• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA DALAM PEMECAHAN MASALAH DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN NORMATIF: HARUSKAH PEMIMPIN YANG MEMUTUSKAN SEMUANYA?

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA DALAM PEMECAHAN MASALAH DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN NORMATIF: HARUSKAH PEMIMPIN YANG MEMUTUSKAN SEMUANYA?"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA DALAM PEMECAHAN MASALAH DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN NORMATIF: “HARUSKAH PEMIMPIN YANG MEMUTUSKAN SEMUANYA?”

Oleh : Anton Suharyanto

Salah satu alasan utama dipromosikannya para pejabat struktural adalah untuk memecahkan masalah dan mengambil keputusan. Keputusan yang diambil pejabat struktural berimplikasi terhadap kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan stakeholders-nya: pengguna jasa, pegawai, maupun unit kerjanya. Mengambil keputusan yang tidak tepat, dapat mengakibatkan turunnya kinerja unit kerja, bahkan menggerogoti organisasi dan merusak karir pribadinya. Intinya, kita harus menyadari bahwa kompetensi dalam hal pemecahan masalah dan pengambilan keputusan akan mempengaruhi baik-buruknya kinerja individu dan organisasi. Kabar baiknya adalah bahwa kompetensi ini dapat dikembangkan. Gaya pengambilan keputusan dan model-modelnya yang akan kami uraikan berikut ini dapat diterapkan baik terhadap perorangan maupun terhadap tim, namun fokusnya kali ini adalah terhadap tim.

Suatu keputusan diambil selain untuk memecahkan masalah, sekaligus pula untuk memanfaatkan peluang agar menjadi lebih baik. Misalnya, jika suatu pabrik lambat dalam memproduksi suatu produk barang jadi, dan pada gilirannya mengakibatkan pula harga jualnya menjadi lebih mahal dari pesaingnya. Namun apabila pabrik tersebut mampu membuat terobosan untuk mempercepat proses produksinya, maka selain telah berusaha memecahkan masalah lambatnya proses produksi, pabrik tersebut juga berpeluang menekan biaya produksinya sehingga lebih mampu bersaing. Jadi jika kita membahas tentang masalah, maka kita juga sekaligus membahas peluang, dan ketika kita membahas pengambilan keputusan, maka kita secara otomatis juga membahas pemecahan masalah.

Suatu masalah muncul ketika ada kesenjangan (gap) antara apa yang sedang terjadi (daas solen) dengan norma yang diinginkan (daas sien), baik yang diinginkan oleh perseorangan ataupun kelompok. Misalnya jika kapasitas produksi pabrik adalah 500 unit barang jadi setiap hari, namun kenyataannya hari ini pabrik hanya mampu memproduksi 475 unit, maka di situ ada masalah. Penyebab utamanya adalah perubahan. Bisa jadi ada perubahan dalam kualitas bahan baku, perubahan keandalan mesin, perubahan SOP, perubahan jumlah

(2)

karyawan, dan sebagainya yang mengakibatkan produksi hari ini hanya 475 unit. Pemecahan masalah adalah suatu proses dalam rangka mengambil tindakan perbaikan untuk mencapai tujuan, yaitu target atau norma yang diinginkan.

Adapun pengambilan keputusan adalah suatu proses memilih salah satu alternatif tindakan yang memungkinkan untuk memecahkan masalah. Suatu keputusan harus diambil setiap masalah muncul. Keputusan yang pertama kali harus diambil adalah mengenai apakah memang harus mengambil suatu tindakan tertentu terkait masalah yang muncul tersebut, atau membiarkannya. Dalam contoh di atas, manajer pabrik harus memilih terlebih dahulu apakah ia harus melakukan tindakan tertentu untuk meningkatkan produksinya agar kembali menjadi 500 unit per hari, atau justru membiarkan masalah tersebut dengan mengubah target atau norma yang diinginkan menjadi 475 unit per hari.

Hampir semua masalah dapat dipecahkan. Ada memang, masalah yang tidak dapat dipecahkan, tetapi ada juga masalah yang sebenarnya tidak perlu dipecahkan, biasanya karena tidak signifikan sehingga akan lebih efisien jika dibiarkan karena akan dapat menghemat waktu, tenaga, dan sumberdaya lainnya. Namun demikian, semua masalah-masalah tersebut harus dikelola, terutama masalah yang dapat merugikan dan menghambat pencapaian tujuan. Ingatlah bahwa tugas pimpinan adalah mencapai tujuan, jadi manajer ataupun pejabat struktural harus mampu mengelola dan memecahkan sebagian besar masalah dengan mengambil keputusan yang tepat jika ingin menjadi pemimpin yang sukses.

Dalam mengambil keputusan, terdapat beberapa gaya yang diekspresikan para pengambil keputusan, antara lain refleksif, reflektif, dan konsisten:

1. Refleksif. Seorang pengambil keputusan yang refleksif senang mengambil tindakan segera tanpa berpikir panjang untuk memilih alternatif tindakan lain, seperti tokoh Django dalam film seri koboi era tahun 70-an yang selalu refleks menarik pelatuk pistolnya setiap kali ia melihat bayangan musuhnya berkelebat. Dar-der-dor. Sisi baiknya, pengguna gaya ini adalah pemimpin yang sigap dan tidak membuang-buang waktu. Sisi buruknya, jika keputusan

(3)

masalah tidak terpecahkan atau mungkin malah memunculkan masalah-masalah baru. Jika kita ternyata termasuk dalam kategori pengguna gaya ini, cobalah untuk lebih santai setiap menemukan masalah, dan luangkanlah waktu untuk mengumpulkan lebih banyak informasi dari pihak-pihak terkait, serta menganalisa beberapa alternatif solusi yang memungkinkan.

2. Reflektif. Seorang pengambil keputusan yang reflektif biasanya banyak menghabiskan waktu dalam mengambil keputusan, mencari dan menunggu berbagai informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan, bahkan membentuk unit ad-hoc hanya untuk melengkapi informasi dan memberikan rekomendasi, lalu menganalisis berbagai alternatif solusi yang memungkinkan. Sisi baiknya, pengguna gaya ini adalah pemimpin yang berhati-hati dalam mengambil keputusan. Sisi buruknya, ia menyia-nyiakan waktu yang sangat berharga dan menghamburkan sumber daya lainnya. Mereka sering dianggap sebagai pemimpin yang lamban, peragu atau bahkan plin-plan. Jika kita ternyata termasuk dalam kategori pengguna gaya ini, usahakanlah lebih sigap dalam mengambil keputusan. Tantanglah diri kita dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai masalah-masalah yang kelak mungkin akan muncul sehingga ketika tiba saatnya masalah tersebut benar-benar muncul, maka kita sudah memiliki jawabannya, lalu berhentilah berfikir. Bertindaklah.

3. Konsisten. Pengambil keputusan yang konsisten tidaklah terburu-buru dan tidak pula menyia-nyiakan waktu. Mereka tahu kapan saatnya informasi yang menjadi bahan pertimbangan dan alternatif telah cukup memadai untuk mengambil suatu keputusan yang tepat. Dalam menghadapi situasi tertentu dan bentuk permasalahan tertentu, mereka tahu kapan saatnya harus mengambil keputusan sendiri dan segera menindaklanjutinya, dan tahu pula kapan saatnya harus melibatkan pihak lain untuk membantunya dalam mengambil keputusan. Mereka itulah yang telah membuat keputusan-keputusan jitu pada saat yang tepat. Untuk menjadi pengambil keputusan-keputusan yang bergaya konsisten ini, kita dapat mengikuti panduan dalam model pengambilan keputusan sebagaimana akan dibahas berikut ini.

(4)

Model Pengambilan Keputusan Normatif

Kapankah seorang pemimpin harus mengambil keputusan sendiri, dan kapankah ia harus melibatkan kelompoknya atau pihak lain? Jika harus menggunakan kelompoknya atau pihak lain, maka sejauh manakah tingkat partisipasinya? Model pengambilan keputusan normatif berikut ini sebaiknya dijadikan panduan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Disamping itu, model pengambilan keputusan normatif ini juga dapat diterapkan untuk meningkatkan efektifitas pengambilan keputusan.

Model Pengambilan Keputusan Normatif bukanlah cara bagaimana seseorang menganalisis masalah untuk memecahkannya, tetapi melainkan untuk menjawab kapan diperlukannya pengambilan keputusan melalui keterlibatan kelompok dan sejauh mana tingkat partisipasi yang harus diberikan oleh seorang pemimpin dalam proses pemecahan masalah tersebut. Model ini diperkenalkan oleh Victor Vroom dan Philip Yetton pada tahun 1973 yang kemudian disempurnakan dan dikembangkan menjadi 4 macam model pada tahun 1988. Kemudian pada tahun 2000, Victor Vroom memperkenalkan versi revisinya yang didasari pada riset bersama-sama dengan koleganya di Universitas Yale yang melibatkan penelitian pada lebih dari 100.000 buah keputusan yang diambil para manajer di berbagai perusahaan.

Dalam Model PMPK Normatif terdapat alur pengambilan keputusan yang sifatnya peka waktu, time-driven dan yang sifatnya demi kesempurnaan, development-driven, hal mana kedua alur tersebut memungkinkan kita untuk memilih salah satu dari lima macam bentuk partisipasi pemimpin yang sesuai dengan situasi yang dihadapi. Kelima macam bentuk partisipasi pemimpin tersebut adalah: (1) memutuskan sendiri; (2) berkonsultasi secara perseorangan; (3) berkonsultasi kepada kelompoknya; (4) memfasilitasi kelompoknya; dan (5) mendelegasikan kepada kelompoknya. Disebut-sebut sebagai model yang sifatnya normatif adalah karena model ini menyediakan serangkaian pertanyaan secara urut yang menjadi norma sebagai panduan dalam menentukan bentuk partisipasi terbaik atau yang paling sesuai untuk situasi tertentu.

(5)

Pimpinan mungkin menerima data dan informasi yang diperlukan, baik dari luar maupun dari dalam kelompoknya, namun sumber-sumber informasi tersebut tidak dilibatkan untuk menguraikan masalah yang dihadapinya sebagai bahan pertimbangan dalam keputusan yang diambilnya.

Berkonsultasi secara perseorangan, berarti pimpinan secara pribadi menyampaikan permasalahan kepada salah seorang atau beberapa bawahan tertentu satu persatu, menerima informasi dan saran dari masing-masing mereka, baru mengambil keputusan.

Berkonsultasi kepada kelompoknya, berarti pimpinan mengundang kelompoknya untuk rapat dan menyampaikan permasalahan yang dihadapi kepada mereka, menerima berbagai masukan data, informasi dan saran dalam forum, kemudian mengambil keputusan.

Memfasilitasi kelompoknya, berarti pimpinan mengundang kelompok untuk rapat dan bertindak sebagai fasilitator bagi mereka untuk merumuskan masalah dan batasan-batasan keputusan yang memungkinkan untuk mereka ambil. Pimpinan menjalin interaksi diantara anggota, mempergilirkan tanya jawab, dan atau mempertandingkan gagasan mereka tanpa memojokkannya. Namun pada akhir acara, pimpinanlah yang mengambil keputusannya.

Mendelegasikan kepada kelompoknya, berarti pimpinan memerintahkan kepada kelompok untuk mengkaji suatu permasalahan dengan batasan-batasan yang telah ditentukan sebelumnya, dan meminta mereka untuk mengambil atau merekomendasikan keputusan. Peran pimpinan adalah memberikan dorongan dan komitmen dengan menyediakan sumber daya yang diperlukan kelompok.

Langkah awalnya adalah dengan memilih salah satu dari dua alur pengambilan keputusan sesuai dengan sifat permasalahan yang dihadapi. Ada permasalahan yang sifatnya lebih condong pada keterdesakan waktu (time-driven), dan ada pula yang sifatnya lebih condong pada upaya pengembangan menuju kesempurnaan (development-driven). Masing-masing alur memiliki tiga ciri, yaitu fokusnya, nilainya, dan orientasinya sebagai berikut:

(6)

Ciri Model Time Driven Development Driven

Fokus Membuat keputusan yang efektif dengan biaya

serendah-rendahnya. Waktu merupakan juga unsur biaya yang harus diperhitungkan, semakin sedikit waktu yang digunakan berarti biayanya bisa semakin rendah.

Membuat keputusan yang efektif dengan pengembangan ide sebesar-besarnya oleh anggota halmana akan menjadi nilai tambah yang sepadan dengan biaya dan waktu yg dikorbankan

Nilai Nilai keputusan ada pada waktu, bukan pada pengembangan ide oleh anggota

Nilai keputusan ada pada pengembangan ide oleh anggota, bukan pada waktu Orientasi Jangka pendek. Jangka panjang, karena untuk

pengembangan menuju kepada kesempurnaan membutuhkan waktu yang tidak sebentar

Langkah selanjutnya adalah dengan menjawab 7 (tujuh) butir pertanyaan di bawah ini dan dengan memanfaatkan salah satu dari dua flowchart seperti pada gambar 1 jika alur pengambilan keputusannya menggunakan model time-driven, atau seperti pada gambar 2 jika alur pengambilan keputusannya menggunakan model development-driven.

Tidak semua pertanyaan berkaitan langsung dengan setiap keputusan. Bisa jadi ketujuhnya harus dijawab, tetapi mungkin saja hanya dua butir pertanyaan yang diperlukan dalam menentukan tingkat partisipasi pemimpin yang cocok untuk situasi tertentu. Dengan menjawab beberapa pertanyaan yang diperlukan dan mengikuti arah ke nomor pertanyaan berikutnya, pada akhirnya kita akan sampai pada petunjuk mengenai tingkat partisipasi pemimpin yang sesuai untuk diterapkan.

Tujuh rangkaian pertanyaan ini cukup dijawab dengan Ya atau Tidak. Pertanyaan yang pertama harus dijawab adalah nomor 1. Jika jawabannya “Ya”, maka selanjutnya beralih kepada nomor pertanyaan yang ditunjukkan oleh panah

(7)

1. Arti pentingnya keputusan. Pentingkah keputusan tersebut bagi keberhasilan organisasi/proyek? Pertanyaan ini dapat dijawab dengan (Y) jika keputusan tersebut penting, atau (T) jika tidak. Jika keputusan tersebut memiliki arti penting bagi keberhasilan organisasi maka seyogyanya pimpinan ikut terlibat. 2. Arti pentingnya komitmen bawahan. Pentingkah komitmen bawahan dalam penerapan/ tindak lanjut keputusan? Pertanyaan ini dijawab dengan (Y) jika ternyata komitmen bawahan merupakan hal yang menentukan keberhasilan tindak lanjut keputusan, atau dijawab (T) jika tidak. Keputusan yang menuntut komitmen bawahan agar dapat berhasil, biasanya harus melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusannya.

3. Keahlian Pimpinan. Cukup luaskah pengetahuan dan keahlian yang dimiliki pimpinan terkait masalah yang dihadapi? Jika pimpinan memiliki pengetahuan dan keahlian yang memadai terkait masalah maka jawabannya (Y), dan sebaliknya dijawab (T). Semakin ahli pimpinan, semakin tidak butuh partisipasi bawahan. (pertanyaan ini hanya relevan untuk alur time-driven). 4. Perkiraan Raihan Komitmen. Jika pimpinan mengambil keputusan sendiri,

besarkah kemungkinannya disukai oleh bawahan? Jika sekiranya akan disukai bawahan dan mereka akan berkomitmen terhadap keputusan tersebut, maka jawabannya (Y), dan sekiranya kurang disukai jawabannya (T). Keputusan atas hal yang disukai oleh bawahan tidak perlu banyak melibatkan mereka.

5. Dukungan Kelompok. Apakah bawahan mendukung pencapaian tujuan organisasi dalam memecahkan masalah? Tingginya keterlibatan bawahan akan lebih dapat diterima pada tingkat dukungan yang juga tinggi.

6. Keahlian Kelompok. Cukupkah pengetahuan dan keahlian yang dimiliki masing-masing anggota kelompok khususnya terkait masalah yang dihadapi? Jika mereka memilikinya maka jawabannya (Y), dan sebaliknya dijawab (T). Semakin ahli anggota, semakin besar pula manfaat sumbang saran mereka. 7. Kompetensi Kerja Tim. Apakah para anggota memiliki kekompakan dan

kompetensi untuk bekerja sama dan bersinergi dalam tim? Dengan kekompakan dan kompetensi tim yang tinggi maka keterlibatan mereka akan semakin bermanfaat.

(8)
(9)

Gambar 2

Referensi:

1. Vroom, Victor dan Yetton, Phillip. (1973). Leadership and Decision Making. Kansas: University of Pittsburgh Press

2. Lussier, Robert N. (2010). Human Relation. New York: McGraw Hill Co.Inc.

Referensi

Dokumen terkait

Sampai saat ini baru ada dua varietas unggul nasional yakni Roro Anteng dan Dian Arum. Varietas Roro Anteng berasal dari seleksi dan pemutihan kultivar lokal dari kecamatan

Hasil kegiatan evaluasi hasil belajar berfungsi untuk (i) diagnostik dan pengembangan, (ii) seleksi, (iii) kenaikan peringkat belajar, (iv) penempatan peserta

Munculnya pola kerjasama antara UGM dan pihak Industri yang berskema kemitraan sehingga dapat menjadi masukan untuk pihak-pihak terkait bagi pengembangan

Dalam konteks pendidikan ke juruan dan penyiapan guru kejuruan, integrasi soft skills maupun karakter dalam proses pen didikan memiliki peran strategis dalam upaya

Praktikan melihat secara langsung kegiatan belajar mengajar di kelas yang dilakukan oleh guru pamong, agar praktikan dapat mengetahui bagaimana mengajar dengan

Wajib pajak yang dimaksud adalah Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap dan menerima penghasilan dari usaha, tidak

Profesi yang memberikan jasa pelayanan kepada masyarakat perlu mendapatkan kepercayaan dari masyarakat pengguna jasa profesi tersebut. Tanpa kepercayaan, profesi tersebut

Chief Information Officer (yang disebut juga Chief Technology Officer) memainkan peranan penting dalam semua jenis perencanaan strategis. Sebuah rencana strategis