137
PENGARUH PEMBERIAN INFORMASI OBAT TERHADAP
KEPATUHAN MINUM OBAT DAN TEKANAN DARAH PASIEN
HIPERTENSI DI PUSKESMAS KINTAP KABUPATEN TANAH LAUT
KALIMANTAN SELATAN
Saftia Aryzki* dan Alfian R.
Akademi Farmasi ISFI BanjarmasinJl. Flamboyan III/7B Kayu Tangi Banjarmasin 70123 *Corresponding author email: saftiaaryzki.h@gmail.com
Abstrak
Latar belakang: Hipertensi merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. Ketidakpatuhan merupakan
faktor kunci yang menghalangi pengontrolan tekanan darah sehingga membutuhkan intervensi untuk mencapai keberhasilan terapi. Pemberian informasi obat pada pasien hipertensi diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan terhadap terapi obat demi mencapai tekanan darah yang diinginkan.
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian informasi obat oleh farmasis terhadap
kepatuhan minum obat dan tekanan darah pasien hipertensi di Puskesmas Kintap Kabupaten Tanah Laut.
Metode: Penelitian ini dilakukan dengan rancangan kuasi eksperimental dengan mengambil data pasien secara
prospektif pasien rawat jalan selama periode Desember 2014 – Januari 2015. Subjek yang memenuhi kriteria inklusi sejumlah 54 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioener kepatuhan Morisky Modification Adherence Scale (MMAS). Data tekanan darah diambil dari catatan medis.
Hasil penelitian: Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian informasi obat dapat meningkatkan kepatuhan
minum obat pasien hipertensi, dimana pada pre nilai mean berkisar antara 3,6 ± 1,43 dan setelah mendapat intervensi pemberian informasi obat meningkat menjadi 6,1 ± 1,32. Kepatuhan minum obat dapat menurunkan tekanan darah, dimana rata-rata tekanan darah sistolik post pengukuran adalah 139,62 ± 14,13 lebih rendah dibandingkan dengan pre pengukuran 152,22 ± 10,03 sedangkan rata-rata tekanan darah diastolik post pengukuran adalah 85,74 ± 7,42 juga lebih rendah dibandingkan diastolik pre pengukuran 89,44 ± 6,84. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan antara pemberian informasi obat dengan kepatuhan konsumsi obat dan ada hubungan antara kepatuhan dengan tekanan darah sistolik (p=0,003, r=0,398) dan distolik (p=0,045, r=0,274).
Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pemberian informasi obat oleh
farmasis terhadap kepatuhan minum obat dan tekanan darah pasien hipertensi di Puskesmas Kintap Kabupaten Tanah Laut.
Kata kunci: hipertensi, pemberian informasi obat, kepatuhan, tekanan darah
1. PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. Sebanyak 1 milyar orang di dunia atau 1 dari 4 orang dewasa menderita penyakit ini. Bahkan, diperkirakan jumlah penderita hipertensi akan meningkat menjadi 1,6 milyar menjelang tahun 2025 (Herlambang, 2013). Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2012 melaporkan bahwa hipertensi adalah suatu kondisi berisiko tinggi yang menyebabkan sekitar 51% dari kematian akibat stroke, dan 45% dari jantung koroner (Suara Pembaruan, 2013).
Menurut Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 di Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2013 prevalensi hipertensi sebesar 30,4%, ini berarti sekitar 1.145.536 orang mengalami hipertensi, sedangkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tanah Laut kasus baru pasien hipertensi tahun 2011 sebanyak 17.594 orang, tahun 2012 sebanyak 15.842 orang dan tahun 2013 sebanyak 15.181 orang. Menurut data di Puskesmas Kintap tahun 2013, hipertensi adalah penyakit terbanyak nomor 3 dengan jumlah kasus sebesar 1.087 orang yang terbagi sebanyak 512 orang laki-laki dan sebanyak 575 orang perempuan.
138 Kepatuhan pasien berpengaruh terhadap
keberhasilan suatu pengobatan. Hasil terapi tidak akan mencapai tingkat optimal tanpa adanya kesadaran dari pasien itu sendiri, bahkan dapat menyebabkan kegagalan terapi, serta dapat pula menimbulkan komplikasi yang sangat merugikan dan pada akhirnya akan berakibat fatal (Pratiwi, 2011).
Diperlukan berbagai upaya untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap terapi obat demi mencapai target tekanan darah yang diinginkan. Paling sedikit 50% pasien yang diresepkan obat antihipertensi tidak meminum obat sesuai yang direkomendasikan. Strategi yang paling efektif adalah dengan kombinasi strategi seperti edukasi, modifikasi sikap dan sistem yang mendukung (Depkes RI, 2006).
Pelayanan kefarmasian saat ini telah bergeser orientasinya dari orientasi obat (drug
oriented) menjadi orientasi pasien (patient oriented) yang mengacu pada asuhan kefarmasian (pharmaceutical care). Pelaksanaan pelayanan informasi obat merupakan kewajiban tenaga kefarmasian yang diatur dalam Keputusan
Menteri Kesehatan RI
No.1197/MENKES/SK/X/2004. Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk memberi informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada Dokter, Apoteker, Perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien (Kepmenkes, 2004).
Penelitian yang dilakukan oleh Afifah, hasil uji yang diperoleh nilai significancy 0,000 (p<0,05) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara skor MMAS pada
pre intervensi layanan pesan singkat pengingat
dengan post intervensi layanan pesan singkat pengingat. Hasil uji yang diperoleh pada tekanan darah sistolik dengan nilai significancy 0,000 (p<0,005) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara tekanan darah sistolik pada pre pengukuran dengan post pengukuran. Hasil uji pada tekanan darah diastolik juga memiliki nilai significancy 0,000 (p<0,05) yang menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara tekanan darah diastolik pada
pre pengukuran dengan post pengukuran setelah
mendapat layanan pesan singkat pengingat minum obat yang diberikan oleh farmasis.
Farmasis hendaknya selalu memberikan pelayanan informasi kepada setiap pasien bagaimana cara mereka mempergunakan atau meminum obat serta informasi mengenai aturan pakai obat dan efek samping yang dapat
ditimbulkan akibat pemakaian obat tersebut. Dengan pemberian informasi kepada pasien diharapkan dapat terjalin hubungan yang baik sehingga dapat mengurangi atau menghindari kemungkinan terjadi kesalahan penyerahan atau pemakaian obat. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka peneliti perlu melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian informasi obat oleh farmasis terhadap kepatuhan minum obat dan tekanan darah pasien hipertensi di Puskesmas Kintap Kabupaten Tanah Laut.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian informasi obat oleh farmasis terhadap kepatuhan minum obat, mengetahui pengaruh pemberian informasi obat oleh farmasis terhadap tekanan darah dan mengetahui hubungan kepatuhan minum obat dengan tekanan darah pasien hipertensi di Puskesmas Kintap Kabupaten Tanah Laut. 2. METODELOGI PENELITIAN
Jenis penelitian menggunakan metode kuasi eksperimental dengan mengambil data pasien secara prospektif. Pasien diukur kepatuhannya dan diberikan informasi obat yang diterimanya saat kunjungan pertama, kemudian diukur kembali kepatuhannya saat pasien datang setelah 15 hari selanjutnya.
Metode pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik consecutive sampling yaitu semua sampel yang datang secara berurutan dan memenuhi kriteria inklusi dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi.
Proses pengumpulan data dilakukan pada bulan Desember 2014 – Januari 2015. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kintap Kabupaten Tanah Laut. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien hipertensi. Populasi target penelitian adalah pasien hipertensi yang berobat di Puskesmas Kintap Kabupaten Tanah Laut. Populasi terjangkau adalah pasien hipertensi yang berobat di Puskesmas Kintap Kabupaten Tanah Laut periode Desember 2014 – Januari 2015. Kemudian dilakukan pengambilan sampel dari populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi yakni sebagai berikut:
a. Pasien dewasa berusia antara 18-65 tahun. b. Pasien hipertensi yang berobat di Puskesmas
Kintap Kabupaten Tanah Laut periode Desember 2014 – Januari 2015.
c. Mendapatkan obat antihipertensi d. Bersedia mengisi informed consent. Sedangkan kriteria eksklusi nya adalah:
139 a. Pasien yang tidak dapat berkomunikasi
dengan baik (tuna rungu dan tuna wicara). b. Pasien hamil.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Karakteristik Pasien Hipertensi
Populasi terjangkau sebanyak 77 pasien hipertensi yang berobat di Puskesmas Kintap Kabupaten Tanah Laut periode Desember 2014 – Januari 2015. Subyek yang mengikuti penelitian dari awal sampai akhir penelitian sebanyak 54 pasien yang mendapat pemberian informasi obat dan diukur tingkat kepatuhan melalui kuesioner MMAS serta tekanan darah pasien. Adapun 23 pasien tidak memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi diantaranya 13 pasien yang usianya tidak memenuhi kriteria inklusi, 2 pasien sedang hamil, 3 pasien terlewatkan karena tidak bersedia menunggu untuk mengisi kuesioner, dan 5 pasien menolak mengikuti penelitian ini.
Pengambilan data post memiliki teknis yang berbeda yaitu sebanyak 41 pasien berkunjung kembali ke Puskesmas Kintap, 5 pasien melalui via telepon dan 8 pasien melalui kunjungan ke rumah pasien. Penelitian ini diawali dengan pengumpulan data klinik yang didapatkan dari rekam medis pasien dan data karakteristik pasien yang didapatkan dari lembar penilaian kesehatan pasien. Karakteristik data subjek penelitian seperti tersaji pada tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Subyek Penelitian Pasien Hipertensi di Puskesmas Kintap Kabupaten Tanah Laut
Karakterisrik Pasien Sampel
(N= 54) %
Jenis Kelamin Laki – laki 15 27,8
Perempuan 39 72,2
Usia (tahun) 0 – 50 24 44,4
> 50 30 55,6
Tingkat Hipertensi Tingkat 1 34 63
Tingkat 2 20 37 Pendidikan SD 29 53,7 SLTP 17 31,5 SLTA 6 11,1 D3 1 1,9 S1 1 1,9 Pekerjaan PNS 1 1,9 Swasta 2 3,7 Wiraswasta 18 35,2 IRT/T. Bekerja 33 61,1
Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar subyek adalah perempuan yaitu sebesar 39 orang (72,2%). Hal ini berkaitan dengan responden yang sudah mengalami monoupause, sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Departemen Kesehatan RI (2006) bahwa setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada wanita meningkat. Bahkan setelah usia 65 tahun, terjadinya hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang diakibatkan oleh faktor hormonal. Menurut usia sebagian besar subyek memiliki usia >50 tahun yaitu sebesar 30 orang (55,6%), dimana tekanan darah seseorang akan meningkat seiring bertambahnya usia. Pekerjaan subyek dalam
penelitian ini sebagian besar adalah ibu rumah tangga yaitu berjumlah 33 orang (66,1%). 3.2. Penilaian Terhadap Kepatuhan dan
Tekanan Darah
3.2.1. Distribusi frekuensi kepatuhan sebelum dan sesudah pemberian informasi obat
Pengukuran kepatuhan menggunakan kuesioner MMAS yang sudah valid dan reliabel. Nilai uji validitas tiap pertanyaan kuesioner di atas nilai r tabel (>0,361). Nilai uji reliabilitasnya adalah 0,641 (>0,6) (Alfian et- al.,2013). Adapun presentase hasil tingkat kepatuhan menggunakan kuesioner MMAS pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.
140 Tabel 2. Presentase tingkat kepatuhan menggunakan kuesioner MMAS
Skor MMAS
Kepatuhan Tinggi Kepatuhan Sedang Kepatuhan Rendah
N % N % N %
Pre 0 0 5 9,3 49 90,7
Post 10 18,5 21 38,9 23 42,6
Tabel 2. menunjukkan kepatuhan tinggi pada post perlakuan setelah intervensi pemberian informasi obat didapatkan sebesar (18,5%) dibanding data pre yang tidak ditemukan kepatuhan tinggi satu pasien pun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa layanan pemberian informasi obat yang diberikan farmasis dapat memberikan dampak positif dalam peningkatan kepatuhan pasien minum obat hipertensi. Hal ini didukung oleh penelitian
Tumiwa (2013) bahwa intervensi layanan informasi obat yang diberikan farmasis dapat meningkatkan kepatuhan minum obat.
Hasil uji yang diperoleh nilai significany 0,000 (p<0,05) menunjukan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara skor MMAS pada
pre intervensi pemberian informasi obat dengan post intervensi pemberian informasi obat. Hasil
rata-rata pre dan post skor MMAS tersaji pada tabel 3.
Tabel 3. Skor MMAS pre dan post pada sampel (Mean±SD)
Sampel Perlakuan Mean ± SD P
Pre 3,6 ± 1,43
0,000
Post 6,1 ± 1,32 Keterangan: p adalah nilai signifikansi
Berdasarkan tabel 3, terlihat peningkatan kepatuhan dari skor MMAS pada pre intervensi pemberian informasi obat terhadap post
intervensi pemberian informasi obat dimana pada pre nilai mean berkisar antara 3,6 ± 1,43
dan setelah mendapat intervensi pemberian informasi obat meningkat menjadi 6,1 ± 1,32. Rata-rata peningkatan skor MMAS pada pre dan
post intervensi pemberian informasi obat tersaji
pada gambar 1. 0 1 2 3 4 5 6 7 Pre Post
Peningkatan kepatuhan
Gambar 1. Rata – rata peningkatan skor MMAS pada pre dan post intervensi pemberian informasi obat
6,1
3,6
Skor MMAS
141 Tabel 4. menunjukkan ketidakpatuhan
pasien dalam pengobatan disebabkan karena pasien sering lupa untuk meminum obat, pemahaman pasien yang salah terhadap penyakit hipertensi dan pengobatannya serta kompleksitas regimen obat sehingga mereka sengaja untuk tidak meminum obat mereka. Pasien yang tidak patuh minum obat tersebut beranggapan bahwa
ketika tekanan darahnya sudah mulai turun, dia merasa bahwa dia sudah sembuh dan akan
menghentikan penggunaan obat
antihipertensinya. Apabila ada kenaikan tekanan darah kembali dan timbulnya gejala hipertensi seperti pusing dan sakit di kepala bagian belakang atau tengkuk baru pasien tersebut akan meminum obat antihipertensinya lagi.
Tabel 4. Alasan ket idakpatuhan minum obat berdasarkan Kuesioner
No Alasan ketidakpatuhan Jumlah Sampel %
1 Lupa 51 94,4
2 Sengaja tidak minum obat 33 61,1
3 Merasa kondisi lebih buruk 14 25,9
4 Kompleksitas regimen obat 37 68,5
5 Terganggu oleh keharusan minum obat
17 31,5
3.3.2. Penilaian Terhadap Tekanan Darah Berdasarkan rata-rata tekanan darah sistolik pre pengukuran adalah 152,22 mmHg ± 10,03 lebih tinggi dibandingkan dengan post pengukuran 139,62 mmHg ± 14,13 sedangkan rata-rata tekanan darah diastolik pre pengukuran adalah 89,44 mmHg ± 6,84 juga lebih tinggi
dibandingkan diastolik post pengukuran 85,74 mmHg ± 7,42. Hal ini menunjukan adanya pengaruh layanan pemberian informasi obat yang diberikan terhadap penurunan tekanan darah.
Rata-rata nilai tekanan darah pre dan
post pengukuran tersaji pada gambar 2.
Gambar 2. Rata-rata tekanan darah sistolik dan diastolik pre dan post pengukuran
Rata- rata penurunan tekanan darah sistolik sebesar 12,59 mmHg ± 13,62 (rata-rata tekanan darah sistole pre pengukuran dikurangi rata- rata tekanan darah sistole post pengukuran) dan tekanan darah diastolik sebesar 3,70 mmHg
± 8,30 (rata-rata tekanan darah diastole pre pengukuran dikurangi rata- rata tekanan darah diastole post pengukuran) yang tersaji pada gambar 3.
142 Gambar 3. Rata- rata penurunan tekanan darah sistolik dan diastolic
Hasil uji yang diperoleh pada tekanan darah sistolik dengan nilai significancy 0,000 (p<0,05) menunjukan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara tekanan darah sistolik pada pre pengukuran dengan post pengukuran. Hasil uji pada tekanan darah diastolik juga memiliki nilai
significancy 0,000 (p<0,05) yang menunjukan
terdapat perbedaan bermakna antara tekanan darah diastolik pada pre pengukuran dengan post pengukuran setelah mendapat pemberian informasi obat yang diberikan oleh farmasis. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Ramananth et al., (2012) yang menyimpulkan bahwa intervensi farmasis dapat memperbaiki tekanan darah pasien hipertensi. Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Vivian (2002) menunjukkan bahwa pelayanan kefarmasian dapat meningkatkan kemampuan kontrol tekanan darah sehingga target tekanan darah yang normal dapat tercapai. 4. KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemberian informasi obat yang diberikan farmasis secara positif dapat meningkatkan kepatuhan minum obat, menurunkan tekanan darah pasien dan hubungan kepatuhan minum obat dengan penurunan tekanan darah memiliki korelasi yang bermakna, kekuatan yang sedang dengan arah koefisien korelasi adalah positif. UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih kepada pasien yang sudah bersedia berpartisipasi mengikuti penelitian ini. Pihak RSUD Dr. H. Moch. Ansari
Saleh Banjarmasin yang sudah memberikan izin untuk berjalannya penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Alfian, R., Akrom, Darmawan, E., 2013, Pharmacist Counseling Intervension By Oral Can Increase The Patients At Internal Disease Polyclinic PKU Bantul Hospital, Indonesia, Proceding Of The 3rd International Safety Management Of Central Cytotoxic Reconstitution, Indonesia, Editor:
Widyaningsih, W., 21-26.
2. Departemen Kesehatan RI. 2006, Pedoman
Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.
3. Departemen Kesehatan RI. 2006,
Pharmaceutical Care untuk Penyakit Hipertensi, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Depkes RI, Jakarta. 4. Herlambang. 2013, Menaklukkan Hipertensi
dan Diabetes, Tugu Publisher, Yogyakarta.
5. Irza, S. 2009. Analisis Faktor Risiko
Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung Sumatra Barat, diakses tanggal 05
Februari 2015, <http://repository.usu.ac.id> 6. Junaidi, I. 2010.Hipertensi, Pengenalan,
Pencegahan dan Pengobatan, PT. Buana
Ilmu Populer, Jakarta
7. Kementerian Kesehatan RI. 2012, Buletin
Jendela Data dan Informasi Kesehatan Penyakit Tidak Menular, diakses tanggal 20
September 2014,
<http://www.depkes.go.id>.
8. Morisky, D.E., Ang, A., Krousel-Wood, M.A., Ward, H., 2008, Predictive Validity of
143
A Medication Adherence Measure in an Outpatient Setting, J.Health-Syst. Pharm
9. Mubarak, W. I. 2007. Promosi Kesehatan
Sebuah Pengantar Proses Belajar Dalam Pendidikan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
10. Mutmainah, N. 2010. Hubungan antara
Kepatuhan Penggunaan Obat dan Keberhasilan Terapi pada Pasien Hipertensi di Rumah Sakit Daerah Surakarta, diakses
tanggal 05 Februari 2015
<http://publikasiilmiah.ums.ac.id>
11. Pratiwi, D. 2011. Pengaruh Konseling Obat
terhadap Kepatuhan Pasien Hipertensi di Poliklinik Khusus RSUP Dr. M. Djamil Padang, diakses tanggal 20 September 2014,
<http://pasca.unand.ac.id>
12. WHO, 2003, International Society of
Hypertension Writing Group, World Health
Organization-International Society of Hypertension statement of Management of Hypertension.
13. Wolf, H. P. (2006). Cara Mendeteksi dan
Mencegah Tekanan Darah Sejak Dini.