• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN KOMUNIKAS MATEMATIS SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBING PROMPTING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN KOMUNIKAS MATEMATIS SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBING PROMPTING"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PROSIDING ISBN : 978-623-94501-0-6

MENGEMBANGKAN

KEMAMPUAN KOMUNIKAS MATEMATIS SISWA

MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN

PROBING PROMPTING

Oktavia Mega Arzita

Pendidikan Matematika UM. Purwokerto

oktaviamegaa2@gmail.com

Abstrak

Era Kemampuan komunikasi matematis merupakan salah satu kemampuan yang harus dikuasai siswa. Model pembelajaran Probing Prompting merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan agar komunuikasi matematis siswa dapat maksimal, karena probing prompting merupakan salah satu model pembelajaran yang menuntut siswa untuk aktif berpartisipasi dalam pembelajaran. Siswa akan diarahkan untuk lebih aktif dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan yang menggali pengetahuan siswa, dan siswa harus mampu memberikan argumennya meggunakan komunikasi yang baik. Tujuan artikel ini yaitu untuk mengetahui perkembangan kemampuan komunikasi matematis siswa menggunakan model pembelajaran probing promting. Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini yaitu berdasarkan tinjauan pustaka melalui literatur-literatur yang relevan serta dari berbagai media lainnya. Dengan menggunakan probing prompting kemampuan komunikasi matematis siwa dapat dikembangkan. Berdasarkan kajian literatur yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematis diperlukan model pembelajaran yang tepat. Salah satu model pembelajaran tersebut yaitu model pembelajran probing prompting, karena dengan model tersebut siswa memiliki kesempatan untuk bisa memberikan pendapatnya secara lisan. Dengan demikian kemampuan komunikasi matematis siswa khususnya komunikasi lisan dapat dikembangkan.

Kata kunci: Komunikasi Matematis, Probing Prompting

A. PENDAHULUAN

Matematika merupakan salah satu ilmu yang dapat digunakan dalam berbagai segi kehidupan sehingga matematika sendiri di ajarkan disemua jenjang pedidikan mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Menurut Permendiknas Nomor 20 Tahun 2006 salah satu tujuan pembelajaran matematika ialah siswa mampu mengkomunikasikan gagasannya dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, atau media lain guna memperjelas suatu keadaan atau masalah. Menurut Yovita, dkk (2013) dalam pembelajaran matematika, di samping penalaran, pembuktian, representasi matematis, dan pemecahanan masalah matematis, komunikasi matematis baik secara lisan maupun tertulis merupakan hal yang sangat penting.

Menurut Wahid (2012) salah satu fungsi pelajaran matematika adalah sebagai cara mengkomunikasikan gagasan secara praktis, sistematis, dan efisien sehingga

(2)

PROSIDING ISBN: 978-623-94501-0-6

berkomunikasi dengan menggunakan matematika yang dipelajari di sekolah perlu ditumbuhkan. Kemampuan komunikasi siswa sangat diperlukan untuk dapat mempermudah siswa dalam menyelesaikan masalah yang ada. Dalam pembelajaran, kemampuan komunikasi siswa dapat mempermudah siswa ketika terjadi diskusi ataupun interaksi didalam kelas dimana siswa diharapkan mampu menjelaskan, menginterpretasikan, dan menggambarkan sendiri sehingga siswa dapat memperoleh pemahaman konsep matematika yang baik.

Siswa seringkali berkomunikasi dengan teman-teman mereka tentang matematika menggunakan bahasa mereka sendiri yang menurut mereka mudah dipahami. Upaya dalam memikirkan kata-kata atau simbol-simbol membantu mereka memperjelas pemahaman mereka. Sri (2017) mengingat pentingnya kegiatan belajar-mengajar di dalam kelas, diperlukan strategi yang dapat mengembangkan kemampuan siswa dalam berpikir matematis dan membantu siswa mengkomunikasikan apa yang dipahaminya. Selain strategi tersebut, diperlukan juga keaktifan dan keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas yang dapat menumbuhkan sikap keberanian siswa untuk menyelesaikan masalah matematika.

Dalam dunia pendidikan khususnya di Indonesia, guru lebih terbiasa dengan pembelajaran konvensional, dimana dalam pembelajaran konvensional siswa cenderung pasif. Hal ini terjadi karena siswa lebih banyak mendengarkan apa yang dipaparkan oleh guru, sehingga siswa mempunyai kesempatan yang lebih sedikit untuk memberikan gagasannya. Akibatnya siswa kurang memiliki kesadaran tentang pentingnya menyampaikan pendapat serta mengkomunikasikannya. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Zainul dkk (2016) yang menyatakan bahwa praktek pembelajaran di sekolah-sekolah menunjukan bahwa guru yang lebih aktif dibandingkan dengan siswa sehingga memberikan sedikit kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematikanya. Dengan demikian siswa seringkali ragu atau malu mengemukakan pendapatnya kepada teman atau guru, dimana rasa malu ini menghambat kesempatan siswa untuk mengasah kemampuan komunikasnya. Sehingga untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan model pembelajaran yang lebih inovatif. Model pembelajaran probing prompting dirasa mampu mengatasi permasalahan tersebut. Probing prompting merupakan salah satu model pebelajaran di dalam pembelajaan kooperatif, dimana guru menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan meggali, sehingga peserta didik terlibat aktif untuk berfikir yang mengaitkan pengalaman dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari (Swasono dkk, 2014).

Menurut Nenden (2018) pembelajaran proig prompting sangat mungkin dapat dilakukan di kelas matematika mengingat kemampuan guru dalam menguasai jenis-jenis pertanyaan dan ketrampilan bertanya hingga menanggapi jawaban-jawaban siswa. Sehingga disinilah ruang gerak guru dalam mengembangkan kreativitasnya untuk memberikan variasi dalam pembelajaran sehingga minat belajar siswa lebih meningkat lagi. Suharsono (2015) menjelaskan kekurangan dan kelebihan yang dimiliki oleh pembelajaran probing prompting, beberapa kelebihan probing prompting di antaranya: a) mendorong siswa aktif berfikir; b) memberi kesempatan siswa untuk bertanya tentang hal-hal yang kurang jelas; c) jika terdapat perbedaan pendapat antara siswa maka dapat dikompromikan ketika diskusi; d) pertanyaan dapat dibuat menarik, memusatkan perhatian siswa, sehingga suasana menjadi segar, nyaman, dan hidup lagi; e) berfungsi sebagai cara meninjau kembali (review) bahan pelajaran yang lampau; f) dapat mendorong ketrampilan serta keberanian siswa dalam menjawab dan

(3)

PROSIDING ISBN: 978-623-94501-0-6

mengemukakan pendapatnya. Sedangkan kekurangan probing-prompting di antaranya adalah: a) siswa masih merasa takut, ketika guru kurang mendorong siswa untuk bertanya atau menjawab; b) tidak mudah membuat pertanyaan yang sesuai dengan tingkat berfikir dan juga mudah dipahami oleh siswa; c) memerlukan waktu yang lama; d) tidak cukup waktu untuk memberikan pertanyaan kepada tiap siswa untuk jumlah siswa yang banyak.

Langkah-langkah model pembelajaran Probing-Promptingdalam penelitian ini adalah,sebagai berikut: 1) Guru menghadapkan siswa pada situasi baru, misalnya dengan memperlihatkan gambar atau rumus yang sesuaidengan materi. 2) Siswa melakukan diskusi kecil kepada teman sebangku untuk memahami gambar atau rumus yang telah diperlihatkan. 3) Seluruh siswa diberi pertanyaanyang sesuai dengan indikator dan tujuan pembelajaran yang diharapkan. Siswa melakukan diskusi kecil kepada teman sebangku untuk merumuskan masalah yang diberikan. 4) Salah satu siswa ditunjuk untuk menjawab permasalahanyang diberikan. 5) Siswa lain diminta untuk memberi tanggapan tentang jawaban tersebut untuk meyakinkan bahwa seluruh siswa terlibat dalam kegiatan yang sedang berlangsung. 7) Guru mengajukan pertanyaan akhir pada siswa yang berbeda untuk lebih menekankan bahwa tujuan pembelajartersebut benar-benar telah dipahami oleh seluruh siswa. Berdasarkan uraian di atas tujuan dari artikel ini yaitu untuk melihat bagaimana pengaruh probing prompting terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa.

B. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah metode kajian literatur. Kajian literature atau kajian pustaka merupakan sebuah deskripsi yang berasal dari sumber ilmiah yang relevan dengan topic tertentu (Sitti dkk, 2019) Atrikel ini bertujuan untuk melihat pengaruh penerapan model pembelajaran Probing Prompting terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Data dalam artikel ini diperoleh melalui studi literatur antara lain berasal dari penelitian-penelitian terdahulu dan artikel.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa hasil-hasil penelitian seperti jurnal ilmiah, laporan penelitian, internet dan lainnya yang relevan dengan artikel ini. Teknik analisis dalam artikel ini meliputi 3 tahap yaitu

organize, synthesize, dan identify. Tahap yang pertama organize, yaitu mengumpulkan

sumber-sumber ilmiah yang relevan dengan permasalahan yang akan diangkat. Langkah kedua adalah synthesize yaitu menyatukan hasil literature, dengan mencari keterkaitan antar literature yang digunakan maka akan menjadi suatu satu kesatuan ringkasan. Ketiga, identify yaitu mengidentifikasi hal-hal yang dianggap sangat penting untuk dianalisis, guna mendapatkan suatu tulisan yang menarik untuk dibaca. C. HASIL DAN PEMBAHASAN

Matematika sudah menjadi salah satu mata pelajaran wajib yang ada disetiap jenjang pendidikan. Matematika merupakan salah satu ilmu yang abstrak dan sulit untuk dipahami oleh karena itu matematika selalu menjadi mata pelajaran yang kurang diminati oleh siswa padahal matematika hampir selalu ada dan berperan disetiap kehidupan sehari hari. Untuk itu pembelajaran di dalam kelas hendaknya tidak hanya sekedar dapat menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh guru, namun juga bisa menggunakannya dikehidupan sehari-hari. Karena kemampuan siswa untuk bisa menerapkan ilmunya dikehidupan sehari-hari juga salah satu tujuan pembelajaran

(4)

PROSIDING ISBN: 978-623-94501-0-6

matematika. Untuk bisa mencapai tujuan tersebut diperlukan kemampuan matematis yang harus dikuasai oleh siswa.

Kemampuan matematis adalah kemampuan dalam menghadapi permasalahan matematika. Menurut NCTM (2000) siswa yang mahir secara matematis dapat menerapkan matematika yang mereka tahu untuk memecahkan masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari dan masyarakat. Kemampuan matematis sendiri terdiri dari penalaran matematis, komunikasi matematis, pemecahan masalah matematis, pemahaman konsep, pemahaman matematis, berpikir kreatif dan berpikir kritis. Terdapat beberapa indikator kemampuan komunikasi matematis siswa pada pembelajaran matematika menurut NCTM (1989 : 214) dalam Dwi (2014) dapat dilihat dari:

a. Kemampuan siswa dalam mengekspresikan menggambarkan secara visual serta mendemonstrasikannya ide-ide matematis melalui lisa serta tulisan.

b. Kemampuan siswa dalam memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematis baik secara lisan, tulisan, ataupun dalam bentuk visual lainnya. c. Kemampuan siswa dalam menyajikan ide-ide serta menggambarkan

hubungan-hubungan dengan model-model situasi dengan menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya.

Dalam NCTM (2000) dinyatakan bahwa standar proses dalam pembelajaran matematika, meliputi problem solving (pemecahan masalah), reasoning and proof (penalaran dan pembuktian), communication (komunikasi), connections (koneksi), dan representations (representasi). Di dalam itu, terdapat komunikasi yang merupakan bagian penting dari matematika (NCTM, 2000). Kemampuan komunikasi menjadi penting karena untuk mengklarifikasi, meyakinkan pemahaman dan membantu membangun makna dalam pembelajaran.

Komunikasi merupakan salah suatu ciri penting ketika siswa mengekspresikan hasil pemikiran mereka baik secara lisan maupun tulisan (NCTM, 2000). Menurut Laili (2016) karena matematika tidak hanya menjadi alat berpikir yang membantu siswa untuk mengembangkan pola, menyelesaikan masalah dan menarik kesimpulan tetapi juga sebagai alat untuk mengkomunikasikan pikiran, ide dan gagasan secara jelas, tepat dan singkat sehingga komunikasi memegang peranan penting dalam pembelajaran matematika. Untuk itu diperlukan cara yang tepat untuk dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

Menurut Baroody dalam Wahid (2012) terdapat lima aspek komunikasi yaitu

representing, listening, reading, discussing dan writing sehingga hendaknya sebuah

pembelajaran dapat membantu siswa mengkomunikasikan ide matematika melalui lima aspek komunikasi tersebut.

a. Representing atau mempresentasikan artinya membuat bentuk yang lain dari suatu ide atau permasalahan untuk membantu anak menjelaskan konsep atau ide dan memudahkan anak dalam mendapatkan strategi pemecahan masalah. Tetapi dalam NCTM 2000, kemampuan representasi terpisah dari kemampuan komunikasi matematis dan menjadi kemampuan tersendiri.

b. Listening atau mendengar merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam diskusi. Kemampuan dalam mendengankan dengan baik dan hati-hati dapat membantu siswa dalam memberikan pendapatnya. Mendengarkan dengan teliti dan hati-hati dalam suatu diskusi dapat membantu siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan matematika siswa.

(5)

PROSIDING ISBN: 978-623-94501-0-6

c. Reading atau membaca merupakan salah satu aspek dalam komunikasi matematis yang sangat kompleks, karena di dalamnya terdapat aspek mengingat, memahami, membandingkan, menganalisis, dan mengorganisasikan apa yang terkandung dalam bacaan.

d. Discussing atau diskusi merupakan kemampuan siswa dalam mengungkapkan dan merefleksikan pikirannya berkaitan dengan materi pembelajaran yang sedang dipelajari. Menurut Huggins (1999) dalam Abd. Qohar (2018) salah satu bentuk komunikasi matematis adalah berbicara yang identik terjadi dalam diskusi. Diskusi memiliki beberapa kelebihan diantara adalah mempercepat dalam pemahaman

materi, membantu siswa mengkonstruksu pemahaman matematis,

menginformasikan bahwa matematik dapat diselesaikan dengan membangun ide bersama dalam satu tim, membantu siswa menganalisis dan memecahkan masalah secara bijaksana.

e. Writing atau menulis merupakan kegiatan yang dilakukan dengan sadar untuk mengungkapkan dan merefleksikan pikiran siswa yang dituangkan dalam media. Dengan menulis siswa dapat mentransfer pengetahuan yang dimilikinya melalui tulisan. Menurut Huggins (1999) dalam Abd. Qohar (2018) menyatakan bahwa untuk memperoleh kejelasan dan dapat membantu siswa mengungkapkan tingkat pemahamannya dapat dilakukan dengan menulis.

Disebutkan juga alasan pentingnya komunikasi dalam pembelajaran dan harus ditingkatkan untuk siswa. Komunikasi matematika penting karena matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir, menyelesaikan maslaah dan menarik kesimpulan tetapi matematika juga alat yang sangat penting untuk mengkomunikasikan berbagai ide dengan jelas, tepat, dan ringkas. Selain itu juga pembelajaran matematika merupakan aktivitas sosial artinya pembelajaran matematika menjadi salah satu wahana interaksi antar siswa, serta sebagai alat komunikasi antar guru dan siswa.

Dikemukakan dalam NCTM (2000) bahwa melalui pemecahan masalah, penalaran dan argumentasi pemahaman matematika secara konseptual dapat dibangun. Makna argumentasi dalam hal ini tentu melibatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi baik lisan maupun tertulis. Kita dapat melihat kualitas komunikasi matematis siswa dengan melakukan komunikasi secara lisan. Karena dengan komunikasi lisan guru melakukan aktifitas langung dengan siswa melalui dialog tanya jawab atau dengan cara lain.

Pada pembelajaran konvensional kemampuan komunikasi matematis siswa secara lisan masih sangat kurang, hanya jawaban-jawaban pendek atas pertanyaan yang diberikan oleh guru. Bahkan melakukan komunikasi secara lisan didalam kelas sangat jarang dilakukan oleh siswa untuk memberikan penjelasan matematika, alasan atas setiap jawaban, dan membenarkan atau manyalahkan jawaban. Komunikasi matematis secara verbal juga penting karena itu dapat digunakan untuk alat ukur dalam pemahaman matematika.

Dengan megkomunikasikan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa maka akan terjadi perundingan kembali respon antar siswa, sedangkan guru hanya berperan sebagai filter atau fasilitator dalam proses diskusi. Komunikasi matematis akan efektif jika guru dapat mengkondisikan kelas yang aktif saat pembelajaran. Selain itu guru juga harus bisa membuat kelas yang nyaman agar siswa bisa merasa bebas saat berpendapat didalam kelas.

Diperlukan adanya komunitas matematika didalam kelas untuk mendukung kemampuan komunikasi matematis siswa. Menurut Baroody dalam Wahid (2012)

(6)

PROSIDING ISBN: 978-623-94501-0-6

menyatakan bahwa salah satu cara untuk membangun komunitas matematika didalam kelas adalah dengan menerapkan pembelajaran kooperatif. Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah probing-prompting, yaitu pembelajaran yang sifatnya menuntun dan menggali dengan cara guru menyajikan serangkaian pertanyaan dari materi yang akan dibahas. Dengan demikian terjadi proses berfikir dan mengaitkan antara pengalaman dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari serta menuntut siswa untuk aktif berfikir dalam merespons setiap pertanyaan.

Menurut Huda dalam Helma (2017) Model pembelajaran Probing Prompting merupakan suatu pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik dengan menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menggali gagasan siswa sehingga dapat meningkatkan proses berpikir yang mampu mengaitkan pengetahuan dan pengalaman siswa dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Selanjutnya, siswa mengkonstruksi konsep-prinsip dan aturan menjadi pengetahuan baru, dan dengan demikian pengetahuan baru tersebut diperoleh siswa secara mendiri.

Menurut Swasono, dkk (2014) model pembelajaran konvensional, dalam pembelajarannya hanya menekankan kepada proses penyampaian materi yang dilakukan secara verbal dari seorang guru kepada siswa. Suasana pembelajaran seperti ini sangat memungkinkan siswa cepat merasa bosan. Namun model pembelajaran probing prompting dirasa mampu memberikan suasana pembelajaran yang menyenangkan di dalam kelas sehingga siswa tidak merasa tegang dan bisa menerima materi pelajaran dengan lebih baik. Pemberian kuis kepada siswa dengan nuansa permainan membuat siswa tidak merasa tidak cepat bosan dan terbiasa dalam mengerjakan soal-soal latihan.

Dalam pembelajaran probing prompting guru akan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang akan membantu siswa untuk menyimpulkan suatu pengetahuan yang baru. Setiap pertanyaan yang diberikan oleh guru akan dijawab oleh siswa, jika jawaban kurang tepat maka guru akan memberikan intruksi lain dan memberikan kesempatan kepada siswa lain untuk menjawab. Dengan demikian setiap siswa akan memproleh kesempatan yang sama untuk berkomunikasi.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Mustika dan Buana (2017) secara umum hasil yang diperoleh melalui penelitian ini menunjukan bahwa penerapan model pembelajaran Probing Prompting dapat memberi pengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Hal ini didasarkan pada perbedaan rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa rata- rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelas eksperimen lebih baik daripada rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas kontrol, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Kurniasari dan Susanah (2013) diperoleh hasil bahwa siswa mampu menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar, dan diagram dengan benar meskipun penalaran yang digunakan kurang jelas atau lengkap, hal ini diketahui bahwa sebanyak 72 % siswa berada pada level 2 ke atas. Siswa mampu mengajukan dugaan dengan benar meskipun ada beberapa penalaran yang digunakan kurang lengkap dan jelas, hal ini diketahui bahwa sebanyak 91 % siswa berada pada level 2 ke atas. Siswa mampu melakukan manipulasi matematika dengan benar meskipun ada beberapa yang penalarannya kurang lengkap dan jelas, hal ini diketahui sebanyak 78 % siswa berada pada level 2 ke atas. Siswa mampu menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi dengan benar dan menggunakan penalaran dengan baik, hal ini diketahui sebanyak 52

(7)

PROSIDING ISBN: 978-623-94501-0-6

% siswa berada pada level 3 ke atas. Siswa mampu menarik kesimpulan dari pernyataan dengan benar meskipun penalaran yang digunakan kurang lengkap dan jelas, hal ini diketahui bahwa sebanyak 86 % berada pada level 2 ke atas. Selanjutnya siswa mampu memeriksa kebenaran suatu argumen dengan benar dan penalaran baik, hal ini diketahui bahwa sebanyak 53 % berada pada level 3 ke atas. Siswa mampu menemukan pola atau sifat gejala matematis untuk membuat generalisasi dengan benar meskipun penalaran yang digunakan kurang lengkap dan jelas, hal ini dieketahui bahwa sebanyak 87 % berada pada level 2 ke atas.

Pada kedua penelitian tersebut sama-sama meneliti tentang penggunaan probing prompting dalam pembelajaran matematika, namun Helma Mustika dan Lindra Buana (2017) menggunkan kemampuan pemecahan masalah matematis, sedangkan Yayuk Kurniasari dan Susanah (2013) penelitian yang dilakukan adalah penalaran matematis.

D. SIMPULAN

Berdasar kajian literatur yang telah penulis lakukan, dapat dilihat bahwa komunikasi matematis merupakan salah satu kemampuan matematis yang mendasar dan menjadi hal yang pokok dalam melakukan pembelajaran matematika. Untuk itu diperlukan model pembelajaran yang tepat untuk dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Salah satu model pembelajaran tersebut adalah probing prompting, karena dengan menggunakan probing prompting setiap siswa memiliki kesempatan untuk bisa memberikan pendapatnya secara lisan. Itu artinya kemampuan komuniakasi matematis siswa khususnya secara lisan dapat ditingkatkan.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Z., Trapsilasiwi, D., & Fatahillah, A. 2016. Analisis Kemampuan Komunikasi Matematika Dalam Menyelesaikan Masalah Pada Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linier Dua Variabel Siswa Kelas VIII-C SMP Nuris Jember. Jurnal

Edukasi, 3(2), 9-12.

Asnawati, S. 2017. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Smp Dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-Gamestournaments. Euclid, 3(2).

Dewi, R. T., & Indonesia, P. G. R. 2017. Pengaruh Model Pembelajaran Probing-Prompting Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri Sidoharjo Tahun Pelajaran 2017/2018.

Kurniasari, Y. 2013. Penerapan Teknik Pembelajaran Probing Prompting untuk Mengetahui Kemampuan Penalaran Matematika Siswa Kelas 7 G di SMPN 1 Rejoso. MATHEdunesa, 2(1).

Learning, P. B. Pengaruh Problem Based Learning terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Pada Materi Himpunan Kelas VII.

Mustika, H., & Buana, L. 2019. Penerapan Model Pembelajaran Probing Prompting Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa. MES: Journal of

Mathematics Education and Science, 2(2).

NCTM .2000. Principles and Standards for School Mathematics, Reston, Virginia. Qohar, A. 2018. Pengembangan Instrumen Komunikasi Matematis untuk siswa SMP.

(8)

PROSIDING ISBN: 978-623-94501-0-6

Rachmayani, D. 2014. Penerapan Pembelajaran Reciprocal Teaching untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Dan Kemandirian Belajar Matematika Siswa. JUDIKA (Jurnal Pendidikan Unsika), 2(1).

Sartika, N. S., & Yulita, S. R. 2018. Penerapan Model Pembelajaran Probing-Prompting untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis. GAUSS: Jurnal Pendidikan

Matematika, 1(2), 149-159.

Sholihah, D. A., & Shanti, W. N. 2017. Diposisi Berpikir Kritis Matematis Dalam Pembelajaran Menggunakan Metode Socrates. Jurnal Karya Pendidikan

Matematika, 4(2), 1-9.

Sufi, L. F. 2016. Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning.

Suharsono, S. 2015. Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Disposisi Matematik Siswa Sma Menggunakan Teknik Probing Prompting. Edusentris, 2(3), 278-289. Swasono, A. H., Suyitno, A., & Susilo, B. E. 2014. Penerapan pembelajaran

probing-prompting terhadap hasil belajar peserta didik pada materi lingkaran. UNNES

Journal of Mathematics Education, 3(2).

Umar, W. 2012. Membangun Kemampuan Komunikasi Matematis Dalam Pembelajaran Matematika. Infinity Journal, 1(1), 1-9.

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan rencana akan dibangunnya prototype kapal Sephull Bubble Vessel, maka selain data-data ukuran utama kapal serta gambar general arrangement diperlukan juga

Therefore, if the irrigation water in rice cultivation containing vinasse, then of course the rice crop will provide growth response varies according to the characteristics

Jika dari dalam kotak diambil sebuah bola secara acak, maka peluang terambil bola berwarna putih adalah

Sehubungan dengan telah selesainya evaiuasi kualifikasi terhadap penawaran yang telah disampaikan kepad,a Pokja Konstruksi II KLP Kabupaten Tapin, maka bersama ini

Jadi pada saat beban luar bernilai nol maka hanya beban awal Fi, yang bekerja pada sambungan seperti terlihat pada gambar 8.21(a) Pada saat beban maksimum, Pmax, maka beban

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil

(Sumber: Hasil pengamatan dan wawancara dengan guru Bahasa Indonesia di Kelas VIII-C SMP Negeri 7 Ciamis pada tanggal 12 Nopember 2016).. Keadaan seperti di atas jika

gambaran mengenai bagaimana pengalaman tersebut terjadi dengan menggunakan bahasa yang mudah diketahui. Pengalaman yang dituliskan disini adalah pengalaman para