• Tidak ada hasil yang ditemukan

Naskah Raden Sulam: Suntingan Teks

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Naskah Raden Sulam: Suntingan Teks"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Naskah Raden Sulam: Suntingan Teks

Zenny Rahmawati, Karsono Hardjosaputra

Program Studi Sastra Daerah untuk Sastra Jawa, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya,

Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia Juli 2014

E-mail: zennyrahma@gmail.com

Abstrak

Nama : Zenny Rahmawati

Program Studi : Sastra Daerah untuk Sastra Jawa Judul : Naskah Raden Sulam: Suntingan Teks

Penelitian ini dilakukan terhadap naskah Raden Sulam yang diperkirakan diciptakan pada tahun 1788 Jawa atau 1866 Masehi di Pedawang, Demak. Naskah berisi cerita petualangan Raden Sulam, putra mahkota Bandaralim yang ingin menuntut ilmu tentang Islam. Pengembaraannya diwarnai dengan kisah percintaan, peperangan, dan pengajaran seseorang masuk Islam. Naskah Raden Sulam dianggap tunggal, tersimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dengan nomer panggil KBG 548. Penelitian bertujuan menyajikan edisi teks naskah Raden Sulam supaya dapat dibaca dan dipahami oleh masyarakat umum. Hal pertama yang dilakukan adalah inventarisasi naskah, lalu mendeskripsikan, dan terakhir menyunting dengan edisi standar. Metode kritik teks yang digunakan adalah metode intuitif. Kata Kunci : Islam, naskah pesisiran, naskah Raden Sulam, suntingan teks

Raden Sulam Manuscript: Edited Text

Abstract

Name : Zenny Rahmawati Study Programe : Javanese Literature

(2)

This research was conducted on the Raden Sulam manuscript that predicted created in 1788 (Javanese Calendar) or 1866 AD in Pedawang, Demak. This text contains the adventure stories of Raden Sulam, the prince of Bandaralim, who want to study about Islam. His adventures tinged with romance, war, and teach person to be a moslem. Raden Sulam manuscript is the manuscript that considered to be a unique, saved in Perpusnas (National Library of Republic of Indonesia) on collection number KBG 548. This research was aims to present the Raden Sulam text edition that can be read and understood by common people. The first step of methods is make an inventory of the manuscript, and then described, and finally edited with standard edition. The method of textual critic is intuitive method.

Keywords : Islam, coastal manuscript, Raden Sulam coastal manuscript, edited text

Pendahuluan

Salah satu warisan budaya masyarakat Jawa berwujud naskah. Yang dimaksud dengan naskah adalah tulisan tangan di atas lembaran-lembaran alas tulis setempat, aksara kedaerahan, dan bahasa setempat (Saputra, 2008:2-3).1 Naskah-naskah warisan budaya yang terdapat di Jawa pada umumnya ditulis dengan aksara Jawa dan menggunakan bahasa Jawa, namun terdapat juga naskah-naskah yang ditulis dengan aksara pegon2 dan aksara Latin. Aksara pegon umumnya digunakan dalam naskah-naskah yang bernuansa keislaman atau juga naskah-naskah pesisir. Dalam konteks kebudayaan Jawa, terminologi naskah-naskah

pesisiran mengandung dua pengertian (Saputra, 2001: 87). Pertama, naskah-naskah pesisiran

adalah naskah-naskah yang ditulis di kawasan pantai saja, dan kedua naskah-naskah pesisiran adalah naskah-naskah yang ditulis di luar keraton Surakarta dan Yogyakarta.

Tradisi penulisan sastra di wilayah pesisir utara Jawa telah dimulai pada abad XIV sejak masuknya agama Islam ke Pulau Jawa melalui pantai utara. Sifat naskahnya pun sebagian berisi teks Islam atau setidaknya mengandung unsur keislaman. Sekalipun demikian, belum diperoleh gambaran yang jelas mengenai kegiatan cipta sastra pada masa awal Islam di Pulau Jawa (Hutomo, 1974: 1). Sastra Jawa pesisiran memiliki ciri yang khas. Selain bahasa (bahasa Jawa dialek pesisiran), aksara (aksara pegon di samping aksara Jawa), dan isi

1 Lembaran-lembaran alas tulis setempat, seperti rontal „daun tal‟ yang lebih dikenal melalui pelafalan

metatesisnya: lontar, nipah, daluang (Sunda), dluwang (Jawa), bambu, dan kulit kayu;serta dengan aksara kedaerahan–misalnya aksara Jawa, aksara Bali, aksara Sunda, aksara rencong, aksara kaganga, aksara Batak, aksara pegon, aksara Jawi, dan seterusnya-dan bahasa setempat misalnya bahasa Bugis, bahasa Melayu, bahasa Sasak, bahasa Banjar, dan seterusnya.

2

Aksara pegon merupakan adaptasi aksara Arab dengan berbagai penyesuaian bunyi bahasa Jawa, digunakan untuk menulis sastra dan bahasa Jawa, lebih banyak digunakan di pesantren-pesantren dan pantai utara Jawa (Saputra, 2008:24).

(3)

(meskipun tidak seluruhnya namun menunjukkan nuansa Islam), teks pesisiran kebanyakan diawali dengan pembukaan yang berisi pujian terhadap Allah dan Nabi Muhammad SAW, permintaan maaf penulis kepada pembaca karena merasa dirinya bodoh, dan harapan penulis kepada pembaca bagaimana cara memperlakukan naskah yang sedang dibacanya (Saputra, 2001: 15).

Pada perkembangan selanjutnya, Islam masuk ke Jawa dan telah memberikan banyak pengaruh, termasuk pengaruh dalam dunia kesusasteraan Jawa dengan munculnya cerita Menak.3 Cerita yang telah dikenal di Jawa pada abad XVII ini berkisah tentang pengelanaan tokoh Amir Ambyah (Amir Hamzah) dan menonjolkan perjuangan tokoh utama dalam menundukkan negara-negara yang masih kafir.4 Menak juga mempengaruhi kemunculan roman-roman Islam, sehingga tidak mengherankan jika ditemukan kemiripan unsur-unsur antara cerita Menak dengan roman-roman Islam (Pigeaud, 1967: 212-214). Pada umumnya roman-roman Islam mengangkat tema pengembaraan yang diwarnai dengan kisah percintaan tokoh utama.5 Selain itu, tema-tema khas persengketaan antarsaudara juga seringkali muncul (Pigeaud, 1967: 221). Salah satu naskah pesisiran yang memiliki kemiripan tema dengan cerita Menakadalah naskah Raden Sulam.

Naskah Raden Sulam dianggap tunggal dan hanya tersimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas). Hal tersebut dapat diketahui setelah dilakukan penelusuran pada katalog-katalog naskah Jawa sebagai berikut:

a. Literature of Java: Catalogue Raisanne of Javanese Manuscript in The Library of

The University of Leiden and Other Public Collections in Netherlands, volume I-III, 1967, 1968, 1970;

b. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 3 A-B (1997);

c. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Perpustakaan Nasional Republik

Indonesia (1998);

3 Serat Menak merupakan salah satu wiracarita (karya yang mengekspresikan kekaguman atau kehebatan orang

atau tokoh tertentu) keislaman yang populer. Pada zaman Hindu di Jawa, wiracarita yang berkembang dan sangat berpengaruh adalah wiracarita kehinduan pula, yaitu Mahābhārata dan Rāmāyana. Tatkala sejarah bergulir dari zaman Hindu ke zaman Islam, wacana wiracarita dalam sastra Jawa ikut bergeser pula, yaitu mulai diperkenalkannya wiracarita keislaman (Edi Sedyawati, dkk, 2001:317).

4

Mengenai hai ini dapat dilihat pada uraian Poerbatjaraka tentang Serat Menak dalam Kapustakan Djawi (1954).

5 Untuk penjelasan mengenai lahir dan berkembangnya kesusasteraan Pesisiran, lihat uraian DR. Th. G. Th.

(4)

d. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara, Museum Sonobudoyo Yogyakarta (1990); dan

e. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara, Kraton Yogyakarta (1994).

Naskah Raden Sulam koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) memiliki nomor panggil KBG 548. KBG merupakan singkatan Koninklijk Bataviaasch

Genootschap. Naskah-naskah yang memiliki kode tersebut merupakan naskah yang pada

awalnya koleksi Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen„Ikatan Kesenian dan Ilmu Kerajaan di Batavia‟, yaitu sebuah lembaga kebudayaan yang didirikan di Batavia pada tahun 1778. Semua naskah koleksi Perpusnas dengan kode KBG, termasuk naskah Raden Sulam, merupakan naskah Jawa (Behrend, 1998: xviii).

Naskah Raden Sulam ditulis dengan aksara pegon. Teks dalam naskah ini berbentuk

macapat. Berdasarkan penelusuran referensi, sampai saat ini penulis belum memperoleh data

yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk penelitian terhadap naskah Raden Sulam. Oleh sebab itu tidak banyak informasi yang diperoleh mengenai naskah Raden Sulam ini.

Naskah Raden Sulam berkisah mengenai proses awal perkembangan Islam di Jawa dan perjalanan tokoh Raden Sulam dalam proses pencarian ilmu tentang Islam. Raden Sulam atau Raden Purbaningrat merupakan putra Prabu Purbakusuma dari Bandaralim. Ketika berusia delapan belas tahun, Raden Sulam belum mempunyai keinginan untuk menikah. Ia justru ingin memperdalam pengetahuannya tentang Islam, sehingga ia pergi ke berbagai tempat untuk memenuhi keinginannya tersebut. Dalam proses pencarian ilmu, tokoh Raden Sulam mengalami berbagai peristiwa, seperti peperangan dengan kaum kafir, membimbing seseorang masuk Islam, dan bertapa di gunung.

Berdasarkan keterangan tersebut, dapat diketahui bahwa naskah Raden Sulam merupakan naskah pesisir yang dapat menambah khazanah pengetahuan tentang perkembangan Islam pada masa-masa awal di Jawa. Teks Raden Sulam juga perlu diteliti karena teks tersebut memiliki kemiripan tema dengan cerita Menak. Akan tetapi, karena terdapat jarak budaya antara naskah pada zaman dahulu dan pembaca pada saat ini, sebuah naskah baru dapat dipahami apabila isinya sudah disajikan kembali dengan aksara dan bahasa yang berlaku saat ini. Hal tersebut karena naskah-naskah ditulis dengan menggunakan aksara dan bahasa yang berlaku pada zaman dan wilayah budayanya di masa lalu.

1.4 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan prinsip-prinsip filologi, meliputi langkah kerja dan metode kerja filologi. Langkah kerja filologi meliputi inventarisasi naskah, deskripsi naskah,

(5)

pertanggungjawaban alih aksara, kritik teks, dan suntingan teks. Naskah Raden Sulam dalam penelitian ini dianggap sebagai naskah tunggal, sehingga metode kerja filologi yang digunakan adalah metode intuitif. Menurut Saputra (2008: 104-105), metode intuitif digunakan karena hanya ada satu-satunya naskah yang mengandung teks yang digarap sehingga tidak ada teks pembanding dan tidak ada teks yang dapat dibandingkan, sehingga kritik teks dilakukan berdasar pada intuisi dan pengetahuan tentang teks.

Kritik teks dilakukan untuk mempermudah pembaca dalam memahami teks. Pada suntingan teks, perbaikan (emendasi) diletakkan sebagai catatan-catatan kaki. Emendasi meliputi catatan mengenai metrum berupa kelebihan ataupun kekurangan suku kata dalam satu baris atau gatra, catatan perbaikan guru lagu6 yang sebenarnya, dan catatan perbaikan kelebihan atau kekurangan gatra dalam satu pupuh.7

Alih aksara menggunakan edisi standar dengan tujuan untuk memudahkan pembacaan terutama bagi kalangan awam.8 Adapun pengalihaksaraan Arab ke Latin naskah Raden Sulam ini berdasarkan aturan-aturan yang dimuat dalam buku Patokanipoen Basa Djawi Kaserat

Aksara Arab (1933) karya Nitisastra, sedangkan pedoman ejaan yang digunakan adalah buku Pedoman Ejaan Bahasa Jawa yang Disempurnakan (2011) yang diterbitkan oleh Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dengan penyesuaian-penyesuaian yang dikaitkan dengan dengan sistem ejaan dalam naskah.

Pembahasan

Saputra (2008:81-103) menjelaskan bahwa langkah kerja filologi meliputi inventarisasi naskah, deskripsi naskah, perbandingan teks, penentuan teks, pertanggungjawaban alih aksara, kritik teks, dan alih aksara. Pada tahap inventarisasi dan deskripsi naskah dapat diketahui apakah objek penelitian merupakan objek tunggal atau jamak. Objek tunggal tidak memerlukan tahap perbandingan teks dalam naskah, sedangkan objek jamak memerlukan tahap perbandingan teks dalam naskah guna mengetahui

6 Guru lagu adalah aturan rima akhir dalam dalam puisi tradisional, terutama puisi-puisi Jawa baru (Saputra,

2012: 190).

7 Pupuh adalah bagian dari wacana yang berbentuk puisi, dapat disamakan dengan bab untuk wacana prosa

(Saputra, 2012: 193).

8 Penjelasan mengenai alih aksara dengan edis standar ini mengacu pada keterangan Robson, bahwa edisi kritis

dari suatu naskah lebih banyak membantu pembaca dalam mengatasi kesulitan yang bersifat tekstual atau yang berkenaan dengan interpretasi, dengan demikian pembaca akan terbebas dari kesulitan dalam memahami isi teks (Robson, 1994: 24-25).

(6)

kekerabatan teks sekorpus9 dan menentukan teks manakah yang memenuhi syarat untuk diteliti. Berikut penjelasan lengkap mengenai langkah kerja filologi menurut Saputra (2008).

Inventarisasi naskah adalah pengumpulan informasi mengenai keberadaan naskah yang mengandung teks sekorpus (Saputra, 2008:81). Pengumpulan informasi dilakukan dengan mencari naskah yang mempunyai judul yang sama atau kemiripan cerita pada perpustakaan atau lembaga-lembaga yang memiliki koleksi naskah. Jika setelah melakukan penelusuran namun hanya ditemukan satu naskah dan tidak ada naskah lain yang memiliki judul serta kemiripan cerita, maka naskah tersebut dianggap naskah tunggal yang dapat langsung dijadikan sebagai bahan penelitian.

Seperti yang disebutkan di atas, inventarisasi naskah dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan penelusuran pada beberapa katalog naskah-naskah Jawa. Hasil inventarisasi naskah menunjukkan bahwa naskah Raden Sulam merupakan naskah yang dianggap sebagai naskah tunggal, yang merupakan koleksi Perpusnas dengan nomor panggil

KBG 548. Naskah ini telah dimikrofilmkan dengan nomer rol 270.

Langkah kerja filologi setelah inventarisasi adalah deskripsi naskah. Deskripsi naskah yaitu penjelasan mengenai fisik naskah-naskah yang menjadi objek penelitian (Saputra, 2008: 82-83). Deskripsi naskah dilakukan pada unsur-unsur naskah seperti alas tulis, umur, tempat penulisan atau penyalinan naskah, dan waktu penulisan atau penyalinan naskah. Deskripsi bahan naskah meliputi sampul, alas tulis, dan jilid. Mengenai perkiraan umur naskah, tempat penulisan, dan waktu penulisan dilihat melalui manggala10, kolofon11, dan keterangan-keterangan yang ada pada naskah.

Sampul naskah terbuat dari karton tebal berwarna coklat berukuran 16,5 cm x 20,5 cm. Setiap sudut luar karton tersebut dilapisi bahan mirip kulit berwarna hitam. Pada sudut kiri atas sampul belakang terdapat kertas berwarna putih berukuran 4 cm x 5 cm. Kertas tersebut memuat nomor panggil naskah yang ditulis dengan tinta warna hitam. Kertas tersebut kemungkinan baru ditempelkan saat naskah menjadi koleksi Perpusnas. Secara umum kondisi sampul naskah masih bagus.

9 Korpus adalah seluruh naskah yang mengandung teks sejenis (Saputra, 2008:50).

10 Istilah ini bermula untuk menamai bagian awal wacana teks-teks Jawa kuna, biasanya berisi penyebutan raja

yang menciptakan teks dan penanggalan yang menunjukkan saat penciptaan teks; istilah ini kemudian juga digunakan dalam rangka penelitian teks-teks Jawa baru dan Jawa tengahan (Saputra, 2012:192).

11

Kolofon adalah “catatan tambahan” di akhir teks yang biasanya memberikan informasi seluk beluk penyalinan, seperti siapa yang menyalin, atas perintah siapa, kapan penyalinan dilakukan, dan tempat penyalinan; walaupun informasi tidak selalu selengkap itu (Saputra, 2008:36).

(7)

Naskah mempunyai satu lembar kelopak depan dan lima lembar kelopak belakang. Kelopak depan dan empat kelopak belakang benar-benar kosong tanpa tulisan. Pada kelopak terakhir atau halaman paling belakang, terdapat tulisan dengan pensil sebagai berikut.

Jawa KBG No:548 548

Lajang Raden Sulam

(Purbaningrat, Koningin van Demak) Not. Jan. 1909

Pada tulisan Jawa KBG No:548 di atas, merupakan catatan yang berkaitan dengan nomor koleksi naskah, sedangkan tulisan Lajang Raden Sulam merupakan keterangan judul. Tulisan Purbaningrat, Koningin van Demak menjelaskan bahwa Purbaningrat adalah pejabat dari Demak, dan tulisan Not. Jan. 1909 adalah catatan mengenai tahun masuk naskah ke dalam koleksi Museum Nasional pada bulan Januari tahun 1909.

Di dalam naskah ditemukan manggala yang menyebutkan hari, tanggal, bulan, dan nama tahun Jawa. Manggala tersebut sebagai berikut.

tětkala wiwit tinulis/ ing malěm isnen punika/ pon wau rangkěpe (-2)

/ ing sasine sapar punika (+1)/ slawe engět tanggale (+1)/ taun alip kang lumaku/ anuju karo kapat katiga

(+2)

// (pupuh I, pada 2)

Terjemahan:

ketika mulai ditulis/ pada malam Senin12/ (yaitu) Pon13 tepatnya/ pada bulan Sapar14/ tanggal dua puluh lima/ tahun Alip15 yang tengah berjalan / pada pertengahan

(mangsa) kapat16 (saat) musim kemarau// (bab I, bait 2)

12 Malam Isnen ‘malam Senin‟ dalam konsep kebudayaan Jawa adalah hari Minggu malam.

13 Dalam kebudayaan Jawa terdapat sistem hari yang disebut hari pasaran. Menurut sistem ini, dalam satu

minggu terdiri dari lima hari, yakni hari Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon.

14

Sapar adalah salah satu nama bulan dalam sistem penanggalan Jawa. Sistem penanggalan ini digunakan pertama kali oleh Sultan Agung pada tahun 1633 Masehi. Sistem penanggalan ini sebenarnya merupakan adaptasi dari sistem penanggalan Islam. Dalam sistem penanggalan Islam, bulan Sapar disebut Syafar (Mulyono, 1992: 26-28).

(8)

Berdasarkan keterangan di atas, dapat diperkirakan naskah ini ditulis sekitar tahun 1788 Jawa atau 1866 Masehi. Perkiraan tahun ini diperoleh dari perhitungan kalender Jawa, sistem windu Jawa, sistem kurup,17 serta sistem pranata mangsa Jawa.

Naskah setebal 101 halaman ini menggunakan kertas Eropa sebagai alas tulisnya. Kondisinya saat ini berwarna kecoklatan dan berlubang di beberapa bagian karena dimakan ngengat. Namun lubang tersebut berada di luar teks, sehingga teks masih dapat dibaca secara jelas. Ukuran kertas bagian isi teks sama dengan ukuran sampul. Kertas Eropa tersebut disatukan dengan jilid lem, yang saat ini ada beberapa bagian yang rusak sehingga beberapa lembaran naskah terpisah dari lembaran yang lain.

Teks dalam naskah berupa aksara pegon dan ditulis menggunakan tinta warna hitam. Tulisan sangat rapi dan jelas, sehingga mudah untuk dibaca. Pada halaman pertama dan kedua terdapat 9 baris, sedangkan pada halaman ketiga dan keempat terdapat 11 baris. Halaman kelima sampai terakhir terdapat 13 baris teks. Blok teks pada halaman pertama sampai keempat berukuran 11 cm x 11,5 cm. Blok teks pada halaman lain berukuran 13 cm x 17 cm. Di luar blok teks terdapat tulisan angka Romawi menggunakan spidol warna biru yang berfungsi sebagai penanda pergantian metrum.18

Faksimile 2.1. Angka Romawi Penanda Pergantian Metrum

Pada faksimile di atas, di dalam lingkaran merah terdapat tulisan angka Romawi IV, tulisan itu menggunakan spidol warna biru. Tampaknya tulisan itu terlihat lebih baru dibandingkan dengan tinta naskah. Angka Romawi itu kemungkinan ditulis oleh pembaca

16 Kapat merupakan salah satu nama pembagian waktu dalam sistem pranata mangsa Jawa. Pranata mangsa

Jawa merupakan sistem pembagian waktu mengolah tanah untuk pertanian dalam satu tahun berdasarkan peredaran matahari. Pada sistem ini, satu tahun bercocok tanam dibagi menjadi dua belas satuan waktu (Mulyono, 1992: 48-53).

17 Kurup adalah sistem “koreksi” penanggalan Jawa. sistem ini dilakukan dengan menghilangkan satu tahun

kabisat setiap periode 120 tahun (Mulyono, 1992: 25-28).

18 Metrum adalah pola atau aturan yang berkaitan dengan pembaitan dalam puisi tradisional, biasanya berupa

(9)

naskah, dengan maksud memudahkan penghitungan jumlah pupuh dalam naskah Raden

Sulam.

Faksimile 2.2. Penanda Pergantian Pupuh

Demikian pula pada faksimile di atas, tuliasan di dalam lingkaran merah merupakan penanda pergantian pupuh yang terdapat dalam naskah Raden Sulam. Penanda tersebut digunakan pada setiap pergantian pupuh. Penanda di atas menunjukkan pergantian ke pupuh

pucung.

Faksimile 2.3. Penanda Pergantian Pada

Garis lingkaran warna merah tersebut menunjukkan penanda pergantian gatra yang terdapat dalam naskah Raden Sulam. Penanda tersebut digunakan pada setiap pergantian

gatra dalam setiap pupuh.

Teks berbentuk macapat19, yang secara keseluruhan berjumlah 22 pupuh.

Pupuh-pupuh tersebut adalah asmaradana (35 pada), pangkur (24 pada), asmaradana (16 pada), sinom (55 pada), dhandhanggula (34 pada), mijil (24 pada), pangkur (34 pada), pucung (18 pada), sinom (25 pada), durma (30 pada), asmaradana (27 pada), kinanthi (23 pada), gambuh (5 pada), dhandhanggula (15 pada), durma (37 pada), sinom (24 pada), mijil (12 pada), megatruh (14 pada), sinom (23 pada), durma (30 pada), pangkur (40 pada), dan

19 Macapat adalah puisi Jawa baru bertembang yang memiliki metrum. Disebut bertembang karena pembacaan

macapat dilakukan dengan dilagukan berdasarkan susunan notasi yang sesuai dengan pola metrumnya. Dalam macapat terdapat 15 jenis pola metrum, yakni dhandhanggula, sinom, asmaradana, durma, pangkur, mijil, kinanthi, maskumambang, pucung, jurudemung, wirangrong, gambuh, megatruh, balabak, dan girisa (Saputra, 2012:103-106).

(10)

dhandhanggula (19 pada). Secara umum keadaan teks dapat dibaca dengan jelas.

Kerusakan-kerusakan yang ada pada naskah tidak menghalangi pembacaan untuk memahami teks.

Pada penelitian ini, asas yang digunakan dalam pengalihaksaraan adalah edisi standar. Edisi standar menurut Baried (1985: 69) adalah menerbitkan naskah dengan membetulkan kesalahan-kesalahan kecil dan ketidakkonsistenan, sedang ejaannya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku. Adapun pengalihaksaraan Arab ke Latin naskah Raden Sulam ini berdasarkan aturan-aturan yang dimuat dalam buku Patokanipoen Basa Djawi Kaserat

Aksara Arab (1933) karya Nitisastra, sedangkan pedoman ejaan yang digunakan adalah buku Pedoman Ejaan Bahasa Jawa yang Disempurnakan (2011) yang diterbitkan oleh Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Dalam aksara Arab tidak terdapat sistem kapital, namun dalam pengalihaksaraan, sistem kapital digunakan agar sesuai dengan Pedoman Ejaan

Bahasa Jawa yang Disempurnakan (2011), di antaranya huruf awal, nama diri, dan

permulaan kalimat.

Pada teks naskah Raden Sulam ditemukan beberapa konsonan rangkap yang terdapat dalam satu kata. Untuk mempermudah pembaca, dalam pengalihaksaraannya cukup satu saja yang digunakan. Konsonan rangkap biasanya terjadi pada teks naskah yang beraksara Jawa. Penulisan beberapa konsonan rangkap pada teks naskah ini tidak hanya terjadi dalam satu kali, namun berulang dalam setiap penulisan kata-kata tersebut pada naskah. Dengan demikian, terdapat kemungkinan bahwa penggunaan aksara pegon dalam naskah Raden

Sulam dipengaruhi penggunaan aksara Jawa.

Berikut perangkapan huruf yang terdapat pada naskah Raden Sulam.

sagungngipun alih aksara sagungipun

ajrihhira alih aksara ajrihira

dagangannireki alih aksara daganganireki

lahhiya alih aksara lahiya

(11)

kareppira alih aksara karepira

denwehhaken alih aksara denwehaken

bancikkipun alih aksara bancikipun

micarangngati alih aksara micarangati

galihhipun alih aksara galihipun

akallira alih aksara akalira

titihannipun alih aksara titihanipun

aranningsun alih aksara araningsun

karsanningsun alih aksara karsaningsun

kakangngira alih aksara kakangira

papanneki alih aksara papaneki

manahhipun alih aksara manahipun

lelayunnipun alih aksara lelayunipun

Seperti halnya dalam penulisan teks dengan aksara Jawa, dalam aksara pegon juga dikenal istilah sastra lampah, yakni cara membaca atau berbicara di mana vokal diucapkan mengikuti konsonan akhir dari kata sebelumnya (Padmosoekotjo, 1967: 68). Dalam teks naskah Raden Sulam ditemukan sejumlah gejala sastra lampah, namun hanya disajikan beberapa kasus yang sering muncul. Dalam kasus ini, pengalihaksaraan dilakukan dengan

(12)

cara menghilangkan konsonan yang mempengaruhi vokal pada awal kata kedua untuk kemudian dikembalikan pada bentuk asalnya.

Tabel 1. Contoh Sastra Lampah yang Terdapat pada Naskah Raden Sulam

Teks dalam naskah Raden Sulam Aksara Latin Suntingan

datannana datan ana

wongngurip wong urip

tanana tan ana

sangngayu sang ayu

sangngaji sang aji

ingngarga ing arga

ingngati ing ati

ayunayunan ayun-ayunan

Dalam naskah ditemukan beberapa kosakata yang tidak terdapat dalam Baoesastra

Djawa karya Poerwadarminta. Beberapa kosakata tersebut kemungkinan merupakan varian

dari kosakata yang terdapat dalam Baoesastra Djawa karya Poerwadarminta. Berikut adalah perbandingan kosakata yang terdapat dalam Baoesastra Djawa karya Poerwadarminta dengan kosakata yang digunakan dalam naskah Raden Sulam.

Tabel 2. Perbandingan Kosakata Bahasa Jawa Standar dan Variasinya yang Terdapat pada Naskah

Raden Sulam

Kosakata Bahasa Jawa Standar Kosakata Variasi

mada ngadha

(13)

penget enget jogan dugan jlerit jalemprit mungsuh mengseh palinggihan palinggiyan palinggihane palinggiyane

Emendasi atau perbaikan bacaan dilakukan berdasar keadaan korpus teks dan metode kerja yang dipilih (Saputra, 2008: 101). Pada penelitian ini emendasi atau perbaikan bacaan dilakukan secara intuitif karena naskah Raden Sulam merupakan naskah tunggal sehingga tidak ada pembanding dan metode yang digunakan adalah metode intuitif. Emendasi diletakkan sebagai catatan kaki, hal ini dimaksudkan untuk menghindari kesalahan tafsir pembaca dan untuk menjaga “keaslian” teks.

Kesimpulan

Naskah Raden Sulam merupakan naskah Jawa pesisiran, dibuktikan dengan adanya ciri dari naskah pesisiran, seperti menggunakan aksara pegon, isi menunjukkan nuansa Islam, dan pada teks naskah diawali dengan pembukaan yang berisi pujian terhadap Allah, permintaan maaf penulis kepada pembaca karena merasa dirinya bodoh, dan harapan penulis kepada pembaca bagaimana cara memperlakukan naskah yang sedang dibacanya. Naskah tersebut merupakan naskah tunggal yang tersimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas).

Berdasarkan keterangan pada teks awal naskah, dapat diperkirakan naskah Raden

Sulam ditulis sekitar tahun 1788 Jawa atau 1866 Masehi. Naskah Raden Sulam merupakan

naskah pesisiran yang memiliki unsur keislaman karena dalam naskah tersebut ditemukan beberapa kata serapan dari bahasa Arab. Pemilahan kata serapan dan bukan serapan dilakukan dengan dasar Baoesastra Djawa (1939) yang disusun oleh W. J. S. Poerwadarminta dan kamus bahasa Arab Al-Munawwir (1984). Dalam Naskah Raden Sulam juga ditemukan beberapa variasi penggunaan kosa kata. Variasi kosa kata ini terjadi kemungkinan karena adanya dialek pesisiran. Sesuai dengan metode dan asas alih aksara yang digunakan, kata-kata serapan dari bahasa Arab dan variasi kosa kata tetap dipertahankan seperti dalam naskah.

Dalam naskah Raden Sulam juga ditemukan kesalahan penggunaan kata, di mana kesalahan tersebut dikarenakan untuk memenuhi guru lagu ataupun guru wilangan, mengingat naskah tersebut berbentuk macapat. Dari sisi cerita, naskah Raden Sulam

(14)

menceritakan perkembangan Islam pada masa-masa awal di Jawa yang diwarnai dengan peperangan dan kisah percintaan pada tokoh utama.

Berdasarkan permasalahan dalam penelitian ini, penulis menyajikan teks Raden Sulam yang dapat dibaca oleh masyarakat umum sehingga lebih mudah untuk dipahami. Setelah melakukan prinsip kerja filologi dalam pengalihaksaraan, maka penulis berhasil menyajikan suntingan teks naskah Raden Sulam dengan nomor koleksi KBG 548.

Daftar Referensi Buku:

Hutomo, Suripan Sardi, dkk. 1982. Penelitian Bahasa dan Sastra Babad Demak Pesisiran. Jakarta. Dep P dan K.

Mulyono, Djoko. 1992. Melihat Saat Tahu Waktu. Jakarta: Studio Delapan Puluh.

Nitisastro. 1933. Patokanipoen Basa Djawi Kaserat Aksara Arab (Pegon). Surabaya: Peneleh. Saputra, Karsono H. 2001. Percik-Percik Bahasa dan Sastra Jawa. Jakarta: KMSJ FS UI. ________________. 2008. Pengantar Filologi Jawa. Jakarta: Wedatama Widya Sastra. ________________. 2012. Puisi Jawa. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.

Poerbatjaraka. 1954. Kapustakan Djawi. Jakarta: Djambatan.

Robson, S.O. 1994. Prinsip-Prinsip Filologi Indonesia. Jakarta: RUL.

Tim Balai Bahasa Yogyakarta. 2011. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Jawa Huruf Latin yang

Disempurnakan. Yogyakarta: Balai Bahasa Yogyakarta.

Katalog:

Behrend, T. E. dan Titik Pudjiastuti (Ed.). 1997. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara,

FSUI. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Behrend, T. E. 1990. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara, Museum Sonobudoyo

Yogyakarta. Jakarta: Penerbit Djambatan.

Behrend, T. E. (Ed.). 1994. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara, Kraton Yogyakarta. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

__________________. 1998. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara, Perpustakaan

Nasional Republik Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan École française

(15)

Pigeaud, Th. G. Th. 1967. Literature of Java Catalogue Raisonne of Javanese Manuscripts in

The Library of University of Leiden and Other Public Collections in The Netherlands Volume I Synopsis of Javanese Literature 900-1900 AD. The Hague: Martinus Nijhoff.

________________. 1968. Literature of Java Catalogue Raisonne of Javanese Manuscripts

in The Library of University of Leiden and Other Public Collections in The Netherlands Volume II Descriptive Lists of Javaese Manuscripts. The Hague: Martinus Nijhoff.

________________. 1970. Literature of Java Catalogue Raisonne of Javanese Manuscripts

in The Library of University of Leiden and Other Public Collections in The Netherlands Volume II Illustrations and Facsimiles of Manuscripts, maps, addenda and a general index of names and subjects. The Hague: Martinus Nijhoff.

Kamus:

Munawwir, A. W. 1984. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif. Poerwadarminta. 1939. Baoesastra Djawa. Batavia. J, B. Wotes Uitgevers. Maatschappij N.V.

Gambar

Tabel 1. Contoh Sastra Lampah yang Terdapat pada Naskah Raden Sulam

Referensi

Dokumen terkait

Efektivitas kepemimpinan kepala madrasah terhadap mutu madrasah di MI Muhammadiyah Kradenan dan MI Ma’arif Ngablak 1 di Kecamatan Srumbung Kabupaten Magelang

memberikan kemudahan untuk mengetahui jumlah pinjaman, mengecek angsuran pinjaman oleh anggota/ non anggota koperasi, mengetahui profil anggota secara cepat dan mengetahui

Dalam tampilan menu informasi cuti karyawan ini user yang login sebagai personalia atau karyawan dapat meng input kan nomor pengajuan cuti karyawan pada

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sistem informasi kepegawaian pada Kejaksaan Negeri Palembang dapat membantu staf kepegawaian dalam mengelola proses absensi

Rata-rata persentase aktivitas siswa kelas eksperimen sebesar 70% berkriteria “Cukup”; (3) hasil belajar siswa sebelum penerapan model pembelajaran IPA terintegrasi

Struktur batin dalam pantun manyerakan marapulai dan anak daro ini merupakan makna yang terkandung di dalam puisi yang tidak secara langsung dapat kita hayati. Struktur

Teknik ini dikembangkan berdasarkan peluang pembentukan varietas baru yang tahan, serta pengenalan pathway metabolisme patogen dan tanaman inang untuk melakukan teknik

Sedangkan kekurangan pemakaian anestesi spinal akan menimbulkan hipotensi, hanya dapat digunakan pada operasi dengan durasi tidak lebih dari dua am, bila tidak aseptik  akan