A. Pengertian
Kemarahan aadalah suatu perasaan emosi yang timbul sebagai
reaksi terhadap kecemasan yang meningkat dan diarakan sebagai ancaman.
(Riyadi & Purwito, 2009)
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada
dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh
gelisah yang tidak terkontrol. (Kusumawati dan Hartono, 2010 dalam
Direja, 2011).
Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stressor yang
dihadapi oleh seseorang yang ditunjukan dengan perilaku aktual
melakukan kekerasan, baik pada diri sendiri, orang lain secara fisik
maupun psikologis (Berkowitz, 2000 dalam Yosep, 2011).
Berdasarkan pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa
perilaku kekerasan adalah suatu dimana seseorang melakukan tindakan
kekerasan baik verbal non verbal yang dapat melukai diri sendiri, orang
lain, dan lingkunganbaik fisik maupun psikologis, yang timbul akibat
B. Rentang Respon
Perasaan marah wajar bagi setiap manusia, tapi perilaku ditunjukan
oleh perasaan marah dapat difluktuasi dalam rentang respon kemarahan.
Rentang responnya dimulai dari yang paling adaptif sampai yang maladaftif.
Dan dari yang adaftif adalah asertif dan yang paling maladaptif adalah amuk
atau kekerasan.
Respons adaftif Respons maladaptif
Gambar 1. Rentang Respon Neurobiologis
(Sumber : Stuart & Sundden, 2007)
Keterangan :
• Asertif
Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan
memberikan keterangan
• Frustasi
Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat
menemukan alternatif
• Pasif
Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya
• Agresif
Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut tetapi
masih terkontrol
• Amuk
Perasaan yang marah dan permusuhan yang kuat dan hilang control
(Direja, 2011)
Perilaku yang ditampakkan mulai dari yang rendah sampai tinggi yaitu :
a. Memperlihatkan permusuhan yang rendah
b. Keras dan menurut
c. Mendekati orang lain
d. Memberikan kata-kata ancaman tanpa nilai melukai
e. Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan
f. Memberi kata-kata ancaman dengan rencana melukai
g. Melukai dalamtingkat ringan tanpa membutuhkan perawatan
medis.
C. Etiologi
Menurut Direja (2011) penyebab perilaku kekerasan terdiri dari
dua faktor yaitu predisposisi dan presipitasi. Berikut ini adalah yang
mempengaruhi perilaku kekerasan.
1. Faktor predisposisi
Faktor yang mendasari atau yang mempermudah terjadinya
tiap orang merupakan faktor predisposisi artinya mungkin
terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan
(Riyadi & Purwito, 2009).
1) Faktor biologis
Berdasarkan teori biologi ada beberapa hal yang dapat
memepengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan yaitu
sebagai berikut :
a. Instinctual drive teory (Teori dorongan naluri)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan
oleh suatu dorongan kebutuhan dasar yang kuat.
b. Psycomatic teory (Teori psikomatik)
Pengalaman marah adalah akibat dari respon psikologis
terhadap stimulus eksternal, internal maupun lingkungan.
Dalam hal ini sistem limbik berperan sebagai pusat untuk
mengekspresikan maupun menghambat rasa marah.
2) Faktor psikologis
a. Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai tujuan
mengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang
memotifasi perilaku kekerasan.
b. Behavioral theory (teori perilaku)
Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai
apabila tersedia fasilitas atau situasi yang mendukung,
kekerasan, sering mengobservasi kekerasan di rumah atau
diluar ruma. Semua aspek ini menstimulasi individu
mengadopsi perilaku kekerasan.
c. Adanya kekerasan dalam rumah tangga, keluarga, ataupun
lingkungan.
d. Existensial teory (Teori ekstensi)
Bertindak sesuai perilaku adalah kebutuhan dasar manusia
apabila kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi melalui
perilaku konstruktif maka individu akan memenuhi
kebutuhannya melalui perilaku destruktif.
3) Faktor sosial budaya
Berdasarkan teori sosial budaya ada beberapa hal yang dapat
memepengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan yaitu
sebagai berikut :
a. Sosial environment teory (teori lingkungan)
Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu
dalam mengekspresikan marah. Budaya tertutup dan
membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial
yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan
menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima.
b. Social learning teory (teori belajar sosial)
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun
2. Faktor presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa
terancam, baik secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri.
Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
1) Klien : kelemahan fisik, keputus asaan, ketidak berdayaan,
kehidupan yang penuh dalam dengan agresif, dan masalah yang
tidak menyenangkan.
2) Interaksi: penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti,
konflik, merasa terancam baik internal dari permasalahan diri
klien sendiri maupun eksternal dari lingkungan.
3) Lingkungan : panas, padat, bising.
4) Kesulitan kondisi sosial ekonomi
5) Ketidaksiapan seorang ibu dalam menerima anaknya, dan
ketidakmampuan dalam menempatkan diri sebagai orang dewasa.
6) Pelaku mungkin memiliki riwayat anti sosial seperti
penyalahgunaan obat, dan alkohol serta tidak mampu mengontrol
emosi pada saat menghadapi frustasi.
7) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan
pekerjaan, perubahan tahap perkembangan keluaraga.
3. Mekanisme koping
Perawat mampu mengidentifikasi mekanisme koping klien
sehingga dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme
Mekanisme koping yang umum digunakan adalah mekanisme
perthankan ego seperti displacement, sublimasi, proyeksi, depresi, dan reaksi formasi.
1) Displacement
Melepaskan perasaan tertekannya bermusuhan, pada objek yang
tidak begitu seperti pada mulanya yang membangkitkan emosi
itu.
2) Proyeksi
Menyalahakan orang lain mengenai keinginannya yang tidak
baik.
3) Depresi
Menekan perasaan yang menyakitkan atau konflik ingatan dari
kesadaraan yang cenderung memperluasmekanisme ego lainnya.
4) Reaksi formasi
Pembentukan sikap kesadaran dan pola perilaku yang
berlawanan dengan apa yang benar-benar dilakukan orang lain.
D. Tanda dan gejala
1. Fisik, mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang
mengatup, wajah memerah, dan tegang, serta postur tubuh kaku.
2. Verbal, mengancam, mengancam, mengupat dengan kata-kata kotor,
berbicara dengan nada keras, kasar, ketus.
3. Perilaku, menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain,
4. Emosi, tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu,
dendam, jengkel, tidak berdaya, permusuhan, mengamuk, ingin
berkelahi, menyalah kan, menuntut.
5. Intelektual, mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan
tidak jarang mengeluarkan kata-kata.
6. Spiritual, merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak
bermoral, dan kreatifitas terlambat.
7. Sosial, menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan
sindiran
8. Perhatian, bolos, melarikan diri, melakukan penyimpangan seksual.
(Direja, 2011)
E. Proses terjadinya masalah
Stres, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang
harus dihadapi oleh setiap individu. Stres dapat menyebabkan kecemasan
yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam, kecemasan
dapat menimbulkan kemarahan. Respon terhadap marah dapat
diungkapakan melalui 3 cara yaitu :
1. Mengungkapakan marah secara verbal
2. Menekan
3. Menantang
Dari ketiga cara ini, cara yang yang pertama adalah konstruktif
sedang dua cara lain adalah destruktif. Dengan melarikan diri atau
terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri atau
lingkungan dan akan tampak sebagai depresi psikomatik atau agresi dan
nagamuk.
Bila seseorang memberi makna positif, misalnya : macet adlah
waktu untuk istirahat, suasana bising adalah melatih persyarafan telinga
(nervus auditorius) maka ia akan dapat melakukan kegiatan secara positif
(compensatory act) dan tercapai perasaan lega (resolution). Bila ia gagal dalam memberikan makna menganggap segala sesuatunya sebagai ancaman
dan tidak mampu melakukan kegiatan positif (olah raga, menyapu atau baca
puisi saat dia marah dan sebagainya) maka akan muncul perasaan tidak
berdaya dan sengsara (helplessness). Perasaan itu akan memicu timbulnya
kemarahan (anger). Kemarahan yang diekspresikan keluar (Expressed
outward) dengan kegiatan yang konstruktif (contructive action) dapat
menimbulkan perasaan bersalah dan menyesal (guilt). Kemarahan yang
F. Psikopatalogik
Ancaman atau Kebutuhan
Stress
Marah
Merasa Kuat Mengungkapkan secara verbal Merasa tidak kuat
Menantang Menjaga Kebutuhan Orang Lain Melarikan Diri
Berkepanjangan Ketegangan menurun Mengingkari masalah
Rasa marah teratasi Marah tidak terungkap
Muncul rasa bermusuhan
Rasa bermusuhan menahun
Marah pada diri sendiri Marah pada orang
lain/lingkungan
Gambar 2 . Psikopatologik
G. Pohon masalah
Resiko menscederai diri sendiri, orang Akibat
lain dan lingkungan
Masalah utama
Gangguan kosep diri : Penyebab
Harga diri rendah
Gambar 3. Pohon masalah perilaku kekerasan (Sumber : Keliat, 2006)
H. Penatalaksanaan medis ( Tjay dan Kirana, 2007)
1. Chlopromazine (CPZ) Dosis 75 – 100mg/hari
2. Trihexilpenidiyl (THP) Dosis 2mg 2 -3 kali sehari
3. Haloperidol, Dosis 0,5 – 5 mg, sehari 2 – 3 kali.
4. Fluoketine, Dosis 2mg/hari
5. Resperidone, 0.25 – 4 mg/hari
6. Terapi elektrovulsif (ECT)
I. Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan pada perilaku kekerasan menurut Keliat, (2006)
meliputi:
a. Perilaku kekerasan
b. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
c. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
d. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi
e. Isolasi sosial
f. Berduka disfungsional
g. Inefektif proses terapi
h. Ketidakefektifan koping keluarga
J. Diagnosa keperawatan
a. Perilaku kekerasan
b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
K. Fokus Intervensi
a. Perilaku Kekerasan Tujuan Umum
Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan saat sedang berhubungan
dengan orang lain dan tidak mencederai diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan.
TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya Kriteria hasil :
• Klien mau membalas salam
• Klien mau berjabat tangan
• Klien mau menyebut nama
• Klien mau tersenyum
• Klien mau mngetahui nama perawat
Intervensi :
• Bina hunbungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
• Panggil nama klien dengan nama panggilan yang disukai
• Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang
• Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
• Beri rasa empati
TUK II : Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
Kriteria hasil :
• Klien mengungkapkan perasaaannya
• Klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan jengkel/kesel
(dari diri sendiri, lingkungan atau orang lain).
Intervensi :
• Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaaannya
• Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan
jengkel/kesal
• Dengarkan ungkapaan rasa kesal/marah dan perasaan
bermusuhan klien dengan sikap tenang.
TUK III : Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan
Kriteria hasil :
Klien dapat mengungkapkan perasaaan saat marah/jengkel
Klien dapat menyimpulkan tanda dan gejala jengkel/kesal yang
Intervensi :
Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami dan dirasakan
saat jengkel/marah
Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan pada klien
Simpulkan bersama klien tanda dan gejala jengkel/marah yang
dialami klien
TUK IV : Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
Kriteria hasil :
Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan
Klien dapat bermain peran perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan
Klien dapat mengetahui carayang biasa dilakukan untuk
menyelesaikan masalah
Intervensi :
• Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan klien (verbal, pada orang lain, pada lingkungan
dan pada diri sendiri)
Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan
Bicarakan dengan klien, apakah dengan cara yang klien lakukan
masalahnya akan selesai
TUK V : Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan Kriteria hasil :
• Klien dapat menjelaskan dari cara yang dilakukan klien :
- Akibat pada klien sendiri
- Akibat pada orang lain
- Akibat pada lingkungan
Intervensi :
Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang digunakan klien
Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan
klien
Tanyakan kepada klien “ Apakah klien ingin mempelajari cara
baru yang sehat”
TUK VI : Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan
Kriteria hasil :
• Klien dapat menyebutkan contoh pencegahan perilaku
• Klien dapat menyebutkan cara bicara (verbal) yang baik dalam
mencegah perilaku kekerasan :Meminta dengan baik, Menolak
dengan baik, Mengungkapkan perasaan dengan baik
• Klien dapat mendemonstrasikan cara verbal yang baik
• Klien dapat menyebutkan kegiatan ibadah yang biasa dilakukan
• Klien dapat mendemonstrasikan cara ibadah yang dipilih
• Klien mempunyai jadwal untu melatih cara pencegahan fisik,
verbal/sosial, dan obat yang telah dipelajari sebelumnya
• Klien mampu mengevaluasi kemampuannya dalam melakukan
cara fisik, verbal/sosial, spiritual, dan obat sesuai jadwal yang
telah disusun.
Intervensi :
Tanyakan kepada klien “ Apakah klien ingin mempelajari cara
baru yang mengontrol perilaku kekerasan dengan yang sehat”
Beri pujian jika mempunyai cara lain yang sehat
Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, memukul
bantal atau kasur.
Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah/kesal
Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang
sehat, latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan
TUK VII :klien dapat mengidentifikasi cara mengontro perilaku kekerasan
Kriteria hasil :
• Klien mampu memilih cara yang dilatih
• Klien mnegetahui manfaat dari cara yang telah dipilih
Intervensi :
• Bantu klien memilih cara yang tepat
• Bantu klien mengidebtifikasi manfaat cara yang telah dipilih
• Beri reinforcoment positif atas keberhasilan yang dicapai dalam
stimulusi
• Anjurkan klien menggunakan cara telah dipilih saat
jengkel/kesal.
TUK VIII : klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan
Kriteria hasil : keluarga dapt mendemonstrasikan cara merawat klien
Intervensi :
• Idebtifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap yang
telah dilakukan selama ini
• Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien
- cara mengontrol perilaku kekerasan secara konstruktif
- sikap tenang, jelas, dan bicara tenang
- membantu klien mengenal penyebab marah
• bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien
• bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan
demonstrasi.
TUK IX : klien dapat menggunakan obat yang benar (sesuai program)
Kriteria hasil :
• Klien dapat menyebutkan jenis, dosis, dan waktu minum obat
seta manfaat dari obat itu (prinsip 5 benar : benar orang, obat,
dosis, waktu, dan cara pemberian)
• Klien mendemonstrasikan kepatuhan minum obat sesuai jadwal
yang ditetapkan
• Klien mengevaluasi kemampuannya dalam mematuhi minum
obat
Intervensi :
• Jelaskan jenis-jenis oabt yang diminum klien pada klien dan
keluarga
• Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum
• Jelaskan prisip 5 benar minum obat (nama klien. obat, dosis,
cara, waktu)
• Anjurkan klien melaporkan pada perawat atau dokter jika
merasa efek tidak menyenangkan.
• Beri pujian jika klien meminum obat dengan benar.
b. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya Kriteria hasil :
• Klien mampu membalas salam
• Klien mau menyebutkan nama
• Klien mau tersenyum
• Klien mau kontak mata
• Klien mau mengetahui nama perawat
Intervensi :
• Beri salam dan sebut nama klien
• Sebutkan nama perawat sambil berjabat tangan
• Jelaskan maksud dan hubungan interaksi
• Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
• Beri rasa aman dan sikap tapi sering
TUK II : klien dapat mengidentifikasi aspek positif yang dimiliki klien
Kriteria hasil : Klien mampu mengungkapkan kemampuan yang dimiliki pada perawat
Intervensi :
Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
Setiap perilaku klien hindarkan dari penilaian negatif
Utamakan memberikan pujian yang realistik
TUK III : Klien mampu menilai kemampuan yang dugunakan
Kriteria hasil : Klien mampu menilai kemampuan yang masih dapat digunakan
Intervensi :
• Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat
digunakan selama sakit
• Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilanjutkan
kegunaaannya
TUK IV : Klien dapat menetapkan (merencanakan) kegiatan yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
kegiatan dengan bantuan sebagian, kegiatan yang
membutuhkan bantuan total)
Intervensi :
• Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapt dilakukan setiap
hari sesuai dengan kemampuan :
- Kegiatan mandiri
- Kegiatan dengan bantuan sebagaian
- Kegiatan yang membutuhkan bantuan total
• Tingkatkan bantuan yang sesuai dengan toleransi kondisi klien
• Beri contoh dalam pelaksanaan kegiatan yang boleh dilakukan
klien
TUK V : Klien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kondisi dan kemampuan lainnya.
Kriteria hasil :
• Klien dapat mendemonstrasikan kegiatan yang telah dipilih
• Klien dapat mengevaluasi kemampuannya dalam melakukan
kegiatan yang telah dipilih
Intervensi :
• Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan
• Beri pujian atas keberhasilan klien
STRATEGI PELAKSANAAN (SP) RESIKO PERILAKU
KEKERASAN
Tujuan umum
Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan dengan orang
lain.
SP 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan, tanda dan gejala perilaku kekerasan, perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan, akibat, cara mengotrol dan dapat
mendemonstrasikan cara fisik 1 untuk mencegah perilaku kekerasan :
Tarik nafas dalam
SP 2 : Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik 2 yaitu untuk mencegah perilaku kekerasan : memukul bantal/kasur
SP 3 : Klien dapat mendemonstrasikan cara sosial/(verbal) yang baik dalam mencegah perilaku kekerasan : (Meminta dengan baik, Menolak dengan
baik, Mengungkapkan perasaan dengan baik).
SP 4 : Klien dapat mendemonstrasikan cara spiritual untuk mencegah perilaku kekerasan
SP 5 : Klien dapat mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk mencegah perilaku kekerasan