• Tidak ada hasil yang ditemukan

BENTONIT PACITAN SEBAGAI ADSORBEN UNTUK DELORORISASI CPO (CRUDE PALM OIL) Repository - UNAIR REPOSITORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BENTONIT PACITAN SEBAGAI ADSORBEN UNTUK DELORORISASI CPO (CRUDE PALM OIL) Repository - UNAIR REPOSITORY"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

BENTONIT PACITAN SEBAGAI ADSORBEN UNTUK

DELORORISASI CPO (CRUDE PALM OIL)

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Bidang Kimia pada

Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga

Oleh :

WIKE ARNOVIA YANA AYU KUSUMA NIM : 080810261

Tanggal lulus : 19 Juli 2012

Disetujui oleh :

Pembimbing I, Pembimbing II,

Abdulloh, S.Si, M.Si Dr. Mulyadi Tanjung, M.S.

(2)

Judul : Bentonit Pacitan sebagai Adsorben untuk Decolorisai Crude Palm Oil (CPO)

Penyusun : Wike Arnovia Yana Ayu Kusuma NIM : 0808106261

Pembimbing I : Abdulloh, S.Si, M.Si Pembimbing II : Dr. Mulyadi Tanjung, M.S. Tanggal Ujian : 19 Juli 2012

Disetujui oleh :

Pembimbing I, Pembimbing II,

Abdulloh, S.Si, M.Si Dr. Mulyadi Tanjung, M.S.

NIP. 19710923 199702 1 001 NIP. 19650422 199102 2 001

Mengetahui:

Ketua Program Studi S-1 Kimia Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Airlangga

Dr. Alfinda Novi Kristanti, DEA NIP. 19671115 199102 2 001

(3)

Skripsi ini tidak dipublikasikan, namun tersedia dalam lingkungan Universitas Airlangga, diperkenankan untuk dipakai sebagai referensi kepustakaan, tetapi pengutipan harus seijin penyusun dan harus menyebutkan sumbernya sesuai kebiasaan ilmiah.

(4)

Wike Arnovia Yana Ayu Kusuma, 2012, Bentonit Pacitan Sebagai Adsorben Untuk Decolorisasi Crude Palm Oil (CPO), Skripsi ini dibawah

bimbingan Abdulloh S.Si, M.Si dan Dr. Mulyadi Tanjung, M.S., Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang bentonit pacitan sebagai adsorben untuk decolorization (penjernihan) Crude Palm Oil (CPO). Tujuan dari penelitian ini pemanfaatan bentonit sebagai adsorben untuk penjernihan CPO dan mengetahui komposisi optimum bentonit sebagai adsorben untuk penjernihan

CPO. Sebelum digunakan sebagai adsorben CPO bentonit diaktivasi terlebih dahulu dengan H2SO4. Penjernihan CPO dilakukan dengan memasukkan bentonit aktif dengan variasi 1%; 2%; 3%; 4%; dan 5% kedalam CPO sebanyak 10 ml. Kemudian dipanaskan sambil diaduk dengan variasi waktu 15, 30, 45, 60, dan 75 menit pada suhu 120oC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penjernihan CPO dengan menggunakan bentonit alam pacitan dapat menjernihkan CPO dari warna yang tidak diinginkan yaitu orange keruh menjadi kuning emas secara optimal kekeruhan 2,6 NTU. Setelah di adsorpsi dengan bentonit aktif kadar asam 5,43 %, kadar β-karoten 182,63 ppm, kekeruhan 0,9 NTU. Sedangkan bentonit tanpa aktivasi kadar asam 5,31 %, kadar β-karoten 180,21 ppm, kekeruhan 1,00 NTU. Bentonit aktif mempunyai kemampuan lebih cepat dalam decolorization

(penjernihkan) CPO dikarenakan penambahan H2SO4 pada bentonit dapat memperluas permukaan bentonit sehingga bentonit lebih optimum dalam menjernihkan CPO jika dibandingkan dengan benonit tanpa aktivasi.

(5)

Wike Arnovia Yana Ayu Kusuma, 2012, Pacitan Bentonite as Adsorbent for the Decolorization of Crude Palm Oil (CPO), this study was guided by Abdulloh S.Si., M.Si, and Dr. Mulyadi Tanjung, M.S, Departement of Chemistry, Faculty of Science and Technology, Airlangga University, Surabaya.

ABSTRACT

The research has been done for investigation Pacitan bentonite as adsorbent for the decolorization of CPO (Crude Palm Oil). The purpose of this study is bentonite as adsorbent for decolorization of CPO. Before used as adsorbent CPO, bentonite has been activated with H2SO4. Decolorization of CPO is done by inserting an active bentonite with variation of 1%, 2%, 3%, 4% and 5% into CPO as many as 10 mL. Then heated and stirried with a variation time 15, 30, 45, 60, and 75 minutes at temperature 120oC. The result showed that the decolorization of CPO using Pacitan bentonite can purify CPO from unwanted color is orange turbid to yellow optimally on the addition of active bentonite as much as 1% with heating and stirring for 60 minutes and without activation 2% with heating and strring for 75 minutes. Moreover, the addition of bentonite can reduce acid level and turbidity. First acidity levels 7,82%, β-karoten levels 234,72 ppm and turbidity 2,6 NTU. After adsorbed with active bentonite, acidity levels 10,23%, β-karoten levels 182,63 ppm, turbidity 0,9 NTU. Whereas no activation of the bentonite acid levels 5,31%, β-karoten levels 180,21 ppm, turbidity 1,00 NTU. Active bentonite has ability to more faster reduce CPO due to the addition of H2SO4 to expand the surface of bentonite so that bentonite is more optimum in purifying CPO compared to bentonite without activation.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatNya sehingga penyusun dapat menyelesaikan menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Bentonit Pacitan sebagai Adsorben untuk Decolorisasi Crude Palm Oil (CPO) dengan baik dan tepat waktu.

Skripsi ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) pada Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga.

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, hal ini mungkin terjadi baik disengaja maupun tidak disengaja mengingat segala keterbatasan yang ada dalam diri manusia. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, izinkanlah penulis menyampaikan permohonan maaf jika terjadi sesuatu yang kurang berkenan.

Saran dan kritik membangun akan penyusun harapkan dan terima demi kesempurnaan naskah selanjutnya. Penyusun berharap penelitian yang telah dilakukan ini dapat memberikan informasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan di masa mendatang.

Surabaya, Juni 2012 Penyusun

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahirobbil’alamin…

Puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wata’ala, karena hanya dengan rahmat, kasih sayang, dan lindunganNya penyusun dapat melaksanakan dan menyelesaikan serangkaian penelitian hingga naskah skripsi ini dapat tersusun dengan baik. Tiada daya dan kekuatan melainkan dari Allah.

Penulisan naskah skripsi dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Alfinda Novi Kristanti, DEA selaku ketua Departemen Kimia yang telah memberikan arahan dan fasilitas selama menempuh studi di Departemen Kimia,

2. Bapak Abdulloh, S.Si., M.Si selaku dosen pembimbing I yang dengan sabar meluangkan waktu, saran, bimbingan, dan dukungan sampai terselesaikannya naskah skripsi ini,

3. Dr. Mulyadi Tanjung, M.Si selaku pembimbing II yang telah memberikan waktu, tenaga, nasehat, serta pikiran kepada penyusun sehingga naskah ini dapat terselesaikan dengan baik,

4. Dr. Nanik Siti Aminah, M.Si selaku dosen penguji III atas ilmu, koreksi, arahan yang diberikan.

5. Drs. Hamami M.Si selaku dosen penguji IV atas saran dan arahannya sehingga naskah skripsi ini menjadi lebih baik dan optimal.

(8)

7. Seluruh staf pengajar program studi S1 Kimia yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penyusun,

8. Karyawan laboratorium kimia fisik UNAIR: Pak Kamto yang selalu sabar menungguku jika anak-anak KF Lovers lembur ngelab, Mbak Kiki yang selalu menemani anak-anak mengerumpi bersama dan mau dengerin curhatan anak-anak KF Lovers,

9. Untuk Mama dan Papa terima kasih telah memberikan kasih sayang, kepercayaan, dan dukungan spiritual, moral, maupun material, Mbakku yang paling cantik Eka Natalia yang selalu mensupportku untuk dan memotivasiku untuk jadi wanita karir yang sukses, Masku Vicky Heru yang selalu memotivasi untuk selalu menjadi yang terbaik serta keponakan-keponakanku yang lucu kakak Mynov dan dedek Darrel yang selalu memberikan keceriaan kalau Tete lagi pusing mikirin skripsi. Love you “My Family”, tanpa kalian Tete mungkin tidak bisa seperti sekarang ini, 10. Spesial untuk Mas Awku (Edy Agus Waluyo) makasih sudah memberikan

warna baru dalam kehidupanku. Terima kasih atas supportmu selama ini dan selalu sabar mendengarkan ceritaku kalau aku lagi galau tentang skripsi. “Love you”,

(9)

Tamami, Afian, Della, Tari, Sari, Laras, Reyla, Icus, Ratih kebersamaan pada waktu ngelab tak akan ku lupa. Aku pasti merindukan kebersamaan itu lagi,

12. Untuk Genk Gonk 159A: Nina (Mbahe), Eka (Ekong), Ina, Laras, Mbak Rani, Mbak Nita, Mbak Vanda, Mbak Erna atas keceriaan dan pengalaman dalam bersosialisasi,

13. Semua pihak yang telah membantu penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Surabaya, Juni 2012 Penyusun,

(10)

DAFTAR ISI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...6

2.1 Bentonit ...6

2.1.1 Bentonit secara umum ...6

2.1.2 Komposisi dan sifat-sifat bentonit ...8

2.1.3 Pembentukan bentonit ...9

2.1.4 Stuktur bentonit ...10

2.1.5 Penggolongan bentonit ...11

2.1.6 Penggunaan bentonit ...12

2.2 Minyak Kelapa Sawit Mentah (CPO) ...13

2.2.1 Trigliserida pada minyak kelapa sawit ...14

2.2.2 Senyawa non trigliserida pada minyak kelapa sawit ...17

2.2.3 Warna dalam minyak ...17

2.2.3.1Zat warna alamiah ... 17

2.2.3.2 Warna akibat oksidasi dan degradasi komponen kimia yang terdapat pada minyak ...18

2.2.3.2.1 Warna gelap ...18

2.2.3.2.2 Warna coklat ...19

2.2.3.2.3 Warna kuning ...19

2.2.4β-karoten pada minyak sawit mentah (CPO) ...20

2.2.5 Bilangan asam ...22

2.2.6 Standart mutu minyak kelapa sawit yang siap dipasarkan...23

(11)

2.5 Spektrofotometer UV-Vis...27

2.6 Turbidimeter ...28

BAB III METODE PENELITIAN ...31

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ...31

3.2 Bahan Penelitian ...31

3.3 Peralatan Penelitian ...31

3.4 Diagram Alir ...32

3.5 Prosedur Kerja ...32

3.5.1 Pembuatan larutan KOH 0,1 N ...32

3.5.2 Pembuatan larutan baku asam oksalat ...33

3.5.3 Preparasi sampel ...33

3.5.4 Pembuatan adsorben bentonit aktif ...33

3.6 Karakterisasi CPO ...33

3.6.1 Penentuan kadar asam lemak ...33

3.6.2 Penentuan β-karoten dalam minyak sawit ...34

3.6.3 Uji kejernihan minyak sawit ...34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...35

4.1 Penyiapan Sampel ...35

4.2 Pembuatan Adsorben ...35

4.3 Penjernihan CPO dengan Adsorben Bentonit ...36

4.4 Hasil Karakteristik CPO Setelah Dijernihkan dengan Adsorben Bentonit ...37

4.4.1 Kadar asam lemak setelah CPO mengalami proses penjernihan ...37

4.4.2 Hasil penentuan kadar β-karoten dalam CPO ...39

4.4.3 Hasil penentuan kekeruhan CPO ...44

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...48

5.1 Kesimpulan ...48

5.2 Saran ...49

DAFTAR PUSTAKA ...50

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Halaman

2.1 Komposisi Bentonit Pacitan Dalam Bentuk Oksidanya 8

2.2 Komposisi dari Minyak Kelapa Sawit 16

2.3 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit 16

2.4 Syarat Mutu Minyak Goreng 23

2.5 Perbedaan antara Adsorpi Fisika dan Adsorpi Kimia 27

4.1 Absorbansi Larutan Standar 40

4.2 Kadar β-karoten CPO Setelah Proses Penjernihan Dengan

Adsorben Bentonit Tanpa Aktivasi 42

4.3 Kadar β-karoten CPO Setelah Proses Penjernihan Dengan

Adsorben Bentonit Aktif 43

4.4 Hasil Pengukuran Kekeruhan CPO Setelah Proses Penjernihan Dengan Adsorben Bentonit Tanpa Aktivasi 44 4.5 Hasil Pengukuran Kekeruhan CPO Setelah Proses Penjernihan

(13)

DAFTAR GAMBAR

4.2 Bentonit Aktif Setelah Dioven dan Bentonit Aktif Dihaluskan 36 4.3 Kurva dari CPO Setelah Proses Penjernihan dengan

Adsorben Bentonit Tanpa Aktivasi 37

4.4 Kurva dari CPO Setelah Proses Penjernihan dengan

Adsorben Bentonit Aktif 38

4.5 Grafik Standar β-karoten 41

4.6 Kurva Kadar β-karoten Dalam CPO Setelah Proses

Penjernihan Dengan Adsorben Bentonit Tanpa Aktivasi 42 4.7 Kurva Kadar β-karoten Dalam CPO Setelah Proses

Penjernihan Dengan Adsorben Bentonit Aktif 43 4.8 Kurva Kekeruhan CPO Setelah Proses Penjernihan Dengan

Adsorben Bentonit Tanpa Aktivasi 45

4.9 Kurva Kekeruhan CPO Setelah Proses Penjernihan Dengan

Adsorben Bentonit Aktif 45

4.10 CPO Setelah Dijernihkan Dengan Adsorben Bentonit Tanpa

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran

1 Data penambahan berat adsorben bentonit pada CPO

2 Hasil kadar lemak CPO setelah dijernihkan dengan adsorben bentonit 3 Hasil kadar β-karoten dalam CPO setelah dijernihkan dengan

adsorben bentonit 4 Hasil λ maksimum

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Minyak goreng sawit (MGS) merupakan salah satu komoditas yang

mempunyai nilai strategis dan merupakan sembilan kebutuhan pokok. Permintaan

akan MGS dalam dan luar negeri yang semakin meningkat merupakan pentingnya

komoditas kelapa sawit dalam perekonomian bangsa. Kebutuhan MGS terus

meningkat dari tahun ke tahun seiring bertambahnya jumlah penduduk,

berkembangnya pabrik, industri makanan, dan meningkatnya konsumsi masyarakat

terhadap minyak goreng (Martianto, et al, 2009).

Hasil survei yang dilakukan oleh Martianto, et al, (2005) menunjukkan bahwa

sebesar 77,5% rumah tangga di Indonesia menggunakan minyak curah untuk

menggoreng dan rata-rata konsumsi minyak goreng di Indonesia adalah sebesar 23

gram per hari. Menurut Amang, et al, (1996), diperkirakan total konsumsi minyak

goreng pada tahun 2013 di Indonesia adalah sebesar 2.533 juta liter, sehingga

memerlukan banyak sekali industri minyak goreng di Indonesia. Menurut standar

industri di Indonesia minyak goreng didefinisikan sebagai miyak yang diperoleh

dengan cara pemurnian minyak nabati. Minyak goreng mempunyai fungsi yaitu

sebagai pengantar panas untuk mematangkan bahan makanan dan salah satu sumber

(16)

(Martianto, et al., 2009). Salah satu bahan baku utama dari minyak goreng adalah

kelapa sawit. Bagian yang paling utama untuk diolah dari kelapa sawit adalah

buahnya. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah (Crude

Palm Oil) yang dapat diolah menjadi bahan baku minyak goreng (Morad, et al., 2010). Kelebihan minyak nabati dari kelapa sawit adalah harga yang murah dan

rendah kolesterol. Minyak sawit juga memiliki beberapa manfaat diantaranya .

Produk minyak kelapa sawit sebagai bahan makanan dan minyak goreng

mempunyai dua aspek kualitas. Aspek pertama berhubungan dengan kadar, kualitas

asam lemak, kelembaban dan kadar kotoran. Aspek kedua berhubungan dengan rasa,

aroma, kejernihan serta kemurnian produk. Minyak Kelapa sawit bermutu prima (SQ,

Special Quality) mengandung asam lemak bebas (FFA, Free Fatty Acid) tidak lebih

dari 2 % pada saat pengapalan. Sedangkan kualitas standar minyak kelapa sawit

mengandung tidak lebih dari 5 % FFA. Setelah pengolahan, minyak kelapa sawit

bermutu akan menghasilkan rendemen minyak 22,1 % ‐ 22,2 % dan kadar asam

lemak bebas 1,7 % ‐ 2,1 % (Baharin, et al., 2001). Perbedaan kemurnian pada minyak

goreng dapat dikarenakan adanya air, zat pengotor yang dapat menyebabkan emulsi

dan dapat menyebabkan warna minyak goreng menjadi keruh dan pekat (Che Man, et

al., 1999). Sehingga untuk menghasilkan minyak goreng yang murni dibutuhkan pengadsorpsi warna minyak tersebut.

Proses pemurnian diperlukan untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak

(17)

(Martianto, et al., 2009). Pada pengolahan minyak pengerjaan yang dilakukan

tergantung pada sifat alami minyak tersebut dan juga tergantung dari hasil akhir yang

dikehendaki. Umumnya tahap-tahap pemurnian minyak terdiri dari degumming,

netralisasi, bleaching (pemucatan), deodorisasi dan pendinginan (Ketaren, 1986).

Kualitas minyak kelapa sawit ditentukan oleh tingkat kemurnian CPO. Minyak

kelapa sawit mentah masih mengandung beberapa impurities baik yang terlarut

maupun yang tidak terlarut dalam minyak serta suspensi yang turut terekstraksi pada

waktu pengepresan kelapa sawit (Ketaren, 1986). Impurities pada minyak kelapa

sawit ini sangat merugikan karena dapat menyebabkan warna merah gelap yang tidak

diinginkan pada minyak. Dalam industri minyak kelapa sawit, warna merupakan

parameter utama dalam penentuan kualitas minyak dan digunakan sebagai dasar

dalam penentuan apakah minyak tersebut diterima atau tidak dalam dunia

perdagangan (Rahadjeng, 1991). Semakin gelap warna CPO maka akan semakin

mahal biaya yang dibutuhkan dalam proses pemurnian, selain itu warna yang gelap

juga menandakan kualitas minyak yang rendah .

Salah satu bahan pemurni yang dapat digunakan untuk penjernihkan atau

pemurnian warna minyak goreng yaitu bentonit. Bentonit adalah lempung yang

tersusun sebagian besar dari smektit (monmorillonit) sebanyak 75% dan banyak

terdapat di daerah Pacitan Jawa Timur. Bentonit yang sudah diaktivasi mempunyai

daya pemucat yang optimum pada proses pemucatan minyak goreng (Keraten, 1986).

(18)

H2SO4 pekat dan jumlah bentonit (cc/gr) 1:3 mempunyai daya absorpsi optimum

sebagai pemucat minyak goreng (Rahadjeng, 1991). Selain itu untuk pemucatan

minyak goreng, bentonit juga dapat digunakan untuk lumpur pembilas dalam

pengeboran minyak bumi, sebagai pencegah kebocoran dalam bangunan sipil basah

(misalnya bendungan dan DAM), katalisator dan lain-lain (Dietrich, 2002).

Pada penelitian yang sudah ada banyak menggunakan bentonit sebagai

pemucat minyak goreng curah dan minyak goreng bekas sehingga pada penelitian ini

mencoba menggunakan bentonit sebagai pemurni CPO (Crude Palm Oil) dengan

membandingkan penggunaan bentonit pacitan yang diaktivasi dengan penambahan

H2SO4 dan tidak diaktivasi dan divariasi komposisinya. Dalam penelitian ini bentonit

digunakan sebagai pemurni CPO dengan parameter kadar asam lemak, kejernihan

yang meliputi jumlah karotin yang terabsorpsi dan turbiditas.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan

masalah sebagai berikut:

1. Apakah bentonit Pacitan yang diaktivasi, dan tanpa aktivasi dapat dimanfaatkan

untuk menjernihkan CPO?

2. Berapakah komposisi optimal bentonit Pacitan yang diaktivasi, dan tanpa

aktivasi dapat menjernihkan CPO paling baik?

3. Manakah bentonit pacitan yang lebih efektif untuk menjernihkan CPO, bentonit

(19)

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan latar belakang yang telah dikemukakan

maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui apakah bentonit Pacitan yang diaktivasi dan tanpa aktivasi dapat

dimanfaatkan untuk menjernihkan CPO dengan mutu dan kejernihan yang baik.

2. Mengetahui berapa komposisi yang tepat dari bentonit Pacitan yang diaktivasi

dan tanpa aktivasi dapat menjernihkan CPO paling optimal.

3. Mengetahui manakah bentonit yang lebih efektif untuk menjernihkan CPO,

bentonit Pacitan yang diaktivasi atau tanpa aktivasi.

1.4Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada

masyarakat dan industri tentang penjernihan (decolorisasi) CPO dapat menggunakan

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bentonit

2.1.1 Bentonit secara umum

Nama bentonit pertama kali digunakan untuk menyebut lempung yang bersifat plastis dan sangat koloidal yang tersusun sebagian besar dari smektit (montmorrilonit) sebanyak 75% atau lebih yang ditemukan pertama kali di daerah Ford Benton dalam lapisan Cretaceous di Wyoming Amerika Serikat (Reddy, et al., 2005).

Bentonit termasuk jenis lempung dengan materi koloid yang kuat dan akan berubah menjadi substansi gelatin ketika bereaksi dengan air. Lempung ini akan mengembang hingga beberapa kali volume asalnya jika ditempatkan dalam air dan membentuk gel tiksotropik bila sedikit saja ditambahkan pada air. Warna bentonit bervariasi sesuai dengan kondisi yaitu kuning keputih-putihan, kehitaman, hijau kekuningan hingga coklat (Wigati, 1998). Bentuknya pun bervariasi ada yang berbentuk serbuk, bongkahan atau menjadi gel atau suspense

ketika bercampur dengan air.

(21)

tengah diapit oleh 2 buah lapisan silika (SiO4) berbentuk tetrahedral. Diantara lapisan oktahedral dan tetrahedral terdapat kation monovalent maupun bivalent, seperti Na+, Ca2+ dan Mg2+dan memiliki jarak (d-spacing) sekitar 1,2 – 1,5 μm (Syuhada, 2009). Montmorrilonit mampu mengadsorpsi ion positif secara selektif pada larutan polar sehingga pada waktu sama dapat melakukan pertukaran ion pada berbagai aplikasinya.

Bentonit banyak digunakan untuk berbagai aplikasi dalam proses katalis, proses adsorpsi maupun sebagai resin penukar ion dalam berbagai industri. Bentonit banyak dijadikan alternatif utama dalam proses adsorpsi karena montmorrilonit di dalamnya memiliki ukuran ruang antar lapis yang mempunyai kapasitas besar dalam adsorpsi sehingga sangat efektif sebagai adsorben. Adsorben lain yang sering digunakan adalah zeolit, namun material zeolit relatif sulit disintesis dalam ukuran yang berkapasitas adsorpsi besar.

(22)

2.1.2 Komposisi dan sifat-sifat bentonit

Komposisi bentonit bervariasi menurut proses terjadinya dan lokasinya. Variasi dari komposisi bentonit ini terletak pada kandungan dari logam-logam penyusunya yang terletak pada tetrahedral dan oktahedral (Djumarman,1977). Tabel 2.1 Komposisi bentonit Pacitan dalam bentuk oksidanya (Harsini., 1995)

Keterangan : B-1 : lapisan atas yang berwarna kemerahan B-2 : lapisan tengah yang berwarna abu-abu muda B-3 : lapisan bawah yang berwarna abu-abu tua B-4 : standar bentonit Amerika

H2O+ : air lembab yang hilang pada pemanasan 100-110oC H2O- : air interkalasi yang hilang pasa pemanasan 400oC

Bentonit dibedakan dari lempung yang lain karena hampir seluruhnya ( 85% - 90%) terdiri dari mineral lempung kelompok monmorilonit (Djumarman, 1977) yang secara umum ditunjukkan oleh rumus (OH)4Si8Al4.nH2O. Mineral bentonit memiliki diameter kurang dari 2 μm yang terdiri dari berbagai macam mineral phyllosilicate yang mengandung silica, aluminium oksida dan hidroksida

(23)

yang dapat mengikat air. Bentonit memiliki struktur 3 layer yang terdiri dari 2 layer silika tetrahedron dan satu layer sentral oktahedral.

Luas permukaan monmorillonit yang cukup besar menyebabkan sifat plastisitas dan kelekatannya yang tinggi dalam keadaan basah. Mineral-mineral tersebut pada umumnya berupa butiran yang sangat halus, sedangkan lapisan penyusunnya tidak terikat dengan kuat. Dalam kontaknya dengan air, mineral-mineral tersebut menunjukkan pengembangan antar lapis yang menyebabkan volumenya meningkat dua kali lipat. Jarak dasar monmorillonit meningkat seraca bersamaan dengan menyerapnya air. Peningkatan jarak dasar terjadi secara bertahap yang akhirnya menyebabkan pembentukan kulit hidrasi di sekeliling kation-kation antar lapis. Potensi mengembang dan mengerut yang tinggi ini merupakan penyebab mineral dapat menerima dan menukar ion-ion logam dan senyawa-senyawa organik (Tan, 1992).

2.1.3 Pembentukan bentonit

Secara umum pembentukan bentonit berasal dari proses geologis bahan asal abu vulkanik yang mengalami perubahan oleh proses hidrotermal, proses pelapukan maupun pergeseran kimia. Bentonit juga terdapat pada batuan plutonik dengan pembentukan yang relatif lebih lambat dari pada abu vulkanik.

(24)

2.1.4 Stuktur bentonit

Struktur bentonit ditentukan oleh struktur mineral penyusunnya yaitu mineral monmorillonit. Berdasarkan struktur mineral berdasarkan jenis lempung yaitu terdiri dari lembaran-lembaran tetrahedral dan oktahedral dalam berbagai komposisi. Diusulkan untuk monmorrilonit yaitu :

1. Hofmann dan Endell. 2. Edelman dan Favajee.

Kedua hipotesis tersebut menunjukkan keasamaan-keasamaan dalam hal ini struktur sel unit yang dianggap simetris. Selembar oktahedral aluminium diapit oleh dua lembar tetrahedral silica. Lapisan-lapisan tersebut bertumpuk dalam pola acak dan beberapa mineral tersebut berbentuk serat. Ikatan yang menahan lapisan-lapisan bersama cukup lemah. Ikatan yang menyebabkan mineral mengembang apabila ada air yang menyusup.

(25)

Gambar 2.1 Struktur Bentonit (Syuhada et al, 2009)

2.1.5 Penggolongan bentonit

Secara garis besar bentonit dapat digolongkan menjadi 2 bagian sesuai dengan mineral lempung penyusun utamanya yaitu:

1. Natrium Bentonit (Na-bentonit)

(26)

natrium ini biasanya digunakan untuk pembuatan pellet bijih besi, sebagai lumpur pembilas bahan pembakar minyak, dan penyumbat kebocoran pada bendungan. 2. Kalsium Bentonit (Ca-bentonit)

Bentonit ini bersifat tidak mengembang dan tetap terdispersi dalam air secara alami maupun setelah diaktifkan dengan asam. Posisi pertukaran ionnya diduduki oleh ion Ca+ dan Mg2+. Dalam keadaan kering bentonit ini berwarna abu-abu, biru, kuning, merah, dan coklat.

Perbedaan dari kedua jenis bentonit diatas yaitu berdasarkan sifat pengembangannya. Akan tetapi, bentonit untuk jenis yang tidak mengembang perlu dilakukan pengaktifan terlebih dahulu agar diperoleh hasil evaluasi yang sempurna.

Apabila didispersikan di dalam air, dengan cepat bentonit natrium akan terurai menjadi partikel-partikel yang sangat kecil. Bentonit kalsium juga demikian tetapi biasanya partikel-partikelnya lebih besar ukurannya (Djumarman, 1977).

2.1.6 Penggunaan bentonit

Secara umum bentonit banyak digunakan dalam aplikasi tiga hal yaitu sebagai resin penukar ion, adsorben dan penyerap air dalam jumlah besar tanpa pengembangan volume terutama pada Ca-bentonit.

(27)

dan efek fine us tanpa resin. Bentonit juga sering dimanfaatkan dalam pengolahan limbah cair pada industri rayon dengan prinsip adsorpsi.

Bentonit atau fuller earth digunakan dalam proses penjernihan warna pada industry minyak goreng (Sherrington, 1968). Nama lain bentonit adalah bleaching earth atau tanah pemucat yang digunakan dalam penjernihan warna pada tekstil, minyak dan lemak. Penggunaan bentonit akan efektif jika bentonit diaktivasi terlebih dahulu dengan tujuan memperluas permukaan sehingga kapasitas adsorpsi lebih besar.

2.2 Minyak Kelapa Sawit Mentah (CPO)

(28)

CH

2

OH

2.2 Gambar Bagian Buah Kelapa Sawit

Minyak kelapa sawit pada umumnya seperti minyak nabati lainnya yaitu merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, sedangkan komponen penyusunnya yang utama adalah trigliserida dan nontrigliserida.

2.2.1 Trigliserida pada minyak kelapa sawit

Seperti halnya lemak dan minyak lainnya, minyak kelapa sawit juga terdiri atas trigliserida yang merupakan ester dari gliserol dengan tiga molekul asam lemak menurut reaksi sebagai berikut :

Gambar 2.3 Reaksi Pembentukan Trigliserida

Bila R1 = R2 = R3 atau ketiga asam lemak penyusunnya sama maka trigliserida ini disebut trigliserida sederhana, dan apabila salah satu atau lebih asam lemak penyusunnya tidak sama maka disebut trigliserida campuran.

Pericarp Mesocarp

Kernel

(29)

H3C H2C

Asam lemak merupakan rantai hidrokarbon yang setiap atom karbonnya mengikat satu atau dua atom hidrogen kecuali atom karbon terminal mengikat tiga atom hidrogen, sedangkan atom karbon terminal lainnya mengikat gugus karboksil. Asam lemak yang pada rantai hidrokarbonnya terdapat ikatan rangkap disebut asam lemak tidak jenuh, dan apabila tidak terdapat ikatan rangkap pada rantai hidrokarbonnya karbonnya disebut dengan asam lemak jenuh. Secara umum struktur asam lemak dapat digambarkan sebagai berikut :

Asam Lemah Jenuh Asam Lemak Tak Jenuh Gambar 2.4 Asam Lemak Jenuh dan Tak Jenuh

(30)

Tabel 2.2 Komposisi dari Minyak Kelapa Sawit (Ketaren, 1986).

Tabel 2.3 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit

Asam Lemak Jumlah

Minyak kelapa sawit jika dilihat berdasarkan dari asam lemaknya digolongkan menjadi minyak asam palmiat karena minyak kelapa sawit ini memiliki kandungan asam palmiat yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan kandungan asam lemak lainya.

(31)

pembuluh darah dalam jantung, sehingga bisa menyebabkan gangguan pada jantung.

2.2.2 Senyawa non trigliserida pada minyak kelapa sawit

Selain trigliserida masih terdapat senyawa non trigliserida dalam jumlah kecil. Yang termasuk senyawa non trigliserida ini antara lain : motibgliserida, digliserida, fosfatida, karbohidrat, turunan karbonidrat., protein, beberapa mesin dan bahan-bahan berlendir atau getah (gum) serta zat-zat berwarna yang memberikan warna serta rasa dan bau yang tidak diinginkan. Dalam proses pemurnian dengan penambahan alkali (biasanya disebut dengan proses penyabunan) beberapa senyawa non trigliserida ini dapat dihilangkan, kecuali beberapa senyawa yang disebut dengan senyawa yang tak tersabunkan.

2.2.3 Warna dalam minyak

Warna pada minyak kelapa sawit merupakan salah satu faktor yang mendapat perhatian khusus, karena minyak kelapa sawit mengandung warna-warna yang tidak disukai oleh konsumen. Zat warna-warna dalam minyak kelapa sawit terdiri dari dua golongan yaitu zat warna alamiah dan zat warna dari hasil degradasi zat warna alamiah (Ketaren, 1986).

2.2.3.1 Zat warna alamiah

(32)

menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan dan kemerah - merahan.

Pigmen berwarna kuning disebabkan oleh karoten yang larut didalam minyak. Karoten merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh, dan jika minyak dihidrogenasi, maka karoten tersebut juga berikut terhidrogenasi sehingga intensitas warna kuning berkurang.

2.2.3.2 Warna akibat oksidasi dan degradasi komponen kimia yang terdapat pada minyak

2.2.3.2.1 Warna Gelap

Warna gelap ini disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E). Jika minyak bersumber dari tanaman hijau, maka zat kloroifil yang berwarna hijau turut terekstraksi bersama minyak, dan klorofil tersebut sulit dipisahkan dari minyak.

Warna gelap ini dapat terjadi selama proses pengolahan dan penyimpanan, yang disebabkan beberapa faktor yaitu :

1. Suhu pemanasan yang terlalu tinggi pada waktu pengepresan dengan cara hidrolik atau ekspeller, sehingga sebagian minyak teroksidasi. Disamping itu minyak yang terdapat dalam suatu bahan dalam keadaan panas akan mengekstraksi zat warna yang terdapat dalam bahan tersebut.

2. Pengepresan bahan yang mengandung minyak dengan tekanan dan suhu yang tinggi akan menghasilkan minyak dengan warna yang lebih gelap.

(33)

Warna lebih merah dibandingkan dengan minyak yang diekstraksi dengan pelarut triklor-etilen , benzol dan heksan.

4. Logam seperti Fe, Cu dan Mn akan menimbulkan warna yang tidak diingini dalam minyak.

5. Oksidasi terhadap fraksi tidak tersabunkan dalam minyak, terutama oksidasi tokoperol dan chroman 5,6 qoinon menghasilkan warna kecoklat - coklatan.

2.2.3.2.2 Warna Coklat

Pigmen coklat biasanya hanya terdapat pada minyak yang berasal dari bahan yang telah busuk atau memar. Hal ini dapat terjadi karena reaksi molekul karbohidrat dengan gugus pereduksi seperti aldehid serta gugus amin dari molekul protein dan yang disebabkan oleh aktivitas enzim-enzim seperti phenol oxidase, poliphenol oxidase dan sebagainya.

2.2.3.2.3 Warna Kuning

Warna kuning selain disebabkan oleh adanya karoten yaitu zat warna alamiah juga dapat terjadi akibat proses adsorpsi dalam minyak tidak jenuh. Warna ini timbul selama penyimpanan dan intensitas warna bervariasi dari kuning sampai ungu kemerah merahan.

(34)

2.2.4 β-karoten pada minyak sawit mentah (CPO)

Pada minyak sawit mentah kandungan β-karotennya sangat banyak sehingga menyebabkan minyak sawit mentah berwarna kuning kemerah-merahan (Baharin,

et al., 2001). Kandungan karotennya mencapai 550 ppm dengan aktivitas provitamin A 15 kali lebih tinggi dibandingkan wortel dan 300 kali lebih tinggi dari pada tomat. Perlakuan pemanasan pada suhu 180-220oC selama 7-45 menit menyebabkan retensi β-karotenmenjadi 70-80 persen (Khomsan A, 2000). Angka ini relatif tinggi sehingga β-karoten di dalam minyak sawit masih dapat dimanfaatkan tubuh. Pada saat ini lebih dari 400 karoten telah dapat diidentifikasi, namun hanya 50-60 karoten yang dapat berfungsi sebagai provitamin A. Beta karoten merupakan karotenoid yang paling umum dijumpai sebagai pigmen dan dikenal sebagai provitamin A dengan aktivitas lebih tinggi dibandingkan alfa dan teta karoten (Khomsan, 2000). Di dalam tubuh, β-karoten akan mengalami adsorpsi dan metabolisme. Sepertiga beta karoten yang diabsorbsi berbentuk utuh dan diangkut oleh chylomicron, sedangkan sisanya dibuang melalui ekskresi. Dalam metabolisme selanjutnya beta karoten nantinya akan diubah menjadi vitamin A di dalam tubuh (Mutia, 2009).

(35)

Akan tetapi mengkonsumsi β-karoten yang berlebihan ternyata dapat menyebabkan kulit berwarna kuning dan β-karoten dalam darah sangat tinggi. Keadaan ini akan pulih kembali setelah kita menghentikan konsumsi pangan sumber β-karoten. Selain itu konsumsi vitamin A yang berlebihan akan menyebabkan hipervitaminosis A dengan gejala sakit pinggang, sakit perut, diare, muntah, pusing, dan lain-lain (Khomsan A., 2000).

Beta karoten berwarna kuning kemerah-merahan atau kadang disebut orange karena β-karoten mempunyai deretan delokalisasi seperti yang telah kita lihat pada gambar 2.4 , tetapi pada skala yang lebih besar dengan 11 ikatan rangkap dua karbon-karbon terkonjugasi bersama-sama (Clark J., 2007). Gambar berikut menunjukan struktur β-karoten dengan ikatan rangkap dua dan ikatan tunggal yang berselang-seling yang ditunjukkan dengan warna merah.

Gambar 2.5 Stuktur β-karoten

(36)

Gambar 2.6 Spektrum UV Senyawa Karotenoid

2.2.5 Bilangan Asam

Bilangan asam adalah jumlah milligram KOH 0,1 N yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak (Ketaren, 1986). Jadi bilangan asam ini dapat digunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam suatu minyak atau lemak.

RCOOH + KOH RCOOK + H2O Bilangan asam dapat diukur dengan rumus :

Bilangan asam=

Keterangan : A = Volume KOH untuk Titrasi (ml) N = Normalitas KOH (N)

(37)

2.2.6 Standart mutu minyak kelapa sawit yang siap dipasarkan

Untuk menentukan apakah mutu minyak itu termasuk baik atau tidak diperlukan standard mutu. Ada beberapa faktor yang menentukan standard mutu yaitu: kandungan air dan kotoran dalam minyak kandungan asam lemak bebas (ALB), warna dan bilangan peroksida. Faktor lain yang mempengaruhi standar mutu adalah titik cair kandungan gliserida, refining loss, plastisitas dan supreadability, kejernihan kandungan logam berat dan bilangan penyabunan. Adapun ketentuan mutu minyak goreng yang dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian Republik Indonesia seperti terlihat pada tabel berikut:

Tabel 2.4 Syarat Mutu Minyak Goreng (SII, 1972)

No Kandungan Persyaratan

1 Air Maksimum 0,3 %

2 Kotoran maksimum 0,05%

3 Bilangan iod ( gram iod / gram sampel) Maksimum 8-10% 4 Bilangan peroksida ( mg oksigen/ 100gr sampel) Maksimum 1%

5 Asam Lemak bebas Maksimum 0,3%

6 Warna, bau dan rasa Normal

7 Logam-logam berbahaya (Pb, Cu, Hg dan As) -

2.3 Penjernihan atau Penghilangan Warna

(38)

dapat terlihat sebagai bahan pengotor minyak akan tetapi pengotor minyak ini hanya dapat dihilangkan dengan perlakuan khusus.

Penjernihan minyak sawit dan lemak lainnya yang telah dikenal antara lain:

1. Penjernihan dengan adsorpsi. Cara ini dilakukan dengan menggunakan bahan penjernih seperti tanah liat (clay) dan karbon aktif.

2. Penjernihan dengan oksidasi. Oksidasi ini bertujuan untuk merombak zat warna yang ada pada minyak tanpa menghiraukan kualitas minyak yang dihasilkan, proses penjernihan ini banyak dikembangkan pada industri sabun.

3. Penjernihan dengan panas. Pada suhu yang tinggi zat warna akan mengalami kerusakan, sehingga warna yang dihasilkan akan lebih pucat. Proses ini selalu disertai dengan kondisi hampa udara.

4. Penjernihan dengan hidrogenasi. Hidrogenasi bertujuan untuk menjenuhkan ikatan rangkap yang ada pada minyak tetapi ikatan rangkap yang ada pada rantai karbon karoten akan terisi atom H. Karotena yang terhidrogenasi warnanya akan bertambah pucat.

Minyak sawit merupakan salah satu minyak yang sulit dipucatkan karena mengandung pigmen karotena yang tinggi sedangkan minyak biji-bijian lainnya agak mudah karena zat warna yang dikandungnya sedikit. Oleh sebab itu, minyak sawit dipucatkan dengan kombinasi antara adsorben dengan pemanasan. Minyak yang dihasilkan dengan cara ini memenuhi sebagai lemak pangan.

(39)

penjernihan tergantung pada faktor warna, kehilangan minyak, kualitas minyak dan biaya pengolahan.

Penggunaan adsorben serta panas yang digunakan dalam proses penjernihan ini tidaklah selalu sama untuk semua pabrik pengolahan minyak kelapa sawit, tetapi tergantung pada kondisi minyak kelapa sawit, proses pabrik tertentu serta sifat adsorben yang digunakan. Umumnya penggunaan adsorben adalah ( 1,0-5,0 )% dari berat minyak dengan pemanasan 120°C selama 1 jam.

Penjernihan adalah suatu tahap pemurnian yang tujuannya untuk menghilangkan zat-zat yang tidak diinginkan atau dikehendaki dalam minyak. Penjernihan ini dilakukan dengan cara mencampurkan sejumlah kecil absorben, seperti tanah serap (filter earth), lempung aktif (activated clay) dan arang aktif atau dapat juga menggunakan bahan kimia. Zat warna dalam minyak akan diserap oleh permukaan adsorben dan juga menyerap suspensi koloid (gum dan resin), serta hasil degradasi minyak misalnya peroksida (Ketaren, 1986).

2.4 Penjernihan dengan Menggunakan Adsorben

(40)

pengadsorben adalah dua fasa yang berbeda, oleb sebab itu dalam peristiwa adsorpsi materi teradsorpsi akan terkumpul antar muka kedua fasa tersebut.

Peristiwa adsorpsi pada prinsipnya adalah netralisasi gaya tarik yang keluar dari suatu permukaan. Gaya tarik antar molekul pada permukaan dan dengan yang berada pada bagian dalam suatu material adalah tidak sama. Molekul pada permukaan cenderung menarik molekul disekitarnya, maka molekul pada permukaan akan saling terikat lebih kuat satu sama lain, dan dapat menekan molekul dibawah permukaan, sehingga muncullah pengertian tegangan permukaan.

Pendapat tentang mekanisme adsorpsi zat warna pada proses penjernihan minyak kelapa sawit masih terdapat kesimpangsiuran, sebagian berpendapat bahwa gejala tersebut adalah peristiwa kimia dan yang lain menyatakan hal itu adalah peristiwa fisika, akan tetapi disimpulkan sebagai affinitas permukaan terhadap substrat.

Pada adsorpsi fisika terjadi proses cepat dan setimbang (reversibel) sedangkan adsorpsi kimia berlangsung lambat tetapi irreversibel. Perbedaan antara adsorpsi kimia dengan adsorpsi fisika terkadang tidak jelas dan banyak prinsip-prinsip adsorpsi fisika berlaku juga pada adsorpsi kimia.

(41)

menarik antara adsorbat dengan adsorben. Sedangkan dalam adsorpsi kimia atau kimisorpsi, partikel melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan kimia dan cenderung mencari tempat yang memaksimumkan bilangan koordinasinya dengan adsorben (Atkins, 1997). Secara garis besar berbedaan antara adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia yaitu :

Tabel 2.5 Perbedaan antara Adsorpi Fisika dan Adsorpi Kimia

Adsorpsi Fisika Adsorpsi Kimia

Perubahan entalpi adsorpsi besar

(ΔH = 40-800 kj/mol) Perubahan entalpi adsorpsi kecil (ΔH = 5-35 kj/mol) Reaksi irreversible Reaksi reversible

Adsorpi monolayer Adsorpi multilayer

Prosesnya lambat Prosesnya cepat

2.5 Spektrofotometer UV-Vis

Sinar monokromatis atau bukan monokromatis mengenai media yang homogen, maka sebagian sinar akan dipantulkan, sebagian akan diserap oleh medium dan sisanya akan diteruskan (KKKA, 2010). Molekul menyerap energi dalam ultraviolet dan spektrun sinar tamapk bergantung pada struktur elektronik dari molekul. Energi serapan menghasilkan elevasi electron dari orbital dasar ke orbital lebih tinggi dikedudukan tereksitasi. Spektrofotometer ultraviolet akan memberikan informasi yang berguna pada sistem terkonjugasi. Sering didapatkan bahwa bagian komplek dari molekul adalah transparan di dalam UV (Kosela, 2010). Ada beberapa istilah tertentu yang penting biasa digunakan dalam UV spektrofotometer:

(42)

b. Auksokrom adalah gugus jenuh yang apabila terikat pada suatu kromofor akan mempengaruhi panjang gelombang (λ) dan intensitas serapan maksimum. Contoh: OH, NH2 dan Cl.

c. Pergeseran batokromik (pergeseran merah). Pergeseran ini disebabkan pengaruh subtituen atau pelarut, auksokrom, perubahan PH sehingga menyebabkan pergeseran serapan kearah panjang gelombang (λ) lebih

panjang.

d. Pergeseran hipsokromik (pergeseran biru). Pergeseran ini disebabkan subtituen atau pelarut, perubahan pH dan adanya system konjugasi yang dihilangkan sehingga menyebabkan pergeseran serapan kearah panjang

gelombang (λ) lebih pendek.

e. Efek Hiperkromik adalah efek yang mengakibatkan kenaikan intensitas serapan.

f. Efek hipokromik adalah efek yang mengakibatkan penurunan intensitas. g. λ maksimum yaitu panjang gelombang pada serapan maksimum.

Spektrofotometer biasanya digunakan untuk memprediksi jenis atau golongan senyawa dan menentukan kandungan senyawa dalam sampel.

2.6 Turbidimeter

(43)

padahal hal tersebut dapat berpengaruh terhadap mutu. Oleh sebab itu untuk mengendalikan mutu dilakukan uji kekeruhan dengan alat turbidimeter (KKKA, 2010).

Turbidimeter yaitu sifat optik akibat dispersi sinar dan dapat dinyatakan sebagai perbandingan cahaya yang dipantulkan terhadap cahaya yang tiba. Intensitas cahaya yang dipantulkan oleh suatu suspensi adalah fungsi konsentrasi jika kondisi-kondisi lainnya konstan. Turbidimeter meliputi pengukuran cahaya yang diteruskan. Turbiditas berbanding lurus terhadap konsentrasi dan ketebalan, tetapi turbiditas tergantung juga pada warna. Untuk partikel yang lebih kecil, rasio Tyndall sebanding dengan pangkat tiga dari ukuran partikel dan berbanding terbalik terhadap pangkat empat panjang gelombangnya (Endrah, 2010).

Prinsip spektroskopi absorbsi dapat digunakan pada turbidimeter. Pada turbidimeter, absorbsi akibat partikel yang tersuspensi diukur. Meskipun prcsisi metode ini tidak tinggi tetapi mempunyai kegunaan praktis, sedangkan akurasi pengukuran tergantung pada ukuran dan bentuk partikel. Setiap instrumen spektroskopi absorbsi dapat digunakan untuk turbidimeter (Anonim, 2010).

Metode pengukuran turbiditas dapat dikelompokkan dalam tiga golongan (KKKA, 2010), yaitu :

a. Pengukuran perbandingan intensitas cahaya yang dihamburkan terhadap intensitas cahaya yang datang.

(44)
(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fisik Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Mulai Januari sampai Juni 2012.

3.2 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini yaitu : CPO dari PT. Makin Group Kalimantan Selatan, bentonit Pacitan, KOH, β-karotendari ekstrakwortel, H2SO4, Etanol, akuades, Asam Oksalat, n-heksan, indikator Phenoftalein (PP), klorofom.

3.3 Peralatan Penelitian

(46)

3.4 Diagram Alir Penelitian

3.5 Prosedur Kerja

3.5.1 Pembuatan larutan KOH 0,1 N

Menimbang sebanyak 6,6 KOH kemudian dilarutkan dengan akuades sebanyak 1000 mL. kemudian diaduk hingga larut sempurna yang homogen.

Penyiapan sampel

Fasa padat Fasa cair Dengan variasi

jumLah bentonit

(47)

3.5.2 Pembuatan larutan baku asam oksalat 0,1 N

Menimbang dengan teliti asam oksalat sebanyak 0,630 gram selanjutnya dilarutkan dalam akuades sedikit demi sedikit hingga larut sempurna. Setelah itu larutan asam oksalat dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 100 mL dan ditambahkan lagi akuades hingga tanda batas. Larutan dikocok agar homogen.

3.5.3 Preparasi sampel

CPO yang diperoleh dari di sentrifuge terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk memisahkan antara padatan dengan minyaknya agar diperoleh CPO tanpa padatannya.

3.5.4 Pembuatan adsorben bentonit aktif

Bentonit yang sudah dicuci sebanyak 5,000 gram ditambahkan H2SO4 0,1N sebanyak 200 mL. Langkah selajutnya direfluks pada suhu 80oC (Zuhri, 1997). Kemudiann dipisahkan hingga terdapat dua lapisan lalu didekantir dan dioven selama 2 jam pada suhu 120oC. Selanjutnya ditumbuk hingga halus kemudian diayak dengan ayakan 200 mesh.

3.6 Karakterisasi CPO Setelah Dimurnikan dengan Adsorben Bentonit

3.6.1 Penentuan kadar asam lemak

(48)

yang dapat bertahan selama 30 detik (Sudarmaji, 1997). Untuk preparasi sampel, Minyak sawit mentah (CPO) dipisahkan antara fasa cair dan fasa padatnya agar didapatkan fasa cairnya.

Kemudian kadar asam lemak ditentukan sesuai dengan persamaan: Kadar asam lemak = VKOH x NKOH x M

Berat sampel x 10

3.5.2 Penentuan β-karoten dalam minyak kelapa sawit

Analisis warna ini dilakukan dengan menggunakan alat Spektrofotometer UV-Vis Shimadzu tipe UV-1800. Dari data analisis besarnya kandungan β-karoten yang masih terdapat dalam warna minyak sawit diketahui tingkat kemurnian minyak sawit ini. Sebagai standar digunakan β-karoten dari ekstrak wortel yaitu menimbang 0,100 gram dilarutkan dalam n-heksan sebanyak 10 mL (larutan 10000 ppm). Dari larutan induk membuat larutan standar 10, 25, 50, 75, 100, 250, 500, 750 dan 1000 ppm. Selanjutnya membuat grafik kalibrasi untuk menghitung kadar β-karoten dalam sampel.

3.5.3 Uji kekeruhan minyak kelapa sawit

(49)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penyiapan Sampel

Crude Palm Oil (CPO) yang akan dijernihkan diperoleh dari PT. Makin Group Kalimantan Selatan berupa CPO yang masih ada padatannya sedangkan dalam penelitian ini yang digunakan fase cair dari CPO. Untuk itu dilakukan proses pemisahan dengan cara disentrifuge terlebih dahulu agar terpisah antara fase padat dengan fase cair.

Gambar 4.1 CPO belum dipisahkan dengan padatannya

4.2 Pembuatan Adsorben

Adsorben dibuat dari bentonit alam Pacitan tanpa diaktivasi dan bentonit Pacitan diaktivasi. Bentonit aktif dibuat dengan cara menimbang bentonit Pacitan sebanyak 5,000 gram kemudian ditambahkan H2SO4 0,1 N sebanyak 200 mL selanjutnya direflux (Zuhri, 1997).

(50)

cara dicuci dengan akuadem hingga bentonit terbebas dari SO42-. Berikutnya bentonit aktif dioven selama 4 jam pada suhu 120oC agar bentonit aktif terbebas dari H2O kemudian dihaluskan dan diayak dengan ukuran 200 mesh. Untuk selanjutnya dilakukan uji untuk mengetahui luas permukaan bentonit. Luas bentonit tanpa aktivasi 67.356 m2/g sedangkan luas permukaan bentonit setelah diaktivasi 100.350 m2/g. Ada perbedaan antara bentonit sebelum diaktivasi dengan sesudah diaktivasi. Luas permukaan bentonit setelah ditambahkan H2SO4 menjadi lebih besar.

Gambar 4.2 Bentonit aktif setelah dioven dan bentonit aktif dihaluskan

4.3 Decolorisasi (Penjernihan) CPO dengan Adsorben Bentonit

(51)

diaktivasi. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan ternyata bentonit dapat dimanfaatkan sebagai pemurni warna CPO yang semula orange keruh menjadi kuning jernih. Selain itu juga dapat menurunkan kadar asam, kadar β-karoten dan kekeruhannya. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan hasil karakteristik CPO setelah dijernihkan menggunakan adsorben bentonit.

4.4 Hasil Karakteristik CPO Setelah Dijernihkan dengan Adsorben Bentonit

4.4.1 Kadar asam lemak setelah CPO mengalami proses penjernihan

Kadar asam merupakan konversi dari bilangan asam yang dihitung berdasarkan berat molekul dari asam lemak yang dominan dalam jenis minyak tertentu yang dinyatakan sebagai %FFA (Free Fatty Acid). Hasil pengukuran kadar asam pada penambahan adsorben bentonit tanpa aktivasi tertera pada lampiran 2.

Berdasarkan data yang diperoleh, dibuat persamaan grafik sebagai berikut:

(52)

Dari gambar 4.3 diatas dapat diketahui bahwa kadar asam dalam CPO

berkurang dengan penambahan adsorben bentonit. Penurunan kadar asam tidak stabil namun penuruan kadar asam mulai pada penambahan adsorben 1%. Penurunan kadar asam paling banyak pada penambahan bentonit sebanyak 2% pada waktu 75 menit.

Untuk pengukuran kadar asam pada penambahan adsorben bentonit aktif tertera pada lampiran 2.

Berdasarkan data yang diperoleh, dibuat persamaan grafik sebagai berikut:

Gambar 4.4 Kurva hasil pengukuran kadar asam lemak penambahan adsorben bentonit aktif

(53)

mengadsorpsi CPO. Selain mempunyai kemampuan memurnikan warna CPO, penambahan adsorben bentonit juga dapat menurunkan kadar asam lemak dalam

CPO sehingga menjadikan kualitas CPO setelah mengalami pemurnian lebih baik. Ukuran molekul dan berat mempengaruhi adanya adsorpsi organik. Semakin besar ukuran molekul dan berat ukuran organik maka semakin mudah untuk mengalami proses adsorpsi. Crude Palm Oil (CPO) dominan mengandung asam palmitat dengan berat molekul 263 dan komposisi 41% dari keseluruhan berat minyak sehingga menghasilkan asam lemak yang cukup besar. Ukuran besar tersebut menghasilkan gaya Van der Walls berupa tarikan antar molekul partikel asam lemak bebas dengan adsorben sehingga menyebabkan menempelnya asam lemak bebas pada adsorben (Mutia, 2000). Hal tersebutlah yang menyebabkan kadar asam lemak pada CPO setelah dijernihkan dengan adsorben bentonit menurun, baik bentonit tanpa aktivasi maupun bentonit aktif.

4.4.2 Penentuan Kadar β-karoten dalam CPO setelah mengalami adsorpsi

Crude Palm Oil (CPO) memiliki kandungan β-karoten yang tinggi. Untuk mengamati β-karoten yang masih terkandung dalam CPO yang telah dijernihkan dengan bentonit Pacitan tanpa aktivasi maupun diaktivasi digunakan Spektrofotometer UV-VIS Shimadzu tipe UV-1800.

(54)

daerah 424,5; 447,5; dan 475 nm. Terdapat sedikit perbedaan antara panjang gelombang pada standar dengan panjang gelombang yang ada pada literatur. Terdapat sedikit pergeseran yaitu hipsokromik (pergeseran biru). Pergeseran hipsokromik adalah pergeseran serapan kearah panjang gelombang (λ) lebih

pendek yang diakibatkan dari substituent atau pelarut yang digunakan (Kosela, 2010).

Langkah pertama membuat larutan induk yaitu menimbang 0,100 gram ekstrak β-karoten dari wortel kemudian dilarutkan ke dalam n-heksan sebanyak 10 mL (larutan induk 10000 ppm). Selanjutnya membuat larutan induk dari larutan standar β-karoten dengan variasi konsentrasi 0; 25; 50; 75; 100; 250; 500; 750; 1000 ppm. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh data adsorbansi pada panjang gelombang 447,5 nm yang tertera pada tabel 4.3.

(55)

Berdasarkan tabel 4.5 dibuat persamaan kurva standar β-karoten sebagai berikut:

Gambar 4.5 Kurva standar β-karoten

Dari gambar 4.5 standar β-karoten diatas diperoleh persamaanregresi Y = 0,00584x+0,000222. Persamaan regresi ini selanjutnya digunakan untuk menentukan kadar β-karoten dalam CPO setelah dijernihkan dengan adsorben bentonit.

Langkah berikutnya menentukan absorbansi sampel. Sebanyak 1 mL CPO

yang telah dijernihkan dengan adsorben bentonit tanpa aktivasi dimasukkan dalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan n-heksan sampai tanda batas. Larutan ini kemudian diukur pada panjang gelombang 447,5 nm dan diperoleh data yang disajikan pada pada lampiran3.

(56)

Tabel 4.2 Kadar β-karoten CPO setelah dijernihkan dengan adsorben bentonit tanpa aktivasi

No Adsorben (%) Kadar β-karoten (ppm) setelah diadsorbsi (menit)

0 15 30 45 60 75

1 1% 234,72 232,15 222,22 187,46 186,61 186,26 2 2% 234,72 230,20 220,20 185,37 182,71 180,21 3 3% 234,72 223,11 210,15 184,20 180,36 178,20 4 4% 234,72 220,41 205,10 180,10 179,41 175,31 5 5% 234,72 210,31 200,13 175,30 179,61 170,24 Berdasarkan tabel diatas kemudian dibuat persamaan grafik sebagai berikut:

Gambar 4.6 kurva kadar β-karoten dalam CPO setelah dijernihkan dengan adsorben bentonit tanpa aktivasi

Dari tabel 4.2 dan gambar 4.6 dapat diketahui bahwa setelah CPO

(57)

Untuk selanjutnya menentukan absorbansi sampel CPO yang telah dijernihkan dengan adsorben bentonit sehingga didapatkan data absorbansi pada lampiran 3.

Berdasarkan data absorbansi CPO setelah dijernihkan dengan bentonit aktif dan persamaan regresi kurva standar ekstrak β-karoten diatas, diperoleh kadar β-karotennya yang tertera pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 kadar β-karoten CPO setelah dijernihkan dengan adsorben bentonit aktif No Adsorben (%) 0 Kadar β-karoten (ppm) setelah diadsorbsi (menit) 15 30 45 60 75

1 1% 234,72 200,41 198,32 197,11 182,63 180,71 2 2% 234,72 200,10 196,56 180,16 179,61 178,63 3 3% 234,72 198,37 196,71 179,38 178,86 176,21 4 4% 234,72 197,64 195,38 175,41 177,26 175,36 5 5% 234,72 195,51 194,10 174,32 170,39 165,13

Berdasarkan tabel diatas dibuat kurva sebagai berikut:

(58)

Dari tabel 4.3 dan gambar 4.7 dapat diketahui bahwa setelah CPO

dijernihkan dengan absorben bentonit aktif kadar β-karoten juga menjadi berkurang. Jika dibandingkan dengan tabel 4.2 dan gambar 4.6 kadar β-karoten pada tabel 4.3 dan gambar 4.7 lebih rendah dikarenakan bentonit aktif memiliki luas permukaan lebih besar sehingga lebih banyak mengadsorb β-karoten dalam

CPO. Crude Palm Oil (CPO) terbilang mengandung β-karoten sangat tinggi akan tetapi karena proses adsorpi ini kandungannya berkurang. Karena hilangnya sebagian β-karoten dalam CPO setelah dijernihkan dengan adsorben bentonit perlu adanya desorpsi yaitu penambahan lagi ekstrak β-karoten ke dalam CPO

setelah dijernihkan dengan adsorben bentonit ini agar jumLah kadar β-karoten bertambah. Sehingga menambah mutu dari CPO setelah dijernihkan.

4.4.3 Hasil Penentuan Kekeruhan Minyak

Penentuan kejernihan minyak pada sampel CPO setelah dijernihkan dengan bentonit Pacitan tanpa aktivasi maupun diaktivasi dapat dilihat pada dinyatakan dalam kekeruhan 4.4 dan 4.5.

Tabel 4.4 Hasil pengukuran kekeruhan CPO setelah dijernihkan dengan adsorben bentonit

No Adsorben (%) Kekeruhan CPO (NTU) setelah adsorpsi (menit)

(59)

Tabel 4.5 Hasil pengukuran kekeruhan CPO setelah dijernihkan dengan adsorben bentonit aktif

No Adsorben (%) Kekeruhan CPO (NTU) setelah adsorpsi (menit)

0 15 30 45 60 75

1 1 2,6 2,56 2,46 2,37 0,9 2,74

2 2 2,6 1,83 1,83 1,69 1,54 2,56

3 3 2,6 1,82 1,74 1,71 1,61 2,56

4 4 2,6 1,74 1,73 1,54 1,78 2,18

5 5 2,6 1,61 1,53 1,46 1,91 2,06

Berdasarkan tabel diatas dibuat kurva sebagai berikut:

Gambar 4.8 Kurva kekeruhan CPO setelah dijernihkan dengan adsorben bentonit tanpa aktivasi

(60)

Bentonit dapat mengadsorpsi kotoran yang ada pada CPO yang mengakibatkan CPO menjadi keruh. Tabel 4.4 dan gambar 4.7 diketahui bahwa

CPO setelah dijernihkan dengan adsorben bentonit dapat menurunkan kekeruhannya. Karena kemampuan bentonit mengadsorpsi warna CPO yang semula orange keruh menjadi kuning jernih. Dari semua variasi penambahan adsorben dan variasi waktu reaksi, adsorben bentonit sebanyak 2% dengan waktu 75 menit menunjukkan tingkat kekeruhan yang paling rendah pada penambahan adsorben bentonit tanpa aktivasi. Sedangkan penurunan tingkat kekeruhan paling rendah pada penambahan bentonit aktif yaitu pada penambahan adsorben sebanyak 1% dengan waktu 60 menit (tabel 4.6 dan gambar 4.8). Apabila tingkat kekeruhan rendah berarti tingkat kejernihannya tinggi. Jika membandingkan tabel 4.5 dan gambar 4.7, kekeruhan pada tabel 4.6 dan gambar 4.8 lebih rendah disebabkan bentonit aktif memiliki luas permukaan lebih besar sehingga dapat menurunkan kekeruhan lebih besar. Akan tetapi secara keseluruhan penambahan adsorben bentonit baik tanpa aktivasi maupun aktif memiliki kejernihan lebih tinggi dibandingkan tanpa penambahan adsorben.

(61)

Diketahui pula bahwa bentonit aktif lebih efektif dalam pemurnian CPO

dikarenakan penambahan H2SO4 pada bentonit menyebabkan luas permukan bentonit semakin besar karena ion-ion H+ dapat meningkatkan luas permukaan bentonit yaitu dengan cara ion H+ tersebut menggantikan posisi kation pada ruang interlamellar sehingga bentonit lebih bersifat porous dan sifat keelektrokimianya lebih aktif. Selain itu asam mineral juga dapat melarutkan oksida-oksida yang terkandung dalam bentonit sehingga bentonit yang diaktivasi dengan H2SO4 bisa lebih optimum dan cepat dalam mengadsorpsi CPO dibanding dengan bentonit tanpa aktivasi.

Gambar 4.10 CPO setelah dijernihkan dengan bentonit tanpa aktivasi (A) dan bentonit aktif (B)

(62)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa : 1. Bentonit Pacitan Jawa Timur yang diaktifkan dengan H2SO4, dan tidak

diaktifkan dapat dimanfaatkan untuk menjernihkan Crude Palm Oil (CPO)

dibuktikan dengan perubahan warna semula orange keruh menjadi kuning jernih.

2. Komposisi optimal bentonit Pacitan yang tidak diaktifkan untuk menjernihkan CPO yaitu 2% (0,2000 gram) dalam CPO 10 mL dengan waktu pemanasan dan pengadukan dengan stirrer selama 75 menit sedangkan komposisi optimal dari bentonit Pacitan yang diaktifkan dengan H2SO4 yaitu 1% (0,1000 gram) dalam CPO 10 mL dengan waktu pemanasan dan pengadukan dengan stirrer selama 60 menit.

(63)

5.2 Saran

(64)

DAFTAR PUSTAKA

Afriani, M., 2009, Hubungan Analisa DOBI (Deteration Of Bleachability Index) dan β-karoten dalam CPO (Crude Palm Oil) Dengan Menggunakan Spektrofotometri UV-VISIBLE, Karya Ilmiah, Program Studi Diploma 3 Kimia Analisis, MIPA, Universitas Sumatera Utara, Medan

Amang, B., Simatupang, P., Syafa’at, N., 1996, Ekonomi Minyak Goreng, IPB Press, Bogor

Atkins, P.W. (diterjemahkan oleh Irma I. Kartohadiprojo), 1997, Kimia Fisik, Jilid 2, Edisi Keempat, Penerbit Erlangga, Jakarta

Baharin, B. S., Latif, R. A., Che Man, Y. B., Rahman, R. A., 2001, The effect of Carotene Extraction System on Crude Palm Oil Quality, Carotene Composition, and Carotene Stability During, JAOCS, 76 (8): 851-855

Che Man, Y. B., Haryati, T., Ghozali, H. M., Asbi, B. A., 1999, Composition and Encapsulation Cut Of Walls, Aplied Clay Science, 21: 1-11

Clark, J., 2010, Spektra Serapan UV-Tampak, Situs Kimia Indonesia, Chem-is-try-org.

Fikri, M. E., dan Kusumadewi, R., 2001, Regenerasi Bentonit Bekas Secara Kimia Fisik dengan Aktivator Asam Klorida dan Pemanasan Pada Proses Pemurnian CPO, Penelitian, Jurusan Teknik Kimia, Universitas Lampung, Lampung

Grim, R. E., 1968, Clay Mineralogy, Mc Graw-Hill Book Company, New York Istadi, 2011, Teknologi Katalis untuk Konveksi Energi, Yogyakarta: Graha Ilmu Ketaren, S., 1986, Minyak dan Lemak Pangan, UI Press. Jakarta: 1-315

Khomsan, A., 2000, Manfaat Minyak Goreng Bagi Kesehatan, MMAIPB, Kliping Agribisnis, MMA-IPB

Kosela, S., 2010, Cara Mudah Penentuan Struktur Molekul Berdasarkan Spektra Data (NMR, MASS, IR, UV), UI Press. Jakarta : 201-223

(65)

Mark, E. R., Jhon, J. Mc Ketto, Othmer, D. F., 1967, Bentonites In Encyclopedia of Chemical Technology, 2th ed. (7): 339-358

Martianto, 2005, Possibility of Vitamin A Fortification on Cooking Oil in Indonesia, A Feasiility Analysis, Kualisi Fortifikasi Indonesia

Martianto, D., Marliyati, S. A., Retnaningsih, Handaru, T. M., 2009, Studi Penerimaan dan Preferensi Konsumen Terhadap Minyak Goreng yang Difurtifikasi Vitamin A, Jur. Ilm. Kel. Dan Kons, 2(1): 86-95

Moh, M. H., Che Man, Y. B., Badlishah, B. S., Jinap, S., Saad, M. S., Abdullah, W. J. W., 1999, Quantitative Analysis of Palm Carotene Using Fourier Transform Infrared and Near Infrared Spectroscopy, JAOCS, 76(2): 249-254

Morad, N. A., Zin, R. M., Yusof, K. M., Aziz, M. K. A., 2010, Process Modeling of Combined Degumming and Bleaching in Palm Oil Refening Using Artificial Neuron Network, JAOCS, 87: 1381-1388

Parwata, I. M. O. A., Ratnayani, K., Listya, A., 2010, Aktivitas Antiradikal Bebas Serta Kadar β-karoten Pada Madu Randu (Ceiba petandra) dan Madu

Kelengkeng (Nephelium longata L.), Jurnal Kimia, 4 (1): 54-62

Oronivora, Z, Mockovciakoca, A., 2009, Structural Studi of Bentonite / Iron Oxide Composite, Material Chemistry and Physics, 114: 956-961

Rahadjeng, S., 1991, Pengaruh Bentonit Aktif Terhadap Mutu Minyak Goreng, Lembaga Penelitian Universitas Airlangga, Surabaya.

Rahmawati, A., 2005, Adsorpsi Isoterm Mimyak Goreng Curah dengan Menggunakan Adsorben Campuran Arang Aktif dan Bentonit Aktif, Skripsi, Jurusan Kimia, FSAINTEK, Universitas Airlangga, Surabaya

Ran, C., Daemen, J. J. K., Schuhen, M. D., Hansen, F. D., 1997, Dynamic Compaction Properties of Bentonite, Int. J. Rock Mech. & Min. SCI, 34(25): 1-20 Reddy, C. R., P. Iyengar, G. Nagendrappa, B. S. J. Pakash, 2005, Exterification of Dicarboxylic Acid to Diester Over M+ Montmorillonite Clay Catalysis, Catalysis

Letter, Vol. 101, p.87

Standar Industri Indonesia, 1972, Mutu dan Cara Uji Minyak Goreng, Departemen Perindustrian Republik Indonesia, Jakarta

(66)

Syukur, 1997, Pengaruh Perlakuan Pemanasan Pada Bentonit Terhadap Luas Permukaannya, Skripsi, Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Arlangga. Surabaya Svehla, G., 1985, Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro, Edisi Ke 5, Penerbit : PT. Kalman Media Pustaka, Jakarta

Tan, K. H., 1991, “Dasar-Dasar Kimia Tanah”, Terj. Didiek Hajar Geonardi, Edisi II, Gajahmada University Press, Yogyakarta, P. 100-107

Ulfa, M., 2005, Pemucatan Minyak Goreng Bekas Menggunakan Adsorben Campuran Arang Aktif dan Bentonit Aktif, Skripsi, Jurusan Kimia, FSAINTEK, Universitas Airlangga, Surabaya

(67)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Penambahan Berat Adsorben Bentonit Pada CPO Adsorben (%) Berat bentonit ( gram) Volume CPO (ml)

1 0,100 10

2 0,200 10

3 0,300 10

4 0,400 10

(68)

Lampiran 2. Hasil kadar lemak CPO setelah dimurnikan dengan adsorben bentonit 2.1.1 Pembuatan Pembakuan Larutan Baku Asam Oksalat

Pertama perhitungan pembuatan larutan asam oksalat (H2C2O4.2H2O) 0,1 N sebanyak 100 mL yang digunakan untuk pembakuan larutan KOH :

Perhitumgan :

Mr H2C2O4.2H2O = 126

BE H2C2O4.2H2O = = = 63

Massa H2C2O4.2H2O = = = 0,63 gram

Kemudian menimbang H2C2O4.2H2O. akhirnya diperoleh massa H2C2O4.2H2O sebesar 0,6352 gram lalu ditambahkan dengan akuades sampai tanda batas dalam labu ukur 100 mL.

Perhitungan :

Massa H2C2O4.2H2O yang ditimbang = 0,6352 gram

M H2C2O4.2H2O = = = 0,0504 M

N H2C2O4.2H2O = 2 x M H2C2O4.2H2O = 2 x 0,0504

= 0,1008 N

Tabel hasil pembakuan larutan KOH menggunakan larutan H2C2O4.2H2O V H2C2O4.2H2O

Setelah memperoleh V KOH rata-rata bisa untuk mencari normalitas KOH dengan menggunakan rumus :

V1 . N1 = V2 . N2

(69)

N KOH =

=

= 0,1066 N

2.1.3 Contoh perhitungan kadar asam dalam CPO yang telah dijernihkan dengan adsorben bentonit

Perhitungan bilangan asam dan kadar asam pada CPO yang telah dimurnikan dengan adsorben bentonit sebanyak 2 % dengan waktu pemanasan dan pengadukan selama 75 menit.

Replikasi 1

Berat CPO yang ditimbang = 0,104 gram

Normalitas KOH = 0,1066 N

Volume KOH untuk titrasi = 0,2 ml Berat molekul KOH = 56,11

Berat molekul asam lemak untuk minyak kelapa sawit (M) = 263

Kadar asam

(70)

2.1.4 Hasil Pengamatan Kadar Asam dalam CPO setelah dijernihkan dengan adsorben bentonit

2.1.4.1 Data berat CPO dan volume KOH untuk perhitungan kadar asam lemak dalam CPO setelah adsorpsi pada penambahan adsorben bentonit tanpa aktivasi

(71)

2.1.4.1.2 Untuk penambahan adsorben 2%

(72)

2.1.4.1.4 Untuk penambahan adsorben 4%

Gambar

Gambar  Halaman
Tabel 2.1 Komposisi bentonit Pacitan dalam bentuk oksidanya (Harsini., 1995)
Gambar 2.1 Struktur Bentonit (Syuhada et al, 2009)
Gambar 2.3 Reaksi Pembentukan Trigliserida
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam banyak literatur perbankan syari’ah dijelaskan bahwa rasio ( nisbah ) bagi hasil bank syari’ah dan nasabah ditentukan oleh prediksi laba mudarabah , tingkat bunga di pasar

Dalam penelitiannya didapatkan 6 dari 10 studi yang berkaitan dengan aktivitas fisik menyatakan bahwa tidak ada pengaruh aktivitas fisik bagi wanita hamil yang bekerja terhadap

Jumpstart Coalition for Personal Financial Literacy (2005) conducted a survey on the financial literacy of high school students in the United States about the

Percobaan umumya dilakukan di laboratorim atau lebih dikenal dengan praktikum Praktikum tentang listrik misalnya Arus Listrik Dan Susunan Hambatan Dalam

Hasil analisa menunjukkan pengeluaran perkapita dengan kategori di bawah dan di atas garis kemiskinan (PKP) serta adanya per- hatian pemerintah (PP) dengan diberi

Simulasi untuk pengujian jalur evakuasi pada gedung merupakan hal yang penting, perancangan denah gedung harus diperhatikan dengan baik untuk menekan angka korban

Apabila kita mendapat tunai yang lebih, kita dapat membeli hartanah yang baru, bukan hanya fikir untuk mengurangkan baki pinjaman atau memendekkan tempoh pinjaman tetapi

Jika terjadi peningkatan kandungan air dalam tanah (seperti meresapnya air hujan, air sungai yang meluap, air sawah/kolam yang bocor), akan terjadi akumulasi