• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Candida albicans 1. Klasifikasi Kerajaan : Fungi Filum : Ascomycota Upafilum : Saccharomycotina Kelas : Saccharomycetes Ordo : Saccharomycetales Family : Saccharomycetaceae Genus : Candida

Spesies : Candida albicans

( Dian, 2008 ) 2. Morfologi

Candida albicans merupakan jamur dimorfik karena kemampuannya untuk tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda yaitu sebagai sel tunas yang akan berkembang menjadi blastospora dan menghasilkan kecambah yang akan membentuk hifa semu. Perbedaan bentuk ini tergantung pada faktor eksternal yang mempengaruhinya. Sel ragi (blastospora) berbentuk bulat, lonjong atau bulat lonjong dengan ukuran 2-5 µ x 3-6 µ hingga 2-5,5 µ x 5-28 µ ( Tauryska, 2011 ).

(2)

C. albicans memperbanyak diri dengan membentuk tunas yang akan terus memanjang membentuk hifa semu. Hifa semu terbentuk dengan banyak kelompok blastospora berbentuk bulat atau lonjong di sekitar septum. Pada beberapa strain, blastospora berukuran besar, berbentuk bulat atau seperti botol, dalam jumlah sedikit. Sel ini dapat berkembang menjadi klamidospora yang berdinding tebal dan bergaris tengah sekitar 8-12 µ ( Tauryska, 2011 ).

C. albicans dapat tumbuh pada variasi pH yang luas, tetapi pertumbuhannya akan lebih baik pada pH antara 4,5-6,5. Jamur ini dapat tumbuh dalam perbenihan pada suhu 28oC - 37oC. C. albicans membutuhkan senyawa organik sebagai sumber karbon dan sumber energi untuk pertumbuhan dan proses metabolismenya. Unsur karbon ini dapat diperoleh dari karbohidrat. Jamur ini merupakan organisme anaerob fakultatif yang mampu melakukan metabolisme sel, baik dalam suasana anaerob maupun aerob. Proses peragian (fermentasi) pada C. albicans dilakukan dalam suasana aerob dan anaerob. Karbohidrat yang tersedia dalam larutan dapat dimanfaatkan untuk melakukan metabolisme sel dengan cara mengubah karbohidrat menjadi CO2 dan H2O dalam suasana aerob ( Tauryska, 2011 ).

Sedangkan dalam suasana anaerob hasil fermentasi berupa asam laktat atau etanol dan CO2. Proses akhir fermentasi anaerob menghasilkan

persediaan bahan bakar yang diperlukan untuk proses oksidasi dan pernafasan. Pada proses asimilasi, karbohidrat dipakai oleh C. albicans

(3)

sebagai sumber karbon maupun sumber energi untuk melakukan pertumbuhan sel ( Hendrawati, 2008 ).

C. albicans dapat dibedakan dari spesies lain berdasarkan kemampuannya melakukan proses fermentasi dan asimilasi. Pada kedua proses ini dibutuhkan karbohidrat sebagai sumber karbon (Hendrawati, 2008).

Pada proses fermentasi, jamur ini menunjukkan hasil terbentuknya gas dan asam pada glukosa dan maltosa, terbentuknya asam pada sukrosa dan tidak terbentuknya asam dan gas pada laktosa. Pada proses asimilasi menunjukkan adanya pertumbuhan pada glukosa, maltosa dan sukrosa namun tidak menunjukkan pertumbuhan pada laktosa (Hendrawati, 2008 ).

Dinding sel C. albicans berfungsi sebagai pelindung dan juga sebagai target dari beberapa antimikotik. Dinding sel berperan pula dalam proses penempelan dan kolonisasi serta bersifat antigenik. Fungsi utama dinding sel tersebut adalah memberi bentuk pada sel dan melindungi sel ragi dari lingkungannya. C. albicans mempunyai struktur dinding sel yang kompleks, tebalnya 100 sampai 400 nm. Komposisi primer terdiri dari glukan, manan dan khitin. Dalam bentuk ragi, kecambah dan miselium, komponen-komponen ini menunjukkan proporsi yang serupa tetapi bentuk miselium memiliki khitin tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan sel ragi. Dinding sel C. albicans terdiri dari lima lapisan yang berbeda (Hendrawati, 2008 ).

(4)

3. Patogenitas

Bagian Tubuh yang Mungkin Terinfeksi Candida albicans

Pada manusia C. albicans sering ditemukan di dalam mulut, feses, kulit dan di bawah kuku orang sehat. C. albicans dapat membentuk blastospora dan hifa, baik dalam biakan maupun dalam tubuh. Bentuk jamur di dalam tubuh dianggap dapat dihubungkan dengan sifat jamur, yaitu sebagai saproba tanpa menyebabkan kelainan atau sebagai parasit patogen yang menyebabkan kelainan dalam jaringan (Jawetz et al, 2005).

Kandidiasis superficial (kulit atau mukosa) ditandai oleh penambahan cacah lokal Candida dan kerusakan kulit atau epitel yang memungkinkan invasi lokal oleh ragi dan pseudohifa. Histologi lokal lesi kulit atau mukokutan ditandai oleh reaksi peradangan yang bervariasi dari abses pyogenik sampai granuloma kronis. Lesi ini mengandung pseudohifa dan sel ragi bertunas yang berlimpah-limpah (Jawetz et al, 2005).

4. Gambaran klinik

Faktor-faktor predisposisi utama infeksi C. albicans adalah : diabetes mellitus, imunodefisiensi, kateter intra vena atau kateter air kemih yang terpasang terus-menerus, penyalahgunaan narkotika intravena, pemberian antimikroba (yang mengubah flora bakteri normal), dan kortikosteroid.

a. Mulut

Infeksi mulut(sariawan), terutama pada bayi, terjadi pada selaput mukosa pipi dan tampak sebagai bercak-bercak putih yang sebagian

(5)

besar terdiri atas pseudomiselium dan epitel yang berkelupas, dan terdapat erosi yang minimal pada selaput. Pertumbuhan candida didalam mulut akan lebih subur bila disertai kortikosteroid, antibiotika, kadar glukosa tinggi, dan imunodefisiensi ( Jawets et al, 2005 ).

b. Genitalia wanita

Vulvovaginitis terjadi menyerupai sariawan tetapi menimbulkan iritasi, gatal yang hebat, dan pengeluaran secret. Hilangnya Ph asam merupakan predisposisi timbulnya vulvovaginitis kandida. Dalam keadaan normal Ph yang asam dipertahankan oleh bakteri vagina. Diabetes, kehamilan, progesterone, atau pengobatan antibiotika merupakan predisposisi penyakit ini ( Jawets et al, 2005 )

c. Kulit

Jamur ini sering ditemukan di daerah lipatan, misalnya ketiak, di bawah payudara, lipat paha, lipat pantat dan sela jari kaki. Kulit yang terinfeksi tampak kemerahan, agak basah, bersisik halus dan berbatas tegas. Gejala utama adalah rasa gatal dan rasa nyeri bila terjadi maserasi atau infeksi sekunder oleh kuman ( Jawetz et al, 2005).

d. Kuku

Kuku yang terinfeksi tampak tidak mengkilat, berwarna seperti susu, kehijauan atau kecoklatan. Kadang-kadang permukaan kuku menimbul dan tidak rata. Di bawah permukaan yang keras terdapat bahan rapuh

(6)

yang mengandung jamur. Kelainan ini dapat mengenai satu/beberapa atau seluruh jari tangan dan kaki (Jawetz et al,2005).

e. Saluran Pencernaan

Stomatitis dapat terjadi bila khamir menginfeksi rongga mulut. Gambaran klinisnya khas berupa bercak-bercak putih kekuningan, yang menimbul pada dasar selaput lendir yang merah. Hampir seluruh selaput lendir mulut, termasuk lidah dapat terkena. Gejala yang ditimbulkannya adalah rasa nyeri, terutama bila tersentuh makanan(Jawetz et al, 2005). 5. Imunitas

Dasar resistensi terhadap candidiasis adalah rumit dan belum dipahami dengan sempurna. Respon imun cell-mediated, terutama sel-sel CD4, penting dalam mengendalikan candidiasis mukokutan ( Jawetz et al, 2005).

Serum manusia sering mengandung antibody IgG yang

menggumpalkan candida in vitro dan mungkin bersifat kandidasial ( Jawetz et al, 2005 ).

6. Struktur antigen

Test aglutinasi dengan serum yang terabsorbsi menunjukkan bahwa semua strain C. albicans termasuk dalam dua kelompok besar serologik A dan B. Kelompok A mencakup C tropicalis. Ekstrak Candida untuk serologi dan kulit terdiri atas campuran antigen. Antibodi dapat diketahui melalui presipitasi, imunodifusi, aglutinasi lateks dan tes-tes lainnya (Simatupang, 2008).

(7)

B. Delima 1. Deskripsi

Buah delima (Punica granatum L) merupakan tanaman semak atau perdu yang dapat tumbuh dengan tinggi mencapai 5-8 m. Tanaman ini berasal dari Persia dan daerah Himalaya yang terletak di selatan India. Tanaman buah delima tersebar mulai dari daerah subtropik hingga tropik, dari dataran rendah hingga ketinggian di bawah 1.000 m dpl. Tanaman tersebut sangat cocok untuk ditanam di tanah yang gembur dan tidak terendam oleh air, serta air tanahnya tidak dalam (Susanto,2012).

Batang tanaman delima berbentuk kayu dengan ranting yang bersegi, dan percabangan banyak tetapi lemah. Pada ketiak daunnya, terdapat duri. Ketika masih muda, warnanya cokelat, dan berubah menjadi hijau kotor setelah tua. Daunnya tunggal dengan tangkai yang pendek, dan letaknya berkelompok. Daun delima memiliki bentuk yang lonjong dengan pangkal yang lancip, ujung tumpul, tepi rata, pertulangan menyirip, dan permukaan mengkilap. Panjang daun bisa mencapai 1-9 cm dengan lebar 0,5-2,5 cm (Susanto, 2012).

Delima bisa berbunga sepanjang tahun. Bunganya tunggal dengan tangkai pendek, serta keluar di ujung ranting atau di ketiak daun yang paling atas. Biasanya, terdapat satu sampai lima bunga, dengan warna merah, putih, atau ungu. Warna bunga ini juga menentukan warna buahnya. Bunga yang berwarna merah akan menghasilkan buah yang berwarna merah, bunga yang

(8)

berwarna putih akan menghasilkan buah yang berwarna putih, sedangkan bunga yang berwarna ungu juga akan menghasilkan buah yang berwarna ungu (Araiitum, 2012).

Di Indonesia, buah delima dikelompokkan sesuai dengan warnanya, yaitu delima merah, putih, dan ungu. Buahnya berbentuk bulat dengan diameter 5-12 cm. Terkadang, pada buah tersebut terdapat bercak-bercak yang agak menonjol dan berwarna lebih tua. Selain itu, buah ini juga mudah dikenali dengan adanya calyx atau mahkota yang menjadi ciri khasnya (Araiitum, 2012).

Di dalam buah sudah matang, terdapat butiran-butiran biji berwarna putih yang terbungkus oleh daging buah. Daging buah delima memiliki warna sesuai dengan jenis warna buahnya. Bijinya banyak, kecil-kecil, bentuknya bulat panjang bersegi dan agak pipih, keras, serta tersusun secara tidak beraturan (Araiitum, 2012).

2. Klasifikasi Delima

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas : Rosidae

(9)

Ordo : Myrtales

Famili : Punicaceae

Genus : Punica

Spesies : Punica granatum L. (Khalida, 2012).

Gambar 1 : pohon dan buah delima

3. Kandungan kimia

Kulit buah mengandung alkaloid pelletierene; flavonoid, granatin, betulic acid, ursolic acid, isoquercitrin, elligatanin(tanin), resin, triterpenoid, kalsium oksalat dan pati.

Kulit akar dan kulit kayu mengandung sekitar 20% elligatanin dan 0,5-1 % senyawa alkaloid, antara lain alkaloid pelletierine (C8H14N0),

pseudopelletierine (C9H15N0), metilpelletierine (C8H14NO.CH3),

(10)

Daun mengandung alkaloid, tanin, kalsium oksalat, lemak, sulfur, peroksidase. Jus buah mengandung asam sitrat, asam malat, glukosa, fruktosa, maltose, vitamin (A,C), mineral (kalsium, fosfor, zat besi, magnesium, natrium dan kalium) dan tannin. Alkaloid pelletierine sangat toksik dan menyebabkan kelumpuhan cacing pita, cacing gelang, dan cacing kremi. Kulit buah dan kulit kayu juga astrigen kuat sehingga digunakan untuk pengobatan diare ( Natalegawa, 2010).

4. Khasiat

Kulit buah rasanya asam, pahit, sifatnya hangat, astrigen, beracun (toksik). Berkhasiat menghentikan pendarahan (hemostatis), peluruh cacing usus (vermifuga), antidiare, dan antivirus. Kulit buah dan bunganya merupakan astrigen kuat. Rebusan keduanya biasanya menghentikan perdarahan. Kulit akar dan kulit kayu mempunyai bau lemah dan rasa asam, berkhasiat sebagai peluruh dahak, vermifuga, pencahar dan astrigen usus. Daunnya berkhasiat sebagai peluruh haid. Daging buah (daging pembungkus biji) berkhasiat penyejuk, peluruh kentut. Biji sifatnya sejuk, tidak beracun, berkhasiat pereda demam, antitoksik, melumas paru, dan meredakan batuk. Kulit akar berkhasiat peluruh cacing usus. Kulit buah menghambat pertumbuhan basil typhoid. Kulit buah dapat mengendalikan penyebaran infeksi virus polio, virus herpes simpleks, dan virus HIV (Nasil, 2010). Selain itu juga mempuyai kandungan alkaloid, flavonoid dan tannin yang mempunyai aktifitas mikroba terhadap Candida albicans ( Nauli,2010).

(11)

C. Infusum

Infusum adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisa dengan air pada suhu 900C selama 15 menit. Infusum merupakan proses penyari

kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati ( Anief, 1994). D. Mekanisme Kerja Kulit Buah Delima Menghambat C. albicans

Kulit buah dan kulit batang delima mengandung 20-30% elligatannin (tanin), triterpenoid, dan 0,5-1 % alkaloid yang terdiri dari pelletierine yang sangat toksik atau beracun, methylpelletierine, flavonoid, dan pseudopelletierine. Mekanisme antifungi yang dimiliki adalah senyawa kimia fenolik, salah satunya tanin karena kemampuannya menghambat sintesis chitin yang digunakan untuk pembentukan dinding sel pada jamur. Kemampuan inhibisi sintesis chitin yang dimiliki oleh tanin ini disebabkan karena besarnya daya polimerasi yang terdapat pada gugus hyroxyl di cicin B dalam struktur kimia tanin ( Nauli,2010 ).

E. Kerangka konsep

Variabel bebas Variabel terikat

Infusum delima putih (Punica granatum L.) kering dan basah dengan variasi konsentrasi dan waktu kontak.

Terhadap pertumbuhan jamur

(12)

Referensi

Dokumen terkait

Proses pendangkalan setiap tahun di lepas pantai muara sungai Mahakam tersebut telah berlangsung lama, dan boleh jadi kondisi ini sangat berkaitan dengan

[16] Nor Suhaila Mohamad Hanapi, Mohd Marsin Sanagi, Abd Khamim Ismail, Wan Aini Wan Ibrahim, Nor’ashikin Saim, Wan Nazihah Wan Ibrahim, Ionic liquid- impregnated agarose

pengukuran yang sama seperti Daniel, kita seharusnya dapat memahami apa yang dimaksud dengan hari-tahun dengan baik ( Ini adalah yang umum diterima satu sampai tiga tahun tujuan

Selanjutnya Alexander Ivanovich Oparin dan Harold Urey mengemukakan bahwa kehidupan diawali oleh evolusi kimia (abiologi) dimana pada zaman prabiotik terdapat

Perbedaan posisi peneliti terdahulu dengan yang ingin diteliti saat ini adalah penelitian terdahulu pada poin pertama menjelaskan upaya peningkatan kompetensi

Informasi tentang PMS yang diperoleh dari responden sebagian besar adalah dari tenaga kesehatan yaitu sebanyak 36 orang (90%), hal ini menunjukkan bahwa tenaga kesehatan

[r]

Pukul 14.40 WITA, kapal berolah gerak dan mengubah haluan kembali dan berlabuh jangkar di Rede Pelabuhan Tenau Kupang, pukul 19.00 WITA Nakhoda kembali ke kapal