• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Asal dan Karakteristik Tanaman Aren

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Asal dan Karakteristik Tanaman Aren"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Asal dan Karakteristik Tanaman Aren

Di wilayah Indonesia, tanaman aren (Arenga pinnata) mempunyai banyak nama daerah seperti bajuk (Aceh), pola/paula (Karo), bagot (Toba), anau/neluluk/nanggong (Jawa), aren/kawung (Sunda), hanau (Dayak, Kalimatan), onau (Toraja, Sulawesi Selatan) dan nawa-nawa (Ambon, Maluku). Di negara lain, aren mempunyai berbagai nama seperti enau (Malaysia), kaong (Filipina), chok tao (Thailand) dan sugar palm (Inggris) (BP DAS 2008).

Tanaman aren termasuk famili Arecaceae (pinang-pinangan). Tanaman yang termasuk dalam famili ini adalah kelapa, kelapa sawit, pinang, sagu dan sebagainya. Tanaman aren memiliki batang yang tidak mempunyai duri, tidak bercabang, tinggi dapat mencapai 25 hingga 30 meter dan diameter pohon dapat mencapai 80-150 cm. Batang tanaman aren dipenuhi dengan serabut-serabut hitam yang kasar/ijuk dan pelepah daun tua melekat memenuhi batang aren sehingga batang aren kelihatan kotor jika dibandingkan dengan batang pohon kelapa dan pinang. Batang yang sudah mempunyai ijuk biasanya ditumbuhi oleh berbagai jenis paku epifit (BP DAS 2008). Hasil penelitian Tenda (2009) menyatakan bahwa di daerah Tomohon tanaman aren memiliki diameter batang 86.4-135 cm. Kulit batang aren memiliki nilai jual yang tinggi jika dijadikan mebel dan nilai jualnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan mebel dari batang kelapa.

Daun tanaman aren seperti daun kelapa, bertulang, daun sejajar, berwarna hijau, hijau mengkilat dan memiliki panjang 6-12 meter. Satu tangkai daun majemuk terdiri atas 80-155 helaian anak daun, tersusun menyirip ganjil. Panjang tangkai daun dapat mencapai 1 sampai 2.5 meter, lebar anak daun 5-7 cm dan memiliki lapisan lilin. Tanaman aren dapat menghasilkan 3-6 daun majemuk dalam 1 tahun, tergantung kondisi lingkungan tumbuh tanaman aren. Dalam siklus hidup tanaman aren menghasilkan sekitar 50 daun (Mujahidin et al. 2003).

Bunga betina berwarna hijau muda, mempunyai tiga ruang yang masing-masing ruang terdapat satu bakal biji. Benih aren berasal dari tandan bunga betina, dimana bunga betina menghasilkan biji/benih yang akan berkembang menjadi

(2)

tanaman baru. Satu pohon aren yang produktif dapat memproduksi empat hingga tujuh tandan bunga betina (rata-rata enam) dan setiap tandan dapat menghasilkan 5000 buah aren dan terdapat tiga karpel (biji) yang bisa dijadikan benih atau dalam satu pohon aren dapat menghasilkan 90 000 benih yang bisa tumbuh sebagai tanaman baru (Maliangkay 2007).

Buah aren terdiri dari kulit buah (eksocarp), daging buah (mesocarp) dan tiga buah biji. Benih aren memiliki ukuran panjang kira-kira 3 cm, penampang melintang bagian tengahnya berbentuk segitiga, garis tengahnya 2.5 cm kulit benih berupa lapisan yang berwarna hitam dan bersifat hardseed. Endospermanya padat keras dan berwarna putih. Embrio terletak di bagian lateral ujung benih, bentuknya seperti kerucut dengan ukuran 1.5 x 0.8 mm. Benih disebut berkecambah bila terlihat adanya seludang keping biji yang bentuknya seperti tabung keluar dari embrionya (apokol). Apokol tersebut segera menuju arah kedalam tanah secara vertikal dalam pertumbuhannya (BP DAS 2008).

Ekologi Tanaman Aren

Tanaman aren memiliki sistem perakaran yang menyebar dan cukup dalam, sehingga dapat dijadikan sebagai tanaman konservasi karena dapat berperan mencegah erosi tanah. Tanaman aren memiliki kemampuan daya adaptasi yang cukup tinggi terhadap berbagai kondisi lahan dari dataran rendah sampai dataran tinggi yang mencapai 1500 meter dpl. Tanaman aren akan menghasilkan akar-akar utama yang bercabang-cabang membentuk akar-akar rambut yang berfungsi untuk menyerap air dan hara dari dalam tanah (Polnaja 1999). Akar pohon aren merupakan akar rambut dan berwarna hitam serta sangat kuat untuk menyokong tubuh tanaman aren, menyebar lebih dari 10 meter dengan kedalaman mencapai tiga meter (Smits dalam Rofik 2006).

Tanaman aren sangat cocok pada kondisi landai dengan kondisi agroklimat beragam seperti daerah pegunungan dimana curah hujan tinggi dengan tanah bertekstur liat berpasir. Pertumbuhan tanaman aren membutuhkan kisaran suhu 20-25°C, terutama untuk mendorong perkembangan generatif agar dapat berbunga dan berbuah. Tanaman aren menghendaki curah hujan yang merata sepanjang tahun, yaitu minimum sebanyak 1200-3500 mm/tahun agar kelembaban tanah

(3)

dapat dipertahankan dan berpengaruh terhadap pembentukan tajuk tanaman (Polnaja 1999).

Tanaman aren juga tidak membutuhkan sinar matahari yang terik sepanjang hari sehingga dapat tumbuh dengan subur di daerah-daerah perbukitan yang lembab yang banyak ditumbuhi oleh berbagai tanaman keras (Sunanto 1993). Tekstur tanah yang cocok untuk tanaman aren adalah yang cukup sarang (mudah meneruskan kelebihan air yang ada) seperti tanah yang gembur, tanah vulkanis di lereng-lereng gunung dan tanah liat berpasir di sepanjang tepian sungai sehingga kelembapan tanah tinggi.

Menurut Mahmud dan Amrizal (1991) selain pemanfaatan nira dan bagian lain dari tanaman aren, tanaman aren juga memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai tanaman budidaya lorong (alley cropping) untuk mengurangi laju erosi terutama pada lahan-lahan yang mempunyai derajat kemiringan yang tinggi. Hal yang sama disampaikan oleh Widyawati (2012) yang menyatakan bahwa pohon aren yang memiliki daun yang lebat dan batang yang tertutup dengan lapisan ijuk sangat efektif untuk menahan turunnya air hujan langsung ke permukaan tanah. Partikel tanah akan terhindar dari jatuhnya butiran hujan yang keras secraa langsung sehingga dapat mencegah laju erosi permukaan tanah. Selain konservasi tanah, keberadaan tanaman aren juga berfungsi sebagai konservasi air.

Penyadapan Tandan Bunga Jantan

Di kota Tomohon, nira aren biasanya diolah menjadi gula cetak, minuman tuak dan cap tikus (minuman tradisional) yang memiliki nilai jual tinggi yang diperoleh dari penyadapan tandan bunga jantan. Selain nira, tanaman aren juga menghasilkan kolang kaling 100 kg/pohon/tahun, ijuk rata-rata 2 kg/pohon/tahun dan tepung aren 40 kg/pohon bila tanaman tidak disadap niranya (Efendi 2009) serta kulit kayu aren dapat diolah menjadi mebel atau kerajinan tangan seperti halnya kayu kelapa.

Penyadapan dilakukan untuk mendapatkan nira aren dari tandan bunga, baik pada bunga jantan maupun bunga betina. Pada umumnya yang disadap adalah tandan bunga jantan karena jumlah niranya yang lebih banyak dan kadar gulanya yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tandan bunga betina. Tandan bunga

(4)

betina mempunyai fungsi lain yaitu kalau masih muda diambil buahnya untuk dibuat kolang kaling dan kalau sudah tua digunakan sebagai benih aren.

Berdasarkan siklus hidupnya, tanaman aren termasuk tumbuhan yang memiliki pertumbuhan terbatas (hapaxanthic palm) yaitu jenis palem yang pertumbuhan batang dan pembentukan daun barunya (pertumbuhan vegetatif) akan berhenti pada periode waktu tertentu, kemudian dilanjutkan dengan pembentukan bunga dan diikuti pemasakan buah, pada saat tandan bunga jantan telah keluar dibagian bawah batang maka tanaman akan mati (BP DAS 2008).

Pertumbuhan vegetatif akan berhenti jika pada ujung batang tanaman aren mengeluarkan daun yang pendek yang merupakan indikasi pembentukan bunga jantan dimulai. Bunga jantan pertama kali akan keluar pada batang bagian atas dan akan turun sampai mencapai batang bagian bawah. Tandan bunga jantan pada umumnya yang disadap niranya. Tandan bunga jantan lebih pendek dari bunga betina. Panjangnya sekitar 50 cm, sedangkan bunga betina mencapai 175 cm. Tandan bunga jantan dapat disadap pada saat sudah mengeluarkan benang sari. Tanaman aren memiliki keunggulan didalam produksi nira dan kadar sukrosa yang dihasilkan jika dibandingkan dengan kelapa dan lontar. Para petani tidak akan menyadap tandan bunga jantan terakhir (bunga jantan yang tumbuh di tengah batang bagian bawah) karena mayang jantan semakin pendek dan kadar gulanya semakin sedikit (Tenda et al. 2008).

Tandan bunga jantan biasanya muncul setelah tandan bunga betina muncul seluruhnya, namun pada beberapa kasus ada juga tandan bunga betina akan muncul setelah tandan bunga jantan muncul atau keluarnya tandan bunga jantan dan tandan bunga betina secara bergantian, atau pada satu pohon hanya muncul bunga betina tanpa ada bunga jantan, tetapi hal ini diduga karena kelainan genetik. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tenda (2009) di daerah Tomohon, Sulawesi Utara dengan ketinggian 700-800 mdpl jumlah tandan bunga betina yang dihasilkan pada satu pohon sebanyak tujuh hingga sembilan tandan sedangkan bunga jantan lima hingga tujuh tandan.

Tandan bunga betina terdiri atas 38 malai dengan 112-132 bunga betina. Bunga betina berwarna hijau muda, terdiri atas dua kelopak keluar, tiga kelopak dalam dan tiga mahkota bunga. Kepala putik terbelah tiga, tidak memiliki tangkai.

(5)

Bakal buah beruang tiga masing-masing ruang terdapat satu bakal biji (Mujahidin et al. 2003).

Panjang tangkai tandan bunga jantan dapat mencapai 1.8-2.5 meter, terdiri dari beberapa kelopak bunga yang didalamnya mengadung benang sari yang banyak serta terdapat filamen (Pongsattayapipat & Barford 2005). Penyadapan tandan bunga jantan akan menghasilkan produksi nira yang berbeda antar lokasi dan ketinggian. Di daerah Papua, aren dapat memproduksi nira aren rata-rata 11-15 liter/pohon/hari, di daerah Tomohon pada ketinggian yang sama tetapi lokasi yang berbeda dapat menghasilkan produksi nira yang berbeda-beda yaitu 25-38 liter/pohon/hari di daerah Tara-tara sedangkan di daerah Woloan sekitar 24-30 liter/pohon/hari (Tenda 2009). Demikian juga antar aksesi di daerah Kalimatan, aksesi Dalam Jambu Hilir dapat menghasilkan nira 11.78 liter/ pohon /hari dengan kadar gula 11.84%, aksesi Genjah Anduhum dapat menghasilkan nira yang lebih tinggi yaitu 17.2 liter/ pohon/hari dengan kadar gula 13.3% (Tenda et al. 2008).

Tanaman aren juga menghasilkan ijuk rata-rata 2 kg/pohon/tahun pada umur empat tahun sampai sembilan tahun dan buah untuk kolang–kaling 100 kg/pohon. Setelah masa produktif, kayu aren dapat diolah menjadi mebel dan kerajinan tangan dengan tekstur yang khas, memiliki nilai jual yang tinggi. Tanaman aren juga mengandung tepung aren rata-rata 40 kg/pohon jika tidak disadap. Tepung aren terdiri dari 98% amilosa dan amilopektin dengan sedikit kandungan komponen kimia lainnya seperti lipida 0.02%, protein 0.26 dan abu 0.36%. Kandungan amilosa dan amilopektin dari pati aren sama dengan pati sagu baruk dan ubi kayu (Pontoh 2004).

Tanaman aren memiliki keunggulan dalam memproduksi nira, dimana produksi dan kadar sukrosanya lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman kelapa dan lontar. Produksi nira kelapa dalam 0.6-1.2 liter/pohon/hari, kelapa Hibrida 2-3.5 liter/pohon/hari dan lontar sekitar 1.95-4.54 liter/pohon/hari. Kadar sukrosa nira aren 13.9-14.9%, kelapa 12.03-14.85% sedangkan tanaman lontar 12.5% (Akuba 2004).

(6)

Pembentukan dan Karakter Benih Aren

Buah aren merupakan hasil dari perkembangan bakal buah yang terdapat pada tandan bunga betina yang telah berhasil dibuahi. Penyerbukan terhadap tandan bunga betina dilakukan oleh seranggga atau angin secara silang dari pohon yang berbeda. Hal ini terjadi karena tandan bunga betina lebih dulu muncul semuanya atau sebagian kemudian muncul tandan bunga jantan. Penyerbukan lebih besar dengan bantuan serangga daripada angin karena sifat serbuk sarinya yang lengket dan cenderung untuk berkelompok membentuk suatu gumpalan (Mogea 1991). Warna buah hijau muda sewaktu masih muda dan akan berubah menjadi hijau tua (hijau gelap) kalau sudah tua (Mujahidin et al. 2003), buah aren tumbuh dan berkembang sangat lambat, diperlukan waktu tiga tahun (36 bulan) untuk menjadi buah yang masak secara fisiologi sejak anthesis. Fase anthesis pada bunga betina sekitar empat hingga lima hari (Mogea 1991) dan selanjutnya menurut Haris (1994) pertumbuhan embrio sampai 16 bulan setelah anthesis belum terlihat tetapi setelah 30 bulan akan terlihat embrio sudah mencapai berat maksimum.

Penebalan dinding sel endosperm sangat pesat terjadi menjelang kematangan hingga memenuhi rongga sel pada buah pada bulan ke 36 setelah anthesis. Endosperm akan menjadi keras seperti tulang yang merupakan sifat khusus dari spesies tanaman palma (Haris 1994). Benih aren diperoleh setelah melakukan ekstrasi terhadap buah aren. Di dalam buah aren terdapat dua atau tiga biji aren yang dapat dijadikan benih. Berdasarkan pengalaman di lapang, ekstrasi buah aren dapat dilakukan dengan cara merendam dalam air selama seminggu atau 10 hari agar memudahkan didalam pengupasan eksokarp dan mesokrapnya serta menghilangkan rasa gatal yang disebabkan oleh kalsium oksalat, selanjutnya benih dicuci sampai bersih dan dikeringanginkan selama satu jam lalu dipilih biji aren yang dapat dijadikan benih.

Benih aren tidak dapat langsung berkecambah. Keadaan ini dinamakan dormansi. Menurut Ilyas (2010) dormansi benih adalah ketidakmampuan benih untuk berkecambah walaupun pada kondisi lingkungan yang ideal untuk berkecambah. Dormasi dapat disebabkan karena ketidakmampuan benih secara total untuk berkecambah atau hanya karena bertambahnya kebutuhan yang khusus

(7)

untuk perkecambahnnya. Secara alami benih aren memiliki masa dormasi yang panjang yaitu bervariasi 3-12 bulan yang terutama disebabkan oleh kulit benih yang keras (hardseed) dan impermeable sehingga menghambat terjadinya imbibisi air kedalam benih.

Dormansi benih aren dapat juga disebabkan oleh adanya zat inhibitor perkecambahan seperti ABA (Absisic Acid), kematangan embrio yang belum sempurna, faktor genetik tanaman aren serta meningkatnya kadar senyawa kalsium oksalat pada benih aren yang telah masak fisiologis yang dapat menimbulkan rasa gatal (BP DAS 2008). Selanjutnya menurut Widyawati et al, (2009) semakin tua benih aren maka semakin tinggi kadar lignin dan tanin benih aren sehingga permeabilitas benih aren terhadap air semakin menurun.

Upaya pematahan dormansi telah banyak dilaksanakan untuk mengatasi impermeabilitas kulit benih aren melalui perendaman dengan larutan HCl, H2SO4, air panas dan perlakuan skarifikasi. Copeland & McDoland (2007) menyatakan bahwa dormansi yang disebabkan oleh kondisi fisik benih dapat dipatahkan dengan cara skarifikasi, mekanis ataupun kimia.

Penelitian Rofik dan Murniati (2008) menunjukkan bahwa perkecambahan benih aren tertinggi (88.33%) diperoleh setelah melalui pengemplasan benih pada bagian keluarnya operkulum (deoperkulasi) dan dikecambahkan dalam media pasir. Hasil yang sama diperoleh dari penelitian Widyawati et al. (2009) bahwa tingkat pengemplasan pada benih aren mempengaruhi persentase daya berkecambah benih aren, benih aren yang diamplas pada bagian operkulumnya memiliki daya berkecambah sebesar 82.5%.

Konservasi Kecambah

Benih rekalsitran adalah benih yang tidak bisa disimpan lama kalau kadar airnya diturunkan, demikian pula kalau disimpan dalam keadaan kering dan dingin, sehingga diperlukan penyimpanan dalam bentuk kecambah. Penyimpanan dalam bentuk kecambah sangat bermanfaat ketika menunggu waktu penanaman di lapang yang belum siap ditanam. Konservasi dalam bentuk kecambah juga merupakan terobosan yang baru didalam teknik pengiriman benih dalam bentuk kecambah. Benih aren merupakan salah satu jenis benih rekalsitran yang bersifat

(8)

dormán. Pematahan dormansi dengan teknik deoperkulasi merupakan perlakuan yang telah berhasil dilakukan untuk mematahkan dormansi benih aren (Rofik & Murniati 2008, Widyawati et al., 2009 ).

Pada prinsipnya konservasi kecambah adalah mempertahankan kecambah agar tetap memiliki vigor yang tinggi pada saat ditanam. Pada benih sawit, pengiriman dan penjualan benih dalam bentuk kecambah normal yaitu benih yang memiliki radikula dan plúmula dengan kriteria tertentu. Kecambah dimasukkan dalam kantong platik ukuran 26 x 30 cm berisi 150 kecambah dan diberi suplai oksigen serta kecambah segera ditanam dalam 3-5 hari setelah diterima (Kurnila 2009). Selain dalam bentuk kecambah, konservasi benih juga dapat dilakukan dalam bentuk semai. Semai dihambat pertumbuhannya dengan cara memanipulasi faktor lingkungannya (pengaturan cahaya, suhu dan sebagainya) atau pemberian zat pengatur tumbuh (Syamsuwida 2002). Hasil penelitian Syamsuwida et al.,(2010) menunjukkan bahwa penggunaan bahan penghambat tumbuh paklobutrazol sangat cocok untuk tujuan penyimpanan semai mimba (Azadirachta

indica) yang bersifat rekalsitran.

Selain konservasi kecambah dan semai dengan menggunakan zat pengambat tumbuh dan manipulasi kondisi simpan, konservasi benih dengan menggunakan media yang dilembabkan dapat dilakukan. Menurut Yuniarti et al., (2008) penggunaan serbuk sabut kelapa yang lembab merupakan media yang cocok untuk penyimpanan benih damar.

Referensi

Dokumen terkait

Tampaknya iklan ini cukup berhasil menarik perhatian terbukti dengan adanya beberapa responden yang menyatakan bahwa produk bersahabat lingkungan adalah yang dinyatakan dalam

Anak didik memiliki tingkat pemahaman tentang Pancasila yang kurang memadai untuk menyatakan bahwa Pendidikan Moral Pancasila (PMP) di SMA telah berhasil mengembang- kemampuan

Ada banyak cerita dari 2 episode pengarungan sungai Bogowonto (perintisan jalur Bogowonto atas dan pengarungan kembali Bogowonto bawah). Dan sebelumnya akan saya

Kriteria bibit stump mata tidur yang baik yaitu : memiliki akar tunggang lurus, tidak bercabang, panjang minimal 35 cm dan akar lateral yang disisakan panjangnya 5 cm, tinggi

Mengingat airtanah dapat berkontribusi dalam adaptasi dan terakumulasi di bagian utara wilayah Malang yang mempunyai risiko penurunan ketersediaan air paling tinggi

[r]

Angka DAR yang dihasilkan PT X sesudah merger semakin besar, hal itu menunjukkan kinerja yang tidak baik karena total liabilitas perusahaan mengalami kenaikan lebih