• Tidak ada hasil yang ditemukan

INSTITUT PENGAJIAN TINGGI AL-ZUHRI DIPLOMA PENGAJIAN ISLAM AL-ZUHRI HADITS 1 MINGGU PERTAMA. 27 Mar 2014 / 6.30 PTG 9.30 MLM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INSTITUT PENGAJIAN TINGGI AL-ZUHRI DIPLOMA PENGAJIAN ISLAM AL-ZUHRI HADITS 1 MINGGU PERTAMA. 27 Mar 2014 / 6.30 PTG 9.30 MLM"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

ﻢﻴﺣﺮﻟا ﻦﻤﺣﺮﻟا ﷲا ﻢﺴﺑ

INSTITUT PENGAJIAN TINGGI

AL-ZUHRI

DIPLOMA PENGAJIAN ISLAM

AL-ZUHRI

HADITS 1

MINGGU PERTAMA

(2)

PENGENALAN HADITS

DHO’IF DAN

(3)

• Pembagian hadits yang ditinjau dari aspek kualitas, dapat diklasifikasikan

menjadi 2 katogari iaitu.

1. Hadits Maqbul - hadits yang dapat diterima sebagai hujjah datau dalil serta

dapat dijadikan sebagai landasan hukum.

2. Hadits Mardud (tertolak) - hadits yang ditolak, yang tidak di terima yang

tidak dapat dijadikan sebagai hujjah ataupun dalil oleh para ulama sebagai sumber rujukan hukum atas beberapa sebab.

(4)

1. Hadits Maqbul - Para ulama membagi hadits maqbul menjadi dua, hadits

Shahih dan hadits Hasan. Kedua hadits ini mempunyai definisi dan kriteria

sebagai berikut:

A. Hadits Shahih - Hadits yang memiliki kriteria hadits maqbul. Adapun

kriteria ataupun syarat hadits maqbul, adalah:

a. Bersambungnya sanad (ittisol sanad), tiap perawi hendaknya

mendengarkan hadits secara langsung dari perawi yang berada di

atasnya, demikian seterusnya hingga sampai pada puncak sanad.

b. Perawinya memiliki sifat adil (‘adalah) iaitu satu potensi yang dapat

menjaga seseorang untuk dapat kontinyu dalam bertakwa dan mampu

menjaga kewibawaan dan muru’ahnya (perilaku).

(5)

c. Memiliki hafalan yang sempurna (dhobt), seorang perawi mampu meriwayatkan kembali hadits-hadits yang pernah ia hafal secara spontan

tanpa ada perubahan dari apa yang pernah didengar. Dhobt dibagi dua,

dhobt as-shodr dan dhobt al-kitab. Apabila seorang perawi dalam

meriwayatkan hadits bertumpu pada hafalannya maka dinamakan dhobt

as-shodr, namun jika berpegang pada tulisan yang pernah ia tulis dalam

lembaran-lembaran yang berusaha dijaga hingga tidak terjadi perubahan

pada tulisan tersebut maka dinamakan dengan dhobt al-kitab.

d. Tidak janggal (syadz), hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang

tsiqah (terpercaya) tidak berlawanan substansinya dengan riwayat hadits

yang lebih tsiqah.

e. Tidak terdapat cacat (‘illat), iaitu satu penyakit yang tersembunyi dalam teks maupun sanad hadits yang dapat merusak kesempurnaan hadits.

(6)

B. Hadits Hasan - Pengertiannya tidak jauh beda dengan hadits shahih. Dalam

banyak sisinya terdapat kesamaan, hanya berbeda pada syarat yang

ketiga (dhobt). Kualitas hafalan perawi hadits hasan, tidak sesempurna

hafalan perawi hadits shahih atau sedikit berada di bawahnya. hadits hasan

dapat dijadikan sebagai landasan hukum kerana masih termasuk hadits

maqbul. hadits Hasan dibagi menjadi dua, iaitu:

a. Hadits Hasan Li dzatihi : ia adalah hadits yang menjadi shahih atau hasan

kerana syarat dan kriterianya terpenuhi secara tersendiri (internal) bukan

kerana faktor lain.

b. Hadits Hasan li ghoirihi adalah hadits Dhaif yang tidak parah kedho’ifannya

dan diriwayatkan di jalan lain dengan kualitas sanad yang sederajat atau

lebih tinggi.

(7)

HADITS MAQBUL DAN hadits MARDUD

(

دودﺮﻣ

)

2. Hadits Mardud (tertolak) - Hadits yang tidak memenuhi kriteria hadits maqbul

(hasan ataupun shahih). Sekalipun dhaif(lemah) namun kualitas kedhaifan

sebuah hadits terkadang bervariasi, ada yang ringan, sedang, dan ada

pula yang tergolong parah. Dikeranakan kualitas hadits dhaif

bertingkat-tingkat, maka para ulama berbeda pendapat dalam permasalahan, samada boleh tidaknya melakukan sebuah amalan ibadah dengan berdalil

menggunakan hadits Dhaif.

HADITS DHAIF

• Makna Dhaif dari sudut bahasa bererti lemah, lawan kepada kuat.

• Makna dari sudut Istilahan, hadits Dhaif adalah sesebuah hadits yang tidak

memenuhi syarat untuk diterima atau tidak mencapai taraf hadits Sahih dan

Hasan, ia merupakan hadits yang gugur satu atau lebih syarat-syarat maqbul.

• Dengan kata lain, suatu hadits yang terputus sanadnya atau diantara

(8)

CIRI-CIRI HADITS DHAIF

• Pada dasarnya hadits Dhaif termasuk kategori hadits Mardud yang ditolak

oleh para ulama sebagai sumber rujukan hukum atas beberapa sebab.

Terdapat beberapa ciri-ciri untuk mengenal hadits Dhaif diantaranya:

1. Kelemahan kepada Perawi

a. Dusta dan ia lebih dikenali dengan hadits Maudhu'.

b. Tertuduh dusta dan dikenali dengan hadits Matruk.

c. Fasik, banyak salah dan lemah dalam menghafaz.

d. Banyak prasangka atau sangka buruk.

e. Menyalahi riwayat orang yang lebih thiqah atau dipercayai.

f. Tidak diketahui identitinya dan dikenali dengan hadits Mubham. g. Penganut Bid'ah dan dikira hadits Mardud.

(9)

CIRI-CIRI HADITS DHAIF

2. Sanadnya Tidak Bersambung

a. Jika sanad pertamanya digugurkan, ia disebut hadits Mu'allaq.

b. Jika sanad terakhirnya, iaitu kalangan Sahabat digugurkan ia disebut

hadits Mursal.

c. Jika 2 sanad atau lebih digugurkan secara berturut-turut, ia disebut hadits

Mu'dhal.

d. Jika sanadnya tidak berturut-turut, ia disebut hadits Munqati'.

3. Matan atau kandungan haditsnya bermasaalah

a. Hadits yang dianggap dhaif berdasarkan matannya, digelar hadits

Mauquf dan hadits Maqtu‘

Secara keseluruhannya : Hadits Dhaif tidaklah dianggap sebagai rusak atau

palsu keseluruhannya, Cuma dari sudut statusnya, sangat diragui sama ada ia sebuah hadits yang dapat diterima atau tidak.

(10)

CONTOH HADITS DHAIF

• Hadits Dhaif boleh dibagi kepada 2 katogari :

1. Dhaif yang sangat lemah

2. Dhaif yang tidak terlalu lemah

• Dalam dua tingkatan ini, terdapat dua macam keadaan yang menyebabkan

sesuatu hadits itu lemah, iaitu: 1. Putus sanadnya

2. Tercacat seorang rawi atau beberapa rawinya.

YANG PUTUS SANADNYA

• Hadits yang teranggap lemah karena putus (gugur, tidak tersebut) sanadnya

(11)

Klasifikasi Hadits Dhoif

Berdasarkan Gugurnya

(12)

JENIS HADITS YANG GUGUR RAWI PADA SANAD

• hadits yang teranggap lemah karena putus (gugur, tidak tersebut) sanadnya itu

ada 9 macam, dan masing-masing mempunyai nama tersendiri, seperti:

1. Al-Mu'allaq (yang digantungkan) (قﻠﻌﻣﻟا)

2. Al-Mu'dlal (tempat yang memberatkan)(لﺿﻌﻣﻟا)

3. Al-Munqathi (yang terputus) (ﻊطﻘﻧﻣﻟا)

4. Al-Mudallas (yang disembunyikan cacatnya) (سﻟدﻣﻟا)

5. Al-Mursal (لﺳرﻣﻟا)

6. Al-Mursalul-Jali (ﻰﻠﺟﻟا لﺳرﻣﻟا)

7. Al-Mursalul-khafi (ﻰﻔﺧﻟا لﺳرﻣﻟا)

8. Al-Mu-annan (نّﻧ َؤُﻣﻟا)

(13)

1. AL-MU'ALLAQ (

ﻖﻠﻌﻤﻟا

)

Al-Mu'allaq artinya: yang digantungkan atau yang tergantung.

• hadits yang dari permulaan sanadnya gugur seorang rawi atau lebih, dengan

berturut-turut.

Contoh : Berkata Abu 'Isa: Dan sesungguhnya telah diriwayatkan dari 'Aisyah,

dari Nabi saw. beliau bersabda: "Barangsiapa shalat sesudah Maghrib, duapuluh raka'at, Allah akan mendirikan baginya sebuah rumah di surga”

• Penjelasan Sanad hadits ini :

Abu 'Isa (At-Tirmidzi) =>

?

=>

?

=>

?

=> Aisyah ra => Rasulullah saw

• Tirmidzi(279H) tidak bertemu dan tidak sezaman dengan Aisyah ra(57H)

Antara kedua-duanya itu ada beberapa orang rawi lagi. Karena tidak disebut

rawi-rawinya ini, maka dinamakan dia gugur, seolah-olah hadits itu tergantung.

(14)

• Setiap hadits Mu'allaq, dihukumkan lemah, oleh sebab yang demikian, pada

dasarnya, hadits tersebut tidak boleh dipakai.

• Di dalam kitab Bukhari terdapat 1341 hadits Mu'allaq. Dalam Shahih Muslim

juga terdapat sedikit. hadits-hadits Mu'allaq yang ada dalam kedua-dua kitab

ini, terbagi kepada tiga macam:

A. Ada yang Mu'allaq dengan shighat jazm, iaitu dengan lafazh yang

menetapkan, seperti:

• ( َلﺎَﻗ ) artinya: ia telah berkata.

• ( َرَﻣَأ ) artinya: ia telah memerintah. • ( َلَﻌَﻓ ) artinya: ia telah mengerjakan. • ( َرَﻛَذ ) artinya: ia telah menyebut

B. Ada yang Mu'allaq, tetapi di lain tempat ia Maushul, yakni bersanad terus,

tidak putus.

(15)

C. Ada yang Mu'allaq dengan shighat Tamridh yang tidak menunjukkan kepada ketentuan, seperti :

• ( ى َورُﯾ ) artinya: diriwayatkan. • ( ﻰَﻛ ْﺣُﯾ ) artinya: diceritakan. • ( ُرَﻛذُﯾ ) artinya: disebut.

• ( ٍنﻼُﻓ نﻋ َرِﻛُذ ) artinya: telah disebut dari si fulan. • ( َﻲِﻛُﺣ ) artinya: telah diceritakan.

• Maka yang bersambung sanadnya di lain bab atau tempat, dan yang

memakai shighat jazm, adalah sah riwayatnya.

• Adapun yang bershighat Tamridh seperti diatas ini, hukumnya lemah yang

tidak sangat, karena ia tersebut dalam dua kitab yang sudah diakui keshahannya oleh rata-rata ulama Islam.

(16)

2. AL-MU'-DLAL (

ﻞﻀﻌﻤﻟا

)

Mu'dlal artinya: tempat memberatkan atau tempat melemahkan.

• Menurut makna istilah ialah hadits yang di tengah sanadnya gugur dua rawi

atau lebih dengan berturut-turut".

• Contoh : (Berkata Asy-Syafi’i) : Telah mengkhabarkan kepada kami, Sa'id bin

Salim, dari Ibnu Juraij, bahwa adalah Nabi saw. apabila melihat Baitullah, beliau mengangkat kedua tangannya

Syafi'i = > Sa'id bin Salim = > Ibnu Juraij =>

? ?

=> Rasulullah saw

• Ibnu Juraij tersebut, tidak sezaman dengan Nabi, bahkan masanya itu di

bawah Tabi’in; dia disebut Tabi’ut-Tabi’in, iaitu pengikut Tabi’in. Jadi diantara

dia dengan Rasulullah saw ada dua orang perantara, iaitu Tabi’in dan

Sahabat. Dikarenakan kedua-dua orang ini tidak disebut di dalam sanad itu,

maka riwayat di atas dikatakan Mu’dlal.

hadits Mu'dlal itu hukumnya lemah, yakni tidak boleh dipakai untuk menetapkan

(17)

3. AL-MUN‘QATHI’ (

ﻊﻄﻘﻨﻤﻟا

)

Munqathi' artinya: yang terputus.

• Makna Munqathi' dari sudut istilahan bermaksud, satu hadits yang di

tengah-tengah sanadnya, gugur seorang rawi atau beberapa rawi, tetapi tidak

berturut-turut.” Contoh gugur seorang rawi :

Berkata Ahmad bin Syu'aib: Telah mengkhabarkan kepada kami. Qutaibah bin Sa'id, telah menceritakan kepada kami. Abu 'Awanah, telah menceritakan kepada kami, Hisyam bin 'Urwah, dari Fatimah binti Mundzir, dari Ummi Salamah, ummil-Mu'minin, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah saw.: "Tidak menjadikan haram dari penyusuan, melainkan apa-apa yang sampai di pencernaan dari susu, dan adalah (teranggap hal ini) sebelum (anak) berhenti

(dari minum susu)". (al-Muhalla 10:20)

• Penjelasan Sanad hadits ini:

• Ahmad bin Syu'aib = > Qutaibah bin Sa'id = > Abu 'Awanah = > Hisyam bin

(18)

• Ahmad bin Syu'aib = > Qutaibah bin Sa'id = > Abu 'Awanah = > Hisyam bin

'Urwah = > Fatimah binti Mundzir =>

?

= > Ummu Salamah = > Rasul saw….

• Fathimah tidak mendengar hadits tersebut dari Ummu Salamah.

• Waktu Ummu Salamah meninggal, Fathimah ketika itu masih kecil dan tidak

bertemu dengannya. Jelas diantara Fathimah dan Ummu Salamah, ada

seorang rawi yang gugur. Maka itu, hadits ini dinamakan Munqathi'.

• hadits Munqathi' dihukumkan lemah dan ia tidak layak dipakai atau dijadikan

hujjah sebagai sumber hukum.

• Di antara ulama ada yang menamakan setiap hadits atau riwayat yang tidak

bersambung sanadnya dengan hadits Munqathi.

• Maka menurut pendapat ini, dalam sebutan "Munqathi" ini termasuk

hadits-hadits: Mu'allaq, Mu'dlal yang telah lalu dan juga Mu'an'an, Muannan, Mudallas

dan Mursal yang akan datang berikut ini.

(19)

4. AL-MUDALLAS (

ﺲﻟﺪﻤﻟا

)

Mudallas menurut bahasa artinya yang ditutup atau yang disamarkan.

hadits Mudallas ini ada dua macam:

A. Mudallas Isnad B. Mudallas Syuyukh

A. Mudallas Isnad

Mudallas Isnad adalah satu hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi dari

seorang yang ia bertemu atau sezaman dengannya, tetapi ia tidak mendengar hadits yang diriwayatkannya itu daripadanya, sedang ia meragu-ragukan, seolah-olah ia mendengar hadits itu daripadanya.

Contoh : Diriwayatkan oleh an-Nu'man bin Rasyid, dari Zuhri, dari 'Urwah, dari

'Aisyah, bahwa Rasulullah saw. tidak pernah sekali-kali memukul seorang perempuan, dan tidak juga seorang pelayan, melainkan jika ia berjihad

(20)

• Penjelasan sanad riwayat hadits ini:

• An-Nu'man = > az-Zuhri <=>

?

<=> ‘Urwah = > Aisyah = > Rasul saw….

• Melihat susunan sanad, dapat dikatakan, bahwa az-Zuhri mendengar riwayat

itu dari 'Urwah dan memang lazimnya az-Zuhri meriwayatkan daripadanya.

• Namun anggapan ini keliru, karena Imam Abu Hatim berkata: “Az-Zuhri tidak

pernah mendengar hadits ini dari 'Urwah . Dan ini berarti, antara az-Zuhri dan 'Urwah ada seorang yang tidak disebut oleh az-Zuhri.

• Karena az-Zuhri dan 'Urwah , keduanya hidup semasa dan saling bertemu,

namun az-Zuhri tidak mendengarkan riwayat ini dari 'Urwah, tetapi ia

mendengar dari rawi lain, maka tersamarlah sanadnya, sehingga orang

menyangka az-Zuhri mendengar dari 'Urwah. Boleh jadi az-Zuhri yang menyamarkannya.

• Riwayat ini dinamakan Mudallas, akan tetapi karena samarnya terjadi pada

menyandarkan hadits (Isnad), maka dinamakan Mudallas Isnad.

(21)

• Orang yang menyamarkan, iaitu seperti az-Zuhri, disebut Mudallis. • Perbuatan menyamarkan itu dalam Ilmu hadits dinamakan : Tadlis.

• Hadits atau riwayat Mudallas dianggap sebagai lemah yang tidak boleh

digunakan sebagai hujjah begitu juga Mudallas Syuyukh seperti dibawa ini.

B. Mudallas Syuyukh

Syuyukh adalah jamak dari perkataan syeikh. Syeikh disini dimaksudkan

dengan guru atau rawi. Mudallas Syuyukh ialah tadlis tentang rawi-rawi.

Dalam ilmu hadits dimaksudkan seperti ini:

Sebuah hadits yang didalam sanadnya, si perawi menyebutkan nama syeikh

yang ia dengarkan hadits daripadanya dengan “sifat” yang tidak terkenal.

Sifat” di sini dimaksudkan dengan; nama, gelaran, pekerjaan, qabilah atau negeri yang disifatkan kepada seorang syeikh, dengan tujuan supaya hal keadaan yang sebenarnya tidak diketahui orang.

(22)

5. AL-MURSAL (

ﻞﺳﺮﻤﻟا

)

Al-Mursal artinya yang dilepaskan atau yang dilangsungkan.

Al-Mursal menurut ilmu hadits adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh

seorang Tabi'in langsung dari Nabi saw dengan tidak menyebut nama orang

yang menceritakan kepadanya. Jelasnya, dalam sanad itu, Tabi'in tidak

menyebutkan nama orang yang mengkhabarkan hadits itu kepadanya, tetapi langsung menyebutkan Nabi saw saja.

Contohnya - Dari Malik dari 'Abdillah bin Abi Bakr bin Hazm, bahwa dalam surat

yang Rasulullah saw tulis kepada 'Amr bin Hazm(tersebut) : "Bahwa tidak

menyentuh al-Quran melainkan orang yang bersih".

• Penjelasan susunan Sanad rawi-rawi hadits ini:

Malik = > 'Abdullah bin Abi Bakr =>

?

= > Rasulullah saw….

• Abdullah bin Abi Bakr ini seorang Tabi'in, yang tidak bertemu dengan Nabi

saw dan pastinya ada nama sahabat yang tidak disebut maka yang begini

(23)

• Sungguhpun ada ulama berpendapat bahwa hadits Mursal ini boleh dijadikan

dalil Agama, tetapi kebanyakan ahli ilmu hadits berpendirian bahawa hadits

Mursal tidak boleh dipakai.

• Tidak dapat dipastikan siapa yang digugurkan itu, apakah sahabat atau

Tabi'in. Oleh karena itu, maka selayaknyalah hadits Mursal dianggap lemah

• Tabi'in yang melangsungkan suatu hadits atau riwayat, disebut Mursil. • Perbuatan melangsungkan itu, dalam istilah dikatakan Irsal.

6. Al-Mursalul-Jali (ﻰﻠﺟﻟا لﺳرﻣﻟا)

Mursal di sini bermaksud, yang terputus. Jali artinya yang terang, yang nyata.

Mursal Jali bermaksud yang putus dengan nyata-nyata.

Mursal Jali dalam ilmu hadits bermaksud, suatu hadits yang diriwayatkan

seorang rawi dari seorang syeikh, tetapi syeikh ini tidak sezaman dengannya.

(24)

• Contoh : Abu Dawud berkata: Telah menceritakan kepada kami, Musaddad, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami, Husyaim, dari Dawud bin 'Amr, dari Abdullah bin Abi Zakariya, dari Abid-Darda’, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah saw.: "Sesungguhnya kamu akan dipanggil pada hari Qiamat dengan nama-nama kamu dan dengan nama-nama bapak kamu. Oleh karena itu, perbaguslah nama-nama kamu".

• Penjelasan susunan sanad rawi-rawi hadits ini:

Abu Dawud = > Musaddad = > Husyaim = > Dawud bin 'Amr = > Abdullah bin Abi Zakariya =>

?

<= > Abud-Darda’= > Rasulullah saw….

Sanad ini dikatakan putus, karena Abdullah (117H) dan Abud-Darda’(32H)

tidak sezaman. Kata Abu Zur'ah: “Abdullah ini tidak bertemu dengan seorang pun dari sahabat” dan pastinya diantara Abdullah dan Abud-Darda’, ada

seorang rawi yang tidak disebut. Oleh sebab terputus sanadnya dengan jelas

maka ia dinamakan dengan Mursal Jali dan hadits ini dianggap Dhaif.

(25)

Al-Mursal di sini bermaksud yang terputus. Khafi artinya yang tersembunyi,

yang tidak terang, yang gelap.

Mursal Khafi bermaksud putus yang tersembunyi atau putus yang tidak terang.

• Dalam ilmu isnad, ia dimaksudkan kepada sesebuah hadits :

a. Yang diriwayatkan oleh seorang rawi dari seorang syeikh yang sezaman

dengannya dan bertemu. Tetapi ia tidak menerima hadits itu daripadanya.

b. Yang diriwayatkan oleh seorang rawi dari seorang syeikh yang sezaman

dengannya, tetapi ia belum pernah bertemu dengannya.

c. Yang diriwayatkan oleh seorang rawi dari seorang syeikh yang sezaman dan

bertemu dengannya, tetapi ia tidak pernah menerima satu pun hadits

daripadanya.

d. Hadits atau riwayat Mursal Khafi dianggap lemah dan tidak boleh digunakan.

(26)

8. AL-MU-ANNAN (

ﻦّﻧَﺆُﻤﻟا

)

Mu-annan artinya yang berhuruf "

ﱠنَأ

" atau "

ﱠنِإ

".

• "

ﱠنَأ

" dan "

ﱠنِإ

" artinya Sesungguhnya, bahwa atau bahwasanya.

Mu-annan dalam ilmu hadits bermaksud sebuah hadits yang dalam sanadnya

ada menggunakan huruf "

ﱠنَأ

" atau "

ﱠنِإ

".

Contohnya:

ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ

ُﺪْﺒَﻋ

ِﻪﱠﻠﻟا

،

ِﲏَﺛﱠﺪَﺣ

ُﺚْﻴﱠﻠﻟا

،

ِﲏَﺛﱠﺪَﺣ

ٌﻞْﻴَﻘُﻋ

،

َﻋ ِﻦ

ِﻦْﺑا

ٍبﺎَﻬِﺷ

،

ِﱐَﺮَـﺒْﺧَأ

ُةَوْﺮُﻋ

ُﻦْﺑ

َـﺑﱡﺰﻟا

ِْﲑ

،

ﱠنَأ

َﺔَﺸِﺋﺎَﻋ

,

َﻲِﺿَر

ُﻪﱠﻠﻟا

ﺎَﻬْـﻨَﻋ

,

َجْوَز

ﱢِﱯﱠﻨﻟا

ﻰﱠﻠَﺻ

ُﻪﱠﻠﻟا

ِﻪْﻴَﻠَﻋ

َﻢﱠﻠَﺳَو

,

ْﺖَﻟﺎَﻗ

: "

َْﱂ

ْﻞِﻘْﻋَأ

ﱠيَﻮَـﺑَأ

ﻻِإ

ﺎَُﳘَو

ِﺪَﻳ

ِنﺎَﻨﻳ

َﻦﻳﱢﺪﻟا

..

Telah menceritakan kepada kami, Abdullah telah menceritakan kepada saya,

al-Laits, telah menceritakan kepada saya 'Uqail, dari Ibnu Syihab, telah

mengkhabarkan kepadaku, 'Urwah bin Zubair, bahwa 'Aisyah ra, isteri Nabi saw,

pernah berkata: "Aku tidak tahu (hal) kedua ibu-bapakku, melainkan kedua-duanya beragama dengan agama Islam…".

(27)

1. Dalam sanad, jika seorang rawi mudallis menggunakan lafazh "

ﱠنَأ

" atau "

ﱠنِإ

", itu tidak menunjukkan bahwa ia bertemu atau menerima dari rawi yang ia sebutkan, lafazh itu boleh membawa beberapa makna, umpamanya, "A"

berkata bahwa "B" pernah mengkhabarkan hal keadaannya bermaksud:

a. "A" mendengar sendiri dari "B" dengan tidak berperantaraan,

b. "A" tidak mendengar sendiri dari "B", tetapi dari orang lain yang tidak mau disebutnya karena beberapa sebab.

c. Karena kesamaran ini, maka hadits Mu-annan teranggap masuk hadits Dha'if.

2. Kelemahan Mu-annan ini boleh terhapus, jika terdapat syarat seperti ini:

(a) Rawi-rawinya orang jujur, (b) Bukan mudallis, (c) Ada keterangan yang

menunjukkan bahwa seorang rawi dengan seorang rawi bertemu, (d) Kalau

rawi-rawinya mudallis yang terpercaya, hendaklah ada jalan lain yang

mengatakan bahwa betul-betul ia menerima atau mendengar dari syeikhnya.

(28)

1. Dalam contoh sanad riwayat di atas, ‘Urwah mengkhabarkan kepada Ibnu

Syihab (Zuhri), bahwa Aisyah berkata….

• Ini dinamakan Mu-annan, karena adanya perkataan “bahwa” yang mana

boleh jadi 'Urwah mendengar sendiri dan boleh jadi dengan memakai perantaraan orang lain.

• Tetapi menurut tarikh mereka, adalah 'Urwah sezaman dengan 'Aisyah dan

bertemu dengannya, bahkan 'Aisyah ini emak saudara bagi 'Urwah.

• Besar kemungkinan "Urwah mendengar dari 'Aisyah."

• Oleh karena ini dan karena dalam sanadnya tidak ada rawi yang lemah, maka

terpakailah riwayat Bukhari yang tersebut diatas tadi.

(29)

Mu‘an‘an bermaksud sanad hadits yang berisikan berhuruf

ْﻦَﻋ

”.

• “

ْﻦَﻋ

artinya dari atau daripada. Menurut istilah ia bermaksud Satu hadits yang

jalannya di-isnadkan dengan kata-kata “

ْﻦَﻋ

”.

• Sanad hadits Mu'an'an ini, ada yang shahih dan yang lemah.

• Contoh Mu'an‘an yang shahih.

ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ

ﻮُﺑَأ

ٍﻢْﻴَﻌُـﻧ

،

ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ

ُءﺎﱠﻳِﺮَﻛَز

،

ْﻦَﻋ

ٍﺮِﻣﺎَﻋ

،

َلﺎَﻗ

:

ُﺖْﻌِﻤَﺳ

َنﺎَﻤْﻌﱡـﻨﻟا

َﻦْﺑ

ٍﺮﻴ ِﺸَﺑ

،

ُﻘَـﻳ

ُلﻮ

:

ُﺖْﻌِﻤَﺳ

َلﻮُﺳَر

ِﻪﱠﻠﻟا

ﻰﱠﻠَﺻ

ُﻪﱠﻠﻟا

ِﻪْﻴَﻠَﻋ

َﻢﱠﻠَﺳَو

،

ُلﻮُﻘَـﻳ

: "

ُل َﻼَﺤْﻟا

ٌﻦﱢﻴَـﺑ

ُماَﺮَﺤْﻟاَو

ٌﻦﱢﻴَـﺑ

،

َﻤُﻬَـﻨْـﻴَـﺑَو

ٌتﺎَﻬﱠـﺒَﺸُﻣ

َﻻ

ﺎَﻬُﻤَﻠْﻌَـﻳ

ٌﺮﻴِﺜَﻛ

ِﻣ

َﻦ

ِسﺎﱠﻨﻟا

..

Telah menceritakan kepada kami, Abu Nu'aim, telah menceritakan kepada kami,

Zakariya, dari 'Amir, ia berkata: Aku telah mendengar Nu'man bin Basyir berkata:

Aku pernah mendengar Rasulullah saw., bersabda: "Barang yang halal itu sudah terang, dan yang harampun sudah nyata, tetapi antara kedua-duanya ada

beberapa barang yang samar-samar yang tidak diketahui kebanyakan orang..".

(30)

• Dalam sanad hadits tersebut, Zakariya berkata "dari Amir". Dikarenakan

Zakariya tergolong mudallis, maka sanadnya itu disebut Mu’an'an. Selayaknya

riwayat Zakariya ini tidak dapat diterima dikarenakan, riwayat seorang

mudallis dianggap lemah.

• Akan tetapi mengenai Zakariya ini, Imam Ibnu Hajar berkata: Aku dapati dia

dalam kitab Bukhari, Muslim dan lainnya, riwayatnya dari Asy-Sya'bi ('Amir), semua "mu'an'an", kemudian aku dapati dalam kitab "Fawa-id Ibni

Abil-Haitsam", dari jalan Yazid bin Harun, dari Zakariya (ia berkata): Telah

menceritakan kepada kami, Asy-Sya'bi ('Amir)…Dengan ini, amanlah ia

daripada tadlis".

• Ringkasnya, kalau Zakariya berkata dari 'Amir, berarti ia mendengar daripada

'Amir dengan tidak memakai perantara.

• Dari semua keterangan yang tersebut, terpakailah Mu'an'an Zakariya yang

diriwayatkan Bukhari itu.

(31)

Klasifikasi Hadits Dhoif

Berdasarkan Kecacatan

(32)

1. Hadits Maudhu’(عوُﺿوَﻣ): secara bahasa berarti menyimpan, mengada-ngada atau membuat-buat. Menurut makna istilah adalah hadits yang diciptakan oleh seorang pendusta yang ciptaan itu disandarkan kepada rasul saw, baik hal itu disengajakan maupun tidak. Ia juga disebut sebagai hadits palsu.

2. Hadits Matruk(ك ْوُرْﺗَﻣ): menurut bahasa artinya dibuang, yang ditinggalkan.

Menurut makna istilah adalah hadits yang menyendiri dalam periwayatan, yang diriwayatkan oleh orang yang dituduh dusta dalam perhaditsan.

3. Hadits Munkar(رَﻛْﻧُﻣ): menurut bahasa adalah isim maf’ul dari kata al-inkaar,

lawan dari kata al-iqraar(sepakat). Menurut makna istilah adalah hadits yang menyendiri dalam periwayatan, yang diriwayatkan oleh orang yang banyak

kesalahannya, banyak kelengahannya atau jelas kefasikannya atau lemah

ketsiqahannya. Jika ada hadits yang diriwayatkan oleh dua hadits lemah

yang berlawanan, misal yang satu lemah sanadnya, sedang yang satunya lagi lebih lemah sanadnya, maka yang lemah sanadnya dinamakan hadits

Ma’ruf & yang lebih lemah dinamakan hadits Munkar.

(33)

4. Hadits Mu’allal(ﻞﱠﻠﻌﻣ): Secara bahasa mu’allal

ٌﻞﱠﻠﻌﻣ

ﻮﻬﻓ

ﻼﻴﻠﻌﺗ

ُﻞﱢﻠﻌﻳ

ﻞﱠﻠﻋ

berasal dari akar kata ‘illah (

ٌﺔّﻠﻋ

) yang diartikan penyakit. Seolah-olah hadits ini terdapat

penyakit yang membuat tidak sehat dan tidak kuat. Menurut makna istilah adalah, hadits yang didalamnya terdapat cacat yang tersembunyi, yang kondusif, berakibat cacatnya hadits itu, namun dari sisi lahiriyahnya cacat

tersebut tidak tampak karena sudah memenuhi syarat-syarat hadits maqbul.

Hadits ini yang pada lahirnya tampak shahih namun setelah diadakan suatu

penelitian & penyelidikan ternyata ada cacatnya.

5. Hadits Mudraj(ج َر ْدُﻣ): Secara bahasa berarti yang termasuk, tercampur, atau

yang dicampurkan. Ia adalah sebuah hadits yang asal sanadnya berubah atau matannya tercampur dengan sesuatu yang bukan bagiannya tanpa ada

pemisah. Menurut istilah Ilmu Hadits, mudraj adalah seorang rawi menyisipkan

pernyataannya sendiri kedalam satu matan hadits yang diriwayatkannya

tanpa memisahkan antara matan hadits dan ucapan rawi tersebut sehingga

oleh rawi dibawahnya dikira bagian dari matan hadits Nabi.

(34)

6. Hadits Maqlub(ب ْوُﻠْﻘَﻣ): Secara bahasa berarti membalikkan sesuatu dari bentuk

yang semestinya. Menurut makna istilah adalah hadits yang terjadi mukhalafah

iaitu “mengganti salah satu kata dari kata-kata yang terdapat pada sanad

atau matan sebuah hadits, dengan cara mendahulukan kata yang seharusnya

diakhirkan, mengakhirkan kata yang seharusnya didahulukan, atau dengan cara yang semisalnya.

7. Hadits Mudhtharrib(ب ِرَطْﺿُﻣ): Berasal dari kata dasar “dharaba”(memukul)

boleh juga diartikan sebagai “ombak” atau “goncang”. Kegoncangan suatu hadits karena terjadi kontra antara satu hadits dengan hadits yang lain, berkualitas sama dan tidak dapat dipecahkan secara ilmiah. Menurut makna istilah adalah suatu hadits yang matannya atau sanadnya diperselisihkan serta tidak dapat dikompromikan atau diputuskan mana yang kuat”. Dan seluruh riwayat tersebut sama kuatnya dari semua sisi, yang tidak memungkinkan untuk mentarjih (memilih yang paling kuat) salah satunya dari yang lain.

(35)

8. Hadits Muharraf(فﱠر َﺣُﻣ): berasal dari kata ta’rif yang berarti berubah.

Menurut makna istilah adalah hadits yang mukhalafahnya (menyalahi hadits

riwayat orang lain) terjadi disebabkan karena perubahan Syakal kata,

dengan masih tetapnya bentuk tulisannya.

9. Hadits Mushahhaf(فﱠﺣَﺻُﻣ): merupakan dari kata

ﻒﻴﺤﺼﺗ

-

ﻒّﺤﺼﻳ

-

ﻒّﺤﺻ

berarti salah membaca, mengeja, atau mengucapkan. Menurut makna istilah

adalah hadits yang mukhalafahnya karena perubahan titik kata, sedang

bentuk tulisannya tidak berubah.

10. Hadits Mubham(مَﮭْﺑُﻣ): mempunyai arti tersembunyi. Menurut makna istilah

adalah hadits yang didalam matan atau sanadnya terdapat rawi yang tidak

dijelaskan namanya. Hukum periwayatannya: tidak diterima sehinggalah perawi yang meriwayatkan daripadanya menyatakan namanya atau namanya diketahui, melalui jalan yang lain yang menyebutkan dengan jelas namanya.

(36)

Klasifikasi Hadits Dhoif Berdasarkan Kecacatan Perawinya

11. Hadits Syadz(ذﺎَﺷ): Dari segi bahasa diartikan ganjil tidak sama dengan yang

majority atau tersendiri dari jama’ah ramai. Menurut makna istilah adalah

hadits yang diriwayatkan oleh seorang yang maqbul (tsiqah) menyalahi

riwayat yang lebih rajih, lantaran mempunyai kelebihan kedlabitan atau

banyaknya sanad atau lain sebagainya, dari segi pentarjihan.

12. Hadits Mukhtalith(طِﻠَﺗﺧُﻣ): artinya: yang rusak akalnya atau fikirannya atau

hafalannya. Menurut makna istilah adalah hadits yang rawinya buruk

hafalannya, disebabkan sudah lanjut usia, tertimpa bahaya, terbakar atau hilang kitab-kitabnya. apabila ada hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang hafalannya telah buruk karena berusia lanjut atau karena adanya sebab yang lain, maka hadits yang diriwayatkannya tersebut harus ditolak. tetapi hadits-hadits yang diriwayatkannya sebelum keadaan yang membuatnya jadi pelupa, tetap dapat diterima.

(37)

Klasifikasi Hadits Dhoif Berdasarkan Gugurnya Rawi

1. Hadits Mauquf(ف ْوُﻗ ْوَﻣ): berasal dari kata waqf yang berarti berhenti.

Seakan-akan perawi menghentikan sebuah hadits pada shahabat. Menurut makna istilah adalah hadits yang hanya disandarkan kepada sahabat saja,

baik yang disandarkan itu perkataan atau perbuatan & baik sanadnya

bersambung atau terputus.

2. Hadits Maqthu’(ع ْوُطْﻘَﻣ): artinya yang diputuskan atau yang terputus. Menurut

makna istilah adalah perkataan atau perbuatan yang berasal dari seorang

tabi’in serta di mauqufkan padanya, baik sanadnya bersambung atau tidak.

**Perbedaan antara Hadits Maqthu’ dan Munqathi’ adalah bahwasannya

al-Maqthu’ adalah bagian dari sifat matan, sedangkan al-Munqathi’ bagian dari

sifat sanad. Hadits yang Maqthu’ itu merupakan perkataan tabi’in atau orang

yang di bawahnya, dan bisa jadi sanadnya bersambung sampai kepadanya.

Sedangkan Munqathi’ sanadnya tidak bersambung dan tidak ada kaitannya

Referensi

Dokumen terkait

Selain kebijakan atas nilai tukar, Bank Indonesia kembali melakukan kebijakan penurunan BI Rate dengan Selain kebijakan atas nilai tukar, Bank Indonesia kembali melakukan

Studi Tentang Kemurnian Indigo Pada Zat Warna Indigo Alam Untuk Perbaikan Proses Pembuatan Dan Peningkatan

Peristiwa kedua adalah opini rakyat Prancis terhadap konstitusi Eropa yang membagi mereka ke dalam 2 (dua) kelompok, seperti terlihat dari hasil referendum tahun

11) memberi kesempatan kepada mahasiswa PPM prodi lain untuk praktik pembelajaran pada kelas yang bersangkutan dan memberikan penilaian. 12) hadir dalam evaluasi akhir dan

Laju dosis serap radiasi yang terpancar pada setiap monitor game on line memiliki nilai dosis radiasi gamma yang bervariasi sehingga dapat terukur nilai dosis

Persepsi tersebut antara lain, apa yang sudah dan akan dilakukan untuk mengembangkan Situs Purbakala Patiayam dan harapan dalam pengembangan tersebut. Sedangkan metode

penggunaan lahan lainnya adalah forest land, crop land, grazing land, setlement, dan others. Pada tahun 2013, IPCC mengeluarkan suplemen terkait dengan drainage dan rewetting

tertulis yang pada pokoknya sebagai berikut : Membebaskan Terdakwa dari segala dakwaan atau melepaskan Terdakwa dari Tuntutan Hukum atau setidak-tidaknya menyatakan