• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) 2.1.1. Pengertian Posyandu

Posyandu merupakan lembaga kemasyarakatan yang tumbuh dan berkembang melalui dari, oleh dan untuk masyarakat diharapkan sebagai wadah yang mampu memberikan pelayanan kesehatan dan sosial dasar masyarakat. Posyandu sebagai perwujudan dari peran serta masyarakat tidak serta merta hadir dan bergerak dengan sendirinya, dukungan pemerintah terhadap keberadaan dan kesinambungan posyandu terus diupayakan berbagai kebijakan telah dibuat, bermacam kegiatan dan program telah dilaksanakan agar posyandu tetap eksis dan menjadi gerbang depan pemberdayaan masyarakat (Depkes, 2011).

Menurut Shakira (2009) posyandu adalah suatu forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan kesehatan masyarakat yang mempunyai nilai strategis untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini. Posyandu juga merupakan tempat kegiatan terpadu antara program keluarga berencana di tingkat desa. Posyandu adalah pusat kegiatan masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dan keluarga berencana. Posyandu adalah pusat pelayanan keluarga berencana dan kesehatan yang dikelola dan di selenggarakan untuk dan oleh masyarakat dengan dukungan teknis dari petugas kesehatan dalam rangka pencapaian norma keluarga kecil bahagia sejahtera (NKKBS).

(2)

Istilah posyandu yang dikenal sebagai Pos Pelayanan Terpadu adalah suatu tempat yang kegiatannya tidak dilakukan setiap hari melainkan satu bulan sekali diberikan oleh pemberi pelayanan kesehatan dan terdiri dari beberapa pelayanan kesehatan yaitu:

1. Pelayanan Pemantauan Pertumbuhan Berat Badan Balita 2. Pelayanan Imunisasi

3. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak. Pelayanan Ibu berupa pelayanan ANC (Antenatal Care), kunjungan pasca persalinan (Nifas) sementara Pelayanan Anak berupa Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Balita dengan maksud menemukan secara dini kelainan-kelainan pada balita dan melakukan intervensi segera.

4. Pencegahan dan Penanggulangan diare dan Pelayanan Kesehatan lainnya (Arali, 2008).

2.1.2. Tujuan Posyandu

Posyandu diselenggarakan dengan tujuan sebagai berikut: 1. Tujuan umum

Menunjang percepatan penurunan AKI dan AKB di Indonesia melalui upaya pemberdayaan masyarakat.

2. Tujuan Khusus

a. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pelenggaraan upaya kesehatan dasar, terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.

(3)

b. Meningkatkan peran lintas sektor dalam penyelenggaraan posyandu, terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.

c. Meningkatkan cakupan dan jangkauan pelayanan kesehatan dasar, terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB (Depkes RI, 2006).

2.1.3. Kegiatan Posyandu

Kegiatan posyandu harus dilaksanakan pada tingkat lokal dengan mengikuti arahan dari atas dan sesuai dengan keinginan institusi-institusi pada tingkat administrasi yang lebih tinggi. Khususnya Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) dan Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) secara langsung terlibat dalam posyandu. LKMD dipimpin oleh kepala desa, sebagai mitra pemerintah dalam pengembangan masyarakat desa, bertanggung jawab untuk mengorganisasikan program. Di sisi lain, PKK sebagai organisasi semi-formal yang bertujuan mengaktifkan peran perempuan dalam proses pembangunan, harus menjamin partisipasi perempuan secara sukarela sebagai kader kesehatan sekaligus sebagai penerima pelayanan (Sciortino, 1999).

Kegiatan di posyandu merupakan kegiatan nyata yang melibatkan pastisipasi masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat yang dilaksanakan oleh kader-kader kesehatan yang telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan dari puskesmas mengenai pelayanan dasar (Wijono, 2005 ).

(4)

Kegiatan posyandu dapat dilaksanakan di pos pelayanan yang telah ada, rumah penduduk, kepala dusun, tempat pertemuan RT/RK atau di tempat khusus yang dibangun masyarakat. Penyelenggara posyandu dilakukan dengan “Sistem Lima Meja”.

2.1.4. Program Posyandu

Program posyandu meliputi antara lain :

1. Pemeliharaan kesehatan bayi dan anak balita, melalui : a. Penimbangan bulanan bayi dan anak balita.

b. Perbaikan gizi.

c. Pencegahan terhadap penyakit (terutama imunisasi dasar). d. Pengobatan penyakit, khususnya penanggulangan diare.

e. Penyuluhan (kelompok dan perorangan) kepada ibu atau pengasuh bayi/anak balita.

2. Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, ibu menyusui dan pasangan usia subur : a. Perbaikan gizi (terutama anemia gizi).

b. Pencegahan terhadap penyakit termasuk imunisasi Tetanus Toxoit (TT). c. Pengobatan penyakit.

d. Pelayanan kontrasepsi (terutama pil KB).

e. Penyuluhan (kelompok dan perorangan) (Nasution, 1997).

2.1.5. Sasaran Posyandu

Sasaran posyandu adalah seluruh masyarakat/keluarga, utamanya adalah bayi baru lahir, balita, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas, pasangan usia subur.

(5)

2.1.6. Kader Posyandu

Pada pelaksanaan kegiatan di posyandu kader merupakan penggerak utama lancarnya kegiatan ini. Kader adalah warga masyarakat setempat yang terpilih atau ditunjuk oleh masyarakat dengan kata lain kader kesehatan merupakan wakil dari warga setempat, yang membantu masyarakat dalam masalah kesehatan agar diperoleh kesesuaian antara fasilitas pelayanan dan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan. Kader sebagai pembaharu diharapkan mampu membawa nilai baru yang sesuai dengan nilai yang ada di daerahnya, dengan menggali segi-segi positifnya. Untuk dapat berperan sebagaimana yang diharapkan dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, maka dibutuhkan para kader yang dipercayai oleh masyarakat (Depkes RI, 2006).

Untuk dapat melaksanakan peran dan fungsinya maka pengertian kader secara lebih jelas adalah tenaga sukarela yang berasal dari masyarakat dan mendapat kepercayaan dari masyarakat setempat. Setelah mendapat pelatihan mereka terpanggil untuk memelihara dan mengembangkan kegiatan yang ada dan mengatasi masalah yang timbul di masyarakat (Depkes RI, 2006).

Menurut Depkes 2011 kader posyandu diharapkan : a. Berasal dari anggota masyarakat setempat b. Dapat membaca dan menulis huruf latin c. Berminat dan bersedia menjadi kader d. Bersedia bekerja secara sukarela e. Memiliki kemampuan dan waktu luang

(6)

Tugas kader posyandu untuk mengelola dan melayani masyarakat untuk mendukung peningkatan kualitas SDM ini merupakan tugas yang berat dan dilakukan secara sukarela.

Pelayanan petugas kader kesehatan memegang peranan penting terhadap kunjungan ibu ke posyandu. Dengan pelayanan yang menyenangkan, ramah dan memberikan informasi serta penyuluhan yang jelas dan mudah dimengerti dari petugas kesehatan sehingga orang tua sadar untuk datang ke posyandu (Mardiati, 2001).

2.2. Penyuluhan

Penyuluhan merupakan suatu usaha menyebarluaskan hal-hal yang baru agar masyarakat mau tertarik dan berminat untuk melaksanakannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Penyuluhan juga merupakan suatu kegiatan mendidik kepada masyarakat, memberi pengetahuan, informasi-informasi, dan kemampuan-kemampuan baru, agar dapat membentuk sikap dan berperilaku hidup menurut apa yang seharusnya. Pada hakekatnya penyuluhan merupakan suatu kegiatan non formal dalam rangka mengubah masyarakat menuju keadaan yang lebih baik seperti yang di cita-citakan (Zulkarimein, 1989).

2.2.1. Program dan Langkah-langkah Penyuluhan

Program penyuluhan dalam pelaksanaannya harus membuat suatu perencanaan yang baik serta memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

(7)

1. Dapat dilaksanakan terus menerus 2. Berorientasi ke masa depan

3. Dapat menyelesaikan suatu masalah 4. Mempunyai tujuan

Menurut Wiraatmaja yang dikutip oleh Lucie (2005), indikasi yang dapat dilihat dari seseorang pada setiap tahapan dalam penyuluhan adalah sebagai berikut :

1. Tahap sadar (awarness)

Pada tahap ini seseorang sudah mengetahui sesuatu yang baru karena hasil dari berkomunikasi dengan pihak lain.

2. Tahap minat (interest)

Pada tahap ini seseorang mulai ingin mengetahui lebih banyak tentang hal-hal baru yang sudah diketahuinya dengan jalan mencari keterangan atau informasi yang lebih terperinci.

3. Tahap menilai (evaluation)

Pada tahap ini seseorang mulai menilai atau menimbang-nimbang serta menghubungkan dengan keadaan kemampuan diri.

4. Tahap mencoba (trial)

Pada tahap ini seseorang mulai menerapkan atau mencoba dalam skala kecil sebagai upaya meyakinkan apakah dapat dilanjutkan atau tidak. 5. Tahap penerapan (adoption)

Pada tahap ini seseorang sudah yakin akan hal baru dan mulai melaksanakan dalam skala besar.

(8)

Langkah-langkah dalam penyuluhan adalah mengenal masalah masyarakat dan wilayah, menentukan prioritas, menentukan tujuan penyuluhan, menentukan sasaran penyuluhan, menentukan isi/materi penyuluhan, menentukan metode penyuluhan yang akan digunakan, menggunakan alat-alat peraga atau media yang dibutuhkan, menyusun rencana penilaian dan menyusun rencana kerja/rencana pelaksanaan.

2.2.2. Metode Penyuluhan

Metode penyuluhan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tercapainya suatu hasil penyuluhan secara optimal.

Menurut Machfoedz, (2005) ada beberapa cara metode penyuluhan yaitu: a. Ceramah

Ceramah adalah salah satu cara memberikan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut untuk menjelaskan sesuatu dengan lisan disertai dengan tanya jawab dengan dibantu beberapa alat peraga yang dianggap perlu. Metode ceramah dapat disertai dengan tanya jawab dan diskusi. Metode ini dapat digunakan jika tujuan yang ingin dicapai adalah bidang pengertian atau pengetahuan.

b. Demonstrasi

Metode demonstrasi adalah suatu cara penyampaian penyuluhan atau penyajian informasi, pengertian dan ide yang dipersiapkan dengan teliti untuk memperlihatkan secara langsung objek atau bagaimana cara menjalankan suatu prosedur atau proses yaitu dengan melibatkan peserta didalamnya, sasaran harus diberi kesempatan untuk mencoba sendiri. Pada metode ini proses penerimaan

(9)

sasaran terhadap materi penyuluhan akan lebih berkesan secara mendalam sehingga mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan sempurna.

c. Simulasi

Merupakan metode penyuluhan yang dalam pelaksanaannya penyuluh dapat melakukan suatu kegiatan belajar mengajar yang berorientasi pada penghayatan keterampilan dan praktek dalam situasi sebenarnya, sesuai dengan tujuan belajarnya. Metode ini dapat digunakan bila tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengembangkan sikap positif sehingga sasaran perlu meyaksikan kejadian.

Cara penyuluhan atau metode tergantung pada tujuan yang ingin di capai, tujuan dapat dikelompokkan yaitu pengertian atau pengetahuan, sikap dan keterampilan atau tindakan. Jadi metode tergantung pada bidang apa yang ingin dicapai (Machfoedz, 2005).

Metode penyuluhan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tercapainya suatu hasil penyuluhan secara optimal. Semua metode akan baik bila digunakan secara tepat yaitu sesuai dengan kebutuhan (Notoatmojo, 2007). Pada garis besarnya ada dua jenis metode dalam penyuluhan yaitu :

1. Metode One Way Methode (Metode Satu Arah)

Menitik beratkan pendidik yang aktif, sedangkan pihak sasaran tidak diberi kesempatan untuk aktif. Yang termasuk metode ini adalah metode ceramah, siaran melalui radio, pemutaran film, penyebaran selebaran, pameran.

(10)

2. Metode Two Way Methode (Metode Dua Arah)

Pada metode ini terjadi komunikasi dua arah antara pendidik dan sasaran. Yang termasuk dalam metode ini adalah : wawancara, demonstrasi, sandiwara, simulasi, curah pendapat, permainan peran (role playing) dan tanya jawab.

2.2.3. Alat Bantu dan Media Penyuluhan

Alat bantu penyuluhan adalah alat-alat atau perlengkapan yang diperlukan penyuluh guna memperlancar kegiatan penyuluhan. Alat bantu lebih sering disebut alat peraga yang merupakan alat atau benda yang dapat diamati, didengar, diraba atau dirasakan oleh indera manusia yang berfungsi sebagai alat untuk memperagakan dan atau menjelaskan uraian yang disampaikan secara lisan oleh penyuluh guna membantu proses penyuluhan (Notoatmodjo, 2005).

Media penyuluhan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh penyuluh, baik melalui media cetak, elektronik dan media luar ruang sehingga sasaran mendapat pengetahuan yang akhirnya diharapkan dapat berubah perilakunya kearah positif terhadap kesehatan.

Menurut bentuknya media penyuluhan dibedakan atas :

1. Media visual : media yang sifatnya dapat dilihat (slide, transparansi) 2. Media audio : media yang sifatnya dapat didengar (radio)

3. Media audiovisual : media yang dapat didengar dan dilihat (televisi, film) 4. Media tempat memperagakan (papan tulis, papan tempel, OHP, papan planel) 5. Media pengalaman nyata atau media tiruan (simulasi, benda nyata)

(11)

Menurut Notoatmojo (2007) untuk memperjelas pesan-pesan yang disampaikan kepada masyarakat perlu adanya suatu alat peraga agar tercapai tujuan pendidikan yaitu :

1. Menanamkan pengetahuan/pengertian/pendapat, dan konsep-konsep. 2. Mengubah sikap dan persepsi

3. Menanamkan tingkah laku/kebiasaan yang baru.

2.2.4. Materi Penyuluhan

Menurut Depkes (2011) materi penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut di posyandu adalah :

1. Bersihkan selalu gusi dan lidah bayi setelah diberi susu dengan kain kasa yang dibasahi air hangat.

2. Setelah gigi anak mulai tumbuh biasakan ibu membersihkan gigi anak dengan kain kasa.

3. Setelah anak dapat berjalan anak dibantu ibu menyikat gigi. Ibu berada dibelakang anak, satu tangan menyangga kepala anak.

4. Setelah anak senang menyikat gigi, biarkan anak menyikat gigi sendiri orangtua mengawasi.

a. Biasakan anak menyikat giginya 2 kali sehari b. Pagi setelah sarapan dan malam menjelang tidur c. Pakailah pasta yang mengandung fluoride d. Air yang digunakan adalah air hangat

(12)

5. Ajaklah anak menyukai makanan yang menyehatkan gigi.

6. Kurangi makanan yang merusak gigi. Berkumurlah setelah makan dengan air matang.

7. Periksalah gigi anak secara berkala 6 bulan sekali ke petugas kesehatan.

2.3. Perilaku

Menurut Notoatmojo (2007) perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok atau masyarakat. Menurut Bloom (1974) membagi perilaku dalam 3 (tiga) domain (ranah) yakni: kognitif, afektif, dan psikomotor. Menurut Notoatmodjo (2007), dalam perkembangan perubahan perilaku dapat diukur dari :

1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior). 2. Sikap

Menurut Notoatmodjo (2007) sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan. Sikap belum merupakan tindakan, akan tetapi merupakan

(13)

predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-caran tertentu. Sikap merupakan perubahan yang meniru orang lain karena orang lain tersebut dianggap sesuai dengan dirinya (Azwar, 2005).

3. Praktek atau tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan, untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata dibutuhkan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antar lain fasilitas. Tindakan adalah niat yang sudah direalisasikan dalam bentuk tingkah laku yang tampak dan memerlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan.

Skiner (1938) perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).Untuk membentuk jenis respon atau perilaku perlu diciptakan adanya suatu kondisi tertentu yang disebut operant conditioning yaitu :

1. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau

reinforcer berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan

dibentuk.

2. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang membentuk perilaku yang dikehendaki.

3. Menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer atau hadiah untuk masing-masing komponen tersebut.

(14)

4. Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan komponen yang telah disusun. Hal ini akan mengakibatkan komponen atau perilaku tersebut cenderung akan sering dilakukan. Sebagai ilustrasi, misalnya dikehendaki agar anak mempunyai kebiasaan menggosok gigi sebelum tidur. Untuk berperilaku seperti ini maka anak tersebut harus :

a. Pergi ke kamar mandi sebelum tidur b. Mengambil sikat dan odol

c. Mengambil air dan berkumur d. Melaksanakan gosok gigi e. Menyimpan sikat gigi dan odol f. Pergi ke kamar tidur.

Perilaku orangtua sangat penting dalam mendasari terbentuknya perilaku yang mendukung atau tidak mendukung kesehatan gigi dan mulut anak (Ambarwati 2010).

2.4. Kesehatan Gigi dan Mulut

Penyakit gigi dan mulut yang sering di jumpai yaitu gigi berlubang (karies). Karies gigi merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan sementum, yang disebabkan oleh aktifitas suatu jasad renik dalam plak. Karies gigi disebabkan oleh host (tuan rumah dalam hal ini gigi dan saliva), agent (mikroorganisme/bakteri mulut yang kariogenik), environment (lingkungan yaitu makanan dan diet), waktu (Panjaitan, 1997; Harris & Christen, 1995).

(15)

Menurut Notoatmodjo (2004) bahwa penyebab timbulnya masalah kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat salah satunya adalah faktor perilaku atau sikap mengabaikan kebersihan gigi dan mulut. Hal tersebut dilandasi oleh kurangnya pengetahuan akan pentingnya pemeliharaan gigi dan mulut.

Menurut Antara News dalam Maulani dan Jubilee (2005) jumlah balita di Indonesia mencapai 30% dari 250 juta penduduk Indonesia, sehingga diperkirakan balita yang mengalami kerusakan gigi mencapai 75 juta lebih. Jumlah itu sangat mungkin bertambah terus, karena pada Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Nasional pada tahun 1990 hanya 70% tetapi pada tahun 2003 mencapai 90%.

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti Taverud (2009) menunjukkan bahwa prevalensi karies gigi pada anak sangat bervariasi jika didasarkan atas golongan umur anak berusia 1 tahun 5%, anak usia 2 tahun 10%, anak usia 3 tahun 40%, anak usia 4 tahun 55%, dan anak usia 5 tahun 75%. Dengan demikian golongan umur balita merupakan golongan rawan terjadinya karies gigi (tantursyah.blogspot.com).

Efrinda menyatakan bahwa memasuki usia pra sekolah resiko anak mengalami karies cukup tinggi. Pengetahuan, sikap dan perilaku orang tua terutama ibu dalam pemeliharaan gigi memberi pengaruh cukup signifikan terhadap sikap dan perilaku anak dalam pemeliharaan kesehatan gigi. Disamping itu perilaku anak sendiri menentukan status kesehatan gigi mereka, termasuk pola makan dan kebutuhan membersihkan gigi. Pada umumnya anak sangat menggemari makanan manis seperti gulali, permen dan coklat yang diketahui sebagai substrat dan disukai oleh bakteri yang selanjutnya dapat melarutkan struktur. Dengan keadaan ini

(16)

diperburuk dengan kemalasan anak dalam membersihkan giginya (www.rumahsorgaku.com).

Menurut Hariadi ada beberapa faktor memiliki kontribusi dalam menyebabkan terjadinya karies gigi pada anak. Faktor kejadian karies gigi antara lain insiden disebabkan faktor makanan, kebersihan gigi dan mulut, kebiasaan-kebiasaan yang tidak sesuai dengan kesehatan seperti mengemut makanan dan pemberian makanan melalui botol. Faktor lain yang diduga menimbulkan terjadinya gigi berlubang adalah perilaku orang tua terutama karena kurangnya pengetahuan orang tua mengenai kesehatan gigi yang benar

Penelitian Holt RD et al melaporkan 69 % dari anak yang ibunya memberikan pendidikan tentang kesehatan gigi dan mulut di rumah ternyata memperlihatkan bebas gigi berlubang dan angka penyakit gusi lebih rendah dibandingkan anak yang tidak menerima pendidikan kesehatan gigi dan mulut dari ibunya. Ibu harus membiasakan pada anak mereka untuk mengubah kepribadian yang dibutuhkan untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut. Anak masih sangat tergantung pada orang dewasa dalam hal menjaga kebersihan dan kesehatan gigi karena kurangnya pengetahuan anak mengenai kesehatan gigi dan mulut.

2.5. Indeks Plak (Plaque Index)

Gigi susu atau gigi anak balita berjumlah 20 yaitu 10 pada rahang atas 10 pada rahang bawah. Untuk melihat kebersihan gigi anak balita dapat dilihat dari banyaknya plak pada gigi anak.

(17)

Plak gigi memegang peranan penting dalam proses terjadinya kerusakan gigi. Plak gigi adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat padapermukaan gigi yang tidak bersih, untuk mengukur plak digunakan indeks plak.

Indeks plak dikeluarkan oleh Loe dan Silness pada tahun 1964. Indeks ini diindikasikan untuk mengukur skor plak berdasarkan lokasi dan kuantitas plak yang berada dekat margin gingiva. Setiap gigi diperiksa permukaan mesial, distal, lingual/palatal, dan bukal/labial dan kemudian skornya dihitung. Dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Cara Pemberian Skor untuk Indeks Plak (Silness and Löe)

Kriteria Nilai

- Tidak ada plak 0

- Dijumpai lapisan tipis plak yang melekat pada tepi 1 gingiva dan sekitar perbatasan gingiva gigi (dapat dilihat dengan

disclosing solution atau pakai prob

- Dijumpai tumpukan plak sedang (deposit lunak) dalam saku 2 gusi, tepi gingiva atau pada gigi yang dapat dilihat dengan mata

biasa

- Terdapat deposit lunak yang banyak pada saku gusi, tepi gingiva 3 pada gigi

• Gigi yang diperiksa : di modifikasi untuk gigi susu V II IV IV II V

• Kriteria gigi balita yang tidak diperiksa: - Bila giginya lebih dari dua yang rusak

(18)

- Gigi yang hilang tidak diperiksa. Cara menghitung skor :

Untuk satu gigi = Jumlah seluruh skor dari empat permukaan 4

Untuk keseluruhan gigi = Jumlah skor indeks plak 6 gigi

Sampai saat ini kontrol plak masih mengandalkan pada pembersihan secara mekanis. Meskipun telah dikembangkan bahan-bahan kimia yang bersifat anti plak. Sikat gigi merupakan alat utama dalam melaksanakan kontrol plak secara mekanis. Sikat gigi yang digunakan untuk program kontrol plak biasanya berupa sikat gigi manual yang konvensional.

2.6. Landasan Teori

Keterbatasan petugas yang mempunyai fungsi rangkap dalam melakukan tugasnya di puskesmas menyebabkan puskesmas sangat memerlukan partisipasi para kader dalam membantu petugas puskesmas dalam penyuluhan.

Penyuluhan kesehatan adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui teknik praktik belajar atau instruksi dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia baik secara individu, kelompok maupun masyarakat untuk dapat lebih mandiri dallam mencapai tujuan hidup sehat (Herawani, 2001). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih bersifat menetap daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Perilaku diukur dari pengetahuan, sikap,

(19)

dan tindakan. Seseorang yang mempunyai peningkatan pengetahuan akan bersikap mendukung dan akan tercermin dalam bentuk tindakan atau tingkah laku yang lebih baik (Notoadmodjo, 2007).

Menurut Maulana (2009) untuk membentuk suatu perilaku dapat dilakukan dengan pembiasaan, pengertian dan menggunakan model. Teori Belajar Conditioning yang dikemukakan oleh Pavlon, Thorndike, dan Skinner mengatakan untuk membentuk perilaku dilakukan pembiasaan atau conditioning, dengan cara membiasakan diri untuk berperilaku sesuai harapan, sebagai contoh membiasakan diri untuk menggosok gigi sebelum tidur. Perilaku dengan pengertian didasarkan pada teori kognitif yaitu belajar disertai pengertian, sedangkan perilaku dengan penggunaan model didasarkan pada Teori Belajar Sosial atau Observational Learning

Theory yang dikemukakan oleh Bandura (1977) sebagai contoh orangtua adalah

model bagi anak-anaknya.

Menurut Lawrence W.Green (1980) ada tiga faktor penyebab perilaku kesehatan baik individu maupun masyarakat yakni :

1. Predisposing adalah faktor yang mendahului perilaku yang menjelaskan alasan

atau motivasi untuk berperilaku, yang termasuk didalamnya adalah pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan sebagainya. Seorang ibu mau membawa anaknya ke posyandu, karena tahu bahwa di posyandu akan dilakukan penimbangan anak untuk mengetahui pertumbuhan anaknya. Tanpa adanya pengetahuan-pengetahuan ini, ibu tersebut mungkin tidak akan membawa anaknya ke posyandu.

(20)

2. Enabling adalah faktor pendukung yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan, yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya puskesmas, posyandu.

3. Reinforcing adalah faktor penguat yang mendorong atau memperkuat terjadinya

perubahan perilaku seseorang di bidang kesehatan. Beberapa faktor penguat ini antara lain penyangkut sikap petugas, tokoh masyarakat, teman sebaya dan lain-lain.

Perilaku masyarakat dapat menjadi lebih baik bila masyarakat diberi pengetahuan tentang kesehatan termasuk juga tentang kesehatan gigi dan mulut. Oleh karena keterbatasan petugas kesehatan dalam hal ini dokter gigi maka dilakukan pelatihan oleh dokter gigi pada kader agar nantinya kader dapat sebagai penyuluh tentang kesehatan gigi dan mulut.

Pada penelitian ini diharapkan adanya peningkatan pengetahuan kader, perubahan perilaku orangtua terutama ibu untuk merawat kesehatan gigi dan mulut balitanya.

(21)

2.7. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan landasan teori di atas maka penelitian ini dirumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Pretest Variabel Dependen Postest - Pengetahuan kader - Pengetahuan ibu pengunjung posyandu - Indeks plak balita

- Pengetahuan kader - Pengetahuan ibu

pengunjung posyandu - Indeks plak balita

Model Penyuluhan : - Ceramah - Pengembangan

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Variabel Independen  Pretest  Variabel Dependen Postest -  Pengetahuan kader -  Pengetahuan ibu pengunjung posyandu -  Indeks plak balita

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan umur, masa kerja, pengetahuan dan motivasi bidan dengan pelaksanaan program Inisiasi Menyusus Dini di

Masyarakat desa Siremeng lebih suka dikatakan sebagai penganut agama Islam Jawa, yang berarti memeluk agama Islam, tetapi masih melakukan praktek-praktek ritual

Sama halnya dengan rencana pembelajaran yang disusun dosen di kelas eksperimen, di kelas kontrol pun tampak dosen menyusun rencana pembelajaran dengan baik. Komponen- komponen dalam

Hasil penelitian menjadi salah satu konsep dasar yang dikembangkan bagi perawat kesehatan jiwa dalam mencegah terjadinya moral distress dan burnout sehingga diharapkan

terlepas dari rendahnya mutu guru sebagi pelaksana kurikulum dan penentu mutu pendidikan. Karena itu penelitin tentang guru diperlukan untuk pengembangan professional

 Sistem optik pada mata  sinar-sinar yang masuk melalui cornea, aquous, permukaan depan dan belakang lensa, dan vitreous difokuskan pada fovea  Cornea mempunyai curvatura yang

Karakterisasi difraksi sinar-X menunjukkan bahwa substrat gelas LiPO 3 bersifat amorf, sedangkan pada bahan (AgI) 0,33 (LiI) 0,33 (LiPO 3 ) 0,34 (LIXY 33,33) terdapat presipitat

pada fatwa DSN-MUI dapat dianalisis dari dua sudut pandang, yaitu; Pertama, sepuluh kaidah fikih dengan jumlah terbanyak adalah kaidah “Pada dasarnya segala