• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN ALTRUISME PADA ANGGOTA KOMUNITAS SANT’ EGIDIO YOGYAKARTA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN ALTRUISME PADA ANGGOTA KOMUNITAS SANT’ EGIDIO YOGYAKARTA SKRIPSI"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN SPIRITUAL

DENGAN ALTRUISME PADA ANGGOTA

KOMUNITAS SANT’ EGIDIO

YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh:

Nama : Veronica Wulandari NIM : 079114016

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)

iii

(4)

iv

Ada Tertulis:

“Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya

adalah mati.” (Surat Yakobus 2:17)

“Iman haruslah realistis karena tidak ada yang nyata di luar Tuhan, di luar iman.”

(Paus Yohanes Paulus

II

)

Banyak orang di dalam kota

Yang tak punya apa-apa

Menanti dan berharap

Sepotong cinta bagi dia

Tuhan Yesus mengajar kita

Menjawab yang bertanya

Dengan kata dan perbuatan

Tuk menjadi saudara-Nya

Hari ini kita nyatakan

Tuk cari arti hidup

Dimana lebih manusiawi

Selalu bersama Dia

* Kekayaan kita tak punya, juga emas dan permata

Yang kumiliki hanyalah Sabda Tuhan

Bangun dan berjalan bersama

(5)

v

Puji syukur dan terimakasih, skripsi ini Aku persembahkan

untuk:

Tuhan Yesus Yang Maha Esa dan Maha Baik

Bunda Maria

Papa Fransiskus Xaverius Selamet

Mama Fransiska Nanik Pursuyantini

Kakak Natalis Setyawan

Seluruh Keluarga besar Komunitas Sant’ Egidio

Orang-orang di sekitar Aku yang telah memberikan

persahabatan, persaudaraan, dukungan dan bantuan

(6)
(7)

vii

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN ALTRUISME PADA ANGGOTA KOMUNITAS

SANT’ EGIDIO YOGYAKARTA

Veronica Wulandari

ABSTRAK

Peneltian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan spiritual dengan altruisme pada anggota komunitas Sant’ Egidio Yogyakarta. Komunitas Sant’ Egidio merupakan sebuah komunitas yang memiliki kegiatan rutin, seperti doa bersama dan pelayanan (menolong orang miskin dan terlantar secara sukarela). Variabel independen dalam penelitian ini adalah kecerdasan spiritual. Sedangkan, variabel dependen dalam penelitian ini adalah altruisme. Subjek

yang digunakan dalam penelitian ini adalah anggota Komunitas Sant’ Egidio Yogyakarta

berjumlah 50 orang yang berusia 18 tahun hingga 39 tahun, telah lulus sekolah menengah atas dan melanjutkan sekolah ke universitas atau langsung bekerja. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kecerdasan spiritual dan skala altruisme yang dibuat sendiri oleh peneliti. Skala kecerdasan spiritual disusun berdasarkan aspek-aspek kecerdasan spiritual menurut Zohar dan Marshall (2000). Sedangkan, skala altruisme disusun berdasarkan aspek-aspek altruisme menurut Cohen (dalam Sampson, 1976). Metode analisis data yang digunakan adalah metode statistik berupa Pearson-Product Moment dengan menggunakan bantuan program SPSS for Windows versi 15.0. Hasil analisis menunjukkan bahwa hipotesis diterima, yaitu ada hubungan

yang positif antara kecerdasan spiritual dengan altruisme pada anggota Komunitas Sant’ Egidio Yogyakarta (r = 0,324, p = 0,011; p < 0,05).

(8)

viii

THE RELATIONSHIP BETWEEN SPIRITUAL INTELLIGENCE AND

ALTRUISM ON MEMBER OF SANT’ EGIDIO COMMUNITY

IN YOGYAKARTA

Veronica Wulandari

ABSTRACT

This research aims to understand the relationship between spiritual intelligence and

altruism on the member of Sant’ Egidio Community in Yogyakarta. Sant’ Egidio Community was a

community that has several routine activities, such as praying together and public service (helping the poor and neglected people voluntary). The independent variable of this research was the spiritual intelligence. Then, the dependent variable of this research was the altruism. The subject

of this research were 50 members of Sant’ Egidio Community in Yogyakarta who attained the age

of 18 until 39 years old. They have graduate from Senior High School and continued to study at University or continued to work. The parameters that were used in this research were Spiritual Intelligence Scale and Altruism Scale that were made by the researcher. The Spiritual Intelligence was arranged based on the spiritual aspects according to Zohar and Marshall (2000). Then, the Altruism Scale was arranged based on the altruism aspects according to Cohen (in Sampson, 1976). The data analysis method was using statistic method by using Pearson-Product Moment that was supported by SPSS for Windows version 15.0. The analysis result showed that hypothesis was accepted. There was a positive relationship between spiritual intelligence and altruism on the

member of Sant’ Egidio Community in Yogyakarta (r = 0,324, p = 0,011; p < 0,05).

(9)
(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Bunda Maria atas kasih, berkat, dan penyertaan-Nya selama proses penulisan skripsi ini. Penullis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini banyak kesulitan dan kendala, tetapi semuanya dapat diatasi dengan bantuan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini. Diantaranya, yaitu:

1. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani, M.Si selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Titik Kristiyani, M.Psi selaku kepala program studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak V. Didik Suryo Hartoko, S. Psi., M. Si selaku dosen pembimbing akademik.

4. Ibu Sylvia Carolina M. Y. M., S.Psi., M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan banyak nasihat, masukan, dan waktu untuk membimbing saya dalam proses penulisan skripsi ini.

5. Bapak Yohanes Heri Widodo, M.Psi dan Ibu M.M Nimas Eki S., S.Psi., Psi., M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

(11)

xi

7. Segenap staff Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma (Mas Gandung, Pak Gie, Mba Nanik, Mas mudji, Mas Doni) yang telah memberikan banyak bantuan kepada saya selama mengikuti perkuliahan.

8. Mama dan Papa yang selalu setia menemani, membimbing, mendidik, menyayangi, sabar dan siap membantu kapan pun anak-anaknya dalam keadaan sulit. Kalian orang tua yang sungguh luar biasa. Walaupun mama dan papa keras, tapi dede tahu mama dan papa begitu karena sayang sama dede. Luv u, Mom and Dad.

9. Ko Wawan yang selalu siap memberikan bantuan dalam segala hala (apalagi pulsa, hehehehee…..). Thx ya ko… Walaupun sering berantem sampai buat

mama marah-marah, tetep dede sayang koko.

10. Seluruh keluarga besar Komunitas Sant’ Egidio di Roma dan di mana saja, khususnya di Yogyakarta yang telah menjadi keluarga kedua bagi saya. Banyak pelajaran berharga yang saya dapatkan selama saya ada bersama kalian. Persahabatan dan persaudaraan yang kalian berikan membuat saya bahagia bersama kalian. Semoga persahabatan dan persaudaraan kita tidak akan pernah sirna sampai kapan pun. Selain itu, seluruh keluarga besar Komunitas Sant’ Egidio di Roma dan di mana saja, khususnya di Yogyakarta

dan Jakarta yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

(12)

xii

12. Teman-teman di Wisma Goretti (Mba Clare, Mba Vivin, Mba Shinta, Mba Spa, Mba Tita, Mba Pipi, Mba Tella, Funny, Bemby, Oppy) yang telah menjadi keluarga bagi saya di Jogja. Kalian yang menemani saya melewati hari-hari di Jogja. Terima kasih buat semuanya, kalian tempat saya bercerita, berbagi suka dan duka, dan bertukar pikiran.

13. Teman-teman selama di Jogja (Cuprie dan Ochy, Novi, Mas Ronie, Bang Ucok, Mba Nesya, Tanto, Kuncoro, Mba Viany, Felie, Mba Tika, Bang Printa, Fanoy, Damar, Usi, Susan, Lia “Udin”, Ditra, Adryan, Ateng). Saya

senang mengenal kalian. Banyak kenangan di Jogja bersama kalian yang tidak akan terlupakan.

14. Teman-teman Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma angkatan 2007 pada khususnya dan semua angkatan pada umumnya yang telah memberikan banyak pengalaman dan persahabatan di dalam mengikuti perkulihan. Sukses selalu buat kalian.

15. Om Yuni, Om Tusak, Om Aweng, Yusak, Ka Pedro, Mba Echa yang sudah menyediakan waktu untuk saya berkonsultasi mengenai skripsi saya.

16. Teman-teman di Bekasi dan Jakarta (Kris, Thita, Alex, Mytha, Yuliana, Ririn) dan guru-guru yang pernah mendidik saya di TK-SMA yang telah memberikan dukungan dan semangat buat saya menyelesaikan study saya dari tempat yang jauh. Thx all.

(13)

xiii

18. Seluruh keluarga besar Apel 3 yang telah menjadi tetangga yang baik dan selalu siap membantu jika keluargaku mengalami kesulitan.

19. Adek-adek di Sekolah Damai, Panti Asuhan di Jl. Beo, Panti Asuhan Sayap Ibu yang telah memberikan keceriaan buat saya. Luv u all. Kalian sudah seperti adekku sendiri. Selain itu, teman-teman atau Bapak-Ibu di tempat pelayanan lainnya yang telah menyadarkan saya bahwa kita perlu bersyukur dan menunjukkan akan indahnya persaudaraan.

20. Teman-teman di Lembaga Bahasa USD (Echi, Tere, Wisnu, Tri, Mba Tuti, Ana, Mylda, Endry, Angga, Bu Diana), Tentor di Lembaga Bahasa USD (Ms. Stela dan Mr. Endru) yang sudah menjadi teman belajar Bahasa Inggris. 21. Tante Lina, Om Yosi, dan Tian yang telah memberikan bantuan dalam bentuk

apapun kepada saya selama saya tinggal di Jogja ketika saya mengalami suatu kesulitan.

22. Tante Nana, Om Santoso, Kou Erli, Engkong dan Emak Le Jogja yang telah memberikan bantuan dalam bentuk apapun kepada saya selama tinggal di Jogja.

23. Bapak dan Ibu Hartono, Bapak dan Ibu Yanto beserta Mas Bagus yang telah memberikan bantuan dalam bentuk apapun kepada saya selama saya kuliah di Jogja.

(14)

xiv

25. Bude Kris, Mas Ndung, Mba Ica dan Ko Arif, Almarhum Om Topo, Tante Wiwik, Om Setiyadi, Tante Olin, Pakde dan Bude Parno, Pakde dan Bude Gito yang telah menjadikan keluargaku seperti keluarga sendiri. Terimakasih buat doa, bantuan, dan dukungan kalian buat saya dapat menyelesaikan study. 26. Teman-teman sewaktu KKN (Ko2 Adi, Ana, Vita, Tika, Ci Venny, Katie).

Saya senang bisa belajar hidup di masyarakat bersama kalian.

27. Kamu, Dia, dan Anda yang telah memberikan warna dalam kehidupan saya dan pernah menemani serta mengisi hari-hari saya selama saya tinggal di Yogyakarta.

28. Semua Pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu di sini dan yang mungkin terlewatkan yang sudah memberikan bantuan, dukungan, persaudaraan dan persahabatan sehingga saya memiliki semangat untuk menyelesaikan skripsi saya.

Penulis menyadari akan banyaknya kekurangan dan kelemahan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, penulis menerima segala saran dan kritik yang

diberikan kepada penulis dengan tangan terbuka. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya.

(15)

xv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xv

DAFTAR TABEL ... xix

DAFTAR GAMBAR ... xx

DAFTAR BAGAN ... xxi

DAFTAR LAMPIRAN ... xxii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Masalah ... 7

C.Tujuan Penelitian ... 7

D.Manfaat Penelitian ... 8

(16)

xvi

2. Manfaat Praktis ... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A.Altruisme ... 9

1. Definisi Altruisme ... 9

2. Aspek-aspek Altruisme ... 10

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Altruisme ... 11

B.Kecerdasan Spiritual ... 13

1. Definisi Kecerdasan Spiritual ... 13

a. Definisi Kecerdasan ... 13

b. Definisi Kecerdasan Spiritual ... 14

2. Aspek-aspek Kecerdasan Spiritual ... 15

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Spiritual ... 18

C.Komunitas Sant’ Egidio ... 19

1. Sejarah Komunitas Sant’ Egidio ... 19

2. Komunitas Sant’ Egidio di Indonesia dan DI. Yogyakarta .... 20

3. Visi dan Misi Komunitas Sant’ Egidio ... 22

4. Karakteristik Anggota Komunitas Sant’ Egidio Yogyakarta ... 23

D.Hubungan antara Kecerdasan Spiritual dengan Altruisme pada Anggota Komunitas Sant’ Egidio Yogyakarta ... 26

E. Hipotesis ... 31

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 32

(17)

xvii

B.Identifikasi Variabel Penelitian ... 32

C.Definisi Operasional ... 32

1. Kecerdasan Spiritul ... 32

2. Altruisme ... 33

D.Subjek Penelitian ... 34

E. Metode dan Alat Penelitian ... 34

1. Skala Kecerdasan Spiritual ... 34

2. Skala Altruisme ... 37

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Penelitian ... 38

1. Validitas ... 38

2. Reliabilitas ... 39

3. Analisis dan Seleksi Aitem ... 40

G.Hasil Uji Coba Alat Penelitian... 41

1. Hasil Uji Coba Skala Kecerdasan Spiritual ... 41

2. Hasil Uji Coba Skala Altruisme ... 46

H.Metode Analisis Data ... 47

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49

A.Pelaksanaan Penelitian ... 49

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 49

C.Deskripsi Hasil Penelitian ... 50

D.Analisis Data ... 54

1. Uji asumsi ... 54

(18)

xviii

b. Uji Linearitas ... 55

2. Uji Hipotesis ... 56

E. Pembahasan ... 57

BAB V. PENUTUP ... 63

A.Kesimpulan ... 63

B. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 65

(19)

xix

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Cetak Biru Skala Kecerdasan Spiritual ... 36

Tabel 2 Cetak Biru Skala Altruisme ... 38

Tabel 3 Distribusi Skala Kecerdasan Spiritual Setelah Uji Coba ... 42

Tabel 4 Distribusi Skala Kecerdasan Spiritual dengan Nomor Aitem Baru ... 45

Tabel 5 Distribusi Skala Altruisme Setelah Uji Coba dengan Nomor Aitem Baru ... 47

Tabel 6 Deskripsi Data Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 50

Tabel 7 Deskripsi Data Penelitian ... 50

Tabel 8 Uji t pada Mean Empirik dan Mean Teoritik Variabel Kecerdasan Spiritual ... 52

Table 9 Uji t pada Mean Empirik dan Mean Teoritik Variabel Altruisme ... 53

Tabel 10 Uji Normalitas ... 54

Tabel 11 Uji Linearitas ... 55

(20)

xx

DAFTAR GAMBAR

(21)

xxi

DAFTAR BAGAN

Bagan 1 Hubungan antara Kecerdasan Spiritual dengan Altruisme

(22)

xxii

DAFTAR LAMPIRAN

(23)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG MASALAH

Di era globalisasi ini, masyarakat kota yang memiliki kehidupan yang layak semakin kurang peduli dengan keadaan di luar dirinya, khususnya pada pengemis, gelandangan, serta anak jalanan. Selain itu, mereka terkadang bertindak semena-mena terhadap pengemis, gelandangan, serta anak jalanan, seperti memukul, merampas, memusuhi, dan sebagainya. Tindakan semena-mena tersebut tidak hanya dilakukan oleh masyarakat biasa, tetapi juga dilakukan oleh aparat. Sebagai contoh, anak jalanan di perempatan Jombor, Sleman, Yogyakarta telah dipukuli, dirampas barang yang dimilikinya dan diminta untuk menebus jika ingin barangnya kembali oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Shobirin, 2009). Hal ini seharusnya tidak dilakukan karena pengemis, gelandangan dan anak jalanan juga manusia yang memiliki hak dan martabat yang sama di hadapan Tuhan. Hanya saja, pengemis, gelandangan, dan anak jalanan memiliki kemampuan yang kurang sehingga tidak dapat menghadapi tuntutan persaingan yang terjadi di tengah dunia yang semakin berkembang ini. Dengan demikian, pengemis, gelandangan, dan anak jalanan seharusnya diberikan pertolongan.

(24)

gelandangan, dan anak jalanan. Hal ini mungkin disebabkan karena masyarakat kota mempunyai kesibukan yang besar guna memajukan kehidupan mereka sendiri sehingga mempengaruhi perilaku menolong mereka terhadap pengemis, gelandangan, dan anak jalanan. Hal ini sama seperti pendapat yang dikatakan oleh Milgram (dalam Rizal, 1997) bahwa stimulus yang terlalu banyak dan cepat di perkotaan menyebabkan penduduknya melakukan mekanisme adaptasi. Oleh karena itu, masyarakat kota melakukan penyeleksian dan membuat prioritas dalam hidupnya sehingga mereka kurang peduli terhadap hal-hal yang tidak berhubungan dengan dirinya.

Di tengah kehidupan yang seperti ini, ada sebuah komunitas yang berusaha untuk menumbuhkan kembali kepedulian masyarakat terhadap sesama yang membutuhkan, yakni Komunitas Sant’ Egidio. Komunitas Sant’ Egidio merupakan komunitas yang berusaha menghidupi Injil bersama orang lemah, membangun persahabatan dan persaudaraan tanpa membedakan suku, agama, ras, dan golongan. Spiritualitas yang dimiliki oleh komunitas berupa mendengarkan Allah melalui doa, mengkomunikasikan Injil, solidaritas terhadap sesama, ekumenisme dan dialog damai dengan berpedoman pada doa sebagai nafas hidup komunitas dan kitab suci sebagai dasar dari semua karya komunitas.

(25)

rutin setiap minggunya oleh komunitas. Komunitas mengajak anggota yang terlibat didalamnya untuk melakukan doa bersama secara rutin yang dilakukan empat kali seminggu, dan sharing bersama. Selain itu, komunitas mengajak anggotanya untuk melakukan pelayanan kepada orang miskin dan terlantar. Pelayanan yang dilakukan berupa membantu dan mendampingi anak-anak di panti asuhan dan desa kecil dalam belajar, serta mengunjungi orang-orang kusta dan orang-orang jompo. Kegiatan pelayanan ini sebagai bentuk tindakan nyata untuk mewujudkan visi dan misi komunitas, yaitu menolong orang miskin dan terlantar secara sukarela. Visi dan misi komunitas sejalan dengan teori altruisme. Altruisme merupakan tindakan sukarela yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan apapun (Taylor, Peplau & Sears, 2009).

(26)

Sejauh yang peneliti ketahui, tidak semua anggota komunitas memiliki intensitas yang sama untuk melakukan perilaku altruis. Ada beberapa anggota yang memiliki intensitas yang tinggi untuk melakukan perilaku altruis. Hal ini terlihat dari kesediaan untuk selalu hadir dalam kegiatan pelayanan dan mengutamakan kegiatan pelayanan dibandingkan kegiatan yang terkait dengan bersenang-senang bersama teman-teman, serta selalu menunjukkan ekspresi wajah yang ceria ketika berada di tempat pelayanan. Namun, ada beberapa anggota yang memiliki intensitas yang rendah untuk melayani orang miskin dan terlantar dengan ketulusan hati. Anggota-anggota tersebut tidak dapat selalu hadir dalam kegiatan pelayanan, terkadang lebih mengutamakan kegiatan yang berhubungan dengan bersenang-senang bersama teman-teman dibandingkan dengan kegiatan pelayanan, serta terkadang membawa masalah pribadi yang sedang dihadapinya ketika melakukan pelayanan sehingga tidak dapat bersabar dan tidak dapat menunjukkan ekspresi yang ceria ketika melakukan pelayanan. Hal tersebut yang dapat menghambat terwujudnya visi dan misi komunitas Sant’ Egidio.

Permasalahan yang terjadi di dalam komunitas ini sudah diteliti oleh peneliti lain sebelumnya. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara intensi prososial dengan komitmen organisasi pada anggota Komunitas Sant’ Egidio Yogyakarta (Wigunawati, 2008).

(27)

Sears, 2009). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan konsep altruisme karena melihat kegiatan pelayanan yang dilakukan komunitas ini merupakan kegiatan untuk menolong orang miskin dan terlantar secara sukarela. Penelitian ini juga ingin meneliti faktor lain yang juga mempengaruhi altruisme pada anggota komunitas.

(28)

spiritualitas merupakan orang yang mandiri, proaktif, dan memiliki prinsip yang benar yang digerakkan oleh nilai (Utama, 2010).

Dengan demikian, anggota komunitas dengan tingkat kecerdasan spiritual yang tinggi akan mampu memaknai dan menilai setiap tindakan, yakni tindakan mana yang bermakna baik dan buruk. Selain itu, anggota komunitas dengan tingkat kecerdasan spiritual yang tinggi akan mampu menyesuaikan diri dengan dinamika di dalam komunitas. Oleh karena itu, ada kemungkinan mereka memperoleh dorongan yang besar dari dalam diri untuk melakukan visi dan misi Komunitas Sant’ Egidio berupa altruisme yang memiliki makna kebaikan dengan intesitas yang tinggi.

(29)

Melihat hal-hal tersebut, peneliti menjadi ingin melihat perilaku altruis dan kecerdasan spiritual dari tiap-tiap orang yang ikut bergabung menjadi anggota Komunitas Sant’ Egidio. Selain itu, peneliti juga ingin melihat apakah intesitas perilaku altruis yang dilakukan oleh anggota komunitas ini merupakan cerminan dari tingkat kecerdasan spiritual yang dimilikinya.

Oleh karena itu, peneliti menjadi ingin mencoba menguji apakah ada hubungan antara kecerdasan spiritual dengan altruisme pada anggota Komunitas Sant’ Egidio, khusunya di Yogyakarta. Penelitian ini mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya, tetapi penelitian ini terkait langsung dengan altruisme yang dilakukan oleh anggota Komunitas Sant’ Egidio yang berpedoman pada doa dan Kitab Suci, dalam hal ini Injil.

B.RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, peneliti merumuskan permasalahan dari penelitian ini yaitu apakah ada hubungan antara kecerdasan spiritual dengan altruisme pada anggota komunitas Sant’ Egidio Yogyakarta?

C.TUJUAN PENELITIAN

(30)

D.MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis

Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat memberikan wacana baru dalam ilmu psikologi terkait dengan kecerdasan spiritual dan altruisme dalam sebuah komunitas.

2. Manfaat Praktis

Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat menunjukkan apakah pelayanan yang dilakukan oleh anggota Komunitas Sant’ Egidio dipengaruhi oleh kecerdasan spiritual yang dimilikinya dan dapat digunakan oleh komunitas untuk mengetahui kondisi kecerdasan spiritual dan altruisme anggotanya. Di samping itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan evaluasi diri dan kelompok, yakni seberapa besar kecerdasan spiritual yang dimiliki telah digunakan secara efektif untuk melayani orang miskin dan terlantar.

(31)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.ALTRUISME

1. Definisi Altruisme

Istilah altruisme dapat didefinisikan sebagai hasrat untuk menolong orang lain tanpa memikirkan kepentingan sendiri (Myers, 1996). Altruisme juga merupakan suatu minat yang tidak mementingkan diri sendiri dalam menolong orang lain (Santrock, 2002).

Istilah altruisme ini sebenarnya hampir mirip dengan tingkah laku prososial dan perilaku menolong. Akan tetapi, altruisme yang sejati adalah kepedulian yang tidak mementingkan diri sendiri melainkan untuk kebaikan orang lain (Baron & Byrne, 2005). Di samping itu, altruisme adalah tindakan sukarela yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan apapun (Taylor, Peplau & Sears, 2009). Cohen (dalam Sampson, 1976) menyatakan bahwa altruisme merupakan memberikan pertolongan pada orang lain atas dasar empati tanpa mengharapkan timbal balik.

(32)

2. Aspek-aspek Altruisme

Individu yang bersikap altruis memiliki beberapa komponen kepribadian (Baron & Byrne, 2005). Diantaranya, yaitu sebagai berikut: a. Empati

Individu yang senang menolong orang lain memiliki empati yang tinggi dibandingkan individu yang tidak senang menolong orang lain. b. Mempercayai dunia yang adil

Individu yang bersikap altruis mempersepsikan dunia sebagai tempat yang adil dan menyakini bahwa dengan menolong orang lain akan mendapat keuntungan.

c. Tanggung jawab sosial

Individu yang bersikap altruis meyakini bahwa setiap individu bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik guna menolong orang yang membutuhkan.

d. Locus of control internal

Individu yang bersikap altruis memiliki locus of control internal yang tinggi dan meyakini bahwa setiap individu berhak menentukan cara bertingkah lakunya sendiri dengan berusaha untuk memaksimalkan hasil akhir yang baik dan meminimalkan yang buruk.

e. Egosentrisme rendah

(33)

individu tersebut rela mengorbankan kepentingan pribadinya demi kepentingan orang lain.

Di samping itu, Cohen (dalam Sampson, 1976) menyatakan bahwa ada tiga hal yang terkandung di dalam altruisme, yaitu:

a. Empati

Seseorang yang berperilaku altruis mampu merasakan dan memahami perasaan dan kebutuhan orang lain, dan menumbuhkembangkan hubungan saling percaya.

b. Sukarela

Seseorang yang bersikap altruis tidak mengharapkan imbalan apapun. Pertolongan ditujukan untuk kepentingan orang yang ditolong. c. Perilaku memberi

Seseorang yang bersikap altruis memiliki perilaku untuk memenuhi kebutuhan orang yang ditolong sehingga memberikan keuntungan bagi orang yang ditolong.

Berdasarkan teori yang telah dipaparkan di atas, aspek-aspek dari altruisme memiliki bentuk yang hampir sama. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa altruisme memiliki aspek-aspek, yaitu empati, sukarela, dan perilaku memberi.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Altruisme

(34)

dalam diri individu yang mempengaruhi altruisme berdasarkan teori dari Baron & Byrne (dalam Kristiani, 2002) antara lain:

a. Faktor internal

1) Kepribadian altruistik merupakan gabungan watak yang mendorong individu untuk berperilaku altruis, seperti empati, mempercayai dunia yang adil, tanggung jawab sosial, locus of control internal, dan egosentrisme rendah.

2) Keadaan emosi, baik emosi positif maupun emosi negatif. Jika ada keprihatinan sosial dan kebutuhan akan pertolongan jelas, emosi positif akan mendorong individu untuk berperilaku altruis. Sebaliknya, emosi positif tidak dapat mendorong individu untuk berperilaku altruis jika kebutuhan akan pertolongan membingungkan. Di samping itu, emosi negatif juga dapat mendorong individu untuk berperilaku altruis jika ada perasaan empatik pada individu lain yang memerlukan bantuan, jika individu merasa bertanggungjawab atas keadaan emosinya sendiri dan jika kebutuhan akan pertolongan jelas. Sebaliknya, emosi negatif tidak dapat mendorong individu untuk berperilaku altruis jika individu sibuk dengan keadaan dirinya sendiri dan tidak merasa bertanggung jawab atas keadaan emosinya.

(35)

b. Faktor eksternal

1) Kehadiran orang lain dapat mempengaruhi individu untuk berperilaku altruis. Semakin banyak orang lain, maka semakin kecil kecenderungan individu untuk berperilaku altruis. Sebaliknya, orang yang sendirian akan cenderung lebih terdorong berperilaku altruis. 2) Karateristik korban yang memiliki persamaan dengan penolong dan

tanggung jawab korban atas dirinya sendiri akan mempengaruhi individu untuk berperilaku altruis.

Berdasarkan teori yang telah dipaparkan di atas, faktor-faktor yang mempengaruhi individu untuk berperilaku altruis terdiri dari faktor internal (kepribadian altruistik, keadaan emosional, penilaian kognitif dan pengambilan keputusan) dan faktor eksternal (kehadiran orang lain, karakteristik korban dan tanggung jawab korban atas dirinya sendiri).

B.KECERDASAN SPIRITUAL 1. Definisi Kecerdasan Spiritual

a. Definisi Kecerdasan

(36)

Di sisi lain, kecerdasan didefinisikan sebagai kemampuan memahami dunia, berpikir secara rasional, dan menggunakan sumber-sumber secara efektif pada saat dihadapkan dengan tantangan (Feldam dalam Uno, 2010). Kecerdasan juga didefinisikan sebagai totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berpikir secara rasional, serta menghadapi lingkungan dengan efektif (Wechsler dalam Uno, 2010). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996), kecerdasan didefinisikan sebagai daya reaksi atau penyesuaian diri yang baik terhadap pengalaman-pengalaman baru, serta sebagai pengetahuan yang dimiliki dan dapat digunakan ketika dihadapkan pada fakta-fakta atau kondisi-kondisi baru.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan kecerdasan merupakan daya atau kemampuan seseorang untuk berpikir secara rasional dengan menggunakan pengetahuan yang dimiliki dan belajar dari pengalaman hidup sehingga dapat bertindak dengan tujuan tertentu dan menghadapi lingkungan secara efektif.

b. Definisi Kecerdasan Spiritual

(37)

Di sisi lain, kecerdasan spiritual adalah pemikiran yang terilhami oleh dorongan dan efektivitas, keberadaan atau hidup ilahi yang mempersatukan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan (Sinetar dalam Safaria, 2007). Kecerdasan spiritual juga didefinisikan sebagai sebuah perspektif yang mengarahkan cara berpikir manusia menuju kepada hakekat terdalam kehidupan manusia (Levin dalam Safaria, 2007).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk berpikir dan memahami nilai dari setiap tindakan atau jalan hidupnya yang dapat mendorong individu untuk secara terus-menerus mengaktualisasikan diri secara optimal dan utuh menuju kepada hakekat yang terdalam dari kehidupan manusia sehingga tindakan atau jalan hidupnya menjadi lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.

2. Aspek-aspek Kecerdasan Spiritual

Individu yang memiliki kecerdasan spiritual yang berkembang dengan baik terlihat dari beberapa tanda-tanda (Zohar dan Marshall, 2000). Tanda-tanda tersebut, yaitu sebagai berikut:

a. Kemampuan bersikap fleksibel.

(38)

b. Kesadaran diri yang tinggi.

Individu yang memiliki kecerdasan spiritual yang berkembang dengan baik memiliki kesadaran akan adanya Tuhan dan kesadaran akan keadaan dirinya sendiri.

c. Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan

Individu yang memiliki kecerdasan spiritual yang berkembang dengan baik berpandangan bahwa penderitaan yang dialami sebagai cobaan dan ujian dari Tuhan, memiliki kesabaran dan rela dalam menghadapi penderitaan yang sedang dialami, serta mengambil hikmah. d. Kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit

Individu yang memiliki kecerdasan spiritual yang berkembang dengan baik memiliki ketabahan ketika menghadapi dan melampui rasa sakit tersebut.

e. Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai.

Individu yang memiliki kecerdasan spiritual yang berkembang dengan baik memiliki kerangka berpikir bahwa hari ini lebih baik dari hari kemarin dan memiliki tujuan hidup.

f. Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu.

Individu yang memiliki kecerdasan spiritual yang berkembang dengan baik memiliki sikap yang mengorbankan hal-hal yang tidak perlu.

(39)

g. Kecenderungan untuk melihat keterkaitan antara berbagai hal yang beragam (berpandangan holistik).

Individu yang memiliki kecerdasan spiritual yang berkembang dengan baik mampu melihat adanya keterkaitan antara dirinya dengan orang lain dan keterkaitan antara berbagai hal, serta tentang nasib manusia.

h. Kecenderungan untuk mencari jawaban-jawaban yang mendasar.

Individu yang memiliki kecerdasan spiritual yang berkembang dengan baik cenderung untuk selalu mencari jawaban atas sesuatu. i. Kemampuan untuk bekerja melawan konvensi atau menjadi mandiri.

Individu yang memiliki kecerdasan spiritual yang berkembang dengan baik mampu melakukan perbuatan tanpa tergantung orang lain.

(40)

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Spiritual

Kecerdasan spiritual dipengaruhi oleh beberapa faktor (Zohar dan Marshall, 2000). Diantaranya, yaitu sebagai berikut:

a. Sel saraf otak

Otak menjadi jembatan antara kehidupan batin dan lahiriah kita. Ia mampu menjalankan semua ini karena bersifat kompleks, luwes, adaptif dan mampu mengorganisasikan diri. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada era 1990-an dengan menggunakan WEG (Magneto – Encephalo – Graphy), tampak bahwa osilasi sel saraf otak pada rentang 40 Hz merupakan basis bagi kecerdasan spiritual.

b. Titik Tuhan (God spot)

Dalam peneltian pakar neurobiology Ramachandran ditemukan adanya bagian dalam otak, yaitu lobus temporal yang meningkat ketika pengalaman religius atau spiritual berlangsung yang disebut sebagai titik Tuhan atau God Spot. Titik Tuhan merupakan modul terisolasi dari jaringan saraf di lobus temporal. Berdasarkan penelitian pakar neurobiologi, titik Tuhan memainkan peran biologis yang menentukan dalam pengalaman spiritual. Namun demikian, titik Tuhan bukan merupakan syarat mutlak dalam kecerdasan spiritual. Perlu adanya integrasi antara seluruh bagian otak, seluruh aspek dari dan seluruh segi kehidupan.

(41)

a. Kemampuan untuk mewujudkan kebenaran, hal terbaik, utuh, dan manusiawi.

b. Dorongan untuk mengaktualisasikan diri secara optimal dan utuh.

Berdasarkan uraian di atas, ada faktor-faktor dari kecerdasan spiritual yang sulit untuk dikontrol. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kemampuan untuk mewujudkan kebenaran, hal terbaik, utuh, dan manusiawi, serta dorongan untuk mengaktualisasikan diri secara optimal dan utuh.

C.KOMUNITAS SANT’ EGIDIO

1. Sejarah Komunitas Sant’ Egidio

Komunitas Sant’ Egidio dibentuk di Roma pada tanggal 7 Februari

1968, dimana saat itu masyarakat di Roma sedang mengalami krisis panggilan. Awal mulanya, komunitas ini terbentuk atas insiatif seseorang yang bernama Andrea Riccardi yang saat itu masih berusia 20 tahun. Melalui komunitas ini, Andrea Riccardi ingin mewujudkan dunia yang baik melalui Injil. Menurutnya, Injil tidak hanya dibaca, tetapi juga harus dihayati dan diterapkan dengan melakukan pelayanan dan doa bersama. Komunitas ini menjadi komunitas pertama yang bertindak seperti rasul dan mengacu pada kehidupan Santo Fransiskus Asisi.

(42)

ini juga memiliki semangat yang sama dengan komunitas berupa spiritualitas Sant’ Egidio. Oleh karena itu, komunitas ini menggunakan nama Sant’ Egidio. Kegiatan awal yang dilakukan oleh komunitas ini yakni

mengunjungi barak-barak yang ada di daerah pinggiran Roma dan daerah-daerah kumuh, serta membuka sekolah di sore hari untuk anak-anak yang diberi nama “Scuola Popolare”, artinya sekolah rakyat (sekarang dikenal dengan nama “sekolah damai”).

Komunitas mulai berkembang dan tersebar di kurang lebih 70 negara dan di empat benua. Komunitas ini memiliki anggota dan orang di luar komunitas yang bekerja untuk melayani orang miskin dan berbagai kegiatan yang ada dalam komunitas.

2. Komunitas Sant’ Egidio di Indonesia dan Daerah Istimewa Yogyakarta Awal mula, komunitas Sant’Egidio masuk ke Indonesia adalah

pertemuan antara Maria Felisia yang saat itu sedang berkunjung ke Roma dengan Valeria Martano (anggota komunitas di Roma, sekaligus penanggung jawab komunitas di Asia). Pada pertemuan ini, Maria Felisia bercerita kepada Valeria Martano terkait kondisi kota Padang saat itu. Oleh karena itu, Valeria Martano berpikir bahwa komunitas dapat dimulai di sana.

(43)

Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini terjadi karena salah seorang anggota komunitas di Padang yang datang berkunjung ke Yogyakarta pada tanggal 9 Mei 1999. Sejak saat itu, komunitas mulai berkarya di Yogyakarta dengan melakukan kegiatan yang pertama berupa doa dan pelayanan dengan mengunjungi dan membimbing belajar anak-anak jalanan di Condongcatur.

Selanjutnya, komunitas Sant’ Egidio Yogyakarta memiliki kegiatan

-kegiatan yang rutin dilakukan. Kegiatan--kegiatan rutin tersebut, antara lain: a. Doa

1) Setiap hari Selasa di Campus Ministry Universitas Sanata Dharma, Kampus III, Paingan.

2) Setiap hari Rabu di Kapel Santan, Babarsari.

3) Setiap hari Jumat di Rumah Komunitas, Pringwulung. 4) Setiap hari Minggu di Rumah Komunitas, Pringwulung. b. Pelayanan

1) Setiap hari Minggu pergi mengunjungi orang-orang kusta di perempatan Sagan, mengunjungi pastor-pastor yang sudah tidak dapat berkarya dalam perayaan ekaristi di Domus Pacis Pringwulung, dan membantu anak-anak di Prayan dan di Panti Asuhan Sayap Ibu Pringwulung dalam belajar.

(44)

Selain itu, komunitas juga kerapkali mengikuti kegiatan-kegiatan, seperti dialog lintas agama dan doa damai, serta mengadakan acara menjelang perayaan hari-hari suci yang ada di Indonesia dan acara dalam rangka menolak hukuman mati.

Komunitas Sant’ Egidio Yogyakarta mayoritas beranggotakan orang-orang yang yang berasal dari berbagai daerah yang menuntut ilmu di Yogyakarta. Oleh karena itu, Komunitas Sant’ Egidio Yogyakarta selalu

mengalami perubahan dalam hal anggota dan menjadi cikal bakal munculnya komunitas di berbagai kota di Indonesia.

3. Visi dan Misi Komunitas Sant’ Egidio

Komunitas Sant’ Egidio memiliki spiritualitas atau semangat yang

digerakkan oleh Roh Kudus, yakni berupa mendengarkan Allah melalui doa, mengkomunikasikan Injil, solidaritas terhadap sesama, ekumenisme dan dialog damai. Di samping itu, komunitas memiliki pilar berupa doa sebagai nafas hidup komunitas dan kitab suci sebagai dasar dari semua karya komunitas.

Komunitas Sant’ Egidio mengajak semua orang untuk membangun

(45)

Komunitas berperan serta dalam perdamaian di dunia. Peran serta komunitas, yakni memprakarsai perdamaian di Mozambiq, Albania, Aljera, Kosovo, Pantai Gading, serta di Negara-negara Afrika dan Eropa Timur lainnya. Komunitas mengadakan “pawai damai” dan mengumpulkan tanda

tangan sebagai seruan damai yang akan dikirim ke Vatikan setiap tanggal 1 Januari. Di samping itu, komunitas juga selalu mengadakan doa dan dialog damai (dikenal dengan sebutan “ziarah damai”) dari satu kota ke kota

lainnya dengan mengunpulkan para pemuka agama dari semua agama yang diakui dan berbagai aliran kepercayaan, serta ribuan orang. Komunitas juga membentuk “sekolah damai” guna membimbing anak-anak dalam belajar,

mengembangkan kreativitasnya, dan mendidik anak-anak menjadi pribadi yang mencintai perdamaian.

Selain itu, komunitas juga berkarya dengan memberikan pengobatan gratis bagi penderita AIDS di Afrika secara berkelanjutan melalui program “Dream of Africa”. Komunitas juga berusaha memperjuangkan hak hidup di

dunia dengan mengusulkan untuk menetapkan tanggal 30 November sebagai Hari Internasional “City for Life-City Againts the Death Penalty

(“Kota untuk Kehidupan-Kota Menentang Hukuman Mati”). Hal ini

diterapkan oleh banyak kota, organisasi-organisasi dan kelompok lainnya.

4. Karakteristik Anggota Komunitas Sant’ Egidio Yogyakarta

Anggota Komunitas Sant’ Egidio Yogyakarta terdiri dari individu

(46)

universitas-universitas di Yogyakarta. Masa dewasa awal merupakan masa dimana individu telah lulus sekolah menengah atas dan melanjutkan sekolah ke universitas atau langsung bekerja (Santrock, 2002). Di samping itu, masa dewasa awal atau dewasa lebih muda terdiri dari orang-orang yang berusia 18 tahun hingga 39 tahun (Papalia, Olds, dan Feldman, 2009). Dengan demikian, anggota Komunitas Sant’ Egidio Yogyakarta memiliki karakteristik, yaitu mayoritas berasal dari berbagai daerah dan minoritas berasal dari Yogyakarta yang usianya berkisar antara 18 hingga 39 tahun, serta telah lulus sekolah menengah atas dan melanjutkan sekolah ke universitas atau bekerja di Yogyakarta.

Di samping itu, anggota komunitas mengalami perkembangan-perkembangan, khususnya perkembangan kognitif dan psikososial pada masa dewasa awal ini. Adapun perkembangan-perkembangan yang dialami oleh anggota komunitas sebagai individu dewasa awal, yaitu sebagai berikut:

a. Perkembangan Kognitif

Pada masa awal, individu memiliki dua bentuk kognisi (Papalia, Olds, dan Feldman, 2009). Bentuk kognisi tersebut, antara lain:

1) Berpikir Reflektif

(47)

2) Pemikiran Pascaformal

Pemikiran pascaformal merupakan jenis berpikir matang yang dipengaruhi oleh pengalaman subjektif dan intuisi, serta logika guna mengatasi ambiguitas, ketidakpastian, inkonsistensi, kontradiksi, ketidaksempurnaan, dan kompromi.

Pematangan kognitif memiliki keterkaitan dengan penalaran moral. Pengalaman dapat memunculkan penalaran moral pada dewasa awal, seperti pengalaman menghadapi konflik nilai ketika tinggal jauh dari rumah, dan pengalaman bertanggung jawab atas kesejahteraan orang lain. Pengalaman inilah yang menuntun orang dewasa mengevaluasi penilaian mereka tentang apa yang benar dan salah.

b. Perkembangan Psikososial

Costa dan McCrae (dalam Papalia, Olds, dan Feldman, 2009) menyatakan ada enam unsur yang saling berkaitan terkait dengan perkembangan kepribadian. Unsur-unsur tersebut adalah kecenderungan dasar, pengaruh eksternal, adaptasi karakteristik, konsep diri, biografi objektif, dan proses dinamis.

(48)

Kecenderungan dasar dan adaptasi karakteristik membantu membentuk konsep diri yang melebihi dari biografi objektif (peristiwa yang benar-benar terjadi di dalam kehidupan seseorang) atau hanya memiliki sedikit kesamaan dengan biografi objektif. Kelima unsur tersebut dikaitkan melalui proses dinamis, salah satu prosesnya adalah proses pembelajaran yang memungkinkan adanya adaptasi terhadap pengaruh eksternal.

D.HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN

ALTRUISME PADA ANGGOTA KOMUNITAS SANT’ EGIDIO

YOGYAKARTA

(49)

Komunitas ini telah berkembang di berbagai kota di Indonesia, salah satunya di Yogyakarta dengan beranggotakan individu dewasa awal yang mayoritasnya berasal dari berbagai daerah. Sebagai individu dewasa awal, pada dasarnya anggota komunitas mengalami perkembangan kognitif dan psikososial. Pada perkembangan kognitifnya, individu dewasa awal telah mampu berpikir logis dan matang sehingga mereka akan mampu melakukan penalaran moral, yakni mereka mampu melakukan evaluasi terhadap penilaian mereka mengenai benar atau salah (Papalia, Olds, dan Feldman, 2009). Di samping itu, pada perkembangan psikososialnya ini, kecenderungan dasar, salah satunya kecerdasan yang dimiliki oleh individu dewasa awal akan berinteraksi dengan lingkungan dan menghasilkan adaptasi karakteristik sehingga membentuk konsep diri melebihi biografi objektif. Hal ini terjadi melalui proses dinamis, yaitu proses pembelajaran (Costa dan McCrae dalam Papalia, Olds, dan Feldman, 2009).

(50)

prinsip, visi dan nilai, serta penyesuaian diri secara aktif dan spontan. Selain itu, individu tersebut menjadi pribadi yang mandiri dan dewasa, mampu berpikir dan memahami makna atau nilai dari sesuatu hal, mampu melakukan refleksi diri, serta mampu melihat keterkaitan antar berbagai hal. Hal ini menjadikan individu yang memiliki kecerdasan spiritual akan mampu melakukan penilaian kognitif dan mengambil keputusan.

Penilaian kognitif dan pengambilan keputusan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi individu melakukan altruisme. Penilaian kognitif dan pengambilan keputusan meliputi tahap hadir pada situasi darurat, mengetahui situasi yang darurat sedang terjadi, merasa bertanggung jawab untuk memberikan pertolongan, dan mengetahui apa yang harus dilakukan (Baron & Byrne dalam Kristiani, 2002).

(51)

dan mengetahui apa yang harus dilakukan. Dengan demikian, anggota komunitas melakukan altruisme yang merupakan visi dan misi Komunitas Sant’ Egidio.

(52)

Bagan 1 Hubungan antara Kecerdasan Spiritual dengan Altruisme pada Anggota Komunitas Sant’ Egidio Yogyakarta

Keterangan: Dinamika antar variabel

Karakteristik anggota Komunitas Sant’ Egidio Yogyakarta Kecerdasan Spiritual

Penyesuaian diri Kesadaran diri

Berpandangan holistik Mandiri & berprinsip Berpegang pada visi & nilai Kedewasaan

Refleksi diri

Berpikir & memahami makna atau nilai

Anggota Komunitas Sant’ Egidio Yogyakarta

Altruisme Dewasa Awal

Berpikir logis dan matang Perkembangan kepribadian yang meliputi kecenderungan dasar, pengaruh eksternal, adaptasi karakteristik, konsep diri, biografi objektif, proses dinamis yang berkaitan satu

sama lain Mampu melakukan penilaian

kognitif & mengambil keputusan

Hadir pada situasi darurat

Mengetahui bahwa situasi yang darurat sedang terjadi

Merasa bertanggung jawab untuk memberikan pertolongan

(53)

E.HIPOTESIS

Berdasarkan kerangka teoritis yang telah dipaparkan di atas, penulis membuat hipotesis dari penelitian ini adalah ada hubungan yang positif antara kecerdasan spiritual dengan altruisme pada anggota Komunitas Sant’ Egidio Yogyakarta. Semakin tinggi tingkat kecerdasan spiritual anggota Komunitas Sant’ Egidio Yogyakarta, maka semakin tinggi intensitas anggota Komunitas Sant’ Egidio Yogyakarta dalam melakukan altruisme. Sebaliknya, semakin

(54)

32

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian yang dilakukan adalah kuantitatif dengan menggunakan teknik korelasional. Teknik ini merupakan teknik analisis yang dilakukan untuk melihat kecenderungan pola dalam satu variabel berdasarkan kecenderungan pola dalam variabel lain. Apabila kecenderungan dalam satu variabel selalu diikuti oleh kecenderungan dalam variabel lain, maka dapat dikatakan bahwa kedua variabel ini memiliki hubungan atau berkorelasi (Santoso, 2010).

B.IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN Ada dua variabel dalam penelitian ini, yaitu: 1. Variabel Bebas : Kecerdasan Spiritual 2. Variabel Tergantung : Altruisme

C.DEFINISI OPERASIONAL

Definisi operasional dari variabel-variabel penelitian ini, yakni sebagai berikut:

1. Kecerdasan Spiritual

(55)

secara optimal dan utuh menuju kepada hakekat yang terdalam dari kehidupan manusia sehingga tindakan atau jalan hidupnya menjadi lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. Kecerdasan ini terdiri dari beberapa aspek, yaitu kemampuan bersikap fleksibel, kesadaran diri, kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan kesulitan, tidak menyebabkan kerugian yang tidak perlu, kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai, kemampuan untuk melihat keterkaitan berbagai hal, kemampuan untuk mencari jawaban yang mendasar, dan kemampuan untuk bekerja melawan konvensi atau menjadi mandiri.

Kecerdasan spiritual ini akan diukur dengan skala psikologis, yaitu skala kecerdasan spiritual yang disusun berdasarkan aspek-aspek kecerdasan spiritual dari Zohar dan Marshall (2000). Semakin tinggi skor total yang diperoleh subjek, maka semakin tinggi pula kecerdasan spiritual subjek. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah skor total yang diperoleh subjek, maka semakin rendah pula kecerdasan spiritual subjek.

2. Altruisme

Altruisme adalah kepedulian yang diwujudkan dengan memberikan pertolongan pada orang lain tanpa mementingkan kepentingan pribadi dan mengharapkan imbalan yang memiliki aspek-aspek, yaitu empati, sukarela, dan perilaku memberi.

(56)

maka semakin tinggi pula altruisme subjek. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah skor total yang diperoleh subjek, maka semakin rendah pula altruisme subjek.

D.SUBJEK PENELITIAN

Subjek dalam penelitian ini adalah populasi dari Komunitas Sant’ Egidio Yogyakarta yang jumlah anggotanya sebanyak 50 orang.

E.METODE DAN ALAT PENELITIAN

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini, yakni dengan menyebar skala psikologi yang mengukur tinggi rendahnya altruisme dan kecerdasan spiritual. Hal ini disebabkan karena metode yang digunakan ini efektif dan efisien, baik dalam hal waktu maupun biaya untuk mengumpulkan data. Peneliti melakukan uji coba terlebih dahulu pada skala ini sebelum digunakan dalam penelitian sesungguhnya. Hasil uji coba dianalisis guna melihat validitas dan reliabilitas alat ukur. Asumsinya bahwa jika validitas dan reliabilitas yang diperoleh baik, berarti skala ini telah mengungkap apa yang hendak diungkap dan ajeg dalam penelitian.

Adapun skala psikologis yang digunakan terdiri dari dua macam antara lain:

1. Skala Kecerdasan Spiritual

(57)

diri, kemampuan untuk menghadapi dan manfaatkan kesulitan, tidak menyebabkan kerugian yang tidak perlu, kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai, kemampuan untuk melihat keterkaitan berbagai hal, kemampuan untuk mencari jawaban yang mendasar, dan kemampuan untuk bekerja melawan konvensi atau menjadi mandiri.

Skala ini disusun dengan menggunakan metode Likert yang terdiri dari beberapa aitem yang terbagi dalam dua kategori, yaitu aitem favourable

dan aitem unfavourable. Tiap aitem memiliki empat kategori pilihan jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Penilaian untuk setiap pilihan jawaban dari masing-masing kategori, yaitu:

Kategori 1 :

Aitem favourable yang terdiri dari pilihan jawaban dan skor sebagai berikut: Sangat Sesuai (SS) : 4

Sesuai (S) : 3

Tidak Sesuai (TS) : 2 Sangat Tidak Sesuai (STS) : 1 Kategori 2 :

Aitem unfavourable yang terdiri dari pilihan jawaban dan skor sebagai berikut:

Sangat Sesuai (SS) : 1

Sesuai (S) : 2

(58)

Sangat Tidak Sesuai (STS) : 4

Tabel 1

Cetak Biru Skala Kecerdasan Spiritual

Aspek Fav Unfav Total Persentase

Kemampuan bersikap fleksibel 1, 17, 33, 49 2, 18, 34, 50 8 aitem 12,5% Kualitas hidup yang terilhami

oleh visi dan nilai

4, 20, 36, 52 3, 19, 35, 51 8 aitem 12,5%

Kesadaran diri 5, 21, 37, 53 6, 22, 38, 54 8 aitem 12,5% Kemampuan untuk

menghadapi dan

memanfaatkan kesulitan

8, 24, 40, 56 7, 23, 39, 55 8 aitem 12,5%

Kemampuan untuk melihat keterkaitan

9, 25, 41, 57

10, 26, 42, 58

8 aitem 12,5%

Tidak menyebabkan kerugian yang tidak perlu

12, 28, 44, 60

11, 27, 43, 59

8 aitem 12,5%

Kemampuan untuk mencari jawaban-jawaban yang mendasar

13, 29, 45, 61

14, 30, 46, 62

8 aitem 12,5%

Kemampuan untuk bekerja melawan konvensi atau menjadi mandiri

16, 32, 48, 64

15, 31, 47, 63

8 aitem 12,5%

(59)

2. Skala Altruisme

Skala altruisme disusun berdasarkan aspek-aspek dari Cohen (dalam Sampson, 1976), yaitu empati, sukarela, dan perilaku memberi. Skala ini disusun dengan menggunakan metode Likert yang terdiri dari beberapa aitem yang terbagi dalam dua kategori, yaitu aitem favourable dan aitem unfavourable. Tiap aitem memiliki empat kategori pilihan jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Penilaian untuk setiap pilihan jawaban dari masing-masing kategori, yaitu:

Kategori 1 :

Aitem favourable yang terdiri dari pilihan jawaban dan skor sebagai berikut: Sangat Sesuai (SS) : 4

Sesuai (S) : 3

Tidak Sesuai (TS) : 2 Sangat Tidak Sesuai (STS) : 1 Kategori 2

Aitem unfavourable yang terdiri dari pilihan jawaban dan skor sebagai berikut:

Sangat Sesuai (SS) : 1

Sesuai (S) : 2

(60)

Tabel 2

Cetak Biru Skala Altruisme

Aspek Favourable Unfavourable Total Persentase

Empati 1, 8, 13, 20,

25, 32

2, 7, 14, 19, 26, 31

12 aitem 33,33%

Sukarela 4, 9, 21, 28, 33, 46

3, 10, 15, 22, 27, 34

12 aitem 33,33%

Perilaku memberi 5, 12, 17, 24, 29, 36

6, 11, 18, 23, 30, 35

12 aitem 33,33%

Total 18 aitem 18 aitem 36 aitem 100%

F. VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT PENELITIAN 1. Validitas

(61)

a. Validitas Muka

Validitas muka merupakan tipe validitas isi yang didasarkan pada penilaian terhadap format penampilan tes (Azwar, 2007). Validitas muka dalam penelitian ini dipenuhi dengan menyusun skala dalam kemasan yang baik dan bagus. Skala diketik dengan huruf yang jelas dan menggunakan desain yang mudah dibaca dan dipahami oleh subjek. Dengan demikian, subjek akan termotivasi untuk menjawab dengan sungguh-sungguh sehingga data yang diperoleh valid.

b. Validitas Logik

Validitas logik adalah tipe validitas isi yang menunjukkan sejauh mana isi tes merupakan representasi dari ciri-ciri atribut yang hendak diukur (Azwar, 2007). Validitas logik dalam penelitian ini dipenuhi dengan membuat perencanaan isi atau blueprint untuk masing-masing skala.

2. Reliabilitas

(62)

koefisien korelasi (mendekati 1), maka alat tes semakin reliabel (Azwar, 2009).

3. Analisis dan Seleksi Aitem

Analisis dan seleksi aitem merupakan pengujian keselarasan atau konsistensi antara fungsi aitem dengan fungsi tes secara keseluruhan atau disebut juga dengan konsistensi aitem-total (Azwar, 2007). Pada penelitian ini dilakukan analisis dan seleksi aitem dengan menguji kesahihan aitem guna menentukan aitem-aitem yang berkualitas. Pengujian kualitas aitem yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode statistik dengan bantuan program SPSS for Windows versi 15.0.

Prosedur pengujian konsistensi aitem-total akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total (rix) atau indeks daya beda aitem melalui rumus korelasi Pearson Product Moment. Semakin tinggi korelasi positif antara skor aitem dengan skor total tes, maka semakin tinggi konsistensi antara aitem tersebut dengan tes secara keseluruhan atau semakin tinggi daya bedanya (Azwar, 2007). Kriteria pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem-total biasanya menggunakan batasan rix > 0,30. Akan tetapi, apabila jumlah aitem yang lolos masih tidak mencukupi jumlah yang diinginkan, batasan tersebut dapat diturunkan menjadi rix > 0,25 (Azwar, 2009).

(63)

tes tersebut. Dengan demikian, penelitian ini menggunakan batasan minimal rix > 0,25 dengan koefisienkorelasi yang kurang dari nilai Alpha Cronbach

yang didapatkan.

G.HASIL UJI COBA ALAT PENELITIAN

Skala-skala yang akan digunakan dalam penelitian ini diujicobakan terlebih dahulu pada semua anggota Komunitas Sant’ Egidio yang ada di Jakarta dan sebagian anggota Komunitas Sant’ Egidio Yogyakarta yang

sementara waktu tidak dapat hadir dalam kegiatan komunitas karena berbagai hal. Jumlah subjek yang diteliti dalam uji coba ini, yakni 51 orang. Uji coba dilakukan dengan cara peneliti mendatangi rumah komunitas di Jakarta, menitipkan skala pada teman komunitas di Jakarta untuk teman-teman komunitas di Jakarta yang belum mengisi skala, dan mendatangi teman-teman komunitas di Yogyakarta.

1. Hasil Uji Coba Skala Kecerdasan Spiritual

(64)

keseluruhan sebesar 0,896 dengan 2 dari 42 aitem yang gugur (aitem nomor 18, 28). Pada pengujian yang terakhir untuk 40 aitem diperoleh nilai koefisien korelasi aitem-total berkisar 0,264 hingga 0,631.

Selain itu, pada pengujian terakhir ini diperoleh nilai koefisien Alpha Cronbach keseluruhan sebesar 0,896 yang menunjukkan bahwa reliabilitas dari skala ini sebesar 0,896. Hal ini berarti skala ini reliabel untuk digunakan karena mendekati nilai 1. Pada tabel 3 disajikan aitem-aitem dari skala kecerdasan spiritual sebelum dilakukan uji coba dan aitem-aitem yang baik dari skala kecerdasan spiritual setelah uji coba.

Tabel 3

Distribusi Skala Kecerdasan Spiritual Setelah Uji Coba

Aspek

Nomor Lama Jumlah Aitem yang Baik Fav Unfav Jumlah Fav Unfav Jumlah Kemampuan bersikap

fleksibel 1, 17, 33, 49 2, 18, 34, 50 8 1, 33, 49

34, 50 5

Kualitas hidup yang terilhami oleh visi dan nilai

4, 20, 36, 52

3, 19, 35, 51

8 4, 20

3, 19, 51

5

Kesadaran diri 5, 21,

37, 53

6, 22, 38, 54

8 5, 53

6, 38, 54

5

Kemampuan untuk

menghadapi dan

(65)

memanfaatkan kesulitan Kemampuan untuk melihat keterkaitan

9, 25, 41, 57

10, 26, 42, 58

8 9, 41

10, 26, 42

5

Tidak menyebabkan kerugian yang tidak perlu

12, 28, 44, 60 11, 27, 43, 59 8 12, 44, 60 11, 27, 43, 59 7

Kemampuan untuk

mencari jawaban-jawaban yang mendasar

13, 29, 45, 61

14, 30, 46, 62

8 13 30, 62 3

Kemampuan untuk bekerja melawan konvensi atau menjadi mandiri 16, 32, 48, 64 15, 31, 47, 63 8 - 15, 31, 47, 63 4

Total 32 32 64 16 24 40

Keterangan :

Aitem-aitem yang digarisbawahi : aitem-aitem yang gugur.

Berdasarkan hasil uji coba, diketahui bahwa seluruh aitem

(66)

korelasi aitem-total pada aitem tersebut yang paling mendekati 0,25 dibandingkan koefisien korelasi aitem-total pada aitem lainnya. Selain itu, peneliti hanya memperbaiki satu aitem dari empat aitem favourable yang ada tersebut guna menyetarakan jumlah aitem pada masing-masing aspek.

Peneliti juga memperbaiki satu aitem favourable dan satu aitem unfavourable dari aspek kemampuan untuk mencari jawaban-jawaban yang mendasar yang gugur, yaitu aitem nomor 61 dan 46. Hal ini juga dilakukan guna menyetarakan jumlah aitem pada masing-masing aspek. Peneliti memilih dua aitem tersebut juga karena aitem-aitem tersebut diprediksi mampu mengungkap kemampuan untuk mencari jawaban-jawaban yang mendasar. Hal ini terlihat dari koefisien korelasi aitem-total pada aitem tersebut yang paling mendekati 0,25 dibandingkan koefisien korelasi aitem-total pada aitem lainnya. Selain itu, peneliti menggugurkan satu aitem pada aspek kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan kesulitan. Aitem pada kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan kesulitan yang digugurkan, yaitu aitem nomor 55. Peneliti juga menggugurkan dua aitem pada aspek tidak menyebabkan kerugian yang tidak perlu, yaitu aitem nomor 12 dan 44. Hal ini dilakukan guna menyetarakan jumlah aitem pada masing-masing aspek.

(67)

aitem-aitem tersebut kurang relevan dengan situasi kehidupan subjek sehingga subjek cenderung hanya memilih pada salah satu alternatif jawaban. Pada tabel 4 disajikan aitem-aitem dari skala kecerdasan spiritual setelah perbaikan dan pengguguran, serta aitem-aitem dari skala kecerdasan spiritual yang telah disusun ulang setelah perbaikan dan pengguguran.

Tabel 4

Distribusi Skala Kecerdasan Spiritual dengan Nomor Aitem Baru

Aspek

Nomor Lama Nomor Baru

Fav Unfav Jumlah Fav Unfav Jumlah Kemampuan bersikap

fleksibel

1, 33, 49

34, 50 5

1, 17, 33

9, 25 5

Kualitas hidup yang terilhami oleh visi dan nilai

4, 20

3, 19, 51

5 26, 34

2, 10, 18 5 Kesadaran diri 5, 53 6, 38, 54

5 11, 35

3, 19, 27

5

Kemampuan untuk

menghadapi dan

memanfaatkan kesulitan 8, 24, 40 7, 39, 55 5 4, 20, 28

12, 36 5

Kemampuan untuk melihat keterkaitan

9, 41

10, 26, 42

5 21, 29

5, 13, 37

5

(68)

kerugian yang tidak perlu 44, 60 43, 59 30, 38

Kemampuan untuk

mencari jawaban-jawaban yang mendasar

13, 61

30, 46, 62

5 7, 39

15, 23, 31

5

Kemampuan untuk bekerja melawan konvensi atau menjadi mandiri 16 15, 31, 47, 63 5 24 8, 16, 32, 40 5

Total 16 24 40 16 24 40

Keterangan :

Aitem-aitem yang digarisbawahi : aitem-aitem yang digugurkan Aitem-aitem yang dicetak tebal : aitem-aitem yang diperbaiki.

2. Hasil Uji Coba Skala Altruisme

Kualitas aitem pada skala altruisme telah diuji dengan menggunakan taraf signifikansi 0,05. Pada pengujian pertama diperoleh nilai koefisien korelasi aitem-total berkisar antara -0,221 hingga 0,700 dan nilai koefisien

Alpha Cronbach keseluruhan sebesar 0,849 dengan 7 dari 36 aitem yang gugur (aitem 3, 6, 7, 10, 22, 26, 30). Selanjutnya, pada pengujian kedua diperoleh nilai koefisien korelasi aitem-total berkisar antara 0,240 hingga 0,725 dan nilai koefisien Alpha Cronbach keseluruhansebesar 0,895 dengan 2 dari 29 aitem yang gugur (aitem 17, 31).

(69)

keseluruhan sebesar 0,895. Hal ini menunjukkan bahwa nilai reliabiltas dari skala altruisme ini sebesar 0,895 yang berarti skala ini reliabel untuk digunakan karena mendekati nilai 1. Pada tabel 5 disajikan aitem-aitem dari skala altruisme sebelum dilakukan uji coba dan aitem-aitem dari skala altruisme yang telah disusun ulang setelah uji coba.

Tabel 5

Distribusi Skala Altruisme Setelah Uji Coba dengan Nomor Aitem Baru

Aspek

Nomor Lama Nomor Baru

Fav Unfav Jumlah Fav Unfav Jumlah

Empati 1, 8, 13,

20, 25, 32

2, 7, 14, 19, 26, 31

12

1, 4, 16, 19, 22, 25

7, 10, 13

9

Sukarela 4, 9, 16, 21, 28, 33

3, 10, 15, 22, 27, 34

12

2, 5, 8, 11, 23, 26

14, 17, 20

9

Perilaku Memberi 5, 12, 17, 24, 29, 36

6, 11, 18, 23, 30, 35

12

6, 9, 12, 15, 18

3, 21, 24, 27

9

Total 18 18 36 17 10 27

Keterangan :

Aitem-aitem yang digarisbawahi : aitem-aitem yang gugur.

H.METODE ANALISIS DATA

(70)
(71)

49

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.PELAKSANAAN PENELITIAN

Data penelitian diperoleh dengan cara membagikan Skala Kecerdasan Spiritual dan Skala Altruisme kepada subjek penelitian. Kedua skala ini disajikan secara bersamaan dengan dibentuk menjadi satu buku yang akan diisi oleh subjek. Peneliti mempersiapkan skala sebanyak 50 eksemplar. Penelitian ini dilakukan dari tanggal 12 Juni 2011 hingga tanggal 19 Juni 2011. Peneliti menyebar skala ini pada waktu pertemuan rutin anggota Komunitas Sant’

Egidio Yogyakarta. Selain itu, peneliti juga mendatangi anggota komunitas yang tidak dapat hadir pada pertemuan rutin tersebut. Subjek diminta untuk mengisi skala-skala tersebut sesuai dengan petunjuk yang telah dicantumkan pada setiap bagian. Dari 50 eksemplar skala yang disebar, semuanya kembali kepada peneliti dan telah dikerjakan sesuai dengan petunjuk. Oleh karena itu, semuanya dapat diolah dan dijadikan sebagai data penelitian.

B.DESKRIPSI SUBJEK PENELITIAN

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh anggota Komunitas Sant’ Egidio Yogyakarta yang berjumlah 50 orang. Data-data

(72)

Tabel 6

Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Usia Subjek

Usia

(tahun) Laki-laki Perempuan Jumlah Persentase

19 1 1 2 4%

20 1 5 6 12%

21 5 8 13 26%

22 1 7 8 16%

23 1 2 3 6%

24 3 2 5 10%

25 2 1 3 6%

26 4 0 4 8%

27 2 0 2 4%

30 1 0 1 2%

31 2 0 2 4%

33 1 0 1 2%

Total 24 26 50 100%

C.DESKRIPSI HASIL PENELITIAN

Berdasarkan data penelitian yang telah diperoleh, dapat diketahui hasil statistik data empiris yang disajikan pada tabel 7.

Tabel 7

Deskripsi Data Penelitian

Variabel N Minimum Maximum Mean SD

Teoritik Empirik

Kecerdasan Spiritual 50 100 132 100 115,70 7,76

(73)

Dari tabel di atas, terlihat bahwa dari skala kecerdasan spiritual pada 50 subjek dihasilkan skor mean empirik sebesar 115,70 dengan standar deviasi sebesar 7,76 dan mean teoritik sebesar 100. Hal ini menunjukkan bahwa mean empirik lebih besar daripada mean teoritiknya. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa kecerdasan spiritual pada subjek penelitian tergolong tinggi.

Selain itu, dari skala altruisme pada 50 subjek dihasilkan skor mean empirik sebesar 84,40 dengan standar deviasi sebesar 8,30 dan mean teoritik sebesar 67,5. Hal ini menunjukkan bahwa mean empirik lebih besar daripada mean teoritiknya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa altruisme pada subjek penelitian tergolong tinggi.

Selanjutnya, peneliti melakukan uji t untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada mean empirik dan teoritik, baik pada variabel kecerdasan spiritual maupun pada variabel altruisme. jika hasil uji t tersebut menunjukkan bahwa adanya perbedaan pada mean empirik dan teoritik yang signifikan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa subyek penelitian memiliki kecerdasan spiritual dan altruisme yang tinggi. Begitu juga sebaliknya, jika hasil uji t tersebut menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara mean empirik dan teoritik pada variabel kecerdasan spiritual dan altruisme yang tidak signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa subyek penelitian tidak memiliki kecerdasan spiritual dan altruisme yang tinggi.

1. Uji t Variabel Kecerdasan Spiritual

(74)

Tabel 8

Uji t pada Mean Empirik dan Mean Teoritik Variabel Kecerdasan Spiritual

Test Value = 0

t df Sig. (2-tailed) Difference Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

SI 105.395* 49 .000* 115.70000 113.4939 117.9061

Dari tabel di atas, terlihat bahwa nilai t sebesar 105,395 dan nilai signifikansi 0,000. Dengan demikian, dapat dilakukan analisis untuk membuktikan apakah hipotesis diterima atau ditolak seperti berikut ini:

Jika Sig > α, maka Ho diterima

Jika Sig < α, maka Ho ditolak

Nilai α sebesar 0,05. Hal ini berarti Sig < 0,05. Dengan demikian,

Ho ditolak. Jadi ada perbedaan yang signifikan antara mean empirik dan teoritik pada variabel kecerdasan spiritual.

2. Uji t Variabel Altruisme

(75)

Tabel 9

Uji t pada Mean Empirik d

Gambar

Gambar 1 Uji Linearitas  ..................................................................................
Tabel 2
Tabel 3 Distribusi Skala Kecerdasan Spiritual Setelah Uji Coba
Tabel 4 Distribusi Skala Kecerdasan Spiritual dengan Nomor Aitem Baru
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Sebelum merakit tulangan elemen struktur (sloof, balok, kolom, plat lantai, fondasi, dll), harus dipelajari terlebih dahulu gambar kerja yang akan digunakan

This linguistic study is done in order to gain comprehensive insight into English pragmatics, specifically into the realm of maxim flouting, where what is said deliberately

[r]

Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/ PUU/ -XI/ 2013 Tentang Akta Kelahiran Dikaitkan Dengan Hak Konstitusional Warga Negara (Studi Kasus Tentang Pengurusan

Kondisi fisik sapi jantan yang baik diantaranya berat pada waktu sapi. tersebut lahir, berat sapi setelah dewasa dan kerangka

Berdasarkan hasil yang dipaparkan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa metode Bayes empirik untuk menduga proporsi rumah tangga miskin di Kabupaten Klungkung

community; (8) Source Language &amp; tradition, means in what time.. the text was made, actually something happen in that time