BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan pustaka
2.1.1 Pengertian Kompetensi Intelektual
Marshall (2000), mengungkapkan bahwa kompetensi intelektual adalah kemampuan dan kemauan yang berkaitan dengan pemecahan masalah yang bersifat rasional atau strategik.
Menurut Nahapiet & Ghoshal (1998), mengklasifikasikan kompetensi intelektual sebagai suatu karakter sikap dan perilaku atau kemauan dan kemampuan intelektual individu dapat berupa pengetahuan, keterampilan, pemahaman profesional, pemahaman kontekstual yang bersifat relatif stabil ketika menghadapi permasalahan di tempat kerja, yang dibentuk dari sinergi antara watak, konsep diri, motivasi internal, serta kapasitas pengetahuan kontekstual.
2.1.2 Dimensi Kompetensi Intelektual
Robbins (2001), menyebutkan dimensi yang membentuk kemampuan intelektual ini terdiri dari tujuh dimensi yaitu:
1). Kemahiran berhitung adalah kemampuan untuk berhitung dengan cepat dan tepat.
3). Kecepatan konseptual adalah kemampuan mengenali kemiripan dan bedavisual dengan cepat dan tepat.
4). Penalaran induktif adalah kemampuan mengenali suatu urutan logis dalam suatu masalah dan kemudian memecahkan masalah itu.
5). Penalaran deduktif adalah kemampuann menggunakan logika dan menilai implikasi dari suatu argumen.
6). Visualisasi ruang adalah kemampuan membayangkan bagaimana suatu obyek akan tampak seandainya posisinya dalam ruang di ubah.
7). Ingatan (memori) adalah kemampuan mendalam dan mengenang kembali pengalaman masa lalu
2.1.3 Pengukuran kompetensi intelektual
Pengukuran kompetensi intelektual yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada teori Rivai (2004), yang terdiri tujuh dimensi yaitu: (1) kecerdasan numerik, (2) pemahaman verbal, (3) kecepatan perseptual, (4) penalaran induktif, (5) penalaran deduktif, (6) visualisasi ruang, dan (7) ingatan.
Menurut William Stern, inteligensi adalah kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan alat-alat berpikir yang sesuai dengan tujuan Purwanto (2003). Robbins & Judge (2007) juga mengatakan bahwa kompetensi intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan mental.
2.2 Kompetensi Sosial
2.2.1 Pengertian Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial adalah sebuah kemampuan untuk mengambil prespektif orang lain dalam suatu situasi dan belajar dari pengalaman masalalu, kemudian mengaplikasikannya pada kehudupan sosial untuk dapat menyesuaikan diri (Clikeman, 2007). Kompetensi sosial adalah karakter sikap dan perilaku atau kemauan dan kemampuan untuk membangun simpul-simpul kerja sama dengan orang lain yang relatif bersifat stabil ketika menghadapi permasalah di tempat kerja yang terbentuk melalui sinergi antara watak, konsep diri, motivasi internal serta kapsitas pengetahuan sosial (Imam sugeng, 2002).
Kaswan (2012) menyatakan bahwa kompetensi sosial mengarah pada kemampuan karyawan untuk berinteraksi dengan oranglain dalam melakukan tugas sosial. Hariandja dan Hasibuan (2012) menyatakan bahwa kompetensi sosial di dasarkan pada kemampuan karyawan dalam memelihara hubungan kerjasama dengan orang lain.
membangkitkan respon positif dari orang lain; fleksibilitas, termasuk kemampuan untuk bergaul dengan orang-orang dari macam-macam latar belakang budaya; kemampuan untuk berempati ; kemampuan berkomunikasi dan memiliki rasa humor.
2.2.1 Kategori Kompetensi sosial
Menurut Spencer (1993) kompetensi dapat dibagi atas 2 (dua) kategori yaitu “threshold competencies” dan “differentiating - compentencies”. Threshold competencies adalah karakteristik utama yang harus dimiliki oleh seseorang agar dapat melaksanakan pekerjaannya.Tetapi tidak untuk membedakan seorang yang berkinerja tinggi dan rata-rata.Sedangkan “differentiating competencies” adalah faktorfaktor yang membedakan
individu yang berkinerja tinggi dan rendah. 2.2.2 Tingkatan kompetensi sosial
Kompetensi Sosial individu terinternalisasi dalam bentuk tujuh tingkat kemauan dan kemampuan (Spencer & Spencer, 1993) sebagai berikut : 1. Pengaruh dan dampak, yaitu kemampuan meyakinkan dan mempengaruhi
orang lain untuk secara efektif dan terbuka dalam berbagi pengetahuan , pemikiran dan ide-ide secara perorangan atau dalam kelompok agar mau mendukung gagasan atau idenya.
3. Membangun hubungan kerja, yaitu kemampuan untuk membangun dan memelihara jaringan kerja sama agar tetap hangat dan akrab.
4. Mengembangkan orang lain, yaitu kemampuan untuk meningkatkan keahlian bawahan atau orang lain dengan memberikan umpan balik yang bersifat membangun berdasarkan fakta yang spesifik serta memberikan pelatihan, dan memberi wewenang untuk memberdayakan dan meningkatkan partisipasinya.
5. Mengarahkan bawahan, yaitu kemampuan memerintah, mempengaruhi, dan mengarahkan bawahan dengan melaksanakan strategi dan hubungan interpersonal agar mereka mau mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 6. Kerja tim, yaitu keinginan dan kemampuan untuk bekerja sama dengan
orang lain secara koperatif yang menjadi bagian yang bermakna dari suatu tim untuk mencapai solusi yang bermanfaat bagi semua pihak.
2.3 Motivasi Berprestasi
2.3.1 Pengertian
Kebutuhan akan prestasi (need for acivement di singkat n-ACH) merupakan dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses Ciri-ciri individu yang menunjukan orientasi tinggi antara lain tersedia menerima resiko yang relatif tinggi, keinginan untuk mendapatkan umpan balik tentang hasil kerja mereka, keinginan mendapat tanggung jawab pemecah masalah. n-ACH adalah motivasi untuk berprestasi, karena itu karyawan akan berusaha mencapaiprestasi tertingginya, pencapaian tujuan tersebut bersifat realistis tetapi menantang, dan kemajuan dalam pekerjaan. Karyawan perlu mendapat umpan balik dari lingkungannya sebagai bentuk pengakuan terhadap prestasinya tersebut.
Abraham sparling (dalam mangku negar, 2002) mengemukakan bahwa motif di definisikan sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, di mulai dari dorongan diri (drive) dan di akhiri dengan penyesuaian diri yang di maksudkan untuk memuaskan motif. William j. Stanton (dalam mangkunegara, 2002) mendevinisikan bahwa motif adalah kebutuhan yang di stimulasi, kepada tujuan individu dalam mencapai rasa puas.
motivasi.Danim (2004), mengartikan motivasi berprestasi sebagai usaha untuk mencapai kesuksesan dalam persaingan, dengan berpedoman pada standar keunggulan tertentu
Menurut Robbins (2001) motivasi adalah sebagai proses yang ikut menentukan intensitas, arah dan kekuatan individu dalam usaha mencapai sasaran. Motivasi kerja menurut harmain (2005) yaitu dorongan yang menyebabkan orang berbuat sesuatu untuk mengharapkan sesuatuatau untuk mencapai tujuan, dimana aspek-aspek yang di teliti mencakup kebutuhan fisik, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan untuk mewujudkan dir serta dorongan antara lain: prestasi, promosi, kondisi kerja, gaji, ekstrinsik, supervise, hasil keyakinan dan rasa tanggung jawab.
2.3.2 Karakteristik Motivasi Berprestasi
Menurut Mc Clelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu : (1) sebuah referensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat, (2) menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya. (3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka di bandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.
2.4 Kinerja
2.4.1 Definisi kinerja
Kinerja merupakan singkatan kinetika energi kerja ( Wirawan, 2009). Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi. Sedangkan menurut ( Irawan, 2012) Kinerja (Performance) adalah hasil yang bersifat konkret, dapat diamati dan dapat diukur. Berdasarkan uraian tersebut kinerja adalah hasil hasil kerja yang dicapai individu yang bersifat konkret yang sesuai dengan pekerjaannya atau propesi yang dijalani individu untuk mencapai tujuan.
Menurut Pramudyo (2010) “Kinerja adalah kemampuan seseorang
dalam melaksanakan tugas pada suatu organisasi. Terdapat hubungan yang erat antara kinerja perseorangan dengan kinerja perusahaan”. Sedangkan menurut mangkunegara (2010) bahwa “kinerja karyawan adalah hasil kerja
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang di berikan kepadanya”.
Menurut Sedarmayanti (2007) menyatakan bahwa “kinerja karyawan
merupakan hasil kerja karyawan yakni sebuah proses manajemen atau suatu organisasi secara keseluruhan yang hasil kerjanya tersebut harus didapat ditunjukan buktinya secara konkrit dan dapat diukur”. Berdasarkan definisi diatas kinerja dapat diartikan sebagai hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi sesuai tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan.
2.4.2 Menilai Kinerja
Menurut Pramudyo (2010) kriteria yang digunakan untuk menilai kinerja karyawan adalah sebagai berikut:
1. Quantity of Work (kuantitas kerja): jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode yang ditentukan.
2. Quality of Work (kualitas kerja): kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan ditentukan.
3. Job Knowledge (pengetahuan pekerjaan): luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya.
5. Cooperation (kerja sama): kesedian untuk bekerjasama dengan oranglain atau sesama anggota organisasi.
6. Dependability (ketergantungan): kesadaran untuk mendapatkan kepercayaan dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja.
7. Initiative (inisiatif): semangat untuk melaksanakan tugas-tugas barudan dalam memperbesar tanggung jawabnya.
8. Personal Qualities (kualitas personal): menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah-tamahan dan integritas pribadi
2.4.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Mathis dan Jackson dalam Fahmi (2015) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja yaitu :
a. Sikap kerja, seperti : kesediaan untuk bekerja secara bergiliran (shift work) dapat menerima tambahan tugas dan bekerja dalam suatu tim.
b. Tingkat keterampilan yang ditentukan oleh pendidikan latihan dalam manajemen supervisi serta keterampilan dalam tehnik industri. c. Hubungan tenaga kerja dan pemimpin organisasi yang tercermin
dalam usaha bersama antara pemimpin organisasi dan tenaga kerja untuk meningkatkan produktivitas melalui lingkaran pengawasan mutu.
d. Manajemen produktivitas, yaitu manajemen yang efisien mengenai sumber dan sistem kerja untuk mencapai peningkatan produktivitas. e. Efisiensi tenaga kerja, seperti: perencanaan tenaga kerja dan
tambahan tugas
2.5 Kerangka Pemikiran
Kinerja sumber daya manusia dewasa ini dituntut untuk terus ditingkatkan didunia usaha. Hal ini dikarenakan adanya persaingan usaha yang ketat, tuntutan pemenuhan kepuasan konsumen dan adanya tuntutan target yang harus dicapai. Untuk meningkatkan kinerja sumber daya manusia, maka salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah meningkatkan kemampuan atau keahlian para karyawan itu sendiri.
Berdasarkan uraian diatas, maka kerangka pemikiran yang dikembangkan dalam peneitian ini adalah
2.6 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka ada lima hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini:
: Kompetensi intelektual berpengaruh positif terhadap kinerja Pegawai : Kompetensi sosial berpengaruh positif terhadap kinerja Pegawai : Motivasi berprestasi berpengaruh positif terhadap kinerja Pegawai : Kompetensi intelektual, kompetensi sosial, dan motivasi berprestasi
secara simultan berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai Kompetensi
intelektual (X1)
Kompetensi sosial (X2)
Motivasi berprestasi (X3)
Kinerja Karyawan (Y) H1 +
H2 +
H3 +