• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL HUKUM DAN MASYARAKAT Volume 14 Nomor 2 April 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURNAL HUKUM DAN MASYARAKAT Volume 14 Nomor 2 April 2015"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL HUKUM DAN MASYARAKAT

Volume 14 Nomor 2

April 2015

ISSN 1693-2889

AKIBAT WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN FINANCIAL LEASING Tri yanuaria

Abstrak

Perusahaan leasing sebagai perusahaan pembiayaan sangat meringankan konsumen yang kekurangan modal untuk membeli alat pendukung usaha, maka leasing menjadi alternatif. Leasing dalam sistem kerjanya menghubungkan kepentingan dari tiga pihak, yaitu Lessor, Lessee, dan Suplier. Hubungan lessor dengan Lessee sering diwarnai dengan berbagai persoalan, dan yang sering terjadi adalah tertundanya pemenuhan kewajiban dari Lessee pada Lessor.Akibat hukum jika terjadi wanprestasi adalah lessee diharuskan membayar ganti rugi, lessor dapat minta pembatalan perjanjian melalui pengadilan, Kreditur lessor dapat minta pemenuhan perjanjian, atau pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi dan pembatalan perjanjian dengan ganti rugi.

Kata Kunci: wanprestasi, perjanjian, fianancial leasing

I. Pendahuluan

Pada hakikatnya perluasan usaha memang membutuhkan pembiyaaan dana, selain melalui sistem perbankan yang kita kenal selama ini ternyata tidak cukup mampu untuk menanggulangi keperluan dana dalam masyarakat hal ini disebabkan keterbatasan jangkauan penyaluran kredit oleh bank, keterbatasan sumber dana dan keterbatasan-keterbatasan yang lain yang mengakibatkan bank kurang fleksibel dalam melaksanakan fungsinya.1 Kemudian dicarilah bentuk-bentuk penyandang dana untuk membantu para pelaku bisnis maupun diluar bisnis dalam rangka penyaluran dana sehingga terciptalah lembaga penyandang dana yang lebih fleksibel dan mudah dalam pengurusan administrasinya, salah satunya adalah lembaga pembiayaan ( leasing).

Usaha leasing yang kita kenal di Indonesia boleh dikatakan masih baru perkembangannya. Sampai saat ini belum ada ketentuan khusus untuk perjanjian leasing, sehingga dirasakan belum adanya kepastian hukum dalam industri

1 Munir Fuady, Hukum tentang pembiayaan (dalam teori dan praktek), PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal.5

(2)

Hukum dan Masyarakat

2015

2

leasing, para pengusaha leasing melakukan perjanjian berdasarkan pada Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor.Kep.-122/MK/IV/2/1974, Nomor.32/M/SK/2/1974, 30/Kpb/I/1974 tertanggal 7 Februari 1974, tentang Perizinan Usaha Leasing.

Melalui instrumen perjanjian leasing, konsumen dapat segera mengendarai kendaraan yang diinginkan.Transaksi penjualan/pembelian kendaraan, selama ini pembelian kendaraan bermotor dengan cara kredit menggunakan istilah ”leasing”. Pembiayaan melalui leasing ini terdapat beberapa cara salah satunya adalah financial leasing dimana dalam kontrak financial leasing mempunyai jangka waktu yang lebih singkat dari umur ekonomis barang modal yang disewakan, pada kontrak leasing ini, lessor mengharapkan dapat menerima kembali seluruh harga barang yang disewakan, termasuk biaya-biaya lainnya seperti bunga, asuransi, biaya pemeliharaan dan sebagainya.2

Leasing sebagai lembaga pembiayaan dalam sistem kerjanya akan menghubungkan kepentingan dari tiga pihak yang berbeda, yaitu :

1. Lessor, (perusahaan leasing) sebagai pemilik barang atau pihak yang menyewakan ,

2. Lessee, (nasabah atau perusahaan) yang bertindak sebagai pemakai peralatan/barang yang akan di leasing atau yang akan disewakan pihak penyewa/lessor .

3. Supplier (Vendor atau Leveransi), sebagai pihak ketiga penjual suatu barang yang akan dibeli oleh lessor untuk disewakan kepada lessee; dimana masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban dengan kepentingan masing-masing.3

Persaingan yang semakin ketat diantara agen pemegang merek (ATPM) dalam industri kendaraan bermotor, mendorong semakin terciptanya kondisi untuk

2 Achmad Anwari, Leasing di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal 12

3 Amin Wijaya Tunggal dan Arif Djohan Tunggal, Aspek Yuridis Dalam Leasing, Rineka Cipta Jakarta.1994, hal. 3

(3)

Hukum dan Masyarakat

2015

3 mempermudah kepemilikan kendaraan. Tak heran hal ini menyebabkan iklan kendaraan bermotor bermunculan, dengan inti memberikan kemudahan, muncullah beragam iklan. Mulai dari cicilan/angsuran kredit ringan, tanpa uang muka,sampai dengan biaya administrasi ringan. Tidak jarang hubungan lessor dan lessee hanya harmonis pada awal perjanjian, pada saat satu pihak membutuhkan sesuatu (kendaraan bermotor) sedang pihak lain berusaha mendapatkan keuntungan, selanjutnya hubungan lessor dan lessee diwarnai berbagai persoalan dan yang utama serta paling sering adalah tertundanya pemenuhan kewajiban dari lessee pada lessor.

II. Permasalahan

1. Bagaimanakah Hubungan hukum para pihak dalam perjanjian financial leasing dengan objek kendaraan bermotor ?

2. Bagaimanakah akibat hukum jika terjadi wanprestasi (ingkar janji) dalam perjanjian financial leasing dengan objek kendaraan bermotor ?

III.Tinjauan Pustaka

a. Lembaga Pembiayaan Pada Umumnya

1. Pengertian lembaga pembiayaan dan Perusahaan Pembiayaan

Lembaga pembiayaan merupakan lembaga keuangan bersama-sama dengan lembaga perbankan, namun dilihat dari padanan istilah dan penekanan kegiatan usahanya antara lembaga keuangan dan pembiayaan berbeda. Istilah lembaga pembiayaan merupakan padanan dari istilah bahasa Inggris financing institution.

Selanjutnya pengertian Perusahaan Pembiayaan menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 1 ayat (5) Keppres Nomor : 61 Tahun 1988 juncto P a s a l 1 a n g k a ( c ) K e p u t u s a n M e n t e r i K e u a n g a n N o m o r : 1251/KMK.013/1988 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, disebutkan bahwa Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha di luar bank dan Lembaga

(4)

Hukum dan Masyarakat

2015

4 Keuangan Bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan.

2. Dasar Hukum dan Fungsi Lembaga Pembiayaan

Kebijakan di bidang pengembangan kegiatan lembaga pembiayaan diatur berdasarkan Keppres No. 61 Tahun 1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Menurut Pasal 1 angka (2) Keppres No.61Tahun 1988 jo. Pasal 1 huruf (b) SK. Menkeu No. 1251/KMK.013/1988.

Selanjutnya mengenai fungsi dari Lembaga Pembiayaan adalah sebagai berikut :

1. Melengkapi jasa-jasa keuangan yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi kebutuhan pembiayaan dunia usaha yang terus meningkat dan semakin bervariasi.4

2. Mengatasi kebutuhan pembiayaan guna membiayai kegiatan usaha jangka menengah/panjang, yang berskala kecil dan menengah. 3. Memberikan pola mekanisme pembiayaan yang bervariasi di

antara bidang usaha dari lembaga pembiayaan tersebut yang meliputi : sewa guna usaha (leasing), anjak piutang (factoring), modal ventura (ventura capital), perdagangan surat berharga (securities company), usaha kartu kredit (credit card), dan pembiayaan konsumen (consumer finance). Sehingga dapat disesuaikan dengan jenis kebutuhan pembiayaan anggota masyarakat memerlukannya.

4. Memberikan beberapa keringanan, seperti persyaratan penyediaan agunan (collateral) yang lebih longgar, keringanan

4 Karnedi Djairan, Lembaga Pembiayaan Dan Perannya Dalam Menunjang Kegiatan Dunia Usaha, Pengembangan Perbankan November-Desember 1993, hal. 43.

(5)

Hukum dan Masyarakat

2015

5 dibidang perpajakan, karena keuntungan yang diperoleh bukan obyek pajak penghasilan.5

5. Mengisi celah segmen yang belum digarap oleh industri perbankan, mengingat persaingan di pasar global memang harus direbut dan untuk mewujudkan hal itu diperlukan dukungan dari sektor keuangan,

3. Kegiatan Usaha Perusahaan Pembiayaan dan Hubungan Hukum dalam Mekanisme Perusahaan Pembiayaan.

Perusahaan pembiayaan adalah perusahaan yang melakukan kegiatan usaha di dalam bidang usaha pembiayaan, yang meliputi perusahaan – perusahaan yang bergerak pada usaha-usaha :Sewa Guna Usaha, Modal Ventura, Perdagangan Surat Berharga, Anjak Piutang,Usaha Kartu Kredit, Pembiayaan Konsumen

b. Pembiayaan Leasing Pada umumnya

1. Pengertian Leasing dan Dasar Hukum Leasing

Istilah leasing sebenarnya berasal dari kata lease, yang berarti sewa menyewa, karena memang dasarnya leasing adalah sewa menyewa. Jadi leasing merupakan suatu bentuk derivatif dari sewa menyewa. Tetapi kemudian dalam dunia bisnis berkembanglah sewa menyewa dalam bentuk khusus yang disebut leasing itu atau kadang-kadang disebut sebagai lease saja, dan telah berubah fungsinya menjadi salah satu jenis pembiayaan. Dalam bahasa Indonesia

leasing sering diistilahkan dengan "sewa guna usaha”.6

5 Deddi Anggadiredja, Lembaga Pembiayaan di Indonesia, Pengembangan Perbankan

NovemberDesember 1993, hal 1.

(6)

Hukum dan Masyarakat

2015

6 Dasar hukum untuk leasing yang utama adalah asas kebebasan berkontrak, seperti yang terdapat dalam 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Sepanjang memenuhi syarat seperti yang diatur oleh perundang-undangan, maka leasing berlaku dan ketentuan tentang perikatan seperti yang terdapat dalam buku ketiga BW, berlaku juga untuk leasing. Namun demikian, di samping alas hukum mengenai asas kebebasan berkontrak, terdapat beberapa alas hukum lain. Di antaranya adalah:

1. Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor Kep-38/MK/IV/1/1972, tentang Lembaga Keuangan, yang telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 562/KMK/01 1/1 982.

2. Keputusan Presiden Rl, No. 61 Tahun 1988, tentang Lembaga Pembiayaan.

3. Keputusan Menteri Keuangan Rl No. 448/KMK.17/2000 tentang Pembiayaan Perusahaan.

4. Keputusan Menteri Keuangan Rl, No. 634/KMK.013/1990, tentang Pengadaan Barang Modal Berfasilitas Melalui Perusahaan Sewa Guna Usaha (Perusahaan Leasing).

5. Keputusan Menteri Keuangan Rl No. 1169/KMK,01/1991 , tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing).

2. Fungsi Pembiayaan Leasing.

Awal mulanya leasing memang dimaksudkan sebagai usaha memberikan kemudahan pembiayaan kepada perusahaan tertentu yang memerlukannya. Tetapi dalam perkembangan kemudian, bahkan leasing dapat juga diberikan kepada individu dengan peruntukan

(7)

Hukum dan Masyarakat

2015

7 barang untuk kegiatan usaha. Misalnya dalam praktek cukup banyak perusahaan leasing memberikan pembiayaan dalam bentuk leasing

kepada seseorang untuk membeli kendaraan bermotor baik untuk keperluan bisnis maupun untuk keperluan lainnya.

3. Pihak-pihak dalam Perjanjian Leasing

Pada prinsipnya para pihak dalam leasing meliputi:7

a. Lessor. yakni pihak yang memberikan pembiayaan dengan cara

leasing kepada pihak yang membutuhkannya. Dalam hal ini lessor bisa merupakan perusahaan pembiayaan yang bersifat "multi finance," tetapi dapat juga perusahaan yang khusus bergerak di bidang leasing. b. Lessee. Ini merupakan pihak yang memerlukan barang modal, barang

modal mana dibiayai oleh lessor dan diperuntukkan kepada lessee. c. Supplier. Merupakan pihak yang menyediakan barang modal yang

menjadi objek leasing, barang modal mana dibayar oleh lessor

kepada supplier untuk kepentingan lessee. Dapat juga supplier ini merupakan penjual biasa. Tetapi ada juga jenis leasing yang tidak melibatkan supplier, melainkan hubungan bilateral antara pihak lessor dengan pihak lessee. Misalnya dalam bentuk Sale and Lease Back.

4. Hubungan Hukum dalam Mekanisme Leasing.

Hubungan hukum secara teoritik, umum dan mendasar antara lessor dan lesse adalah sebagai berikut :

LESSOR SUPPLIER 1 2 3 LESSE

(8)

Hukum dan Masyarakat

2015

8 Keterangan :

1. Pembayaran Harga barang modal secara tunai 2. Penyerahan barang modal

3. Pembayaran kembali barang modal secara cicilan

5. Mekanisme Leasing pada Umumnya

Mengenai mekanisme sehingga terjadinya hubungan hukum antar para pihak, terdapat berbagai kemungkinan sebagai berikut:8

1. Lessor membeli barang atas permintaan lesse, selanjutnya memberikan kepada lesse secara leasing.

2. Lesse membeli barang sebagai agen dari lessor, dan mengambil barang tersebut secar leasing dari lessor.

3. Lesse membeli barang atas namanya sendiri tetapi dalam kenyataannya sebagai agen dari lessor, dan mengambil barang tersebut secara leasing dari lessor.

4. Setelah lesse membeli barang atas namanya sendiri, kemudian melakukan novasi, sehingga lessor kemudian menghendaki barang tersebut dan membayarnya.

5. Setelah lesse membeli barang untuk dan atas namanya sendiri, kemudian menjualnya kepada lessor, dan mengambil kembali barang tersebut secara leasing.

6. Lessor sendiri yang mendapatkan barang secara leasing dengan hak untuk melakukan subleasing, dan memberikan subleasing kepada lesse.

6. Penggolongan Leasing

Dilihat dari segi transaksi yang terjadi anara lessor dan lesse, maka leasing dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :

(9)

Hukum dan Masyarakat

2015

9 a. Leasing dengan hak opsi (Financial Lease)

b. Leasing tanpa hak opsi (Operating Lease)

7. Perjanjian Leasing Pada Umumnya

Dapat diketahui bahwa suatu perjanjian lease itu, setiap pihak baik dari pihak lessor sebagai perusahaan lease, pihak lessee sebagai pihak penyewa barang, maupun dari pihak vendor (leveransir) sebagai pihak penjual barang, maka dapat dikatakan bahwa masing-masing pihak mempunyai segi keuntungan maupun segi kerugian yang aka diterima dalam sebuah perjanjian financial lease.

Dalam bukunya “Leasing (Teori dan Praktek)”, Komar Andasasmita menyebutkan bahwa isi yang terkandung dalam suatu kontrak leasing adalah :9

a. Obyek lease

b. Hak milik dari barang lease c. Lamanya kontrak

d. Kewajiban lessor dan lessee e. Pertanggungan/garansi

8. Dokumen Perjanjian Leasing

Tidak ada keharusan untuk membuat kontrak leasing di depan notaris. Jadi sebelumnya kontrak bawah tangan diantara leasing dengan lessor saja secara yuridis sudah cukup dan mempunyai kekuatan hukum. Namun demikian, kadang-kadang dalm praktek sering juga dibuat leasing dalam bentuk akta notaries, terutama jika menyangkut dengan leasing dan dengan jumlah uang yang besar-besar.

Wanprestasi Pada Leasing Kendaraan Bermotor 1. Pengertian Ingkar Janji (wanprestasi)

(10)

Hukum dan Masyarakat

2015

10 Wanprestasi atau breach of contract merupakan salah satu sebab sehingga berjalannya kontrak menjadi terhenti. Dalam hal ini yang dimaksud dengan wanprestasi adalah salah satu pihak atau lebih tidak melaksanakan prestasinya sesuai dengan kontrak.10 Atau dapat pula dikatakan dengan terlaksananya prestasi kewajiban-kewajiban para pihak berakhir, sebaliknya apabila si berutang atau debitur tidak melaksanakannya, ia disebut melakukan wanprestasi

2. Wanprestasi yang di sebabkan oleh kesalahan Debitur

Wanprestasi dapat disebabkan oleh adanya kesalahan debitur, yang meliputi :11

a. Kesengajaan, adalah perbuatan yang menyebabkan terjadinya wanprestasi tersebut memang diketahui oleh debitur.

b. Kelalaian, adalah debitur melakukan kesalahan akan tetapi perbuatan itu tidak dimaksudkan untuk terjadinya wanprestasi yang kemudian ternyata menyebabkan terjadinya wanprestasi.

Bentuk-bentuk dari wanprestasi :12

a. Debitur tidak melakukan prestasi sama sekali; b. debitur terlambat dalam memenuhi prestasi; c. debitur tidak berprestasi sebagai mana mestinya.

3. Akibat dari Wanprestasi

Sebagai akibat dari wanprestasi, maka debitur harus :13 a. Mengganti kerugian;

b. benda yang dijadikan obyek dari perikatan sejak saat tidak dipenuhinya kewajiban menjadi tanggung jawab dari debitur;

10 Mashudi dan Moch. Chidir Ali, 2001, Pengertian-Pengertian Elementer Hukum Perjanjian Perdata, Cetakan Kedua, Mandar Maju, Bandung, hal. 67.

11 J. Satrio, Hukum Perjanjian, Bandung, PT.Citra Aditya Bhakti, 1992, hal.12 12 Purwahid Patrik, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Bandung, Mandarmaju, 1994,.

hal. 11.

(11)

Hukum dan Masyarakat

2015

11 c. jika perikatan itu timbul dari perjanjian yang timbal balik,

IV. Hasil Penelitian Dan Pembahasan

A. Hubungan Hukum Para Pihak dalam Perjanjian Financial Leasing Kendaraan bermotor.

Pada hakikatnya, hubungan hukum yang terdapat antara Lessor dan Lesse tidaklah melibatkan pihak lain. Lessor dan Lesse merupakan kedua belah pihak yang mempunyai hubungan hukum dalam hal Leasing, khususnya leasing kendaraan bermotor. Sehingga hubungan antara lesse dan lessor sama halnya seperti hubungan antara debitur dan kreditur. Dimana lesse bertindak sebagai pihak debitur yang berhutang dan berkewajiban untuk membayar sejumlah cicilan kepada pihak kreditur yaitu lessor sebagai pihak yang memberikan modal dimana terdapat hak opsi yang sudah terkandung dalam perjanjiannya yang berisi pada intinya dengan selesainya pelunasan barang dalam bentuk kendaraan bermotor maka kepemilikan kendaraan bermotor ada pada lesse.

Hubungan hukum keduanya dilihat dari sudut pandang perjanjian leasing yang ada, sebab apabila dilihat dari latar belakang terbentuknya perjanjian ini, memang tidak mungkin terjadi apabila tidak dipengaruhi oleh beberapa factor dan beberapa pihak yang mendorong terjadinya kesepakatan yang pada akhirnya sebagai metode pembayaran digunakan metode pembayaran secara leasing. Hal ini dilihat dari satu kesatuan yang komprehenif dengan satu factor utama yaitu perjanjian yang dibuat sebagai realisasi dari sebuah kesepakatan.

Dalam melakukan perjanjian leasing terdapat prosedur dan mekanisme yang harus dijalankan yang secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:14

14 Dahlan Siamat. 2001. Manajemen Lembaga keuangan. Edisi 3. Penerbit Fakultas Ekonomi UI: Jakarta,hal 93

(12)

Hukum dan Masyarakat

2015

12 9 4 3 2 5 7 8

(6)

(1)

1. Lessee menggunakan supplier untuk pemilihan dan penentuan jenis barang, spesifikasi, harga, jangka waktu pengiriman, jaminan purna jual atas barang yang akan di Lease.

2. Lessee melakukan negosiasi dengan Lessor mengenai pembutuhan kegiatan pembiayaan barang modal. Pada tahap awal ini Lessee

dapat meminta Lease quotation yang tidak mengikat dari Lessor. Dalam Lease quotation ini dimuat mengenai syarat-syarat pembiayaan Leasing antara lain: keterangan barang, harga barang,

cash security deposit, residual value, asuransi, biaya administrasi, jaminan uang sewa, dan persyaratan lainnya.

3. Lessor mengirimkan letter of offer atau commitment letter kepada

Lessee yang berisi syarat-syarat pokok persetujuan Lessor untuk membiayai barang modal yang dibutuhkan Lessee tersebut. Apabila Lessee menyetujui semua ketentuan dan persyaratan dalam

letter of offer kemudian Lessee menandatangani dan mengembalikannya kepada Lessor.

SUPPLIER

LESSE

(13)

Hukum dan Masyarakat

2015

13 4. Penandatanganan kontrak Leasing setelah semua persyaratan dipenuhi Lessee. Kontrak Leasing tersebut sekurang-kurangnya mencakup hal-hal antara lain: Pihak-pihak yang terlibat, hak milik, jangka waktu, jasa Leasing, opsi bagi Lessee, penutupan asuransi, tanggung jawab atas objek Leasing, perpajakan, jadwal pembayaran angsuran sewa dan sebagainya.

5. Pengiriman order beli kepada supplier disertai instruksi pengiriman barang kapada Lessee sesuai dengan tipe dan spesifikasi barang yang telah disetujui.

6. Pengiriman barang dan pengecekan barang oleh Lessee sesuai pesanan. Selanjutnya Lessee menandatangani surat tanda terima dan perintah bayar dan diserahkan kepada supplier.

7. Penyerahan dokumen oleh supplier kepada Lessor termasuk faktur dan bukti-bukti kepemilikan barang lainnya.

8. Pembayaran oleh Lessor kepada supplier.

9. Pembayaran angsuran (Lease payment) secara berkala oleh Lessee kepada Lessor selama masa sewa guna usaha yang semuanya mencakup pengembalian jumlah yang dibiayai serta bunganya.15

B. Akibat Hukum Jika terjadi Wanprestasi dalam Perjanjian Financial Leasing Kendaraan Bermotor

Wanprestasi merupakan kelalaian atau kealpaan terhadap apa yang telah dijanjikan, maka untuk hal ini ada sanksi atau hukuman yang akan diberikan kepada debitur. Yang ditimbulkan bagi debitur yang lalai ada empat macam yaitu:

a. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditor atau dengan kata lain kreditor harus membayar ganti rugi.

(14)

Hukum dan Masyarakat

2015

14 b. Pembatalan perjanjian atau yang dinamakan juga pemecahan

perjanjian (broken promise). c. Peralihan resiko

d. Membayar biaya perkara, jika sampai diperkarakan di depan hukum.

Menurut Subekti, wanprestasi yang dilakukan debitur dapat berupa empat hal yaitu:16

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi sebagaimana dalam perjanjian.

2. Melaksanakan apa yang diperjanjikan tetapi tidak sesuai sebagaimana diperjanjikan.

3. Melakukan yang diperjanjikan tetapi terlambat.

4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak b oleh dilakukan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Akibat Hukum dari terjadinya wanprestasi adalah sebagai berikut :

1. Debitur (lessee) diharuskan membayar ganti rugi (Pasal 1243 KUHPerdata)

2. Kreditur (lessor) dapat minta pembatalan perjanjian melalui pengadilan (Pasal 1266 KUHPerdata).

3. Kreditur (lessor) dapat minta pemenuhan perjanjian, atau pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi dan pembatalan perjanjian dengan ganti rugi ( Pasal 1267 KUHPerdata)..

V. Penutup

1. Kesimpulan

(15)

Hukum dan Masyarakat

2015

15 1. Bahwa hubungan hukum antara lessor sebagai perusahaan penyedia jasa leasing serta lessee sebagai konsumen pengguna jasa leasing dalam Leasing kendaraan bermotor adalah hubungan antara kreditur dan debitur dalam sebuah kerjasama dalam bidang pembelian kendaraan bermotor, disini lessor sebagai pihak kreditur sedangkan

lessee sebagai pihak debitur. Adanya pihak lain dalam proses ini hanyalah sebagai pihak pendukung dalam mewujudkan sebuah transaksi atau merupakan alternative pembayaran secara leasing ini, sehingga dapat dikatakan bahwa leasing hanya mengikat dua pihak yang melakukan kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian

leasing. Satu hal yang tidak terlepas adalah adanya fiducia sebagai jaminan kebendaan dalam Finacial Leasing. Adanya opsi untuk membeli barang tersebut dalam akhir perjanjian yang dalam perjanjian

Financial Leasing kendaraan bermotor, sehingga barang dianggap secara otomatis masuk dalam penguasaan debitur setelah perjanjian leasing berakhir dimana dalam perjalanannya jaminan yang dipegang oleh pihak kreditur adalah BPKB kendaraan bermotor.

2. Bahwa akibat hukum jika terjadi wanprestasi adalah Debitur (lessee)

diharuskan membayar ganti rugi (Pasal 1243 KUHPerdata), Kreditur

(lessor) dapat minta pembatalan perjanjian melalui pengadilan (Pasal 1266 KUHPerdata), Kreditur (lessor) dapat minta pemenuhan perjanjian, atau pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi dan pembatalan perjanjian dengan ganti rugi ( Pasal 1267 KUHPerdata

DAFTAR PUSTAKA

(16)

Hukum dan Masyarakat

2015

16 Amin Wijaya Tunggal dan Arif Djohan Tunggal, Aspek Yuridis Dalam Leasing,

Rineka Cipta, Jakarta,1994.

Deddi Anggadiredja, Lembaga Pembiayaan di Indonesia, Pengembangan Perbankan November-Desember 1993.

Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga keuangan. Edisi 3. Penerbit Fakultas Ekonomi UI: Jakarta, 2001.

J. Satrio, Hukum Perjanjian, Bandung, PT.Citra Aditya Bhakti, 1992.

Karnedi Djairan, Lembaga Pembiayaan Dan Perannya Dalam Menunjang Kegiatan Dunia Usaha, Pengembangan Perbankan November-Desember 1993.

Munir Fuady, Hukum tentang pembiayaan (dalam teori dan praktek), PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002.

Martono, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Ekonisia, Yogyakarta, 2003.

Mahkamah Agung RI, Masalah Leasing, Jakarta, 1989.

Mashudi dan Moch. Chidir Ali, Pengertian-Pengertian Elementer Hukum Perjanjian Perdata, Cetakan Kedua, Mandar Maju, Bandung, 2001.

Purwahid Patrik, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Bandung, Mandarmaju, 1994.

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkn kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya yang tiada terkira, sehingga pada akhirnya penulis dapat

Instalasi CSSD melayani semua unit di rumah sakit yang membutuhkan kondisi steril, mulai dari proses perencanaan, penerimaan barang, pencucian, pengemasan &

Untuk mengetahui nilai rata-rata kuesioner dari 10 responden diselesaikan pada tahapan preproses, lalu untuk mengetahui bobot tiap kriteria dan subkriteria yang

Melakukan wawancara dengan responden untuk menggali dan menyingkap pilihan nilai-nilai filosofis pendidik an yang dianut oleh dosen MKDU sebagai tenaga edukatif di perguruan

Suatu senyawa golongan terpenoid tersubtitusi benzene dengan titik leleh 95-97 o C telah ditemukan dan diisolasi pada jaringan kayu batang tumbuhan (K. hospita L.) dengan nama

Melalui kegiatan berdiskusi, siswa mampu membuat peta pikiran mengenai urutan peristiwa dengan memperhatikan latar cerita pada teks nonfiksi dengan benar.. Dengan melakukan

Alasan lain adalah tiga cerpen ini bercerita khusus tentang korona karena banyak cerpen lain yang muncul pada era ini menempatkan korona hanya sebagai latar bukan sebagai

Guru memberi informasi dan arahan dengan tujuan memberikan umpan berkaitan dengan kesulitan yang dialami, agar peserta didik mampu menyelesaikan masalah dengan