BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Status Gizi
Status gizi adalah merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa,dkk,2002).
Untuk mengetahui status gizi perlu dilakukan pengukuran/penilaian status gizi.
Ada 2 cara pengukuran/penilaian status gizi yaitu secara langsung dan tidak langsung.
a. Langsung
1. Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Supariasa,dkk,2002).
Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa,dkk,2002).
2. Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini bisa dilihat pada jaringan epitel (supervisical epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral
atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid (Supariasa,dkk,2002).
Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat. Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda dan gejala atau riwayat penyakit (Supariasa,dkk,2002).
3. Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratories yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja
dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot (Supariasa,dkk,2002).
Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis
yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik (Supariasa,dkk,2002).
4. Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan (Supariasa,dkk,2002).
Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian
buta senja epidemik. Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap (Supariasa,dkk,2002).
b. Tidak langsung
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi (Supariasa,dkk,2002).
Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi (Supariasa,dkk,2002).
2. Statistik Vital
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa statistik seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi (Supariasa,dkk,2002).
Penggunaanya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat (Supariasa,dkk,2002).
3. Faktor Ekologi
Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti : iklim, tanah, irigasi dan lain-lain (Supariasa,dkk,2002).
Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi (Supariasa dkk,2002).
B. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Masalah Gizi
Faktor yang menyebabkan masalah gizi sangat banyak dan bervariasi untuk setiap wilayah tertentu. Pada umumnya masalah gizi/status gizi dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor langsung dan tak langsung :
1. Faktor langsung
Status gizi masyarakat ditentukan oleh konsumsi zat dan kemampuan tubuh yang mengandung zat gizi untuk kesehatan. Jika konsumsi makanan kurang akan mempermudah timbulnya penyakit yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan mengakibatkan status gizi menurun (Supariasa dkk,2002).
b. Infeksi
Kurang gizi adalah faktor prekondisi yang memudahkan anak mendapatkan infeksi (Supariasa dkk,2002).
2. Faktor tak langsung
Faktor tak langsung yang mempengaruhi masalah gizi adalah faktor sosial ekonomi yang antara lain meliputi : pendapatan, pendidikan, sanitasi lingkungan, pengetahuan gizi (Supariasa dkk,2002).
a. Pendapatan
Pendapatan keluarga merupakan faktor yang mempengaruhi kedua yang berperan langsung terhadap status gizi (Supariasa dkk,2002).
b. Pendidikan
Tingkat pendidikan bukan satu-satunya yang menentukan kemampuan seseorang dalam menyusun dan menyiapkan hidangan yang bergizi (Supariasa dkk,2002).
c. Sanitasi lingkungan (jamban, sumber-sumber air)
Kebersihan lingkungan yang jelek akan memudahkan anak menderita penyakit tertentu, antara lain : infeksi saluran pernafasan, dan diare (Supariasa dkk,2002).
d. Pengetahuan gizi
Pengetahuan gizi ibu merupakan proses untuk merubah sikap dan perilaku masyarakat untuk mewujudkan kehidupan yang sehat jasmani dan rohani (Supariasa dkk,2002).
Menurut Underwood dalam Atmarita (1990), faktor-faktor yang saling berhubungan dan secara bersama-sama menjadi penyebab masalah gizi, khususnya KEP adalah kemiskinan, perbedaan tingkat sosial, buta huruf, keluarga besar, pelayanan sosial
kurang memadai, lingkungan kurang sehat, distribusi makanan keluarga kurang merata, sanitasi perorangan kurang baik, pelayanan kesehatan kurang memadai.
Daly, et al (1979) dalam Supariasa, et al (2002) membuat model faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan gizi yaitu konsumsi makanan dan tingkat kesehatan. Konsumsi makanan dipengaruhi oleh pendapatan, lapangan kerja, pendidikan, kemampuan keluarga menggunakan makanan dan tersedianya bahan makanan.
C. Berat Badan Sebagai Indikator Status Gizi
Pada masa bayi-balita, berat badan dapat dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis seperti dehidrasi, asites, edema dan adanya tumor. Disamping itu pula berat badan dapat dipergunakan sebagai dasar perhitungan dosis obat dan makanan (Supariasa,dkk,2002).
Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang (Supariasa,dkk,2002).
Berat badan merupakan pilihan utama karena berbagai pertimbangan, antara lain : 1. Parameter yang paling baik, mudah terlihat perubahannya dalam waktu singkat
karena perubahan-perubahan konsumsi makanan dan kesehatan.
2. Memberikan gambaran status gizi sekarang dan kalau dilakukan secara periodik memberikan gambaran yang baik tentang pertumbuhan.
3. Merupakan ukuran antropometri yang sudah dipakai secara umum dan luas di Indonesia sehingga tidak merupakan hal baru yang memerlukan penjelasan secara meluas.
4. Ketelitian pengukuran tidak banyak dipengaruhi oleh ketrampilan pengukur.
5. KMS (Kartu Menuju Sehat) yang digunakan sebagai alat yang baik untuk pendidikan dan memonitor kesehatan anak menggunakan juga berat badan sebagai dasar pengisiannya.
6. Karena masalah umur merupakan faktor penting untuk penilaian status gizi, berat badan terhadap tinggi badan sudah dibuktikan dimana-mana sebagai indeks yang tidak tergantung pada umur.
7. Alat pengukur dapat diperoleh di daerah pedesaan dengan ketelitian yang tinggi dengan menggunakan dacin yang juga sudah dikenal oleh masyarakat.
(Supariasa,dkk,2002)
D. Pola Konsumsi Makanan
1. Pola Konsumsi Pangan dan Gizi
Keadaan pangan dan gizi akan mempengaruhi kehidupan masyarakat pada umumnya. Perilaku konsumsi pangan masyarakat dilandasi oleh kebiasaan pangan yang tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga melalui proses sosialisasi. Hal ini berarti bahwa pola konsumsi pangan dan gizi dapat berubah-ubah sesuai dengan kesadaran masyarakat pada umumnya dan kaum ibu pada khususnya untuk dapat mempersiapkan menu yang seimbang bagi keluarganya.
Kristal dkk, (1997) menyatakan faktor psikososial yang berkaitan dengan konsumsi makanan sehat, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan predisposisi yaitu kepercayaan, motivasi dan manfaat. Faktor eksternal merupakan faktor enabling. Yaitu hambatan, dukungan sosial dan norma-norma yang ada. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap self efficacy, intensi dan perilaku konsumsi makanan sehat. Hal ini menunjukkan konsumsi makanan seseorang selain ditentukan oleh kesadaran karena manfaat dan motivasi juga didukung oleh keluarga atau teman. Perwujudan dari dukungan keluarga adalah dengan mempersiapkan menu gizi yang baik.
2. Konsumsi Pangan Bagi Anak Balita
Di negara-negara berkembang, penyakit infeksi dan konsumsi makan yang kurang memenuhi syarat gizi merupakan faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan terutama anak prasekolah.
Perkembangan anak balita ditentukan oleh keadaan gizi ibu baik pada waktu hamil maupun menyusui. Selain itu pemberian makanan pendamping ASI juga sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak balita, terutama untuk bahan makanan yang banyak mengandung kalori, protein dan lemak. Misalnya untuk balita 0 – 6 bulan hanya diberikan ASI saja atau dikenal dengan ASI eksklusif. Sedangkan untuk balita umur 6 – 12 bulan diberi bubur nasi dan balita umur 12 – 59 bulan diberi makanan biasa (Dep.Kes. RI, 2004). 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Pangan Pada Balita
Menurut Martorell dan Habicht (1996) dalam Jalal dan Sukirman (1990:33) menyatakan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi pangan pada balita adalah :
a. Secara langsung; infeksi, masukan zat gizi
b. Secara tidak langsung; keadaan tanah, tingkat pendapatan, praktek pemberian makan balita, praktek kesehatan, sanitasi, tingkat pendidikan, teknologi dan budaya.
4. Frekuensi Makanan (Food Frequency)
Frekuensi makan balita sangat berpengaruh terhadap asupan zat gizi yang masuk ke dalam tubuh balita. Dengan frekuensi yang cukup, maka kebutuhan zat gizi dalam tubuh selalu ada. Zat gizi tersebut digunakan untuk cadangan maupun langsung digunakan oleh tubuh. Frekuensi digunakan untuk menghitung jumlah asupan zat gizi yang masuk, sehingga bisa diketahui kebutuhan yang masuk pada hari itu. (Dep.Kes. RI, 1995).
E. Masalah Gizi
Masalah gizi pada hakekatnya adalah masalah masyarakat dan penyebabnya dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berkaitan satu dengan yang lainnya. Masalah gizi umumnya melanda penduduk di negara kurang atau sedang berkembang adalah Kurang Energi Protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY) dan Anemia gizi. Lain halnya dengan negara maju dengan tingkat kesejahteraan ekonomi tinggi, masalah gizi yang banyak diderita adalah gizi lebih seperti obesitas abdomen dan kegemukan yang sangat mendukung terjadinya penyakit degeneratif (Depkes RI, 2000).
Masalah gizi utama di Indonesia yang termasuk dalam katagori negara berkembang, didominasi oleh KEP, Anemia gizi, GAKY dan KVA. Disamping itu masih ada masalah gizi yang perlu juga mendapatkan perhatian adalah KEK yang bias terjadi pada Wanita Usia Subur (WUS) dan Ibu Hamil.
Ditinjau dari sudut pandang epidemiologi, masalah gizi sangat dipengaruhi oleh faktor penjamu, agens dan lingkungan. Faktor penjamu meliputi zat gizi yaitu zat
metabolisme dan kebutuhan zat gizi. Faktor agens meliputi zat gizi yaitu zat gizi makro seperti karbohidrat, protein, lemak, serta zat gizi mikro seperti vitamin dan mineral. Faktor lingkungan (makanan) meliputi bahan makanan, pengolahan, penyimpanan, penghidangan dan higienis serta sanitasi makanan. Kaitan faktor penjamu, agens dan lingkungan, dalam kaitannya dengan masalah gizi.
F. Suplemen Makanan
Menurut Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) Drs Sampurno , sejauh ini belum ada standart Internasional mengenai definisi dan regulasi dari suplemen makanan (Sampurno, 2003).
Amerika Serikat mengklasifikasikan suplemen makanan dan produk herbal sebagai dietary supplement. Sedang Australia memberi istilah complementary medicine. Indonesia merinci dalam golongan suplemen makanan dan obat tradisional (Sampurno, 2003).
Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (sekarang BPOM) No. HK.00.063.02360 Tahun 1996 tentang Suplemen Makanan, mendefinisikan suplemen makanan sebagai produk yang digunakan untuk melengkapi makanan (Olivia,dkk, 2004).
1. Kandungan Suplemen Makanan
Produk suplemen mengandung satu atau lebih bahan sebagai berikut : vitamin, mineral, tumbuhan atau bahan yang berasal dari tumbuhan, asam amino, bahan yang digunakan untuk meningkatkan Angka Kecukupan Gizi (AKG), konsentrat, metabolit, konstituen, ekstrak atau kombinasi dari beberapa bahan tersebut (Sampurno, 2003).
Salah satu macam suplemen makanan yang diprogramkan untuk masyarakat adalah vitalita.
Suplemen makanan/vitalita ini mengandung 14 vitamin dan mineral penting bagi balita yaitu : Vitamin A, vitamin B1, vitamin B2, vitamin B6, vitamin B12, vitamin C,
Satu bungkus mencukupi satu Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan untuk balita dalam sehari (HKI, 2004).
2. Sasaran
Sasaran dari suplemen makanan / Vitalita ini adalah balita umur 6 bulan sampai 5 tahun (HKI, 2004).
3. Kelebihan
Kelebihan dari suplemen makanan ini adalah dapat dicampurkan ke makanan sehari-hari balita sehingga tidak merubah kebiasaan makan, serta tidak merubah rasa, aroma dan tekstur makanan yang akan dikonsumsi oleh balita (HKI, 2004).
Kelebihan yang lain yaitu cara penggunaannya yang sangat praktis karena hanya menaburkan ke makanan padat siap santap misalnya nasi, bubur, buah (HKI, 2004).
Vitalita dikemas dalam satuan bungkus yang dapat dibeli setiap hari dengan harga terjangkau dan dalam satu bungkus Vitalita ini dapat memenuhi kebutuhan zat gizi balita akan 14 vitamin dan mineral penting dalam sehari (HKI, 2004).
4. Manfaat
Suplemen makanan ini bermanfaat dalam membantu balita tumbuh dan berkembang secara optimal, meningkatkan daya tahan tubuh balita, meningkatkan nafsu makan anak dan juga bermanfaat untuk mencegah kurang darah (anemia) akibat kekurangan zat besi pada balita dan penyakit akibat kekurangan gizi makro lainnya (HKI, 2004).
5. Cara Pemberian/Penggunaan
Cara pemberian suplemen ini dapat ditambahkan ke makanan padat siap santap seperti nasi, bubur, buah dan lain-lain. Diberikan cukup satu bungkus saja dalam sehari (HKI, 2004).
Suplemen makanan ini tidak dapat dicampur ke cairan karena akan menggumpal dan tidak larut dalam air (HKI, 2004).
Selain itu juga tidak dianjurkan mencampur suplemen ini ke makanan yang masih panas, karena akan merubah warna makanan (HKI, 2004).
G. Vitamin Dan Mineral
1. Pengertian Vitamin
Vitamin adalah zat esensial yang diperlukan untuk membantu kelancaran penyerapan zat gizi dan proses metabolisme tubuh. Kekurangan vitamin dapat berakibat terganggunya kesehatan, karena itu diperlukan asupan harian dalam jumlah tertentu yang idealnya bisa diperoleh dari makanan (Olivia,dkk, 2004).
Vitamin terbagi dalam dua kelompok yaitu :
a. Vitamin yang larut dalam air ( memerlukan air untuk penyerapan dan dibuang melalui urine ). Ada 9 jenis vitamin larut air : vitamin C, dan 8 vitamin B (tiamin, riboflavin, niasin, vitamin B6 dan B12, asam folat, biotin dan asam pantothenik)
b. Vitamin larut dalam lemak ( memerlukan lemak untuk penyerapan dan disimpan dalam lapisan lemak ). Ada 4 jenis vitamin yang larut dalam lemak : vitamin A, D, E, dan K
Mineral
Dalam jumlah kecil beberapa mineral dibutuhkan tubuh untuk menjaga agar organ tubuh berfungsi secara normal. Diantaranya berfungsi sebagai koenzim dan antioksidan (Olivia,dkk, 2004).
Mineral dapat digolongkan sebagai makro atau mikro-mineral. Dalam golongan makro-mineral termasuk kalsium, fosfor, potassium, sodium, klorida, magnesium, dan sulfur; dan diperlukan tubuh sebanyak 100 mg/hari atau lebih. Pada golongan mikro-nutrien termasuk besi, yodium, seng, kromium, selenium, flourida, molybdenum, tembaga, dan mangan yang diperlukan tubuh dalam jumlah yang lebih sedikit (Olivia,dkk, 2004).
2. Fungsi Vitamin dan Mineral Dalam Vitalita
Fungsi vitamin dan mineral dalam Vitalita dapat dilihat pada tabel 1 : TABEL 1
FUNGSI VITAMIN DAN MINERAL DALAM VITALITA
NO Nama Vitamin / Mineral Fungsi
1. Vitamin A kesehatan mata, membantu pertumbuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh 2. Vitamin B1 (Tiamin) metabolisme energi untuk memecahkan
karbohidrat menjadi energi juga diperlukan untuk pertumbuhan, nafsu makan normal, pencernaan dan fungsi saraf.
3. Vitamin B2 (Riboflavin) metabolisme energi dalam tubuh untuk
memecahkan lemak menjadi energi, selain itu juga diperlukan untuk pertumbuhan, penglihatan dan kesehatan kulit.
4. Vitamin B6 (Piridoksin) metabolisme energi untuk memecahkan
protein menjadi energi, dibutuhkan untuk membentuk protein tubuh, membantu pertumbuhan dan membantu pembentukan sel darah merah.
5. Vitamin B12 (Kobalamin) membentuk sel baru termasuk sel darah
merah, membantu metabolisme jaringan saraf dan membantu pertumbuhan.
6. Vitamin C (Asam Askorbat) meningkatkan absorpsi zat besi, menjaga kesehatan gusi dan gigi, serta meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit
7. Vitamin D3(Kolekalsiferol) membantu penyerapan kalsium dan
fosfor, juga untuk pertumbuhan tulang dan gigi
8. Vitamin E mencegah oksidasi lemak dan vitamin A, dan juga sebagai antioksidan untuk melindungi vitamin dalam makanan
9. Asam Folat pembentukan sel baru termasuk sel darah merah
10. Niacin membantu memecahkan karbohidrat,
lemak dan protein
11. Tembaga pembentukan darah dan tulang, serta berperan dalam pelepasan energi dari makanan
12. Yodium metabolisme energi, pengaturan suhu
tubuh, pembentukan protein, pertumbuhan dan perkembangan mental
13. Besi pembentukan sel darah merah, serta
membantu sirkulasi di dalam tubuh karena besi dalam sel darah merah akan membawa oksigen
14. Seng membantu tubuh menggunakan Vitamin
A, memberikan persepsi rasa dan membantu pembentukan enzim dan hormon insulin
Sumber : HKI 2004
3. Sumber Vitamin dan Mineral Dalam Vitalita
Sumber vitamin dan mineral dalam Vitalita dapat dilihat pada tabel 2 : TABEL 2
SUMBER VITAMIN DAN MINERAL DALAM VITALITA
NO Nama Vitamin / Mineral Sumber
1. Vitamin A hati, mentega, susu,
kuning telur, minyak hati ikan, sayuran berwarna kuning (wortel dll), sayuran berwarna hijau tua (bayam, daun singkong dll), buah-buahan berwarna kuning kemerah-merahan (mangga, pepaya dll)
2. Vitamin B1 (Tiamin) hati, jantung,
ginjal, serealia, kacang-kacangan, buncis, kacang panjang dll.
3. Vitamin B2 (Riboflavin) susu dan
hasil olahannya seperti keju dll, juga pada hati, jantung, ginjal, serealia dan sayuran hijau.
4. Vitamin B6 (Piridoksin) daging,
ikan, unggas, susu, telur, serealia, sayuran hijau, alpukat dan pisang.
5. Vitamin B12 (Kobalamin) daging,
ikan, unggas, telur, susu dan hasil olahannya seperti keju.
6. Vitamin C (Asam Askorbat)
jambu biji, jeruk, mangga, pepaya, nenas dll.
7. Vitamin D3 (Kolekalsiferol) sinar
matahari dan dalam bahan makanan berupa hati, kuning telur, minyak ikan
8. Vitamin Eminyak nabati, telur, daging, ikan, kecambah dan sayuran hijau
9. Asam Folatsayuran hijau, hati, daging
dan ikan
10. Niacinhati, daging, ikan, unggas,
kacang-kacangan, kacang hijau, kacang panjang dll
11. Tembagahati, kerang, unggas dan
kacang-kacangan
12. Yodium Garam beryodium
dan makanan laut
13. Besihati, ikan, unggas, kuning telur,
sayuran berwarna hijau dan kacang-kacangan
14. Seng hati, kerang, tiram, ikan, kacang-kacangan dan susu
Sumber : HKI 2004
4. Akibat Kekurangan Vitamin dan Mineral Dalam Vitalita
Akibat kekurangan vitamin dan mineral yang ada dalam Vitalita dapat dilihat pada tabel 3 :
TABEL 3
AKIBAT KEKURANGAN VITAMIN DAN MINERAL DALAM VITALITA
NO Nama Vitamin / Mineral Akibat Kekurangan
1. Vitamin A Buta senja, bercak bitot,
xeropthalmia, kebutaan, gangguan pertumbuhan dan menurunnya daya tahan tubuh.
2. Vitamin B1 (Tiamin) Beri-beri,
nafsu makan menurun dan pertumbuhan menjadi terhambat.
3. Vitamin B2 (Riboflavin) Sudut
mulut merah dan pecah-pecah, kelopak mata meradang, juga tidak tahan pada cahaya.
4. Vitamin B6 (Piridoksin) Fungsi otak
tidak normal, mudah tersinggung dan anemia mikrositik.
5. Vitamin B12 (Kobalamin) Anemia
makrositik, nafsu makan menurun dan gangguan mental.
6. Vitamin C (Asam Askorbat)
Sariawan, nafsu makan menurun, mudah terkena infeksi dan pertumbuhan menjadi terhambat.
7. Vitamin D3 (Kolekalsiferol)
Kaki membengkok, pertumbuhan terhambat dan gigi mudah rusak, serta ricket (kelainan tulang) pada anak-anak.
8. Vitamin EKerusakan sel darah merah,
anemia, gangguan penglihatan dan berbicara.
9. Asam FolatAnemia makrositik,
mudah terkena infeksi, depresi, gangguan mental dan kelelahan serta pingsan.
10. NiacinPellagra, nafsu makan menurun dan depresi, gangguan mental.
11. TembagaMenghambat pembentukan
haemoglobin dalam darah dan dapat menyebabkan anemia, serta terjadi gangguan pertumbuhan dan metabolisme.
12. YodiumGondok, kretin, pertumbuhan
dan perkembangan anak terhambat.
13. BesiAnemia, kelelahan, produktifitas
menurun, kemampuan belajar menurun, pertumbuhan terhambat dan nafsu makan menurun.
14. Seng Pertumbuhan terhambat,
terganggunya pusat system saraf dan fungsi otak, indera pengecapan menurun, serta bisa menyebabkan perkembangan alat kelamin terhambat.
Sumber : HKI 2004 5. Kandungan dalam Vitalita
Kandungan vitamin dan mineral dalam suplemen Vitalita dapat dilihat dari tabel 4 berikut ini :
TABEL 4
KANDUNGAN VITAMIN DAN MINERAL DALAM SUPLEMEN VITALITA
NO Nama Vitamin / Mineral Kandungan
1. Vitamin A 375 µg
3. Vitamin B2 (Riboflavin) 0,5 mg
4. Vitamin B6 (Piridoksin) 0,5 mg
5. Vitamin B12 (Kobalamin) 0,9 mg
6. Vitamin C (Asam Askorbat) 35 mg 7. Vitamin D3 (Kolekalsiferol) 5 µg 8. Vitamin E 6 mg 9. Asam Folat 150 µg 10. Niacin 6 mg 11. Tembaga 0,6 mg 12. Yodium 50 µg 13. Besi 10 mg 14. Seng 5 mg Sumber : HKI 2004
H. Kerangka Teori
(Sumber : Daly, et al, 1979, dikutip dari Supariasa, et al, 2002 : 14)
I. Kerangka Konsep Produksi Pertanian Pengolahan bahan makanan Distribusi bahan makanan dan faktor harga Pendapatan, lapangan kerja, pendidikan, kemampuan sosial Kemampuan keluarga menggunakan makanan Tersedianya bhn mknan, dapat diperolehnya bhn mknan Pemberian suplemen makanan Status gizi Kesehatan Konsumsi makanan Status Gizi Pemberian Suplemen Vitalita J. Hipotesis