• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek antiinflamasi ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. pada mencit betina galur Swiss - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Efek antiinflamasi ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. pada mencit betina galur Swiss - USD Repository"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK METANOL-AIR

DAUN Macaranga tanarius L. PADA MENCIT BETINA GALUR SWISS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Aloysia Yossy Kurniawaty NIM : 078114072

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

ii

EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK METANOL-AIR

DAUN Macaranga tanarius L. PADA MENCIT BETINA GALUR SWISS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Aloysia Yossy Kurniawaty NIM : 078114072

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

vii

karena berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Efek Anti-Inflamasi Ekstrak Metanol-Air Daun Macaranga tanarius L. pada

Mencit Betina Galur Swiss” ini dengan baik.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Oleh karena itu penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

2. Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. selaku pembimbing utama skripsi ini atas segala kesabaran untuk selalu mendukung, memotivasi, membimbing, dan memberi masukan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini

3. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku penguji skripsi atas bantuan dan masukan kepada penulis demi kemajuan skripsi ini.

(8)

viii

staf laboratorium Farmasi yang telah bersedia membantu dan menemani selama penelitian berlangsung, atas segala bantuan dan dinamika selama di laboratorium.

6. Bapak dan Ibu, atas dukungan, kasih sayang, doa dan perjuangan untuk terus memberikan yang terbaik bagiku, baik dalam materi maupun non-materi sehingga penulis tetap bersemangat dalam penyusunan skripsi ini.

7. Sahabat dan orang-orang terbaik dalam hidupku, Aloysius Bimo Tiar Nugroho, Maria Angela Diva Vilaningrum Widyatenti, dan Cornelius Brian Alfredo atas kebersamaan, dukungan moral, kasih sayang, perhatian, semangat, keceriaan, doa, dan hanya kalian yang selalu mampu menyemangatiku dalam keadaan apapun juga.

8. Rekan-rekan penelitian, Aryanti Prima Andini, Dina Wulandari, Ari Widya Nugraha, Andreas Arry Mahendra, Elisa Eka Adrianto, dan Cosmas Mora Yudiatmoko, atas bantuan, kerjasama, perjuangan, dan suka duka yang dialami selama penelitian.

9. Teman-teman FKK B angkatan 2007 atas kebersamaan, persahabatan, suka dan duka selama ini.

(9)

ix

Akhir kata, penulis berharap bahwa skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik mahasiswa, lingkungan akademis, masyarakat, serta memberikan sumbangan kecil bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kefarmasian. Atas perhatiannya penulis mengucapkan terima kasih.

Yogyakarta, 21 Desember 2010

(10)
(11)

xi

mengetahui efek antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius, untuk mengetahui besar daya antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius serta untuk mengetahui besar potensi relatif daya antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada mencit betina galur Swiss dengan metode Langford termodifikasi.

Penelitian ini termasuk eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Tiga puluh lima ekor mencit dibagi dalam 7 kelompok, yaitu kelompok karagenin 1%, kelompok kontrol negatif aquades dan CMC-Na 1%, kelompok kontrol positif diklofenak, kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dengan dosis 711 mg/kgBB, 2133 mg/kgBB, dan 6400 mg/kgBB. Distribusi data dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov, dilanjutkan Anova satu arah dan uji Scheffe dengan taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak metanol-air daun M. tanarius memiliki efek antiinflamasi. Daya antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada dosis 711 mg/kgBB; 2133 mg/kgBB; dan 6400 mg/kgBB berturut-turut adalah 23,34%; 37,39%; dan 46,97%. Potensi relatif daya antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada dosis 711 mg/kgBB; 2133 mg/kgBB; dan 6400 mg/kgBB yang dinyatakan oleh persen potensi relatif daya antiinflamasi berturut-turut adalah 43,32%; 65,54%; dan 87,16%.

(12)

xii

purposes are to investigate anti-inflammatory effects of methanol-water extract of M. tanarius leaves, to find out the large of anti-inflammatory power of methanol-water extract of M. tanarius leaves and also to know the relative potential amount of anti-inflammatory power of methanol-water extract of M. tanarius leaves toward Swiss female mice by using modified Langford method.

This research is purely experimental with completely randomized design direction. Thirty five mice were divided into seven groups of five animals each. 1% carrageenan group, aquadest negative control group and 1% CMC-Na, diclofenac positive control group, group of methanol-water extract of M. tanarius leaves treatment with a dose of 711 mg/kg, 2133 mg/kg, and 6400 mg/kg. Data distribution was analyzed with Kolmogorov-Smirnov test, continued by one-way ANOVA and Scheffe test with 95% confidence level

The research results showed that methanol-water extract of M. tanarius leaves has anti-inflammatory effects. Anti-inflammatory power of methanol-water extract of M. tanarius leaves at dose of 711 mg/kg, 2133 mg/kg, and 6400 mg/kg were 23.34%, 37.39%, and 46.97%. The relative potential of anti-inflammatory power of methanol-water extract of M. tanarius leaves at dose of 711 mg/kg, 2133 mg/kg and 6400 mg/kg were 43.32%, 65.54%, and 87.16%.

(13)

xiii

HALAMAN JUDUL ...ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iii

HALAMAN PENGESAHAN ...iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ...v

PRAKATA ...vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...x

INTISARI ...xi

ABSTRACT ...xii

DAFTAR ISI ...xiii

DAFTAR TABEL ...xvi

DAFTAR GAMBAR ...xvii

DAFTAR LAMPIRAN ...xviii

BAB I. PENGANTAR ...1

A. Latar Belakang ...1

1. Permasalahan ...3

2. Keaslian penelitian ...4

3. Manfaat penelitian ...4

B. Tujuan Penelitian ...5

(14)

xiv

3. Kandungan kimia ...7

4. Kegunaan...9

5. Ekologi penyebaran dan budidaya...9

B. Metode Penyarian...10

C. Inflamasi...10

1. Definisi ...10

2. Klasifikasi ...11

3. Penyebab dan gejala ...12

4. Mekanisme ...13

D. Antiinflamasi ...17

E. Metode Uji Daya Antiinflamasi ...18

F. Diklofenak ...22

G. Landasan Teori ...23

H. Hipotesis ...24

BAB III. METODE PENELITIAN ...25

A. Jenis Rancangan Penelitian ...25

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ...25

1. Variabel penelitian ...25

(15)

xv

F. Tata Cara Analisis Hasil ...37

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...38

A. Hasil Determinasi Tanaman ...38

B. Hasil Pembuatan Ekstrak Metanol-air Daun M. tanarius ...38

C. Uji Pendahuluan ...40

D. Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Metanol-air Daun M. tanarius ...46

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ...56

A. Kesimpulan ...56

B. Saran ...56

DAFTAR PUSTAKA ...58

LAMPIRAN ...63

(16)

xvi

Tabel II. Hasil uji Scheffe rata-rata bobot udema pada penetapan rentang waktu pemotongan kaki setelah injeksi karagenin 1% secara subplantar ...42 Tabel III. Rata-rata bobot udema pada orientasi dosis efektif diklofenak dan rentang waktu pemberian dosis efektif diklofenak ...43 Tabel IV. Hasil uji Scheffe rata-rata bobot udema pada pada orientasi dosis efektif diklofenak dan rentang waktu pemberian dosis efektif diklofenak ...45 Tabel V. Rata-rata bobot udema pada kelompok perlakuan uji antiinflamasi ...47 Tabel VI. Rata-rata persen daya antiinflamasi pada kelompok perlakuan uji antiinflamasi ...49 Tabel VII. Uji Scheffe persen (%) daya antiinflamasi kelompok perlakuan uji

antiinflamasi ...51 Tabel VIII. Rata-rata persen (%) daya antiinflamasi dan rata-rata persen (%) potensi

(17)

xvii

aslinya dan tempat bekerja obat antiinflamasi ...15

Gambar 3. Struktur diklofenak ...22

Gambar 4. Diagram batang rata-rata bobot udema pada orientasi rentang waktu pemotongan kaki setelah injeksi karagenin 1% secara subplantar ...41

Gambar 5. Diagram batang rata-rata bobot udema pada orientasi dosis efektif diklofenak dan rentang waktu pemberian dosis efektif diklofenak ...44

Gambar 6. Diagram batang rata-rata bobot udema kaki mencit kelompok perlakuan uji antiinflamasi ...48

Gambar 7. Diagram batang persen daya antiinflamasi kelompok perlakuan uji antiinflamasi ...50

Gambar 8. Grafik hubungan antara log dosis terhadap % daya antiinflamasi ...53

Gambar 9. Foto tanaman M. tanarius...62

Gambar 10. Foto serbuk daun M. tanarius ...62

Gambar 11. Foto ekstrak metanol-air daun M. tanarius ...63

Gambar 12. Larutan ekstrak metanol-air daun M. tanarius pekat ...63

Gambar 13. Foto kaki kiri mencit yang mengalami udema ...64

(18)

xviii

Lampiran 2. Data bobot udema kaki mencit hasil uji pendahuluan dosis efektif dan rentang waktu pemberian dosis efektif diklofenak dan hasil analisis

statistiknya ...69

Lampiran 3. Data bobot udema kaki mencit hasil uji efek antiinflamasi dan hasil analisis statistiknya ...72

Lampiran 4. Tabel % daya antiinflamasi dan potensi relatif ...76

Lampiran 5. Contoh cara perhitungan % daya antiinflamasi dan potensi relatif ...76

Lampiran 6. Perhitungan penetapan peringkat dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada kelompok perlakuan ...77

Lampiran 7. Perhitungan ED50 ekstrak metanol-air daun M. tanarius ...78

Lampiran 8. Surat pengesahan determinasi tanaman M. tanarius ...79

Lampiran 9. Surat keterangan hewan uji yang digunakan ...80

Lampiran 10. Hasil rendemen ekstrak metanol-air daun M. tanarius ...81

(19)

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Inflamasi atau peradangan merupakan suatu respon yang mencolok pada jaringan-jaringan hidup di sekitar sel-sel atau jaringan tubuh yang cedera atau mati. Inflamasi atau peradangan cenderung dianggap sebagai sesuatu yang tidak diinginkan, padahal sebenarnya merupakan suatu keadaan yang membantu netralisasi, penghancuran jaringan nekrosis, dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan pada proses penyembuhan (Price dan Wilson, 1992). Peran proses inflamasi di antaranya untuk penghancuran mikroorganisme yang masuk sehingga akan mencegah penyebaran infeksi (Underwood, 1996). Inflamasi tidak diinginkan karena terjadinya inflamasi biasanya disertai gejala-gejala yang menimbulkan rasa tidak nyaman yaitu kemerahan (rubor), panas meningkat (calor), nyeri (dolor), pembengkakan (tumor), dan gangguan fungsi (function laesa). Hal ini menjadi alasan bahwa inflamasi sangat mengganggu aktivitas.

(20)

prostaglandin terhambat (Anonim, 2000). Efek samping obat ini berupa gangguan gastrointestinal seperti mual, muntah, diare, kejang perut, dispepsia, kembung; sakit kepala, dan erupsi kulit atau ruam (Anonim, 2009). Karena hal tersebut maka muncul kecenderungan masyarakat untuk mengatasi penyakit dengan memanfaatkan tumbuhan sekitar yang mungkin berkhasiat (back to nature) dan dianggap relatif lebih aman daripada produk obat sintetik, sehingga masyarakat mencoba mencari alternatif lain dengan menggunakan pengobatan tradisional.

Eksplorasi tanaman yang berefek antiinflamasi semakin berkembang dan semakin banyak dilakukan untuk mendapatkan informasi dalam pengembangan dunia pengobatan. Tanaman yang mungkin jarang dikenal oleh sebagian besar masyarakat namun masih dapat dieksplorasi sebagai tanaman alternatif pengobatan yaitu Macaranga tanarius (L.).

Phommart, Sutthivaiyakit, Chimnoi, Ruchirawat, dan Sutthivaiyakit (2005) melaporkan salah satu konstituen dari ekstrak n-heksan dan kloroform dari daun M.

tanarius berupa flavonoid mempunyai aktivitas antioksidan terhadap DPPH dan nymphaeols B sebagai agen antiinflamasi pada uji siklooksigenase-2.

(21)

karbonil yang mampu menangkap radikal bebas sehingga jalur pembentukan prostlagandin dapat dihambat. Jika mediator inflamasi tidak terbentuk, maka peradangan (inflamasi) tidak terjadi. Hal inilah yang mendasari dugaan sementara bahwa ekstrak metanol-air daun M. tanarius dapat berkhasiat sebagai antiinflamasi. Pemilihan ekstrak metanol-air dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan senyawa yang lebih banyak dalam penangkapan radikal bebas dibandingkan dengan penelitian Matsunami, dkk (2006) yang hanya menggunakan ekstrak metanol, dan juga karena senyawa ini termasuk dalam golongan glikosida yang mudah larut dalam air. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan uji efek antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada mencit betina galur Swiss.

1. Permasalahan

Permasalahan yang akan diteliti adalah :

a. Apakah ekstrak metanol-air daun M. tanarius memiliki efek antiinflamasi pada mencit betina galur Swiss?

b. Berapakah besar daya antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada mencit betina galur Swiss?

c. Berapakah besar potensi relatif daya antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M.

tanarius pada mencit betina galur Swiss?

(22)

2. Keaslian penelitian

Penelitian terkait pengujian daun M. tanarius melaporkan kandungan ekstrak metanol M. tanarius berupa mallotinic acid, corilagin, macatannin A,

chebulagic acid, and macatannin B mempunyai aktivitas potensial menghambat α -glukosidase yang dapat dimanfaatkan sebagai antidiabetes (Puteri dan Kawabata, 2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Phommart, dkk (2005) melaporkan bahwa ekstrak n-heksan dari daun M. tanarius dilaporkan mengandung nymphaeol dan tanariflavanon sebagai antioksidan terhadap uji DPPH serta nymphaeol B sebagai agen antiinflamasi pada uji siklooksigenase-2.

Matsunami, dkk (2006) melaporkan 4 kandungan baru dari M. tanarius yaitu macarangiosida A-C, dan malofenol B, yang diisolasi dari ekstrak metanol M.

tanarius menunjukkan aktivitas penangkapan radikal terhadap DPPH.

Sejauh pengamatan penulis, penelitian tentang efek antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada mencit betina galur Swiss belum pernah dilakukan.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

(23)

b. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang nilai ED50 daun M. tanarius yang dapat digunakan sebagai antiinflamasi.

B. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui efek antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada mencit betina galur Swiss.

2. Untuk mengetahui besar daya antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada mencit betina galur Swiss.

3. Untuk mengetahui besar potensi relatif daya antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada mencit betina galur Swiss.

(24)

6

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Tanaman Macaranga tanarius L. 1. Keterangan botani

Macaranga tanarius (L.) M. A. termasuk dalam famili Euphorbiaceae dengan sinonim Ricinus tanarius L. (Wagner, Herbst, dan Sohmer, 1999),

Macaranga molliuscula Kurz, Macaranga tomentosa Druce, Mappa tanarius Blume (World Agroforestry Centre, 2002). Dikenal di beberapa daerah dengan nama tutup ancur (Jawa), mapu (Batak), mara (Sunda) (Anonim, 2010).

2. Morfologi

(25)

3. Kandungan kimia

Uji kimia dari tanin dalam daun M. tanarius dilaporkan 7 hydrolyzable

tannin yang baru, bersama dengan 21 tanin yang telah diketahui sebelumnya (Lim, Nonaka, dan Nishioka, 1990).

Dari daun M. tanarius dilaporkan ditemukan 3 kandungan senyawa baru yaitu tanarifuranonol, tanariflavanon C, dan tanariflavanon D bersama dengan 7 kandungan yang telah diketahui yaitu nymphaeol A, nymphaeol B, nymphaeol C, tanariflavanon B, blumenol A (vomifoliol), blumenol B (7,8-dihydrovomifoliol), dan

annuionone E (Phommart dkk, 2005).

Dilaporkan 4 kandungan baru dari daun M. tanarius megastigman

glucoside, dinamai macarangiosida A-D bersama dengan campuran mallophenol B, lauroside E, methyl brevifolin carboxylate, dan hyperin dan isoquercitrin (Matsunami dkk, 2006), serta lignan glukosida, (+)-pinoresinol 4-O-[6n

-O-galloyl]-β-D-glucopyranoside, dan 2 megastigman glukosida, dinamai macarangiosida E dan

(26)

Gambar 1. Struktur kandungan-kandungan yang diisolasi dari M. tanarius

(Matsunami dkk, 2006)

Dilaporkan pula kandungan ekstrak metanol M. tanarius berupa mallotinic

(27)

aktivitas potensial menghambat α-glukosidase yang dapat dimanfaatkan sebagai antidiabetes (Puteri dan Kawabata, 2010).

4. Kegunaan

Secara tradisional, tumbuhan M. tanarius digunakan sebagai fermentasi pada tempe dan pakan hewan (Puteri dan Kawabata, 2010). Kulit batang dan daun

M. tanarius diketahui banyak mengandung tanin yang telah digunakan dalam pengobatan tradisional untuk diare dan luka, dan juga sebagai antiseptik (Lim, Nonaka, dan Nishioka, 1990). Pada pengobatan tradisional di Malaysia dan Thailand, dekoksi akar M. tanarius digunakan sebagai antipiretik dan antitusif. Akar keringnya digunakan sebagai agen emetik, sedangkan daun segarnya digunakan untuk menutupi luka pada pencegahan antiinflamasi (Lim, Lim, dan Yule, 2009).

5. Ekologi penyebaran dan budidaya

(28)

B. Metode Penyarian

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).

Maserasi adalah cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dank arena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dan di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar dan di dalam sel (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986).

C. Inflamasi

1. Definisi

Inflamasi atau peradangan merupakan reaksi vaskular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat terlarut, dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial pada daerah cedera atau nekrosis (Price dan Wilson, 1992).

(29)

penyembuhan suatu jaringan (Denko, 1992). Proses inflamasi ini diperlukan dalam penyembuhan luka. Bagaimana pun inflamasi, apabila tidak dicegah dapat menjadi sebuah awalan dari beberapa penyakit seperti vasomotor rhinnorhoea, rheumatoid

arthritis, dan atherosclerosis (Henson dan Murphy, 1989).

2. Klasifikasi

Inflamasi secara umum dibagi menjadi 3 fase, yakni : inflamasi akut, respon imun, dan inflamasi kronis. Inflamasi akut merupakan respon awal terhadap cedera jaringan, hal tersebut terjadi melalui media rilisnya autacoid serta pada umumnya didahului oleh pembentukan respon imun (Katzung, 2001). Fase ini ditandai dengan adanya vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas kapiler (Vogel, 2002).

(30)

3. Penyebab dan gejala

Penyebab inflamasi dapat ditimbulkan oleh rangsangan fisik, kimiawi, biologis (infeksi akibat mikroorganisme atau parasit), dan kombinasi ketiga agen tersebut (Mutschler, 1986). Gejala proses inflamasi akut yang sudah dikenal meliputi

rubor, calor, dolor, tumor, dan functio laesa (Wilmana, 1995). Mediator kimiawi pada reaksi inflamasi yaitu histamin dan bradikinin. Eikosanoid, pada dasarnya terdiri dari prostaglandin, tromboksan dan leukotrien (Rang, Dale, Ritter, dan Moore, 2003).

Rubor atau kemerahan biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami inflamasi. Waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka arteriola yang mensuplai daerah tersebut melebar sehingga lebih banyak darah yang mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal. Keadaan inilah yang bertanggung jawab atas warna merah lokal yang tampak pada peradangan akut (Kee dan Hayes, 1996).

Calor atau rasa panas, terjadi bersamaan dengan kemerahan pada reaksi radang akut. Sebenarnya, panas hanyalah suatu sifat reaksi peradangan pada permukaan badan, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari 37°C, yaitu suhu di dalam tubuh. Hal ini dapat terjadi karena darah yang disalurkan tubuh ke permukaan yang mengalami radang lebih banyak daripada darah yang disalurkan ke daerah yang normal (tidak mengalami radang) (Price dan Wilson, 1992).

(31)

ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Hal yang sama, pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Selain itu pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkab peningkatan tekanan lokal, yang tanpa dapat diragukan lagi dapat menimbulkan rasa sakit (Price dan Wilson, 1992).

Gejala yang paling terlihat dari peradangan akut mungkin adalah pembengkakan lokal (tumor). Pembengkakan timbul akibat pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interestial. Campuran cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat.

Functio laesa yaitu berkurangnya fungsi dari organ yang mengalami peradangan (Sander, 2003). Hilangnya fungsi disebabkan karena penumpukan cairan pada tempat cedera jaringan dan karena rasa nyeri, yang mengurangi mobilitas pada daerah yang terkena (Kee dan Hayes, 1996). Gerakan yang terjadi pada daerah radang, baik yang dilakukan secara sadar ataupun secara reflek akan mengalami hambatan oleh rasa sakit; pembengkakan yang hebat secara fisik mengakibatkan berkurangnya gerak jaringan (Underwood, 1996).

4. Mekanisme

(32)

arakidonat (Tjay dan Rahardja, 2002). Asam arakidonat tersebut dapat dimetabolisme dalam dua jalur enzim yang berbeda, yaitu jalur enzim siklooksigenase dan lipooksigenase (Price and Wilson,1992). Beberapa sel dan mediator terlibat dalam respon alamiah (merupakan berbagai sistem pertahanan tubuh) dan interaksinya sangat kompleks. Lebih detailnya, berhubungan dengan kejadian-kejadian vaskuler dan peran sel serta mediator-mediator dalam tubuh. Kejadian-kejadian vaskuler adalah dilatasi awal dari arteriola-arteriola kecil yang berakibat pada peningkatan aliran darah, diikuti dengan penurunan kemudian berhentinya aliran darah dan peningkatan permeabilitas dari venula post kapiler, dengan eksudasi cairan. Vasodilatasi yang terjadi disebabkan oleh beberapa mediator (histamin, prostaglandin (PG) E2 dan I2, dan sebagainya) yang dilepaskan karena adanya interaksi antara mikroorganisme dan jaringan. Beberapa dari mediator tersebut (seperti histamin, platelet-activating factor (PAF), dan sitokin dilepaskan oleh interaksi TRL-PAMP) juga bertanggung jawab atas fase awal dari peningkatan permeabilitas vaskuler. Sistem kinin merupakan salah satu dari rangkaian enzim, yang mengakibatkan produksi beberapa mediator inflamasi, pada umumnya bradikinin. Sel yang terlibat dalam peradangan, beberapa (sel-sel endothelial vaskular, sel mast, dan makrofag jaringan) secara normal berada dalam jaringan, sementara dari darah platelet dan leukosit meningkatkan akses ke area inflamasi (Rang dkk., 2007).

(33)

mengikuti tantangan fagositik. Produksi radikal bebas oksigen bergantung pada aktivasi sistem oksidase NADPH. Anion superoksida, hidrogen peroksida (H2O2), dan radikal hidroksil merupakan spesies utama yang diproduksi oleh sel, dan anion superoksida dapat berinteraksi dengan NO untuk membentuk spesies nitrogen aktif (Kumar, Abbas, dan Fausto, 2005).

Gambar 2. Diagram mediator inflamasi yang terbentuk dari fosfolipid dengan skema aslinya dan tempat bekerja obat antiinflamasi (Rang dkk, 2003)

(34)

termasuk diantaranya yang paling penting mediator-mediator dalam reaksi inflamasi. Sumber utama dari eicosanoid adalah asam arakidonat, yang terbentuk dari proses esterifikasi fosfolipid. Eicosanoid utama antara lain prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien, meskipun derivat lain dari asam arakidonat seperti lipoksan juga dihasilkan. Langkah awal dan batas laju sintesis eicosanoid bergantung pada pembebasan asam arakidonat, baik dalam satu tahap (dengan bantuan fosfolipase A2) maupun dua tahap (dengan bantuan IP, inositol, fosfat, DAG, dan diasilgliserol). Jalur fosfolipase A2 memiliki pengaruh besar dalam pembentukan asam arakidonat intraseluler. Kerusakan sel umumnya memicu proses pembebasan asam arakidonat. Asam arakidonat dimetabolisme melalui beberapa jalur, yaitu:

a. Melalui siklooksigenase (COX) yang terdiri dari dua bentuk, COX-1 dan COX-2. Enzim-enzim ini mengawali biosintesis prostaglandin dan tromboksan.

b. Melalui bermacam-macam lipoksigenase yang mengawali sintesis leukotrien, lipoksin, dan komponen lainnya (Rang dkk, 2007).

(35)

substansi-substansi ini dengan asam arakidonat menyebabkan munculnya substansi-substansi kemotaktik, oleh karena itu memperlama proses inflamasi (Wibowo dan Gofir, 2001).

D. Antiinflamasi

Berdasarkan mekanisme kerjanya secara umum, obat antiinflamasi dibagi dalam dua golongan, yaitu golongan steroid dan golongan nonsteroid. Obat antiinflamasi golongan steroid memiliki daya antiinflamasi kuat, dengan mekanisme utama menghambat pelepasan prostaglandin dari sel-sel sumbernya. Sedangkan obat antiinflamasi golongan non steroid (OAINS) bekerja melalui mekanisme lain, seperti inhibisi enzim siklooksigenase yang berperan dalam biosintesis prostaglandin (Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alami Pitomedika, 1991).

Obat antiinflamasi golongan non steroid (OAINS) berperan sebagai antiinflamasi dengan satu atau beberapa mekanisme, diantaranya dengan inhibisi metabolisme asam arakidonat, inhibisi enzim siklooksigenase (COX) atau inhibisi sintesis prostaglandin, inhibisi lipooksigenase, inhibisi sitokin, pelepasan hormon steroid, stabilisasi membran lisosom, dan pelepasan fosforilasi oksidatif (Kohli, Ali, dan Raheman, 2005). Hampir semua OAINS adalah menghambat sintesis prostaglandin dengan inhibisi COX-1 dan COX-2. Berdasarkan pada selektifitasnya terhadap COX, OAINS dapat diklasifikasikan menjadi beberapa golongan, yaitu: 1. Inhibitor COX nonselektif, meliputi aspirin, indometasin, diklofenak, piroksikam,

(36)

2. Inhibitor selektif COX-2, meliputi nimesulid, meloksikam, nabumeton, dan aseklofenak. Golongan OAINS ini bekerja secara selektif preferential COX-2, dimana penghambatan pada COX-2 nya tidak sekuat golongan rofecoxib sehingga tidak mengganggu fungsi fisiologis COX-2 yang berguna pada kardiovaskular. Golongan OAINS ini disebut aman untuk kardiovaskular (Ignatius, Zarraga, dan Ernest, 2007).

3. Inhibitor sangat selektif COX-2, meliputi celecoxib, rofecoxib, valdecoxib, parecoxib, etoricoxib dan lumiracoxib (Derle, Gujar, dan Sagar, 2006). OAINS sangat selektif COX-2 memiliki efek samping pada kardiovaskular, yaitu dapat meningkatkan resiko terjadinya AMI (Acute Myocardial Infarction) karena mempunyai penghambatan yang sangat kuat terhadap COX-2. COX-2 mempunyai fungsi fisiologis dalam mensintesis prostasiklin yang berfungsi sebagai vasodilator pada pembuluh darah jantung (Ignatius dkk, 2007).

E. Metode Uji Daya Antiinflamasi

(37)

Beberapa metode yang dapat dipakai untuk mengukur daya antiinflamasi adalah sebagai berikut:

1. Uji eritema

Eritema (kemerahan) merupakan tanda awal dari reaksi inflamasi. Timbulnya eritema adalah akibat dari terjadinya sejumlah iritan kimiawi seperti xilem, minyak kroton, vesikan, histamin, dan bradikinin (Gryglewski, 1977). Eritema ini dapat diamati dua jam setelah kulit diradiasi dengan sinar UV. Kelemahan metode ini adalah eritema dapat dihambat oleh obat yang kerjanya tidak menghambat sintesa prostaglandin (Turner, 1965).

2. Induksi udema telapak kaki belakang

Pada metode ini induksi udem dilakukan pada kaki hewan percobaan yaitu tikus jantan atau betina, dengan cara penyuntikan suspensi karagenin secara sublantar pada telapak kaki kiri bagian belakang. Ukuran udema kaki diukur dengan alat plestimometer segera setelah injeksi (Khanna dan Sarma, 2001). Aktivitas anti-inflamasi obat ditunjukkan oleh kemampuannya mengurangi udema yang diinduksi pada kaki tikus (Vogel, 2002).

(38)

yang seragam pada hewan percobaan, akan dapat mempengaruhi nilai simpangan pada masing-masing kelompok tikus yang cukup besar (Gryglewski, 1977).

3. Tes granuloma

Hewan uji berupa tikus putih betina galur Wistar diinjeksi bagian punggung secara subkutan dengan 10-25 ml udara, kemudian 0,50 ml minyak kapas sebagai senyawa iritan. Pada hari kedua setelah pembentukan kantong, udara dihampakan. Pada hari keempat, kantung dibuka dan cairan eksudat disedot, selanjutnya diukur volume cairannya (Turner, 1965). Persen inhibisi granuloma dihitung dengan membandingkan volume cairan eksudat kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol (Khanna dan Sarma, 2001). Model percobaan ini lebih responsif untuk uji obat antiinflamasi steroid daripada nonsteroid (Turner, 1965).

4. Induksi artritis

Uji ini dilakukan dengan injeksi subkutan ataupun suspensi intrakutan

Mycobacterium butyricum dalam minyak mineral. Respon inflamasi lokal ditunjukkan dengan terbentuknya udema yang diikuti dengan timbulnya penyakit sistemik imun yang memberikan gejala pembengkakan tungkai dan lengan, hiperpireksida lokal dan munculnya benjolan pada telinga dan ekor (Gryglewski, 1977).

5. Percobaan in vitro

(39)

terjadinya inflamasi. Contoh beberapa percobaan in vitro adalah : penghambatan ikatan reseptor 3H-bradikinin, ikatan reseptor neurokinin, dan uji kemotaksis leukosit polimorfonuklear (Vogel, 2002).

Metode uji yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode Langford termodifikasi. Dasar metode ini adalah dengan membuat udema pada telapak kaki belakang mencit menggunakan karagenin 1%, kemudian kaki dipotong pada sendi

torsocrural dan ditimbang. Prosentase daya antiinflamasi dapat dihitung dari perubahan bobot kaki hewan uji.

Adapun rumus aslinya adalah sebagai berikut :

Keterangan :

U = harga rata-rata berat kelompok karagenin (kaki kiri) dikurangi rata-rata berat kaki normal (kaki kanan)

D = harga rata-rata berat kaki kelompok perlakuan (kaki kiri) dikurangi rata-rata berat kaki normal (kaki kanan)

Karena prosentase daya antiinflamasi dihitung dari pengurangan bobot udema maka rumus di atas diubah menjadi sebagai berikut:

Keterangan:

U = rata-rata bobot kaki kelompok karagenin dikurangi rata-rata bobot kaki kelompok normal (tanpa perlakuan)

D = rata-rata bobot kaki kelompok perlakuan dikurangi rata-rata bobot kaki kelompok normal (tanpa perlakuan).

(40)

kelompok karagenin dengan rata-rata berat kaki kelompok perlakuan dibandingkan dengan rata-rata berat kaki kelompok perlakuan, sedangkan pada cara perhitungan yang digunakan adalah persen (%) daya antiinflamasi kelompok perlakuan merupakan hasil perbandingan selisih rata-rata berat kaki kelompok karagenin dengan rata-rata berat kaki kelompok perlakuan dibandingkan dengan rata-rata berat kaki kelompok karagenin. Kedua cara perhitungan ini sama-sama dapat memberikan hasil negatif (-) bila harga U < D.

F. Diklofenak

Diklofenak adalah golongan obat nonsteroid dengan aktivitas analgesik, antiinflamasi, dan antipiretik. Struktur kimia diklofenak ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 3. Struktur diklofenak (Hanson, 2000)

(41)

untuk penderita yang hipersensitivitas terhadap diklofenak atau penderita asma, urtikaria atau alergi pada pemberian aspirin atau NSAID lainnya, serta penderita tukak lambung (Wilmana, 1995). Efek samping obat ini berupa gangguan gastrointestinal seperti mual, muntah, diare, kejang perut, dispepsia, kembung; sakit kepala, dan erupsi kulit atau ruam (Anonim, 2009). Dosis oral diklofenak adalah 75-100 mg/hari dalam 2-3 dosis, sebaiknya setelah makan. Dosis maksimal tiap hari untuk setiap cara pemberian adalah 150 mg (Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 2000).

G. Landasan Teori

Inflamasi merupakan respon biologik dari reaksi-reaksi kimia secara berurutan dan bertugas melindungi tubuh dari infeksi dan memperbaiki jaringan yang rusak akibat jelas (Wilmana, 1995). Sebelum terjadinya inflamasi, neutrofil dan makrofag akan bermigrasi ke daerah yang mengalami kerusakan pada jaringan. Pada daerah peradangan juga dihasilkan oksidan reaktif seperti radikal bebas, yang memiliki kontribusi pada kerusakan jaringan seperti pada penyakit rheumatoid arthritis (Halliwell dkk., 1988). Biosintesis prostaglandin sendiri berlangsung dengan bantuan radikal bebas (Fessenden dan Fessenden, 1992). Jika radikal bebas tesebut tidak ditangkap, maka prostaglandin akan terus terbentuk dan menyebabkan terjadinya inflamasi.

(42)

dan malofenol B, yang diisolasi dari ekstrak metanol daun M. tanarius menunjukkan aktivitas penangkapan radikal terhadap DPPH. Macarangiosida A-C dan malofenol B memiliki kemampuan dalam menangkap oksidan reaktif seperti radikal bebas (free

radical scavengers). Dilihat dari pendekatan struktur, macarangiosida A-C dan malofenol B mempunyai gugus karbonil yang mampu menangkap radikal bebas sehingga jalur pembentukan prostlagandin dapat dihambat. Dengan demikian mediator inflamasi tidak terbentuk dan peradangan (inflamasi) tidak terjadi. Hal inilah yang mendasari dugaan sementara bahwa ekstrak metanol-air daun M. tanarius dapat berkhasiat sebagai antiinflamasi.

Untuk menguji efek antiinflamasi digunakan metode rangsang udema karena metode ini telah digunakan oleh banyak peneliti dan telah terbukti cocok untuk skrining untuk evaluasi mendalam (Vogel, 2002).

Metode ini dipilih juga dikarenakan cakupan untuk menguji efek antiinflamasi cukup luas, sehingga sekalipun belum diketahui secara spesifik bagaimana mekanisme efeknya tetap dapat terlihat efeknya melalui metode ini.

H. Hipotesis

(43)

25

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian tentang efek antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada mencit betina galur Swiss merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola searah.

B. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel penelitian

a. Variabel utama 1) Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah dosis ekstrak metanol-air daun

M. tanarius.

2) Variabel tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah prosentase daya antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius.

b. Variabel Pengacau

1) Variabel pengacau terkendali

(44)

umurnya 2-3 bulan, jalur pemberian ekstrak dilakukan secara peroral, jalur pemberian rangsang inflamasi secara subplantar.

2) Variabel pengacau tak terkendali

Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah keadaan patofisiologis dari hewan uji yang digunakan, kemampuan tubuh hewan uji untuk mengabsorbsi ekstrak metanol-air daun M. tanarius, serta kemampuan hewan untuk beradaptasi dengan peradangan.

2. Definisi operasional

a. Daun M. tanarius adalah daun yang diambil dari tanaman M. tanarius, memiliki daun yang berwarna hijau, tidak berlubang dan segar

b. Ekstrak metanol-air daun M. tanarius berupa ekstrak kental yang diperoleh dengan mengekstraksi serbuk kering daun M. tanarius seberat 10 gram yang dilarutkan dalam 100 ml pelarut metanol 50% secara maserasi selama 72 jam. Kemudian disaring dengan kertas saring dan diuapkan di oven selama 24 jam. c. Larutan ekstrak metanol-air daun M. tanarius pekat adalah larutan dengan

konsentrasi 38,4% yang diperoleh dengan cara melarutkan ekstrak metanol-air daun M. tanarius seberat 1,92 gram dengan CMC Na 1% ke dalam labu ukur 5 ml.

(45)

e. Efek antiinflamasi adalah kemampuan suatu zat untuk mengurangi udema pada kaki hewan uji akibat injeksi karagenin 1% subplantar.

f. Metode Langford termodifikasi dilakukan dengan menggunakan mencit betina galur Swiss sebagai hewan uji yang diradangkan telapak kaki kirinya dan diukur bobot udema kakinya dengan cara memotong kedua kaki belakang mencit pada sendi torsocrural, kemudian ditimbang dan dihitung selisih bobot kaki kiri dan kanan hewan uji tersebut. Bobot udema kelompok perlakuan kemudian dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif.

g. Uji antiinflamasi adalah uji dengan menggunakan mencit galur Swiss sebagai hewan uji yang diradangkan telapak kaki kirinya, dan diukur bobot kedua kaki belakangnya dengan menggunakan neraca analitik (Mettler Toledo), kemudian dibandingkan dengan perlakuan per oral ekstrak metanol-air daun M. tanarius. h. Injeksi sub plantar adalah injeksi pada telapak kaki hewan uji, arah jarum harus

menuju ke jari-jari hewan uji.

(46)

C. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1. Hewan uji yang digunakan yaitu mencit betina galur Swiss, dengan umur 2-3 bulan, berat badan 20-30 g yang diperoleh dari Laboratorium LPPT Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

2. Bahan uji yang digunakan adalah daun M. tanarius yang dipanen pada bulat Maret 2010 dan diperoleh dari Kebun Tanaman Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Zat inflamatogen : Karagenin tipe I (Sigma Chemical Co.), yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Tablet Cataflam D 50 (Novartis Indonesia) yang mengandung kalium diklofenak 50 mg sebagai kontrol positif diperoleh dari Apotek Dina Farma.

5. NaCl fisiologis 0,9 % (Otsuka) sebagai pelarut karagenin diperoleh dari Apotek Kimia Farma.

6. Carboxymethylcellulose-natrium (Dai-Ichi Seiyaku Co., Ltd.), sebagai pensuspensi ekstrak metanol-air daun M. tanarius diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

(47)

D. Alat atau Instrumen Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : 1. Alat ekstraksi

a. Oven (Memmert)

b. Mesin penyerbuk (Retsch)

c. Ayakan

d. Seperangkat alat gelas berupa gelas beker, erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur, cawan porselen, pipet tetes, batang pengaduk (Pyrek Iwaki Glass)

e. Shaker

2. Alat induksi udema telapak kaki belakang a. Gunting bedah

b. Spuit injeksi 1 mL yang digunakan untuk pemberian peroral memiliki jarum yang ujungnya berbentuk bulat dan berlubang di bagian tengah (Terumo) c. Spuit injeksi 1 mL yang memiliki ujung runcing dan digunakan untuk

pemberian secara intraperitoneal (Terumo) 3. Lain-lain

a. Kamera digital

(48)

E. Tata Cara Penelitian

1. Determinasi tanaman

Determinasi tanaman M. tanarius menggunakan biji, bunga, daun, batang yang dilakukan secara benar sesuai dengan buku acuan, di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Pengumpulan bahan

Daun M. tanarius diperoleh dari kebun obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang di panen pada bulan Maret 2010. Daun yang diambil adalah daun segar yang berwarna hijau dan tidak berlubang.

3. Pembuatan simplisia

Pembuatan simplisia daun M. tanarius yang telah dikumpulkan, dicuci dengan air mengalir, kemudian ditiriskan dengan sinar matahari, untuk meniadakan air pada daun. Selanjutnya daun dikeringkan kembali menggunakan oven pada suhu 40-50 0C selama 24 jam dan diserbuk menggunakan mesin penyerbuk di Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Kemudian serbuk simplisia diayak menggunakan ayakan nomor 40.

4. Pembuatan ekstrak metanol-air daun M. tanarius

(49)

jam hingga diperoleh bobot tetap ekstrak. Buat sebanyak 6 replikasi. Kemudian akan didapatkan rendemen rata-rata ekstrak kental daun M. tanarius sebesar 1,92 gram. 5. Penetapan konsentrasi pekat ekstrak metanol-air daun M. tanarius

Ekstrak daun M. tanarius yang kental dihitung rata-rata rendemennya dari ke-6 replikasi yang telah dibuat.

Setelah didapat rata-rata rendemennya maka dapat ditetapkan konsentrasi ekstrak. Konsentrasi yang digunakan adalah konsentrasi terpekat yang dapat dibuat dan dapat dimasukkan serta dikeluarkan dari spuit oral 1 ml adalah dengan cara melarutkan ekstrak percawannya yaitu 1,92 gram dalam labu ukur terkecil dengan pelarut yang sesuai yaitu CMC Na 1%. Labu ukur terkecil yang tersedia yaitu labu ukur 5 ml sehingga dapat ditetapkan konsentrasi ekstrak metanol-air dari daun M.

tanarius sebesar 0,384 atau 384 atau 38,4%. 6. Penetapan dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius

Dalam penelitian ini, ekstrak metanol-air daun M. tanarius dibuat dalam tiga peringkat dosis, yaitu 711 mg/kg BB; 2133 mg/kg BB; dan 6400 mg/kg BB. Dasar penetapan peringkat adalah bobot tertinggi mencit dan pemberian cairan secara

peroral separuhnya yaitu ml

(50)

Keterangan: D = dosis (mg/kg)

BB = berat badan mencit (g) C = konsentrasi (g/ml) V = volume (ml)

Penetapan dosis tertinggi ekstrak metanol-air daun M. tanarius:

Peringkat dosis dalam penelitian:

7. Penyiapan hewan uji

(51)

8. Pembuatan larutan karagenin 1 %

Larutan karagenin yang digunakan sebagai zat peradang dibuat dengan dengan cara : 100,0 mg karagenin dilarutkan dalam NaCl fisiologis (0,90%) hingga volume 10,0 ml, akan diperoleh larutan karagenin 1% (b/v) yang setara dengan dosis 25 mg/kgBB. Perhitungan karagenin adalah sebagai berikut

9. Pembuatan CMC-Na 1 %

CMC-Na sebanyak 1,0 g dilarutkan dengan aquades hangat sampai 100,0 ml, kemudian aduk sampai diperoleh larutan yang homogen.

10. Pembuatan larutan diklofenak

Tablet Cataflam D 50 yang mengandung kalium diklofenak 50 mg sebanyak 20 tablet diuji keseragaman bobotnya. Diambil 1 tablet Cataflam D 50 yang mengandung kalium diklofenak 50 mg yang telah diuji keseragaman bobotnya tersebut, digerus dalam mortir, lalu dilarutkan dalam aquades hingga volume 100,0 ml sehingga diperoleh konsentrasi 0,819 mg/ml.

Dosis diklofenak dipilih berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya (Djunarko, Donatus, dan Noni, 2003). Menurut penelitian, dosis diklofenak untuk tikus dengan berat badan 250 gram adalah 40 mg/kgBB.

(52)

gram kemudian dikonversikan ke mencit dengan berat badan 20 gram, perhitungannya sebagai berikut :

0,14 x 32 mg/kgBB = 4,48 mg/kgBB

Sehingga dosis diklofenak untuk mencit dengan berat badan 20 gram adalah 4,48 mg/kgBB. Kemudian digunakan satu dosis lain yang diperoleh dari dosis lazim pemakaian diklofenak pada manusia 50 kg adalah 75 mg (Anonim, 2000). Dosis diklofenak untuk manusia 70 kg adalah (70 kg x 75 mg) : 50 kg = 105 mg. Dari manusia dengan berat badan 70 kg kemudian dikonversikan ke mencit dengan berat badan 20 gram, perhitungannya sebagai berikut :

0,0026 x 105 mg = 0,273 mg

Sehingga dosis diklofenak untuk mencit dengan berat badan 20 gram adalah 0,273 mg/20 gramBB atau 13,65 mg/kgBB. Dosis diklofenak yang digunakan sebagai dosis orientasi adalah 4,48 dan 13,65 mg/kgBB.

11. Uji Pendahuluan

a. Uji pendahuluan waktu pemotongan kaki setelah injeksi karagenin 1%

(53)

udema paling besar dijadikan acuan untuk perlakuan dengan karagenin 1% selanjutnya.

b. Uji pendahuluan dosis efektif dan rentang waktu pemberian dosis efektif diklofenak

Waktu pemberian dosis efektif diklofenak dipilih berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, yaitu 15 menit (Esvandiary, 2006; Martin, 2010; Gunawan, 2010) dan 30 menit (Hidayat, 2010). Dalam penetapan ini dilakukan digunakan 12 ekor yang terbagi dalam 4 kelompok. Kelompok I, II, III, dan IV secara berturut-turut diberikan pemberian p.o. diklofenak dengan dosis 4,48 mg/kgBB dengan rentang waktu pemberian 15 menit, dosis 13,65 mg/kgBB dengan rentang waktu pemberian 15 menit, dosis 4,48 mg/kgBB dengan rentang waktu pemberian 30 menit, dan dosis 13,65 mg/kgBB dengan rentang waktu pemberian 30 menit sebelum injeksi karagenin 1% secara subplantar. Tiga jam setelah injeksi karagenin, dilakukan pengukuran udem. Waktu efektif pemberian diklofenak merupakan rentang waktu antara sesaat setelah pemberian diklofenak sampai saat injeksi karagenin, yang mampu menurunkan udem secara berarti.

12. Perlakuan hewan uji

Tiga puluh lima ekor mencit dibagi secara acak menjadi 7 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor dengan perlakuan sebagai berikut:

a. kelompok I : kelompok kontrol negatif karagenin 1%

(54)

ekstrak metanol-air daun M. tanarius

d. kelompok IV : kelompok kontrol positif diklofenak secara peroral dengan dosis 13,65 mg/kgBB

e. kelompok V : kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dengan dosis 711 mg/kgBB

f. kelompok VI : kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dengan dosis 2133 mg/kgBB

g. kelompok VII : kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dengan dosis 6400 mg/kgBB

Setelah hewan uji dikelompokkan dan diberi perlakuan secara peroral, 15 menit kemudian diinjeksi dengan larutan karagenin 1% secara subplantar pada kaki kiri sementara kaki kanan disuntik dengan spuit tanpa larutan karagenin. Tiga jam kemudian hewan uji dikorbankan, kedua kaki belakang dipotong pada sendi

torsocrural kemudian ditimbang bobot masing-masing kaki (kanan dan kiri). 13. Perhitungan daya antiinflamasi

Metode Langford yang telah dimodifikasi digunakan untuk mengetahui efek anti inflamasi, yang dihitung dalam persen (%) daya anti inflamasi dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

(55)

D = harga rata-rata berat kaki kelompok perlakuan (kaki kiri) dikurangi rata-rata berat kaki normal (kaki kanan)

14. Perhitungan prosentase relatif daya antiinflamasi

Untuk mengetahui % potensi relatif daya antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius terhadap diklofenak sebagai kontrol positif digunakan rumus :

Keterangan : DAp = % daya antiinflamasi kelompok perlakuan DAd = % daya antiinflamasi larutan diklofenak

F. Tata Cara Analisis Hasil

(56)

38

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Determinasi Tanaman

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk daun M. tanarius. Sebelum daun M. tanarius ini digunakan dalam pengujian efek antiinflamasi maka diperlukan determinasi tanaman untuk memastikan bahwa tanaman yang digunakan adalah benar-benar tanaman M. tanarius, yang biasa dikenal oleh sebagian masyarakat Indonesia sebagai tanaman Senu yang biasa dimanfaatkan sebagai pakan ternak hewan. Bagian tanaman yang digunakan dalam determinasi adalah bagian batang, daun, biji dan bunga.

Determinasi dilakukan sesuai dengan buku acuan hingga katagori jenis (species) untuk membuktikan bahwa batang, daun, biji dan bunga yang dideterminasi adalah benar M. tanarius.

Berdasarkan hasil determinasi tersebut maka terbukti bahwa tanaman yang diuji ini benar merupakan tanaman Macaranga tanarius L. (Lampiran 8).

B. Hasil Pembuatan Ekstrak Metanol-air Daun M. tanarius

(57)

yang hanya menggunakan ekstrak metanol, dan juga karena senyawa yang diduga larut dalam penelitian ini adalah macarangiosida A-C dan malofenol B yang termasuk dalam golongan glikosida yang mudah larut dalam air. Pemilihan metode maserasi disebabkan metode penyarian ini sederhana, mudah, dan efisien. Hal lain yang menjadi dasar adalah senyawa yang diduga terlarut lebih banyak sehingga kadarnya akan menjadi lebih besar. Dan karena belum diketahui apakah senyawa yang diduga larut dapat tahan terhadap pemanasan atau tidak, maka digunakan metode maserasi.

Sebelum dilakukan ekstraksi, dilakukan penyerbukan daun M. terlebih dahulu. Hal ini ditujukan supaya kandungan fitokimia yang terkandung dalam daun

(58)

C. Uji Pendahuluan

Sebelum dilakukan perlakuan uji antiinflamasi dari ekstrak metanol-air daun

M. tanarius, maka dilakukan serangkaian uji pendahuluan terlebih dahulu. Uji pendahuluan dilakukan untuk menetapkan hal-hal yang akan dilakukan pada pengujian yang sebenarnya. Uji pendahuluan yang dilakukan meliputi penetapan waktu pemotongan kaki hewan uji setelah injeksi karagenin 1% secara subplantar dan penetapan dosis efektif dan rentang waktu pemberian dosis efektif diklofenak. Selain itu, dilakukan pula penetapan dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang akan diujikan dalam penelitian ini.

1. Orientasi penetapan waktu pemotongan kaki hewan uji setelah injeksi

karagenin 1% secara subplantar

(59)

Tabel I. Rata-rata bobot udema pada orientasi rentang waktu pemotongan kaki setelah injeksi karagenin 1% secara subplantar

Kelompok Perlakuan (jam) Rata-rata bobot udema dalam miligram (X ± SE)

1 jam 82,80 ± 3,69

2 jam 87,43 ± 0,69

3 jam 107,37 ± 0,66

4 jam 80,77 ± 1,05

Keterangan :

X = Mean (Rata-rata) SE = Standard Error (SD/√n)

Gambar 4. Diagram batang rata-rata bobot udema pada orientasi rentang waktu pemotongan kaki setelah injeksi karagenin 1% secara subplantar

(60)

antarkelompok, dilanjutkan uji Scheffe. Data dan analisisnya dapat dilihat pada tabel II.

Tabel II. Hasil uji Scheffe rata-rata bobot udema pada penetapan rentang waktu pemotongan kaki setelah injeksi karagenin 1% secara subplantar

Waktu 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam

1 jam - TB B TB

2 jam TB - B TB

3 jam B B - B

4 jam TB TB B -

Keterangan :

TB = Berbeda tidak bermakna (p > 0,05) B = Berbeda bermakna (p ≤ 0,05)

Berdasarkan hasil uji Scheffe di atas, dapat disimpulkan bahwa waktu yang efektif untuk pemotongan kaki hewan uji adalah 3 jam setelah injeksi karagenin. Rentang waktu pemotongan kaki 3 jam setelah mencit diinjeksikan karagenin 1% secara subplantar berbeda secara signifikan terhadap rentang waktu pemotongan kaki 1, 2, dan 4 jam setelah mencit diinjeksi karagenin 1% secara subplantar. Di samping itu, pada rentang waktu pemotongan kaki 3 jam menimbulkan udema yang paling tinggi, yang artinya karagenin menginduksi secara maksimal pada jam tersebut sehingga dipilih rentang waktu pemotongan kaki 3 jam.

2. Orientasi dosis efektif diklofenak dan rentang waktu pemberian dosis efektif

diklofenak

(61)

mencit. Dosis diklofenak untuk mencit dengan berat badan 20 g yang digunakan dalam orientasi ini adalah 4,48 mg/kgBB berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya (Djunarko, Donatus, dan Noni, 2003) dan 13,65 mg/kgBB berdasarkan dosis untuk pemakaian sehari yang banyak digunakan di masyarakat (Anonim, 2000). Rentang waktu pemberian dosis efektif diklofenak dipilih berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, yaitu 15 menit (Esvandiary, 2006; Martin, 2010; Gunawan, 2010) dan 30 menit (Hidayat, 2010). Sehingga masing-masing kelompok secara berturut-turut diberikan pemberian p.o. diklofenak dosis 4,48 mg/kgBB dengan rentang waktu pemberian 15 menit, dosis 13,65 mg/kgBB dengan rentang waktu pemberian 15 menit, dosis 4,48 mg/kgBB dengan rentang waktu pemberian 30 menit, dan dosis 13,65 mg/kgBB dengan rentang waktu pemberian 30 menit sebelum injeksi karagenin 1% secara subplantar. Rata-rata bobot udema pada orientasi dosis efektif dan rentang waktu pemberian dosis efektif diklofenak dapat dilihat pada tabel III.

Tabel III. Rata-rata bobot udema pada orientasi dosis efektif diklofenak dan rentang waktu pemberian dosis efektif diklofenak

Kelompok Perlakuan Rata-rata bobot udema dalam miligram (X ± SE) Dosis 4,48 mg/kgBB dengan waktu

pemberian 15 menit 73,80 ± 1,31

Dosis 4,48 mg/kgBB dengan waktu

pemberian 30 menit 78,10 ± 2,46

Dosis 13,65 mg/kgBB dengan waktu

pemberian 15 menit 51,47 ± 1,10

Dosis 13,65 mg/kgBB dengan waktu

pemberian 30 menit 75,93 ± 1,03

Keterangan :

(62)

Gambar 5. Diagram batang rata-rata bobot udema pada orientasi dosis efektif diklofenak dan rentang waktu pemberian dosis efektif diklofenak

Dari analisis variansi satu arah, diketahui nilai probabilitasnya 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa bobot udema dalam tiap kelompok memiliki perbedaan yang bermakna (p ≤ 0,05). Selanjutnya untuk mengetahui kebermaknaan perbedaan

(63)

Tabel IV. Hasil uji Scheffe rata-rata bobot udema pada pada orientasi dosis efektif diklofenak dan rentang waktu pemberian dosis efektif diklofenak

Waktu dan dosis Dosis 4,48 mg/kgBB dengan waktu pemberian 15 menit Dosis 4,48 mg/kgBB dengan waktu pemberian 30 menit Dosis 13,65 mg/kgBB dengan waktu pemberian 15 menit Dosis 13,65 mg/kgBB dengan waktu pemberian 30 menit Dosis 4,48 mg/kgBB dengan waktu pemberian 15 menit

- TB B TB

Dosis 4,48 mg/kgBB dengan waktu pemberian 30

menit

TB - B TB

Dosis 13,65 mg/kgBB dengan waktu pemberian 15

menit

B B - B

Dosis 13,65 mg/kgBB dengan waktu pemberian 30

menit

TB TB B -

Keterangan :

TB = Berbeda tidak bermakna (p > 0,05) B = Berbeda bermakna (p ≤ 0,05)

(64)

dapat diketahui bahwa rata-rata bobot udema dosis 4,48 mg/kgBB dengan rentang waktu pemberian 15 menit, dosis 4,48 mg/kgBB dengan rentang waktu pemberian 30 menit, dan dosis 13,65 mg/kgBB dengan rentang waktu pemberian 30 menit masih menimbulkan udema yang lebih besar dibandingkan dosis 13,65 mg/kgBB dengan rentang waktu pemberian 15 menit. Seharusnya digunakan dosis 4,48 mg/kgBB karena dosis tersebut merupakan dosis sekali pemakaian diklofenak, sedangkan dosis 13,65 mg/kgBB merupakan dosis pemakaian untuk sehari. Namun dilihat dari rata-rata bobot udema bahwa dosis 13,65 mg/kgBB dengan rentang waktu pemberian 15 menit menimbulkan udema yang paling rendah. Hal tersebut berarti diklofenak telah dapat menimbulkan efek secara maksimal pada dosis dan rentang waktu tersebut sehingga dipilih dosis 13,65 mg/kgBB dengan waktu pemberian 15 menit.

D. Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Metanol-air Daun Macaranga tanarius (L.)

Pengujian daya antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diperoleh pada uji pendahuluan. Dari hasil orientasi yang telah dilakukan, diperoleh rentang waktu pemotongan kaki mencit setelah injeksi suspensi karagenin 1% adalah 3 jam. Kontrol positifnya adalah kalium diklofenak dosis 13,65 mg/kgBB, yang diberikan 15 menit sebelum pemberian suspensi karagenin 1%. Dengan menggunakan hasil orientasi, diperoleh rata-rata bobot udema kaki mencit pada kelompok perlakuan dengan ekstrak metanol-air daun

(65)

karagenin 1%. Data rata-rata bobot udema kaki mencit pada kelompok perlakuan dengan ekstrak metanol-air daun M. tanarius beserta kelompok kontrol negatif dan kontrol positif dapat dilihat pada tabel V.

Tabel V. Rata-rata bobot udema pada kelompok perlakuan uji antiinflamasi

Kelompok Uji subyek uji Jumlah dalam miligram (X ± SE) Rata-rata bobot udema

Karagenin 1% 5 105,22 ± 2,72

Akuades dosis 13,65 mg/kgBB 5 99,14 ± 2,02

CMC Na 1% dosis 6400 mg/kgBB 5 99,72 ± 2,33

Diklofenak dosis 13,65 mg/kgBB 5 48,52 ± 1,26 Ekstrak metanol-air daun M.tanarius

dosis 711 mg/kgBB 5 80,66 ± 1,65

Ekstrak metanol-air daun M. tanarius

dosis 2133 mg/kg BB 5 68,06 ± 0,60

Ekstrak metanol-air daun M.tanarius

dosis 6400 mg/kgBB 5 55,80 ± 0,82

Keterangan :

X = Mean (Rata-rata) SE = Standard Error (SD/√n)

(66)

Gambar 6. Diagram batang rata-rata bobot udema kaki mencit kelompok perlakuan uji antiinflamasi

Keterangan :

Cara membaca kode : EMM = Ekstrak Metanol-air daun M. tanarius, angka yang mengikutinya merupakan dosisnya dalam mg/kgBB. Contoh : EMM 711 adalah

ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 711 mg/kgBB

(67)

Tabel VI. Rata-rata persen daya antiinflamasi pada kelompok perlakuan uji antiinflamasi

Kelompok Uji Jumlah

subyek uji

% Daya antiinflamasi (X ± SE)

Karagenin 1% 5 0,00 ± 2,59

Akuades dosis 13,65 mg/kgBB 5 5,78 ± 1,92

CMC Na 1% dosis 6400 mg/kgBB 5 5,23 ± 2,21

Diklofenak dosis 13,65 mg/kgBB 5 53,89 ± 1,20 Ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis

711 mg/kgBB 5 23,34 ± 1,57

Ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis

2133 mg/kg BB 5 35,32 ± 0,57

Ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis

6400 mg/kgBB 5 46,97 ± 0,78

Keterangan :

X = Mean (Rata-rata) SE = Standard Error (SD/√n)

(68)

Gambar 7. Diagram batang persen daya antiinflamasi kelompok perlakuan uji antiinflamasi

Keterangan :

Cara membaca kode : EMM = Ekstrak Metanol-air daun M. tanarius, angka yang mengikutinya merupakan dosisnya dalam mg/kgBB. Contoh : EMM 711 adalah

ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 711 mg/kgBB

(69)

Tabel VII. Uji Scheffe persen (%) daya antiinflamasi kelompok perlakuan uji antiinflamasi

Kelompok Karage

nin Aquades

CMC Na Diklofen ak EMM 711 EMM 2133 EMM 6400

Karagenin - TB TB B B B B

Aquadest TB - TB B B B B

CMC Na TB TB - B B B B

Diklofenak B B B - B B TB

EMM 711 B B B B - B B

EMM 2133 B B B B B - B

EMM 6400 B B B TB B B -

Keterangan :

TB = Berbeda tidak bermakna (p > 0,05) B = Berbeda bermakna (p ≤ 0,05)

EMM = Ekstrak Metanol-air daun M. tanarius, angka yang mengikutinya merupakan dosisnya dalam mg/kgBB. Contoh : EMM 711 adalah ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 711 mg/kgBB.

Berdasarkan hasil uji Scheffe diketahui bahwa dosis 6400 mg/kgBB memiliki persen daya antiinflamasi yang berbeda tidak bermakna dengan kontrol positif diklofenak dosis 13,65 mg/kgBB. Kontrol positif menghasilkan persen penghambatan peradangan sebesar 53,89%, sedangkan pada ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 6400 mg/kgBB sebesar 46,97%. Dengan demikian, dosis yang paling optimal untuk ekstrak metanol-air daun M. tanarius dalam penelitian ini adalah dosis 6400 mg/kgBB.

Dalam penelitian ini, kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M.

(70)

diklofenak sebagai kontrol positif. Rata-rata persen (%) potensi relatif kelompok perlakuan dapat dilihat pada tabel VIII.

Tabel VIII. Rata-rata persen (%) daya antiinflamasi dan rata-rata persen (%) potensi relatif kelompok ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada 3 peringkat

dosis dibandingkan diklofenak

Kelompok Uji Antiinflamasi % Daya Daya Antiinflamasi % Potensi Relatif

Diklofenak dosis 13,65 mg/kgBB 53,89 100

Ekstrak Metanol-air daun M. tanarius dosis

711 mg/kg BB 23,34 43,32

Ekstrak Metanol-air daun M.a tanarius dosis

2133 mg/kg BB 35,32 65,54

Ekstrak Metanol-air daun M. tanarius dosis

6400 mg/kg BB 46,97 87,16

Potensi relatif daya antiinflamasi kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 711 mg/kgBB; 2133 mg/kgBB dan 6400 mg/kgBB < 100%, artinya ketiga kelompok dosis tersebut pada penelitian ini memiliki potensi yang lebih kecil daripada diklofenak dalam menghambat peradangan pada telapak kaki mencit. Kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 6400 mg/kgBB memang memiliki besar potensi relatif < 100%, yaitu 87,16%. Akan tetapi, hasil uji Scheffe pada penelitian ini menunjukkan bahwa potensi relatif dari ekstrak metanol-air daun M. tanarius tersebut berbeda tidak bermakna dengan diklofenak. Dengan kata lain, ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 6400 mg/kgBB pada penelitian ini memiliki potensi yang hampir sama dengan diklofenak dosis 13,65 mg/kgBB dalam menghambat peradangan pada telapak kaki mencit.

(71)

potensi yang hampir sama dengan diklofenak 13,65 mg/kgBB dalam menghambat peradangan pada telapak kaki mencit, maka dapat pula ditentukan ED50 ekstrak metanol-air daun M. tanarius. Penentuan ED50 ekstrak metanol-air daun M. tanarius dilakukan dengan membuat regresi linear log dosis ekstrak metanol-air daun M.

tanarius terhadap % daya antiinflamasi sehingga dapat diperoleh kurva linearitas yang menunjukkan hubungan antara log dosis terhadap % daya antiinflamasi.

Gambar 8. Grafik hubungan antara log dosis terhadap % daya antiinflamasi

Persamaan regresi linear log dosis terhadap % daya antiinflamasi adalah y = 24,76x – 47,22 dengan nilai r = 0,9999. Nilai r yang mendekati 1 menunjukkan linearitas dari grafik yang dihasilkan dari persamaan tersebut, dimana pada peningkatan dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius akan meningkatkan daya antiinflamasinya atau meningkatkan penghambatan peradangan pada telapak kaki mencit. Persamaan tersebut kemudian dapat digunakan untuk menentukan nilai ED50 ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang berdasarkan perhitungan adalah 8439,48

23.34 35.32 46.97 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

(72)

mg/kgBB. ED50 merupakan dosis efektif ekstrak metanol-air daun M. tanarius dalam menghambat peradangan pada telapak kaki mencit sebesar 50%.

Peradangan disebabkan oleh peruraian asam arakidonat menjadi prostaglandin, suatu mediator pada inflamasi yang diperantarai oleh enzim siklooksigenase (COX) (Rang dkk., 2007). Pada daerah peradangan juga dihasilkan oksidan reaktif seperti radikal bebas, yang memiliki kontribusi pada kerusakan jaringan seperti pada penyakit rheumatoid arthritis (Halliwell, Hoult, dan Blake, 1988).

(73)

terhambat. (2) menghambat langsung oksidan reaktif seperti radikal hidroksil (•OH) dan asam hipoklorid (HOCl) (Halliwell dkk., 1988). Dengan dihambatnya oksidasi dari asam arakidonat dan pengangkapan radikal bebas yang berperan, maka proses pembentukan prostaglandin akan terhambat. Akibat terhambatnya prostaglandin, inflamasi pada jaringan menjadi berkurang.

Akan tetapi perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan senyawa aktif yang bertanggung jawab dalam efek antiinflamasi tersebut. Hal ini dikarenakan belum adanya informasi yang mencantumkan tentang efek antiinflamasi dari tanaman M. tanarius, khususnya bagian daunnya sehingga senyawa aktif yang bertanggung jawab atas efek antiinflamasinya juga belum dapat dipastikan.

Penelitian ini merupakan skrining awal yang menunjukkan bahwa daun M.

(74)

56

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Ekstrak metanol-air daun M. tanarius mempunyai efek antiinflamasi terhadap mencit betina galur Swiss.

2. Daya antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada dosis 711 mg/kgBB; 2133 mg/kgBB; dan 6400 mg/kgBB yang dinyatakan oleh persen daya antiinflamasi berturut-turut adalah 23,34%; 37,39%; dan 46,97%.

3. Potensi relatif daya antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada dosis 711 mg/kgBB; 2133 mg/kgBB; dan 6400 mg/kgBB yang dinyatakan oleh persen potensi relatif daya antiinflamasi berturut-turut adalah 43,32%; 65,54%; dan 87,16%.

4. Nilai ED50 ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada mencit betina galur Swiss adalah 8439,48 mg/kgBB.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, perlu dilakukan penelitian tentang : 1. Penelitian efek antiinflamasi infusa daun M. tanarius.

(75)

3. Penelitian mengenai toksisitas dari ekstrak metanol-air daun M. tanarius.

4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai senyawa yang bertanggung jawab terhadap efek antiinflamasi dari ekstrak metanol-air daun M. tanarius. 5. Penelitian mengenai standarisasi ekstrak yang digunakan dalam menguji efek

(76)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008, Informasi Spesies- Mara Macaranga tanarius (L.) M.A. http://www.plantamor.com/index.php?plant=804, diakses tanggal 19 Maret 2010

Anonim, 2009, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, edisi 9, 136, PT Medidata Indonesia, Jakarta Selatan

Anonim, 2010, Prosea- Macaranga tanarius,

http://www.proseanet.org/prohati4/browser.php?docsid=162, diakses tanggal 19 Maret 2010

Denko, C.W., 1992, A Role of Neuropeptide in Inflammation, In : Whicher, J. T. and Evan S. W, Biochemistry of Inflammation, 177-181, Kluwer Pub, London Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986, Sediaan Galenik, 8-25,

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, 649, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, 273-274, 357, Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta

Derle, D.V., Gujar, K.N., dan Sagar, B.S.H., 2006, Adverse Effect Associated with the Use of Nonsteroidal Antiinflammatory Drugs : An overview, Indian J. Pharmacol, 68(4), 409-414

Djunarko, I., Donatus, I.A., dan Noni, 2003, Pengaruh Perasan Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) terhadap Daya Ant

Gambar

Gambar 1. Struktur kandungan-kandungan yang diisolasi dari  M. tanarius (Matsunami dkk, 2006)
Gambar 2. Diagram mediator inflamasi yang terbentuk dari fosfolipid dengan skema aslinya dan tempat bekerja obat antiinflamasi (Rang dkk, 2003)
Gambar 3. Struktur diklofenak (Hanson, 2000)
Tabel I. Rata-rata bobot udema pada orientasi rentang waktu pemotongan kaki setelah injeksi karagenin 1% secara subplantar
+7

Referensi

Dokumen terkait

This final project report is written based on the job training that the writer did in SDN 1 Ampel Boyolali, entitled “Effectiveness of using Pictures in teaching

dan hidayah-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENGARUH KUALITAS PRODUK TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN LAYANAN

[r]

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa laporan yang berjudul: “Pelaksanaan Penghitungan, Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 Atas Sewa

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesulitan-kesulitan yang dialami mahasiswa dalam memahami materi integral lipat dua pada koordinat polar mata kuliah

Saat ini bermunculan aplikasi lain yang dapat digunakan untuk melakukan chatting dengan id YM, seperti misalnya: YM dengan teks pada Meebo ( www.meebo.com ), aplikasi Gaim,

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh hasil penilaian kinerja terhadap perencanaan kebutuhan pelatihan serta untuk menentukan pelatihan yang tepat

Sebagai unsur kelembagaan yang berfungsi membentuk sumber daya manusia yang memiliki keahlian, kepakaran, dan kompetensi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, perguruan