i
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh:
THEA DAMIANIE NIM : 069114095
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
ii
HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN TES
DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI PADA MAHASISWA
Oleh :
Thea Damianie
NIM : 069114095
Telah disetujui oleh :
Dosen Pembimbing
iii
MOTIVASI BERPRESTASI PADA MAHASISWA
Dipersiapkan dan ditulis oleh :
Thea Damianie
NIM : 069114095
Telah Dipertahankan di depan Panitia Penguji
Pada Tanggal : 21 Januari 2011
Dan dinyatakan memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap : Tanda Tangan
Ketua : V. Didik Suryo Hartoko, S.Psi., M.Si. ………
Sekretaris : A. Tanti Arini, S.Psi., M.Si. ………
Anggota : Minto Istono, S.Psi., M.Si. ...……….
Yogyakarta, 16 Februari 2011 Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
Dekan
iv Every mistake, every wrong turn Every time I lost my way
I didn’t stop didn’t give up
Even if sometimes lost hope (Katharine Mcphee)
Di dalam hidup ini, semua ada waktunya
Terkadang kita merasa badai datang menyerbu dan doa kita bagai tak terjawab….. Namun… yakinlah…
TUHAN takkan terlambat, juga takkan datang terlalu cepat
DIA akan datang tepat pada waktu NYA dan smua kan dijadikan Nya indah
DIA kan slalu dengar doa mu dan takkan pernah tinggalkan mu DIA kan mengulurkan tangan NYa tepat pada waktu NYA Karna itu TUHAN ajarlah aku bersabar menanti waktu MU
v
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 16 Februari 2011 Penulis
vi
Thea Damianie
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji ada tidaknya hubungan antara kecemasan tes dengan motivasi berprestasi pada remaja akhir. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negative antara kecemasan tes dengan motivasi berprestasi pada remaja akhir. Subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja yang berusia 17 hingga 22 tahun yang berjumlah 107 orang. Penelitian ini menggunakan dua alat pengumpulan data yang berupa skala psikologis. Skala pertama adalah skala kecemasan tes yang terdiri dari 34 aitem pernyataan dan skala kedua skala motivasi berprestasi terdiri dari 31aitem pernyataan. Metode statistik yang digunakan untuk menganalisis data penelitian ini adalahPearson Product Moment. Hasil analisa statistik menunjukkan adanya korelasi ( r ) sebesar -0,367 dengan probabilitas 0,000 (p<0,01). Dengan demikian, penelitian ini memiliki korelasi negative antara kecemasan tes dengan motivasi berprestasi. Artinya, semakin tinggi kecemasan yang dialami maka motivasi berprestasinya akan semakin rendah. Demikian juga sebaliknya, semakin rendah kecemasan tes yang dialami maka motivasi berprestasinya akan semakin tinggi.
vii
Thea Damianie
ABSTRACT
The aim of this research is to examine the correlation between test anxiety and achievement motivation in youth. The hypothesis which raises in this research is there is a negative correlation between test anxiety and achievement motivation in youth. The subject of this research is adolescences that have age 17 till 22 years old amounting to 107 people. This research used two data collecting appliances which in the form of psychological scale. The first scale is test anxiety scale that consists from 34 statement items and the second scale is achievement motivation scale that consists from 31 statement items. Statistical methods that used to analyze was Pearson Product Moment. Result of statistical analyze show there was correlation ( r ) -0,367 with probability 0,000 (p<0,01). There for, these researches have a negative correlation between test anxiety and achievement motivation. That’s mean if the youth had more test anxiety, their achievement motivation will progressively lower. And so the contrary, if they had a low test anxiety, the achievement motivation would be increased.
viii
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Thea Damianie
Nomor Mahasiswa : 06 9114 095
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
Hubungan Antara Kecemasan Tes
Dengan Motivasi Berprestasi Pada Mahasiswa
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan saya sebagai penulis.
Demikian pernyatan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta,
Pada tanggal : 16 Februari 2011 Yang menyatakan
ix
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus dan Bunda
Maria yang selalu menyertai, membimbing, dan menuntun penulis dalam
penyelesaian skripsi yang disusun sebagai salah satu syarat guna memperoleh
gelar sarjana psikologi di Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari banyak kesulitan dan kendala selama penulisan
skripsi ini. Untuk itu pada kesemapatan ini penulis ingin menghaturkan rasa
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. My Saviour Jesus Christ n HIS Holy Mother. Thanks for every bless, miracle,
and always be my light….
2. Ibu Dra. Siwi Handayani, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta yang memberi ijin untuk melakukan penelitian ini.
3. Bapak V. Didik Suryo Hartoko,selaku dosen pemimbing skripsi. Trimaksi
untuk masukan dan diskusi selama bimbingan.
4. Ibu Tjipto Susana, makasie yaa bu wat diskusi nya….. trimaksie juga wat Pak
Agung, Bu Silvy, dan Bu Tanti yang sudah banyak membantu penulis dalam
pengumpulan data.
5. Thanks to anak-anak kelas kognitif kelas A, perkembangan kelas C dan
Farmasi 08 yg udah bantuin ngisi skala try out… N Special thanks to ψ kelas Statistik 1 ma Pengantar Tes I. . . trimakasie atas kesedian menjadi subyek
x
Mbak Nanik makasie sudah memperlancar dan mau membantu nyiapin
berkas-berkas yang penulis perlukan.
7. Mas MUjai….. makasie banyak mas Mujz wat candaan, nemeni ngobrol di
lab,dan suara mu yg merdu…. Mas DOni yang slalu ndak sabar waktu penulis
dan temen2 rame di ruang baca…. Maksie dah mu ngasi pinjem buku, ngajari
presentasi juga…
8. Bapak ma Ibu kuw…. Maap yaaa lama lulusnya…… maapin yaa sering buat
marah dan kecewa. Makasie banget dah creeewweeet n g bosen2 nya
ngomongin skripsi, trimaksie wat doa dan always supporting me for this 4
years and 5 month…. Aq Cuma bisa ngasi inie wat ucapan Terimakasih…..
can’t smile without u bapak ibu quw….
9. Buat adekq satu2 na… makasie yaa dah ngajari aku kerja keras dan ketekunan.
Much thing that I learn from u....
10. wat ponakan q tersayang… Antonitta Liana Paramitta….^^ Makasie slalu
setia bangunin tante, makasie wat pelukan,ciuman n panggilan sayang quw,
cinta quw beiiibii quw…. Thank you so muaach coz u give meunconditional
love… Dari kmu tante blajar untuk menyayangi dengan tulus…..
11. wat budhe Tatiek, alm. Pakdhe Santo ma MAs Yogie… maaf ya budhe dah
ngrepoti terus… Pakdhe… maksie ya pakdhe tumpangannya…. mas Yogie
juga dah sering nganter ambarukmo-paingan n harus bangun pagie Cuma wat
xi
12. Buat Om Xoxo.. makasie yaa oom kmren diajakin retret…. Aku blajar
banyak dari Oom, budhe, tata, ma ega ttg ketabahan, kesabaran, memaafkan
dan menyayangi.
13. Buat “spicy”, makasie wat asem, pait, sepet nya persahabatan dan
kebersamaan slama 4 taon nie… T.T (Im gonna missing every moment det
we spent 2gther…. nongkrong di perpus sampe diusir…rencana2 jalan yg
smpe qt lulus g terlaksana… ^0^) xan slalu dukung aq wat ngerjain
skripsweeet .. teman-teminz maksie slama nie kalian setia jadi tempat sampah
ku, slalu ngingetin biar g nengok ke belakang, kalian g bosen2 na slalu
ingetin aq wat doa dl sblm makan. gara2 kalian skrg q g nitip doa lagi loch….
too much memories that so beautiful dan cant explain one by one…. I love u
all…. All of you always be there for me although I never be there for u…..
Thie n Ina… dari kalian aq belajar MEMAHAMI…. Cece Dian Mey…. Dari
kmu aq balajar MENGERTI. Bebek…. Dari kmu aq blajar ttg KETULUSAN,
bebeeek maksie waktu thu kamu nyuruh aq ngerjain, maksie jg wat masukan
judul loch… bener2 pembokat setia hehehhehe. Special 4 : Anndien Ndduuttt,
maksie yaa sering jadi sopir antar jemputku… dari kmu aq blajar
MENERIMA dan KETABAHAN. Nietha Tier…… makasie yaa masukannya
wat aq. Dari kmu aq blajar wat MENGENAL & MENCINTAI TUHAN serta
xii
bandung….! Xan berdua ngajari aq tentang arti kesetiaan…. ^^ Fanie… take
care disana….. Tara, Rara, Arga, makasie yaaa dah ngajakin aku jalan2
terus…. Yaaa meski banyak g jadinya… tp kalian SOOOOOOO
SWEEEEETTT ma aku…. Hwehehehehehhe……
15. ViVoi, DOnat, Jelli…. Makasie dah buat kost g sepi… Vie… makasie slalu
ngantar jemput aq… nemeni aq bubuk di kost…. Nemeni abisin malming…
nampung aq di kost mu waktu itu thu vie…. yuukkkzz shooppinngg
Hehehhe..
16. Bapak ma ibu kost Zusi Arib…. Makasie sudah memperbolehkan numpang
slama 4 taon…makasie udah jadi pengganti bapak ma ibu yang
baaaaaaaaaaaaekkkkkk bgt slama saya di Jgja…. Map udah ngrepotin…..
Mas Arba ma Dek Irba…. Makasie yaa dari kalian aq blajar sayang ma
adekq… ^^ klo g da kalian kost g terasa kaya humzz…. Take care….
17. Wat teman-teman di zusi arib.. Ina.. slamat menikmati kamarq yaa Na… ^^
akhirna aq kluar jg,,,, trus wat mukti n adek2 2010… kalian baeeek dech ma
aq meski qt g prnh ngobrol... yaa mski kenal cm lewat.. thnk yaa wat
xiii
HALAMAN JUDUL………... i
HALAMAN PERSETUJUAN……….. ii
HALAMAN PENGESAHAN……… iii
HALAMAN MOTTO & PERSEMBAHAN... iv
HALAMAN KEASLIAN KARYA... v
ABSTRAK……….. vi
ABSTRACT……… vii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI……….... viii
KATA PENGANTAR……… ix
DAFTAR ISI………... xiii
DAFTAR TABEL………... xvii
DAFTAR SKEMA……….. xix
DAFTAR LAMPIRAN………... xx
BAB I PENDAHULUAN...………... 1
A. Latar Belakang……….…. 1
B. Rumusan Masalah……… 7
C. Tujuan Penelitian……….. 8
D. Manfaat Penelitian……… 8
1. Manfaat Teoritis ……….. 8
xiv
1. Definisi kecemasan……… 10
2. Definisi tes/ ujian……… 13
3. Kecemasan tes………..……… 14
4. Komponen kecemasan tes...……… 17
5. Faktor yang mempengaruhi kecemasan dalam menghadapi ujian………. 18
B. Motivasi berprestasi……….. 20
1. Definisi motivasi…..……… 20
2. Definisi motivasi berprestasi……… 22
3. Faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi………. 25
4. Ciri Individu yang memiliki motivasi berprestasi ..………… 27
C. Hubungan antara motivasi berprestasi dengan kecemasan dalam menghadapi ujian pada mahasiswa………… 29
D. Hipotesis Penelitian... 36
BAB III METODE PENELITIAN……… 37
A. Jenis Penelitian……… 37
B. Identifikasi Variabel……… 37
1. Variabel Bebas : Kecemasan Tes ………... 37
2. Variabel Tergantung : Motivasi Berprestasi……… 37
C.Definisi Operasional……….. 38
xv
E.Metode Analisis Data dan Alat Pengumpulan Data………. 40
1. Skala Kecemasan Tes…..……… 40
a. Penyusunan aitem………. 41
b. Skoring……….. 41
2. Skala Motivasi Berprestasi………..………. 43
a. Penyusunan aitem……….. 43
b. Skoring……….. 43
F. Uji Coba Alat Ukur………. 45
G. Seleksi Aitem... …… 45
H. Validitas dan Reliabilitas……… 50
1. Validitas……… 51
2. Reliabilitas………. 51
I. Metode Analisis Data……….. 52
1. Uji Asumsi Data Penelitian……….. 52
a. Uji Normalitas……… 52
b. Uji Linearitas………. 52
2. Uji Hipotesis………. 52
J. Prosedur Penelitian………. 54
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……… 55
A. Pelaksanaan penelitian……… 55
xvi
2. Kategorisasi skor skala……… 58
a. Kategorisasi Kecemasan tes……….... 58
b. Kategorisasi Motivasi Berprestasi……….... 60
D. Analisis hasil penelitian……….. 61
1. Uji Asumsi………. 61
a. Uji Normalitas………. 61
b. Uji Linearitas……….. 62
2. Uji Hipotesis……….. 62
E.Pembahasan……… 64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………... 69
A. Kesimpulan……… 69
B. Saran……….. 70
DAFTAR PUSTAKA……… 71
xvii Tabel 1
Jumlah Mahasiswa yang Belum Lulus di
Tahun Akademik 2009/2010/Genap……… 6
Tabel 2
Blue Print Skala Kecemasan tes sebelum Try-Out……….. 42
Table 3
Blue Print Skala Motivasi Berprestasi sebelum Try-Out………. 44
Table 4
Distribusi Aitem Sahih Dan Gugur Pada Skala Kecemasan Tes……….. 47
Table 5
Blue Print Skala Kecemasan Tes Setelah Uji Coba……….. 48
Table 6
Distribusi Aitem Sahih Dan Gugur
Pada Skala Motivasi Berprestasi……… 49
Table 7
Blue Print Skala Motivasi Berprestasi Setelah Uji Coba……….. 50
Tabel 8
Distribusi Subjek Penelitian……….. 56
Tabel 9
xviii Tabel 11
Kategorisasi Kecemasan Tes……… 59
Tabel 12
Kategorisasi Motivasi Berprestasi……… 60
Tabel 13
Hasil Uji Normalitas Sebaran……….. 61
Tabel 14
Hasil Uji Linearitas Hubungan Antar Variabel……… 62
Tabel 15
xix
Skema 1. Hubungan Kecemasan Tes dengan Motivasi Berprestasi pada
xx
LAMPIRAN A ... 76
Skala Variabel Kecemasan Tes ... 77
Skala Variabel Motivasi Berprestasi ... 80
LAMPIRAN B ... 82
Uji Reliabilitas Butir Skala Kecemasan Tes ... 83
Uji Reliabilitas Butir Skala Motivasi Berprestasi ... 89
LAMPIRAN C ... 97
Skala Kecemasan Tes dan Motivasi Berprestasi setelah uji coba ... 98
LAMPIRAN D ... 110
Uji Normalitas... 111
LAMPIRAN E ... 112
Uji Linearitas ... 113
LAMPIRAN F... 116
1 A. LATAR BELAKANG
Gangguan kecemasan diperkirakan dialami oleh 1 dari 10 orang. Menurut
data NationalInstitute of Mental Health(2005) di Amerika Serikat terdapat 40 juta
orang mengalami gangguan kecemasan pada usia 18 tahun sampai pada usia
lanjut. Data tersebut diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Bernstein
and Shaw (1997), dari penelitian tersebut diperoleh fakta bahwa antara 9 sampai
15 persen remaja di Amerika mengalami gejala kecemasan yang menganggu
kegiatan atau rutinitas keseharian mereka. Kecemasan merupakan suatu gangguan
yang cenderung stabil, muncul pada pertengahan remaja sampai pertengahan umur
20-an tahun dan kemudian berlangsung sepanjang hidup (Nevid, 2005). Data ini
diperkuat dengan data dari Depkes RI (1998) yang menyebutkan bahwa hasil
survey yang mereka lakukan di Puskesmas Kecamatan Tambora, Jakarta Barat
menunjukkan bahwa 34,39% anak dan remaja yang berobat memiliki gangguan
kecemasan yang mengakibatkan munculnya keluhan fisik.
Kecemasan terjadi pada situasi atau obyek yang tidak dikenali secara
nyata dan dianggap sebagai sesuatu yang mengancam. Misalnya, seseorang takut
menyeberang jalan karena takut tertabrak atau terserempet ketika menyeberang.
Pada kenyataannya belum tentu individu itu pasti tertabrak ketika menyeberang
yang tidak nyata karena hanya berupa bayangan atau perkiraan individu tersebut.
Kecemasan itu sendiri diartikan Singer (1980) sebagai kecenderungan untuk
mempersepsikan situasi atau kondisi sebagai suatu ancaman atau situasi yang
menegangkan (stressful).
Situasi yang menengangkan yang dialami salah satunya dapat terjadi
dalam proses pendidikan. Stuart & Sundeen (1993) yang menyatakan bahwa
kecemasan dapat timbul ketika individu menghadapi pengalaman-pengalaman
baru seperti peristiwa masuk sekolah. Suryabrata (2002) melihat pendidikan
sebagai suatu usaha seorang pendidik yang penuh tanggung jawab untuk
membimbing anak-anak mereka menuju kedewasaan. Setiap usaha pendidik
tersebut akan mengandung penilaian terhadap hasil usahanya. Penilaian yang
dilakukan didapat dari berbagai macam cara salah satunya dengan ujian.
Ujian menurut Suryabrata (2002) berguna untuk menentukan sampai
sejauh mana kemampuan anak didik tersebut. Situasi yang terlalu menegangkan
seperti halnya ketika ujian dapat membuat seseorang yang sedang menjalaninya
menjadi cemas. Keadaan tersebut dapat menjadi penghambat kinerja seseorang
karena menurut Fausiah & Widuri (2006) situasi evaluatif akan dipersepsikan
sebagai sesuatu yang mengancam dan menegangkan. Hal tersebut sejalan dengan
pendapat Nevid (2005) yang mengatakan bahwa ujian dapat menjadi salah satu
sumber kecemasan bagi seseorang. Arndt (1974) juga mengungkapkan bahwa
kekhawatiran pada masalah sekolah salah satunya ketika seseorang akan
menghadapi ujian atau tes.
Kecemasan dalam menghadapi tes itu sendiri diartikan Omrod (2006)
sebagai suatu perasaan cemas yang berlebih mengenai sebuah tes atau
penilaian secara menyeluruh yang dapat diakibatkan karena adanya perasaan
dievaluasi dan dinilai atau terkadang merasa diketahui kelemahannya.
Penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro Semarang (2005) menunjukkan bahwa selama masa ujian 46,15%
subyek mengalami kecemasan ringan, subyek yang mengalami kecemasan
sedang sebanyak 19,23%, dan sebanyak 34,62% subyek mengalami kecemasan
berat. Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa individu akan merasa
cemas selama masa ujian.
Remaja yang mengalami kecemasan menurut Bernstein (1996) akan
beresiko mengalami underachievement yang ditunjukkan dengan tidak adanya
motivasi berprestasi dan merasa tidak berharga yang ditunjukkan dengan perilaku
menghindar, termasuk menghindar dari kegiatan sekolah, atau menghindar dari
lingkungan sosialnya. Tidak adanya motivasi berprestasi seperti yang ditunjukkan
pada tindakan menghindar dari kegiatan sekolah disebabkan karena individu
menjadi tidak percaya pada kemampuan dirinya sendiri. Perasaan tidak percaya
pada kemampuan yang tidak segera di atasi dapat membuat individu menjadi
pribadi yang malas belajar, tidak mau mengerjakan tugas, dan menjadi tidak
tidak mencerminkan adanya motivasi berprestasi dalam diri seseorang oleh karena
itulahunderachievement yang dialami seseorang dapat berpengaruh pada motivasi
berprestasi.
Motivasi berprestasi merupakan syarat yang harus dimiliki oleh seseorang
untuk dapat meraih prestasi atau cita-citanya. Winkel (1991) menegaskan bahwa
motivasi berprestasi merupakan daya penggerak dalam diri siswa untuk mencapai
taraf prestasi akademik yang setinggi mungkin demi penghargaan kepada diri
sendiri. Remaja yang memiliki motivasi berprestasi akan mampu mengembangkan
kemampuan dirinya karena motivasi akan mempengaruhi perilaku seseorang
terutama dalam pencapaian suatu tujuan.
Hurlock (1992) mengungkapkan remaja yang kurang berminat pada
pendidikan biasanya menunjukkan tendensi menjadi orang yang berprestasi
rendah, melakukan sesuatu dengan tidak maksimal atau sesuai dengan
kemampuannya, dan sering membolos yang merupakan ciri dari individu yang
tidak memiliki motivasi berprestasi. Pendapat Hurlock tersebut tidak berbeda
dengan pendapat Mulyaningsih (2010) yang mengungkapkan bahwa pribadi yang
memiliki motivasi berprestasi merupakan syarat yang penting bagi suksesnya para
remaja dalam menghadapi masa transisinya menuju masa dewasa.
Santrock (2008) merumuskan bahwa motivasi berprestasi adalah suatu
dorongan untuk menyempurnakan sesuatu, untuk mencapai sebuah standar
keunggulan dan untuk mencurahkan segala upaya untuk mengungguli. Mc
yang kemampuannya rendah tapi memiliki motivasi berprestasi yang tinggi, akan
lebih baik prestasinya dibandingkan dengan mereka yang kemampuannya superior
dengan motivasi berprestasi yang rendah. Dengan demikian, individu yang
memiliki motivasi berprestasi akan melakukan segala macam upaya untuk dapat
meraih prestasi mereka, termasuk dengan pemanfaatan fasilitas seperti
perpustakaan. Penelitian yang dilakukan oleh Tarigan (2006) dan Munif (2007)
juga menunjukkan bahwa ada hubungan yang kuat antara keaktifan mahasiswa
dalam menggunakan perpustakaan dengan prestasi belajarnya. Seseorang yang
tidak memiliki atau yang motivasi berprestasinya rendah juga dapat
mempengaruhi lamanya masa studi.
Indikasi rendahnya motivasi berprestasi juga ditemukan di Universitas
Sanata Dharma. Hal ini ditunjukkan dari kurangnya kesadaran para mahasiswa
untuk memanfaatkan fasilitas perpustakaan. Pihak perpustakaan sempat
memblokir beberapa website karena sebagian besar penggunanya menggunakan
waktu yang ada untuk membuka situs-situs yang diblokir tersebut dibandingkan
dengan membukaweb yang berkaitan dengan mata kuliah mereka. Disamping itu,
indikasi rendahnya motivasi berprestasi juga dapat dilihat dari data statistik masa
perkuliahan mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma (tabel 1).
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar mahasiswa membutuhkan
Tabel 1
Jumlah Mahasiswa yang Belum Lulus di Tahun Akademik 2009/2010/Genap
Angkatan Jumlah
Mahasiswa
Lama Kuliah
(dalam tahun )
2001 8 9
2002 23 8
2003 35 7
2004 42 6
2005 57 5
2006 91 4
Catatan. Diambil dari “Sekretariat Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, 2010”
Di sisi lain, ada perbedaan asumsi yang dimiliki peneliti dengan pendapat
beberapa ahli seperti yang telah dijabarkan sebelumnya. Peneliti berasumsi bahwa
kecemasan yang dialami seseorang dalam menghadapi suatu tes muncul karena
adanya rasa takut akan kegagalan atau tidak mendapatkan hasil seperti yang telah
diharapkannya. Dengan adanya ketakutan atau kekahawatiran terhadap kegagalan
tersebut maka seseorang akan semakin menunjukkan tindakan yang mencerminkan
motivasi berprestasi atau semakin terdorong untuk berprestasi. Misalnya dengan
melakukan antisipasi seandainya gagal apa yang akan dilakukan individu tersebut.
target nilainya, dan semakin terdorong untuk mengerjakan tugas dengan
sebaik-baiknya agar apa yang ditakutkan tidak menjadi kenyataan. Albin (2003) juga
memiliki pendapat yang sama. Albin berpendapat bahwa kecemasan dapat
memberi pengaruh yang positif ketika individu yang mengalami kecemasan itu
menjadi merasa lebih bergairah atau menjadi bersemangat.
Namun, asumsi yang dimiliki penulis bertentangan dengan uraian yang
telah dijabarkan sebelumnya serta berbeda dengan pendapat Klausmeier (1985)
yang menyatakan bahwa orang yang memiliki kecemasan tes yang rendah dapat
membantu usaha pencapaian prestasi namun individu yang memiliki kecemasan
tinggi akan merasa khawatir akibat tidak mampu mengerjakan dengan baik.
Begitupula dengan Hilgard (1975) yang berpendapat bahwa subjek dengan tingkat
kecemasan rendah biasanya berprestasi lebih tinggi daripada subjek dengan tingkat
kecemasan tinggi.
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas disimpulkan
bahwa kecemasan yang dialami mahasiswa muncul karena adanya tes atau
ujian dan kecemasan tersebut dapat mempengaruhi motivasi, khususnya
motivasi berprestasi seseorang dalam menghadapi suatu tes atau ujian. Adanya
perbedaan asumsi yang dimiliki penulis dan teori menjadi dasar dilakukannya
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya,
maka rumusan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah :
Apakah ada hubungan antara kecemasan tes dengan motivasi berprestasi
pada mahasiswa?
C. TUJUAN PENELITAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara
kecemasan tes dengan motivasi berprestasi pada mahasiwa di Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat,
baik secara teoritis maupun praktis :
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menunjukkan hubungan
antara kecemasan tes dalam memunculkan motivasi berprestasi sehingga dapat
memberikan sumbangan informasi khususnya psikologi pendidikan. Sedangkan
bukti empiris dari hasil penelitian ini diharapkan memunculkan keingintahuan
peneliti lain untuk melakukan penelitian yang lebih lanjut mengenai masalah
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai peran
kecemasan tes dan motivasi berprestasi dalam dunia pendidikan. Bagi para
mahasiswa yang akan menghadapi ujian dapat menyadari dan mengatasi
10 A. KECEMASAN TES
1. Kecemasan
Kecemasan atau “anxiety” berasal dari Bahasa Latin“angustus” yang
berarti kaku, dan“ango, anci” yang berarti mencekik. Konsep kecemasan
memegang peranan yang sangat mendasar dalam teori-teori tentang stres
dan penyesuaian diri (Lazarus, 1961). Chaplin (2002) dalam Kamus Psikologi
mengartikan kecemasan sebagai perasaan campuran antara ketakutan dan
keprihatinan mengenai rasa-rasa mendatang tanpa sebab khusus untuk
ketakutan tersebut.
Ahli lain, Taylor (1995) mendefinisikan kecemasan sebagai suatu
pengalaman subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan
sebagai reaksi umum dan ketidakmampuan seseorang dalam menghadapi
masalah. Daradjat (1969) menjelaskan kecemasan sebagai manifestasi dari
berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika seseorang
sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan tekanan batin (konflik).
Kecemasan muncul sebagai suatu respon yang beragam terhadap
situasi-situasi yang dianggap mengancam, yang pada umumnya berwujud ketakutan
ketegangan atau kegugupan. Menurut Freud (dalam Arndt, 1974) menyatakan
bahwa kecemasan dapat berperan sebagai fungsi ego yang berperan untuk
memperingatkan individu mengenai kemungkinan datangnya suatu bahaya
sehingga dapat disiapkan reaksi adaptif yang sesuai. Kecemasan berfungsi
sebagai mekanisme yang melindungi ego karena kecemasan memberi sinyal
kepada kita bahwa ada bahaya dan kalau tidak dilakukan tindakan yang tepat
maka bahaya itu akan meningkat sampai ego dikalahkan.
Arndt (1974) berdasarkan teori Murray menungkapkan bahwa sumber
kecemasan pada dasarnya terbentuk dari adanya pertentangan antar need.
Sumber kecemasan tersebut di bagi dalam 3 sumber, antara lain :
(1) Menghindar dari terluka (harmavoidance)
(2) Menghindari teracuni (infavoidance)
(3) Menghindar dari disalahkan (blamavoidance)
Sumber-sumber kecemasan tersebut apabila tidak segera teratasi akan
termanifestasi dalam empat hal berikut ini :
a. Manifestasi kognitif, yang terwujud dalam pikiran seseorang, seringkali
memikirkan tentang malapetaka atau kejadian buruk yang akan terjadi.
b. Perilaku motorik, kecemasan seseorang terwujud dalam gerakan tidak
menentu seperti gemetar.
c. Perubahan somatik, muncul dalam keadaaan mulut kering, tangan dan kaki
dan lain-lain. Hampir semua penderita kecemasan menunjukkan peningkatan
detak jantung, respirasi, ketegangan otot dan tekanan darah.
d. Afektif, diwujudkan dalam perasaan gelisah, dan perasaan tegang yang
berlebihan.
Kecemasan dapat membuat seseorang memiliki peraaan inferiority,
mudah marah, benci terhadap orang lain dan diri sendiri (Wolman & Stricker,
1994). Namun, pada kondisi tertentu kecemasan dapat memotivasi seseorang
untuk menghasilkan karya yang lebih baik. Kecemasan akan memperingatkan
adanya bahaya yang memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk
mengatasi ancaman. Apabila ditinjau dari definisi tersebut, kecemasan memiliki
fungsi adaptif (Kaplan & Grebb, 1997) karena dapat mengarahkan seseorang
untuk mengambil langkah yang diperlukan agar bahaya atau akibatnya dapat
diringankan. Contohnya siswa yang cemas menghadapi ujian akan berusaha
mati-matian untuk belajar lebih giat. Contoh lain, orang yang cemas hendak
menyeberang jalan akan lebih berhati-hati dalam menyeberang.
Kecemasan dapat dibagi dalam dua kategori (Lufi & Cohen, 2004), yakni
state anxiety dan trait anxiety. Ketakutan yang tidak proporsional terhadap
situasi tertentu disebut dengan state anxiety. Jenis kecemasan ini merupakan
kondisi emosi yang bersifat sementara dan berlangsung untuk situasi tertentu
saja. Jenis kecemasan berikutnya adalah trait anxiety, jenis kecemasan yang
merasa cemas, kapan dan dimana saja ketika individu tersebut menganggap
sesuatu yang berbahaya akan menimpa dirinya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan
merupakan suatu pengalaman subjektif yang dapat mengakibatkan suatu
perasaan tidak nyaman yang diakibatkan oleh obyek yang tidak nyata.
Kecemasan tersebut dapat termanifestasi dalam fungsi kognitif, afektif,
motorik, dan somatisasi.
2. Tes atau Ujian
Sudjana (2005) mendefinisikan ujian sebagai hasil belajar siswa yang
merupakan akibat dari proses belajar siswa selama menjalani pendidikannya.
Shadily (2002) memandang ujian sebagai suatu pemeriksaan mengenai
pengetahuan, keahlian atau kecerdasan seseorang untuk diperkenankan atau
tidak mengikuti pendidikan tingkat tertentu.
Mahmud (1998) suatu penilaian yang dilakukan sebagai tes hasil dari
suatu proses belajar mengajar. Penilaian merupakan bagian yang penting dari
suatu proses belajar mengajar, tidak ada proses belajar mengajar yang bebas
dari penilaian.
Berdasarkan fungsinya, Slamento membagi ujian dalam 5 bagian, yaitu :
a. Formatif : biasanya dilaksanakan pada akhir program belajar mengajar untuk
melihat tingkat keberhasilan proses belajar mengajar itu sendiri. Ujian
b. Sumatif : dilaksanakan dengan tujuan untuk melihat hasil yang telah dicapai
para siswa pada waktu yang telah ditentukan.
c. Penempatan : untuk mengetahui keterampilan prasyarat yang diperlukan
bagi suatu program belajar dan penguasan belajar. Dapat dikatakan ujian ini
berorientasi pada kesiapan seseorang dalam menghadapi program baru dan
kecocokan program dengan kemampuan seseorang.
d. Diagnostik : dilakukan untuk menelusuri kelemahan-kelemahan khusus yang
dimiliki sehingga dapat segera di atasi.
e. Selektif : bertujuan untuk keperluan seleksi seperti pemilihan jurusan atau
penerimaan karyawan ataupun siswa.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari definisi para ahli di atas adalah ujian
atau tes merupakan suatu penilaian yang digunakan untuk mengukur
kemampuan seseorang setelah melalui suatu proses belajar mengajar.
3. Kecemasan Tes
Kecemasan merupakan manifestasi emosi yang bercampur dan dialami
seseorang sebagi respon terhadap ancaman, tekanan, maupun kekhawatiran
yang salah satunya diakibatkan oleh ujian atau penilaian terhadap proses belajar
yang dialami sebelumnya.
Spielberger (2004) mengatakan bahwa kecemasan tes adalah bentuk dasar
pada situasi yang lebih spesifik, yaitu pada saat menghadapi suatu proses
yang berlebihan mengenai sebuah tes atau penilaian secara menyeluruh. Sena,
Lowe, dan Lee (2007) mendefinisikan kecemasan tes sebagai suatu respon
fisiologis, kognitif, dan tingkah laku yang mendorong perasaan negatif dalam
situasi yang dinilai. Sui (dalam Sena, Lowe, dan Lee; 2007) mendefinisikan
kecemasan tes sebagai suatu ketidakmampuan untuk berfikir atau mengingat
dan kesulitan untuk membaca dan memahami kalimat atau petunjuk yang
mudah dalam ujian.
Berdasarkan uraian pendapat para ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa kecemasan tes merupakan suatu perasaan tegang, takut, khawatir yang
dialami individu ketika menghadapi proses penilaian. Respon kecemasan yang
dialami seseorang pada saat mengalami kecemasan tes dapat termanifestasikan
dalam bentuk fisiologis, kognitif, maupun tingkah lakunya. Kecemasan dalam
menghadapi ujian ini berdasarkan definisinya menurut Spielberger (1988)
dikategorikan dalam jenis trait anxiety yang merupakan karakteristik
kepribadian yang stabil dan dapat berpengaruh dalam seluruh aspek kehidupan
seseorang.
Nicaise (1995) mengatakan ketika individu merasa cemas sistem
fisiologis menjadi terjaga sehingga detak jantung menjadi lebih cepat, telapak
tangan mengeluarkan keringat berlebih, dan sebagainya. Ketika individu
mengalami kecemasan tes maka respon fisik dan kognitif mengantarkan pada
Klausmeier (1985) mengungkapkan bahwa orang yang memiliki
kecemasan tes yang rendah dapat membantu usaha pencapaian prestasi namun
individu yang memiliki kecemasan tinggi akan merasa khawatir akibat tidak
mampu mengerjakan dengan baik. Hal tersebut akan berpengaruh pada
konsentrasi pengerjaan tes sehingga tidak mampu mengerjakan dengan baik.
Pendapat tersebut dipertegas oleh Eysenck (1992) yang mengemukakan bahwa
kecemasan tes dibagi dalam 2 jenis, yaitu:
a. t (Tension Driving Variety) yaitu ketegangan yang tidak terlalu tinggi
sehingga dapat membantu seseorang melakukan sesuatu termasuk belajar.
b. T (Tension Interfere Variety) yaitu ketegangan yang tinggi yang berakibat
pada penurunan konsentrasi belajar, dapat berpengaruh pula pada rendahnya
motivasi berprestasi.
Karakteristik mahasiswa yang memiliki kecemasan tes menurut Elliot dan
Kratochwill (2000) antara lain :
a. Melihat ujian sebagai situasi yang sulit.
b. Merasa bahwa dirinya tidak berguna atau tidak mampu mengerjakan soal
ujian.
c. Lebih fokus pada konsekuensi yang tidak diinginkan dari ketidakmampuan
dirinya.
d. Keinginan menyalahkan diri yang sangat kuat dan mengganggu aktifitas
kognitif terhadap ujian.
Rasa tidak berdaya yang muncul pada saat tes dapat mengakibatkan
kecemasan tes yang muncul karena mau tidak mau, individu tetap harus
menyelesaikan tes tersebut. Pada dasarnya kecemasan ini berupa isi pikiran
apakah individu yang bersangkutan akan dapat menyelesaikan tes yang
dihadapinya dengan baik atau tidak, apakah ia akan berhasil atau gagal, lulus
atau tidak lulus dalam tes tersebut.
Berdasarkan uraian pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
kecemasan dalam menghadapi ujian adalah suatu perasaan tertekan, tegang,
atau khawatir yang dirasakan oleh seseorang ketika menghadapi suatu ujian
atau tes. Kecemasan tes termasuk dalam jenis trait anxiety yang dapat
berpengaruh mulai dari sebelum, pada waktu, dan setelah tes berlangsung.
Dengan demikian dalam penelitian ini definisi kecemasan tes yang digunakan
adalah kecemasan yang dialami mahasiswa ketika menghadapi ujian atau tes.
4. Komponen Kecemasan Menghadapi Tes
Ada tiga komponen kecemasan dalam tes berdasarkan pengembangan
dari Test Anxiety Inventory yang dilakukan oleh Oetting & Deffenbacher
(1980). Ketiga komponen tersebut antara lain :
a. Komponen Kekhawatiran
Komponen ini menyangkut performa kognitif yang meliputi pikiran-pikiran
tentang konsekuensi kegagalan, ataupun penilaian diri negatif dengan
komponen kekhawatiran dianggap sebagai komponen yang menentukan
kinerja seseorang dalam mengerjakan tes. Sehingga komponen ini paling
berpengaruh karena dapat menurunkan kinerja dalam situasi evaluatif.
b. Komponen Emosional
Komponen ini masuk dalam komponen afektif yang menggambarkan respon
dari rasa tegang, takut, dan khawatir, serta reaksi fisiologis yang tidak enak
pada situasi ujian (Spielberger, 2004).
c. Komponen Gangguan Tugas Secara Menyeluruh
Komponen ini merupakan respon kecemasan yang mengganggu atau
menghambat penyelesaian tugas dan menjadi reaksi dari pengertian
kecemasan yang tidak digolongkan dalam kategori khawatir dan emosional.
Misalnya adanya hambatan dalam berfikir mengenai fakta yang tidak
diketahui, memikirkan hal yang tidak berhubungan dengan tes, dan menjadi
penghambat dalam menyelesaikan tes.
5. Faktor yang Menyebabkan Kecemasan Tes
Kecemasan dalam menghadapi ujian diakibatkan oleh hal-hal yang
berkaitan dengan penyelengaraan ujian itu sendiri. Brunham (1997)
mengungkapkan bahwa penyebab dasar dari munculnya kecemasan adalah
rendahnya rasa percaya diri yang diakibatkan adanya keraguan akan
masa depan dan keraguan dalam pengambilan keputusan juga dapat
menyebabkan munculnya kecemasan.
Berikut adalah poin-poin yang dapat menjadi penyebab munculnya
kecemasan menghadapi ujian menurut Gunarsa (1990):
a. Tidak familiar dengan bentuk ujian.
Model penilaian yang berbeda dapat berpengaruh pada kecemasan
seseorang, misalnya individu tersebut terbiasa dengan bentuk ujian pilihan
ganda namun di ujian yang sedang dihadapi berupa ujian lisan.
b. Merasa tidak menguasai topik permasalahan yang menjadi objek tes.
Ketika seseorang merasa bahwa dirinya tidak mampu atau merasa tidak
menguasai suatu bidang maka kecemasannya akan semakin tinggi pula.
c. Gangguan lingkungan seperti suhu ruangan panas, atau ruangan ramai,
Suasana yang terlalu ramai, suhu yang terlalu panas atau dingin dapat
mempengaruhi konsentrasi seseorang. Ketika individu merasa tidak nyaman
maka dia juga akan mengalami kecemasan.
d. Tuntutan subjektif yang belum atau tidak dapat dipenuhi mahasiswa,
Ketika seseorang memiliki standar dan standar tersebut belum terpenuhi
seseorang akan merasa cemas karena ketidakberhasilan tersebut
mengakibatkan individu menjadi tidak nyaman dengan dirinya sendiri dan
e. Standar prestasi yang terlalu tinggi dibanding kemampuan yang dimiliki
mahasiswa yang mengakibatkan perasaan rendah diri atau kecenderungan
menginginkan kesempurnaan,
Tingginya standar tanpa menyadari kemampuan diri dan apabila kemudian
individu tersebut gagal, kondisi tersebut dapat memunculkan suatu perasaan
tidak nyaman terhadap diri sendiri.
f.Kekurangsiapan mahasiswa dalam menghadapi tes,
Ketidaksiapan dalam menghadapi tes juga dapat menimbulkan kecemasan.
Ketidaksiapan ini dapat muncul akibat kurang persiapan fisik, psikologis,
maupun perlatan yang akan digunakan dalam mengerjakan tes nanti.
g. Pola fikir dan persepsi mahasiswa yang negatif terhadap situasi atau diri
sendiri.
Selalu berpikir pada kemungkinan terburuk juga dapat meningkatkan
kecemasan. semakin seseorang terfokus pada hal negatif yang kemungkinan
terjadi, semakin kuat kecemasan yang dirasakan.
B. MOTIVASI BERPRESTASI
1. Definisi Motivasi
Motivasi itu sendiri dalam kamus besar Inggris Indonesia berasal dari
kata motif (motion) yang berarti gerak atau dorongan. Menurut Tabrani (1994)
motif adalah suatu keadaan di dalam diri individu yang mendorong untuk
didasari dengan adanya suatu kebutuhan. Oktariningtyas (2009) berpendapat
bahwa motif dapat muncul pada waktu seseorang mengalami saat yang
dirasakan mendesak atau muncul pada waktu seseorang memiliki kebutuhan
yang sangat mendesak.
Frezca (2010) mendefinisikan motivasi sebagai suatu dorongan
psikologis yang mengarahkan seseorang ke arah suatu tujuan. Motivasi dapat
membuat keadaan dalam diri individu muncul, terarah, dan mampu
mempertahankan perilaku. Sedangkan menurut Woolfolk (1995) motivasi
diartikan sebagai suatu keadaan internal atau dari dalam dirinya yang
menggerakkan, mengarahkan, dan mempertahankan suatu perilaku.
Motivasi merupakan pendorong bagi perbuatan seseorang yang
menyangkut persoalan mengapa dan apa tujuan seseorang melakukan suatu
kegiatan. Motivasi merupakan seluruh proses gerakan, termasuk situasi yang
mendorong timbulnya kekuatan pada diri individu; sikap yang dipengaruhi
untuk pencapaian suatu tujuan (Wulyo, 1990).
Dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah daya gerak atau pendorong
yang dimiliki seseorang untuk melakukan sesuatu oleh karena itu, motivasi
tidak dapat dilihat secara kasat mata karena merupakan sesuatu yang dapat
dilihat secara langsung. Motivasi masih merupakan daya gerak atau dorong
bukan suatu tindakan. Namun, motivasi dapat mempengaruhi tingkah laku
2. Definisi Motivasi Berprestasi
McClelland (Matlin, 1987) mendefinisikan motivasi berprestasi sebagai :
”the desire to strive for success in situation involving in standard of
excellence” .
yang dapat diartikan sebagai : hasrat atau keinginan untuk meraih sukses pada
suatu situasi dengan meningkatkan standar dari kesempurnaan. Dengan
demikian, individu yang memiliki motivasi berprestasi akan cenderung
membuat standar-standar yang digunakan untuk mengetahui kemampuan
dirinya. Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Jung (1978) yang menyatakan
bahwa motivasi berprestasi merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh
individu agar bisa mencapai keberhasilan yang berasal dari dalam dirinya
sendiri maupun dari lingkungannya dimana perilaku dievaluasi menurut standar
atau kriteria sempurna. Individu yang memiliki motivasi berprestasi akan selalu
menentukan atau membuat standar yang sedikit lebih tinggi dibandingkan
kemampuannya. Dengan adanya standar yang sedikit lebih tinggi tersebut
individu akan terdorong untuk memenuhi standar tersebut.
Atkinson (1974) mendefinisikan motivasi berprestasi sebagai suatu
kekuatan untuk berprestasi yang diekspresikan melalui perilaku terhadap tugas
dalam situasi tertentu yang ditimbulkan oleh dirinya sendiri (personal
disposition) maupun pengaruh lingkungan. Dengan kata lain, motivasi
merupakan suatu hal yang tidak dapat dilihat namun dapat diketahui dari
(2005) memiliki pendapat serupa, achievement motivation diartikan sebagai
daya penggerak dalam diri seseorang untuk memperoleh keberhasilan dan
melibatkan diri dalam kegiatan di mana keberhasilannya tergantung pada usaha
pribadi dan kemampuan yang dimiliki.
Mc Clelland (1953) mengungkapkan bahwa motivasi berprestasi adalah
suatu dorongan untuk menggugah dan berprestasi sehubungan dengan
seperangkat standar serta berusaha untuk mendapatkan keberhasilan tanpa
dipengaruhi oleh prestise dan pengaruh sosial, melainkan demi kepuasan
pribadinya. Dengan demikian, individu yang termotivasi untuk berprestasi
bukan dikarenakan ingin diakui oleh orang lain melainkan dorongan tersebut
ditujukan agar individu itu sendiri selalu terdorong untuk selalu melakukan
sesuatu yang terbaik.
Chaplin (2002) berpendapat bahwa motivasi berprestasi merupakan
kecenderungan untuk memperjuangkan kesuksesan atau hasil yang sangat
didambakan. Woolfolk (1995) mengungkapkan bahwa motivasi berprestasi
merupakan hasrat atau dorongan untuk meningkatkan suatu keunggulan dan
meraih suatu kesuksesan. Lindgren (1973) berpendapat bahwa motivasi
berprestasi merupakan dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk
selalu meningkatkan kemampuannya dengan menggunakan suatu standar
keunggulan. Dari pendapat para ahli tersebut penulis menarik kesimpulan
diri seseorang sehingga orang tersebut berusaha untuk melakukan sesuatu
tindakan atau kegiatan dengan baik dan berhasil dengan predikatexcellent,
Motivasi berprestasi diperlukan oleh setiap individu untuk meraih tujuan
hidup atau cita-cita. Dengan memiliki motivasi berprestasi seseorang akan
terdorong untuk melakukan suatu tindakan dan melaksanakan setiap kegiatan
yang berkaitan dengan pencapaian tujuan dengan sebaik-baiknya. Slavin (1994)
mengungkapkan bahwa dengan memiliki motivasi berprestasi seseorang akan
memiliki keinginan untuk mencapai sukses dan berpartisipasi dalam kegiatan,
dimana sukses itu tergantung pada upaya dan kemampuan individu. Sama
halnya dengan Santrock (2008) yang merumuskan bahwa motivasi berprestasi
merupakan suatu dorongan yang bermanfaat untuk menyempurnakan dan
mencapai sebuah standar keunggulan dan untuk mencurahkan segala upaya
untuk mengungguli, biasanya yang menjadi ukurannya adalah diri sendiri
(internal) ataupun orang lain (eksternal).
Dwivedi dan Herbert (Asnawi, 2002) juga mengungkapkan motivasi
berprestasi sebagai dorongan untuk sukses dalam situasi kompetisi yang
didasarkan pada ukuran keunggulan dibanding standarnya sendiri maupun
orang lain. Pendapat tersebut sejalan dengan Royanto (2002) yang
mengungkapkan bahwa dengan memiliki motivasi berprestasi maka seseorang
mendorong keinginan mencapai prestasi sebaik-baiknya melalui tindakan yang
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa definisi motivasi
berprestasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah suatu dorongan yang
dimiliki individu untuk melakukan sesuatu berdasarkan standar yang dibuat
oleh individu itu sendiri dengan tujuan dapat menjadi lebih baik.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi
Mc Clelland (1987) berpendapat bahwa untuk menghasilkan individu
yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi berasal atau dipengaruhi oleh
lingkungan atau budaya yang bebas dari tekanan. Berdasarkan pendapat Mc
Clelland tersebut motivasi berprestasi lebih banyak dipengaruhi oleh faktor
lingkungan daripada faktor heriditas atau keturunan.
Woolfolk (1995) berpendapat bahwa ada dua faktor yang
mempengaruhi munculnya motivasi berprestasi yaitu faktor eksternal, internal,
dan situasional. Yang termasuk dalam faktor internal adalah hal-hal yang
berkaitan dengan individu itu sendiri seperti keyakinan pada diri sendiri, minat,
kebutuhan, keingintahuan, dan kesenangan. Sedangkan lingkungan sekitar,
tekanan sosial dan budaya merupakan hal yang dapat mempengaruhi motivasi
berprestasi yang berasal dari luar (eksternal). Faktor yang terakhir adalah faktor
situasional (Atkinson, 1974) yaitu motivasi berprestasi yang muncul
berdasarkan situasi tertentu. Contoh dari faktor situasional ini antara lain
kehidupan dan lingkungan, adanya rasa percaya untuk sukses, pengalaman yang
dimiliki, kedisiplinan dan potensi dasar yang dimiliki.
Sedangkan menurut Mulyaningsih (2010) faktor yang mempengaruhi
motivasi ada dua, dari dalam individu itu sendiri dan dari luar individu. Faktor
dari luar individu adalah faktor lingkungan di mana individu tersebut berada.
Faktor-faktor ini antara lain keluarga, teman sebaya, teman sekolah, dan
berbagai macam fasilitas yang dimiliki. Besar kecilnya dukungan dari orang tua
dalam memberikan perhatian juga ikut andil dalam motivasi berprestasi. Terlalu
besarnya perhatian dan pemberian fasilitas dapat mengakibatkan remaja
menjadi merasa tidak perlu berfikir dan berusaha keras untuk meraih cita-cita
mereka yang mengakibatkan rendahnya motivasi berprestasi. Namun, apabila
dukungan yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan juga dapat
menyebabkan remaja menjadi tidak termotivasi untuk berprestasi.
Berdasarkan uraian ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
motivasi berprestasi dipengaruhi oleh beberapa hal seperti faktor internal,
eksternal dan situasional. Keyakinan akan kemampuan diri sendiri, minat,
kebutuhan, dan keingintahuan merupakan faktor dari dalam atau internal yang
mempengaruhi munculnya motivasi berprestasi. Faktor eksternal meliputi
fasilitas, dukungan keluarga, dan teman. Sedangkan prestasi yang diperoleh,
kedisiplinan, harga diri, kesehatan, dan adanya rasa percaya untuk sukses
4. Ciri Individu yang Memiliki Motivasi Berprestasi
McClelland (1953) menyatakan bahwa orang yang mempunyai
motivasi berprestasi yang tinggi, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Mempunyai tanggung jawab pribadi.
Individu yang memiliki motivasi berprestasi akan bertanggung jawab
terhadap semua tugas atau pekerjaannya dengan demikian individu tersebut
akan meras puas dengan hasil kerjanya sendiri.
b. Menetapkan nilai yang akan dicapai atau menetapkan standar unggulan.
Nilai yang ditetapkan individu tersebut dapat lebih tinggi dari nilai dirinya
sendiri maupun lebih tinggi dari nilai yang dicapai orang lain. Standar nilai
yang telah ditentukan biasanya akan sesuai dengan standar keunggulan
dengan demikian individu tersebut harus mampu menguasai sesuatu secara
tuntas untuk mencapai standar tersebut.
c. Berusaha bekerja kreatif atau inovatif
Individu yang bermotivasi tinggi, gigih dan giat mencari cara yang kreatif
untuk menyelesaikan semua tugasnya. Untuk memperoleh hasil yang
terbaik individu tersebut akan menciptakan suatu pola belajar yang
dikembangkannya sendiri.
d. Berusaha mencapai cita-cita
Individu yang memiliki motivasi berprestasi akan berusaha semaksimal
mungkin untuk meraih cita-citanya melalui, kerja keras, ketekunan, dan
e. Memiliki tugas yang moderat
Tugas moderat yang dimaksud adalah tugas yang tidak terlalu sukar dan
tidak terlalu mudah. Individu yang motivasi berprestasinya tinggi akan
memilih mengerjakan tugas yang sukar diselesaikan. Dalam
penyelesaiannya, tugas tersebut akan dipecah menjadi beberapa bagian
mulai dari yang paling mudah hingga yang paling sukar.
f. Melakukan kegiatan sebaik-baiknya
Individu yang termotivasi berprestasi akan cenderung untuk membuat
prioritas maupun jadwal untuk mengerjakan semua tugasnya dengan
demikian tidak akan ada tugas yang terlewat. Disamping itu, individu
tersebut akan mempersiapkan semua bahan yang terkait dengan tugasnya
dengan sebaik mungkin baik itu secara pribadi maupun berkelompok.
g. Mengadakan antisipasi
Mengadakan atisipasi maksudnya melakukan kegiatan untuk menghindari
kegagalan atau kesulitan yang mungkin terjadi. Antisipasi dapat dilakukan
individu dengan menyiapkan semua keperluan atau peralatan dengan
C. HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN TES DENGAN MOTIVASI
BERPRESTASI PADA MAHASISWA
Dalam beberapa hal, tes atau ujian merupakan suatu keharusan. Misalnya
menghadapi tes untuk menentukan kenaikan kelas atau semester, untuk mencapai
kelulusan sekolah atau tes seleksi kerja. Dengan demikian tes akan bersifat wajib
dan individu yang bersangkutan merasa enggan untuk menolak tapi tidak mampu
atau tidak boleh menolaknya. Keadaan tersebut dapat menimbulkan suatu tekanan
dan sebagai respon dari tekanan tersebut seseorang akan menjadi cemas. Pendapat
ini sejalan dengan Soejanto (1996) yang berpendapat bahwa reaksi emosional yang
diperlihatkan siswa dalam menghadapi ujian antara lain adalah rasa cemas.
Individu yang mengalami kecemasan menurut Hurlock (1990) akan
memiliki rasa khawatir, kurang percaya diri, merasa tidak mampu, rendah diri,
merasa tidak mampu menyelesaikan tugas ataupun permasalahan, dan mengalami
suatu perasan yang tidak menyenangkan.
Sukmadinata (2003) berpendapat bahwa kecemasan dan kekhawatiran
memiliki nilai positif asalkan intensitasnya tidak begitu kuat, sebab kecemasan
dapat memunculkan motivasi. Pendapat tersebut sesuai dengan Elliot (1996) yang
mengungkapkan bahwa pada dasarnya kecemasan dalam situasi tertentu, misalnya
saja kecemasan menghadapi tes dapat berpengaruh positif pada penampilan belajar
siswa, salah satunya dapat meningkatkan motivasi berprestasi. Namun semakin
sesuatu pun bertambah buruk. Kecemasan itu dapat membuat seseorang tak
bergairah belajar, malas bergaul, dan selalu merasa pesimis.
Mahasiswa yang menghadapi ujian akan merasa tertekan karena
menganggap dirinya sedang dievaluasi dan situasi tersebut merupakan sesuatu
yang menegangkan. Singer (1980) berpendapat bahwa kecemasan mengacu pada
kecenderungan untuk mempersepsikan situasi sebagai ancaman yang
menegangkan. Berdasarkan teori Eysenck (1992) mahasiswa yang sedang
menghadapi tes atau ujian memiliki T tinggi yang tinggi dapat mengakibatkan
menurun atau terhambatnya konsentrasi belajar, yang pada akhirnya dapat
berpengaruh pada menurunnya motivasi berprestasi atau dapat mengakibatkan
individu tersebut menjadi malas untuk melakukan sesuatu. Hal ini dikarenakan,
individu yang memiliki kecemasan tes akan memiliki orientasi di luar tes itu
sendiri, sehingga akan memikirkan hal-hal yang sebenarnya tidak berkaitan
dengan materi ujian.
Luthans (1981) mengungkapkan bahwa pelajar yang memiliki motivasi
berprestasi tinggi akan berusaha untuk meraih prestasi akademik yang jauh lebih
baik dari sebelumnya, bahkan semakin terdorong atau memacu diri untuk
melampaui prestasi rata-rata yang merupakan salah satu ciri dari individu yang
memiliki motivasi berprestasi. Individu yang memiliki kecemasan tes terlalu tinggi
lebih fokus ke hal-hal yang tidak berkaitan dengan tes dan cenderung memikirkan
apa yang menjadi kecemasannya itu, oleh karena itulah motivasi berprestasi
Lufi, Okhasa, dan Cohen (2004) mengungkapkan bahwa kecemasan tes
dipengaruhi oleh adanya pengaruh kognitif pada individu dalam memandang suatu
tes. Perbedaan cara pandang tersebut juga dapat berpengaruh pada kemampuan
kognitif dimana, individu yang memiliki kecemasan akan sulit memusatkan
konsentrasinya dibandingkan individu yang memiliki kecemasan rendah. Individu
yang memiliki kecemasan tes tinggi akan cenderung membagi perhatiannya pada
hal yang tidak berkaitan dengan tes dan hal yang berkaitan dengan pengerjaan tes
itu sendiri. Sedangkan individu yang memiliki kecemasan rendah hanya akan
berkonsentrasi pada pengerjaan tes.
Fokus pada materi atau pengerjaan tes mendorong individu tersebut untuk
melakukan persiapan sebaik mungkin sebelum menghadapi tes, melakukan
antisipasi, dan semakin terdorong untuk belajar. Dengan adanya dorongan untuk
belajar, melakukan antisipasi dalam berbagai macam situasi yang akan dihadapi
dan antisipasi bentuk tes, menunjukkan bahwa individu tersebut memiliki
tanggung jawab menyelesaikan tugasnya yaitu mempersiapkan diri untuk
menghadapi tes. Dimana, perilaku tersebut merupakan ciri-ciri dari individu yang
memiliki motivasi untuk berprestasi. Oleh karena itu, kecemasan tes dapat
berpengaruh pada tinggi rendahnya motivasi berprestasi seseorang.
Mathews (1999) berpendapat bahwa kecemasan tes dapat mengakibatkan
menurunnya motivasi berprestasi karena adanya proses metakognitif dari belief
dan koping maladaptif yang dimiliki seseorang. Elliot dan Kratochwill (2000)
memiliki karakteristik seperti : melihat ujian sebagai situasi yang sulit, merasa
bahwa dirinya tidak berguna atau tidak mampu mengerjakan soal ujian, lebih
fokus pada konsekuensi yang tidak diinginkan dari ketidakmampuan dirinya,
keinginan menyalahkan diri yang sangat kuat dan mengganggu aktifitas kognitif
terhadap ujian, dan sudah merasa gagal karena pengalaman orang lain.
Karakteristik yang diungkapkan Elliot tersebut mengakibatkan seseorang
akan melakukan koping terhadap kecemasan yang dihadapinya namun, koping
yang dilakukan adalah koping maladaptif. Dengan koping yang maladaptif
tersebut seseorang justru akan semakin terkonsentrasi untuk meredakan kecemasan
yang dialaminya dan tidak terdorong untuk melakukan suatu usaha seperti
memusatkan pikiran pada ujian atau tes yang akan dihadapi.
Proses metakognitif dan koping maladaptif juga dapat termanifestasi
misalnya pada satu jawaban yang tidak dapat terjawab, maka individu tersebut
akan memiliki kepercayaan bahwa dia akan gagal di keseluruhan tes dan ketika dia
mengalami kegagalan tes maka seluruh hidup mereka juga akan mengalami
kegagalan. Ketika seseorang memiliki pemikiran bahwa dia gagal maka individu
tersebut akan menurunkan standarnya sebagai koping dari kecemasan yang
dialaminya. Dengan adanya kecemasan tes dan penurunan standar yang dimiliki
menunjukkan bahwa individu tersebut tidak dapat melakukan tugas dengan
sebaik-baiknya dan tidak mampu mengantisipasi, hal tersebut bertentangan dengan
individu yang memiliki motivasi berprestasi menurut Mc Clelland (1953).
Okhasa, dan Cohen, 2004) yang hasilnya menunjukkan bahwa individu yang
memiliki kemasan tes akan memiliki penilaian diri yang negatif, kesulitan dalam
berkonsentrasi, dan rendahnya motivasi.
Motivasi berprestasi itu sendiri merupakan suatu hal yang penting karena
syarat pribadi yang terpenting bagi suksesnya para remaja dalam menghadapi
masa transisinya menuju masa dewasa, menurut Mulyaningsih (2010) adalah
dengan memiliki motivasi berprestasi. Remaja yang memiliki motivasi berprestasi
akan mampu mengembangkan kemampuan dirinya karena motivasi akan
mempengaruhi perilaku seseorang terutama dalam pencapaian suatu tujuan.
Motivasi berprestasi itu sendiri diartikan sebagai dorongan yang timbul dari
dalam diri seseorang sebagai akibat dari adanya motif atau dorongan untuk meraih
prestasi. Semakin kuat motif tersebut mendorong seseorang maka semakin kuat
pula motivasi berprestasinya, demikian pula sebaliknya, individu yang motifnya
rendah maka motivasi untuk berprestasinya rendah pula (Hersey & Blanchard,
1982).
Secara singkat kecemasan tes dapat berpengaruh pada menurunnya motivasi
berprestasi dikarenakan remaja akhir yang mengalami kecemasan tes cenderung
memfokuskan diri pada kegagalan atau konsekuensi dari tes tersebut. Pemusatan
konsentrasi pada kegagalan tersebut di samping berpengaruh pada menurunnya
kemampuan kognitif juga berpengaruh pada kemampuan seseorang untuk
melakukan antisipasi atas kegagalan yang akan dialaminya. Dengan demikian
ketidakmampuan melakukan tugas dengan baik dan melakukan antisipasi tidak
mencerminkan ciri individu yang memiliki motivasi berprestasi.
Berikut skema mengenai hubungan antara kecemasan tes dan motivasi
E. HIPOTESIS PENELITIAN
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : “Terdapat hubungan
negatif antara kecemasan tes dengan motivasi berprestasi pada remaja akhir.”
Dimana semakin tinggi tingkat kecemasan tes maka motivasi berprestasi pada
remaja akhir akan menjadi rendah. Begitupula sebaliknya, semakin rendah tingkat
37 A. JENIS PENELITIAN
Penelitian yang akan dilakukan ini termasuk dalam penelitian kuantitatif
jenis korelasional. Jenis penelitian korelasional ini bertujuan untuk menemukan
ada tidaknya suatu hubungan antara kedua variabel yang akan diteliti. Dalam
korelasi menurut Hadi (2004) terjadi hubungan timbal balik yang berarah, positif
atau negatif. Arah hubungan yang positif atau negatif ditentukan berdasar gejala
atau variabel itu sendiri. Suatu korelasi disebut memiliki arah hubungan yang
positif apabila kedua variabel atau gejala berjalan sejajar atau searah. Namun,
apabila kedua hubungan berjalan berlawanan atau tidak berhubungan maka arah
hubungan kedua variabel tersebut negatif.
B. IDENTIFIKASI VARIABEL
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel independent yang
merupakan variabel yang menjadi penyebab berubahnya atau munculnya variabel
dependent. Sementara variabel dependent merupakan variabel yang dipengaruhi
atau muncul sebagai akibat dari variabel independent. Variabel independent dan
dependentyang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel Independent : Kecemasan Tes
C. DEFINISI OPERASIONAL
Dalam suatu penelitian diperlukan batasan konkrit dari variabel yang
akan diteliti untuk mempermudah dan memperjelas pengamatan penelitian.
Berikut definisi operasional dari tiap variabel :
1. Variabel Independent : Kecemasan Tes
Kecemasan tes merupakan perasaan tertekan, khawatir, tegang, maupun
takut yang dialami sebelum, pada saat, maupun saat tes sedang berlangsung.
Kecemasan tes ini diukur dengan menggunakan skala Test Anxiety yang
disusun penulis berdasarkan ketiga komponen kecemasan tes yang
dikembangkan oleh Oeting & Defenbacher (1980).
2. Variabel Dependent : Motivasi Berprestasi
Definisi motivasi berprestasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
suatu dorongan yang dimiliki seseorang untuk melakukan suatu tindakan yang
bertujuan untuk meraih suatu prestasi berdasarkan standar yang telah dibuat
individu itu sendiri.
Motivasi berprestasi dalam penelitian ini diukur dengan skala Achievement
Motivationyang disusun penulis berdasarkan ciri-ciri motivasi berprestasi yang
D. SUBYEK PENELITIAN
Populasi atau universe adalah sejumlah individu yang paling sedikit
memiliki sifat yang sama (Hadi, 2000). Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh mahasiswa di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang berusia
antara 17-22 tahun. Pembatasan usia tersebut sesuai dengan batasan usia remaja
akhir yang dikemukakan Mappiare (1982). Besarnya populasi tersebut tidak
memungkinkan peneliti untuk mengamati populasi secara keseluruhan sehingga
diperlukan suatu reduksi dari populasi yang akan diteliti. Reduksi dari suatu
populasi dikenal dengan sebutansampel.
Sampling merupakan pengambilan sebagian dari populasi atau semesta
untuk mewakili populasi tersebut. Dengan melakukan sampling peneliti
melakukan efisiensi dalam penggunaan waktu, biaya, dan tenaga. Jenis sampel
yang digunakan dalam penelitian ini disebut dengan purposive sampling. Hadi
(2000) menambahkan bahwa jenis sample ini harus didasarkan pada informasi
yang tidak boleh diragukan, samar-samar, atau masih berdasarkan dugaan. Dalam
penelitian ini sudah ditetapkan bahwa sampel yang akan digunakan adalah
mahasiswa psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang memiliki
karakteristik sebagai berikut :
a. Tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
b. Tidak dalam masa Penundaan Kegiatan Akademik.
Gulford & Futcher (1987) mengungkapkan bahwa jumlah sample 30
merupakan jumlah minimal untuk mengolah data secara statistik. Kerlinger (1985)
juga mengungkapkan bahwa ada hubungan antara jumlah sampel dengan
kesalahan (penyimpangan dari nilai yang sebenarnya dari populasi). Berdasarkan
penjelasan tersebut penelitian ini akan menggunakan 100 orang sampel dengan
asusmsi semakin banyak jumlah data yang diperoleh, maka akan semakin akurat
pula hasil penelitian. Jumlah sampel tersebut juga diharapkan akan memberikan
gambaran populasi yang lebih umum.
E. METODE PENGUMPULAN DATA PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan skala psikologis sebagai alat pengumpulan
datanya. Ada dua skala yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, skala
kecemasan tes dan motivasi berprestasi. Metode yang digunakan dalam
penyusunan kedua skala ini adalah summated ratings yaitu metode penskalaan
sikap yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai skala
(Azwar, 2003). Berikut ini adalah uraian mengenai alat pengumpulan data :
1. Skala Kecemasan Tes
Metode skala digunakan mengingat data yang ingin diukur berupa konsep
psikologis yang dapat diungkap secara tidak langsung melalui komponen
perilaku yang diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem pernyataan (Azwar,
a. Penyusunan Aitem :
Tinggi rendahnya kecemasan tes yang dialami subyek penelitian dapat
dilihat dari alat ukur berupa skala Test Anxeity yang didasarkan pada tiga
komponen kecemasan tes. Ketiga komponen kecemasan tes yang diadaptasi
dari Oetting & Deffenbacher (1980) ini antara lain : (1) Komponen
Kekhawatiran, (2) Komponen Emosional, (3) Komponen Gangguan Tugas
Secara Menyeluruh.
b. Skoring :
Ketiga komponen yang diuraikan di atas digunakan sebagai dasar
dalam penyusunan pernyataan yang terdiri dari 24 aitem pernyataan
favourable dan 24 aitem pernyataan unfavourable. Masing-masing
komponen terdiri dari 16 aitem yang terdiri dari 8 aitem favourable dan 8
aitem unfavourable. Skala dalam penelitian ini memiliki sifat tertutup dan
langsung. Tertutup karena subyek tidak diberikan kesempatan untuk
menentukan jawaban selain jawaban yang telah disediakan. Sifat langsung
dikarenakan subyeklah yang langsung menuliskan sendiri jawabannya.
Skala kecemasan tes ini dibuat dalam bentuk skala Likert yang terdiri
atas 4 alternatif jawaban “SS” (Sangat Sesuai), “S” (Sesuai), “TS” (Tidak
Sesuai), dan “STS” (Sangat Tidak Sesuai). Menurut Azwar (2004), tidak
diberikannya alternatif jawaban tengah atau netral dengan tujuan untuk
kemudian memilih jawaban tengah atau netral, di samping itu responden
dapat lebih tegas dalam memilih dan menentukan jawaban tanpa
menggiringnya kearah jawaban tengah.
Dalam pernyataanfavourablejawaban “SS” memperoleh nilai sebesar
“4”, “S” dinilai “3”, “TS” mendapat nilai “2”, dan untuk “STS” nilai yang
diperoleh sebesar “1”. Pernyataan unfavourable akan dinilai sebaliknya,
untuk SS nilai yang diperoleh sebesar “1”, S memperoleh nilai “2”, TS
dinilai “3”, dan STS memiliki nilai “4”. Berikut blue print dari skala Test
Anxietyyang disajikan pada tabel berikut ini :
Tabel 2
Blue Print Skala Kecemasan tes sebelumTry-Out
Aitem
1. Kekhawatiran 1, 7, 16,18,
2. Skala Motivasi Berprestasi
a. Penyusunan Aitem :
Aitem yang disusun dalam skala motivasi berprestasi ini
didasarkan pada ciri-ciri motivasi berprestasi yang dikemukakan oleh Mc
Clelland (1953). Menurut Mc Clelland, ciri individu yang memiliki
motivasi berprestasi meliputi :
1. Mempunyai tanggung jawab pribadi.
2. Menetapkan nilai yang akan dicapai atau menetapkan standar
unggulan.
3. Berusaha bekerja kreatif/ inovatif.
4. Berusaha mencapai cita-cita.
5. Memiliki tugas yang moderat (bukan tugas yang dapat diselesaikan
dengan mudah).
6. Melakukan kegiatan sebaik-baiknya.
7. Mengadakan antisipasi.
b. Skoring
Skala motivasi berprestasi ini terdiri dari 42 aitem pernyataan
yang terdiri dari 21 aitemfavourabledan 21 aitemunfavourable. Seluruh
pernyataan tersebut masing-masing terdiri atas 4 alternatif jawaban “SS”
(Sangat Setuju), “S” (Setuju), “TS” (Tidak Setuju), dan “STS” (Sangat