• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi"

Copied!
0
0
0

Teks penuh

(1)

i

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

THEA DAMIANIE NIM : 069114095

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

ii

HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN TES

DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI PADA MAHASISWA

Oleh :

Thea Damianie

NIM : 069114095

Telah disetujui oleh :

Dosen Pembimbing

(3)

iii

MOTIVASI BERPRESTASI PADA MAHASISWA

Dipersiapkan dan ditulis oleh :

Thea Damianie

NIM : 069114095

Telah Dipertahankan di depan Panitia Penguji

Pada Tanggal : 21 Januari 2011

Dan dinyatakan memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap : Tanda Tangan

Ketua : V. Didik Suryo Hartoko, S.Psi., M.Si. ………

Sekretaris : A. Tanti Arini, S.Psi., M.Si. ………

Anggota : Minto Istono, S.Psi., M.Si. ...……….

Yogyakarta, 16 Februari 2011 Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Dekan

(4)

iv Every mistake, every wrong turn Every time I lost my way

I didn’t stop didn’t give up

Even if sometimes lost hope (Katharine Mcphee)

Di dalam hidup ini, semua ada waktunya

Terkadang kita merasa badai datang menyerbu dan doa kita bagai tak terjawab….. Namun… yakinlah…

TUHAN takkan terlambat, juga takkan datang terlalu cepat

DIA akan datang tepat pada waktu NYA dan smua kan dijadikan Nya indah

DIA kan slalu dengar doa mu dan takkan pernah tinggalkan mu DIA kan mengulurkan tangan NYa tepat pada waktu NYA Karna itu TUHAN ajarlah aku bersabar menanti waktu MU

(5)

v

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 16 Februari 2011 Penulis

(6)

vi

Thea Damianie

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji ada tidaknya hubungan antara kecemasan tes dengan motivasi berprestasi pada remaja akhir. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negative antara kecemasan tes dengan motivasi berprestasi pada remaja akhir. Subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja yang berusia 17 hingga 22 tahun yang berjumlah 107 orang. Penelitian ini menggunakan dua alat pengumpulan data yang berupa skala psikologis. Skala pertama adalah skala kecemasan tes yang terdiri dari 34 aitem pernyataan dan skala kedua skala motivasi berprestasi terdiri dari 31aitem pernyataan. Metode statistik yang digunakan untuk menganalisis data penelitian ini adalahPearson Product Moment. Hasil analisa statistik menunjukkan adanya korelasi ( r ) sebesar -0,367 dengan probabilitas 0,000 (p<0,01). Dengan demikian, penelitian ini memiliki korelasi negative antara kecemasan tes dengan motivasi berprestasi. Artinya, semakin tinggi kecemasan yang dialami maka motivasi berprestasinya akan semakin rendah. Demikian juga sebaliknya, semakin rendah kecemasan tes yang dialami maka motivasi berprestasinya akan semakin tinggi.

(7)

vii

Thea Damianie

ABSTRACT

The aim of this research is to examine the correlation between test anxiety and achievement motivation in youth. The hypothesis which raises in this research is there is a negative correlation between test anxiety and achievement motivation in youth. The subject of this research is adolescences that have age 17 till 22 years old amounting to 107 people. This research used two data collecting appliances which in the form of psychological scale. The first scale is test anxiety scale that consists from 34 statement items and the second scale is achievement motivation scale that consists from 31 statement items. Statistical methods that used to analyze was Pearson Product Moment. Result of statistical analyze show there was correlation ( r ) -0,367 with probability 0,000 (p<0,01). There for, these researches have a negative correlation between test anxiety and achievement motivation. That’s mean if the youth had more test anxiety, their achievement motivation will progressively lower. And so the contrary, if they had a low test anxiety, the achievement motivation would be increased.

(8)

viii

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Thea Damianie

Nomor Mahasiswa : 06 9114 095

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Hubungan Antara Kecemasan Tes

Dengan Motivasi Berprestasi Pada Mahasiswa

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan saya sebagai penulis.

Demikian pernyatan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta,

Pada tanggal : 16 Februari 2011 Yang menyatakan

(9)

ix

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus dan Bunda

Maria yang selalu menyertai, membimbing, dan menuntun penulis dalam

penyelesaian skripsi yang disusun sebagai salah satu syarat guna memperoleh

gelar sarjana psikologi di Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari banyak kesulitan dan kendala selama penulisan

skripsi ini. Untuk itu pada kesemapatan ini penulis ingin menghaturkan rasa

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. My Saviour Jesus Christ n HIS Holy Mother. Thanks for every bless, miracle,

and always be my light….

2. Ibu Dra. Siwi Handayani, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta yang memberi ijin untuk melakukan penelitian ini.

3. Bapak V. Didik Suryo Hartoko,selaku dosen pemimbing skripsi. Trimaksi

untuk masukan dan diskusi selama bimbingan.

4. Ibu Tjipto Susana, makasie yaa bu wat diskusi nya….. trimaksie juga wat Pak

Agung, Bu Silvy, dan Bu Tanti yang sudah banyak membantu penulis dalam

pengumpulan data.

5. Thanks to anak-anak kelas kognitif kelas A, perkembangan kelas C dan

Farmasi 08 yg udah bantuin ngisi skala try out… N Special thanks to ψ kelas Statistik 1 ma Pengantar Tes I. . . trimakasie atas kesedian menjadi subyek

(10)

x

Mbak Nanik makasie sudah memperlancar dan mau membantu nyiapin

berkas-berkas yang penulis perlukan.

7. Mas MUjai….. makasie banyak mas Mujz wat candaan, nemeni ngobrol di

lab,dan suara mu yg merdu…. Mas DOni yang slalu ndak sabar waktu penulis

dan temen2 rame di ruang baca…. Maksie dah mu ngasi pinjem buku, ngajari

presentasi juga…

8. Bapak ma Ibu kuw…. Maap yaaa lama lulusnya…… maapin yaa sering buat

marah dan kecewa. Makasie banget dah creeewweeet n g bosen2 nya

ngomongin skripsi, trimaksie wat doa dan always supporting me for this 4

years and 5 month…. Aq Cuma bisa ngasi inie wat ucapan Terimakasih…..

can’t smile without u bapak ibu quw….

9. Buat adekq satu2 na… makasie yaa dah ngajari aku kerja keras dan ketekunan.

Much thing that I learn from u....

10. wat ponakan q tersayang… Antonitta Liana Paramitta….^^ Makasie slalu

setia bangunin tante, makasie wat pelukan,ciuman n panggilan sayang quw,

cinta quw beiiibii quw…. Thank you so muaach coz u give meunconditional

love… Dari kmu tante blajar untuk menyayangi dengan tulus…..

11. wat budhe Tatiek, alm. Pakdhe Santo ma MAs Yogie… maaf ya budhe dah

ngrepoti terus… Pakdhe… maksie ya pakdhe tumpangannya…. mas Yogie

juga dah sering nganter ambarukmo-paingan n harus bangun pagie Cuma wat

(11)

xi

12. Buat Om Xoxo.. makasie yaa oom kmren diajakin retret…. Aku blajar

banyak dari Oom, budhe, tata, ma ega ttg ketabahan, kesabaran, memaafkan

dan menyayangi.

13. Buat “spicy”, makasie wat asem, pait, sepet nya persahabatan dan

kebersamaan slama 4 taon nie… T.T (Im gonna missing every moment det

we spent 2gther…. nongkrong di perpus sampe diusir…rencana2 jalan yg

smpe qt lulus g terlaksana… ^0^) xan slalu dukung aq wat ngerjain

skripsweeet .. teman-teminz maksie slama nie kalian setia jadi tempat sampah

ku, slalu ngingetin biar g nengok ke belakang, kalian g bosen2 na slalu

ingetin aq wat doa dl sblm makan. gara2 kalian skrg q g nitip doa lagi loch….

too much memories that so beautiful dan cant explain one by one…. I love u

all…. All of you always be there for me although I never be there for u…..

Thie n Ina… dari kalian aq belajar MEMAHAMI…. Cece Dian Mey…. Dari

kmu aq balajar MENGERTI. Bebek…. Dari kmu aq blajar ttg KETULUSAN,

bebeeek maksie waktu thu kamu nyuruh aq ngerjain, maksie jg wat masukan

judul loch… bener2 pembokat setia hehehhehe. Special 4 : Anndien Ndduuttt,

maksie yaa sering jadi sopir antar jemputku… dari kmu aq blajar

MENERIMA dan KETABAHAN. Nietha Tier…… makasie yaa masukannya

wat aq. Dari kmu aq blajar wat MENGENAL & MENCINTAI TUHAN serta

(12)

xii

bandung….! Xan berdua ngajari aq tentang arti kesetiaan…. ^^ Fanie… take

care disana….. Tara, Rara, Arga, makasie yaaa dah ngajakin aku jalan2

terus…. Yaaa meski banyak g jadinya… tp kalian SOOOOOOO

SWEEEEETTT ma aku…. Hwehehehehehhe……

15. ViVoi, DOnat, Jelli…. Makasie dah buat kost g sepi… Vie… makasie slalu

ngantar jemput aq… nemeni aq bubuk di kost…. Nemeni abisin malming…

nampung aq di kost mu waktu itu thu vie…. yuukkkzz shooppinngg

Hehehhe..

16. Bapak ma ibu kost Zusi Arib…. Makasie sudah memperbolehkan numpang

slama 4 taon…makasie udah jadi pengganti bapak ma ibu yang

baaaaaaaaaaaaekkkkkk bgt slama saya di Jgja…. Map udah ngrepotin…..

Mas Arba ma Dek Irba…. Makasie yaa dari kalian aq blajar sayang ma

adekq… ^^ klo g da kalian kost g terasa kaya humzz…. Take care….

17. Wat teman-teman di zusi arib.. Ina.. slamat menikmati kamarq yaa Na… ^^

akhirna aq kluar jg,,,, trus wat mukti n adek2 2010… kalian baeeek dech ma

aq meski qt g prnh ngobrol... yaa mski kenal cm lewat.. thnk yaa wat

(13)

xiii

HALAMAN JUDUL………... i

HALAMAN PERSETUJUAN……….. ii

HALAMAN PENGESAHAN……… iii

HALAMAN MOTTO & PERSEMBAHAN... iv

HALAMAN KEASLIAN KARYA... v

ABSTRAK……….. vi

ABSTRACT……… vii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI……….... viii

KATA PENGANTAR……… ix

DAFTAR ISI………... xiii

DAFTAR TABEL………... xvii

DAFTAR SKEMA……….. xix

DAFTAR LAMPIRAN………... xx

BAB I PENDAHULUAN...………... 1

A. Latar Belakang……….…. 1

B. Rumusan Masalah……… 7

C. Tujuan Penelitian……….. 8

D. Manfaat Penelitian……… 8

1. Manfaat Teoritis ……….. 8

(14)

xiv

1. Definisi kecemasan……… 10

2. Definisi tes/ ujian……… 13

3. Kecemasan tes………..……… 14

4. Komponen kecemasan tes...……… 17

5. Faktor yang mempengaruhi kecemasan dalam menghadapi ujian………. 18

B. Motivasi berprestasi……….. 20

1. Definisi motivasi…..……… 20

2. Definisi motivasi berprestasi……… 22

3. Faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi………. 25

4. Ciri Individu yang memiliki motivasi berprestasi ..………… 27

C. Hubungan antara motivasi berprestasi dengan kecemasan dalam menghadapi ujian pada mahasiswa………… 29

D. Hipotesis Penelitian... 36

BAB III METODE PENELITIAN……… 37

A. Jenis Penelitian……… 37

B. Identifikasi Variabel……… 37

1. Variabel Bebas : Kecemasan Tes ………... 37

2. Variabel Tergantung : Motivasi Berprestasi……… 37

C.Definisi Operasional……….. 38

(15)

xv

E.Metode Analisis Data dan Alat Pengumpulan Data………. 40

1. Skala Kecemasan Tes…..……… 40

a. Penyusunan aitem………. 41

b. Skoring……….. 41

2. Skala Motivasi Berprestasi………..………. 43

a. Penyusunan aitem……….. 43

b. Skoring……….. 43

F. Uji Coba Alat Ukur………. 45

G. Seleksi Aitem... …… 45

H. Validitas dan Reliabilitas……… 50

1. Validitas……… 51

2. Reliabilitas………. 51

I. Metode Analisis Data……….. 52

1. Uji Asumsi Data Penelitian……….. 52

a. Uji Normalitas……… 52

b. Uji Linearitas………. 52

2. Uji Hipotesis………. 52

J. Prosedur Penelitian………. 54

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……… 55

A. Pelaksanaan penelitian……… 55

(16)

xvi

2. Kategorisasi skor skala……… 58

a. Kategorisasi Kecemasan tes……….... 58

b. Kategorisasi Motivasi Berprestasi……….... 60

D. Analisis hasil penelitian……….. 61

1. Uji Asumsi………. 61

a. Uji Normalitas………. 61

b. Uji Linearitas……….. 62

2. Uji Hipotesis……….. 62

E.Pembahasan……… 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………... 69

A. Kesimpulan……… 69

B. Saran……….. 70

DAFTAR PUSTAKA……… 71

(17)

xvii Tabel 1

Jumlah Mahasiswa yang Belum Lulus di

Tahun Akademik 2009/2010/Genap……… 6

Tabel 2

Blue Print Skala Kecemasan tes sebelum Try-Out……….. 42

Table 3

Blue Print Skala Motivasi Berprestasi sebelum Try-Out………. 44

Table 4

Distribusi Aitem Sahih Dan Gugur Pada Skala Kecemasan Tes……….. 47

Table 5

Blue Print Skala Kecemasan Tes Setelah Uji Coba……….. 48

Table 6

Distribusi Aitem Sahih Dan Gugur

Pada Skala Motivasi Berprestasi……… 49

Table 7

Blue Print Skala Motivasi Berprestasi Setelah Uji Coba……….. 50

Tabel 8

Distribusi Subjek Penelitian……….. 56

Tabel 9

(18)

xviii Tabel 11

Kategorisasi Kecemasan Tes……… 59

Tabel 12

Kategorisasi Motivasi Berprestasi……… 60

Tabel 13

Hasil Uji Normalitas Sebaran……….. 61

Tabel 14

Hasil Uji Linearitas Hubungan Antar Variabel……… 62

Tabel 15

(19)

xix

Skema 1. Hubungan Kecemasan Tes dengan Motivasi Berprestasi pada

(20)

xx

LAMPIRAN A ... 76

Skala Variabel Kecemasan Tes ... 77

Skala Variabel Motivasi Berprestasi ... 80

LAMPIRAN B ... 82

Uji Reliabilitas Butir Skala Kecemasan Tes ... 83

Uji Reliabilitas Butir Skala Motivasi Berprestasi ... 89

LAMPIRAN C ... 97

Skala Kecemasan Tes dan Motivasi Berprestasi setelah uji coba ... 98

LAMPIRAN D ... 110

Uji Normalitas... 111

LAMPIRAN E ... 112

Uji Linearitas ... 113

LAMPIRAN F... 116

(21)

1 A. LATAR BELAKANG

Gangguan kecemasan diperkirakan dialami oleh 1 dari 10 orang. Menurut

data NationalInstitute of Mental Health(2005) di Amerika Serikat terdapat 40 juta

orang mengalami gangguan kecemasan pada usia 18 tahun sampai pada usia

lanjut. Data tersebut diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Bernstein

and Shaw (1997), dari penelitian tersebut diperoleh fakta bahwa antara 9 sampai

15 persen remaja di Amerika mengalami gejala kecemasan yang menganggu

kegiatan atau rutinitas keseharian mereka. Kecemasan merupakan suatu gangguan

yang cenderung stabil, muncul pada pertengahan remaja sampai pertengahan umur

20-an tahun dan kemudian berlangsung sepanjang hidup (Nevid, 2005). Data ini

diperkuat dengan data dari Depkes RI (1998) yang menyebutkan bahwa hasil

survey yang mereka lakukan di Puskesmas Kecamatan Tambora, Jakarta Barat

menunjukkan bahwa 34,39% anak dan remaja yang berobat memiliki gangguan

kecemasan yang mengakibatkan munculnya keluhan fisik.

Kecemasan terjadi pada situasi atau obyek yang tidak dikenali secara

nyata dan dianggap sebagai sesuatu yang mengancam. Misalnya, seseorang takut

menyeberang jalan karena takut tertabrak atau terserempet ketika menyeberang.

Pada kenyataannya belum tentu individu itu pasti tertabrak ketika menyeberang

(22)

yang tidak nyata karena hanya berupa bayangan atau perkiraan individu tersebut.

Kecemasan itu sendiri diartikan Singer (1980) sebagai kecenderungan untuk

mempersepsikan situasi atau kondisi sebagai suatu ancaman atau situasi yang

menegangkan (stressful).

Situasi yang menengangkan yang dialami salah satunya dapat terjadi

dalam proses pendidikan. Stuart & Sundeen (1993) yang menyatakan bahwa

kecemasan dapat timbul ketika individu menghadapi pengalaman-pengalaman

baru seperti peristiwa masuk sekolah. Suryabrata (2002) melihat pendidikan

sebagai suatu usaha seorang pendidik yang penuh tanggung jawab untuk

membimbing anak-anak mereka menuju kedewasaan. Setiap usaha pendidik

tersebut akan mengandung penilaian terhadap hasil usahanya. Penilaian yang

dilakukan didapat dari berbagai macam cara salah satunya dengan ujian.

Ujian menurut Suryabrata (2002) berguna untuk menentukan sampai

sejauh mana kemampuan anak didik tersebut. Situasi yang terlalu menegangkan

seperti halnya ketika ujian dapat membuat seseorang yang sedang menjalaninya

menjadi cemas. Keadaan tersebut dapat menjadi penghambat kinerja seseorang

karena menurut Fausiah & Widuri (2006) situasi evaluatif akan dipersepsikan

sebagai sesuatu yang mengancam dan menegangkan. Hal tersebut sejalan dengan

pendapat Nevid (2005) yang mengatakan bahwa ujian dapat menjadi salah satu

sumber kecemasan bagi seseorang. Arndt (1974) juga mengungkapkan bahwa

(23)

kekhawatiran pada masalah sekolah salah satunya ketika seseorang akan

menghadapi ujian atau tes.

Kecemasan dalam menghadapi tes itu sendiri diartikan Omrod (2006)

sebagai suatu perasaan cemas yang berlebih mengenai sebuah tes atau

penilaian secara menyeluruh yang dapat diakibatkan karena adanya perasaan

dievaluasi dan dinilai atau terkadang merasa diketahui kelemahannya.

Penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Diponegoro Semarang (2005) menunjukkan bahwa selama masa ujian 46,15%

subyek mengalami kecemasan ringan, subyek yang mengalami kecemasan

sedang sebanyak 19,23%, dan sebanyak 34,62% subyek mengalami kecemasan

berat. Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa individu akan merasa

cemas selama masa ujian.

Remaja yang mengalami kecemasan menurut Bernstein (1996) akan

beresiko mengalami underachievement yang ditunjukkan dengan tidak adanya

motivasi berprestasi dan merasa tidak berharga yang ditunjukkan dengan perilaku

menghindar, termasuk menghindar dari kegiatan sekolah, atau menghindar dari

lingkungan sosialnya. Tidak adanya motivasi berprestasi seperti yang ditunjukkan

pada tindakan menghindar dari kegiatan sekolah disebabkan karena individu

menjadi tidak percaya pada kemampuan dirinya sendiri. Perasaan tidak percaya

pada kemampuan yang tidak segera di atasi dapat membuat individu menjadi

pribadi yang malas belajar, tidak mau mengerjakan tugas, dan menjadi tidak

(24)

tidak mencerminkan adanya motivasi berprestasi dalam diri seseorang oleh karena

itulahunderachievement yang dialami seseorang dapat berpengaruh pada motivasi

berprestasi.

Motivasi berprestasi merupakan syarat yang harus dimiliki oleh seseorang

untuk dapat meraih prestasi atau cita-citanya. Winkel (1991) menegaskan bahwa

motivasi berprestasi merupakan daya penggerak dalam diri siswa untuk mencapai

taraf prestasi akademik yang setinggi mungkin demi penghargaan kepada diri

sendiri. Remaja yang memiliki motivasi berprestasi akan mampu mengembangkan

kemampuan dirinya karena motivasi akan mempengaruhi perilaku seseorang

terutama dalam pencapaian suatu tujuan.

Hurlock (1992) mengungkapkan remaja yang kurang berminat pada

pendidikan biasanya menunjukkan tendensi menjadi orang yang berprestasi

rendah, melakukan sesuatu dengan tidak maksimal atau sesuai dengan

kemampuannya, dan sering membolos yang merupakan ciri dari individu yang

tidak memiliki motivasi berprestasi. Pendapat Hurlock tersebut tidak berbeda

dengan pendapat Mulyaningsih (2010) yang mengungkapkan bahwa pribadi yang

memiliki motivasi berprestasi merupakan syarat yang penting bagi suksesnya para

remaja dalam menghadapi masa transisinya menuju masa dewasa.

Santrock (2008) merumuskan bahwa motivasi berprestasi adalah suatu

dorongan untuk menyempurnakan sesuatu, untuk mencapai sebuah standar

keunggulan dan untuk mencurahkan segala upaya untuk mengungguli. Mc

(25)

yang kemampuannya rendah tapi memiliki motivasi berprestasi yang tinggi, akan

lebih baik prestasinya dibandingkan dengan mereka yang kemampuannya superior

dengan motivasi berprestasi yang rendah. Dengan demikian, individu yang

memiliki motivasi berprestasi akan melakukan segala macam upaya untuk dapat

meraih prestasi mereka, termasuk dengan pemanfaatan fasilitas seperti

perpustakaan. Penelitian yang dilakukan oleh Tarigan (2006) dan Munif (2007)

juga menunjukkan bahwa ada hubungan yang kuat antara keaktifan mahasiswa

dalam menggunakan perpustakaan dengan prestasi belajarnya. Seseorang yang

tidak memiliki atau yang motivasi berprestasinya rendah juga dapat

mempengaruhi lamanya masa studi.

Indikasi rendahnya motivasi berprestasi juga ditemukan di Universitas

Sanata Dharma. Hal ini ditunjukkan dari kurangnya kesadaran para mahasiswa

untuk memanfaatkan fasilitas perpustakaan. Pihak perpustakaan sempat

memblokir beberapa website karena sebagian besar penggunanya menggunakan

waktu yang ada untuk membuka situs-situs yang diblokir tersebut dibandingkan

dengan membukaweb yang berkaitan dengan mata kuliah mereka. Disamping itu,

indikasi rendahnya motivasi berprestasi juga dapat dilihat dari data statistik masa

perkuliahan mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma (tabel 1).

Dari data tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar mahasiswa membutuhkan

(26)

Tabel 1

Jumlah Mahasiswa yang Belum Lulus di Tahun Akademik 2009/2010/Genap

Angkatan Jumlah

Mahasiswa

Lama Kuliah

(dalam tahun )

2001 8 9

2002 23 8

2003 35 7

2004 42 6

2005 57 5

2006 91 4

Catatan. Diambil dari “Sekretariat Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, 2010

Di sisi lain, ada perbedaan asumsi yang dimiliki peneliti dengan pendapat

beberapa ahli seperti yang telah dijabarkan sebelumnya. Peneliti berasumsi bahwa

kecemasan yang dialami seseorang dalam menghadapi suatu tes muncul karena

adanya rasa takut akan kegagalan atau tidak mendapatkan hasil seperti yang telah

diharapkannya. Dengan adanya ketakutan atau kekahawatiran terhadap kegagalan

tersebut maka seseorang akan semakin menunjukkan tindakan yang mencerminkan

motivasi berprestasi atau semakin terdorong untuk berprestasi. Misalnya dengan

melakukan antisipasi seandainya gagal apa yang akan dilakukan individu tersebut.

(27)

target nilainya, dan semakin terdorong untuk mengerjakan tugas dengan

sebaik-baiknya agar apa yang ditakutkan tidak menjadi kenyataan. Albin (2003) juga

memiliki pendapat yang sama. Albin berpendapat bahwa kecemasan dapat

memberi pengaruh yang positif ketika individu yang mengalami kecemasan itu

menjadi merasa lebih bergairah atau menjadi bersemangat.

Namun, asumsi yang dimiliki penulis bertentangan dengan uraian yang

telah dijabarkan sebelumnya serta berbeda dengan pendapat Klausmeier (1985)

yang menyatakan bahwa orang yang memiliki kecemasan tes yang rendah dapat

membantu usaha pencapaian prestasi namun individu yang memiliki kecemasan

tinggi akan merasa khawatir akibat tidak mampu mengerjakan dengan baik.

Begitupula dengan Hilgard (1975) yang berpendapat bahwa subjek dengan tingkat

kecemasan rendah biasanya berprestasi lebih tinggi daripada subjek dengan tingkat

kecemasan tinggi.

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas disimpulkan

bahwa kecemasan yang dialami mahasiswa muncul karena adanya tes atau

ujian dan kecemasan tersebut dapat mempengaruhi motivasi, khususnya

motivasi berprestasi seseorang dalam menghadapi suatu tes atau ujian. Adanya

perbedaan asumsi yang dimiliki penulis dan teori menjadi dasar dilakukannya

(28)

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya,

maka rumusan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah :

Apakah ada hubungan antara kecemasan tes dengan motivasi berprestasi

pada mahasiswa?

C. TUJUAN PENELITAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara

kecemasan tes dengan motivasi berprestasi pada mahasiwa di Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat,

baik secara teoritis maupun praktis :

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menunjukkan hubungan

antara kecemasan tes dalam memunculkan motivasi berprestasi sehingga dapat

memberikan sumbangan informasi khususnya psikologi pendidikan. Sedangkan

bukti empiris dari hasil penelitian ini diharapkan memunculkan keingintahuan

peneliti lain untuk melakukan penelitian yang lebih lanjut mengenai masalah

(29)

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai peran

kecemasan tes dan motivasi berprestasi dalam dunia pendidikan. Bagi para

mahasiswa yang akan menghadapi ujian dapat menyadari dan mengatasi

(30)

10 A. KECEMASAN TES

1. Kecemasan

Kecemasan atau “anxiety” berasal dari Bahasa Latin“angustus” yang

berarti kaku, dan“ango, anci” yang berarti mencekik. Konsep kecemasan

memegang peranan yang sangat mendasar dalam teori-teori tentang stres

dan penyesuaian diri (Lazarus, 1961). Chaplin (2002) dalam Kamus Psikologi

mengartikan kecemasan sebagai perasaan campuran antara ketakutan dan

keprihatinan mengenai rasa-rasa mendatang tanpa sebab khusus untuk

ketakutan tersebut.

Ahli lain, Taylor (1995) mendefinisikan kecemasan sebagai suatu

pengalaman subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan

sebagai reaksi umum dan ketidakmampuan seseorang dalam menghadapi

masalah. Daradjat (1969) menjelaskan kecemasan sebagai manifestasi dari

berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika seseorang

sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan tekanan batin (konflik).

Kecemasan muncul sebagai suatu respon yang beragam terhadap

situasi-situasi yang dianggap mengancam, yang pada umumnya berwujud ketakutan

(31)

ketegangan atau kegugupan. Menurut Freud (dalam Arndt, 1974) menyatakan

bahwa kecemasan dapat berperan sebagai fungsi ego yang berperan untuk

memperingatkan individu mengenai kemungkinan datangnya suatu bahaya

sehingga dapat disiapkan reaksi adaptif yang sesuai. Kecemasan berfungsi

sebagai mekanisme yang melindungi ego karena kecemasan memberi sinyal

kepada kita bahwa ada bahaya dan kalau tidak dilakukan tindakan yang tepat

maka bahaya itu akan meningkat sampai ego dikalahkan.

Arndt (1974) berdasarkan teori Murray menungkapkan bahwa sumber

kecemasan pada dasarnya terbentuk dari adanya pertentangan antar need.

Sumber kecemasan tersebut di bagi dalam 3 sumber, antara lain :

(1) Menghindar dari terluka (harmavoidance)

(2) Menghindari teracuni (infavoidance)

(3) Menghindar dari disalahkan (blamavoidance)

Sumber-sumber kecemasan tersebut apabila tidak segera teratasi akan

termanifestasi dalam empat hal berikut ini :

a. Manifestasi kognitif, yang terwujud dalam pikiran seseorang, seringkali

memikirkan tentang malapetaka atau kejadian buruk yang akan terjadi.

b. Perilaku motorik, kecemasan seseorang terwujud dalam gerakan tidak

menentu seperti gemetar.

c. Perubahan somatik, muncul dalam keadaaan mulut kering, tangan dan kaki

(32)

dan lain-lain. Hampir semua penderita kecemasan menunjukkan peningkatan

detak jantung, respirasi, ketegangan otot dan tekanan darah.

d. Afektif, diwujudkan dalam perasaan gelisah, dan perasaan tegang yang

berlebihan.

Kecemasan dapat membuat seseorang memiliki peraaan inferiority,

mudah marah, benci terhadap orang lain dan diri sendiri (Wolman & Stricker,

1994). Namun, pada kondisi tertentu kecemasan dapat memotivasi seseorang

untuk menghasilkan karya yang lebih baik. Kecemasan akan memperingatkan

adanya bahaya yang memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk

mengatasi ancaman. Apabila ditinjau dari definisi tersebut, kecemasan memiliki

fungsi adaptif (Kaplan & Grebb, 1997) karena dapat mengarahkan seseorang

untuk mengambil langkah yang diperlukan agar bahaya atau akibatnya dapat

diringankan. Contohnya siswa yang cemas menghadapi ujian akan berusaha

mati-matian untuk belajar lebih giat. Contoh lain, orang yang cemas hendak

menyeberang jalan akan lebih berhati-hati dalam menyeberang.

Kecemasan dapat dibagi dalam dua kategori (Lufi & Cohen, 2004), yakni

state anxiety dan trait anxiety. Ketakutan yang tidak proporsional terhadap

situasi tertentu disebut dengan state anxiety. Jenis kecemasan ini merupakan

kondisi emosi yang bersifat sementara dan berlangsung untuk situasi tertentu

saja. Jenis kecemasan berikutnya adalah trait anxiety, jenis kecemasan yang

(33)

merasa cemas, kapan dan dimana saja ketika individu tersebut menganggap

sesuatu yang berbahaya akan menimpa dirinya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan

merupakan suatu pengalaman subjektif yang dapat mengakibatkan suatu

perasaan tidak nyaman yang diakibatkan oleh obyek yang tidak nyata.

Kecemasan tersebut dapat termanifestasi dalam fungsi kognitif, afektif,

motorik, dan somatisasi.

2. Tes atau Ujian

Sudjana (2005) mendefinisikan ujian sebagai hasil belajar siswa yang

merupakan akibat dari proses belajar siswa selama menjalani pendidikannya.

Shadily (2002) memandang ujian sebagai suatu pemeriksaan mengenai

pengetahuan, keahlian atau kecerdasan seseorang untuk diperkenankan atau

tidak mengikuti pendidikan tingkat tertentu.

Mahmud (1998) suatu penilaian yang dilakukan sebagai tes hasil dari

suatu proses belajar mengajar. Penilaian merupakan bagian yang penting dari

suatu proses belajar mengajar, tidak ada proses belajar mengajar yang bebas

dari penilaian.

Berdasarkan fungsinya, Slamento membagi ujian dalam 5 bagian, yaitu :

a. Formatif : biasanya dilaksanakan pada akhir program belajar mengajar untuk

melihat tingkat keberhasilan proses belajar mengajar itu sendiri. Ujian

(34)

b. Sumatif : dilaksanakan dengan tujuan untuk melihat hasil yang telah dicapai

para siswa pada waktu yang telah ditentukan.

c. Penempatan : untuk mengetahui keterampilan prasyarat yang diperlukan

bagi suatu program belajar dan penguasan belajar. Dapat dikatakan ujian ini

berorientasi pada kesiapan seseorang dalam menghadapi program baru dan

kecocokan program dengan kemampuan seseorang.

d. Diagnostik : dilakukan untuk menelusuri kelemahan-kelemahan khusus yang

dimiliki sehingga dapat segera di atasi.

e. Selektif : bertujuan untuk keperluan seleksi seperti pemilihan jurusan atau

penerimaan karyawan ataupun siswa.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari definisi para ahli di atas adalah ujian

atau tes merupakan suatu penilaian yang digunakan untuk mengukur

kemampuan seseorang setelah melalui suatu proses belajar mengajar.

3. Kecemasan Tes

Kecemasan merupakan manifestasi emosi yang bercampur dan dialami

seseorang sebagi respon terhadap ancaman, tekanan, maupun kekhawatiran

yang salah satunya diakibatkan oleh ujian atau penilaian terhadap proses belajar

yang dialami sebelumnya.

Spielberger (2004) mengatakan bahwa kecemasan tes adalah bentuk dasar

pada situasi yang lebih spesifik, yaitu pada saat menghadapi suatu proses

(35)

yang berlebihan mengenai sebuah tes atau penilaian secara menyeluruh. Sena,

Lowe, dan Lee (2007) mendefinisikan kecemasan tes sebagai suatu respon

fisiologis, kognitif, dan tingkah laku yang mendorong perasaan negatif dalam

situasi yang dinilai. Sui (dalam Sena, Lowe, dan Lee; 2007) mendefinisikan

kecemasan tes sebagai suatu ketidakmampuan untuk berfikir atau mengingat

dan kesulitan untuk membaca dan memahami kalimat atau petunjuk yang

mudah dalam ujian.

Berdasarkan uraian pendapat para ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan

bahwa kecemasan tes merupakan suatu perasaan tegang, takut, khawatir yang

dialami individu ketika menghadapi proses penilaian. Respon kecemasan yang

dialami seseorang pada saat mengalami kecemasan tes dapat termanifestasikan

dalam bentuk fisiologis, kognitif, maupun tingkah lakunya. Kecemasan dalam

menghadapi ujian ini berdasarkan definisinya menurut Spielberger (1988)

dikategorikan dalam jenis trait anxiety yang merupakan karakteristik

kepribadian yang stabil dan dapat berpengaruh dalam seluruh aspek kehidupan

seseorang.

Nicaise (1995) mengatakan ketika individu merasa cemas sistem

fisiologis menjadi terjaga sehingga detak jantung menjadi lebih cepat, telapak

tangan mengeluarkan keringat berlebih, dan sebagainya. Ketika individu

mengalami kecemasan tes maka respon fisik dan kognitif mengantarkan pada

(36)

Klausmeier (1985) mengungkapkan bahwa orang yang memiliki

kecemasan tes yang rendah dapat membantu usaha pencapaian prestasi namun

individu yang memiliki kecemasan tinggi akan merasa khawatir akibat tidak

mampu mengerjakan dengan baik. Hal tersebut akan berpengaruh pada

konsentrasi pengerjaan tes sehingga tidak mampu mengerjakan dengan baik.

Pendapat tersebut dipertegas oleh Eysenck (1992) yang mengemukakan bahwa

kecemasan tes dibagi dalam 2 jenis, yaitu:

a. t (Tension Driving Variety) yaitu ketegangan yang tidak terlalu tinggi

sehingga dapat membantu seseorang melakukan sesuatu termasuk belajar.

b. T (Tension Interfere Variety) yaitu ketegangan yang tinggi yang berakibat

pada penurunan konsentrasi belajar, dapat berpengaruh pula pada rendahnya

motivasi berprestasi.

Karakteristik mahasiswa yang memiliki kecemasan tes menurut Elliot dan

Kratochwill (2000) antara lain :

a. Melihat ujian sebagai situasi yang sulit.

b. Merasa bahwa dirinya tidak berguna atau tidak mampu mengerjakan soal

ujian.

c. Lebih fokus pada konsekuensi yang tidak diinginkan dari ketidakmampuan

dirinya.

d. Keinginan menyalahkan diri yang sangat kuat dan mengganggu aktifitas

kognitif terhadap ujian.

(37)

Rasa tidak berdaya yang muncul pada saat tes dapat mengakibatkan

kecemasan tes yang muncul karena mau tidak mau, individu tetap harus

menyelesaikan tes tersebut. Pada dasarnya kecemasan ini berupa isi pikiran

apakah individu yang bersangkutan akan dapat menyelesaikan tes yang

dihadapinya dengan baik atau tidak, apakah ia akan berhasil atau gagal, lulus

atau tidak lulus dalam tes tersebut.

Berdasarkan uraian pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

kecemasan dalam menghadapi ujian adalah suatu perasaan tertekan, tegang,

atau khawatir yang dirasakan oleh seseorang ketika menghadapi suatu ujian

atau tes. Kecemasan tes termasuk dalam jenis trait anxiety yang dapat

berpengaruh mulai dari sebelum, pada waktu, dan setelah tes berlangsung.

Dengan demikian dalam penelitian ini definisi kecemasan tes yang digunakan

adalah kecemasan yang dialami mahasiswa ketika menghadapi ujian atau tes.

4. Komponen Kecemasan Menghadapi Tes

Ada tiga komponen kecemasan dalam tes berdasarkan pengembangan

dari Test Anxiety Inventory yang dilakukan oleh Oetting & Deffenbacher

(1980). Ketiga komponen tersebut antara lain :

a. Komponen Kekhawatiran

Komponen ini menyangkut performa kognitif yang meliputi pikiran-pikiran

tentang konsekuensi kegagalan, ataupun penilaian diri negatif dengan

(38)

komponen kekhawatiran dianggap sebagai komponen yang menentukan

kinerja seseorang dalam mengerjakan tes. Sehingga komponen ini paling

berpengaruh karena dapat menurunkan kinerja dalam situasi evaluatif.

b. Komponen Emosional

Komponen ini masuk dalam komponen afektif yang menggambarkan respon

dari rasa tegang, takut, dan khawatir, serta reaksi fisiologis yang tidak enak

pada situasi ujian (Spielberger, 2004).

c. Komponen Gangguan Tugas Secara Menyeluruh

Komponen ini merupakan respon kecemasan yang mengganggu atau

menghambat penyelesaian tugas dan menjadi reaksi dari pengertian

kecemasan yang tidak digolongkan dalam kategori khawatir dan emosional.

Misalnya adanya hambatan dalam berfikir mengenai fakta yang tidak

diketahui, memikirkan hal yang tidak berhubungan dengan tes, dan menjadi

penghambat dalam menyelesaikan tes.

5. Faktor yang Menyebabkan Kecemasan Tes

Kecemasan dalam menghadapi ujian diakibatkan oleh hal-hal yang

berkaitan dengan penyelengaraan ujian itu sendiri. Brunham (1997)

mengungkapkan bahwa penyebab dasar dari munculnya kecemasan adalah

rendahnya rasa percaya diri yang diakibatkan adanya keraguan akan

(39)

masa depan dan keraguan dalam pengambilan keputusan juga dapat

menyebabkan munculnya kecemasan.

Berikut adalah poin-poin yang dapat menjadi penyebab munculnya

kecemasan menghadapi ujian menurut Gunarsa (1990):

a. Tidak familiar dengan bentuk ujian.

Model penilaian yang berbeda dapat berpengaruh pada kecemasan

seseorang, misalnya individu tersebut terbiasa dengan bentuk ujian pilihan

ganda namun di ujian yang sedang dihadapi berupa ujian lisan.

b. Merasa tidak menguasai topik permasalahan yang menjadi objek tes.

Ketika seseorang merasa bahwa dirinya tidak mampu atau merasa tidak

menguasai suatu bidang maka kecemasannya akan semakin tinggi pula.

c. Gangguan lingkungan seperti suhu ruangan panas, atau ruangan ramai,

Suasana yang terlalu ramai, suhu yang terlalu panas atau dingin dapat

mempengaruhi konsentrasi seseorang. Ketika individu merasa tidak nyaman

maka dia juga akan mengalami kecemasan.

d. Tuntutan subjektif yang belum atau tidak dapat dipenuhi mahasiswa,

Ketika seseorang memiliki standar dan standar tersebut belum terpenuhi

seseorang akan merasa cemas karena ketidakberhasilan tersebut

mengakibatkan individu menjadi tidak nyaman dengan dirinya sendiri dan

(40)

e. Standar prestasi yang terlalu tinggi dibanding kemampuan yang dimiliki

mahasiswa yang mengakibatkan perasaan rendah diri atau kecenderungan

menginginkan kesempurnaan,

Tingginya standar tanpa menyadari kemampuan diri dan apabila kemudian

individu tersebut gagal, kondisi tersebut dapat memunculkan suatu perasaan

tidak nyaman terhadap diri sendiri.

f.Kekurangsiapan mahasiswa dalam menghadapi tes,

Ketidaksiapan dalam menghadapi tes juga dapat menimbulkan kecemasan.

Ketidaksiapan ini dapat muncul akibat kurang persiapan fisik, psikologis,

maupun perlatan yang akan digunakan dalam mengerjakan tes nanti.

g. Pola fikir dan persepsi mahasiswa yang negatif terhadap situasi atau diri

sendiri.

Selalu berpikir pada kemungkinan terburuk juga dapat meningkatkan

kecemasan. semakin seseorang terfokus pada hal negatif yang kemungkinan

terjadi, semakin kuat kecemasan yang dirasakan.

B. MOTIVASI BERPRESTASI

1. Definisi Motivasi

Motivasi itu sendiri dalam kamus besar Inggris Indonesia berasal dari

kata motif (motion) yang berarti gerak atau dorongan. Menurut Tabrani (1994)

motif adalah suatu keadaan di dalam diri individu yang mendorong untuk

(41)

didasari dengan adanya suatu kebutuhan. Oktariningtyas (2009) berpendapat

bahwa motif dapat muncul pada waktu seseorang mengalami saat yang

dirasakan mendesak atau muncul pada waktu seseorang memiliki kebutuhan

yang sangat mendesak.

Frezca (2010) mendefinisikan motivasi sebagai suatu dorongan

psikologis yang mengarahkan seseorang ke arah suatu tujuan. Motivasi dapat

membuat keadaan dalam diri individu muncul, terarah, dan mampu

mempertahankan perilaku. Sedangkan menurut Woolfolk (1995) motivasi

diartikan sebagai suatu keadaan internal atau dari dalam dirinya yang

menggerakkan, mengarahkan, dan mempertahankan suatu perilaku.

Motivasi merupakan pendorong bagi perbuatan seseorang yang

menyangkut persoalan mengapa dan apa tujuan seseorang melakukan suatu

kegiatan. Motivasi merupakan seluruh proses gerakan, termasuk situasi yang

mendorong timbulnya kekuatan pada diri individu; sikap yang dipengaruhi

untuk pencapaian suatu tujuan (Wulyo, 1990).

Dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah daya gerak atau pendorong

yang dimiliki seseorang untuk melakukan sesuatu oleh karena itu, motivasi

tidak dapat dilihat secara kasat mata karena merupakan sesuatu yang dapat

dilihat secara langsung. Motivasi masih merupakan daya gerak atau dorong

bukan suatu tindakan. Namun, motivasi dapat mempengaruhi tingkah laku

(42)

2. Definisi Motivasi Berprestasi

McClelland (Matlin, 1987) mendefinisikan motivasi berprestasi sebagai :

”the desire to strive for success in situation involving in standard of

excellence” .

yang dapat diartikan sebagai : hasrat atau keinginan untuk meraih sukses pada

suatu situasi dengan meningkatkan standar dari kesempurnaan. Dengan

demikian, individu yang memiliki motivasi berprestasi akan cenderung

membuat standar-standar yang digunakan untuk mengetahui kemampuan

dirinya. Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Jung (1978) yang menyatakan

bahwa motivasi berprestasi merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh

individu agar bisa mencapai keberhasilan yang berasal dari dalam dirinya

sendiri maupun dari lingkungannya dimana perilaku dievaluasi menurut standar

atau kriteria sempurna. Individu yang memiliki motivasi berprestasi akan selalu

menentukan atau membuat standar yang sedikit lebih tinggi dibandingkan

kemampuannya. Dengan adanya standar yang sedikit lebih tinggi tersebut

individu akan terdorong untuk memenuhi standar tersebut.

Atkinson (1974) mendefinisikan motivasi berprestasi sebagai suatu

kekuatan untuk berprestasi yang diekspresikan melalui perilaku terhadap tugas

dalam situasi tertentu yang ditimbulkan oleh dirinya sendiri (personal

disposition) maupun pengaruh lingkungan. Dengan kata lain, motivasi

merupakan suatu hal yang tidak dapat dilihat namun dapat diketahui dari

(43)

(2005) memiliki pendapat serupa, achievement motivation diartikan sebagai

daya penggerak dalam diri seseorang untuk memperoleh keberhasilan dan

melibatkan diri dalam kegiatan di mana keberhasilannya tergantung pada usaha

pribadi dan kemampuan yang dimiliki.

Mc Clelland (1953) mengungkapkan bahwa motivasi berprestasi adalah

suatu dorongan untuk menggugah dan berprestasi sehubungan dengan

seperangkat standar serta berusaha untuk mendapatkan keberhasilan tanpa

dipengaruhi oleh prestise dan pengaruh sosial, melainkan demi kepuasan

pribadinya. Dengan demikian, individu yang termotivasi untuk berprestasi

bukan dikarenakan ingin diakui oleh orang lain melainkan dorongan tersebut

ditujukan agar individu itu sendiri selalu terdorong untuk selalu melakukan

sesuatu yang terbaik.

Chaplin (2002) berpendapat bahwa motivasi berprestasi merupakan

kecenderungan untuk memperjuangkan kesuksesan atau hasil yang sangat

didambakan. Woolfolk (1995) mengungkapkan bahwa motivasi berprestasi

merupakan hasrat atau dorongan untuk meningkatkan suatu keunggulan dan

meraih suatu kesuksesan. Lindgren (1973) berpendapat bahwa motivasi

berprestasi merupakan dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk

selalu meningkatkan kemampuannya dengan menggunakan suatu standar

keunggulan. Dari pendapat para ahli tersebut penulis menarik kesimpulan

(44)

diri seseorang sehingga orang tersebut berusaha untuk melakukan sesuatu

tindakan atau kegiatan dengan baik dan berhasil dengan predikatexcellent,

Motivasi berprestasi diperlukan oleh setiap individu untuk meraih tujuan

hidup atau cita-cita. Dengan memiliki motivasi berprestasi seseorang akan

terdorong untuk melakukan suatu tindakan dan melaksanakan setiap kegiatan

yang berkaitan dengan pencapaian tujuan dengan sebaik-baiknya. Slavin (1994)

mengungkapkan bahwa dengan memiliki motivasi berprestasi seseorang akan

memiliki keinginan untuk mencapai sukses dan berpartisipasi dalam kegiatan,

dimana sukses itu tergantung pada upaya dan kemampuan individu. Sama

halnya dengan Santrock (2008) yang merumuskan bahwa motivasi berprestasi

merupakan suatu dorongan yang bermanfaat untuk menyempurnakan dan

mencapai sebuah standar keunggulan dan untuk mencurahkan segala upaya

untuk mengungguli, biasanya yang menjadi ukurannya adalah diri sendiri

(internal) ataupun orang lain (eksternal).

Dwivedi dan Herbert (Asnawi, 2002) juga mengungkapkan motivasi

berprestasi sebagai dorongan untuk sukses dalam situasi kompetisi yang

didasarkan pada ukuran keunggulan dibanding standarnya sendiri maupun

orang lain. Pendapat tersebut sejalan dengan Royanto (2002) yang

mengungkapkan bahwa dengan memiliki motivasi berprestasi maka seseorang

mendorong keinginan mencapai prestasi sebaik-baiknya melalui tindakan yang

(45)

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa definisi motivasi

berprestasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah suatu dorongan yang

dimiliki individu untuk melakukan sesuatu berdasarkan standar yang dibuat

oleh individu itu sendiri dengan tujuan dapat menjadi lebih baik.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi

Mc Clelland (1987) berpendapat bahwa untuk menghasilkan individu

yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi berasal atau dipengaruhi oleh

lingkungan atau budaya yang bebas dari tekanan. Berdasarkan pendapat Mc

Clelland tersebut motivasi berprestasi lebih banyak dipengaruhi oleh faktor

lingkungan daripada faktor heriditas atau keturunan.

Woolfolk (1995) berpendapat bahwa ada dua faktor yang

mempengaruhi munculnya motivasi berprestasi yaitu faktor eksternal, internal,

dan situasional. Yang termasuk dalam faktor internal adalah hal-hal yang

berkaitan dengan individu itu sendiri seperti keyakinan pada diri sendiri, minat,

kebutuhan, keingintahuan, dan kesenangan. Sedangkan lingkungan sekitar,

tekanan sosial dan budaya merupakan hal yang dapat mempengaruhi motivasi

berprestasi yang berasal dari luar (eksternal). Faktor yang terakhir adalah faktor

situasional (Atkinson, 1974) yaitu motivasi berprestasi yang muncul

berdasarkan situasi tertentu. Contoh dari faktor situasional ini antara lain

(46)

kehidupan dan lingkungan, adanya rasa percaya untuk sukses, pengalaman yang

dimiliki, kedisiplinan dan potensi dasar yang dimiliki.

Sedangkan menurut Mulyaningsih (2010) faktor yang mempengaruhi

motivasi ada dua, dari dalam individu itu sendiri dan dari luar individu. Faktor

dari luar individu adalah faktor lingkungan di mana individu tersebut berada.

Faktor-faktor ini antara lain keluarga, teman sebaya, teman sekolah, dan

berbagai macam fasilitas yang dimiliki. Besar kecilnya dukungan dari orang tua

dalam memberikan perhatian juga ikut andil dalam motivasi berprestasi. Terlalu

besarnya perhatian dan pemberian fasilitas dapat mengakibatkan remaja

menjadi merasa tidak perlu berfikir dan berusaha keras untuk meraih cita-cita

mereka yang mengakibatkan rendahnya motivasi berprestasi. Namun, apabila

dukungan yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan juga dapat

menyebabkan remaja menjadi tidak termotivasi untuk berprestasi.

Berdasarkan uraian ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

motivasi berprestasi dipengaruhi oleh beberapa hal seperti faktor internal,

eksternal dan situasional. Keyakinan akan kemampuan diri sendiri, minat,

kebutuhan, dan keingintahuan merupakan faktor dari dalam atau internal yang

mempengaruhi munculnya motivasi berprestasi. Faktor eksternal meliputi

fasilitas, dukungan keluarga, dan teman. Sedangkan prestasi yang diperoleh,

kedisiplinan, harga diri, kesehatan, dan adanya rasa percaya untuk sukses

(47)

4. Ciri Individu yang Memiliki Motivasi Berprestasi

McClelland (1953) menyatakan bahwa orang yang mempunyai

motivasi berprestasi yang tinggi, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Mempunyai tanggung jawab pribadi.

Individu yang memiliki motivasi berprestasi akan bertanggung jawab

terhadap semua tugas atau pekerjaannya dengan demikian individu tersebut

akan meras puas dengan hasil kerjanya sendiri.

b. Menetapkan nilai yang akan dicapai atau menetapkan standar unggulan.

Nilai yang ditetapkan individu tersebut dapat lebih tinggi dari nilai dirinya

sendiri maupun lebih tinggi dari nilai yang dicapai orang lain. Standar nilai

yang telah ditentukan biasanya akan sesuai dengan standar keunggulan

dengan demikian individu tersebut harus mampu menguasai sesuatu secara

tuntas untuk mencapai standar tersebut.

c. Berusaha bekerja kreatif atau inovatif

Individu yang bermotivasi tinggi, gigih dan giat mencari cara yang kreatif

untuk menyelesaikan semua tugasnya. Untuk memperoleh hasil yang

terbaik individu tersebut akan menciptakan suatu pola belajar yang

dikembangkannya sendiri.

d. Berusaha mencapai cita-cita

Individu yang memiliki motivasi berprestasi akan berusaha semaksimal

mungkin untuk meraih cita-citanya melalui, kerja keras, ketekunan, dan

(48)

e. Memiliki tugas yang moderat

Tugas moderat yang dimaksud adalah tugas yang tidak terlalu sukar dan

tidak terlalu mudah. Individu yang motivasi berprestasinya tinggi akan

memilih mengerjakan tugas yang sukar diselesaikan. Dalam

penyelesaiannya, tugas tersebut akan dipecah menjadi beberapa bagian

mulai dari yang paling mudah hingga yang paling sukar.

f. Melakukan kegiatan sebaik-baiknya

Individu yang termotivasi berprestasi akan cenderung untuk membuat

prioritas maupun jadwal untuk mengerjakan semua tugasnya dengan

demikian tidak akan ada tugas yang terlewat. Disamping itu, individu

tersebut akan mempersiapkan semua bahan yang terkait dengan tugasnya

dengan sebaik mungkin baik itu secara pribadi maupun berkelompok.

g. Mengadakan antisipasi

Mengadakan atisipasi maksudnya melakukan kegiatan untuk menghindari

kegagalan atau kesulitan yang mungkin terjadi. Antisipasi dapat dilakukan

individu dengan menyiapkan semua keperluan atau peralatan dengan

(49)

C. HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN TES DENGAN MOTIVASI

BERPRESTASI PADA MAHASISWA

Dalam beberapa hal, tes atau ujian merupakan suatu keharusan. Misalnya

menghadapi tes untuk menentukan kenaikan kelas atau semester, untuk mencapai

kelulusan sekolah atau tes seleksi kerja. Dengan demikian tes akan bersifat wajib

dan individu yang bersangkutan merasa enggan untuk menolak tapi tidak mampu

atau tidak boleh menolaknya. Keadaan tersebut dapat menimbulkan suatu tekanan

dan sebagai respon dari tekanan tersebut seseorang akan menjadi cemas. Pendapat

ini sejalan dengan Soejanto (1996) yang berpendapat bahwa reaksi emosional yang

diperlihatkan siswa dalam menghadapi ujian antara lain adalah rasa cemas.

Individu yang mengalami kecemasan menurut Hurlock (1990) akan

memiliki rasa khawatir, kurang percaya diri, merasa tidak mampu, rendah diri,

merasa tidak mampu menyelesaikan tugas ataupun permasalahan, dan mengalami

suatu perasan yang tidak menyenangkan.

Sukmadinata (2003) berpendapat bahwa kecemasan dan kekhawatiran

memiliki nilai positif asalkan intensitasnya tidak begitu kuat, sebab kecemasan

dapat memunculkan motivasi. Pendapat tersebut sesuai dengan Elliot (1996) yang

mengungkapkan bahwa pada dasarnya kecemasan dalam situasi tertentu, misalnya

saja kecemasan menghadapi tes dapat berpengaruh positif pada penampilan belajar

siswa, salah satunya dapat meningkatkan motivasi berprestasi. Namun semakin

(50)

sesuatu pun bertambah buruk. Kecemasan itu dapat membuat seseorang tak

bergairah belajar, malas bergaul, dan selalu merasa pesimis.

Mahasiswa yang menghadapi ujian akan merasa tertekan karena

menganggap dirinya sedang dievaluasi dan situasi tersebut merupakan sesuatu

yang menegangkan. Singer (1980) berpendapat bahwa kecemasan mengacu pada

kecenderungan untuk mempersepsikan situasi sebagai ancaman yang

menegangkan. Berdasarkan teori Eysenck (1992) mahasiswa yang sedang

menghadapi tes atau ujian memiliki T tinggi yang tinggi dapat mengakibatkan

menurun atau terhambatnya konsentrasi belajar, yang pada akhirnya dapat

berpengaruh pada menurunnya motivasi berprestasi atau dapat mengakibatkan

individu tersebut menjadi malas untuk melakukan sesuatu. Hal ini dikarenakan,

individu yang memiliki kecemasan tes akan memiliki orientasi di luar tes itu

sendiri, sehingga akan memikirkan hal-hal yang sebenarnya tidak berkaitan

dengan materi ujian.

Luthans (1981) mengungkapkan bahwa pelajar yang memiliki motivasi

berprestasi tinggi akan berusaha untuk meraih prestasi akademik yang jauh lebih

baik dari sebelumnya, bahkan semakin terdorong atau memacu diri untuk

melampaui prestasi rata-rata yang merupakan salah satu ciri dari individu yang

memiliki motivasi berprestasi. Individu yang memiliki kecemasan tes terlalu tinggi

lebih fokus ke hal-hal yang tidak berkaitan dengan tes dan cenderung memikirkan

apa yang menjadi kecemasannya itu, oleh karena itulah motivasi berprestasi

(51)

Lufi, Okhasa, dan Cohen (2004) mengungkapkan bahwa kecemasan tes

dipengaruhi oleh adanya pengaruh kognitif pada individu dalam memandang suatu

tes. Perbedaan cara pandang tersebut juga dapat berpengaruh pada kemampuan

kognitif dimana, individu yang memiliki kecemasan akan sulit memusatkan

konsentrasinya dibandingkan individu yang memiliki kecemasan rendah. Individu

yang memiliki kecemasan tes tinggi akan cenderung membagi perhatiannya pada

hal yang tidak berkaitan dengan tes dan hal yang berkaitan dengan pengerjaan tes

itu sendiri. Sedangkan individu yang memiliki kecemasan rendah hanya akan

berkonsentrasi pada pengerjaan tes.

Fokus pada materi atau pengerjaan tes mendorong individu tersebut untuk

melakukan persiapan sebaik mungkin sebelum menghadapi tes, melakukan

antisipasi, dan semakin terdorong untuk belajar. Dengan adanya dorongan untuk

belajar, melakukan antisipasi dalam berbagai macam situasi yang akan dihadapi

dan antisipasi bentuk tes, menunjukkan bahwa individu tersebut memiliki

tanggung jawab menyelesaikan tugasnya yaitu mempersiapkan diri untuk

menghadapi tes. Dimana, perilaku tersebut merupakan ciri-ciri dari individu yang

memiliki motivasi untuk berprestasi. Oleh karena itu, kecemasan tes dapat

berpengaruh pada tinggi rendahnya motivasi berprestasi seseorang.

Mathews (1999) berpendapat bahwa kecemasan tes dapat mengakibatkan

menurunnya motivasi berprestasi karena adanya proses metakognitif dari belief

dan koping maladaptif yang dimiliki seseorang. Elliot dan Kratochwill (2000)

(52)

memiliki karakteristik seperti : melihat ujian sebagai situasi yang sulit, merasa

bahwa dirinya tidak berguna atau tidak mampu mengerjakan soal ujian, lebih

fokus pada konsekuensi yang tidak diinginkan dari ketidakmampuan dirinya,

keinginan menyalahkan diri yang sangat kuat dan mengganggu aktifitas kognitif

terhadap ujian, dan sudah merasa gagal karena pengalaman orang lain.

Karakteristik yang diungkapkan Elliot tersebut mengakibatkan seseorang

akan melakukan koping terhadap kecemasan yang dihadapinya namun, koping

yang dilakukan adalah koping maladaptif. Dengan koping yang maladaptif

tersebut seseorang justru akan semakin terkonsentrasi untuk meredakan kecemasan

yang dialaminya dan tidak terdorong untuk melakukan suatu usaha seperti

memusatkan pikiran pada ujian atau tes yang akan dihadapi.

Proses metakognitif dan koping maladaptif juga dapat termanifestasi

misalnya pada satu jawaban yang tidak dapat terjawab, maka individu tersebut

akan memiliki kepercayaan bahwa dia akan gagal di keseluruhan tes dan ketika dia

mengalami kegagalan tes maka seluruh hidup mereka juga akan mengalami

kegagalan. Ketika seseorang memiliki pemikiran bahwa dia gagal maka individu

tersebut akan menurunkan standarnya sebagai koping dari kecemasan yang

dialaminya. Dengan adanya kecemasan tes dan penurunan standar yang dimiliki

menunjukkan bahwa individu tersebut tidak dapat melakukan tugas dengan

sebaik-baiknya dan tidak mampu mengantisipasi, hal tersebut bertentangan dengan

individu yang memiliki motivasi berprestasi menurut Mc Clelland (1953).

(53)

Okhasa, dan Cohen, 2004) yang hasilnya menunjukkan bahwa individu yang

memiliki kemasan tes akan memiliki penilaian diri yang negatif, kesulitan dalam

berkonsentrasi, dan rendahnya motivasi.

Motivasi berprestasi itu sendiri merupakan suatu hal yang penting karena

syarat pribadi yang terpenting bagi suksesnya para remaja dalam menghadapi

masa transisinya menuju masa dewasa, menurut Mulyaningsih (2010) adalah

dengan memiliki motivasi berprestasi. Remaja yang memiliki motivasi berprestasi

akan mampu mengembangkan kemampuan dirinya karena motivasi akan

mempengaruhi perilaku seseorang terutama dalam pencapaian suatu tujuan.

Motivasi berprestasi itu sendiri diartikan sebagai dorongan yang timbul dari

dalam diri seseorang sebagai akibat dari adanya motif atau dorongan untuk meraih

prestasi. Semakin kuat motif tersebut mendorong seseorang maka semakin kuat

pula motivasi berprestasinya, demikian pula sebaliknya, individu yang motifnya

rendah maka motivasi untuk berprestasinya rendah pula (Hersey & Blanchard,

1982).

Secara singkat kecemasan tes dapat berpengaruh pada menurunnya motivasi

berprestasi dikarenakan remaja akhir yang mengalami kecemasan tes cenderung

memfokuskan diri pada kegagalan atau konsekuensi dari tes tersebut. Pemusatan

konsentrasi pada kegagalan tersebut di samping berpengaruh pada menurunnya

kemampuan kognitif juga berpengaruh pada kemampuan seseorang untuk

melakukan antisipasi atas kegagalan yang akan dialaminya. Dengan demikian

(54)

ketidakmampuan melakukan tugas dengan baik dan melakukan antisipasi tidak

mencerminkan ciri individu yang memiliki motivasi berprestasi.

Berikut skema mengenai hubungan antara kecemasan tes dan motivasi

(55)
(56)

E. HIPOTESIS PENELITIAN

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : “Terdapat hubungan

negatif antara kecemasan tes dengan motivasi berprestasi pada remaja akhir.”

Dimana semakin tinggi tingkat kecemasan tes maka motivasi berprestasi pada

remaja akhir akan menjadi rendah. Begitupula sebaliknya, semakin rendah tingkat

(57)

37 A. JENIS PENELITIAN

Penelitian yang akan dilakukan ini termasuk dalam penelitian kuantitatif

jenis korelasional. Jenis penelitian korelasional ini bertujuan untuk menemukan

ada tidaknya suatu hubungan antara kedua variabel yang akan diteliti. Dalam

korelasi menurut Hadi (2004) terjadi hubungan timbal balik yang berarah, positif

atau negatif. Arah hubungan yang positif atau negatif ditentukan berdasar gejala

atau variabel itu sendiri. Suatu korelasi disebut memiliki arah hubungan yang

positif apabila kedua variabel atau gejala berjalan sejajar atau searah. Namun,

apabila kedua hubungan berjalan berlawanan atau tidak berhubungan maka arah

hubungan kedua variabel tersebut negatif.

B. IDENTIFIKASI VARIABEL

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel independent yang

merupakan variabel yang menjadi penyebab berubahnya atau munculnya variabel

dependent. Sementara variabel dependent merupakan variabel yang dipengaruhi

atau muncul sebagai akibat dari variabel independent. Variabel independent dan

dependentyang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel Independent : Kecemasan Tes

(58)

C. DEFINISI OPERASIONAL

Dalam suatu penelitian diperlukan batasan konkrit dari variabel yang

akan diteliti untuk mempermudah dan memperjelas pengamatan penelitian.

Berikut definisi operasional dari tiap variabel :

1. Variabel Independent : Kecemasan Tes

Kecemasan tes merupakan perasaan tertekan, khawatir, tegang, maupun

takut yang dialami sebelum, pada saat, maupun saat tes sedang berlangsung.

Kecemasan tes ini diukur dengan menggunakan skala Test Anxiety yang

disusun penulis berdasarkan ketiga komponen kecemasan tes yang

dikembangkan oleh Oeting & Defenbacher (1980).

2. Variabel Dependent : Motivasi Berprestasi

Definisi motivasi berprestasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

suatu dorongan yang dimiliki seseorang untuk melakukan suatu tindakan yang

bertujuan untuk meraih suatu prestasi berdasarkan standar yang telah dibuat

individu itu sendiri.

Motivasi berprestasi dalam penelitian ini diukur dengan skala Achievement

Motivationyang disusun penulis berdasarkan ciri-ciri motivasi berprestasi yang

(59)

D. SUBYEK PENELITIAN

Populasi atau universe adalah sejumlah individu yang paling sedikit

memiliki sifat yang sama (Hadi, 2000). Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh mahasiswa di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang berusia

antara 17-22 tahun. Pembatasan usia tersebut sesuai dengan batasan usia remaja

akhir yang dikemukakan Mappiare (1982). Besarnya populasi tersebut tidak

memungkinkan peneliti untuk mengamati populasi secara keseluruhan sehingga

diperlukan suatu reduksi dari populasi yang akan diteliti. Reduksi dari suatu

populasi dikenal dengan sebutansampel.

Sampling merupakan pengambilan sebagian dari populasi atau semesta

untuk mewakili populasi tersebut. Dengan melakukan sampling peneliti

melakukan efisiensi dalam penggunaan waktu, biaya, dan tenaga. Jenis sampel

yang digunakan dalam penelitian ini disebut dengan purposive sampling. Hadi

(2000) menambahkan bahwa jenis sample ini harus didasarkan pada informasi

yang tidak boleh diragukan, samar-samar, atau masih berdasarkan dugaan. Dalam

penelitian ini sudah ditetapkan bahwa sampel yang akan digunakan adalah

mahasiswa psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang memiliki

karakteristik sebagai berikut :

a. Tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

b. Tidak dalam masa Penundaan Kegiatan Akademik.

(60)

Gulford & Futcher (1987) mengungkapkan bahwa jumlah sample 30

merupakan jumlah minimal untuk mengolah data secara statistik. Kerlinger (1985)

juga mengungkapkan bahwa ada hubungan antara jumlah sampel dengan

kesalahan (penyimpangan dari nilai yang sebenarnya dari populasi). Berdasarkan

penjelasan tersebut penelitian ini akan menggunakan 100 orang sampel dengan

asusmsi semakin banyak jumlah data yang diperoleh, maka akan semakin akurat

pula hasil penelitian. Jumlah sampel tersebut juga diharapkan akan memberikan

gambaran populasi yang lebih umum.

E. METODE PENGUMPULAN DATA PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan skala psikologis sebagai alat pengumpulan

datanya. Ada dua skala yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, skala

kecemasan tes dan motivasi berprestasi. Metode yang digunakan dalam

penyusunan kedua skala ini adalah summated ratings yaitu metode penskalaan

sikap yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai skala

(Azwar, 2003). Berikut ini adalah uraian mengenai alat pengumpulan data :

1. Skala Kecemasan Tes

Metode skala digunakan mengingat data yang ingin diukur berupa konsep

psikologis yang dapat diungkap secara tidak langsung melalui komponen

perilaku yang diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem pernyataan (Azwar,

(61)

a. Penyusunan Aitem :

Tinggi rendahnya kecemasan tes yang dialami subyek penelitian dapat

dilihat dari alat ukur berupa skala Test Anxeity yang didasarkan pada tiga

komponen kecemasan tes. Ketiga komponen kecemasan tes yang diadaptasi

dari Oetting & Deffenbacher (1980) ini antara lain : (1) Komponen

Kekhawatiran, (2) Komponen Emosional, (3) Komponen Gangguan Tugas

Secara Menyeluruh.

b. Skoring :

Ketiga komponen yang diuraikan di atas digunakan sebagai dasar

dalam penyusunan pernyataan yang terdiri dari 24 aitem pernyataan

favourable dan 24 aitem pernyataan unfavourable. Masing-masing

komponen terdiri dari 16 aitem yang terdiri dari 8 aitem favourable dan 8

aitem unfavourable. Skala dalam penelitian ini memiliki sifat tertutup dan

langsung. Tertutup karena subyek tidak diberikan kesempatan untuk

menentukan jawaban selain jawaban yang telah disediakan. Sifat langsung

dikarenakan subyeklah yang langsung menuliskan sendiri jawabannya.

Skala kecemasan tes ini dibuat dalam bentuk skala Likert yang terdiri

atas 4 alternatif jawaban “SS” (Sangat Sesuai), “S” (Sesuai), “TS” (Tidak

Sesuai), dan “STS” (Sangat Tidak Sesuai). Menurut Azwar (2004), tidak

diberikannya alternatif jawaban tengah atau netral dengan tujuan untuk

(62)

kemudian memilih jawaban tengah atau netral, di samping itu responden

dapat lebih tegas dalam memilih dan menentukan jawaban tanpa

menggiringnya kearah jawaban tengah.

Dalam pernyataanfavourablejawaban “SS” memperoleh nilai sebesar

“4”, “S” dinilai “3”, “TS” mendapat nilai “2”, dan untuk “STS” nilai yang

diperoleh sebesar “1”. Pernyataan unfavourable akan dinilai sebaliknya,

untuk SS nilai yang diperoleh sebesar “1”, S memperoleh nilai “2”, TS

dinilai “3”, dan STS memiliki nilai “4”. Berikut blue print dari skala Test

Anxietyyang disajikan pada tabel berikut ini :

Tabel 2

Blue Print Skala Kecemasan tes sebelumTry-Out

Aitem

1. Kekhawatiran 1, 7, 16,18,

(63)

2. Skala Motivasi Berprestasi

a. Penyusunan Aitem :

Aitem yang disusun dalam skala motivasi berprestasi ini

didasarkan pada ciri-ciri motivasi berprestasi yang dikemukakan oleh Mc

Clelland (1953). Menurut Mc Clelland, ciri individu yang memiliki

motivasi berprestasi meliputi :

1. Mempunyai tanggung jawab pribadi.

2. Menetapkan nilai yang akan dicapai atau menetapkan standar

unggulan.

3. Berusaha bekerja kreatif/ inovatif.

4. Berusaha mencapai cita-cita.

5. Memiliki tugas yang moderat (bukan tugas yang dapat diselesaikan

dengan mudah).

6. Melakukan kegiatan sebaik-baiknya.

7. Mengadakan antisipasi.

b. Skoring

Skala motivasi berprestasi ini terdiri dari 42 aitem pernyataan

yang terdiri dari 21 aitemfavourabledan 21 aitemunfavourable. Seluruh

pernyataan tersebut masing-masing terdiri atas 4 alternatif jawaban “SS”

(Sangat Setuju), “S” (Setuju), “TS” (Tidak Setuju), dan “STS” (Sangat

Gambar

Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Stratigrafi batuan Tersier daerah Pangkalan berdasarkan Peta Geologi Lembar Solok (Silitonga P.H. &amp; Kastowo, 1995) disusun secara berurutan dari tua ke muda sebagai

Direksi memuji reformasi penentu atas subsidi energi di tahun 2015, termasuk rencana untuk subsidi listrik sebagai sasaran subsidi yang lebih baik, dan penggunaan ruang fiskal

terasa di awal tahun 2009, yang ditunjukkan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sebesar 4,1% (yoy) pada triwulan I-2009, melambat dibandingkan dengan triwulan

Data flow diagram adalah representasi grafis dari suatu sistem yang menggambarkan komponen-komponen sebuah sistem, aliran data diantara komponen-komponen tersebut

Pada kondisi awal, kemampuan pemecahan masalah siswa SMP N 1 Ngemplak masih rendah. Hal tersebut disebabkan oleh guru yang masih menerapkan strategi pembelajaran

Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik

Penelitian ini dimotivasi oleh adanya perbedaan hasil penelitian yang menganalisis reaksi pasar terhadap pengumuman penerbitan.. obligasi

Aktualisasi diri yang terdapat dalam UKM Sepak Bola USU dapat dilihat dari kebutuhan fisiologis yang didapat oleh mahasiswa, kenyamanan berada dilingkungan