23
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian
Metode penentuan daerah penelitian ditentukan secara purposive (sengaja), artinya daerah penelitian dipilih berdasarkan tujuan penelitian. Tempat yang
menjadi daerah penelitian yaitu Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Pertimbangan ini didasarkan karena Kota Medan sebagai salah satu lokasi penjualan sayuran hidroponik. Selain itu, terdapat pasar swalayan / supermarket
serta hotel yang dijadikan sebagai tempat penjualan sayuran hidroponik. Dimana hasil penelitian di lokasi tersebut dapat bermanfaat untuk menentukan strategi
pemasaran yang tepat bagi usaha sayuran hidroponik.
3.2 Metode Penentuan Sampel
Responden penelitian ini terdiri dari 5 komponen yaitu: Komunitas Hidroponik
Kota Medan (KOHIMED), pejabat Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kota Medan, penyuluh, konsumen sayuran hidroponik dan petani hidroponik. Prosedur yang
digunakan dalam penentuan sampel adalah prosedur Nonprobability Sampling.
Pengambilan sampel untuk petani dan konsumen menggunakan metode bola salju (snowball sampling). Cara pengambilan sampel dengan metode ini dilakukan
populasi petani sebanyak 13 orang, namun sampel hanya 10 orang petani
dikarenakan 3 orang petani tidak bersedia untuk memberikan keterangan dan konsumen 10 orang. Sedangkan untuk pengambilan sampel pada Komunitas Hidroponik Kota Medan (KOHIMED), Badan Ketahanan Pangan (BKP) dan
penyuluh menggunakan teknik purposive sampling yaitu dengan pertimbangan bahwa Komunitas Hidroponik Kota Medan (KOHIMED), Badan Ketahanan
Pangan (BKP) dan penyuluh yang mengetahui tentang pemasaran sayuran hidroponik. Responden Komunitas Hidroponik Kota Medan (KOHIMED)
sebanyak 2 orang, Badan Ketahanan Pangan 2 orang dan penyuluh 1 orang.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Analisis strategi pemasaran sayuran hidroponik dalam penelitian ini memerlukan sejumlah data-data pendukung yang berasal dari petani, konsumen, penyuluh dan
Komunitas Hidroponik Kota Medan (KOHIMED) serta BKP Kota Medan. Data yang diperlukan dalam penelitian ini dapat diperoleh dengan mengunakan 2 cara
pengumpulan data, yaitu:
1. Data primer, merupakan data yang diperoleh melalui wawancara, observasi, dan diskusi dengan petani, konsumen, penyuluh dan Komunitas Hidroponik
Kota Medan (KOHIMED) serta pejabat BKP Kota Medan dengan menggunakan kuisioner yang telah dipersiapkan guna penilaian dan
pembahasan ide yang berkenaan dengan faktor internal dan eksternal. Data primer merupakan faktor lingkungan internal dan eksternal Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kota Medan.
25
Kota Medan), data dari Dinas Pertanian Sumatera Utara yang berhubungan
dengan penelitian. Data sekunder yang dikumpulkan mencakup data penduduk usia sekolah di Kota Medan, data penduduk kelas ekonomi menengah ke atas di Indonesia, data kegiatan berupa data pemasaran Dinas Pertanian Sumatera
Utara dan BKP Kota Medan, serta sarana dan prasarana yang ada di Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kota Medan, yang bersumber dari pemerintah pusat.
3.4 Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam menjelaskan identifikasi masalah adalah analisis deskriptif, yaitu dengan metode SWOT yang merupakan metode
penyusunan strategi dengan mengevaluasi kekuatan (strenghs), kelemahan (weakness), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) dalam suatu proyek atau suatu spekulasi bisnis. Analisis SWOT menyediakan pemahaman realistis
tentang hubungan suatu organisasi dengan lingkungannya untuk mendapatkan terciptanya strategi yang dapat memaksimumkan kekuatan dan peluang serta
meminimumkan kelemahan dan ancaman yang ada. Selanjutnya untuk mengetahui hasil analisis berada diposisi mana, dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Kuadran 1 : Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Usaha
tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung
kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth Oriented Srategy).
Kuadran 2 : Meskipun menghadapi berbagai ancaman, usaha ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk menghadapi ancaman jangka panjang dengan cara
strategi diversifikasi (produk/jasa).
Kuadran 3 : Usaha menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain
pihak, lembaga akan menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Kondisi bisnis pada kuadran 3 ini mirip dengan Question Mark pada BCG matrik. Fokus strategi perusahaan ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal usaha
sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih.
Kuadran 4 : Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, usaha
tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.
Langkah-langkah pembuatan SWOT, sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan penelitian / objek penelitian.
Langkah yang paling awal dalam membuat SWOT adalah dengan menentukan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui faktor-faktor internal dan eksternal
27
2. Menentukan faktor-faktor lingkungan / pengaruh.
Dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemasaran sayuran hidroponik, maka dapat diidentifikasikan beberapa variabel yang akan menentukan peningkatan pemasaran sayuran hidroponik. Faktor-faktor tersebut
dapat diperoleh dari studi literature dan pra-survey. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh yaitu:
1. Lokasi pasar
2. Harga yang diterima petani
3. Pelanggan tetap (permintaan pasar)
4. Pemetaan GAP dan SOP 5. Dukungan pemerintah
6. Jaringan pemasaran 7. Modal
8. Keragaman sayuran hidroponik
9. Jadwal tanam
10.Keahlian pascapanen
11.Pembinaan tenaga penyuluh 12.Fasilitas promosi
13.Pameran
14.Pesaing
15.Pengalaman/keterampilan produsen
3. Menentukan faktor strategis.
Setelah diperoleh faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pemasaran dan produksi sayuran hidroponik, kemudian dipilih faktor-faktor yang secara signifikan dapat mempengaruhi peningkatan pemasaran dan produksi sayuran
hidroponik. Faktor ini disebut sebagai faktor strategis. Pemilihannya ditentukan berdasarkan pengamatan langsung ke lokasi penelitian dan diperoleh dari hasil
wawancara dengan 15 orang petani, 10 orang konsumen, 1 orang penyuluh, 2 orang anggota Komunitas Hidroponik Kota Medan (KOHIMED) dan 2 orang pejabat Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kota Medan.
4. Klasifikasi faktor strategis menjadi faktor internal dan faktor eksternal.
Setelah diketahui faktor-faktor strategis, selanjutnya diklasifikasikan menjadi 2
bagian, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal adalah faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kota Medan atau faktor yang dimiliki oleh petani, konsumen, dan pihak-pihak lain
yang terkait dalam pemasaran dan produksi sayuran hidroponik, sedangkan faktor internal adalah faktor yang dapat dikendalikan oleh Badan Ketahanan
Pangan (BKP) Kota Medan.
5. Penentuan faktor S,W,O dan T berdasarkan skor.
Setelah diklasifikasikan faktor-faktor internal dan eksternal, kemudian disusun
kuisioner yang akan ditanyakan kepada responden untuk memperoleh penilaian setiap faktor. Kondisi eksisting setiap faktor diperoleh melalui wawancara
29
mulai dari 4 sampai dengan 1. Setelah diperoleh skor setiap faktor dari setiap
responden, kemudian dicari nilai rata-rata aritmatika dari seluruh responden sehingga dapat ditentukan apakah faktor tersebut termasuk kedalam faktor eksternal (peluang dan ancaman) atau faktor internal (kekuatan dan
kelemahan). Pada internal 1 dan 2 termasuk kelemahan, 3 dan 4 adalah kekuatan. Pada eksternal 1 dan 2 termasuk ancaman, 3 dan 4 termasuk peluang.
6. Penentuan bobot.
Setelah diperoleh skor tiap faktor kemudian dilakukan pembobotan setiap faktor. Pembobotan ini dilakukan dengan cara teknik komparasi berpasangan
dengan memakai pembobotan yang dilakukan oleh Saaty (1998). Metode ini menggunakan model Pairwise Comparision Scale yaitu dengan
membandingkan faktor yang satu dengan faktor lainnya dalam satu hirarki berpasangan, sehingga diperoleh nilai kepentingan dari masing-masing faktor. Rincian nilai kepentingan tersebut ditentukan berdasarkan kemampuan
responden untuk membedakan nilai antar faktor yang dipasangkan. Semakin besar kemampuan responden untuk membedakan, maka akan semakin rinci
juga pembagian nilanya. Nilai dari masing-masing faktor tidak lepas dari skala banding berpasangan yang ditemukan oleh Saaty (1998) dengan skala nilai yang dimodifikasi hanya menggunakan skala nilai 1 sampai 3 sebagai berikut:
1 = kedua faktor sama pentingnya
2 = satu faktor lebih penting dari pada faktor lainnya
7. Matriks perbandingan seluruh faktor untuk tiap responden.
Setelah diperoleh nilai kepentingan masing-masing faktor dari tiap responden selanjutnya dibuat matriks penilaian tiap responden yang akan menjadi bobot
dari tiap faktor.
8. Matriks perbandingan seluruh faktor untuk seluruh responden.
Setelah diperoleh matriks perbandingan penilaian tiap faktor dari setiap responden, kemudian dicari nilai rata-rata geometris perbandingan dari seluruh
responden dengan rumus:
G = n√X1.X2.X3. … Xn
Dimana : n = Jumlah responden X
1 = Nilai faktor ke-i untuk responden 1
X
2 = Nilai faktor ke-i untuk responden 2
X
3 = Nilai faktor ke-i untuk responden 3
X
31
9. Normalisasi dan rata-rata bobot.
Setelah diketahui nilai rata-rata geometris, kemudian nilai rata-rata tersebut dinormalisasikan untuk mendapatkan nilai dari masing-masing faktor strategis. Nilai inilah yang akan menjadi bobot faktor-faktor strategis Badan Ketahanan
Pangan (BKP) Kota Medan.
10. Menentukan skor terbobot dan prioritas.
Setelah diperoleh bobot tiap faktor strategis, dicari skor terbobot dengan cara mengalikan skor dari tiap faktor dengan bobot yang akan diperoleh dalam tiap faktor. Nilai dari skor terbobot ini digunakan untuk mengetahui bagaimana
reaksi Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kota Medan terhadap faktor strategis eksternal dan faktor strategis internalnya.
11. Formulasi strategi dengan menggunakan matriks SWOT.
Selanjutnya menyusun faktor-faktor strategis dengan menggunakan matriks SWOT. Selisih faktor eksternal akan menentukan peluang atau ancaman,
sedangkan seliih faktor internal akan menetukan kekuatan atau kelemahan.
Keterangan :
Kuadran I :
Ini merupakan situasi yang menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi
yang diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif.
Kuadran II :
Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan
kekuatan untuk mengatasi ancaman jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk/pasar).
Kuadran III :
Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain pihak menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus strategi ini yaitu
meminimalkan masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut pasar yang lebih baik (turn around).
Kuadran IV :
Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal. Fokus strategi yaitu
33
3.5 Definisi & Batasan Operasional
Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini, maka dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut :
3.5.1 Definisi
1. Hidroponik merupakan sebutan untuk sebuah teknologi bercocok tanam tanpa menggunakan tanah.
2. Strategi pemasaran adalah keseluruhan langkah untuk mencapai sasaran tertentu dan harus menjelaskan langkah apa yang akan diambil untuk mencapai
sasaran, waktu pelaksanaan dan pengalokasian sumber daya.
3. Analisis SWOT merupakan analisis yang digunakan sebagai dasar untuk menentukan strategi peningkatan pemasaran dan produksi, dilakukan dengan
cara identifikasi terhadap kekuatan dan kelemahan melalui analisis kondisi internal, serta mengidentifikasi peluang dan ancaman melalui analisis kondisi
eksternal.
4. Faktor internal merupakan kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan yang dimiliki dan dapat dikontrol oleh Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kota
Medan.
5. Faktor eksternal merupakan peluang dan ancaman yang tidak dapat dikontrol Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kota Medan.
6. Kekuatan (Strength) adalah situasi dan kemamapuan dari faktor internal yang bersifat positif terhadap peningkatan pemasaran dan produksi sayuran
7. Kelemahan (Weaknes) adalah situasi dan kelemahan dari faktor internal yang
bersifat negatif terhadap peningkatan pemasaran dan produksi sayuran hidroponik.
8. Peluang (Oportunity) adalah situasi dari faktor eksternal yang bersifat positif,
yang mendorong peningkatan pemasaran dan produksi sayuran hidroponik.
9. Ancaman (Threat) adalah situasi dari faktor eksternal yang bersifat negatif,
yang menjadi penghalang peningkatan pemasaran dan produksi sayuran hidroponik.
10. Leaflet (selebaran) adalah promosi melalui selebaran mengenai sayuran
hidroponik.
11. Jaringan pemasaran adalah proses pemasaran sayuran hidroponik dari
produsen ke konsumen.
12. GAP (Good Agricultural Practices) dan SOP (Standar Operasional Procedure) yang merupakan pedoman budidaya dan standar yang baik untuk
sayuran hidroponik.
3.5.2 Batasan Operasional
1. Penelitian dilakukan di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.
2. Sampel adalah petani dan konsumen sayuran hidroponik di Kota Medan, penyuluh, Komunitas Hidroponik Kota Medan (KOHIMED), Badan
Ketahanan Pangan (BKP) Kota Medan.
BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN
KARAKTERISTIK RESPONDEN
4.1 Deskripsi Daerah Penelitian
Kota Medan terletak antara 3°.27' − 3°.47' Lintang Utara dan 98°.35' − 98°.44'
Bujur Timur, dengan ketinggian 2,5 – 37,5 meter di atas permukaan laut. Kota Medan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang pada sebelah utara, selatan,
barat, dan timur.
Kota Medan merupakan salah satu dari 33 Daerah Tingkat II di Sumatera Utara dengan luas daerah sekitar 265,10 km². Kota ini merupakan pusat pemerintahan
Daerah Tingkat I Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang di sebelah utara, selatan, barat dan timur. Sebagian besar wilayah
Kota Medan merupakan dataran rendah yang merupakan tempat pertemuan dua sungai penting, yaitu Sungai Babura dan Sungai Deli.
Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum menurut Stasiun
BBMKG Wilayah I pada tahun 2015 yaitu 21,2°C dan suhu maksimum yaitu 35,1°C serta menurut Stasiun Sampali suhu minimumnya yaitu 21,8°C dan suhu maksimum yaitu 34,3°C. Kelembaban udara di wilayah Kota Medan rata-rata 81 -
82%, dan kecepatan angin rata-rata sebesar 2,3m/sec, sedangkan rata-rata total laju penguapan tiap bulannya 108,2mm. Hari hujan di Kota Medan pada tahun
4.1.1 Perencanaan Kota
Kota yang berwibawa setidaknya terlihat dengan nuansa penataan yang apik. Penataan ruang yang sesuai dengan peruntukkan harus mengemukakan pengaruh lingkungan alam disamping penempatan zona ekonomi yang sesuai dengan tata
letak kota.
Tabel 4.1 Jumlah Kelurahan dan Lingkungan Menurut Kecamatan di Kota Medan Tahun 2010-2015.
37
4.1.2 Penduduk
Pembangunan kependudukan dilaksanakan dengan mengindahkan kelestarian sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup sehingga mobilitas dan persebaran
penduduk tercapai optimal.
Mobilitas dan persebaran penduduk yang optimal, berdasarkan pada adanya keseimbangan antara jumlah penduduk dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Persebaran penduduk yang tidak didukung oleh lingkungan dan
pembangunan akan menimbulkan masalah sosial yang kompleks, dimana penduduk menjadi beban bagi lingkungan maupun sebaliknya.
Pada tahun 2015, penduduk Kota Medan mencapai 2.210.624 jiwa. Dibanding hasil proyeksi penduduk 2014, terjadi pertambahan penduduk sebesar 19.484 jiwa (0,89%). Dengan luas wilayah mencapai 265,10 km2, kepadatan penduduk
mencapai 8.339 jiwa/km2.
4.2 Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini terbagi atas 5 komponen yang terdiri dari Komunitas Hidroponik Kota Medan (KOHIMED), pejabat Badan Ketahanan
Pangan (BKP) Kota Medan, penyuluh, konsumen sayuran hidroponik dan petani hidroponik. Jumlah responden yang diambil mewakili KOHIMED sebanyak 2 orang, pejabat Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kota Medan 2 orang, penyuluh 1
orang, konsumen sayuran hidroponik 10 orang dan petani hidroponik 10 orang. Karakteristik responden yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi umur, dan
4.2.1 Karakteristik Komunitas Hidroponik Kota Medan (KOHIMED)
Responden dalam penelitian ini adalah pengurus Komunitas Hidroponik Kota Medan (KOHIMED), yakni ketua dan admin KOHIMED. Ketua KOHIMED bernama Bapak Samuel berusia 36 tahun dan pendidikan terakhir S1, dan admin
KOHIMED adalah Bapak Sudarso berusia 50 tahun dan pendidikan terakhir D3.
4.2.2 Karakteristik Badan Ketahanan Pangan (BKP)
Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kota Medan memiliki visi yakni sebagai
lembaga yang tangguh, inovatif, dan aspiratif dalam menangani ketahanan pangan kota medan yang berkelanjutan.
Pejabat Badan Ketahanan Pangan (BKP) yang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki jabatan yang berbeda-beda, yaitu Kepala Bidang Distribusi Pangan Badan Ketahanan Pangan Kota Medan, dan Kepala Sub-bidang Distribusi
Pangan Badan Ketahanan Pangan Kota Medan. Kepala Bidang Distribusi Pangan Badan Ketahanan Pangan Kota Medan, yakni Bapak Fahris H. Hutagalung yang
berusia 33 tahun dengan pendidikan terakhir S2. Sedangkan Kepala Sub-bidang Distribusi Pangan Badan Ketahanan Pangan Kota Medan, yakni Ibu Andi berusia
54 tahun dengan pendidikan terakhir S2.
Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kota Medan memiliki tugas pokok dan fungsi yang harus dijalankan. Adapun tugas pokok BKP Kota Medan adalah
melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan urusan pemerintahan daerah bidang ketahanan pangan. Sedangkan fungsi dari BKP Kota Medan adalah sebagai berikut : (i) Perumusan kebijakan teknis dibidang ketahanan pangan. (ii)
39
ketahanan pangan. (iii) Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang ketahanan
pangan. (iv) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya. Bidang yang tersedia yakni : (i) Bidang Ketersediaan dan Kerawanan Pangan. (ii) Bidang Distribusi dan Akses Pangan. (iii) Bidang
Konsumsi, Mutu, dan Keamanan Pangan.
4.2.3 Karakteristik Petani
Dari hasil wawancara dengan petani sayuran hidroponik di Kota Medan, maka
didapat karakteristik petani sebagai berikut:
Tabel 4.2 Karakteristik Petani
No. Karakteristik Rentang Rata-rata
1. Umur (Tahun) 23-63 41
2. Pendidikan SMP-S1 S1
3. Pengalaman bertani 0.5 – 4 tahun 1.6 tahun Sumber: Analisis Data Primer, Lampiran (2017)
Berdasarkan Tabel 4. Dapat dilihat bahwa rata-rata umur petani adalah 41 tahun. Hal ini menunjukkan petani sayuran hidroponik di Kota Medan masih tergolong usia produktif (23 tahun – 63 tahun) yaitu masih potensial dalam melakukan
kegiatan usahanya.
Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan formal dari tingkat SMP sampai sarjana. Rata-rata pendidikan petani adalah 22 tahun yaitu setingkat dengan
4.2.4 Karakteristik Konsumen
Dari hasil wawancara dengan konsumen sayuran hidroponik di Kota Medan, maka didapat karakteristik konsumen sebagai berikut:
Tabel 4.3 Karakteristik Konsumen
No. Karakteristik Rentang Rata-rata
1. Umur (Tahun) 21-49 33
2. Pendidikan S1-S2 S1
3. Pengalaman 1.5 – 2 tahun 1.6 tahun
Sumber: Analisis Data Primer, Lampiran (2017)
Berdasarkan Tabel 4. Dapat dilihat bahwa rata-rata umur konsumen adalah 33
tahun. Hal ini menunjukkan konsumen sayuran hidroponik di Kota Medan tergolong usia dewasa (21 tahun – 49 tahun) hingga usiayaitu masih potensial
dalam melakukan kegiatan usahanya.
Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan formal dari tingkat S1 sampai S2.
Rata-rata pendidikan petani adalah 22 tahun yaitu setingkat dengan sarjana, dengan tingkat pendidikan yang paling rendah adalah S1 dan yang paling tingi adalah setingkat S2.
4.2.5 Karakteristik Penyuluh
Responden dalam penelitian ini adalah penyuluh pertanian Dinas Pertanian Kota Medan. Responden ini bernama Ibu Rohma yang berusia 47 tahun dan pendidikan
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Analisis Kondisi Eksisting dari Faktor-faktor Strategis Dianilisis dengan Menggunakan Skor
Faktor strategis yang mempengaruhi pemasaran sayuran hidroponik dibagi atas
faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan yang dimiliki BKP Kota Medan, sedangkan faktor eksternal merupakan peluang dan ancaman yang diluar kendali dari BKP Kota
Medan.
5.1.1 Analisis Kondisi Eksisting Faktor Internal Dianalisis dengan Skor
Faktor internal terdiri dari kekuatan dan kelemahan dalam pemasaran sayuran hidroponik yang dilakukan oleh Badan Ketahanan Pangan seperti; penetapan GAP dan SOP, pengawasan pelaksanaan GAP dan SOP, dukungan pemerintah,
pembinaan tenaga penyuluh, leaflet (selebaran), pameran, dan fasilitas penelitian. Berikut hasil penelitian melalui kuisioner dan observasi yang dilakukan untuk
menunjukkan skor faktor internal tersebut: Tabel 5.1 Penentuan Skor Faktor Internal
No. Uraian Rata-rata 2 Pengawasan pelaksanaan
GAP dan SOP 2.3 Kelemahan BKP dan penyuluh (3) 3 Dukungan Pemerintah 4 Kekuatan BKP dan penyuluh (3) 4 Pembinaan tenaga
penyuluh 4 Kekuatan BKP dan penyuluh (3)
5 Leaflet (selebaran) 2 Kelemahan BKP dan penyuluh (3)
6 Pameran 2 Kelemahan BKP dan penyuluh (3)
7 Fasilitas penelitian 1 Kelemahan BKP dan penyuluh (3)
Tabel 5.1 Menunjukkan bahwa hasil penilaian faktor internal yang mempengaruhi
pemasaran sayuran hidroponik terdapat 3 kekuatan dan 4 kelemahan. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Penetapan GAP dan SOP
Untuk menghasilkan produk bermutu yang mencakup penerapan teknologi ramah lingkungan, pencegahan penularan OPT (Organisme Pengganggu Tanaman),
penjagaan kesehatan, dan meningkatkan kesejahteraan pekerja maka perlu penerapan GAP (Good Agricultural Practices) dan SOP (Standard Operasional Procedure) yang merupakan pedoman budidaya yang dan standard produk yang
dihasilkan baik. Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada pejabat Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kota Medan dan penyuluh pertanian, penerapan GAP
dan SOP untuk usaha tani hidroponik sudah diperkenalkan. Terdapat beberapa titik kendali wajib pedoman budidaya tanaman sayuran hidroponik seperti: tidak menggunakan bahan kimia untuk mencegah terjadinya resiko cemaran pada
produk dan lingkungan, media tanam tidak mengandung cemaran bahan berbahaya dan beracun (B3), nutrisi yang digunakan tidak kadaluarsa, dan petani
mampu menunjukkan pengetahuan dan keterampilan panen. Pedoman tersebut akan menghasilkan produk sesuai tuntutan masyarakat global yang aman bagi
lingkungan dan konsumen.
2. Dukungan BKP dalam Penyediaan Sarana dan Prasaranana
Dalam meningkatkan pemasaran sayuran hidroponik, dukungan pemerintah sangatlah diperlukan terkhusus dalam produksi agar tercipta produk yang
43
Kota Medan dan petani untuk meningkatkan produksi dan kualitas sayuran
hidroponik seperti modul hidroponik dan bibit serta nutrisi hidroponik. Namun, saat ini sudah tidak ada lagi, karena BKP melihat bantuan tersebut tidak digunakan dengan maksimal dan tidak terawat. Oleh sebab itu, BKP berharap agar
masyarakat dan petani yang baru memulai usahatani hidroponik ini lebih serius dengan menggunakan sarana dan prasarana secara mandiri.
3. Pembinaan Tenaga Penyuluh
Introduksi teknologi inovatif membutuhkan tenaga penyuluhan yang handal agar transfer teknologi kepada petani dapat dilakukan tanpa mengalami distorsi
lapangan. Dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para penyuluh pertanian, Dinas Pertanian Pusat pernah memberikan pembinaan (2014) kepada penyuluh khusus sayuran hidroponik. Pembinaan diarahkan pada
pemberian pelatihan teknik dan manajerial budidaya seperti aturan pemberian pupuk, penggunaan pestisida dan herbisida sesuai dengan aturan dan dosis yang
tepat, pascapanen, dan pemasaran tanaman hias seperti perlakuan yang tepat dalam pengiriman produk, teknik pendampingan kelompok tani, dan prinsip-prinsip penyuluhan. Melalui program pembinaan dan pemberdayaan secara
berkelanjutan yang diharapkan dapat diperoleh tenaga penyuluh handal di bidang pengembangan industri dan pemasaran tanaman hias. Pembinaan tenaga penyuluh
4. Pengawasan Pelaksanaan GAP dan SOP
Badan Ketahanan Pangan sudah mengenalkan GAP dan SOP kepada petani dalam usaha tani yang dilakukan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada pejabat BKP Kota Medan dan penyuluh, penyuluh pertanian selalu melakukan
pertemuan minimal 1 kali dalam sebulan untuk membahas permasalahan yang dialami petani dalam budidaya tanaman hidroponik. BKP tidak secara langsung
melakukan pengawasan terhadap petani hidroponik. Hal ini juga karena pelaksanaan budidaya tanaman hidroponik tidak terlalu sulit dan tidak menggunakan bahan kimia, oleh karena itu dirasa tidak memerlukan pengawasan
yang lebih.
5. Penggunaan Leaflet (Selebaran).
Promosi merupakan media yang efektif untuk komunikasi antar pelaku usaha
hidroponik untuk mendorong peningkatan pasar yang berdampak terhadap peningkatan kegiatan produksi yang akan membuka lapangan kerja bagi
masyarakat setempat dan peningkatan pemasaran agar dapat menembus pasar Internasional. Salah satu jenis sarana promosi adalah leaflet (selebaran).
Badan Ketahanan Pangan pernah menyediakan leaflet (selebaran) untuk produk
hidroponik. Leaflet (selebaran) menjelaskan kelebihan serta manfaat dari sayuran hidroponik. Namun, ternyata selebaran hanya disebar pada saat event tertentu saja.
45
Dengan kondisi tersebut, leaflet yang disediakan masih kurang efektif digunakan
sebagai sarana meningkatkan pemasaran sayuran hidroponik, faktor ini merupakan suatu kelemahan.
6. Pameran
Pameran adalah salah satu kegiatan untuk menunjukkan atau memperkenalkan produk secara langsung. Dalam hal ini, pameran hidroponik dilaksanakan pada
event tertentu seperti kegiatan kampus ataupun pameran pertanian.
Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa pameran yang dilaksanakan untuk sayuran hidroponik tidak rutin. Biasanya dalam satu bulan, bisa diadakan, tapi
dalam bulan berikutnya belum tentu ada pameran hidroponik. Oleh sebab itu, kurangnya pengadaan pameran juga menjadi kelemahan BKP untuk
meningkatkan pemasaran sayuran hidroponik.
7. Fasilitas Penelitian.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada pejabat BKP dan penyuluh,
diketahui bahwa belum ada sama sekali fasilitas penelitian untuk tanaman hidroponik. Hal ini dikarenakan, tanaman hidroponik masih bisa dikatakan baru
disosialisasikan oleh Badan Ketahanan Pangan.
5.1.2 Analisis Kondisi Eksisting Faktor Eksternal Dianalisis dengan Skor
Faktor eksternal yang merupakan peluang dan ancaman dalam pemasaran sayuran hidroponik yang dilakukan oleh Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kota Medan terdiri dari lokasi pasar, harga yang diterima petani, pelanggan tetap, pelaksanaan
jadwal tanam, keahlian pascapanen, pesaing, pengalaman produsen dan peran
asosiasi/kelembagaan tani.
Tabel 5.2 Penentuan Skor Faktor Eksternal
No. Uraian Rata-rata 2 Harga yang diterima
petani 3.7 Peluang Petani dan KOHIMED (12)
3 Pelanggan tetap 2.5 Ancaman Petani, KOHIMED, konsumen (22) 4 Pelaksanaan GAP dan
SOP 2.7 Peluang Petani dan KOHIMED (12)
5 Jaringan pemasaran 2.7 Peluang Petani dan KOHIMED (12) 6 Permodalan 3.7 Peluang Petani dan KOHIMED (12) 7 Keragaman sayuran
hidroponik 2 Ancaman
Petani, KOHIMED, konsumen (22) 8 Jadwal tanam 2.3 Ancaman Petani dan KOHIMED (12) 9 Keahlian pascapanen 3.7 Peluang Petani dan KOHIMED (12)
10 Pesaing 3.4 Peluang Petani dan KOHIMED (12)
11 Pengalaman produsen 2.8 Peluang Petani, KOHIMED, konsumen (22) 12 Peran asosiasi /
kelembagaan tani 2.1 Ancaman Petani dan KOHIMED (12) Sumber: Lampiran 6
Tabel 5.2 Menunjukkan bahwa hasil penilaian faktor eksternal yang mempengaruhi pemasaran sayuran hidroponik terdapat 8 peluang dan 4 ancaman.
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Lokasi Pasar
Dalam penelitian ini, sayuran hidroponik dipasarkan dalam berbagai kalangan. Di
Kota Medan, terdapat beberapa pusat perbelanjaan yang menyediakan sayuran hidroponik. Misalnya adalah Hypermart Sun Plaza, Center Point, Berastagi
Supermarket, dan Transmart Plaza Medan Fair.
47
yang terdiri dari 10 petani dan 2 anggota Komunitas Hidroponik. Ada responden
yang memasarkan produknya di pusat perbelanjaan. Namun, ada juga responden yang memasarkan produknya secara langsung kepada konsumen.
Selain itu, berdasarkan wawancara dengan 10 orang konsumen, responden tidak
kesulitan dalam membeli sayuran hidroponik. Karena konsumen dapat membeli produk tersebut di pusat perbelanjaan yang berada di jalan lintas.
Pusat perbelanjaan di Kota Medan, sebagian besar terletak di pusat kota dan berada di jalan lintas. Dengan lokasi pasar tersebut, konsumen akan lebih mudah melakukan transaksi dan pembelian produk. Selain itu, produsen yang
memasarkan langsung ke konsumen juga berada tidak jauh dari jalan lintas, dan dekat dengan sentra produksi. Tempat pemasaran sayuran hidroponik berada kira-kira 200m dari jalan lintas. Hal ini merupakan suatu peluang untuk meningkatkan
pemasaran sayuran hidroponik.
2. Harga yang Diterima Petani
Harga yang diterima petani merupakan harga yang diperoleh dari pendistribusian sayuran hidroponik di pasar. Hasil penelitian terhadap petani yang menjadi
responden, menunjukkan bahwa harga yang diterima petani sama dengan harga rata-rata yang berlaku di pasar. Hal ini dikarenakan konsumen yang bersedia
3. Pelaksanaan GAP dan SOP
Sejauh ini, Badan Ketahanan Pangan sudah mengenalkan GAP dan SOP kepada petani, berupa panduan secara umum dalam melakukan budidaya sayuran hidroponik. Berdasarkan penelitian dan observasi yang dilakukan di Kota Medan,
responden sayuran hidroponik cenderung sudah mengetahui GAP dan SOP terutama petani yang menjadi anggota komunitas hiroponik, dan dalam
pelaksanaannya petani sudah mengikuti prosedur tersebut. Karena budidaya hidroponik tidak sulit untuk dilakukan, maka secara umum petani menggunakan panduan yang hampir sama. Selain itu, petani merasa produk yang dihasilkan
sudah cukup baik meskipun tidak 100% mengikuti acuan panduan budidaya hidroponik.
Hal ini menjadi peluang, karena apabila pelaksanaan GAP dan SOP yang baik
akan menghasilkan produk yang baik pula. Sesuai dengan tuntutan masyarakat global.
4. Jaringan Pemasaran
Pemasaran sayuran hidroponik memerlukan jaringan pemasaran yang luas, mengingat belum terlalu banyak masyarakat yang mengetahui sayuran hidroponik.
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, sebagian besar petani memasarkan sayuran langsung pada konsumen, menggunakan jasa re-seller, dan
melalui online marketing. Berdasarkan Tabel 5.2 skor yang diperoleh adalah sebesar 2,7, yakni dapat dikatakan cukup berkembang.
Dengan begini, maka jaringan pemasaran merupakan peluang yang baik untuk
49
5. Permodalan Usaha Pribadi
Permodalan diukur dari sumber modal yang diperoleh petani untuk melakukan usaha tani sayuran hidroponik. Dari hasil penelitian yang dilakukan kepada 12 responden produsen, menunjukkan bahwa permodalan dalam melakukan budidaya
sayuran hidroponik sepenuhnya menggunakan modal sendiri. Meskipun lembaga peminjaman permodalan sudah tersedia seperti Bank dan CU serta penawaran
pinjaman modal tinggi tetapi petani cenderung tidak menggunakan lembaga peminjaman tersebut sebagai sumber modal. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti beberapa petani hidroponik kurang tertarik untuk memperluas usaha
hidroponiknya karena tanaman hortikultura pangan juga dibudidayakan, merasa dibebani dengan syarat-syarat yang diajukan, serta masih takut menanggung
resiko. Selain itu, seluruh petani memiliki cukup modal untuk memulai usaha hidroponik.
6. Keahlian Pascapanen
Untuk mendapatkan harga yang pantas di pasar, sayuran yang dihasilkan harus bermutu tinggi dan tahan lama. Oleh karena itu, petani harus mampu melakukan kegiatan pascapanen dengan tepat agar sayuran hidroponik yang dihasilkan
memiliki nilai di pasar. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan terhadap kegiatan pascapanen yang dilakukan oleh petani hidroponik di Kota Medan, sudah
banyak melakukan kegitan pascapanen yang tepat. Kegiatan tersebut mencakup pelaksanaan grading agar sayurang yang dipasarkan hanya sayuran yang berkualitas dan tidak layu, waktu panen yang tepat, cara panen yang tepat yakni
7. Pesaing
Berdasarkan Tabel 5.2 skor yang diperoleh adalah 3,4, yang berarti ini merupakan sebuah peluang untuk meningkatkan pemasaran sayuran hidroponik. Hal ini diketahui berdasarkan wawancara dengan 12 produsen sayuran hidroponik,
hampir seluruh produsen tidak memiliki pesaing karena produk selalu habis terjual, terutama oleh rumah tangga yang berada di sekitar lokasi pemasaran.
Hanya ada 3 responden yang mengaku memiliki pesaing, hal ini dikarenakan lokasi yang berdekatan dengan produsen lainnya. Ada juga responden yang memiliki pesaing dalam melakukan pemasaran di pusat perbelanjaan. Misalnya
adalah merk produk hidroponik Deli Hidroponik dan Hailey’s Farm.
8. Pengalaman Produsen.
Sayuran hidroponik dapat dikatakan baru muncul dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat. Namun, petani sudah mengetahui mengenai hidroponik dalam kurun waktu 1,5-2 tahun. Skor yang diperoleh berdasarkan wawancara dan observasi
menunjukkan bahwa pengalam produsen adalah sebesar 2,8 , sebagian besar produsen sayuran hidroponik dikota medan sudah menanam tanaman hidroponik selama kurun waktu 1,5-2 tahun. Ada 5 produsen yang memiliki pengalaman
menanam sayuran hidroponik selama > 2 tahun. Hal ini merupakan peluang, sejak diperkenalkan hidroponik pada masyarakat yang sudah berjalan lebih dari 2 tahun.
Petani hidroponik sudah mendapat banyak pengalaman selama melakukan budidaya sayuran hidroponik.
9. Pelanggan
51
memiliki skor 2,5 yang berarti bahwa ini menjadi sebuah ancaman untuk
meningkatkan pemasaran sayuran hidroponik. Hal ini karena, produsen lebih banyak memasarkan pada rumah tangga dan re-seller. Namun ada juga produsen yang memasarkan pada hotel, restaurant dan supermarket, meskipun tidak banyak.
Hal ini karena, sulitnya produsen dalam hal administrasi untuk memasarkan produknya di pusat perbelaanjaan dan membutuhkan proses yang cukup lama.
Sehingga, membuat produsen tidak memasarkan produknya ke pusat perbelanjaan. Produsen berharap, BKP membantu agar diberikan kemudahan oleh pusat perbelanjaan untuk memasarkan sayuran hidroponik mereka, melihat
tingginya permintaan akan sayuran hidroponik.
10. Keragaman Sayuran Hidroponik
Berdasarkan Tabel 5.2 skor yang diperoleh adalah sebesar 2. Hal ini merupakan
sebuah ancaman untuik meningkatkan pemasaran sayuran hidroponik. Sebagian besar produsen hanya menjual 3 jenis sayuran hidroponik. Hanya 4 responden
yang menjual 5-7 jenis sayuran hidroponik. Hal ini dikarenakan lahan yang dimiliki sebagian besar oleh petani tidak cukup banyak. Selain itu petani hanya nenjual jenis sayuran yang umum dicari oleh konsumen yakni kangkung, selada,
11. Kesesuaian Jadwal Tanam dengan Permintaan Pasar
Untuk meningkatkan pemasaran sayuran hidroponik perlu adanya kesesuaian jadwal tanam dengan permintaan pasar. Berdasarkan hasil wawancara hasil observasi dengan 12 produsen sayuran hiroponik hanya 2 produsen yang
menanam sayuran hidroponik dengan mengikuti pangsa pasar. Selebihnya petani hanya menanam sayuran hidroponik sesuai keinginan. Hal ini ancaman utuk
meningkatkan pemasaran sauran hidroponik, melihat permintaan pasar yang cukup tinggi namun tidak dibarengi oleh jadwal tanam produsen.
12. Peran Asosiasi/Kelembagaan Tani
Di Kota Medan, terdapat Komunitas Hidroponik Kota Medan (KOHIMED) yang terbentuk pada tahun 2015. Namun, komunitas ini hanya sebuah komunitas untuk saling berbagi mengenai budidaya tanaman hiroponik. Tidak ada struktur yang
jelas dari komunitas ini. Dalam komunitas ini, produsen saling membantu dalam melakukan pemasaran sayuran hidroponik. Selain itu, komunitas ini juga
mengadakan pertemuan untuk berdiskusi.
Namun, dalam komunitas ini tidak ada membantu menyediakan sarana dan prasarana yang diperlukan. Anggota hanya saling berkomunikasi, dan saling
membantu sesuai dengan kemampuan. Produsen berharap, pemerintah membentuk komunitas hidroponik yang sah sehingga memudahkan petani
53
5.2 Pembobotan Faktor-faktor Strategis
Nilai penting dari faktor-faktor strategis dianalisis dengan menggunakan pembobotan. Pembobotan dilakukan dengan menggunakan teknik komparasi berpasangan, berikut hasil pembobotan faktor - faktor internal disajikan dalam
Tabel 5.3
Tabel 5.3 Tabel IFAS
Faktor-faktor Internal Bobot
1 Penetapan GAP dan SOP 0.18
2 Pengawasan Pelaksanaan GAP dan SOP 0.16
3 Dukungan Pemerintah 0.21
4 Pembinaan Tenaga Penyuluh 0.13
5 Leaflet (selebaran) 0.10
6 Pameran 0.17
7 Fasilitas Penelitian 0.05
Total 1.00
Sumber: Lampiran 7, 9, 11
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa dukungan Badan Ketahanan Pangan dalam penyediaan sarana dan prasarana memiliki bobot yang paling besar dari pada
fakor-faktor lain sebesar 0,21. Penetapan GAP dan SOP yang memiliki bobot sebesar 0,18 dan pengawasan pelaksanaan GAP dan SOP yang memiliki bobot sebesar 0,16. Kedua faktor ini penting dalam peningkatan pemasaran karena
faktor tersebut merupakan salah satu tuntutan masyarakat global untuk komoditi pertanian. Kemudian diikuti oleh faktor yang memiliki bobot sebesar 0,17. Faktor tersebut merupakan salah satu cara untuk lebih memperkenalkan sayuran
hidroponik pada masyarakat luas. Pembinaan tenaga penyuluh yang memiliki bobot sebesar 0,13 dapat mendorong petani untuk melaksanakan GAP dan SOP
Untuk promosi yang dilakukan melalui leaflet dengan bobot sebesar 0,10 masih
dianggap sebagai faktor yang kurang penting, ini terlihat dari bobot yang sangat kecil untuk faktor tersebut. Selain itu fasilitas penelitian dengan bobot 0,05 juga dianggap kurang penting, hal ini terbukti dengan belum adanya fasilitas penelitian
untuk tanaman hidroponik.
Perhitungan bobot faktor eksternal pemasaran sayuran hidroponik dapat dilihat pada Tabel 5.4
Tabel 5.4 Tabel EFAS
Faktor-faktor Eksternal Bobot
1 Lokasi Pasar 0.0794
2 Harga yang Diterima Petani 0.0597
3 Pelanggan Tetap 0.1534
4 Peelaksanaan GAP dan SOP 0.055
5 Jaringan Pemasaran 0.1539
6 Permodalan 0.0404
7 Keragaman Sayuran Hidroponik 0.1118
8 Jadwal Tanam 0.076
9 Keahlian Pascapanen 0.0578
10 Pesaing 0.0502
11 Pengalaman Produsen 0.1081
12 Peran Asosiasi/Kelembagaan Tani 0.0542
Total 1.00
Sumber: Lampiran 8, 10, 12
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa jaringan pemasaran sayuran hidroponik dengan bobot sebesar 0,1539 merupakan faktor eksternal yang sangat penting dalam
peningkatan pemasaran diikuti oleh pelanggan tetap dan keragaman sayuran hidroponik dengan masing-masing bobot sebesar 0,1534 dan 0,1118. Keragaman
sayuran hidroponik akan menambah jumlah permintaan. Selain faktor tersebut, pengalaman produsen hidroponik dengan bobot 0,1081 juga dianggap penting. Lokasi pasar memiliki bobot 0,0794, jadwal tanam dengan bobot 0,076. Selain itu
55
yang diterima petani seluruhnya sama dengan harga yang berlaku di pasar, dan
tidak ada petani yang memiliki kerugian. Keahlian pascapanen dengan bobot 0,0578. Pelaksanaan GAP dan SOP dengan bobot 0,055 dan peran asosiasi/kelembagaan tani dengan bobot 0,0542 menunjukan bahwa kedua faktor
tersebut merupakan faktor eksternal yang dianggap kurang penting karena tidak terlalu dibutuhkan. Hal ini juga karena tidak adanya pesaing yang mengancam
pemasaran sayuran hidroponik, dengan bobot pesaing sebesar 0,0502. Modal dengan bobot 0,0404 dianggap kurang penting, karena seluruh petani tidak
mengalami masalah dalam memulai usaha dengan modal pribadi.
5.3 Penentuan Strategi Pemasaran Sayuran hidroponik
Selanjutnya dilakukan matriks evaluasi pemasaran sayuran hidroponik dengan menghitung perkalian antara skor dan bobot pada faktor internal yang bertujuan
untuk memperoleh skor terbobot. Perkalian antara skor dan bobot pada faktor internal dalam peningkatan pemasaran sayuran hidroponik disajikan pada Tabel
Tabel 5.5 Matriks Evaluasi Faktor Strategis Internal
Faktor-faktor Internal Bobot Skor Skor Terbobot
1. Kekuatan
Selisih Skor Kekuatan dan Kelemahan 0.942
Sumber: Lampiran 5 - 14
Hasil skor terbobot faktor internal yang paling tinggi adalah dukungan pemerintah (kekuatan) dengan skor terbobot sebesar 0,84 dan pengawasan pelaksanaan GAP dan SOP (kelemahan) dengan skor terbobot 0,368. Hasil analisis menunjukkan
bahwa pengaruh faktor internal yang paling dominan terhadap peningkatan pemasaran sayuran hidroponik terjadi pada dukungan pemerintah. Adanya
dukungan pemerintah terutama dalam penyediaan sarana dan prasarana dalam usaha tani sayuran hidroponik adalah langkah baik untuk meningkatkan pemasaran sayuran hidroponik. Misalnya saja, pemerintah sudah melakukan
pelatihan melalui tenaga penyuluh mengenai pemasaran sayuran hidroponik, namun dampaknya tidak terlalu besar karena akses penyuluh pada pemasaran juga
terbilang rendah.
Selain itu, GAP dan SOP yang sudah diperkenalkan juga diangap penting. Penetapan GAP dan SOP dengan skor terbobot 0,54 merupakan kekuatan, yang
57
dominan dengan skor terbobot 0,52. Adanya pembinaan tenaga penyuluh yang
rutin, dapat menambah wawasan penyuluh ketika akan memberikan penyuluhan kepada petani. Sehingga petani dapat meningkatkan pemasaran sayuran
hidroponik.
Saat ini, Pengawasan pelaksanaan GAP dan SOP dengan skor terbobot 0,368, menunjukkan masih kurangnya pengawasan terhadap pelaksanaan GAP dan SOP oleh petani. Budidaya tanaman hidroponik memang tidak rumit dan mudah untuk
dilakukan. Namun, perlu adanya pengawasan, sehingga sayuran tetap berkualitas. Pameran mengenai tanaman hidroponik masih tergolong rendah. Skor terbobot
pameran sebesar 0,34, hal ini dikarenakan belum ada jadwal rutin untuk mengadakan pameran mengenai tanaman hidroponik. Selain itu, leaflet dengan skor terbobot 0,2 yang tersedia juga masih kurang efektif dan fasilitas penelitian
dengan skor terbobot 0,05 dikarenakan belum adanya fasilitas penelitian untuk tanaman hidroponik.
Tabel 5.6 Matriks Evaluasi Faktor Strategis Eksternal
Faktor-faktor Eksternal Bobot Skor Skor Terbobot 1. Peluang
B Keragaman Sayuran Hidroponik 0.1118 2 0.22
C Jadwal Tanam 0.076 2.3 0.17
D Peran Asosiasi/Kelembagaan Tani 0.0542 2.1 0.11
Jumlah 0.2836 0.88
Selisih Skor Peluang dan Ancaman 0.98
Sumber: Lampiran 5 - 14
Hasil pembobotan faktor eksternal yang paling tinggi adalah jaringan pemasaran (peluang) dengan skor terbobot 0,42 dan pelanggan tetap (ancaman) dengan skor
terbobot 0,38. Jaringan pemasaran yang cukup berkembang dengan skor terbobot 0,30 merupakan peluang. Lokasi pasar yang cukup strategis juga merupakan peluang dengan skor terbobot 0,24. Harga yang diterima petani cenderung baik
dengan skor terbobot sebesar 0,22. Harga yang diterima petani sama dengan harga yang berlaku di pasar, hal ini juga dikarenakan keahlian pascapanen produsen
yang cukup baik. Keahlian pascapanen memiliki skor terbobot sebesar 0,21. Dalam pemasaran sayuran hidroponik, masih sedikit terdapat pesaing.
Tidak banyak pesaing merupakan peluang untuk meningkatkan pemasaran
59
petani hidroponik menggunakan modal pribadi dalam memulai usaha hidroponik.
Skor terbobot permodalan adalah sebesar 0,15. Usaha hidroponik dapat dilaksanakan dengan mudah, sehingga banyak petani hidroponik yang sudah melaksanakan panduan budidaya atau SOP dari tanaman hidroponik, skor
terbobot faktor ini adalah sebesar 0,15.
Pelanggan tetap hanyalah konsumen yang sama setiap waktu, dan belum meluas pada seluruh masyarakat di Kota Medan. Pelanggan tetap memiliki skor terbobot
0,38. Keragaman sayuran hidroponik yang diusahakan belum cukup beragam. Sebagian besar produsen hanya menanam 4 jenis sayuran hidroponik, tapi masih
banyak jenis sayuran yang dapat diusahakan secara hidroponik. Skor terbobot dari faktor eksternal keragaman sayuran adalah sebesar 0,22. Jadwal tanam sayuran hidroponik juga tidak mengikuti pangsa pasar, melainkan berubah-ubah sesuai
keinginan, dengan skor terbobot 0,17. Kurangnya peran asosiasi tani juga dikarenakan belum terstrukturnya komunitas yang ada, sehingga belum terlaksana
dengan baik. Skor terbobot peran asosiasi adalah sebesar 0,11.
Dari penjelasan diatas dapat dilihat pada Tabel 5.5 menunjukkan bahwa selisih skor terbobot faktor strategis internal (kekuatan-kelemahan) sebesar 0,942 artinya
pengaruh kekuatan sedikit lebih besar dibandingkan dengan kelemahan dalam peningkatan pemasaran sayuran hidroponik. Tabel 5.6 menunjukkan bahwa selisih
skor terbobot faktor strategis eksternal (peluang-ancaman) sebesar 0,98, artinya pengaruh peluang sedikit lebih besar dibandingkan dengan ancaman dalam
Berdasarkan penggabungan matriks evaluasi faktor eksternal dan internal tersebut
maka dapat diketahui posisi strategis peningkatan pemasaran sayuran hidroponik. Posisi strategis peningkatan pemasaran sayuran hidroponik dianalisis menggunakan matriks posisi, sehingga menghasilkan titik koordinat (x,y). Nilai x
diperoleh dari selisih faktor internal (kekuatan-kelemahan) dan nilai y diperoleh dari selisih faktor eksternal (peluang-ancaman). Posisi titik koordinat Cartesisus
pada Gambar 5.1 :
Gambar 5.1 Kuadran SWOT Pemasaran Sayuran hidroponik
Gambar 5.1 menunjukkan nilai x>0 yaitu 0,942 dan nilai y>0 yaitu 0,98. Hal ini berarti posisi strategi peningkatan pemasaran sayuran hidroponik berada pada
kuadran I yang menandakan kekuatan yang dimiliki Badan Ketahanan Pangan Kota Medan dalam pemasaran sayuran hidroponik lebih besar dari pada kelemahan, dan peluang yang dimiliki lebih besar dari ancaman yang ada.
61
peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada secara
maksimal. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif.
Kekuatan Badan Ketahanan Pangan terdapat pada penetapan GAP dan SOP, dan
pembinaan tenaga penyuluh yang dapat menghasilkan sayuran hidroponik yang sesuai dengan tuntutan masyarakat global, serta dukungan pemerintah yang dapat mendukung masyarakat yang ingin melakukan budidaya sayuran hidroponik.
Peluang yang dimanfaatkan yaitu lokasi pasar yang cukup strategis memudahkan konsumen untuk mendapat sayuran hidroponik, pengalaman produsen, jaringan
pemasaran yang cukup luas salah satunya melalui online marketing dapat menjangkau konsumen lebih banyak, serta tidak ada pesaing bagi para produsen untuk memasarkan sayuran hidroponik, dikarenakan jumlah produsen yang masih
sedikit.
Strategi agresif, apabila dibandingkan dengan peran Badan Ketahanan Pangan
(BKP) Kota Medan yang selama ini sudah berjalan dalam kaitannya dengan pemasaran sayuran hidroponik, maka strategi ini sangat diperlukan. Strategi ini sangat penting, agar pemasaran hidroponik lebih bertumbuh. Strategi BKP yang
sudah berjalan adalah strategi promosi yang dilakukan melalui pameran serta leaflet (selebaran). Namun kegiatan promosi tersebut belum efektif, terkait dalam
pelaksanaan pameran yang tidak rutin, serta dalam penyediaan selebaran yang belum memadai baik dalam hal konten yang disajikan maupun jumlah serta distribusi selebaran kepada masyarakat. Setelah dilakukan penentuan strategi
memanfaatkan lokasi pasar yang strategis untuk mengadakan promosi seperti
pameran dan selebaran yang lebih memadai baik dalam konten yang disajikan maupun jumlah.
Salah satu strategi yang dapat dijalankan oleh Badan Ketahanan Pangan (BKP)
Kota Medan adalah strategi promosi. BKP sudah memiliki kekuatan dan peluang yang apabila dimaksimalkan berpotensi untuk meningkatkan pemasaran sayuran hidroponik. Misalnya saja promosi yang agresif. Hal ini berarti, jaringan
pemasaran diperluas dalam berbagai jangkauan. Selain dengan marketing online, promosi juga dapat dilakukan dengan maksimal pada pasar hidroponik.
Dukungan pemerintah merupakan salah satu kekuatan yang dimiliki oleh Badan Ketahanan Pangan. Dukungan yang diberikan pemerintah antara lain penyediaan sarana dan prasarana, bantuan promosi dan pengadaan pameran, bantuan alsintan,
bantuan bibit dan nutrisi, sosialisasi hidroponik. Strategi agresif dapat mendukung dan meningkatkan peran BKP dengan beberapa kekuatan yang dioptimalkan
untuk memanfaatkan peluang secara maksimal, sehingga dapat mengatasi kelemahan dan menghindari ancaman yang ada. Oleh karena itu, strategi agresif
63
5.4 Penentuan Alternatif Strategi Peningkatan Pemasaran Sayuran hidroponik
Tahapan terakhir adalah penentuan alternatif strategi pemasaran sayuran
hidroponik di Kota Medan. Strategi peningkatan pemasaran sayuran hidroponik dilakukan dengan membuat matriks SWOT. Matriks SWOT dibangun berdasarkan faktor-faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal
(peluang dan ancaman) pada gambar 5.1, maka dapat ditentukan alternatif strategi yang disusun atas 4 (empat) strategi utama, yaitu Strengths-Opportunities (SO),
Weakness-Opportunities (WO), Strengths-Threats (ST), dan Weakness-Threats (WT). Penentuan alternatif strategi pemasaran sayuran hidroponik di Kota Medan disajikan dalam tabel 5.7.
Tabel 5.7 Penentuan Alternatif Strategi Pemasaran Sayuran Hidroponik
IFAS
EFAS
Kekuatan (Strength) 1.Sudah diperkenalkan
GAP dan SOP
2.Adanya dukungan
pemerintah
3.Pembinaan tenaga
penyuluh baik
Kelemahan (Weakness) 1. Pengawasan pelaksanaan
GAP dan SOP kurang terlaksana
2. Promosi melalui leaflet (selebaran) kurang efektif 3. Pameran kurang tersedia 4. Fasilitas penelitian tidak
tersedia Peluang (Opportunity)
1. Lokasi pasar yang mudah dijangkau
2. Harga yang diterima petani sama dengan harga di pasar
3. Pelaksanaan GAP dan SOP baik
1.Memacu pembinaan tenaga penyuluh dan mengoptimalkan
dukungan pemerintah dalam memanfaatkan jaringan pemasaran dan online marketing system (S2, S3, O4)
Strategi SO
2.Memanfaatkan
semaksimal mungkin, lokasi yang strategis bagi pengembangan promosi
yang didukung sepenuhnya oleh
baik
pemasaran produk pada
berbagai jaringan
1. Pelanggan tetap masih sedikit
2. Jadwal tanam belum mengikuti pangsa pasar bibit sayuran yang lebih beragam (S2, T4)
Strategi ST
2.Pemerintah mendukung dalam membentuk asosiasi tani yang lebih terstruktur (S2, T3) pelanggan (S1, S3, T1, T4)
1. Meningkatkan kegiatan pameran dan promosi yang lebih rutin untuk menambah pelanggan
65
Tabel 5.7 menggambarkan strategi peningkatan pemasaran sayuran hidroponik
yang dapat dijelaskan sebagai berikut : Strategi S-O
Adapun strategi yang dijelaskan untuk meningkatkan pemasaran sayuran
hidroponik dengan memanfaatkan kekuatan dan peluang yang ada adalah sebagai berikut:
1. Memacu pembinaan tenaga penyuluh dan mengoptimalkan dukungan pemerintah dalam memanfaatkan jaringan pemasaran dan online marketing system (S2, S3, O4)
2. Memanfaatkan semaksimal mungkin lokasi yang strategis bagi pengembangan promosi yang didukung sepenuhnya oleh pemerintah (S2, O1)
3. Mengoptimalkan pemanfaatan tenaga penyuluh yang sudah dibina dalam memahami GAP dan SOP untuk memacu pelaksanaan GAP dan SOP oleh produsen (S1, S3, O3)
4. Mengoptimalkan pengalaman produsen dan memanfaatkan dukungan tenaga penyuluh semaksimal mungkin untuk menggalakkan pemasaran produk pada
berbagai jaringan pemasaran (S3, O4, O6)
Strategi ini perlu dilakukan agar dapat menjaga keberlanjutan usaha sayuran hidroponik melalui pemanfaataan dukungan pemerintah dan pembinaan tenaga
penyuluh yang akan membantu untuk meningkatkan kualitas dan produksi serta pemasaran sayuran hidroponik.
Strategi yang dapat dilaksanakan Badan Ketahanan Pangan dalam memasarkan
sayuran hidroponik dengan meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang yang ada, sebagai berikut:
1. Melakukan promosi melalui leaflet dan pameran di lokasi pasar yang cukup
strategis (W2, W3, O1).
2. Melakukan pengawasan pelaksanaan GAP dan SOP dengan rutin sehingga
pelaksanaan GAP dan SOP maksimal serta keahlian pascapanen semakin baik (W1, O3, O7).
3. Melakukan promosi dengan memanfaatkan jaringan pemasaran yang ada,
misalnya selebaran secara online (W2, O4).
4. Memanfaatkan modal yang ada untuk meningkatkan promosi dengan
melaksanakan pameran (W2, W3, O5).
Strategi di atas perlu dilakukan untuk memanfaatkan penggunaan modal dengan tepat, sehingga dialokasikan untuk meningkatkan promosi dan pemasaran dengan
cara pelaksanaan pameran di lokasi pasar.
Strategi S-T
Adapun strategi peningkatan pemasaran sayuran hidroponik dengan melihat
kekuatan dan ancaman adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah mendukung usaha produsen dengan membantu penyediaan bibit
sayuran yang lebih beragam (S2, T4).
67
3.Dengan memanfaatkan tenaga penyuluh yang telah dibina untuk memberi
pemahaman kepada produsen agar menanam sayuran mengikuti pangsa pasar untuk memenuhi permintaan (S3, T2).
4.Memanfaatkan tenaga penyuluh yang sudah dibina dan memahami GAP dan
SOP untuk menerapkannya pada berbagai komoditi sesuai dengan tuntutan global, sehingga menambah pelanggan (S1, S3, T1, T4).
Strategi ini perlu dilakukan karena dengan dukungan pemerintah, dapat menciptakan asosiasi tani sayuran hidroponik yang jelas. Sehingga melalui asosiasi yang sudah tercipta, nantinya dapat memudahkan pemerintah dalam
mendukung pemasaran sayuran hidroponik. Oleh karena itu, strategi di atas diperlukan dengan mengoptimalkan beberapa kekuatan dalam mengatasi ancaman
dan memanfaatkan peluang jangka panjang.
Strategi W-T
Adapuun strategi peningkatan pemasaran sayuran hidroponik dengan melihat
kelemahan dan ancaman sebagai berikut:
1. Meningkatkan kegiatan pameran dan promosi untuk memperluas pemasaran pada berbagai lapisan masyarakat sehingga menambah pelanggan (W2, W3,
T1).
2. Meningkatkan peran asosiasi, agar bersama-sama anggota melakukan pameran
yang lebih rutin untuk menambah pelanggan dan meningkatkan permintaan (W3, T1, T3).
3. Meningkatkan peran asosiasi, agar bersama-sama anggota menambah
Dengan meningkatkan peran asosiasi, maka dapat meningkatkan kegiatan promosi
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdarsarkan pada hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan serta dengan
memperhatikan kaitannya dengan tujuan penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Faktor internal yang mempengaruhi peningkatan pemasaran sayuran
hidroponik, yaitu: sudah diperkenalkan GAP dan SOP, adanya dukungan pemerintah, pembinaan tenaga penyuluh untuk tanaman hidroponik sudah
dilakukan, masih kurangnya pengawasan pelaksanaan GAP dan SOP, leaflet (selebaran) masih kurang efektif, kurangnya pameran, dan fasilitas penelitian tidak tersedia. Faktor eksternal yang mempengaruhi peningkatan pemasaran
sayuran hidroponik yaitu: lokasi pasar cukup strategis, harga yang diterima petani sama dengan harga di pasar, pelaksanaan GAP dan SOP baik, jaringan
pemasaran sudah berkembang, permodalan bersumber dari pribadi, pengalaman produsen cukup baik, keahlian pascapanen baik, pesaing sedikit, pelanggan tetap masih sedikit, ragam sayuran hidroponik masih sedikit, jadwal
tanam belum mengikuti pangsa pasar, dan peran asosiasi/kelembagaan tani kurang baik.
2. Berdasarkan analisis Strenghts Weakness Opportunities Threats (SWOT) dalam
Strategi S-O
Strategi yang dijelaskan untuk meningkatkan pemasaran sayuran hidroponik dengan memanfaatkan kekuatan dan peluang yang ada adalah sebagai berikut: 1. Memacu pembinaan tenaga penyuluh dan mengoptimalkan dukungan
pemerintah dalam memanfaatkan jaringan pemasaran dan online marketing system (S2, S3, O4)
2. Memanfaatkan semaksimal mungkin, lokasi yang strategis bagi pengembangan promosi yang didukung sepenuhnya oleh pemerintah (S2, O1)
3. Mengoptimalkan pemanfaatan tenaga penyuluh yang sudah dibina dalam
memahami GAP dan SOP untuk memacu pelaksanaan GAP dan SOP oleh produsen (S1, S3, O3)
4. Mengoptimalkan pengalaman produsen dan memanfaatkan dukungan tenaga penyuluh semaksimal mungkin untuk menggalakkan pemasaran produk pada berbagai jaringan pemasaran (S3, O4, O6)
Strategi ini perlu dilakukan agar dapat menjaga keberlanjutan usaha sayuran hidroponik melalui pemanfaataan dukungan pemerintah dan pembinaan tenaga
71
6.2 Saran
1. Kepada Badan Ketahanan Pangan Kota Medan
Diharapkan kepada Pemerintah Daerah khususnya Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kota Medan sebagai lembaga yang melaksanakan penyusunan dan
pelaksanaan kebijakan urusan pemerintahan daerah bidang ketahanan pangan, untuk melaksanakan strategi pemasaran S-O (Strength-Opputunities), yaitu
strategi agresif.
2. Kepada Petani
Diharapkan petani menambah keragaman sayuran hidroponik, dan memasarkan
produk pada berbagai alternatif pasar seperti hotel, restaurant, pusat perbelanjaan, rumah tangga, dan sebagainya untuk mendorong peningkatkan
produksi dan permintaan.
3. Kepada Peneliti Selanjutnya
Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai strategi pengembangan