PENGARUH TERAPI PSIKORELIGIUS : DOA DAN DZIKIR TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISA DI RUANG HEMODIALISA RUMAH SAKIT
KOTA SEMARANG 2014
JANUARDI JAUHARI 0101101053
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
ABSTRAK
Gagal ginjal kronik (GGK) terjadi karena ginjal tidak mampu mnjalankan fungsi regulatorik dan ekskretoriknya untuk mempertahankan homeostasis dan harus menjalani hemodialisis untuk mempertahankan hidupnya. Adanya dampak dari penyakit penyakit dan prosedur pengobatan yang harus dijalaninya merupakan suatu stressor yang mampu menyebabkan terjadinya depresi. Salah satu upaya untuk mengatasi depresi adalah dengan terapi psikoreligius dengan doa dan dzikir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi psikoreligius doa dan dzikir jat terhadap penurunan tingkat depresi pada penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di Ruang Hemodialisa rumah Sakit Kota Semarang.
Teknik pengambilan data menggunakan rancangan eksperimen semu (Quasi Eksperiment), yaitu dengan menggunakan Non Equivalent Control Group Design. Populasi dalam penelitian ini adalah sejumlah 65 penderita gagal ginjal kronik yang melakukan hemodialisa di Ruang Hemodialisa Rumah Sakit Kota Semarang. Teknik sampling menggunakan purposive sampling dengan jumlah sampel yaitu 30 responden, 15 responden kelompok perlakuan dan 15 responden kelompok kontrol. Pengumpulan data menggunakan lembar quesioner. Analisis data dengan menggunakan t tes.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mean pada post perlakuan 9,47, sedangkan pada post kelompok kontrol 12,53. Dengan menggunakan t tes independen post perlakuan didapatkan hasil p-Value = 0,003 bila dibandingkan dengan α (0,05) berarti ada pengaruh terapi terapi psikoreligius dengan doa dan dzikir terhadap penurunan tingkat depresi pada penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di Ruang Hemodialisa Rumah Sakit Kota Semarang.
Berdasarkan hasil penelitian disarankan penderita gagal ginjal kronik dapat melaksanakan terapi psikoreligius dengan doa dan dzikir secara rutin bahkan setiap hari.
ABSTRACT
Chronic renal failure (CRF) occurs because the renalsor kidneys loss their ability to perform regulatory and excretory functions and the patients must undergo hemodialysis (HD) to preserve life. The impact of the illness and treatment procedures are the stress that can cause depression. An effort to overcome depression is by doing psychoreligius therapy through praying and dzikr. This study aimed to determine effect of psychoreligius therapies: praying and dzikr to decrease depression levels in patients with chronic renal failure undergoing hemodialysis treatment in the space hemodialysis room of semarang hospital in 2014.
Data collecting technique used quasi experiment, using Non Equivalent Control Group Design. The population in this study was all patients with CRF undergoing HD treatment in the hospital who were 65 people Sampling technique used purposive sampling with the samples of 30 respondents: 15 respondents were in the intervention group and 15 respondents in the control group. Data collecting in this study used observation sheets. Data Analysis used t test.
The results showed that the mean in the post treatment group was 9,47,and the mean in the post control group was 12,53. By using independent t test in post treatment grap gots p-value = 0,003 compared with α (0.05) meaning that there were effects of psychoreligius therapies: praying and dzikr to decrease depression levels in patients with chronic renal failure undergoing hemodialysis treatment in the space hemodialysis room of semarang hospital in 2014.
Based on the results of the study, it suggested the patients with chronic renal failure can implement psychoreligius therapy with prayer and dzikir regularly even every day.
Key words : Patients with CRF HD treatment, Depression, Psychoreligius Praying and Dzikr
PENDAHULUAN
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat (biasanya berlangsung beberapa tahun), ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal (Price & Wilson, 2006).
Berdasarkan data PT ASKES tahun 2010 jumlah penderita gagal ginjal berjumlah 17.507 orang dan meningkat pada tahun 2011 menjadi 23.261 pasien, sedangkan pada tahun 2012 terjadi peningkatan menjadi 24.141 orang dan diperkirakan tahun 2013 jumlah pasien gagal ginjal akan meningkat (Nawawi, 2013).
Indonesia termasuk negara dengan tingkat penderita gagal ginjal yang cukup tinggi. Menurut data dari PERNEFTRI (Persatuan Nefrologi Indonesia), diperkirakan ada 70 ribu penderita ginjal di
Indonesia, namun yang terdeteksi menderita gagal ginjal kronis tahap terminal dari mereka yang menjalani cuci darah (hemodialisa) hanya sekitar 4 ribu sampai 5 ribu saja. Beberapa faktor penyebab terjadinya gagal ginjal kronis adalah diabetes mellitus diikuti dengan hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar serta penyebab lainnya (Sudoyo dkk, 2007).
Pasien gagal ginjal disarankan untuk melakukan terapi cuci darah. Namun sungguh sulit bagi seseorang untuk menerima kenyataan bahwa ia harus menjalani cuci darah seumur hidup. Selain biayanya yang mahal dan merepotkan karena harus datang berulang kali dalam seminggu, dampak ikutan dari proses cuci darah itu pun membuat hidup tidak nyaman. Satu-satunya harapan lain untuk bisa hidup kembali normal adalah dengan transplantasi atau cangkok ginjal yang cocok. Namun selain sulit mendapat
donor ginjal yang sesuai, banyak kasus transplantasi gagal karena tubuh menolak organ baru tersebut (Alam & Hadibroto, 2007)
Hemodialisa adalah suatu proses difusi zat terlarut dan air secara pasif melalui suatu membran berpori dari satu kompartemen cair menuju kompartemen cair lainnya (Price & Wilson, 2006). Efek hemodialisa mempengaruhi perubahan fisik dan psikologi, perubahan pada fisik yaitu kelemahan, malnutrisi, anemia, uremia. Kelemahan dapat menurunkan motivasi, sedangkan perubahan psikologinya adalah sering merasa khawatir akan kondisi sakitnya, depresi akibat sakit yang kronis, frustasi, rasa bersalah, rasa putus asa, dan ketakutan terhadap kematian (Smeltzer & Bare, 2002).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Farida (2010) tentang pengalaman klien hemodialisis terhadap kualitas hidup
dalam konteks asuhan keperawatan di RSUP Fatmawati Jakarta menyatakan bahwa pasien yang melakukan hemodialisia mengalami reaksi emosional seperti tidak berdaya, sedih, marah, takut, merasa bersalah, bahkan ketika pertama kali klien dinyatakan mengidap gagal ginjal, klien merasa bingung tentang apa yang harus dilakukan, sering menangis dan terisolasi, selain masalah fisik dan dan psikologis, pasien hemodialisa juga mengalami gangguan sosial berupa disfungsi seksual.
Dampak dari tindakan penyakit gagal ginjal dan terapi hemodialisa adalah salah satunya depresi yang dimana berdasarkan dari penelitian yang dilakukan oleh Rustina (2012) tentang gambaran tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di RS Soedarso Pontianak dinyatakan bahwa dari 67 pasien yang
mengalami depresi adalah 24 orang atau sekitar 35,82 %.
Menurut Hawari (2008) mengatakan bahwa depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya kegairahan hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas, kepribadian tetap utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian / splitting of personality) perilaku dapat terganggu tetapi dalam batas-batas normal.
Pada terapi farmakologi menggunakan obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter di susunan saraf pusat otak (limbic system). cara kerjanya adalah dengan jalam memutuskan jaringan atau sirkuit psiko-neuro-imunologi, sehingga stresor psikososial yang dialami oleh seseorang tidak lagi mempengaruhi fungsi
kognitif, afektif, psikomotor dan organ-organ tubuh lainnya, obat yang yang sering dipakai adalah obat anti depresi (anti depressant) (Hawari, 2008). Pada pemakaian obat sering ditemukan variasi efek maupun efek samping. Hal ini berkaitan dengan adanya variasi pada karakter farmakokinetik dan farmakodinamik pada seseorang (Sudoyo dkk, 2007).
Terapi psikoreligius merupakan salah satu bentuk psikoterapi yang mengkombinasikan pendekatan kesehatan jiwa modern dan pendekatan aspek religius / keagamaan yang dimana bertujuan meningkatkan mekanisme koping / mengatasi masalah (Yosep, 2010 dalam Subandi, Lestari, Suprianto 2013).
(WHO, 1984) telah menetapkan unsur spiritual (agama) sebagai salah satu dari 4 unsur kesehatan. Keempat unsur kesehatan tersebut adalah sehat fisik,
sehat psikis, sehat sosial dan sehat spiritual (Hawari, 2008).
Doa yang berarti seruan, menyampaikan ungkapan, permintaan, permohonan pertolongan adalah menghadapnya seseorang dengan tulus ikhlas kepada Allah, dan memohon pertolongan dari-Nya, yang mahakuasa, Maha Pengasih dan Penyayang (Elkaysi, 2012).
Sedangkan dzikir adalah kesadaran tentang kehadiran Allah dimana dan kapan saja, serta kesadaran akan kebersamaan-Nya dengan makhluk (Khoirul & Reza, 2008).
Orang yang religius atau orang yang taat menjalankan ajaran agamanya relatif lebih sehat dan mampu mengatasi penderitaan penyakitnya sehingga proses penyembuhan penyakitnya pun lebih cepat. Pada prinsipnya, dalam tubuh manusia terdapat jaringan psiko-neuro-endokrin yang berpengaruh pada
faktor-faktor kejiwaan seseorang. Jaringan ini berpengaruh pada sistem kekebalan tubuh. Dzikir yang antara lain digunakan sebagai terapi psikoreligius akan mampu menaikkan kekebalan tubuh manusia melalui jaringan psiko-neuro-endokrin tersebut (Zainul, 2007).
Respon emosional yang positif atau dari pengaruh terapi psikoreligius dengan doa dan dzikir ini berjalan mengalir dalam tubuh dan diterima oleh batang otak. Setelah diformat dengan bahasa otak, kemudian ditransmisikan ke salah satu bagian otak besar yakkni thalamus, kemudian, Thalamus menstansmisikan impuls hipokampus (pusat memori yang vital untuk mengkoordinasikan segala hal yang diserap indera) untuk mensekresikan GABA (Gama Amino Batiric Acid) yang bertugas sebagai pengontrol respon emosi, dan menghambat asetylcholine, serotonis dan neurotransmiter yang lain yang memproduksi sekresi kortisol. Sehingga
akan terjadi proses homeostasis (keseimbangan). Semua protektor yang ada di dalam tubuh manusia bekerja dengan ketaatan beribadah , lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT dan pandai bersyukur sehingga tercipta suasana keseimbangan dari neurotransmitter yang ada di dalam otak (Sholeh, 2005).
Dari penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh Subandi dkk (2013) tentang pengaruh terapi psikoreligius terhadap penurunan tingkat ansietas pada lansia diketahui bahwa penerapan terapi psikoreligius dapat menurunkan tingkat ansietas secara signifikan, yang dimana dari 32 responden terjadi penurunan tingkat ansietas sebesar 67%.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan terhadap 10 orang penderita gagal ginjal kronik yang di RS Kota Semarang ditemukan dari 10 orang yang menderita gagal ginjal kronik yang diwawancarai
terdapat 6 orang pasien yang mengalami depresi dengan keluhan merasa tidak berdaya 4 orang, tidak berguna 5 orang, merasa bersalah 5 orang, sedih dengan keadaan penyakit yang tidak sembuh-sembuh 6 orang dari keenam pasien depresi hanya menonton tv, mendengarkan musik dan mencoba mencari kegiatan untuk menghindari dari rasa ketidakgunaan dalam keluarga. Pelayanan keperawatan yang bersifat psikososial dalam menangani pasien yang mengalami depresi di ruang hemodialisa belum diterapkan termasuk terapi psikoreligius.
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan pengaruh terapi psikoreligius dengan doa dan dzikir terhadap penurunan tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronik di ruang hemodialisa Rumah Sakit Kota Semarang.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas
”Adakah pengaruh terapi psikoreligius dengan doa dan dzikir terhadap penurunan tingkat depresi pada penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di RS Kota Semarang”.
Tujuan Peneliti untuk mengetahui pengaruh terapi psikoreligius dengan doa dan dzikir terhadap penurunan tingkat depresi yang dialami oleh penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di Rumah Sakit Kota Semarang
Manfaat penelitian Untuk menambah pengetahuan dan wawasan serta untuk meningkatkan kinerja peneliti dalam mengelola pasien gagal ginjal kronik dalam memberikan terapi psikoreligius doa dan dzikir untuk mengurangi depresi penderita gagal ginjal kronik dan bagi pihak RS Sebagai bahan masukan tentang tingkat depresi penderita gagal ginjal
kronik dan pemberian terapi psikoreligius dengan doa dan dzikir yang diberikan pada klien sehingga dalam memberikan asuhan keperawatan dapat lebih memfokuskan untuk memberikan konseling yang tepat sehingga klien mampu mengelola depresi dan memberikan terapi psikoreligius yang tepat dan baik.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, metode yang digunakan adalah quasy experiment design atau eksperimen semu. Penelitian quasi experiment design yaitu dengan menggunakan Non Equivalent Control Group Design. Dimana desain quasi eksperimen mempunyai kesamaan dengan Pre Test-Post Test Control Group Design. Populasi dalam penelitian ini adalah semua yang menjalani hemodialisa di Ruang Hemodialisa Rumah Sakit Kota Semarang sejumlah 65 pasien. jumlah sampel yaitu
15 orang. Yaitu 15 pada kelompok intervensi dan 15 pada kelompok kontrol. Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive sampling. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah Bersedia menjadi responden dan bisa membaca dan menulis, Beragama islam, Usia 30-55 tahun, Menjalani hemodialisa kurang dari 5 tahun , Tidak mengalami gangguan pendengaran. Kriteria eklusi dalam penelitian ini adalah Pasien yang mengikuti terapi komplementer yang lain. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Kota Semarang di Ruang Hemodialisa. Waktu penelitian pada tanggal 22-25 bulan Februari 2014. independen adalah terapi psikoreligius dengan doa dan dzikir sedangkan variabel dependen adalah depresi pda penderita GGK. Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner BDI II yang telah dimodifikasi sesuai kondisi penderita GGK. Kuesioner ini
terdiri dari 21 pertanyaan yang berisi mengenai tanda dan gejala depresi pada penderita GGK dengan nilai jawaban “Ya” yaitu 1 dan “Tidak” yaitu 0, dengan kategori skor tidak depresi (0-5), depresi ringan (6-10), depresi sedang (11-15), depresi berat (16-21). Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk untuk mengetahui data berdistribusi normal. Selanjutnya melakukan uji homogenitas dan uji hipotesis dengan menggunakan uji t-test digunakan untuk mengetahui perbedaan posttest lansia setelah diberikan terapi pijat pada kelompok intervensi dan kontrol.
HASIL PENELITIAN
hasil penelitian mengenai pengaruh terapi psikoreligius dengan doa dan dzikir terhadap penurunan tingkat depresi penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di Rumah Sakit Kota Semarang.
A. Analisa Univariat 1. Tabel 5.1 Distribusi
Frekuensi Berdasarkan Tingkat Depresi Sebelum Diberikan Terapi Psikoreligius dengan Doa dan Dzikir pada Kelompok Intervensi dan Kontrol pada Penderita Gagal Ginjal Kronik di Rumah Sakit Kota Semarang, 2014.
2. Tabel 5.2 Distribusi
Frekuensi Berdasarkan Tingkat Depresi Sesudah Diberikan Terapi Psikoreligius dengan Doa dan Dzikir pada Kelompok Intervensi dan Kontrol pada Penderita Gagal Ginjal Kronik di Rumah Sakit Kota Ungaran, 2014
B. Analisis Bivariat
3. Tabel 5.3 Uji Kesetaraan Tingkat Depresi Sebelum Perlakuan antara Kelompok Intervensi dan Kontrol pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di Rumah Sakit Kota Semarang, 2014
4. Tabel 5.4 Perbedaan Tingkat Depresi Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi Psikoreligius dengan Doa dan Dzikir pada Kelompok Intervensi pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di Rumah Sakit Kota Semarang, 2014
Tingkat Depresi
Intervensi Kontrol
Frekuensi Persentase (%) Frekuensi
Perse ntase (%) Tidak Depresi Depresi Ringan Depresi Sedang Depresi Berat 0 2 11 2 0,0 13,3 73,3 13.3 0 4 8 3 0.0 26,7 53,3 20,0 Jumlah 15 100 15 100 Tingkat Depresi Intervensi Kontrol
Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%) Tidak Depresi Depresi Ringan Depresi Sedang Depresi Berat 1 9 5 0 6,7 60,0 33,3 0.0 0 4 10 1 0,0 26,7 66,7 6,7 Jumlah 15 100 15 100 Vari
abel Kelompok N Mean SD T p-value
Ting kat Depr esi Intervensi Kontrol 15 15 12,93 12,73 2,939 3,195 0,178 0,860
Variabel Perlakuan N Mean SD T p-value
Tingkat Depresi Sebelum
Sesudah 15 15 12,93 9,47 2,939 2,503 5,626 0,000
5. Tabel 5.5 Perbedaan Tingkat Depresi Sebelum dan Sesudah Perlakuan pada Kelompok Kontrol pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di Rumah Sakit Kota Semarang, 2014
Variabel Perlakuan N Mean SD T p-value Tingkat Depresi Sebelum Sesudah 15 15 12,73 12,53 3,195 2,696 0,425 0,677
6. Tabel 5.6 Perbedaan Tingkat Depresi Sesudah Diberikan Terapi Psikoreligius dengan Doa dan Dzikir antara Kelompok Intervensi dan Kontrol pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di Rumah Sakit Kota Semarang, 2014
Variabel Kelompok N Mean SD T p-value Tingkat Depresi Intervensi Kontrol 15 15 9,47 12,53 2,503 2,696 -3,22 9 0,003 PEMBAHASAN
A. Perbedaan Terapi Psikoreligius dengan Doa dan Dzikir terhadap tingkat depresi pada pendrita gagal ginjal kronik pretest dan posttest pada Kelompok Perlakuan di Ruang Hemodialisa Rumah Sakit Kota Semarang.
Berdasarkan Tabel 5.4, menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan rata-rata skor tingkat depresi penderita gagal ginjal kronik sebesar 12,93 sebelum diberikan terapi psikoreligius dengan doa dan dzikir, kemudian turun menjadi 9,47 sesudah diberikan terapi psikoreligius dengan doa dan dzikir. Berdasarkan uji t dependen, didapatkan nilai t hitung sebsar 5,626 dengan p-value sebesar 0,000. Terlihat bahwa p-value 0,000 < α (0,05), ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan tingkat depresi di Ruang Hemodialisa RS Kota
Semarang pada kelompok perlakuan sebelum dan sesudah diberikan terapi psikoreligius dengan doa dan dzikir . B. Perbedaan Terapi Psikoreligius
dengan Doa dan Dzikir Terhadap Penurunan Tingkat Depresi Pada penderita Gagal Ginjal Kronik pretest dan posttest yang Menjalani Hemodialisa Di Ruang Hemodialisa Rumah Sakit Kota Semarang. Berdasarkan Tabel 5.5, menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol rata-rata skor tingkat depresi penderita gagal ginjal kronik sebesar 12,73 sebelum perlakuan, kemudian menjadi sedikit menurun menjadi 12,53 sesudah perlakuan. Berdasarkan uji t dependen, didapatkan nilai t hitung sebesar 0,425 dengan p-value sebesar 0,677. Terlihat bahwa p-value 0,677 > α (0,05), ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan tingkat depresi penderita gagal ginjal kronik di Ruang Hemodialisa Rumah Sakit Kota Semarang pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah
perlakuan. Hal ini dikarenakan pada kelompok kontrol pada pnderita gagal ginjal kronik tidak diberikan terapi psikoreligius dengan doa dan dzikir. C. Pengaruh Terapi Psikoreligius
dengan Doa dan dzikir Terhadap Tingkat Depresi Penderita Gagal Ginjal Kronik di Ruang Hemodialisa Rumah Sakit Kota Semarang
Berdasarkan Tabel 5.6, rata-rata skor tingkat depresi sesudah diberikan terapi psikoreligius dngan doa dan dzikir pada kelompok intervensi sebesar 9,47, sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 12,53. Berdasarkan uji t independen, didapatkan nilai t hitung sebesar -3,229 dengan p-value 0,003. Oleh karena kedua p-value 0,003 < α (0,05), ini berarti bahwa ada pengaruh terapi psikoreligius dengan doa dan dzikir terhadap penurunan tingkat depresi
pada penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di Ruang Hemodialsa Rumah Sakit Kota Semarang. Disini dapat dilihat adanya perbedaan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol pada post-test yaitu adanya penurunan tingkat depresi yang diberikan terapi psikoreligius dengan doa dan dzikir pada kelompok perlakuan dan pada kelompok kontrol tidak ada perbedaan yang signifikan karena penderita gagal ginjal kronik tidak diberikan terapi psikoreligius dengan doa dan dzikir.
Respon emosional yang positif atau dari pengaruh terapi psikoreligius dengan doa dan dzikir ini berjalan mengalir dalam tubuh dan diterima oleh batang otak. Setelah diformat dengan bahasa otak, kemudian ditransmisikan ke salah satu bagian otak besar yakni thalamus, kemudian, Thalamus menstansmisikan impuls
hipokampus (pusat memori yang vital untuk mengkoordinasikan segala hal yang diserap indera) untuk mensekresikan GABA (Gama Amino Batiric Acid) yang bertugas sebagai pengontrol respon emosi, dan menghambat asetylcholine, serotonis dan neurotransmiter yang lain yang memproduksi sekresi kortisol. Sehingga akan terjadi proses homeostasis (keseimbangan) sehingga akan memperbaiki sistem neurotransmitter yang terganggu dan memunculkan optimisme, dan menghilangkan pikiran negatif, sehingga akan memunculkan pikiran-pikiran yang positif . Semua protektor yang ada di dalam tubuh manusia bekerja dengan ketaatan beribadah , lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT dan pandai bersyukur sehingga tercipta suasana keseimbangan dari
neurotransmitter yang ada di dalam otak.
D. Keterbatasan
Dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti tidak menjumpai suatu keterbatasan, namun peneliti hanya merasakan kurangnya komunikasi pada responden akibat dari adanya tindakan hemodialisa yang membuat responden harus istirahat yang cukup, dan tidak bisa melakukan aktivitas yang berlebih untuk mengungkapkan tentang apa yang dirasakan responden saat ini.
Kesimpulan
Hasil penelitian tentang pengaruh terapi psikoreligius dengan doa dan dzikir terhadap penurunan tingkat depresi pada penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di Ruang Hemodialisa Rumah Sakit Kota Semarang dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Sebagian besar penderita gagal ginjal kronik pada kelompok intervensi sebelum diberikan terapi psikoreligius dengan doa dan dzikir mengalami depresi yaitu 11 orang (73,3%) dan kelompok kontrol 8 orang (53,3%) 2. Sebagian besar penderita gagal
ginjal kronik pada kelompok intervensi sesudah diberikan terapi psikoreligius dengan doa dan dzikir mengalami depresi ringan yaitu 9 orang (60,0%). Sedangkan pada kelompok kontrol tidak ada perbedaan yang signifikan yaitu 10 orang mengalami depresi sedang yaitu (66,7 %).
3. Ada perbedaan tingkat depresi penderita gagal ginjal kronik sebelum dan sesudah diberikan terpi psikoreligius dengan doa dan dzikir pada kelompok intervensi
dengan p-value sebesar 0,000 (α : 0,05).
4. Tidak ada perbedaan yang signifikan pada tingkat depresi penderita gagal ginjal kronik sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok kontrol dengan p-value sebesar 0,677 (α : 0,05) 5. Ada pengaruh terapi psikoreligius
dengan doa dan dzikir terhadap tingkat depresi penderita gagal ginjal kronik. Berdasarkan uji t independent, didapatkan nilai t hitung sebesar -3,229 dengan p-value 0,003.
Saran
1. Bagi Penderita Gagal Ginjal Kronik dan Masyarakat
Penderita gagal ginjal kronik dapat melaksanakan terapi psikoreligius dengan doa dan dzikir setiap hari
2. Bagi Peneliti
Bagi peneliti selanjutnya dapat membandingkan terapi psikoreligius dengan doa dan dzikir dengan terapi modalitas lainnya seperti terapi musik dan terapi dukungan sosial dalam mengatasi depresi.
3. Bagi Pegawai di Ruang Hemodialisa Rumah Sakit Kota Semarang
Diharapkan dapat menerapkan terapi psikoreligius dengan doa dan dzikir sebagai salah satu intervensi untuk mengatasi depresi pada penderita gagal ginjal kronik dengan SOP yang telah dibuat.
DAFTAR PUSTAKA
Alam Syamsir. 2007. Gagal ginjal. Jakarta : Gramedia
Elizabeth j. Corwin. 2009. Buku saku PATOFISIOLOGI. Edisi 3. Jakarta : EGC
Azizah, M. L. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta : Graha Ilmu Elkaysi. A. F. 2012. Pengobatan Doa-zikir
dan Ruqyah. Jakarta : Mutiara Media
Elkaysi A. F. 2013. Sembuh Dengan Doa. Yogyakarta : Kana Media
Farida Anna. Pengalaman klien hemodialisa terhadap kualitas hidup dalam konteks asuhan keperawatan di RSUP fatmawati. Tesis ;2012
Handayani Tri Nur. Pengaruh Pengelolaan Depresi Dengan Latihan Pernafasan Yoga Terhadap
Perkembangan Proses
Penyembuhan Ulkus Diabetikum di Rumah sakit Pemerintah Aceh. Tesis FKUI : 2010
Hawari dadang. 2008. Manajemen stress, cemas dan depresi, Jakarta : FKUI Marelli T.M. 2008. Buku saku dokumentasi
keperawatan. Jakarta : EGC
Nawawi Qolbinur. Populasi penderita gagal ginjal terus meningkat di
2013. (diakses
oktober,2013)http://health.okezone. com/read/2013/06/28/482/829210/p opulasi-penderita-gagal-ginjal-terus-meningkat-di-2013
Patricia A. Potter, anne G. Perry. 2005. Fundamental Keperawatan Edisi ke 4. Jakarta : EGC
Price & Wilson. 2006. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta : EGC
Budiharto. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan dengan Contoh Bidang Ilmu Kesehatan Gigi. EGC : Jakarta
Sugiyono. 2007. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : alfabeta Sugiyono. 2013. Metode Penelitian
Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Alfabeta : Bandung.
Rustina. 2012 Gambaran tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD Dr. Soedarso Pontianak tahun 2012. Jurnal Penelitian Sholeh M. (2005). Agama sebagai Terapi
Telaah Menuju Kedokteran Holistik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC Subandi dkk. Pengaruh terapi
psikoreligius terhadap penurunan tingkat ansietas pada lansia. Jurnal ;2012
Sudoyo, Aru W dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI
Supradewi Ratna. Efektivitas Pelatihan Dzikir Untuk Menurunkan Efek Negatif Pada Mahasiswa. Jurnal Psikologi : 2008
Wong master. 2010. 9 Terapi Pengobatan Terdahsyat. Jakarta : PT Niaga Swadaya.
Yafie Ali. Sakit Menguatkan Iman. Jakarta : 2010.
Zainul zen. 2007. Hidup sehat dengan olah lahir, fikir, & zikir. Jakarta : Qultummedia