekaman terhadap pengalaman, situasi dan lingkungan yang diinterpretasikan dalam bentuk tulisan yang menarik, memberi kesan dan diekspresikan.

Tarsyad (2010: 3) berpendapat bahwa puisi adalah gubahan dalam bahasa yang memiliki bentuk, bunyi, irama, dan makna khusus. Namun, puisi tidak memberikan gambaran informasi atau petunjuk, tetapi gambaran yang dapat mempertajam kesadaran orang dan dapat membangkitkan tanggapan orang atas apa yang dibacanya. Puisi juga terdapat dalam karya sastra Korea.

Sastra Korea terbagi menjadi dua yaitu sastra Korea Klasik dan sastra Korea

Modern. Sastra Korea Klasik adalah sastra yang berkembang pada masa

kerajaan-kerajaan Korea, dimulai pada masa Kerajaan Silla yaitu pada abad ke-6 Masehi, dan berkembang hingga masa Kerajaan Joseon (The Korean Overseas Information Service, 2003:501), sedangkan sastra Korea Modern adalah sastra Korea yang berkembang setelah runtuhnya dinasti Joseon pada permulaan abad ke-20 hingga sekarang (Yang, 1998: 123).

(3)

Sastra Korea mengalami tekanan besar pada zaman Penjajahan Jepang (1910-1945) karena segala aspek budaya dan seni Korea ditekan dan diberangus. Ekspresi dan tema tentang rasa percaya diri dan kebebasan tidak lagi berlaku seperti sebelumnya. Sastra Korea pada saat itu mencari bentuk baru untuk beradaptasi dengan tema pencarian jati diri dan kenyataan konkret. Tema karya sastra tahun 1920-an umumnya menceritakan penderitaan rakyat yang memilukan.

Hal yang membedakan sastra Korea Klasik dan sastra Korea Modern adalah penggunaan bahasanya. Periode sastra modern dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu: 1) Periode Sastra Pencerahan; 2) Periode Sastra pada Zaman Penjajahan Jepang; 3) Periode Sastra Divisi Nasional.

Periode Sastra pada Zaman Penjajahan Jepang diawali pada Maret 1919. Masyarakat Korea mulai menunjukkan sikap positif dalam menghadapi situasi nasional mereka. Perasaan nasionalisme pada masa itu sangat kuat yang berpengaruh pada karya sastranya. Karya-karya sastra pada saat itu umumnya bertema tentang ekspresi individu yang ingin bangkit dan juga realitas sosial yang pada masa kependudukan Jepang menyebabkan banyak penderitaan bagi bangsa Korea. Upaya kreatif pada masa itu juga sangat berkembang.1

Perkembangan puisi modern Korea yang dimulai pada saat runtuhnya Kerajaan Joseon sangat menarik untuk dibahas. Puisi-puisi Korea memiliki kecenderungan untuk mengungkapkan kecintaan dan kedekatan terhadap alam. Itulah sebabnya mengapa unsur-unsur estetika alam sangat banyak ditemui dalam

1 Indrastuti, Novi Siti Kussuji. RKPM: Kesusasteraan Korea. Yogyakarta. FIB UGM, 2012,

diakses dari elisa.ugm.ac.id/user/archive/download/63876/9107eb16cb26fba59fb4f95cf369ca25, pada tanggal 20 Oktober 2016 pukul 20.00 WIB.

(4)

karya sastra Korea sejak dulu hingga sekarang. Puisi gaya baru Korea yang berkembang di tahun 1908-1918 mempunyai kecenderungan untuk keluar dari tata cara tradisional. Selanjutnya puisi Korea banyak didominasi oleh simbol-simbol dari Barat terutama Prancis pada akhir tahun 1918 (Lee, 2003: 342). Pada tahun 1920-an, puisi modern Korea mengalami perubahan dan semakin berkembang dengan bebas.

Pada periode zaman Jepang, sastrawan Korea bereaksi menentang penjajah Jepang di Korea melalui karya-karya mereka. Penyair-penyair Korea pada periode ini mempunyai cara pengungkapan yang cukup mengena dan cocok bagi kesedihan dan keriangan orang Korea (Rim, 2007). Pada masa itu Korea juga mencetak sastrawan-sastrawan yang memiliki keunikan dan ciri masing-masing dalam menciptakan puisi.

Terdapat beberapa sastrawan Korea yang terkenal antara tahun 1920-1945 seperti Kim Ok, Shim Hun, Kim Sowol, Lee Yuksa, Han Yongun, Park Dujin, Lee Sanghwa, Kim Gwangseob, Lee Sang, Lee Byeonggi, dan Lee Eunsang. Masing-masing dari kesepuluh sastrawan Korea ini memiliki karya-karya yang terkenal di mata orang Korea (Rim, 2007).

Dalam skripsi ini akan dibahas tiga puisi, yaitu puisi karya Lee Sang Hwa yang berjudul “Ppaeatgin Deuredo Bomeun Oneun Ga” (빼앗긴 들에도 봄은 온는가), Shim Hun yang berjudul “Geu Nari Omyeon” (그 날이 오면), Lee Yuksa yang berjudul “Jeoljeong” (절정). Alasan pemilihan tiga puisi diatas ialah sebagai berikut.

(5)

Pertama, sastrawan Lee Sang Hwa pada mulanya menulis puisi bersifat romantisme. Namun, pada tahun 1920-an, dipicu oleh realitas pendudukan Jepang atas Korea, Lee membuat perubahan mendadak yang menentukan dalam puisi-puisinya. Lee mulai menulis puisi perlawanan terhadap penjajahan Jepang.2 Puisi

Ppaeatgin Deuredo Bomeun Oneun Ga” (1925) menggambarkan semangat

pergerakan pemuda Korea untuk meraih kemerdekaan dari kolonialisme Jepang yang sangat kejam dan tidak manusiawi. Puisi ini mengandung perjuangan yang penuh dengan semangat patriotik. Tanah dirampas, kesedihan dan musim semi penderitaan membangkitkan semangat patriotik dan menciptakan perlawanan kuat untuk menghadapi Jepang, sehingga tanah tidak akan diambil dari kita, serta tidak ada lagi orang-orang tertindas oleh bangsa asing.

Lee Sang Hwa merupakan penyair Korea tahun 1901-1943. Lee ikut berpartisipasi dalam gerakan kemerdekaan 1 Maret 1919 di Daegu, yang berusaha untuk mengembalikan kedaulatan Korea.3 Lee mulai menulis puisi pembangkangan dan perlawanan terhadap kekuasaan kolonial setelah ia melihat dan merasakan kolonialisme Jepang yang kejam, karena sensor-sensor yang dilakukan pihak imperialis membuat ia merasa tidak mampu untuk mengekspresikan frustrasi politiknya secara langsung sehingga pandangannya cenderung menampakkan diri dalam simbol-simbol alam seperti ekspresi keindahan alam tanah air dan

2Rim Chung Young. Puisi buat Rakyat Indonesia: Kumpulan Puisi 25 Penyair Korea.Chung Young

Rim (Penerj.). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007, hlm 142.

3 Choe Chong-dae (2008-02-12). "Lee Sang-hwa's Poetry [sic]". The Korea Times. Retrieved,

diakses dari http://www.koreatimes.co.kr/www/news/opinon/2008/02/137_18776.html, pada tanggal 20 Juli 2016 pukul 16.00 WIB

(6)

penggambaran penderitaan individu, seperti imigran Korea ke Manchuria, dirampas segala sesuatu dengan penindas mereka (Rim, 2007: 143). Puisi “Ppaeatgin

Deuredo Bomeun Oneun Ga” merupakan puisi Lee yang mengungkapkan

semangat perlawanan terhadap kolonialisme Jepang sehingga puisi ini layak dan menarik untuk diteliti.

Kedua, Shim Hun (1901-1936) dalam puisi-puisinya menggambarkan kondisi Korea di era penjajahan Jepang dan upaya perlawanan yang dilakukan bangsa Korea. Shim Hun adalah aktivis anti penjajahan yang pernah dipenjara selama empat tahun dan melahirkan puisi-puisi yang mengartikulasikan sentimen nasionalisme dan resistensi terhadap penjajah (Rim, 2013: 12-13).

Shim Hun ikut berpartisipasi dalam gerakan kemerdekaan 1 Maret 1919 di Korea, ia ditangkap dan diusir. Puisi “Geu Nari O myon” (1930) karya Shim Hun termasuk puisi yang menceritakan kisah penjajahan Jepang khususnya perlawanan terhadap Jepang. Shim Hun menulis puisi “Geu Nari O myon” untuk memperingati gerakan kemerdekaan mahasiswa di Gwangju pada tahun 1930, di mana ia merindukan hari Korea memperoleh kemerdekaan dari Jepang.4

Ketiga, Lee Yuksa adalah sebagai salah satu penyair paling terkenal di Korea dan aktivis kemerdekaan Korea. Ia lahir di Andong, Gyeongsangbukdo 18 April 1904. Lee belajar di BomunSchool dan Daegu Gyonam School. Pada tahun 1925 ia bergabung dengan organisasi pergerakan kemerdekaan ‘Uiyeoldan’ dan pergi ke Jepang. Lee kemudian masuk ke sebuah universitas di Jepang. Lee dikirim oleh

4독립운동사8, 독립운동사편찬위원회, 1977, pp. 1124–1126, OCLC 122860363, diakses

(7)

Uiyeoldan dengan suatu misi ke Peking, tempat ia terlibat menjadi salah satu anggota gerakan kemerdekaan dengan pemerintah Korea di pengasingan. Lee kembali ke Korea pada musim gugur tahun 1927. Ia ditangkap dan dihukum 18 bulan penjara lalu dibebaskan tahun 1929 dan kembali lagi ke Cina.5 Sebagai orang muda, Lee terlibat dalam pergerakan kemerdekaan Korea, terutama dengan pemerintahan Korea di pengasingan di wilayah Peking. Karena itulah, Lee terus-menerus bolak-balik Beijing-Korea.

Karya Lee yang paling terkenal ialah gwang ya dan jeoljeong (1940), puisi-puisi tersebut mengambil tema kemalangan rakyat di bawah kolonialisme Jepang dan memperlihatkan kehendak yang kuat untuk melawan penjajahan Jepang (Rim, 2013: 84-85) .

Dalam situasi penjajahan, nasionalisme memiliki peran yang sangat penting untuk mengobarkan semangat mengusir penjajah. Sebagai aktivis antipenjajah, Shim Hun melukiskan kegundahan dan menyuarakan semangat perlawanannya. Hal ini semakin memperkuat fakta bahwa banyak sastrawan khususnya penyair yang hidup di era penjajahan sekaligus menjadi aktivis atau bagian dari gerakan kemerdekaan. Mereka secara langsung ke lapangan, selain menuliskan semangat dan suara hatinya melalui bait-bait puisi (Atavisme jurnal ilmiah kajian sastra vol 18, no 2 (2015): Atavisme, edisi desember 2015: 183-193).

5Yi Yuk-sa: One hundred years. Retrieved on 18 March 2015, diakses dari

https://en.wikipedia.org/wiki/Yi_Yuksa#cite_note-hompi.sogang.ac.kr-1, pada tanggal 20 Oktober 2016 pukul 19.00 WIB.

(8)

Sastrawan secara langsung ikut berpartisipasi dalam gerakan kemerdekaan Korea serta mengekspresikan semangat perjuangan melawan penjajahan Jepang dalam puisinya.

Puisi 빼앗긴 들에도 봄은 오는가 “Ppaeatgin Deuredo Bomeun Oneun Ga

karya 이상화 “Lee Sang Hwa”, 그 날이 오면 ”Geu Nari Omyeon” karya 심휸 “Shim Hun”, 절정 “Jeoljeong” karya 이육사 “Lee Yuksa” dipilih sebagai objek penelitian adalah karena ketiga puisi tersebut lahir dari penyair yang juga berperan sebagai aktivis gerakan kemerdekaan, yang tidak hanya menuliskan penderitaan dan kepedihan, tetapi juga semangat perlawanan terhadap penjajahan Jepang. Lee Sang Hwa, Lee Yuksa dan Shim Hun merupakan bagian dari sastrawan Korea yang terkenal pada masa penjajahan Jepang (1910-1945). Puisi karya tiga penyair tersebut mengandung sikap sentimen terhadap para penjajah dan menjadi puisi yang terkenal pada masanya. Puisi “Ppaeatgin Deuredo Bomeun Oneun Ga” karya Lee Sang Hwa merupakan puisi yang mengungkapkan sentimen penulis terhadap imperialis Jepang secara tidak langsung, melainkan dengan menggunakan simbol-simbol keindahan alam akibat dari sensor-sensor yang dilakukan pihak imperialis. Puisi “Geu Nari Omyeon” karya Shim Hun merupakan puisi yang penuh dengan kekuatan perjuangan. Shim Hun menulis puisi “Geu Nari Omyeon” untuk memperingati gerakan kemerdekaan mahasiswa di Gwangju tahun 1930. Puisi

Jeoljeong” karya Lee Yuksa diangkat menjadi sebuah film dengan judul yang

sama untuk mendedikasikan perjuangan Lee Yuksa dalam melakukan perlawanan terhadap penjajahan Jepang. Di dalam tiga puisi tersebut tidak menampilkan kata-kata sentimen secara langsung melainkan dengan simbol-simbol keindahan alam

(9)

akibat sensor-sensor yang dilakukan oleh pihak imperialis Jepang. Puisi yang dianalisis hanya puisi yang mengungkapkan semangat perjuangan pada masa penjajahan Jepang di Korea. Dalam pembahasan peneliti akan menganalisis unsur-unsur kepuitisan (tipografi, bunyi, persajakan, diksi, bahasa kiasan, citraan) dan tema, sehingga penelitian tiga puisi pada masa penjajahan ini menjadi berbeda dengan penelitian lainnya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, rumusan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut.

a) Unsur-unsur kepuitisan untuk membangun struktur tiga puisi, yaitu puisi

Ppaeatgin Deuredo Bomeun Oneun Ga” karya Lee Sang Hwa, “Geu Nari

Omyeon” karya Shim Hun,Jeoljeong” karya Lee Yuksa.

b) Tema yang terkandung dalam tiga puisi, yaitu puisi “Ppaeatgin Deuredo

Bomeun Oneun” Ga karya Lee Sang Hwa, “Geu Nari Omyeon” karya Shim

Hun,Jeoljeong” karya Lee Yuksa.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut.

a) Untuk mengetahui unsur-unsur kepuitisan yang membangun struktur dalam tiga puisi, yaitu puisi “Ppaeatgin Deuredo Bomeun Oneun Ga” karya Lee Sang Hwa, “Geu Nari Omyeon” karya Shim Hun,Jeoljeong” karya Lee Yuksa.

(10)

b) Untuk mengetahui tema yang ada dalam tiga puisi, yaitu puisi “Ppaeatgin

Deuredo Bomeun Oneun Ga” karya Lee Sang Hwa, “Geu Nari Omyeon”

karya Shim Hun,Jeoljeong” karya Lee Yuksa.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki dua manfaat, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis, antara lain:

a) Manfaat teoretis

- Memberikan pengetahuan atau wawasan tentang penggunaan kajian struktural sastra pada puisi Korea.

- Sebagai sumber informasi untuk aplikasi teori kajian struktural pada puisi Korea.

b) Manfaat Praktis

- Hasil penelitian dapat menambah referensi baru tentang kajian struktural sastra untuk pembuatan makalah atau karya tulis pembaca. - Pembaca dapat memahami fakta atau fiksi melalui unsur-unsur

kepuitisan yang terdapat dalam puisi Korea.

1.5 Tinjauan Pustaka

Teori pendekatan struktural pada umumnya banyak diaplikasikan di berbagai penelitian sastra, tetapi penelitian karya sastra Korea belum banyak yang menggunakan teori struktural.

(11)

Penelitian ini menggunakan referensi skripsi jurusan Bahasa Korea yang ditulis oleh Yuni Wachid Asrori, tahun 2009 yang berjudul “Antologi puisi “Mokmareun

Namuga” karya Hong Heum Ja: Analisis Struktural”. Dalam skripsi ini penulis

menganalisis tentang stuktur puisi-puisi dalam antalogi puisi “Mokmareun

Namuga“ karya Hong Geum Ja yang mengungkap nilai-nilai estetis puisi seperti

bunyi dan unsur diksi. Tinjauan pustaka ini memiliki persamaan objek material yakni puisi dan teori struktural. Teori struktural yang digunakan merupakan teori struktural dari Pradopo karena objek material berupa puisi.

Kemudian skripsi dari Pipit Meyliasari (2010) yang berjudul “Cerpen Sonagi karya Hwang Sun Won: Kajian Struktural”. Dalam skripsi ini penulis menganalisis unsur-unsur struktural dalam cerpen Sonagi karya Hwang Sun Won. Teori struktural dalam penelitian ini mengungkap kesatuan unsur-unsur yang membangun cerpen Sonagi dalam membentuk makna cerita.

Penelitian lain tentang penggunaan analisis struktur juga telah dilakukan oleh Rofiatul Umroh (1997) yang berjudul “Novel Jala Karya Titis Basino: Kajian Struktur”. Penelitian ini menganalisis struktur yang terdapat dalam novel Jala Titis Basino menggunakan kajian struktur.

Pada penelitian sebelumnya, pendekatan struktur banyak digunakan dalam menganalisis novel atau cerpen. Penelitian tiga puisi pada masa penjajahan Jepang, 빼앗긴 들에도 봄은 오는가 “Ppaeatgin Deuredo Bomeun Oneun Ga” karya 이상화 “Lee Sang Hwa”, 그 날이 오면 ”Geu Nari Omyeon” karya 심훈 “Shim Hun”, 절정 “Jeoljeong” karya 이육사 “Lee Yuksa” ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang sama yaitu analisis struktural dan tema, tetapi objek,

(12)

rumusan masalah dan struktur objek yang diteliti berbeda sehingga penelitian ini menjadi berbeda dan layak untuk diteliti.

1.6 Landasan Teori

Dalam Penelitian ini, puisi “Ppaeatgin Deuredo Bomeun Oneun Ga” karya Lee Sang Hwa, “Geu Nari Omyeon” karya Shim Hun,Jeoljeong” karya Lee Yuksa akan dianalisis menggunakan teori-teori pendekatan struktural dan tema. Sesuai dengan rumusan masalah, penelitian ini menggunakan pendekatan struktural sebagai dasar dalam melaksanakan analisis. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), struktur dijelaskan sebagai 1) cara sesuatu disusun atau dibangun; susunan; bangunan; 2) yang disusun dengan pola tertentu; 3) pengaturan unsur atau bagian suatu benda; 4) ketentuan unsur-unsur dari suatu benda; 5) pengaturan pola dalam bahasa secara sintagmatis. Sajak (karya sastra) merupakan sebuah struktur. Struktur tersebut merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem, yang antara unsur-unsurnya terjadi hubungan yang timbal balik, saling menentukan.

Strukturalisme merupakan paham filsafat yang memandang dunia sebagai realitas yang berstruktur (Endraswara, 2003: 49). Semua yang ada di dunia ini tersusun rapi dari berbagai macam unsur yang menjadi satu membentuk keteraturan suatu bentuk. Strukturalisme pada dasarnya merupakan cara berpikir tentang dunia yang terutama berhubungan dengan tanggapan dan deskripsi struktur-struktur seperti tersebut diatas (Pradopo, 2007: 119). Semua hal yang ada di dunia ini tersusun dari suatu unsur yang saling berkaitan. Dari struktur-struktur tersebut, dapat dijabarkan makna yang ada dalam suatu karya sastra. Pemaknaan tersebut

(13)

akan memberikan tanggapan yang objektif karena dilakukan dengan meneliti hubungan antar unsur yang ada dalam karya sastra, bukan pendapat subjektif dari pengarang.

Karya sastra merupakan sebuah struktur yang kompleks. Karena itu, untuk memahami karya satra (sajak) haruslah karya sastra itu dianalisis (Hill via Pradopo, 2007: 120). Pendekatan struktural dianggap lebih objektif karena hanya berdasarkan sastra itu sendiri (Endraswara, 2003: 51). Dengan demikian, analisis struktural murni tidak menghubungkan unsur-unsur struktur dengan suatu yang berada di luar strukturnya karena makna setiap unsur karya sastra itu hanya ditentukan oleh jalinannya dengan unsur lainnya dalam struktur itu sendiri (Pradopo, 2007: 124).

Puisi dapat dikaji struktur dan unsur-unsurnya mengingat bahwa puisi adalah struktur yang tersusun dari bermacam-macam unsur dan sarana-sarana kepuitisan. Puisi sebagai suatu kesatuan yang kompleks perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam. Orang tidak akan dapat memahami puisi secara sepenuhnya tanpa memahami dan menyadari bahwa puisi itu karya estetis yang bermakna. Oleh karena itu, sebelum pengkajian aspek-aspek lain, perlu lebih dulu puisi dikaji sebagai sebuah struktur yang bermakna dan bernilai estetis (Pradopo, 1987: 3).

Penelitian puisi ini dilakukan untuk mengetahui unsur-unsur kepuitisan yang membangun struktur dalam tiga puisi. Kepuitisan adalah keindahan yang ditimbulkan melalui penggunaan bahasa yang liris dan padat akan penyampaian makna. Kepuitisan dapat dicapai dengan bermacam-macam cara, misalnya dengan

(14)

bentuk visual: tipografi, susunan bait; dengan bunyi: persajakkan, asonansi, kiasan bunyi, aliterasi, lambang rasa dan orkestrasi; dengan pemilihan kata (diksi), bahasa kiasan, sarana retorika, unsur-unsur ketatabahasaan, gaya bahasa, dan sebagainya. Dalam mencapai kepuitisan itu, penyair mempergunakan banyak cara sekaligus, secara bersamaan untuk mendapatkan efek puitis yang sebanyak-banyaknya (Altenbernd, 1970:4-5).

Penelitian puisi dengan berlandaskan analisis struktural berarti dalam penelitian puisi memperhatikan unsur-unsur pembentuk puisi baik unsur instrinsik maupun unsur ekstrinsik puisi. Unsur intrinsik puisi yaitu diksi, persajakan, bunyi, bahasa kiasan, kata konkret, bahasa figuratif, ritme, dan tipografi. Unsur ekstrinsik yaitu tema, perasaan, nada dan suasana, serta amanat.

1.6.1 Unsur-Unsur Intrinsik

Unsur intrinsik puisi adalah unsur-unsur fisik yang membangun puisi tersebut. Puisi disusun dari kata dengan bahasa yang indah dan bermakna yang dituliskan dalam bentuk bait-bait. Orang dapat membedakan mana puisi dan mana bukan puisi berdasarkan bentuk lahir atau fisik yang terlihat. Unsur-unsur intrinsik puisi terdiri atas bunyi, persajakan, diksi, imaji atau imajinasi, kata konkret, majas, rima/ritme dan tipografi.

1.6.1.1 Unsur Bunyi

Dalam puisi bunyi bersifat estetik dan merupakan unsur puisi untuk mendapatkan keindahan dan tenaga ekspresif. Bunyi di samping hiasan dalam puisi, mempunyai tugas yang lebih penting lagi, yaitu untuk memperdalam ucapan,

(15)

menimbulkan rasa, menimbulkan bayangan angan yang jelas, serta menimbulkan suasana yang khusus (Pradopo, 1987: 22). Unsur bunyi diantaranya efoni dan kakofoni, asonansi dan aliterasi. Simbol bunyi antara lain onomatope, lambang rasa, persajakan dan ritme.

a. Efoni & Kakofoni

Efoni (euphony) adalah kombinasi bunyi yang merdu dan dianggap enak didengar. Menurut Pradopo (1987: 27), orkestrasi bunyi yang merdu ini biasanya dapat atau untuk menggambarkan perasaan mesra, kasih sayang atau cinta, serta hal-hal yang menggembirakan. Permainan bunyi efoni merupakan gabungan dari bunyi vokal (a,e,i,o,u), bunyi konsonan bersuara (b,d,g,j,w), bunyi liquida (l,r) serta bunyi sengau (m,n,ny,ng) membentuk suasana yang menyenangkan.

Dalam bahasa Korea efoni digunakan untuk memberikan nada yang menyenangkan serta mudah untuk diucapkan. Efoni juga disebut sebagai nada halus. Menurut Lee Heui Seung (이희승), efoni dalam bahasa Korea mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.6

1. Memiliki vokal harmoni atau keselarasan vokal. Misalnya 살랑살랑 ( 아+

아), 설렁설렁 (어+어).

2. Perpaduan konsonan untuk melebur menjadi bunyi yang lembut.

Misalnya문란→물란, 먹는다→멍는다.

6「국어의유포니」(이희승, 최현배선생환갑기념논문집, 1954) diakses dari

http://terms.naver.com/entry.nhn?docId=570882&cid=46674&categoryId=46674 pada tanggal 10 Januari 2017 pukul 20.00 WIB.

(16)

3. Adanya campur tangan vokal yang dimaksudkan agar tidak terjadi tabrakan antar konsonan. Misalnya하+‐어→하‐+[j]+‐어→하여.

4. Tiga konsonan tidak dapat terus menerus di tengah kata.

Misalnya 짧고→짤고, 읽는다→잉는다, 앉고→안고, 밟게→밥게,

값도→갑도.

5. Tidak memiliki konsonan mati. Misalnya 'ㅅ' 'ㅂ'.7

6. Terdapat huruf ‘ㄹ’ untuk melebur konsonan menjadi bunyi yang lembut.

Misalnya모단→모란, 재녕→재령, 관념→괄렴, 허낙→허락.

Kakofoni adalah kombinasi bunyi yang tak enak didengar (Kridalaksana, 1983: 71). Menurut Pradopo (1990: 30), kakofoni adalah kombinasi bunyi yang tidak merdu, parau, penuh bunyi (k,p,t,s). Penggunaan kakofoni berfungsi untuk memperkuat suasana yang tidak menyenangkan, kacau balau, serba tidak teratur, bahkan memuakkan. Kakofoni juga merupakan kombinasi bunyi-bunyi yang kehadirannya justru menghalangi kelancaran ucapan dan memperlambat irama (Pradopo, 1990: 30). Di dalam bahasa Indonesia kakofoni adalah sekelompok bunyi konsonan (biasanya /k/, /p/, /t/ dan /s/) yang berfungsi memperlambat irama baris yang mengandungnya. Di dalam bahasa Korea kakofoni terbentuk dari kata yang berlawanan dengan ciri-ciri efoni yang telah dijelaskan di atas serta mengandung unsur konsonan mati 'ㅅ' 'ㅂ'.

7국어국문학자료사전, 이응백, 김원경, 김선풍, 1998., 한국사전연구사, diakses dari

http://terms.naver.com/entry.nhn?docId=696229&cid=41708&categoryId=41711 pada tanggal 7 Januari 2017 pukul 19.00 WIB.

(17)

b. Asonansi

Ulangan bunyi-bunyi vokal yang berurutan tanpa disertai ulangan bunyi konsonan. Maksudnya mencapai efek kesedapan bunyi (Sudjiman, 1990: 12).

c. Aliterasi

Ulangan bunyi konsonan, lazimnya oada awal kata yang berurutan, untuk mencapai efek-efek kesedapan bunyi (Sudjiman, 1990: 4)

d. Onomatope

Penamaan benda atau perbuatan dengan peniruan bunyi yang diasosiasikan dengan benda atau perbuatan itu (Kridalaksana,1983: 116). Onomatope merupakan kelompok kata yang agak menyimpang dari sistem bunyi bahasa umumnya, yang meniru suara-suara alam (Wellek & Warren, 1995: 201).

e. Lambang Rasa

Lambang rasa dihubungkan dengan suasana hati (Slametmuljana via Pradopo, 1987: 33). Lambang rasa ini dimaksudkan untuk menggambarkan suasana hati yang ada pada saat karya tersebut diciptakan.

f. Persajakan

Persajakan merupakan unsur penting dalam kepuitisan. Menurut Sayuti (2002:104), persajakan dalam puisi merupakan perulangan bunyi yang sama dalam puisi. Unsur bunyi dalam puisi, pada umumnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut. Dilihat dari segi bunyi itu sendiri dikenal adanya sajak sempurna, sajak paruh, aliterasi, dan asonansi; dari posisi kata yang mengandungnya dikenal adanya

(18)

sajak awal, sajak tengah (sajak dalam), dan sajak akhir; dan dari segi hubungan antarbaris dalam tiap bait dikenal adanya sajak merata (terus), sajak berselang, sajak berangkai, dan sajak berpeluk. Sajak ialah pola estetika bahasa yang berdasarkan ulangan suara yang diusahakan dan dialami dengan kesadaran (Slametmuljana via Pradopo, 1978: 36). Sajak disebut pola estetika karena timbulnya puisi ada hubungannya dengan soal keindahan. Sajak bukan semata-mata untuk hiasan saja, melainkan untuk mempertinggi mutu bila mempunyai daya evokasi, yaitu daya kuat untuk menimbulkan pengertian. Ada bermacam-macam sajak yang banyak dipergunakan sebagai unsur kepuitisan yakni sajak akhir, sajak dalam dan sajak tengah.

g. Ritme

Ritme adalah irama yang disebabkan pertentangan atau pergantian bunyi tinggi rendah secara teraur, tetapi tidak merupakan jumlah suku kata yang tetap, melainkan hanya menjadi gema dendang sukma penyairnya (Pradopo, 1987: 40).

1.6.1.2 Unsur Kata

Unsur kata yang terdapat dalam puisi ini di antaranya kata, bahasa kiasan, citraan dan sarana retorika.

a. Kata

Menurut Slametmuljana (dalam Pradopo, 2001: 51), alat untuk menyampaikan perasaan dan pikiran sastrawan adalah bahasa. Baik tidaknya tergantung pada kecakapan sastrawan dalam menggunakan kata-kata dan segala kemungkinan di

(19)

luar kata yang tak dapat digunakan. Unsur kata yang terdapat dalam puisi di antaranya diksi, denotasi dan konotasi.

Diksi adalah pemilihan kata untuk mengungkapkan gagasan. Barfield (dalam Pradopo, 2009: 54) mengemukakan bahwa bila kata-kata dipilih dan disusun dengan cara yangsedemikian rupa hingga artinya menimbulkanatau dimaksudkan untukmenimbulkan imaginasi estetik, makahasilnyaitudisebut diksi.

b. Bahasa Kiasan

Bahasa kiasan menyebabkan sajak menjadi menarik perhatian, menimbulkan gambaran, hidup, dan terutama menimbulkan kejelasan gambaran angan (Pradopo, 1987: 62). Bahasa kiasan berupa metafora, personifikasi, perumpamaan, alegori, metonimi.

Metafora adalah pemakaian kata atau ungkapan lain untuk objek atau konsep lain berdasarkan kias atau persamaan (kridalaksana, 1983: 106). Metafora itu melihat sesuatu dengan perantara benda lain (Becker via Pradopo, 1987: 66). Di samping, itu ada metafora yang disebut metafora mati, yaitu metafora yag sudah klise hingga orang sudah lupa bahwa itu metafora, misalnya kaki gunung, lengan kursi (Pradopo, 1987: 67)

Personifikasi adalah penggambaran sesuatu yang mati seolah-olah tampak hidup (Kridalaksana, 1983: 132). Perumpamaan adalah bahasa kiasan yang menyamakan suatu hal dengan hal lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding (Pradopo,1987: 62). Alegori ialah cerita kiasan ataupun lukisan kiasan. Cerita kiasan atau lukisan kiasan ini mengiaskan hal lain atau kejadian lain.

(20)

(Pradopo, 1987: 71). Metonimi adalah majas yang berupa pemakaian nama atau ciri orang atau barang sesuatu untuk menyebut hal yang bertautan dengannya (Sudjiman, 1990: 52). Bahasa ini berupa penggunaan sebuah atribut sebuah objek atau penggunaan sesuatu yang sangat dekat berhubungan dengannya untuk menggantikan objek tersebut (Altenbernd via Pradopo, 1987: 77).

c. Sarana Retorika

Retorika adalah sistem dan penyelidikan menganai alat-sistematis ragam bahasa (Kridalaksana, 1983: 145). Dalam sarana retorika terdapat beberapa jenis, diantaranya tautologi, leonasme, enumerasi, paralelisme, hiperbola, paradoks.

c.1 Tautologi adalah sarana retorika yang menyatakan hal atau keadaan dua kali; maksudnya supaya arti kata atau keadaan itu lebih mendalam bagi pembaca atau pendengar (Pradopo, 1987: 95). Misalnya silih berganti tiada berdaya.

c.2 Pleonasme adalah pemakaian kata-kata lebih dari pada yang diperlukan (Kridalaksana, 1983: 135). Sarana retorika yang sepintas lalu seperti tautologi, tapi kata kedua sudah disimpulkan pada kata yang pertama (Pradopo, 1987: 95). Misalnya; naik meninggi, turun melembah jauh ke bawah, tinggi membukit.

c.3 Enumerasi adalah sarana retorika yang berupa pemecahan suatu hal atau keadaan menjadi beberapa bagian dengan tujuan agar hal atau keadaan itu lebih jelas dan nyata bagi pembaca atau pendengar (Slametmuljana via Pradopo, 1987: 97). Dengan demikian, juga menguatkan suatu pernyataan atau keadaan, memberi intensitas.

(21)

c.5 Paralelisme adalah mengulang isi kalimat yang dimaksud dan tujuannya serupa (Pradopo, 1987: 97).

c.6 Hiperbola adalah hal yang melebih-lebihkan sesuatu (Kridalaksana, 1983: 56). sarana retorika yang menyatakan sesuatu secara berlebih-lebihan dengan membesar-besarkan fakta atau emosi dari kenyataan yang sesungguhnya.

d. Citraan (imagery)

Dalam puisi, untuk memberi gambaran yang jelas penyair menggunakan gambaran-gambaran angan (pikiran). Gambaran-gambaran dalam sajak disebut citraan. Citraan ini adalah gambar-gambar dalam pikiran dan bahasa yang menggambarkannya (Pradopo, 1987: 79). Jenis-jenis citraan sebagai berikut.

d.1 Citraan penglihatan (visual imagery) adalah citraan yangmemberi rangsangan kepada indera penglihatan, hingga sering hal-hal yang tak terlihat menjadi seolah-olah terlihat (Pradopo, 1987: 81).

d.2 Citraan pendengaran (auditory imagery) adalah citraan yang ditimbulkan oleh indera pendengaran (telinga) sehingga pembaca seolah-olah mendengarkan suara seperti yang digambarkan oleh penyair (Pradopo, 1987: 82).

d.3 Citraan perabaan (taktil imagery) adalah citraan yang melibatkan indera peraba (kulit). Citraan ini menguraikan kataatau ungkapan yang terdapat dalam puisi dan seolah-olahdapat dirasakan, disentuh, atau diraba (Pradopo, 1987: 81).

d.4 Citraan pengecapan adalah citraan yang melibatkan indera pengecapan (lidah). Melalui citraan ini seolah-olah pembaca dapat merasakan sesuatu yang pahit, asam, asin, manis dan lainlain (Pradopo, 1987: 81).

(22)

d.5 Citraan penciuman (smell imagery) adalah citraan yang melukiskan atau menggambarkan lewat rangsangan yang seolah-olah dapat ditangkap oleh indera penciuman (Pradopo, 2007: 81).

1.6.1.3 Tipografi (perwajahan puisi)

Tipografi (perwajahan puisi) adalah pengaturan dan penulisan kata, baris dan bait puisi. Tipografi puisi pada dasarnya merupakan bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi. Pada kata konvensional, kata-katanya diatur dengan deret yang disebut baris.Setiap satu baris tidak selalu mencerminkan satu pernyataan. Mungkin saja satu pernyataan ditulis dalam satu atau dua baris bahkan bisa lebih. Baris dalam puisi tidak selalu dimulai dengan huruf besar dan diakhiri dengan titik (.), kumpulan pernyataan dalam puisi tidak berbentuk paragraf, tetapi membentuk bait. Namun, dalam bahasa Korea yang menggunakan huruf hangeul tidak mengenal huruf kapital.

1.6.2 Unsur Ekstrinsik

Unsur Ekstrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra dari luar. Seperti latar belakang kehidupan pengarang, pandangan hidup pengarang, situasi sosial, budaya yang melatari lahirnya karya sastra tersebut.

(23)

1.6.2.1 Tema

Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka ia pun bersifat menjiwai seluruh bagian cerita. Dengan sebuah tema akan diketahui pokok suatu permasalahan dan isi secara gambaran besar di dalam sebuah puisi. Pendapat tersebut didukung oleh pendapat para ahli lainnya, seperti Saad (1967: 185) mengatakan bahwa tema adalah persoalan pokok yang menjadi pikiran pengarang, di dalamnya terbayang pandangan hidup dan cita-cita pengarang. Sedangkan menurut Holmon (1981: 443), tema merupakan gagasan sentral yang mencakup permasalahan dalam cerita, yaitu suatu yang akan diungkapkan untuk memberikan arah dan tujuan cerita karya sastra. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tema adalah gagasan pokok yang diungkapkan penyair untuk memberikan arah dan tujuan cerita karya sastra. Tema pada puisi adalah isi keseluruhan puisi yang terdiri atas pikiran, perasaan, sikap, serta maksud dan tujuan penulisan. Tema merupakan ide pusat yang terdapat dalam karya sastra. Tema berfungsi untuk membangun kesatuan pada cerita dan makna pada peristiwa. Selain itu tema karya fiksi serius akan menjelaskan beberapa persoalan kehidupan yang merupakan hasil dari pendeskripsian pengarang (Stanton, 1965: 4).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tema dijelaskan sebagai 1) pokok pikiran; 2) dasar cerita (yang dipercakapkan, dipakai sebagai dasar mengarang, menggubah sajak, dan sebagainya). Pokok pikiran atau pokok persoalan itu begitu kuat mendesak dalam jiwa penyair sehingga menjadi landasan utama pengucapannya. Jika desakan yang kuat itu berupa balas kasih atau

(24)

kemanuasiaan, maka puisinya bertemakan kemanusiaan. Jika kuat adalah dorongan untuk memperoleh ketidak adilan tema puisinya adalah kritik sosial. Jika perasaan cinta atau patah hati yang kuat, hal ini akan melahirkan tema cinta atau tema kedukaan hati karena cinta.

1.7 Metode dan Langkah Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif-deskriptif. Metode kualitatif merupakan metode penelitian yang bersifat menjelaskan. Metode deskriptif merupakan metode penelitian yang bersifat menggambarkan. Dalam metode penelitian dijelaskan dalam 3 bagian yaitu, metode pengumpulan data, analisis data, dan langkah-langkah kerja.

1.7.1 Metode Pengumpulan Data

Beberapa cara bisa ditempuh dalam pengumpulan data penelitian. Dalam penelitian ini langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan pengumpulan data beberapa sastrawan Korea pada era Penjajahan yakni sastrawan tahun 1910-1945. Pencarian beberapa sastrawan bersumber pada buku yang berjudul antologi puisi buat rakyat Indonesia dan media elektronik yaitu laman naver. Langkah selanjutnya yaitu menyeleksi sastrawan era penjajahan antara tahun 1910-1945. Pada tahap penyeleksian dipilih 3 sastrawan yang, tahap ini didasarkan pada sastrawan yang menuliskan puisi pada masa penjajahan Jepang serta sebagai aktivis gerakan kemerdekaan. Tahap terakhir yakni mengambil satu puisi dari masing-masing tiga sastrawan yang telah dipilih sebagai puisi pada masa penjajahan Jepang yakni, puisi

(25)

Omyeon” karya Shim Hun,Jeoljeong” karya Lee Yuksa. Ketiga puisi dari masing-masing penyair tersebut dapat mewakili unsur semangat perlawanan rakyat Korea melawan penjajahan Jepang.

Data yang digunakan adalah unsur-unsur yang membangun struktur dalam tiga puisi “Ppaeatgin Deuredo Bomeun Oneun Ga” karya Lee Sang Hwa, “Geu Nari

Omyeon” karya Shim Hun,Jeoljeong” karya Lee Yuksa yang mengemukakan

semangat perjuangan Korea masa penjajahan Jepang.

1.7.2 Analisis Data

Tahap selanjutnya analisis data yang dilakukan dengan menggunakan analisis stuktural dan tema. Puisi “Ppaeatgin Deuredo Bomeun Oneun Ga” karya Lee Sang Hwa, “Geu Nari Omyeon” karya Shim Hun,Jeoljeong” karya Lee Yuksa dianalisis menggunakan analisis struktural.

Analisis data dimulai dengan membaca ketiga puisi kemudian dianalisis unsur-unsur kepuitisan yakni tipografi, bunyi, persajakan, diksi, bahasa kiasan, dan citraan. Setelah itu akan dicari tema ketiga puisi tersebut. Temuan tema tersebut kemudian dihubungkan dengan unsur-unsur kepuitisan untuk mendapat gambaran nasionalisme Korea melawan penjajahan Jepang adalah tujuan utama dalam menganalisis tiga puisi, yang berjudul: “Ppaeatgin Deuredo Bomeun Oneun Ga” karya Lee Sang Hwa, “Geu Nari Omyeon” karya Shim Hun,Jeoljeong” karya Lee Yuksa.

(26)

1.7.3 Langkah-langkah Kerja

Dalam menganalisis data-data penelitian, diperlukan langkah-langkah kerja seperti berikut ini :

a) Tahap pertama adalah pengumpulan data. Pada tahap ini, dipilih puisi-puisi masa penjajahan Jepang 1910-1945. Puisi yang dipilih adalah puisi “Ppaeatgin

Deuredo Bomeun Oneun Ga” karya Lee Sang Hwa, “Geu Nari Omyeon” karya

Shim Hun,Jeoljeong” karya Lee Yuksa dan data-data terkait karya tersebut. b) Setelah memilih karya dan mengumpulkan data terkait objek penelitian, puisi

dibaca dan dipahami.

c) Puisi yang telah dibaca kemudian diromanisasi dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

d) Kemudian menganalisis data, yaitu menganalisis unsur-unsur intrinsik puisi. Unsur yang pertama dianalisis adalah unsur-unsur kepuitisan meliputi tipografi, bunyi, diksi, bahasa kiasan dan citraan menggunakan pendekatan struktural. e) Tahap selanjutnya adalah menganalisis unsur ekstrinsik puisi yaitu tema. f) Setelah itu membuat simpulan dari hasil penelitian.

1.8 Sistematika Penyajian

Penelitian ini disajikan dalam empat bab. Bab I Pendahuluan berisi latar belakang masalah yang membahas alasan memilih sebuah objek yang akan diteliti yaitu tiga puisi pada masa penjajahan Jepang yakni puisi “Ppaeatgin Deuredo

Bomeun Oneun Ga” karya Lee Sang Hwa, “Geu Nari Omyeon” karya Shim Hun,

(27)

rumusan, tujuan penelitian, manfaat penelitian yang menjelaskan manfaat teoretis dan manfaat praktis yang didapatkan dari penelitian ini, tinjauan pustaka membahas tentang referensi yang terkait atau berhubungan dengan objek penelitian atau kajian yang digunakan dalam penelitian, landasan teori, sistematika penyajian yang menyajikan garis besar dari keseluruhan isi penelitian.

Bab II menjelaskan tentang analisis unsur-unsur kepuitisan meliputi tipografi, unsur bunyi, unsur diksi, bahasa kiasan, dan citraan menggunakan analisis struktural.

Pada bab III terdapat analisis unsur ekstrinsik puisi yaitu tema dalam tiga puisi

Ppaeatgin Deuredo Bomeun Oneun Ga” karya Lee Sang Hwa, “Geu Nari

Omyeon” karya Shim Hun,Jeoljeong” karya Lee Yuksa. Tema yang dapat

menggambarkan nasionalisme Korea meraih kebebasan dari penjajahan Jepang.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pesta adat perkawinan yang dilakukan masyarakat Nias di Kota Medan, tari Maena yang disajikan pada saat pesta pernikahan menggunakan Keyboard sebagai alat

Menyatakan bahwa dengan berat 5 liter nira tebu off grade dan berat ragi 1 gr yang digunakan pada waktu fermentasi hari ke 1 sudah di ketahui kadar etanol, hal ini

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian informasi obat oleh farmasis terhadap kepatuhan minum obat, mengetahui pengaruh pemberian informasi obat

4 Bagi masyarakat yang mempunyai hak eigendom verponding, dan pemerintah melalui kantor pertanahan (BPN) masih melayani konversi eigendom verponding menjadi sertifikat

• Lalu, untuk memutuskan tujuan apa yang ingin diraih, kita harus memulainya dengan memperjelas nilai-nilai hidup, yaitu sesuatu dalam hidup yang benar-benar paling bermakna bagi

88 26-Jun-10 Pusdiklat Setjen Kementerian Pekerjaan Umum Jakarta 100 Terjadwal. 89 26-Jun-10 Kementerian Pemuda dan Olah Raga Jakarta

1) Pendidik melaksanakan penilaian terhadap hasil belajar peserta didik secara periodik (harian, mingguan, bulanan, semester) sesuai dengan pedoman penilaian yang telah ditetapkan

Jika ilmu diumpakan sebagai darah dalam tubuh kita dan tubuh kita merupakan sistem perguruan tinggi, maka perpustakaan bagi pergurua n tinggi tersebut adalah jantung yang