PERAN PEMERINTAH DESA DALAM
PENCEGAHAN PERNIKAHAN DI BAWAH
UMUR
(Studi Kasus di Desa Gladagsari, Kecamatan Ampel,
Kabupaten Boyolali)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh:
Wahyu Eko Susanto
21112004
JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
PERAN PEMERINTAH DESA DALAM
PENCEGAHAN PERNIKAHAN DI BAWAH
UMUR
(Studi Kasus di Desa Gladagsari, Kecamatan Ampel,
Kabupaten Boyolali)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh:
Wahyu Eko Susanto
21112004
JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
Drs.Badwan, M.Ag
Dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa:
Nama : Wahyu Eko Susanto
NIM : 211-12-004
Judul : PERAN PEMERINTAH DESA DALAM
PENCEGAHAN PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR (Studi Kasus di Desa Gladagsari, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali)
Dapat diajukan kepada Fakultas Syariah IAIN Salatiga untuk diujikan dalam sidang munaqosyah.
PENGESAHAN
Skripsi Berjudul:
PERAN PEMERINTAH DESA DALAM PENCEGAHAN
PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR (Studi Kasus di Desa Gladagsari, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali)
Oleh:
Wahyu Eko Susanto NIM 211-12-004
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga, pada tanggal 29 Maret 20186dan telah dinyatakan memenuhi
syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH). Dewan Sidang Munaqosyah:
Ketua Penguji : Muh. Hafidz, M.Ag.
Sekretaris Penguji : Drs. Badwan M.Ag.
Penguji I : Sukron Ma‟mun, M.Si.
Penguji II : Tri Wahyu Hidayati, M.Ag.
Salatiga, 29 Maret 2018 Dekan Fakultas Syariah IAIN
Salatiga,
Dr. Siti Zumrotun, M.Ag NIP. 19670115 199803 2 002 KEMENTERIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS SYRI’AH
Jl. Nakula Sadewa V No. 9Telp (0298) 3419400 Fax. 323423Salatiga5022
Website:www.iainsalatiga.ac.id
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Wahyu Eko Susanto
NIM : 211-12-004
Jurusan : Hukum Keluarga Islam
Fakultas : Syariah
Judul :PERAN PEMERINTAH DESA DALAM PENCEGAHAN
PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR (Studi Kasus di Desa Gladagsari, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali)
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapatdalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, 19 Maret 2018 Yang menyatakan,
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Hidup selalu memberimu kesempatan kedua
Bersyukurlah untuk hari ini dan lakukan yang terbaik untuk hari
esok
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil „Aalamiin, puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan kasih dan sayang-Nya kepada kita, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi dengan judul
“PERAN PEMERINTAH DESA DALAM PENCEGAHAN
PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR (Studi Kasus di Desa Gladagsari, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali)”.
Dengan terbentuknya skripsi ini, penulis haturkan banyak terima kasih yang tiada taranya kepada:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M. Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Ibu Dr. Siti ZumrotunM.Ag., selaku Dekan Fakultas Syariah.
3. Bapak Sukron Ma‟mun, S.H.I.,M.Si.,selaku Kajur Hukum Keluarga Islam.
4. Bapak Drs. Badwan, M.Ag., selaku Dosen Pembimbing Skripsi.
5. Bapak Ibu Dosen Syariah IAIN Salatiga.
6. Orang tua tercinta dan semua saudara-saudaraku.
7. Vivied Khoriani yang selalu mengingatkanku dan selalu memberi semangat.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini nantinya dapat bermanfaat, khususnya bagi Almamater dan semua pihak yang membutuhkannya.
Atas perhatiannya, penulis mengucapkan terima kasih.
Salatiga, 19 Maret 2018
Penulis
ABSTRAK
Susanto, Wahyu Eko.2018. Peran Pemerintah Desa dalam Pencegahan
Pernikahan di Bawah Umur (Studi Kasus Di Desa Gladagsari, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali). Skripsi. Jurusan Hukum Keluarga Islam. Fakultas Syariah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Drs. Badwan, M.Ag
Kata Kunci: Pemerintah Desa, Pernikahan di Bawah Umur
Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui peran Pemerintah Desa dalam pencegahan pernikahan di bawah umur di Desa Gladagsari Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali. Pertanyaan utama yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah: (1) Apa faktor yang mendorong pernikahan di bawah umur?; (2) Bagaimana upaya yang di lakukan pemerintah Desa Gladagsari Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali dalam meminimalisir perrnikahan di bawah umur?; (3) Bagaimana bentuk perlindungan Pemerintah Desa Gladagsari terhadap anak yang melakukan pernikahan di bawah umur?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini
pendekatan fenemologi yang berusaha memahami fenomena terjadinya
pernikahan di bawah umur. Fakta-fakta yang di temukan di lapangan sewaktu melakukan penelitian akan di kaji dan di analisis. Kemudian fakta-fakta itu dicari titik kaitnya sehingga bisa menjadi kesimpulan
umum. Jenis penelitian yang digunakan adalah Field Research, yaitu
terjun langsung ke lapangan guna mengadakan penelitian pada obyek yang di bahas.
DAFTAR ISI
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vii
H.Sistematika Penulisan... 15
BAB II KAJIAN PUSTAKA
e. Rukun dan Syarat Sahnya Pernikahan ... 23
B. Pernikahan Dini ... 27
c. Faktor-faktor Penyebab Pernikahan di Bawah Umur ... 29 A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 38
a. Letak Geografis Desa Gladagsari ... 38
b. Demografi ... 38
B. Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan di Bawah Umur di Desa Gladagsari Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali .... 43
a. Faktor Hamil di Luar Nikah ... 43
b. Faktor Keinginan Diri Sendiri dan Orang Tua ... 44
C. Upaya Pemerintah Desa Gladagsari Untuk Meminimalisir Pernikahan di Bawah Umur ... 46
D. Bentuk Perlindungan Pemerintah Desa Gladagsari Terhadap Anak yang Melakukan Pernikahan di Bawah Umur ... 49
BAB IV ANALISIS A.Analisis Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Dini Di Desa Gladagsari Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali ... 50
B. Analisis Upaya Pemerintah Desa Gladagsari dalam Meminimalisir Pernikahan di Bawah Umur ... 53
C.Analisis Perlindungan Pemerintah Desa Gladagsari Terhadap Anak yang Melakukan Pernikahan di Bawah Umur ... 54
BAB V PENUTUP A.Kesimpulan ... 57
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkawinan adalah ikatan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kelak berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan).
Pernikahan menurut Islam adalah nikah yang sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah swt, lengkap dengan syarat dan rukunnya, tidak ada suatu hal pun yang menghalangi keabsaannya, tidak ada unsur penipuan dan kecurangan dari kedua belah pihak, serta niat dan maksud dari kedua mempelai sejalan dengan tuntunan syariat Islam (Al-Mansyur, 2004:7)
Dalam menjaga kerukunan rumah tangga yang sesuai dengan ajaran Islam dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, diperlukan sebuah kedewasaan dalam berfikir dan bertindak, sebab hal tersebut sangat berpengaruh terhadap kelangsungan pernikahan. Perkawinan bukan sekedar akad antara laki-laki dan perempuan ataupun melakukan hubungan seks saja namun lebih dari itu setelah terjadi pernikahan yang sah maka akan timbul suatu hukum yaitu keduanya harus saling memenuhi hak dan kewajiban masing-masing.
sendiri. Seperti batasan usia minimal dibolehkannya seseorang malangsungkan perkawinan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7 ayat (1) dan (2) yang berbunyi:
(1) Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai 19 tahun danpihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun;
(2) Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada pengadilan dan pejabat lain, yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun wanita.
Meskipun dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7 ayat (1) dan (2) telah dijelaskan batasan minimal dibolehkannya seseorang melangsungkan perkawinan, namun pada praktiknya masih banyak masyarakat yang menikah di bawah umur. Hal ini tentu melanggar ketentuan pasal di atas, selain itu juga bertentangan dengan undang-undang perlindungan anak. Di sini dibutuhkan adanya peran pemerintah dalam mengatasi persoalan tersebut, sebagaimana telah dipaparkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlidungan Anak.
Adapun pasal yang dimaksudkan adalah sebagai berikut. Pasal 20
Undang-undang nomor 23 Tahun 2002 yang berbunyi: “Negara,
pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan
bertanggung jawab terhadap penyelenggarakan tentang perlindungan anak”.
Lebih lanjut kewajiban dan tanggung jawab Negara dan Pemerintah terhadap perlindungan anak diatur dalam dalam Pasal 21, 22, dan 23 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002.
Dalam Pencegahan Pernikahan di Bawah Umur (Studi Kasus di Desa Gladagsari Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali).
B. Rumusan Masalah
1. Apakah faktor yang mendorong pernikahan di bawah umur di Desa
Gladagsari Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali?
2. Bagaimana upaya yang dilakukan Pemerintah Desa Gladagsari Kecamatan
Ampel Kabupaten Boyolali dalam meminimalisir perrnikahan di bawah umur?
3. Bagaimana bentuk perlindungan Pemerintah Desa Gladagsari Kecamatan
Ampel Kabupaten Boyolali terhadap anak yang melakukan pernikahan di bawah umur?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi faktor yang mendorong pernikahan di bawah umur di
Desa Gladagsari Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali.
2. Mengetahui upaya yang dilakukan Pemerintah Desa Gladagsari
Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali dalam meminimalisir perrnikahan di bawah umur.
3. Mengetahui bentuk perlindungan Pemerintah Desa Gladagsari Kecamatan
D. Kegunaan Penelitian
Pelaksaan penelitian diharapkan akan manfaat, baik secara teoritik maupun secara praktis. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritik.
Manfaat Teoritik dari penulis skripsi ini adalah menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang berbagai persoalan yang berhubungan dengan pernikahan di bawah umur.
2. Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis adalah memberikan tambahan wacana bagi dunia akademis, masyarakat serta dapat memberikan pandangan yang baik bahwa pernikahan di bawah umur sebenarnya juga bisa menjadi keluarga yang rukun, harmonis dan sesuai ajaran Islam.
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari adanya kesalahpahaman dalam penelitian ini maka perlu penulis kemukakan pengertian istilah-istilah yang ada dalam judul skripsi ini yakni sebagai berikut:
1. Peran
2. Pemerintah Desa
Pemerintah Desa adalah lembaga pemerintah yang bertugas mengelola wilayah tingkat desa.
3. Pernikahan di bawah umur
Pernikahan di bawah umur adalah permikahan yang dilakukan pada usia yang belum diperkenankan untuk menikah oleh undang-undang Perkawinan No.1 Tahun 1974, yaitu usia di bawah 16 tahun bagi wanita dan di bawah 19 tahun bagi laki laki (Soemiyati, 2007:63).
F. Tinjauan Pustaka
Penelitian tentang pernikahan di bawah umur ini berpotensi mempunyai kesamaan dengan penelitian-penelitian yang ada sebelumnya. Maka dari itu, penulis akan memaparkan gambaran umum tentang penelitian-penelitian pernikahan di bawah umur sebelumnya. Adapun tujuan dari pemaparan tersebut untuk menghindari penelitian ulamg yang sama persis, sehingga penelitian kali ini benar-benar beda dari penelitian yang pernah dilakukan orang lain.
Adapun penelitian yang pernah ada sebelumnya tentang pernikahan di bawah umur sebagai berikut:
1) Skripsi karya Muhammad Sobirin, jurusan Syariah program Studi Ahwal
Al Syakhshiyyah STAIN Salatiga 2009 yang berjudul “Peran Pegawai
Pencatat NIkah (PPN) dalam Mengatasi Perkawinan di Bawah Umur (Study Kasus di Desa Petung dan Kantor Urusan Agama Kecamatan Pakis
Dalam penelitian tersebut terdapat empat rumusan masalah, yaitu:
1) Bagaimanakah konsep perkawinan di bawah umur dalam fiqh dan
perundang-undangan?
2) Bagaimanakah pelaksanaan perkawinan di bawah umur di Desa Petung
Pakis Kabupaten Magelang?
3) Apakah pelayanan perkawinan di KUA Pakis sudah sesuai dengan
peraturan yang berlaku?
4) Bagaimanakah peran Pegawai Pencatat Nikah dalam mengatasi
perkawinan di bawah umur di Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang? Adapun hasil penelitian dari rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut:
1) Fiqh tidak mengatur tentang batas usia sesorang boleh menikah namun
terdapat ketentuan fiqh yang mengatur tentang wajibnya mentaati peraturan pemerintah sehingga menurut fiqh perkawinan di bawah umur dilarang. Menurut perundang-undangan perkawinan di bawah tidak hanya melanggar Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 tetapi juga melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak, sehingga harus di cegah.
2) Perkawinan di bawah umur di Desa Petung dipengaruhi oleh 6 faktor.
3) Terdapat inkonsistensi pelayanan perkawinan di Kantor Urusan Agama Kecamatan Pakis dalam hal pembiayaan nikah. Banyak faktor yang mengkondisikan hal ini, Faktor yang dimaksud antara lain rendahnya APBN untuk oprasional KUA dan pelaksanaan akad nikah di luar kantor KUA dan di luar jam kerja.
4) Usaha-usaha PPN untuk meminimalisir perkawinan di bawah umur
adalah dengan meningkatkab prosedur pemeriksaan berkas calon prngantin dan mensosialisasikan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dalam acara keagamaan dan pada saat memberikan nasehat nikah.
2) Skripsi karya Iva Farida Rohmah Jurusan Hukum Keluarga Islam Fakultas
Syariah IAIN Salatiga 2017 yang berjudul “Perlindungan Orang Tua
Terhadap Perkawinan di Bawah Umur (Studi Kasus di Desa Gianti
Kecamatan Candimulya Kabupaten Magelang)”.
Dalam penelitian tersebut terdapat tiga rumusan masalah sebagai berikut:
1) Bagaimana proses pelasanaan perkawinan dibawah umur di desa
Giyanti, Kecamatan Candi Mulyo, Kabupaten Magelang?
2) Bagaimana bentuk dan dampak dari perlindungan orang tua terjadap
perkawinan dibawah umur didesa Giyanti, Kecamatan Candi Mulyo, Kabupaten Magelang?
3) Bagaiman perspektif hukum Islam dan Hukum positif terhadap
Adapun hasil penelitian dari rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut:
1) Proses pelaksanaan perkawinan di bawah umur di Desa Giyanti adalah
dengan melaksanakan pernikahan siri terlebih dahulu setelah umur kedua belah pihak mencapai batas yang ditentukan oleh Undang-Undang Perkawinan makan dilakukan pernikahan secara sah di KUA Kecamatan Candimulya.
2) Bentuk dan dampak perlidungan orang tua terhadap perkawinan di
bawah umur di Desa Giyanti adalah sebagai berikut:
a. Bentuk perlindungan oran tua terhadap perkawinan di bawah umur
di Desa Giyanti adalah perlindungan fisik, perlindungan ekonomi dan perlidungan psikologi
b. Dampak yang ditimbulkan dari pernikahan di bawah umur tersebut
adalah tidak menumbuhkan kesungguhan berusahauntuk mencari rizki tidak terbentuk rumah tangga yang mandiri dan tidak terpenuhinya hak dan kewajiban suami istri
3) Ditinjau dari proses pelaksanaan perkawinan yang tidak sesuai dengan
3. Skripsi karya Muhammad Masmudi Jurusan Hukum Keluarga Islam
Fakultas Syariah IAIN Salatiga 2017 yang berjudul “Pernikahan Usia
DiniFaktor dan Implikasinya persfektif Hukum Islam (Studi Kasus di Dusun Ngronggo Kelurahan Kumpul Rejo Kecamatan Argomulya Kota Salatiga)”.
Dalam penelitian ini terdapat 3 rumusan masalah sebagai berikut:
1) Apa faktor-faktor penyebab terjadinya pernikahan usia dini di Dusun
Ngronggo, Kelurahan Kumpulrejo, Kecamatan Argomulyo,Kota Salatiga?
2) Bagaimana implikasi pernikahan usia dini di Dusun Ngronggo,
Kelurahan Kumpulrejo, Kecamatan Argomulyo,Kota Salatiga?
3) Bagaiamana hukum pernikahan usia dini di Dusun Ngronggo,
Kelurahan Kumpulrejo, Kecamatan Argomulyo, Kota Salatiga menurut perspektif hukum Islam?
Adapun hasil dari penelitian tersebut sebagai berikut:
1) Praktek pernikahan usia dini di Dusaun Ngronggo Kelurahan Kumpil Rejo Kecamatan Argomulya Kota Salatiga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaiut rendahnya tingkat pendidikan, minimya wawasan agama dan pergaulan sosial.
pendidikan yang rendah, berkurangnya nilai sosial dalam berinteraksi antar sesama serta rumah tangga yang kurang harmonis .
3) Pernikahan usia dini yang terjadi di Dusun Ngronggo adalah pernikahan yang harus ditekan dengan mempertimbangkan maslahah dan mudhorotnya. Karena dampak negatif pernikaha usia dini yang terjadi di Dusun Ngronggo lebih banyak dirasakan daripada dampak positifnya.
Dari beberapa skripsi yang telah penulis paparkan di atas, terdapat perbedaan dengan skripsi yang penulis kerjakan. Adapun perbedaan tersebut terletak pada rumusan masalah, yaitu:
1. Apakah faktor yang mendorong pernikahan di bawah umur di Desa
Gladagsari Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali?
2. Bagaimana upaya yang dilakukan Pemerintah Desa Gladagsari dalam
meminimalisir perrnikahan di bawah umur?
3. Bagaimana bentuk perlindungan Pemerintah Desa Gladagsari terhadap
anak yang melakukan pernikahan di bawah umur?
G. Metode Penelitian
Metode dalam hal ini diartikan sebagai salah satu cara yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan alat-alat tertentu,
sedangkan penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan,
1. Jenis Penilitian dan Pendekatan
Jenis penelitian yang digunakan adalah Field Research, yaitu terjun
langsung ke lapangan guna mengadakan penelitian pada obyek yang di bahas (Hadi, 1981:4). Penelitian ini juga menggunakan pendekatan
fenemologi yang berusaha memahami fenomena terjadinya pernikahan di bawah umur. Fakta-fakta yang di temukan di lapangan sewaktu melakukan penelitian akan di kaji dan di analisis. Kemudian fakta-fakta itu di cari titik kaitnya sehingga bisa menjadi kesimpulan umum. Penelitian dengan model seperti ini menuntut peneliti untuk terjun langsung mencermati fenomena pernikahan di bawah umur yang telah terjadi di Desa Gladagsari Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali.
2. Kehadiran peneliti
3. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini penulis memilih lokasi di Desa Gladagsari, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali, karena salah satu tempat yang cukup banyak terjadinya pernikahan di bawah umur, yaitu sebanyak sepuluh pasang.
4. Sumber Data
a) Data Primer
Data ini merupakan sejumlah keterangan-keterangan dan fakta langsung yang diperoleh dari lapangan melalui wawancara dengan pihak-pihak yang dipandang mengetahui obyek yang diteliti. Yaitu dengan mencari informan yang terprecaya dan mengetahui kondisi dari informan seperti keluarga, tetangga, orang-orang dekat, maupun langsung kepada subjek penelitian.
b) Data Sekunder
Data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka berupa buku,
leteratur, dokumen-dokumen resmi, Al-Qur‟an dan Al- Hadits yang
berhubungna dengan obyek masalah. 5. Prosedur Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah:
b. Wawancara (interview) adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara (Arikunto, 1998:145). Wawancara akan dilakukan terhadap pelaku maupun orang terdekat seperti, keluarga, tetangga, maupun pihak-pihak yang mengetahui praktik pernikahan di bawah umur di Desa Gladagsari.
c. Observasi, yaitu penelitian mengamati apakah benar ekspresi yang diperlihatkan subjek penelitian sesuai dengan respon verbal yang diberikannya (Mulyana, 2006:30)
Lebih lanjut menurut Patton (Poerwandari, 1998:23) hasil observasi menjadi data yang penting karena :
1) Penelitian akan mendapatkan pemahaman labih baik tentang konteks hal yang diteliti atau terjadi.
2) Observasi memungkinkan peniliti untuk bersikap terbuka, beroreantasi pada penemuan dari pada pembuktian, dan mempertahankan pilihan untuk mendekati masalah secara induktif. Dengan berada dalam situasi lapangan yang nyata, kecenderungan untuk dipengaruhi berbagai konseptualisasi tentang topik yang diamati akan berkurang.
informan dengan pasanganya, keadaan rumah, dan lingkungan tempat tinggal dan lainya.
6. Tehnik Analisa Data
Dalam penulisan ini, setelah data yang diperoleh, kemudian dianalisis dengan menggunakan metode yaitu :
a. Metode induksi, yaitu cara berfikir dari pernyataan yang bersifat
khusus untuk ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum.
b. Metode deduksi, yaitu cara berfikir dari pernyataan yang bersifat
umum untuk ditarik suatu kesimpulan yang bersifat khusus.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam suatu penelitian, validitas data mempunyai pengaruh untuk mendapatkan data yang valid diperlukan suatu teknis untuk memeriksa keabsahan suatu data. Keabsahan data dalam penilitian ini menggunakan
teknik triangulasi sumber, menurut Patton (2002:180) berarti
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informaasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif (Moleong, 2002:178).
8. Tahap-Tahap Penelitian
informan yaitu pelaku pernikahan di bawah umur, keluarga dan Pemerintah Desa. Tahap terakhir yaitu penyusunan laporan atau penelitiaan dengan cara menganalisis data atau temuan kemudian memaparkan dengan narasi deskriptif.
H. Sistematika penulisan
Untuk memudahkan dalam pembahasan dan pemahaman yang lebih lanjut dan jelas dalam membaca penilitian ini, maka disusunlah sistematika penulisan penilitian ini, maka disusunlah sistematika penulisan penelitian ini sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan: Bab ini menerangkan Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Penegasan Istilah, Tinjaua Pustaka, Metode Penelitian yang berisi tentang Pendekatan dan Jenis Penelitian, Kehadiran Peneliti, Lokasi Penelitian, Sumber Data, Prosedur Pengumpulan Data, Analisis Data, Pengecekan Keabsahan Data, Tahap-Tahap Penelitian dan Sitematika Penulisan.
Bab II Landasan Teori: Bab ini berisi kajian pustaka tentang Pernikahan, konsep pernikahan, pernikahan di bawah umur, dan Peran Pemerintah terhadap Perlindungan Pernikahan di Bawah Umur
bawah umur dan bentuk perlindungan Pemerintah Desa Gladagsari terhadap anak yang menikah di bawah umur.
Bab IV Bab ini berisi tentang: Analisis data Penelitian faktor pendorong pernikahan di bawah umur di Desa Gladagsari, analisis upaya Pemerintah Desa Gladagsari untuk meminimalisir pernikahan di bawah umur dan analisis peran Pemerintah Desa Gladagsari terhadap anak yang menikah di bawah umur.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pernikahan
1. Pengertian Pernikahan
Kata nikah atau pernikahan sudah menjadi kosa kata dalam bahasa
Indonesia, sebagai padanan kata perkawinan (az-zawaj). Secara
terminology,ikah artinya suatu akad yang menghalakan pergaulan antara seorang laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim dan menimbulkan hak dan kewajiban antara keduanya.
Menurut Kompilasi Hukum Islam, perkawinan atau pernikahan yaitu akad
yang sangat kuat atau mitsaqan ghalizan untuk menaati perintah Allah dan
melaksanakannya adalah ibadah.
Adapun menurut syara`, nikah adalah akad serah terima antara
laki-laki dan perempuan dengan tujuan untuk saling memuaskan satu sama lainnya dan untuk membentuk rumah tangga yang sakinah serta masyarakat yang sejahtera (Tihami, 2009:8). Sebagaimana disebutkan di dalam UU No. 1 Tahun 1974 bab 1 pasal (1) bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dengan melihat kepada hakikat perkawinan itu merupakan akad
sebelumnya tidak dibolehkan, maka dapat dikatakan bahwa hukum asal dari pernikahan adalah boleh atau mubah.
Namun dengan melihat kepada sifatnya sebagai sunnah Allah dan sunnah Rosul, tentu tidak mungkin dikatakan bahwa hukum asal pernikahan itu hanya semata mubah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa melangsungkan akad pernikahan diperintah oleh agama dan dengan telah berlangsungnya akad pernikahan itu maka pergaulan laki-laki dengan perempuan menjadi mubah (Syarifudin, 2007:43).
Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. [QS. Ar-Ruum : 21]
b. Hadits Nabi Muhaammad SAW:
َ ْ ِن َلَمْكَت ْللها ِت َقَ ف ُت ْىَعلْا َ َّوَب َ ا اَذِا َ ِاا ُْْو ُللهَر َْا َر ،ر قهيىلا ة ياور ر ف و
.رِراَىلْا ِ ْ ِّنلا رِف َاا ِقَّتَيْلَ ف ،ِنْيِّتلا
Dan dalam riwayat Baihaqi disebutkan, Rasulullah SAW bersabda,
3. Hukum pernikahan (Sabiq, 1980:22)
a. Wajib
Bagi yang sudah mampu kawin, nafsunya telah mendesak dan takut terjerumus dalam perzinaan wajiblah dia kawin. Karena menjauhkan diri dari yang haram adalah wajib, sedang untuk itu tidak dapat dilakukan dengan baik kecuali dengan jalan kawin. . Imam Al-Qurtubi berkata bahwa para ulama tidak berbeda pendapat tentang wajibnya seorang untuk menikah bila dia adalah orang yang mampu dan takut tertimpa resiko zina pada dirinya. Dan bila dia tidak mampu, maka Allah SWT pasti akan membuatnya cukup dalam masalah rezekinya, sebagaimana firman-Nya :
ا ُمُهَ يِنْغُ ي ٰرَّتَح اًحاَكِن َنوُتِجَي َلا َنيِذَّلا ِ ِفْعَ تْسَيْلَو
ِهِلْضَف ْنِم ُهَّلل
Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri) nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. [Q.S. An-Nur (24) : 33]
b. Sunnah
Adapun bagi orang-orang yang nafsunya telah mendesak lagi mampu kawin, tetapi masih dapat menahan dirinya dari berbuat zina,
maka sunnahlah ia kawin. Berkata Imam Nawawi : “Ini adalah
madzhab kita (Syafi‟iyah) dan madzhab seluruh ulama, bahwa perintah
menikah di sini adalah anjuran, bukan kewajiban… dan tidak diketahui
seseorang mewajibkan nikah kecuali Daud dan orang-orang yang setuju dengannya dari pengikut Ahlu Dhahir (Dhahiriyah), dan riwayat dari
َث َلَُثَو رَنْ ثَم ِءاَسِّنلا َنِم ْمُكَل َباَط اَم اوُحِكْناَف رَماَتَيْلا يِف اوُطِسْقُ ا َّلاَأ ْمُتْفِخ ْنِإَو
اوُلوُعَ ا َّلاَأ رَنْدَأ َكِلَذ ْمُكُناَمْيَأ ْتَكَلَم اَم ْوَأ ًةَتِحاَوَ ف اوُلِتْعَ ا َّلاَأ ْمُتْفِخ ْنِإَف َعاَبُرَو
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap
(hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu
mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu batin kepada istrinya serta nafsunyapun tidak mendesak, haramlah ia
kawin. Qurthuby berkata : “Bila seorang laki-laki sadar tidak mampu membelanjai istrinya atau membayar maharnya atau memenuhi hak-hak istrinya, maka tidaklah boleh ia kawin, sebelum ia terus terang menjelaskan keadaannya kepada istrinya atau sampai datang saatnya ia mampu memenuhi hak-hak istrinya. Allah berfirman :
... اوُنِسْحَأَو ِةَكُلْهَّ تلا رَلِإ ْمُكيِتْيَأِب اوُقْلُ ا َلاَو ...
Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan dengan tanganmu sendiri. [Q.S. Al-Baqarah (2) : 195]
d. Makruh
makruh hukumnya jika karena lemah syahwat itu ia berhenti dari melakukan sesuatu ibadah atau menuntut sesuatu ilmu.
e. Mubah
Bagi laki-laki yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang
mewajibkan segera kawin atau karena alasan-alasan yang
mengharamkan untuk kawin, maka hukumnya mubah. 4. Tujuan pernikahan
Menurut Khoiruddin Nasution, (2005 : 37-38) setidaknya terdapat
5 tujuan pernikahan, yaitu sebagai berikut:
a. Memperoleh kehidupan sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Tujuan ini dapat dicapai secara sempurna apabila tujuan-tujuan lain dapat terpenuhi. Dengan ungkapan lain, tujuan-tujuan lain adalah sebagai pelengkap untuk memenuhi tujuan utama ini. Dengan tercapainya tujuan reproduksi, tujuan memenuhi kebutuhan biologis, tujuan menjaga diri, dan ibadah, dengan sendirinya insya Alla tercapai pula ketenangan, cinta dan kasih sayang. Inilah yang dimaksud dengan tujuan lain sebagai pelenklap untuk mencapai tujuan pokok atau utama.
b. Reproduksi/regenerasi
Tujuan yang kedua ini untuk mengembangbiakan ummat manusia (reproduksi) di muka bumi dapat dilihat dalam beberapa ayat dan hadis di bawah ini:
1) Asy-Syura (42): 11 “Manusia dan binatang diciptakan secara
2) An-Nisa‟ (4): 1. “Allah menciptakan kamu dari seorang diri,
kemudian daripadanya menciptakan isterinya dan dari keduanya
mengemabangbiakan manusia laki-laki dan perempuan”.
3) . Hadis Nabi yang memerintahkan untuk menikah dengan pasangan
yang penuh kasih dan subur (produktif).
c. Pemenuhan kebutuhan biologis
Tujuan ketiga, pemenuhan biologis (seksual) dapat dlihat dalam beberapa ayat:
1) Surat al-Baqarah (2): 187:“Dihalalkan pada malam hari puasa
bercampur dengan isteri-isterimu, mereka pakaian bagimu dan
kamu pakaian bagi mereka”.
2) Surat al-Baqarah (2): 223:” Isteri-isterimu seperti tanah tempat
kamu becocok tanam, datangilah tempat bercocok tanam itu
bagaimana saja kamu mau”
d. Menjaga kehormatan
Tujuan keempat dari perkawinan ialah untuk menjaga kehormatan. Dimaksud dengan kehormatan ialah kehormtan diri sendiri, anak dan keluarga.
e. Ibadah
“seseorang yang melakukan perkawinan sama dengan seseorang yang
melakukan setengah agama”.
Nas ini sangat tegas menyebut bahwa melakukan perkawinan adalah bagian dari melakukan agama. Melakukan perintah dan anjuran agama tentu bagian dari ibadah. Dengan demikian maka menjadi jelas bahwa melakukan perkawinan adalah bagian dari ibadah. Nas lain sekalipun tida secara tegas tetapi makna tersirat, misalnya hadis Nabi Muhammad saw yang mempunyai harapan pribadi agar umatnya dapat berjumlah banyak pada akhir zaman nanti. Pada dasarnya hadis ini menjelaskan tujuan reproduksi dalam perkawinan, yaitu untuk meneruskan keturunan dan memperbanyak ummat Muhammad, bukan tujuan ibadah. Tetapi dengan mengikuti sunnah Nabi sama artinya dengan melakukan ibadah. Oleh karena itu menjadi jelas bahwa dengan menjalanakan perkawinan sebagaibagian dari melakukan snnah Nabi Muhammad saw berarti juga melakukan ibadah.
5. Rukun dan Syarat Pernikahan a. Menurut Islam
Menurut syariat agama Islam, setiap perbuatan hukum harus
memenuhi dua unsur, yaitu rukun dan syarat. Rukun ialah unsur pokok dalam setiap perbuatan hukum, sedangkan syarat ialah unsur pelengkap dalam setiap perbuatan hukum.
1) Calon mempelai pria (Munir, 2007:34), syarat- syaratnya: a) Beragama Islam;
b) Laki-laki;
c) Tidak karena dipaksa;
d) Tidak beristri empat orang (termasuk istri yang dalam iddah raj‟i);
e) Bukan mahram perempua calon istri;
f) Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istrinya; g) Mengetahui bahwa calon istri itu tidak haram baginya;
h) Tidak sedang berihram haji atau umrah; i) Jelas orangnya;
j) Dapat memberikan persetujuan; k) Tidak terdapat halangan perkawinan.
2) Calon mempelai perempuan (Munir, 2007:34), syarat- syaratnya: a) Beragama Islam;
b) Perempuan;
c) Telah mendapat izin dari walinya (kecuali wali mujbir); d) Tidak bersuami (tidak dalam iddah);
e) Bukan mahram bagi suami;
f) Belum pernah dili‟an (dituduh berbuat zina) oleh calon suami; g) Jika ia perempuan yang pernah bersuami (janda), maka harus atas
kemauan sendiri, bukan karena dipaksa siapa pun; h) Jelas ada orangnya;
3) Wali (Soemiyati, 1982:43) syarat-syaratnya: a) Dewasa dan berakal sehat;
b) Laki-laki; c) Muslim; d) Merdeka; e) Berpikiran baik; f) Adil;
g) Tidak sedang melaksanakan ihram haji atau umrah. 4) Dua orang saksi (Syarifudin, 2006:83) syarat-syaratnya:
a) Dua orang laki-laki; b) Beragama Islam; c) Sudah dewasa; d) Berakal; e) Merdeka; f) Adil;
g) Dapat melihat dan mendengar;
h) Faham terhadap bahasa yang digunakan dalam akad nikah; i) Tidak sedang mengerjakan ihram haji atau umrah.
5) Ijab dan Qabul (Ali, 2006:21) syaratnya:
a) Adanya pernyataan mengawinkan dari wali;
b) Adanya pernyataan penerimaan dari calon mempelai pria; c) Memakai kata-kata nikah atau semacamnya;
e) Aantara ijab qabul jelas maksudnya;
f) Orang yang terikat dengan ijab tidak sedang melaksanakan haji atau umroh;
g) Majelis ijab dan qabul itu harus dihadiri oleh minimal 4 orang, calon mempelai pria atau yang mewakili, wali dari mempelai wanita atau yang mewakili dan dua orang saksi.
b. Menurut Kompilasi Hukum Islam
Rukun dan syarat sahnya pernikahan menurut Kompilasi Hukum Islam secara keseluruhan sama dengan yang terdapat dalam agama Islam, karena berasal dari rujukan yang sama pula, yaitu Al-Qur`an dan Hadits. Adapun rukun dan syarat pernikahan dalam Kompilasi Hukum Islam dituangkan dalam Bab IV pasal 14 sampai dengan pasal 38.
Selain itu, dalam pasal 4 Kompilasi Hukum Islam juga disebutkan tentang syarat sahnya pernikahan, yang berbunyi:
“Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan”.
c. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tidak mengatur secara tegas tentang rukun dan syarat sahnya pernikahan. Akan tetapi dalam pasal 2 telah dijelaskan bahwa:
(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
B. Pernikahan Dini
1. Pengertian Pernikahan Dini a. Menurut Islam
Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan yang belum baligh.
b. Menurut Undang-Undang
Pernikahan dini adalah pernikahan yang tidak sesuai dengan UU perkawinan bab 11 pasal 7 ayat 1 yang menyatakan bahwa perkawinan hanya dapat diizinkan jika pria sudah mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 tahun. Dengan demikian jika di bawah umur tersebut dinamakan pernikahan dini.
c. Menurut BKKBN
Pernikahan dini adalah pernikahan di bawah umur yang disebabkan oleh faktor sosial, pendidikan, ekonomi, budaya, faktor orang tua, faktor diri sendiri dan tempat tinggal.
d. Menurut Para Ahli
2. Batas Umur Pernikahan
Di dalam Undang-undang No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Bab
2 pasal 7 ayat 1 berbunyi “Perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria
sudah mencapai umur 19 tahun (sembilan belas) tahun dan pihak wanita
sudah mencapai umur 16 (enambelas) tahun. Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Agama No.11 tahun 2007 Tentang Pencatatan
Nikah Bab IV pasal 8 “Apabila seorang calon sumi belum mencapai umur
19 (sembilan belas) tahun dan seorang calon isteri belum mencapai umur
16 (enambelas) tahun, harus mendapat dispensasi dari pengadilan”. Pasal-pasal tersebut diatas sangat jelas sekali hampir tak ada alternatif penafsiran, bahwa usia yang diperbolehkan menikah di Indonesia
untuk laki-laki 19 (sembilan belas) tahun dan untuk wanita 16
(enambelas)tahun. Namun itu saja belum cukup, dalam tataran
implementasinya masih ada syarat yang harus ditempuh oleh calon pengantin (catin), yakni jika calon suami dan calon isteri belum genap berusia 21 (duapuluh satu) tahun maka harus ada ijin dari orang tua atau wali nikah, hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Agama No.11 tahun
2007 tentang Pencatatan nikah Bab IV pasal 7 “Apabila seorang calon
mempelai belum mencapai umur 21 (duapuluh satu) tahun, harus
penghulu bahwa kedua mempelai sudah mendapatkan ijin/restu orang tua mereka. Lain halnya jika kedua calon pengantin sudah lebih dari 21 (dua puluhsatu) tahun, maka para catin dapat melaksanakan pernikahan tanpa ada ijin dari orang tua/wali. Namun untuk calon pengantin wanita ini akan jadi masalah karena orang tuanya merupakan wali nasab sekaligus orang yang akan menikahkannya. Oleh karena itu ijin dan doa restu orang tua tentu suatu hal yang sangat penting karena akan berkaitan dengan salah satu rukun nikah yakni adanya wali nikah.
Dalam khazanah ilmu fiqh ada sebagian ulama tidak memberikan batasan usia pernikahan, artinya berapapun usianya tidak menghalangi sahnya pernikahan, bahkan usia belum baligh sekalipun, hal inilah yang
menjadi dasar jaman dahulu ada yang disebut istilah kawin gantung.
Namun mayoritas ulama di dunia Islam sepakat mencantumkan pembatasan usia nikah sebagai dasar yang dipakai di negara masing-masing.
3. Faktor-faktor Penyebab Pernikahan di Bawah Umur
a. Sebab dari anak
1) Faktor pendidikan
Hal yang sama juga jika anak yang putus sekolah tersebut menganggur. Dalam kekosongan waktu tanpa pekerjaan membuat mereka akhirnya melakukan hal-hal yang tidak produktif.Salah satunya adalah menjalin hubungan dengan lawan jenis, yang jika diluar kontrol membuat kehamilan di luar nikah.
2) Faktor telah melakukan hubungan biologis
Ada beberapa kasus, diajukannya pernikahan karena anak-anak telah melakukan hubungan biologis layaknya suami istri. Dengan kondisi seperti ini, orang tua anak perempuan cenderung segera menikahkan anaknya, karena menurut orang tua anak gadis ini, bahwa karena sudah tidak perawan lagi, dan hal ini menjadi aib.
3) Faktor hamil sebelum menikah
Ini berbeda dari faktor penyebab di atas, karena jika kondisi anak perempuan itu telah dalam keadaan hamil, maka orang tua cenderung menikahkan anak-anak tersebut.Bahkan ada beberapa kasus, walau pada dasarnya orang tua anak gadis ini tidak setuju dengan calon menantunya, tapi karena kondisi kehamilan si gadis, maka dengan terpaksa orang tua menikahkan anak gadis tersebut.
kawin. Ini semua tentu menjadi hal yang sangat dilematis. Baik bagi anak gadis, orang tua bahkan hakim yang menyidangkan.
Karena dengan kondisi seperti ini, jelas-jelas perkawinan yang akan dilaksanakan bukan lagi sebagaimana perkawinan sebagaimana yang diamanatkan UU bahkan agama. Karena sudah terbayang di hadapan mata, kelak rona perkawinan anak gadis ini kelak. Perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan rasa cinta saja kemungkinan di kemudian hari bias goyah, apalagi jika perkawinan tersebut didasarkan keterpaksaan .
b. Sebab dari luar anak
1) Faktor pemahaman agama
Ada sebagian dari masyarakat kita yang memahami bahwa jika anak menjalin hubungan dengan lawan jenis, telah terjadi pelanggaran agama.Dan sebagai orang tua wajib melindungi dan mencegahnya dengan segera menikahkan anak-anak tersebut.
Ada satu kasus, dimana orang tua anak menyatakan bahwa jika anak menjalin hubungan dengan lawan jenis merupakan satu:
“perzinahan”. Oleh karena itu sebagai orang tua harus mencegah hal tersebut dengan segera menikahkan. Saat mejelishakim menanyakan anak wanita yang belum berusia 16 tahun tersebut, anak tersebut pada dasarnya tidak keberatan jika menunggu dampai usia 16 tahun yang tinggal beberapa bulan lagi. Tapi orang tua
dilaksanaka.Bahwa perbuatan anak yang saling sms dengan anak
laki-laki adalah merupakan “zina”. Dan sebagai orang tua sangat
takut dengan azab membiarkan anak tetap berzina
2) Faktor ekonomi
Kita masih banyak menemui kasus-kasus dimana orang tua terlilit hutang yang sudah tidak mampu dibayarkan. Dan jika si orang tua yang terlilit hutang tadi mempunyai anak gadis, maka
anak gadis tersebut akan diserahkan sebagai “alat pembayaran”
kepada si piutang. Dan setelah anak tersebut dikawini, maka lunaslah hutang-hutang yang melilit orang tua si anak.
3) Faktor adat dan budaya
Di beberapa belahan daerah di Indonesia, masih terdapat beberapa pemahaman tentang perjodohan.Dimana anak gadisnya sejak kecil telah dijodohkan orang tuanya. Dan akan segera dinikahkan sesaat setelah anak tersebut mengalami masa menstruasi. Padahal umumnya anak-anak perempuan mulai menstruasi di usia 12 tahun. Maka dapat dipastikan anak tersebut akan dinikahkan pada usia 12 tahun, jauh di bawah batas usia minimum sebuah pernikahan yang diamanatkan UU.
4. Dampak Pernikahan di Bawah Umur
perkawinan yang tidak disadari,Mempunyai dampak pada terjadinya perceraian(Lily Ahmad, 2008).
Pernikahan Dini atau menikah usia muda, memiliki dampak negative dan dampak positif pada remaja tersebut. Adapun dampak paernikahan dini adalah sebagai berikut:
a. Dari Segi Psikologis
Secara psikis anak juga belum siap dan mengerti tentang hubungan seks, sehingga akan menimbulkan truma psikis berkepanjangan dalam jiwa anak yang sulit dissebuhkan. Anak akan murung dan menyesali hidupnya yang berakhir pada perkawinan yang dia sedari tidak mengeti atas putusan hidupnya. Selain itu, ikatan perkawinan akan menghilangkan hak anak untuk memperoleh pendidikan ( Wajib belajar 9Tahun), hak bermain dan menikmati waktu luangnya serta hak-hak lainnya yang melekat dala diri anak (Deputi, 2008:14).
b. Dari Segi Sosial
c. Dari Segi Kebidanan
Perempuan terlalu mudah untuk menikah di bawah umur 20 Tahun beresiko terkena kangker rahim. Sebab pada usia remaja, sel-sel leher rahim belum matang (Dian Lutyfiyati, 2008:34).
d. Dampak Terhadap Hukum
C. Pemerintah Desa
Kepala Desa adalah pemimpin dari desa di Indonesia. Kepala desa merupakan pimpinan dari pemerintah desa. Masa jabatan kepala desa adalah 6 tahun dan dapat diperpanjangkan lagi untuk 1 kali masa jabatan berikutnya. Kepala desa tidak bertanggung jawab kepada camat, namun hanya dikoordinasikan saja oleh Camat.
1. Tugas kepala desa
Sesuai ketentuan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Kepala Desa bertugas menyelenggarakan pemerintahan desa, melakasakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.
2. Wewenang kepala desa
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, kepala desa berwenang:
a. Meminpin penyelenggaraan pemerintahan desa;
b. Mengangkat dan memberhentikan perangkat desa;
c. Memegang kekuasaan pengelolaan keuangan dan aset desa;
e. Membina ketentraman dan ketertiban masyarakat desa; serta
f. Mengintregasikannya agar mencapai perekonomian skala prduktif
untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat desa;
g. Mengembangkan sumber pendapatan desa;
h. Mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagaian kekayaan
negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa;
i. Mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat desa;
j. Memanfaatkan teknologi tepat guna;
k. Mengoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif;
l. Mewakili desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk
kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai peraturan perundang-undangan; dan
m. Melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3. Hak kepala desa
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud kepala desa berhak:
a. Mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa;
b. Mengajukan rancangan dan menetapkan peraturan desa;
c. Menerima penghasilan tetap setiap bulan tunjangan dan enerimaan
lain yang sah serta mendapat jaminan kesehatan;
e. Memberikan mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban lainnya pada perangkat desa.
4. Kewajiban kepala desa
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, kepala desa berkewajiban:
a. Memegang teguh dan mengamalkan pancasila melaksanakan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta membertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika;
b. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa;
c. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat desa;
d. Menaati dan menegakan peraturan perundan-undangan;
e. Melaksanakan kehidupan demokrasi dan keadilan gender;
f. Melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang akuntable,
transparan, prfesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme;
g. Menjalin kerja sama dan koordinasi dengan seluruh pemangku
kepentingan di desa;
h. Menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang baik;
i. Mengelola keuangan dan aset desa;
j. Melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
desa;
l. Mengembangkan perekonomian maysarakat desa;
m. Membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat desa;
n. Memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di desa;
o. Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan
ligkungan hidup; dan
BAB III
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Letak Geografis Desa Gladagsari
a. Batas Wilayah Desa
Desa Gladagsari merupakan salah satu dari 20 desa yang ada dalam wilayah kerja Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Desa Kaligentong
Sebelah Timur : Desa Candi
Sebelah Selatan : Desa Tanduk
Sebelah Barat : Desa Kembang
b. Luas Wilayah Desa
Luas tanah Desa Gladagsari adalah 298.7085 Ha, terdiri dari:
Tanah Pekarangan : 74.7085 Ha
Tanah Tegalan : 210.36 Ha
Lain-lain : 10.6400 Ha
2. Demografi
a. Kependudukan
1167 Kepala Keluarga (KK). Adapun rinciannya adalah 2.494 warga berjenis kelamin laki-laki dan 2.432 berjenis kelamin perempuan. Sehingga kalau digambarkan dalam bentuk tablel adalah sebagai berikut:
Tabel 1.1
Tabel jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah Presentase
1 Laki-laki 2.494 50.6 %
2 Perempuan 2.432 49.4 %
Jumlah 4.926 100 %
Sumber Data: Monografi Desa Gladagsari Januari 2018
Dari semua jumlah penduduk Desa Gladagsari yang berjumlah 4.926 jiwa itu mendiami area yang dibagi dalam 8 RW dan 23 RT. Jumlah penduduk tersebut belum termasuk mereka yang masih di bawah umur 5 tahun (balita), atau dengan kata lain jumlah ini hanya meliputi mereka yang sudah duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) hingga manula.
Dengan demikian, data statistik yang ada di Desa Gladagsari tersebut merupakan data yang bersifat relatif, yang masih saja bisa berubah-ubah.
b. Pendidikan
Dari data yang ditemukan, terdapat 2 orang yang melampaui pendidikan formal jenjang Magister atau Strata II, menyusul Strata I sebanyak 152 orang, Program Akademi/Diploma III sebanyak 88 orang, Diploma I/II sebanyak 44 orang, SLTA/sederajat sebanyak 1.063 orang, SLTP/sederajat sebanyak 903 orang, tamat SD/sederajat sebanyak 1.328 orang, belum tamat SD/sederajat 624 orang. Sedangkan yang tidak/belum sekolah terdapat 722 orang. Sehingga kalau digambarkan dalam bentuk tabel adalah sebagai berikut:
Tabel 1.2
Tabel Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Formal
No Pendidikan Jumlah Presentase
1 Tidak/Belum Sekolah 722 14.60%
2 Belum Tamat SD/Sederajat 624 12.67%
3 Tamat SD/SEderajat 1.328 26.95%
4 SLTP/Sederajat 903 18.33%
5 SLTA/Sederajat 1.603 32.54%
6 Diploma I/II 44 0.89%
7 Akademi/Diploma III 88 1.78%
8 Strata I 152 3.08%
9 Strata II 2 0.04%
Jumlah 4.926 100%
Sumber Data: Monografi Desa Gladagsari Januari 2018
terbukti dengan banyaknya jumlah penduduk Desa Gladagsari yang menempuh pendidikan tinggi.
c. Status Perkawinan
Dari data penelitian yang dilakukan pada tanggal 16 Januari 2018 di Kantor Kepala Desa Gladagsari Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali, terdapat 1.955 penduduk Desa Gladagsari yang belum kawin dan sebanyak 2.676 penduduk yang telah kawin. Sedangkan penduduk yang telah cerai mati dan cerai hidup masing-masing berjumlah 66 orang dan 229 orang. Adapun kalau digambarkan dalam tabel adalah sebagai berikut:
Tabel 1.3
Tabel Penduduk Menurut Status Perkawinan
No Status Perkawinan Jumlah Presentase
1 Belum Kawin 1.955 39.85%
2 Kawin 2.676 54.32%
3 Cerai Hidup 66 1.34%
4 Cerai Mati 229 4.65%
Jumlah 4.926 100%
Sumber Data: Monografi Desa Gladagsari Januari 2018
d. Sosial budaya
sebuah penerimaan budaya luar tidak selalu dilewati dengan jalan mudah dan langsung diterima oleh masyarakat, akan tetapi bila perubahan dapat menerima kedudukan tradisi dan budaya luar, maka dengan sendirinya budaya luar itu akan diikuti dan dijalankan oleh masyarakat setempat.
Begitu juga sebaliknya, sebuah budaya yang sudah ada sejak nenek moyang mereka terdahulu, akan sangat sulit untuk ditinggalkan atau diganti budaya lain. Kalaupun bisa, proses perubahan pun akan terasa sulit dan memakan waktu yang sangat lama, karena harus melewati banyak tantangan untuk merubahnya dengan kebudayaan-kebudayaan yang baru. Terkadang suatu masyarakat untuk memperthankan dan memperjuangkan suatu kebudayaan yang telah ada sejak leluhur mereka terdahulu, harus mengorbankan harta dan benda, agar budaya tersebut tetap lestari ataupun tetap ada hingga akhir hayat mereka. Akan tetapi, masyarakat Desa Gladagsari bisa dikategorikan sebagai masyarakat yang kurang peduli akan kebudayaan yang ditinggalkan leluhur mereka. Karena masyarakat Gladagsari melirik budaya-budaya yang datang dari luar, seperti pertunjukan musik dan lain-lain. Hal tersebut terjadi karena perubahan kebudayaan yang tradisional menjadi kebudayaan yang modern.
e. Agama
hidup masyarakat yang mempertahankan kultur organisme yang cukup kuat. Dalam menjalani kehidupan beragama sebagai umat Islam, masyarakat
Gladagsari umumnya megikuti aliran Ahlus Sunnah Wal Jamaah dan
menganut mazhab Syafi‟i. Beberapa orgnisme keagamaa seperti
Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama yang bertujuan memurnikan agama
sesuai Al-Qur‟an dan Hadits Nabi serta meningkatkan kualitas dan kuantitas
orang muslimin tumbuh subur dan banyak pengikutnya di Desa Gladagsari.
B. Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan di Bawah Umur di Desa Gladagsari Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Muhammad Fajrin
selaku Mudin Desa Gladagsari pada hari Senin, tangal 16 Januari 2018, di Desa Gladagsari Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali terdapat 10 pasang yang melakukan pernikahan di bawah umur. Perkawinan tersebut terjadi dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2013-2017). Adapun faktor penyebab terjadinya perkawinan di bawah umur tersebut bermacam-macam. Sebanyak 9 pasang menikah di bawah umur karena hamil di luar nikah, dan hanya ada 1 pasang yang menikah di bawah umur karena keinginan diri sendiri dan juga orang tua.
1. Faktor hamil di luar nikah
memaksa anak tersebut untuk melakukan perkawinan di bawah umur, untuk menutupi aib keluarga. Kasus ini cukup banyak terjadi di Desa Gladagsari Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali. Ada 9 pasang anak yang menikah di bawah umur.
Salah satu narasumber yang penulis wawancarai adalah Anggrek yang menikah di usia 15 tahun. Anggrek menjelaskan bahwa dia terpaksa menikah di bawah umur karena pergaulan bebas, terlalu sering pergi berduaan dengan pacar ke tempat-tempat sepi, sehingga
keblabasan melakukan zina sampai beberapa kali sehingga
menyebabkan dirinya hamil. Karena tidak ingin menanggung malu, dia segera menikah siri dengan pacarnya, dan setelah anaknya lahir baru menikah secara resmi di KUA, tepat di usianya yang ke 16 tahun, batas minimal dibolehkannya perempuan menikah menurut undang-undang (Wawancara dengan narasumber, Anggrek, pada tanggal 12 Maret 2018 pukul 18.30 WIB).
2. Faktor keinginan diri sendiri dan orang tua
Mawar dan Semar menikah pada tahun 2013 yang lalu. Mereka menyampaikan bahwa lebih baik menikah dini daripada berpacaran terlalu lama. Baru 4 bulan berpacaran, anak gadis yang hanya tamat di bangku SMP ini menjelaskan bahwa dirinya merasa sudah mantab untuk menikah, dan siap menjadi ibu rumah tangga meskipun calon suaminya berusia 8 tahun lebih tua darinya (Wawancara dengan narasumber, Mawar, pada hari Senin tanggal 12 Maret 2018 pukul 19.00 WIB).
Setelah wawancara dengan Mawar, penulis juga melakukan wawancara dengan ibunya yang bernama Melati. Ibu Melati
menjelaskan bahwa beliau khawatir anaknya akan salah
pergaulan,seperti hamil di luar nikah. Beliau menambahkan bahwa anaknya sudah berpacaran selama 4 bulan, kemudian tunangan. Selang 1 bulan kemudian anaknya dinikahkan dengan pacarnya. Hal ini untuk menghindari zina yang mana bisa merusak nama baik keluarga (Wawancara dengan narasumber, Ibu melati, pada hari Senin tangal 12 Maret 2018 pukul 19.15 WIB).
C. Upaya Pemerintah Desa Gladagsari Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Dalam Meminimalisir Pernikahan di Bawah Umur
Untuk meminimalisir terjadinya pernikahan di bawah umur,
Pemerintah Desa Gladagsari Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali melakukan berbagai macam upaya sebagai berikut:
memberikan nasehat berupa masukan dan suntikan motivasi kepada para calon mempelai bahwa pernikahan di bawah umur tidak dibolehkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Pegawai Pencatat Nikah (PPN) memberikan arahan-arahan bahwa perkawinan di bawah umur tidak dapat dicatatkan. Adapun batas minimal seseorang diperbolehkan untuk melangsungkan pernikahan telah diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1
Tahun1974 yang berbunyi: “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak
pria sudah mencapai 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur
16 tahun”.
Apabila para calon mempelai tetap memaksakan diri untuk
melangsungkan pernikahan, maka Pegawai Pencatat Nikah
b. Melakukan sosialisasi kepada orang tua.
Sosialisasi ditempuh dengan dua jalur, yaitu secara lisan dan secara tulisan.Secara lisan dilakukan oleh Kepala Desa pada saat mengisi sambutan-sambutan dalam berbagai macam acara di Desa Gladagsari. Sosialisasi secara lisan tidak hanya dilakukan oleh Kepala Desa. Tetapi juga bisa disampaikan oleh perangkat-perangkat desa di bawahnya, seperti ketua RT, ketua RW, dan lain-lain. Sosialisai biasanya dilakukan pada acara-acara keagamaan, misalnya pada saat peringatan maulid nabi, kumpulan remaja masjid (remas), dan bisa juga disampaikan pada saat kumpulan RT, posyandu, dan sebagainya.
Adapun sosialisai secara tulisan berupa brosur-brosur, seperti dampak perkawinan di bawah umur, bahaya pergaulan bebas, penyebarluasan undang-undang perlindungan anak, dan sebagainya. Sosialisai berupa tulisan biasanya ditempel di majalah dinding (madding) di setiap sudut dusun, maupun di tempat-tempat strategis lainnya.
c. Ditangguhkan Surat Nikah jika memang sudah terlanjur melakukan
pernikahan di bawah umur.
Gladagsari agar masyarakat yang melakukan perkawinan di bawah umur atau yang akan melakukan perkawinan di bawah umur mempunyai efek jera, karena jika hal tersebut terjadi harus melalui prosedur yang susah dan memerlukan biaya yang tidak sedikit.
d. Memperketat aturan perkawinan di bawah umur.
Upaya selanjutnya yang dilakukan Pemerintah Desa Gladagsari adalah dengan cara memperketat aturan perkawinan di bawah umur. Pemerintah Desa bekerja sama dengan Kantor Urusan Agama, apabila ada masyarakat yang hendak melangsungkan perkawinan di bawah umur, maka diwajibkan menempuh jalur hukum ke Pengadilan Agama Boyolali untuk mendapat dispensasi nikah.
e. Peningkatan pemahaman agama.
Peningkatan pemahaman agama merupalam salah satu upaya
yang dilakukan Pemerintah Desa Gladagsari untuk meminimalisir pernikahan di bawah umur. Cara ini ditempuh dengan menggalakkan
Taman Pendidikan al-Qur‟an (TPQ) bagi anak-anak yang masih
D. Bentuk Perlindungan Pemerintah Desa Gladagsari Terhadap Anak
Yang Melakukan Pernikahan di Bawah Umur
BAB IV
ANALISIS
A. Analisis Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan di Bawah Umur di
Desa Gladagsari Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali
Berdasarkan hasil penelitian di Desa Gladagsari Kecamatan Ampel
Kabupaten Boyolali terdapat dua faktor penyebab terjadinya pernikahan di bawah umur, yaitu hamil di luar nikah dan faktor keinginan diri sendiri dan orang tua. Situasi hamil di luar nikah ini sangat menyulitkan oran tua dan remaja yang disangkutkan.
Kehamilan di luar nikah membuktikan bahwa seorang anak tidak
dapat mengambil keputusan yang baik dalam pergaulanya. Salah satu dampak negatif dari remaja yang hamil diluar nikah adalah putus sekolah. Seperti kasus yang terjadi di Desa Gladagsari remaja tersebut tidak memperoleh penerimaan sosial dari lembaga pendidikanya, sehingga harus di keluarkan dari sekolah. Selain itu anak yang hamil di luar nikah mendapat cemoohan dari masyarakat adapun dampak sosial lainya yaitu pengucilan, diskriminasi sosial, trauma, kehilangan berbagai hak dan depresi hebat.
Depresi merupakan suatu bentuk gangguan efektif yang gejala
cenderung tidak bahagia dan sering terlibat dalam masalah, seakan-akan hilang harapan untuk hidup dimasa depan yang lebih baik.
Anak yang mengalami depresi tidak mau berbicara dengan
orang-orang menutup diri, berfikir negatif tentang diri sendiri dan tentang orang-orang lain, sehingga hidup sangat berat dan melihat masalah lebih besar dari dirinya. Anak menjadi pesimis kehilangan rasa percaya diri dan tidak mempunyai semangat hidup.
Rasa berdosa terhadap Tuhan dan menganggap kalau dirinya sudah
terhina, tidak pantas menghadap kepada Tuhan Yang Maha Esa, ini juga akan selalu bergejolak dalam diri anak tersebut. Jadi disini dari satu masalah hamil di luar nikah semua mendapatkan dampaknya, baik itu pelaku keluarga atau masyarakat.
Adapun solusi agar tidak terjadi hamil di luar nikah antara lain:
1. Perlunya kasih sayang dan perhatian dari orang tua dari apapun 2. Adanya pengawasan dari orang tua yang tidak mengekang
3. Membiarkan anak bergaul dengan teman sebaya yang hanya beda umur 2 atau 3 tahun baik lebih tua darinya
4. Pengawasan yang perlu dan intensif terhadap media komunikasi seperti televise internet radio dan telephone.
5. Perlunya bimbingan kepribadian sekolah karena sebagai siswa anak lebih banyak menghabiskan di lingkunan sekolah
6. Perlunya pembelajaran agama sejak dini.
8. Sebagai orang tua harus menjadi tempat curhat yang nyaman bagi si anak.
Berdasarkan hasil penelitian, selain faktor hamil di luar nikah, terdapat satu faktor lain yang menyebabkan terjadinya perkawinan di bawah umur, yaitu faktor keinginan sendiri dan pihak orang tua.
Menurut penulis, seorang anak tidak mungkin melangsungkan perkawinan di bawah umur tanpa restu orang tua, seperti pada kasus yang menimpa Mawar. Mawar dan Semar melangsungkan perkawinan di bawah umur dengan alasan mencegah zina, begitu juga dengan alasan yang dikemukakan Ibu Melati (orang tua Mawar). Apapun alasannya, perkawinan tersebut dari tinjauan berbagai aspek sangat merugikan kepentingan anak dan sangat membahayakan kesehatan anak.
Adapun dampak hukum pernikahan dini atau perkawinan dibawah umur adalah sebagai berikut:
1. Adanya pelanggaran terhadap UU No. 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan. Pasal 7 (1) Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.
2. Adanya pelanggaran terhadap UU No. 23 tahun 2002 tentang
kemampuan, bakat dan minatnya dan; 2.) mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.
B. Analisis Upaya Pemerintah Desa Gladagsari Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Dalam Meminimalisir Pernikahan di Bawah Umur
Untuk meminimalisir terjadinya pernikahan di bawah umur, Pemerintah Desa Gladagsari Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali melakukan berbagai macam upaya sebagai berikut:
a. Tahap awal dengan dinasehati oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN)
pada saat mendaftar dan ternyata masih di bawah umur.
b. Melakukan sosialisasi kepada orang tua agar anak-anaknya dapat
melanjutkan pendidikan ke yang lebih tinggi, paling tidak sampai lulus SMA/sederajat.
c. Ditangguhkan Surat Nikah jika memang sudah terlanjur melakukan
pernikahan di bawah umur.
d. Memperketat aturan perkawinan di bawah umur.
e. Peningkatan pemahaman agama.
Untuk menceah terjadinya pernikahan dini, pemerintah desa harus berkomitmen serius dalam menegakkan hukum yang berlaku terkait pernikahan anak di bawah umur sehingga pihak-pihak yang ingin melakukan pernikahan dengan anak di bawah umur berpikir dua kali terlebih dahulu sebelum melakukannya. Selain itu, pemerintah desa harus semakin giat mensosialisasikan undang-undang terkait pernikahan anak di bawah umur beserta sanksi-sanksi bila melakukan pelanggaran dan menjelaskan resiko-resiko terburuk yang bisa terjadi akibat pernikahan anak di bawah umur kepada masyarakat. Diharapkan dengan upaya tersebut, masyarakat tahu dan sadar bahwa pernikahan anak di bawah umur adalah sesuatu yang salah dan harus dihindari.
Upaya pencegahan pernikahan anak dibawah umur dirasa akan semakin maksimal bila anggota masyarakat turut serta berperan aktif dalam pencegahan pernikahan anak di bawah umur yang ada di sekitar mereka. Sinergi antara pemerintah dan masyarakat merupakan jurus terampuh sementara ini untuk mencegah terjadinya pernikahan anak di bawah umur sehingga kedepannya di harapkan tidak akan ada lagi anak yang menjadi korban akibat pernikahan tersebut dan anak-anak Indonesia bisa lebih optimis dalam menatap masa depannya kelak.
C. Analisis Bentuk Perlindungan Pemerintah Desa Gladagsari Terhadap Anak Yang Melakukan Pernikahan di Bawah Umur
sosial, dalam berbagai bidang kehidupan dan penghidupan. Anak wajib dilindungi agar mereka tidak menjadi korban tindakan siapa saja (individu/kelompok, organisasi swasta atau pemerintah) baik secara langsung maupun tidak langsung. Anak haruss dibantu oleh orang lain dalam melindungi diriya sendiri, mengingat situasi dan kondisinya.
Perlindungan hukum terhadap anak yang melakukan perkawinan sangat penting untuk diterapkan. Perlindungan seoran anak telah diterapkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak. Dalam Pasal 1 Ayat (2) menyatakan perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hal-haknya agar hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dnan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28B Ayat (2) menyatakan setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan kembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 menyatakan hak dan kewajiban seorang anak adalah setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secaa wajar sesuai dengan hakat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.