• Tidak ada hasil yang ditemukan

ARTIKEL. EKSEKUSI PENGEMBALIAN KERUGIAN NEGARA PADA PUTUSAN PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Perkara Pada Kejaksaan Negeri Kota Padang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ARTIKEL. EKSEKUSI PENGEMBALIAN KERUGIAN NEGARA PADA PUTUSAN PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Perkara Pada Kejaksaan Negeri Kota Padang)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

ARTIKEL

EKSEKUSI PENGEMBALIAN KERUGIAN NEGARA PADA

PUTUSAN PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI

(Studi Perkara Pada Kejaksaan Negeri Kota Padang)

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

Zerival

1310012111092

Bagian Hukum Pidana

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS BUNG HATTA

PADANG

2017

(2)
(3)

2

EKSEKUSI PENGEMBALIAN KERUGIAN NEGARA PADA

PUTUSAN PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi

Perkara: Kejaksaan Negeri Kota Padang)

Zerival1, Uning Pratimaratri1, Yetisma Saini1

Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Email : zerival@ymail.com

ABSTRACT

The execution of the state loss is regulated in Article 18 paragraph (2) of Law Number 31 Year 1999 concerning the Eradication of Corruption. Based on Article 1 paragraph (1) of Law No. 16 Year 2004 regarding the Attorney General of the Republic of Indonesia, the prosecutor is an official authorized to execute. The execution of the state's repatriation is often unsaved because the defendant prefers the subsidiary punishment. Formulation of the problem: 1. how is the execution of the execution of the state loss in corruption cases? 2. What are the obstacles in executing the execution of the state loss in corruption cases? This research used socio legal approach. The data used include primary data and secondary data. Data collection techniques were conducted with interviews and document studies. Data were analyzed qualitatively. Based on the results of the research show: 1) execution of state loss return on corruption criminal court decision in 2015 until 2016 prosecutor on average only able to succeed execute 27% money replacement from entire corruption criminal case existing. 2) Constraints in the recovery of state losses are difficult to find treasures that are judged to be the result of corruption and some convicts prefer criminal subsidence confinement to pay replacement money.

Keywords: Execution, State Loss, Crime, Corruption

A. Pendahuluan

Kerugian negara termasuk salah satu unsur dalam tindak pidana korupsi, Undang-undang Pemberantasan tindak pidana korupsi selanjutnya disebut UUPTPK telah terdapat kebijakan yang mengatur

bahwa kerugian keuangan negara harus dikembaliakan atau diganti oleh pelaku korupsi. Pada Pasal 18 ayat (2) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjelaskan jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud

(4)

3

dalam ayat (1) huruf b paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Dalam hal ini dasar hukum jaksa sebagai eksekutor terdapat pada Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia menjelaskan pada pokoknya Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh Undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan Undang-undang.

Keuangan Negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena:

1. Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggung jawaban pejabat lembaga

negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah.

2. Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggung jawab Badan Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum,dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara.1

Pengembalian kerugian keuangan negara ini tidak menghilangkan dipidananya pelaku tindak pidana korupsi, pelaku tindak pidana korupsi yang mendapatkan vonis yang berupa pengembalian kerugian Negara cenderung menggantikannya dengan pidana tambahan berupa kurungan, sehingga tidak sesuai dengan salah satu tujuan diundangkannya Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 yaitu untuk mengembalikan kerugian keuangan negara. Kemudian disebutkan pula pada Pasal 32 ayat (2) UUPTPK yakni tentang tidak menghapuskannya hak untuk menuntut kerugian terhadap

1

(5)

4

keuangan negara walaupun tersangka telah diputus bebas dalam perkara korupsi..

Tindak pidana korupsi sebagian besar menyangkut kerugian negara, upaya negara untuk mengembalikan kerugian tersebut dengan mencantumkan sanksi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebagaimana tercantum dalam Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, eksekusi uang pengganti ini sulit terlaksanakan.

Penulis sangat tertarik untuk mengkaji mengenai eksekusi pengembalian kerugian negara dalam tindak pidana korupsi pada putusan pengadilan negeri padang No. 6/Pid.sus-TPK/2016/PN PDG dan No. 38/Pid.sus-TPK/2015/PN PDG. Dimana kedua kasus tersebut telah menimbulkan kerugian keuangan negara yang wajib untuk dikembalikan kepada KAS negara.

Dalam konteks diatas, perbuatan merugikan tersebut secara sederhana dapat disebutkan sebagai perbuatan yang mengakibatkan menjadi rugi atau menjadi berkurang

sehingga unsur “merugikan keuangan negara” diartikan sebagai menjadi ruginya keuangan negara atau berkurangnya keuangan negara.2

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk karya ilmiah dengan judul “Eksekusi Pengembalian Kerugian Negara Pada Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus: Kejaksaan Negeri Padang).

Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah pelaksanaan eksekusi terhadap pengembalian kerugian negara dalam perkara tindak pidana korupsi?

2. Apakah kendala-kendala dalam pelaksanaan eksekusi pengembalian kerugian negara dalam perkara tindak pidana korupsi?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan didalam penelitian ini, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pelaksanaan

eksekusi terhadap pengembalian kerugian negara dalam perkara tindak pidana korupsi.

2

(6)

5

2. Untuk mengetahui kendala-kendala dalam pelaksanaan eksekusi pengembalian kerugian negara dalam perkara tindak pidana korupsi.

B. Metode Penelitian

Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum sosiologis yaitu sumber data yang dikumpulkan berdasarkan hasil dari penelitian langsung di lapangan. Sumber data dilakukan dua seumber data yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung di lapangan dengan melakukan wawancara dengan informan yaitu 2 (dua) orang jaksa sebagai eksekutor yaitu ibu Silvia Andriaty, SH dan ibu Beatrix Barlina PS, SH.,M.H dalam perkara Nomor 6/Pid.sus-TPK/2016/PN PDG dan Nomor 38/Pid.sus-TPK/2015/PN PDG. Data sekunder terdiri dari Bahan Hukum Primer, yaitu :

Putusan Nomor 6/Pid.sus-TPK/2016/PN PDG dan Putusan

Nomor 38/Pid.sus-TPK/2015/PN PDG.

Berita acara eksekusi pengembalian kerugian keuangan negara pada tindak pidana korupsi.

Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai hukum primer, seperti hasil–hasil penelitian, buku–buku dan karya ilmiah yang ada kaitannya dengan permasalahan.

Teknik Pengumpulan Data penulis menggunakan wawancara dan studi dokumen. Wawancara adalah metode pengumpulan data untuk memperoleh keterangan dengan melakukan tanya jawab secara lisan dengan informan. Wawancara ini dilakukan dengan wawancara semi terstruktur yaitu penulis mengajukan pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu kemudian dikembangkan sesuai dengan masalah yang diteliti.3

Studi dokumen adalah teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari

3

Burhan Ashshofa, 2004, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, hlm 95

(7)

6

bahan kepustakaan atau literatur-literatur yang ada, terdiri dari peraturan perundang-undangan,

dokumen-dokumen, buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti dan hasil penelitian yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.4 Setelah data terkumpul dilakukan analisis kualitatif yaitu suatu tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisi, yaitu apa yang ditanyakan oleh responden secara tertulis atau lisan, dan juga perilakunya yang nyata yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.5

C.Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Pelaksanaan Eksekusi terhadap Pengembalian Kerugian Negara dalam

4

Bambang Sunggono, 2012,

Metodologi Penelitian Hukum, cet. 12, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm 42

5

Soerjono Soekanto, 2011,

Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, hlm 250

Perkara Tindak Pidana Korupsi.

Proses pelaksanaan eksekusi terhadap pengembalian kerugian negara dalam perkara tindak pidana korupsi ini dilakukan oleh jaksa sesuai dengan keputusan hakim dimana jumlah keseluruhan kerugian keuangan negara yang timbul akibat tindak pidana korupsi ini telah dilakukan penghitungan oleh badan pengawas keuangan (BPK) dan diserahkan kepada hakim sebagai pemimpin sidang untuk menetapkan nominal uang yang harus dibayarkan oleh terdakwa sebagai bentuk uang pengganti kerugian negara terhitung dari putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap dan paling lambat untuk dibayarkan atau diganti selama 1 (satu) bulan dari putusan itu dibacakan oleh Hakim dan apabila tidak dibayarkan oleh terdakwa maka akan diganti dengan pidana tambahan kurungan sesuai dengan aturan yang berlaku dan lamanya penambahan penahanan terdakwa tergantung dari besar

(8)

7

kecilnya jumlah kerugian yang didapatkan oleh negara.

Pada perkara Nomor 6/Pid.sus-TPK/2016/PN PDG ini telah menimbulkan kerugian terhadap keuangan negara dan hakim telah memutuskan kepada terdakwa untuk mengganti uang kerugian negara sebesar Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) untuk perkara ini penulis telah melakukan wawancara langsung dengan jaksa yang menjadi eksekutor dalam melaksanakan eksekusi pengembalian kerugian keuangan negara atas harta hasil dari tindak pidana korupsi untuk dikembalikan kepada KAS negara, dimana nama jaksa yang bersangkutan ialah Silvia Andriaty, SH, dalam sesi wawancara penulis, jaksa tersebut menjelaskan pelaksanaan eksekusi pengembalian kerugian negara dari tindak pidana korupsi ini baru dapat dilakukan setelah putusan sudah berkekuatan hukum tetap atau dengan kata lain tidak ada upaya hukum lagi yang ditempuh oleh terdakwa dan

terdakwa telah menerima hasil putusan hakim.

Pada perkara Nomor 38/Pid.sus-TPK/2015/PN PDG proses pengeksekusian pengembalian kerugian negara yang bertindak sebagai eksekutor adalah jaksa Beatrix Barliana PS, M.H., berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Beatrix Barliana PS, M.H., selaku jaksa yang mengeksekusi perkara ini telah terjadi kerugian keuangan negara yang mana hakim telah menjatuhkan sanksi pembayaran uang pengganti sebanyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) terdakwa Syahrial dalam hal ini keluarga terdakwa membayarkan uang pengganti yang dilakukan oleh keluarga terdakwa sebanyak jumlah yang telah ditentukan yang diserahkan kepada jaksa. Pada mekanisme eksekusi pengembalian kerugian negara ini apabila keluarga terdakwa mau membayarkan uang pengganti kerugian negara maka dapat langsung dibayarkan kepada jaksa dengan bukti kwitansi pembayaran dan jaksa

(9)

8

akan melakukan penyetoran langsung melalui bank kepada KAS negara.6

Analisa penulis dalam bentuk grafik persentase sebagai berikut:

Berdasarkan analisa penulis dari data yang didapatkan mengenai tindak pidana korupsi dari tahun 2015 yang berhasil dan tidak berhasil dieksekusi oleh jaksa. Pada tahun 2015 berhasil mengeksekusi 8 perkara dari 21 perkara yang masuk dan negara menanggung kerugian sebesar Rp. 1.950.000.000 (satu milyar sembilan ratus lima puluh juta rupiah).

6

Hasil wawancara dengan narasumber Ibu Silvia Andriarty selaku Jaksa Penuntut Umum di Kejaksaan Negeri Padang.

Begitu juga dengan tahun 2016 jaksa berhasil mengeksekusi 6 perkara dari 21 perkara serta sisanya tidak berhasil dieksekusi pengembalian kerugian negara dan negara menanggung kerugian sebesar Rp. 2.340.000.000 (dua milyar tiga ratus empat puluh juta rupiah. Pada tahun 2015 dan 2016 secara keseluruhan jumlah perkara yang ada jaksa hanya mampu mengeksekusi 27% perkara, hal ini terjadi karna kesulitan jaksa sebagai eksekutor untuk menemukan harta yang dinilai hasil dari tindak pidana korupsi serta tidak keterbukaan terpidana dalam memberikan keterangan mengenai kemana saja uang tersebut digunakan dan juga disebabkan banyaknya berpindah tangan harta hasil korupsi tersebut. Tahun 2015 yang Berhasil dieksek usi oleh Jaksa 35% Tahun 2015 yang Tidak Berhasil dieksek usi oleh Jaksa 65% 0% 0%

Eksekusi

Pengembalian

Kerugian Negara

Pada Tahun 2015

Tahun 2016 yang Berhasil dieksek usi oleh Jaksa 29% Tahun 2016 yang Tidak Berhasil dieksek usi oleh Jaksa 71% 0% 0%

Eksekusi

Pengembalian

Kerugian Negara

Pada Tahun 2016

(10)

9

Sementara instrumen perdata melalui Pasal 32, 33, 34 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 dan Pasal 38 C Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 yang dilakukan oleh Jaksa Pengacara Negara (JPN) atau instansi yang dirugikan

Kendala-Kendala dalam

Pelaksanaan Eksekusi

Pengembalian Kerugian Negara dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan yaitu Jaksa, menjelaskan bahwa kendala-kendala yang sering ditemui dalam pelaksanaan eksekusi pengembalian kerugian negara dalam tindak pidana korupsi ini ialah terdapat kesulitan dalam melacak keberadaan harta yang dinilai hasil dari tindak pidana korupsi serta banyaknya ditemukan berpindah tangannya harta tersebut.

Pada dua perkara yang penulis cantumkan terdapat kesamaan dalam membuktikan harta mana yang didapatkan dari tindak pidana korupsi akan tetapi pada perkara Nomor 38/Pid.sus-TPK/2015/PN PDG terdakwa

bersedia untuk membayar uang pengganti sebanyak yang dibebankan kepada terdakwa, lain halnya dengan perkara Nomor 6/Pid.sus-TPK/2016/PN PDG terdakwa tidak mampu untuk membayarkan uang pengganti kerugian negara dan pada perkara yang penulis dapatkan dari narasumber yang dicantumkan dalam bentuk tabel terdapat kerugian negara yang sangat besar akibat tidak tercapainya penggantian kerugian keuangan negara yang timbul akibat tindak pidana korupsi. Kendala-kendala yang ditemukan jaksa sebagai eksekutor dalam melakukan eksekusi pengembalian kerugian negara ini antara lain:

1. Keberadaan harta benda hasil dari tindak pidana korupsi. Keberadaan harta benda hasil dari tindak pidana korupsi ini sulit untuk ditemukan oleh jaksa dimana terpidana sudah menyembunyikan harta bendanya dengan berbagai cara bahkan harta tersebut sudah dinikmati oleh terpidana untuk kebutuhannya yang

(11)

10

mengakibatkan sulit untuk dikembalikan kerugian uang negara oleh jaksa.

2. Terpidana telah mengalihkan harta kekayaannya kepada orang lain atau ahli warisnya. Terpidana melakukan pengalihan harta kekayaannya dengan tujuan supaya tidak terdeteksi keberadaan harta kekayaanya sehingga terpidana terlihat sudah tidak mempunyai harta kekayaan untuk mengganti kerugian negara dan memilih untuk menjalankan pidana kurungan akibat tidak membayarkan uang pengganti tersebut.

Mereka hanya menjalani pidana pokok saja yakni pidana badan berupa penjara. Memang ketentuan membayar uang pengganti hanya suatu pidana tambahan, akan tetapi membayar ketentuan uang pengganti hanya suatu pidana tambahan. Membayar ketentuan uang pengganti juga menaiki tingkat kepentingan yang sama dengan memidanakan para koruptor, karena dengan membayar uang

pengganti aset negara dapat diselamatkan.

Dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, mekanisme penagihannya apabila terpidana tidak mampu membayar dalam jangka satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka diganti dengan pidana subsider kurungan badan (penjara). Uang pengganti yang belum terbayarkan oleh terpidana dianggap telah dibayar apabila terpidana sudah menjalani hukuman subsider kurungan badan tersebut.7 .

Keberadaan pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti bagi terpidana korupsi dinilai berjalan kurang efektif. Ini karena terpidana banyak yang memilih hukuman pengganti berupa kurungan badan dibandingkan harus membayar uang pengganti. Uang pengganti hanyalah suatu pidana tambahan, namun adalah sangat tidak bijaksana apabila membiarkan

7

Hasil wawancara dengan narasumber Ibu Silvia Andriaty selaku Jaksa Penuntut Umum di Kejaksaan Negeri Padang.

(12)

11

terpidana tidak membayar uang pengganti sebagai cara untuk memulihkan kerugian negara.

D.Penutup

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah di lakukan dapat di simpulkan bahwa:

1. Eksekusi pengembalian kerugian negara pada putusan pengadilan tindak pidana korupsi pada tahun 2015 sampai 2016 rata-rata jaksa hanya mampu mengeksekusi 27% uang pengganti. Dalam hal ini pembayaran uang pengganti sebagai bentuk pemulihan kerugian keuangan negara yang diserahkan kepada jaksa sebagai eksekutor untuk disetorkan ke KAS negara.

2. Kendala-kendala dalam eksekusi pengembalian kerugian negara pada putusan tindak pidana korupsi ini berupa sulitnya melacak harta hasil korupsi dan sebagian terpidana lebih memilih pidana subsider kurungan dari pada membayarkan uang pengganti.

Daftar Pustaka

1. Buku-Buku:

Andi Hamzah, 2003, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sapta Artha Jaya, Jakarta.

___________, 2006,

Pemberantasan Korupsi: Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Bambang Waluyo, 2002,

Penelitian Hukum dalam Praktek, Cetakan Ketiga, Sinar Grafika, Jakarta.

Bambang Sunggono, 2012,

Metodologi Penelitian Hukum,

cet. 12, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Burhan Ashshofa, 2004, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta.

Barda Nawawi Arief, 2001,

Masalah Penegakan Hukum dan

Kebijakan Penanggulangan

Kejahatab, PT. Citra Aditya

Bakti, Bandung.

Ermansjah Djaja, 2010,

(13)

12

Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta.

Evi Hartanti, 2008, Tindak Pidana Korupsi, Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta.

Lilik Mulyadi, 2007, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia,

Edisi Pertama, PT.Alumni, Bandung.

__________, 2007, Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana, PT Alumni, Bandung.

Soerjono Soekanto, 2011,

Pengantar Penelitian Hukum,

Universitas Indonesia, Jakarta.

Yusran Lapananda, 2015,

Penyelesaian Ganti Kerugian

Negara melalui Tuntutan

Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi, PT Wahana Semesta Intermedia, Jakarta.

2. Peraturan Perundang-Undangan :

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelengaraan

Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksaan Keuangan. 3. Sumber Lain-lain: Jonaediefandi, 2012, Perspektif Yuridis Pengembalian, http://jonaediefendi.blogspot.co.i d/2012/10/perspektif-yuridis-pengembalian, tanggal 14 Oktober 2012.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian tentang penggunaan model pembelajaran inkuiri terbimbing pada mata kuliah IPA terhadap sikap ilmiah dan hasil belajar mahasiswa jurusan

Dengan rahmat-Nya, Alhamdulillah penulis telah menyelesaikan tugas penulisan skripsi dengan judul “Penerapan Strategi Pembelajaran Peer Lesson Untuk Meningkatkan Hasil Belajar

Analisis proses bisnis pendaftaran menggunakan usulan sistem dilakukan oleh pasien melalui website. Tahap pertama pasien membuat akun terlebih dahulu, apabila pasien

Pada tabel 1 menunjukkan beberapa penelitian berkaitan dengan metode yang digunakan untuk memprediksi hambatan pada kapal cepat.. Penelitian ini akan menganalisis

Pada siang hari sebaran pengunjung terdapat pada area indoor , sedangkan pada sore dan malam hari penyebaran pengunjung lebih merata mengisi kedua area restoran yang menampilkan

rata motivasi belaja r IPA pada siswa ke las IV Se kolah Dasar Negeri 8 Peusangan telah termasuk dala m kategori sangat tinggi, dan 90% dari keseluruhan siswa telah

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kenyamanan di DKI Jakarta secara harian dan kecenderungan tingkat kenyamanan dari tahun ke tahun menggunakan

Atau pemilih pemula ini adalah mereka yang baru akan mempunyai pengalaman pertama kali di dalam berpartisipasi dalam pemilihan umum, khususnya pada tahun 2014