• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 HASIL PENELITIAN. Sebagaimana dijelaskan pada bagian ketiga di depan, uji validitas, reliabilitas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "5 HASIL PENELITIAN. Sebagaimana dijelaskan pada bagian ketiga di depan, uji validitas, reliabilitas"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

5 HASIL PENELITIAN

5.1 Analisa Keabsahan Data

Sebagaimana dijelaskan pada bagian ketiga di depan, uji validitas, reliabilitas dan normalitas dibutuhkan untuk memastikan bahwa data dapat diuji menggunakan model SEM. Apabila data tidak memenuhi salah satu dari syarat tersebut maka uji SEM tidak dapat dilakukan. Sehingga analisis keabsahan data harus dilakukan dengan proses untuk mendapatkan kepastian validitas, reliabilitas dan normalitas data.

5.1.1 Uji Validitas

Uji validitas dilakukan dengan mencari korelasi antara skor dari setiap item pertanyaan dengan jumlah skor keseluruhan dari variabel tersebut. Hasilnya disajikan dalam bentuk nilai corrected item–total correlation. Hasil tersebut kemudian dibandingkan dengan r tabel pada N=60. Apabila nilai corrected item-total correlation maka konstruk item pertanyaan dinyatakan valid. Secara keseluruhan disajikan pada Tabel 6 berikut.

(2)

Tabel 6. Hasil uji validitas konstruk item pertanyaan.

No Variabel Item pertanyaan Corrected item-total correlation

R tabel Keterangan 1 Home industry Home industry 1 0,489 0,254 Valid

2 Home industry 2 0,489 0,254 Valid

3 Kebijakan Kebijakan 1 0,518 0,254 Valid

4 Kebijakan 2 0,518 0,254 Valid

5 Lingkungan Lingkungan 1 0,504 0,254 Valid

6 Lingkungan 2 0,504 0,254 Valid

7 Kualitas Kualitas 1 0,611 0,254 Valid

8 Kualitas 2 0,611 0,254 Valid

9 Tenaga Kerja Tenaga Kerja 1 0,519 0,254 Valid

10 Tenaga Kerja 2 0,519 0,254 Valid

11 Perilaku Perilaku 1 0,572 0,254 Valid

12 Perilaku 2 0,572 0,254 Valid

13 Pemasaran Pemasaran 1 0,461 0,254 Valid

14 Pemasaran 2 0,461 0,254 Valid

Sumber : Data diolah

Berdasarkan tabel di atas, tampak bahwa semu a nilai corrected item-total correlation lebih besar daripada r tabel. Dengan demikian maka semua konstruk item pertanyaan sudah valid dan dapat dipergunakan untuk penelitian selanjutnya.

5.1.2 Uji Reliabilitas

Kemudian setelah diperoleh kevalidan konstruk item pertanyaan kuesioner, maka dilakukan uji reliabilitas variabelnya. Uji ini dilakukan dengan menggunakan nilai alpha cronbach yang diolah dengan menggunakan Software SPSS 11.00. Apabila nilai alpha cronbach lebih besar dari 0,6 maka variabel tersebut dinyatakan reliabel (Santoso, 2002). Hasil selengkapnya ditampilkan pada Tabel 7.

(3)

Tabel 7. Hasil uji reliabilitas variabel penelitian

No Variabel Alpha

cronbach

Keterangan 1 Home industry 0,657 > 0,6 Reliabel 2 Kebijakan 0,675 > 0,6 Reliabel 3 Lingkungan 0,649 > 0,6 Reliabel 4 Kualitas 0,620 > 0,6 Reliabel 5 Tenaga Kerja 0,679 > 0,6 Reliabel 6 Perilaku 0,701 > 0,6 Reliabel 7 Pemasaran 0,63 > 0,6 Reliabel Sumber : Data diolah

Berdasarkan tabel di atas, tampak bahwa semua nilai alpha cronbach lebih besar dari 0,6. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semua variabel pada penelitian ini sudah reliabel dan dapat dipergunakan pada penelitian selanjutnya.

5.1.3 Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan terhadap data setiap variabel. Proses uji dilakukan dengan mencari plot probabilitas nilai dan diuji dengan metode Kolmogorov Smirnov. Hasilnya adalah sebagai berikut.

1) Home Industry

Data variabel home industry memiliki rata-rata=6,233 dan simpangan baku=1,031. Nilai KS (Kolmogorov Smirnov) adalah 0,038 dengan p-value>0,150. Dengan demikian p-value nya lebih besar dari 0,05 (level of significant) sehingga dapat disimpulkan bahwa data variabel home industry berdistribusi normal.

2) Kebijakan

Data variabel kebijakan memiliki rata-rata=5,2 dan simpangan baku=0,7546. Nilai KS (Kolmogorov Smirnov) adalah 0,047 dengan p-value>0,150. Dengan demikian p-value nya lebih besar dari 0,05 (level of significant)

(4)

sehingga dapat disimpulkan bahwa data variabel kebijakan berdistribusi normal.

3) Lingkungan

Data variabel lingkungan memiliki rata-rata=6,283 dan simpangan baku=0,7152. Nilai KS (Kolmogorov Smirnov) adalah 0,067 dengan p-value>0,150. Dengan demikian p-value nya lebih besar dari 0,05 (level of significant) sehingga dapat disimpulkan bahwa data variabel lingkungan berdistribusi normal.

4) Kualitas

Data variabel kualitas memiliki rata-rata=7,033 dan simpangan baku=0,8823. Nilai KS (Kolmogorov Smirnov) adalah 0,047 dengan p-value>0,150. Dengan demikian p-value nya lebih besar dari 0,05 (level of significant) sehingga dapat disimpulkan bahwa data variabel kualitas berdistribusi normal. 5) Tenaga Kerja

Data variabel tenaga kerja memiliki rata-rata=5,933 dan simpangan baku=0,7561. Nilai KS (Kolmogorov Smirnov) adalah 0,058 dengan p-value>0,150. Dengan demikian p-value nya lebih besar dari 0,05 (level of significant) sehingga dapat disimpulkan bahwa data variabel tenaga kerja berdistribusi normal.

6) Perilaku

Data variabel perilaku memiliki rata-rata=5,75 dan simpangan baku=0,7278. Nilai KS (Kolmogorov Smirnov ) adalah 0,065 dengan p-value>0,150. Dengan demikian p-value nya lebih besar dari 0,05 (level of significant) sehingga dapat disimpulkan bahwa data variabel perilaku berdistribusi normal.

(5)

7) Pemasaran

Data variabel pemasaran me miliki rata-rata=6,117 dan simpangan baku=0,8253. Nilai KS (Kolmogorov Smirnov) adalah 0,049 dengan p-value>0,150. Dengan demikian p-value nya lebih besar dari 0,05 (level of significant) sehingga dapat disimpulkan bahwa data variabel pemasaran berdistribusi normal.

5.2 Analisis Model Structural Equation Modelling (SEM) 5.2.1 Verifikasi Model

Berdasarkan data yang sudah diperoleh serta permasalahan yang telah diuraikan di atas, kemudian disesuaikan dengan model hipotesa (Gambar 3 Diagram Hubungan Awal Antar Variabel) yang kemudian diverifikasikan dengan metode SEM menggunakan Lisrel 8.54, sehingga model yang dihasilkan terlihat seperti pada Gambar 7.

(6)

5.2.2 Pembuktian Hipotesis.

Model sesuai rancangan konseptual/theoritis hasilnya cukup baik, karena memiliki nilai RMSEA = 0,067 (< 0,1). Hal itu juga diperkuat oleh nilai minimum fit function chi square = 7,51 dengan p-value = 0,27 pada derajat kebebasan (degree of freedom) = 6. Hal ini sesuai dengan pendapat Ghozali dan Fuad (2005) yang menyatakan bahwa model dengan nilai RMSEA sekitar 0,08 merupakan model dengan tingkat kesalahan yang reasonable. Dengan demikian maka model tersebut dapat digunakan untuk proses analisis lebih lanjut terhadap permasalahan yang ditemukan. Selanjutnya ditemukan estimasi persamaan struktural dengan metode maximum likelihood sebagai berikut.

Gambar 5. Output program SEM dari model penelitian

Gambar 8. Estimasi persamaan struktural.

Pada Gambar 8 tersebut di atas dengan rujukan jumlah sempel 60 memiliki t

tabel sebesar 2.00, terlihat bahwa home industry berpengaruh positif terhadap

lingkungan = 0.28*alat + 0.17*kebijakan, Errorvar.= 0.40 , R² = 0.22 (0.083) (0.11) (0.074) 3.31 1.52 5.34

kualitas = 0.77*alat - 0.098*kebijaka, Errorvar.= 0.16 , R² = 0.79 (0.053) (0.073) (0.031) 14.55 -1.35 5.34

t_kerja = 0.064*alat + 0.78*kebijaka, Errorvar.= 0.21 , R² = 0.64 (0.060) (0.082) (0.038) 1.07 9.54 5.34

perilaku = 0.10*alat + 0.50*kebijaka, Errorvar.= 0.36 , R² = 0.33 (0.079) (0.11) (0.067) 1.29 4.70 5.34 pemasara=-0.053*lingkung+0.017*kualitas+0.058*t_kerja+0.10*perilaku+0.70*alat-0.14*kebijakan, (0.079) (0.12) (0.11) (0.083) (0.11) (0.12) -0.68 0.14 0.53 1.25 6.37 -1.16 Errorvar.= 0.14, R² = 0.79 (0.026) 5

(7)

kondisi lingkungan dengan pengaruh sebesar 0,28 dengan t skor = 3,31 (lebih besar dari t tabel).

Sedangkan kebijakan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap lingkungan karena memiliki t skor = 1,52 (lebih kecil dari t tabel). Home industry berpengaruh positif terhadap kualitas produksi dengan pengaruh sebesar 0,77 dengan t skor = 14,55 (lebih besar dari t tabel). Sedangkan kebijakan tidak berpengaruh secara positif terhadap kualitas produksi karena memiliki nilai t skor = -1,35 (lebih kecil dari t tabel). Kebijakan pemerintah berpengaruh positif terhadap tenaga kerja dengan kontribusi sebesar 0,78 dengan t skor = 9,54 (lebih besar dari t tabel). Sedangkan home industry tidak berpengaruh secara nyata terhadap tenaga kerja, karena memiliki t skor = 1,07 ( lebih kecil dari pada t tabel). Kebijakan pemerintah berpengaruh positif terhadap perilaku tenaga kerja dengan kontribusi sebesar 0,5 yang ditandai dengan nilai t skor = 4,7 (lebih besar dari pada t tabel). Sedangkan home industry tidak berpengaruh terhadap perilaku yang ditandai dengan nilai t skor = 1,07. Pemasaran produk kerupuk ikan dipengaruhi secara positif oleh home industry dengan kontribusi sebesar 0,7 dengan nilai t skor sebesar = 6,37. Sedangkan variabel lain yaitu lingkungan, kualitas, tenaga kerja, perilaku dan kebijakan tidak berpengaruh secara nyata terhadap pemasaran yang masing-masing ditandai dengan t skor sebesar -0,68; 0,14; 0,53; 1,25; dan -1,16 yang semuanya memiliki skor lebih kecil dari t tabel.

(8)

Gambar 9. Hasil covariance matrix variabel independen

Sedangkan dari hasil covariance matrix home industry dengan kebijakan pemerintah tampak bahwa nilai kovarians = 0,17 dengan t = 1,64, tampak bahwa nilai tersebut sangat jauh di bawah t tabel pada jumlah sampel 60 yaitu 2,00. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hubungan antara variabel home industry dengan kebijakan pemerintah tidak memenuhi syarat nyata.

Pengujian hipotesis dilakukan pada taraf nyata sebesar 10%.

1) Hipotesis pertama: Terdapat hubungan timbal balik antara home industry

dengan kebijakan pemerintah. Hasil covariance matrix home industry dengan kebijakan pemerintah tampak bahwa nilai kovarians = 0,17 dengan t = 1,64, nilai tersebut sama dengan t tabel pada jumlah sampel 60 dengan taraf nyata 10% yaitu 1.64. Berarti ada hubungan nyata antara variabel home industry dengan kebijakan pemerintah. Dengan demikian cukup bukti untuk mendukung hipotesis pertama.

2) Hipotesis kedua: Ada pengaruh home industry terhadap lingkungan, perilaku sosial, produksi dan tenaga kerja. Hasil persamaan struktural menunjukkan

Covariance Matrix of Independent Variables

alat kebijaka alat 1.06 (0.20) 5.34 kebijakan 0.17 0.57 (0.11) (0.11) 1.64 5.34

(9)

home industry tidak berpengaruh secara nyata terhadap tenaga kerja, karena memiliki t skor = 1,07 (lebih kecil dari pada t tabel). Home industry tidak berpengaruh terhadap perilaku sosial yang ditandai dengan nilai t skor = 1,07. Home industry berpengaruh positif terhadap lingkungan dengan t skor 3,31 dan kualitas dengan t skor 14,55 lebih besar dari nilai tabel. Dengan demikian hipotesis kedua terbukti untuk variabel lingkungan dan kualitas, tetapi tidak terbukti untuk variabel tenaga kerja dan perilaku sosial.

3) Hipotesis ketiga. Ada pengaruh kebijakan Pemerintah terhadap lingkungan, perilaku sosial, produksi dan tenaga kerja. Hasil persamaan struktural menunjukkan kebijakan pemerintah tidak berpengaruh secara positif terhadap kualitas produksi karena memiliki nilai t skor = -1,35 (lebih kecil dari t tabel). Kebijakan pemerintah berpengaruh positif terhadap tenaga kerja dengan kontribusi sebesar 0,78 dengan t skor = 9,54 (lebih besar dari t tabel). Kebijakan pemerintah berpengaruh positif terhadap perilaku sosial tenaga kerja dengan kontribusi sebesar 0,5 yang ditandai dengan nilai t skor = 4,7 (lebih besar dari pada t tabel). Kebijakan pemerintah berpengaruh positif terhadap lingkungan dengan kontribusi 0,28 sebesar dengan nilai t skor 3,31 (lebih besar da.ri pada t tabel). Dengan demikian hipotesis ketiga terbukti untuk variabel tenaga kerja, perilaku sosial, lingkungan dan tidak cukup bukti untuk variabel produksi.

4) Hipotesis keempat. Ada hubungan timbal balik masing-masing antara lingkungan, perilaku sosial, produksi dan tenaga kerja. Hasil persamaan struktural menunjukkan tidak ada hubungan antar variabel tersebut (hasil SEM tidak ada). Dengan demikian hipotesis keempat tidak terbukti.

(10)

5) Hipotesis kelima. Ada pengaruh langsung dari lingkungan, perilaku sosial, produksi dan tenaga kerja terhadap pemasaran. Hasil persamaan struktural menunjukkan bahwa variabel lingkungan, kualitas, tenaga kerja, perilaku sosial, alat dan kebijakan tidak berpengaruh secara nyata terhadap pemasaran yang masing -masing ditandai dengan t skor sebesar -0,68; 0,14; 0,53; 1,25; dan -1,16 yang semuanya memiliki skor lebih kecil dari t tabel. Dengan demikian tidak cukup bukti untuk membuktikan hipotesis ke lima.

5.2.3 Model hasil analisis SEM

Dari hasil perhitungan di atas, terlihat bahwa tidak semua hubungan seperti dalam model hipotesa dapat diverifikasi dengan baik oleh SEM, oleh karenanya perlu disusun model baru sesuai dengan hasil perhitungan di atas sehingga dapat terlihat hubungan antar variabel seperti pada Gambar 10.

Gambar 10. Model SEM hasil verifikasi

Peralatan

Home

Industri

Kualitas

Produksi

Tenaga

Kerja

Lingkungan

Perilaku

Pemasaran

3.31

1.52

14.55

1.52 1.07

9.54

1.29

4.70

0.68

0.14

0.53

1.25

1.16

6.37

0.17

Kebijakan

pemerinta

(11)

5.2.4 Analisis Sebab Akibat

Dari pembahasan tersebut di atas, pada dasarnya telah ditemukan hasil secara kuantitatif melalui analisis dengan menggunakan model SEM, namun diperlukan penilaian kualitatif, yaitu dengan menggunakan diagram sebab akibat tulang ikan untuk mengurai berbagai masalah agar diperoleh suatu bahasan yang lebih komprehensif. Hal ini diperlukan karena hasil akhir dari pembahasan merupakan pedoman bagi rekomendasi kebijakan yang akan dilakukan. Untuk mendapatkan hasil rekomendasi kebijakan perlu dilakukan brainstorming juga dengan para pemiliki sentra industri. Pedoman brainstorming untuk mendapatkan diagram tulang ikan

mengacu kepada Forman (2005), yaitu bahwa untuk memperoleh gambaran tentang sebab–sebab suatu masalah harus ditinjau dari manpower, methods, machine dan matter.

Dari hasil brainstorming akan ditemukan permasalahan utama yaitu bahwa mengapa home industry kerupuk ikan belum berkembang. Untuk itu perlu diuraikan sebab-sebab yang muncul sebagaimana digambarkan pada Gambar 11.

(12)

Gambar 11. Diagram tulang ikan belum berkembangnya industri kerupuk ikan di

Kabupaten Tuban.

Dari diagram tulang ikan di atas, dapat diuraikan bahwa kebijakan publik berkaitan dengan home industry kerupuk ikan di Tuban haruslah diuraikan berdasarkan sebab-sebab kurang majunya home industry tersebut. Secara rinci sebab-sebab tersebut adalah sebagai berikut.

1) Sumber daya manusia

Dari hasil brainstorming tampak jelas yang tergambar pada diagram tulang ikan bahwa kualitas sumber daya manusia pada home industry kerupuk ikan masih sangat tradisional dan merupakan keahlian turun temurun yang sampai

Home

industri

kerupuk ikan

belum

berkembang

Sumber daya manusia Kemampuan SDM rendah Ethos kerja kurang baik Pemotong sederhana Peralatan home industri Peralatan tidak dpt menghasilkan produk berkualitas Pengaduk sederhana Perebus sederhana Pengering sederhana SDM seadanya Pekerjaan sambilan Kemampuan warisan Bahan Baku Tidak ada persediaan bahan baku Tidak ada Biaya untuk Pengadaan Bahan baku Tidak ada Ketersediaan bahan baku sepanjang musim Pemasaran Proses pemasaran masih tradisional Belum ada terobosan pemasaran secara langsung Menunggu datangnya tengkulak

(13)

saat ini belum ada upaya perbaikan dan peningkatan sama sekali. Disamping itu pekerjaan mereka dalam mengelola industri kerupuk ikan itu ternyata hanya bersifat sementara untuk mengisi waktu kosong sebagai nelayan dan bukan merupakan pekerjaan utama. Hal itu lebih diperparah lagi dengan tidak adanya inisiatif dari pemilik sentra atau tenaga kerjanya untuk meningkatkan kualitas hasil produksinya yang disebabkan tidak adanya metode pengendalian kualitas.

2) Peralatan home industry

Berdasarkan brainstorming yang disajikan pada diagram tulang ikan di atas tergambar bahwa semua peralatan home industry ternyata masih sangat sederhana, sehingga perlu dilakukan peningkatan kualitasnya. Dari hasil penelitian di lapangan mulai dari alat pengaduk/pencampur yang masih sangat sederhana, termasuk alat perebus yang juga masih sangat sederhana yaitu panci besar yang seringkali tidak dapat menghasilkan tingkat kematangan yang sama pada saat perebusan. Sedangkan alat potong manual yang digunakan terbuat dari pisau yang dimodifikasi secara sederhana, sehingga akurasi pemotongan untuk menghasilkan kerupuk dengan ketebalan yang hanya 1 mm tidak tercapai, dan bahkan ketebalan yang dihasilkan juga tidak pernah sama ukurannya. Selanjutnya alat pengepakan yang digunakan sebagian besar masih dilakukan dengan cara membungkus dalam plastik biasa, kemudian dimasuki label pada secarik kertas yang kurang memenuhi aspek estetika sehingga kurang menarik bagi para pembeli. Berbeda sekali dengan penampilan produk dari industri menengah yang ada di Kota Tuban yang rata-rata telah memiliki pangsa pasar cukup besar di kawasan Jawa

(14)

Timur dan Indonesia, bahkan sebagian sudah memiliki pasar yang mencapai mancanegara.

3) Bahan baku.

Tidak tersedianya bahan baku dalam jumlah yang cukup menjadi penyebab sentra home industry tidak dapat melaksanakan pembuatan kerupuk ikan, terutama pada saat tidak ada pesanan. Mereka tidak mampu membuat kerupuk ikan secara kontinyu dengan kemampuan sendiri untuk kemudian langsung dipasarkan. Hal ini terjadi karena mereka tidak mampu menyediakan dana sebelum dagangannya habis terjual. Ternyata ketidaktersediaan bahan baku itu bukan karena mereka tidak mampu melakukan reproduksi tetapi karena memang tidak ada modal untuk membeli bahan baku atau mungkin disebabkan oleh tidak ada investor yang terjun ke ranah home industry ini. 4) Pemasaran

Kondisi itu diperparah lagi oleh penguasaan pangsa pasar yang sangat kurang. Fauzi (2005) menjelaskan, bahwa pengolah ikan tradisional dan derivatifnya secara umum biasanya tidak mempunyai akses pasar yang bagus. Oleh karena itu, mereka sangat tergantung kepada pedagang perantara yang memang lebih menguasai akses pasar. Tidak jarang harga hasil olahan dipermainkan para pedagang perantara, sehingga marjin keuntungan pengusaha pengolahan kerupuk ikan semakin sedikit. Kalau permasalahan tersebut diperbaiki, maka hasil olahan kerupuk ikan dari Kabupaten Tuban tersebut sebenarnya akan mudah menembus pasar nasional dan bahkan mampu untuk di ekspor.

(15)

Berdasarkan analisis sebab akibat dengan diagram tulang ikan di atas, , diperlukan brainstorming lanjutan untuk menemukan cara untuk mengembangkan home industry kerupuk ikan, dengan metode diagram tulang ikan. Hasilnya sebagaimana diuraikan pada Gambar 12.

Gambar 12. Diagram tulang ikan berkembangnya industri kerupuk ikan di

Kabupaten Tuban.

Home

industry

kerupuk ikan

berkembang

Sumber daya manusia Kemampuan SDM baik Ethos kerja baik Pemotong Lebih modern Peralatan home industri Peralatan dpt menghasilkan produk berkualitas Pengaduk Lebih modern Perebus lebih modern Pengering lebih modern SDM terlatih Pekerjaan pokok Kemampuan meningkat Bahan Baku persediaan bahan baku cukup Tersedia Biaya untuk Pengadaan Bahan baku Tersedia bahan baku sepanjang musim Pemasaran Proses pemasaran modern Lakukan terobosan pemasaran secara langsung Aktif memasarkan produk

(16)

Secara rinci, hasil analisis pengembangan home industry dengan diagram tulang ikan disajikan sebagai berikut.

1) Sumber daya manusia

Dari hasil brainstorming tampak jelas bahwa kualitas sumber daya manusia yang baik pada home industry kerupuk ikan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu kemampuan SDM yang baik dan ditunjang dengan etos kerja yang baik. Hal itu hanya dapat tercapai jika adanya upaya peningkatan kualitas SDM dengan derbagai pelatihan, serta menjadikan pekerjaan home industry kerupuk ikan sebagai pekerjaan utama.

2) Peralatan home industry

Berdasarkan brainstorming yang disajikan pada diagram tulang ikan di atas tergambar bahwa untuk mengembangkan home industy kerupuk ikan diperlukan peralatan yang lebih modern. Dari hasil penelitian di lapangan diperlukan alat pengaduk/pencampur yang dapat menghasilkan adukan yang lebih sempurna dengan waktu adukan yang lebih singkat, alat perebus yang dapat merebus dengan volume besar dan tingkat kematangan yang merata. Sedangkan alat potong manual perlu diganti dengan alat potong yang lebih modern sehingga akurasi pemotongan untuk menghasilkan kerupuk dengan ketebalan yang hanya 1 mm tercapai dengan ketebalan yang sama. Selanjutnya diperlukan alat pengepakan yang lebih memenuhi aspek estetika sehingga lebih menarik bagi para pembeli.

3) Bahan baku.

Tersedianya bahan baku dalam jumlah yang cukup. Hal ini dapat dicapai jika ditopang dengan modal yang cukup. Ketiadaan modal yang cukup dapat teratasi apabila ada bantuan dari pemerintah dengan suku bunga yang rendah

(17)

dan mekanisme penjaminan yang disusun secara khusus. Cara memenuhi bahan baku dengan membuat cold storage dengan mendirikan koperasi untuk mengatasi musim ombak, dimana ikan sedikit. Ikan dapat dibeli dari pelabuhan ikan Brondong Lamongan yang jaraknya cukup depat, atau pembelian langsung ke Brondong dengan melibatkan koperasi nelayan dan dibina oleh pemerintah.

4) Pemasaran

Semua hal di atas, akan sempurna jika pemasaran dapat dilakukan lebih moden. Pelatihan manajemen pemasaran dapat dilakukan dengan bantuan LSM dan pemerintah daerah agar dapat diperoleh ide, gagasan dan aplikasi terobosan pemasaran ke berbagai daerah di kawasan Tuban dan sekitarnya maupun deerah lain yang selama ini belum terjangkau. Kerjasama dengan industri pemasaran, mengikuti pameran hasil industri ikan di Pemda Tuban atau Jatim ekspo, atau upaya lanjutan lainnya dalam rangka memperluas cakupan pemasaran produk kerupuk ikan.

Gambar

Gambar 7.    Model struktural hasil pengolahan data dengan Lisrel 8.54
Gambar  11.    Diagram tulang ikan belum berkembangnya industri kerupuk ikan di
Gambar  12.    Diagram tulang ikan berkembangnya industri kerupuk ikan di

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menyatakan bahwa dari enam elemen dari analisis risiko pemakaian alat pelindung diri masker dan sumbat telinga pada pekerja tekstil di

“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk

Analisis ini dipakai untuk memaksimalkan peluang dan kekuatan dan meminimalkan kelemahan dan ancaman yang akan dihadapi pengolah buah berembang sehingga dari hasil

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan kemampuan berpikir analitis mahasiswa pada kelas eksperimen (menerapkan model pembelajaran inkuiri bebas) dan

Dari hasil penelitian yang dilakukan di kampus Universitas Muhammadiyah Surabaya. Memang benar tren fenomena jilboobs ini terjadi di kalangan mahasiswi Universitas

Berdasarkan perbandingan penurunan yang terjadi antara timbunan pilhan tanah merah laterit dan timbunan ringan mortar busa secara bertahap, maka dapat disimpulkan bahwa

Temuan penelitian ini mendapatkan hasil bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi dosen mata kuliah Sejarah Peradaban Islam memilih dan menggunakan teknik evaluasi ada