• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan dengan perilaku swamedikasi penggunaan produk vitamin oleh ibu-ibu di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Hubungan tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan dengan perilaku swamedikasi penggunaan produk vitamin oleh ibu-ibu di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta - USD Repository"

Copied!
197
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN TINGKAT PENDAPATAN DENGAN PERILAKU SWAMEDIKASI PENGGUNAAN PRODUK

VITAMIN OLEH IBU-IBU DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh : Henny Puspitasari NIM : 048114027

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

P ER SEM B AH AN

When God prepares to do something wonderful, He begins with a difficulty

When He plans to do something very wonderful, He begins with an impossibility

Henny tak akan m enyerah Pada apapun juga

Sebelum Henny coba sem ua yang Henny bisa

Tetapi Henny berserah kepada kehendak-M u Hati Henny percaya Tuhan punya rencana...

K upersembahkan karya ini

U ntuk B apa, Y esus K ristus, dan R oh kudus

atas kasih dan penyertaan-N ya yang sempurna.. U ntuk papa, mama, cie N ovi, Fanny dan kokoku Andreas

atas doa, dukungan dan cintanya padaku.... U ntuk teman-teman dan Almamaterku....

(5)

v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Henny Puspitasari

Nomor Mahasiswa : 048114027

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

“Hubungan Tingkat Pendidikan dan Tingkat Pendapatan dengan Perilaku Swamedikasi Penggunaan Produk Vitamin oleh Ibu-ibu di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 30 Januari 2008

Yang menyatakan

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 2 Januari 2008 Penulis

(7)

vii PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan anugerah dan karunia-Nya, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Hubungan Tingkat Pendidikan dan Tingkat Pendapatan dengan Perilaku Swamedikasi Penggunaan Produk Vitamin oleh Ibu-ibu di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta” dapat terselesaikan dengan baik

Penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada program studi Ilmu Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi bukanlah hal yang mudah, hanya dengan bantuan dan dukungan berbagai pihak penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu menjadi sahabat setia menemani dan memberikan penulis kekuatan baru setiap harinya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi dan dosen penguji yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian ini serta memberikan saran dan masukannya yang berharga.

(8)

viii

4. Bapak dr. Harimat Hendarwan, M.Kes., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, saran dan pengarahan selama persiapan usulan penelitian, pelaksanaan penelitian hingga penyusunan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Sulasmono, Apt., selaku dosen penguji yang telah memberi masukan, saran dan kritik dalam penyusunan skripsi ini.

6. BAPEDA Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang berkenan memberikan ijin penelitian kepada penulis

7. Masyarakat pedukuhan Dlingo, Ngangin-angin, Dukuh, Penjalin, Sogan I, Sogan II, Durungan, Beji yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. 8. Masyarakat Wirobrajan, Pakuncen, Demangan, dan Baciro khususnya RW 2 dan

RW 8 yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

9. Papa, Mama, Ci Novi, Ko Allen, Fanny yang telah memberikan doa, dorongan, cinta, semangat dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 10. Kokoku Andreas atas perhatian, dukungan, cinta, semangat, dan bantuan yang

telah diberikan selama ini.

11. Semua teman-teman seperjuanganku, Limdra, Rissa, Pipin, Tice, Ana, Fandi dan Ari atas semua bantuan, kerjasama, dukungan dan semangatnya. Maaf kalau selama ini banyak terjadi kesalahan.

12. Erlin atas semangat, bantuan, dukungan, dan suka duka yang dibagi bersama selama ini.

(9)

ix

Putri) untuk dukungan, doa, dukungan, keceriaan dan kebersamaan yang diberikan kepada penulis.

14. Teman-teman Komselku Ci Yeyen, Agnes, Ci Jenny, Caca, Yaya untuk, doa, semangat, keceriaan dan kebersamaan selama ini.

15. Sahabat-sahabatku di Semarang (Gephien, Alun, Leny, Ci Sarinah, Irene) untuk dukungan, doa dan semangat yang diberikan kepada penulis.

16. Anak-anak angkatan 2004 khususnya minat FKK atas kekompakan dan keceriaan yang diberikan.

17. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih sangat jauh dari sempurna karena keterbatasan pikiran, waktu dan tenaga. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini menjadi lebih baik. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca maupun bagi perkembangan dunia kesehatan.

(10)

x INTISARI

Swamedikasi adalah pemilihan dan penggunaan obat-obatan tanpa resep dokter oleh masyarakat untuk mengobati atau mencegah penyakit yang dapat dikenali sendiri. Produk vitamin termasuk obat bebas walaupun dalam perkembangannya masuk dalam food supplement. Tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan berpengaruh dalam perilaku swamedikasi.

Penelitian ini termasuk penelitian non eksperimental deskriptif dan analitik dengan rancangan cross sectional. Teknik pengambilan sampel dengan klaster multi tahap. Instrumen yang digunakan kuisioner dan pedoman wawancara. Data kualitatif dianalisis secara deskriptif disajikan dalam bentuk tabel dan diagram. Data kuantitatif dianalisis denganchi square.

Karakteristik responden: umur 36-40 (21,3%), menikah (98,4%), SLTA (39,3%), pendapatan <Rp.1.500.000 (59%), ibu rumah tangga (48,4%), analisis kualitatif: pengobatan dengan obat tradisional (23,8%), batuk, sakit kepala, flu, demam (43,4%), keuntungan lebih murah dan cepat (43,4%), kerugian tidak ada (72,9%), alasan penggunaan untuk menjaga kesehatan (37,7%), kondisi sehat (50%), sumber informasi iklan TV (39,3%), produk yang sering digunakan Vitamin C IPI® dan Redoxon® (10,6%), frekuensi penggunaan setiap hari (satu kali) (30,3%), membeli di apotek (84,4%), kemasan utuh (98,4%), membaca informasi pada kemasan (94,3%), efek daya tahan tubuh meningkat (27,1%). Analisis kuantitatif: terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan dan tindakan; tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan sikap; tidak terdapat hubungan antara tingkat pendapatan dengan pengetahuan, sikap dan tindakan.

(11)

xi ABSTRACT

Self medication is an alternative and the use of medicine without doctor’s recipe by the people to cure or prevent disease that could be recognized by their self. Vitamin product is a limitless medicine that become in a group of food supplement. Education level and income stage have a relationship in the self medication.

This research is a non analytic experimental and descriptive with cross sectional plan. The technique of picking sample in this research is multi section cluster and the instrument that used is questioner and interview. The qualitative data have been descriptively analyzed and served in tables and diagrams. The quantitative data is have been analyzed through chi square.

The respondent analysis (in their ages) 36-40 (21,3%), married (98,4%), senior high school (39,3%), income <Rp.1.500.000 (59%), housewife (48,4%), The result of qualitative research: medication using traditional medicine (23,8%), cough, headache, influenza, and fever (43,4%), benefit; cheaper and faster (43,4%), disadvantage; nothing (72,9%), the reason to keep healthy (37,7%), healthy (50%), source from TV advertising (39,3%), Product that often used is Vitamin C IPI®and Redoxon® (10,6%), the frequency of consuming vitamin product everyday (once) (30,3%), buy in a dispensary (84,4%), buy in a package (98,4%), read the medicine information (94,3%), always healthy-not get sick easily (27,1%). The quantitative: there is a relationship between education level with knowledge and action, there is no relationship between education level and attitude; there is no relationship between economical stage with knowledge, attitude and action.

(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PRAKATA... vii

INTISARI ... x

ABSTRACT... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xxi

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiii

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Permasalahan... 5

2. Keaslian Penelitian ... 6

3. Manfaat Penelitian ... 8

(13)

xiii

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 10

A. Swamedikasi (self-medication)... 10

1. Swamedikasi ... 10

2. Upaya peningkatan kerasionalan penggunaan obat di masyarakat.. 12

3. Golongan obat untuk swamedikasi ... 13

B. Food Supplement... 15

C. Vitamin... 15

D. Perilaku Kesehatan... 25

1. Teori Weber... 26

2. Teori Adopsi Rogers... 27

3. Ranah Perilaku... 28

E.. Proses Keputusan Pembelian... 30

F. Pendidikan... 31

G. Pendapatan... 32

H Landasan Teori... 33

I Hipotesis... 34

BAB III METODE PENELITIAN... 38

A. Jenis Rancangan Penelitian ... 38

B. Variabel Penelitian ... 39

C. Definisi Operasional ... 39

(14)

xiv

E. Besar Sampel dan Teknik Sampling... 42

F. Lokasi Penelitian... 46

G. Waktu Penelitian... 47

H. Instrumen Penelitian... 47

1. Pedoman Wawancara... 47

2. Kuesioner... 48

I. Tata Cara Penelitian... 50

1. Analisis Situasi... 50

2. Pembuatan Instrumen... 51

3. Pengambilan Data Kuesioner dan Wawancara... 54

4. Tata Cara Pengolahan Data ... 55

J. Analisis Hasil... 56

1. Analisis data kuatitaif... 56

2. Analisis data kualitatif ... 57

K. Kesulitan Penelitian... 57

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 59

A. Gambaran Karakteristik Responden... 59

1. Umur Responden... 59

2. Status Pernikahan... 60

3. Pendidikan Responden... 60

(15)

xv

5. Jumlah Pendapatan ... 62

B. Pola Perilaku Swamedikasi Menggunakan Produk Vitamin ... 64

1. Swamedikasi secara umum... 64

2. Penggunaan Produk Vitamin... 69

C. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan pengetahuan, sikap dan tindakan responden dalam swamedikasi menggunakan produk vitamin... 84

1. Kategori Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan (Analisis Univariat).. 84

2. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pengetahuan, sikap dan tindakan responden dalam swamedikasi menggunakan produk vitamin... 87

D. Hubungan Tingkat Pendapatan dengan pengetahuan, sikap dan tindakan responden dalam swamedikasi menggunakan produk vitamin... 92

1. Hubungan tingkat pendapatan dengan pengetahuan... 93

2. Hubungan tingkat pendapatan dengan sikap... 94

3. Hubungan tingkat pendapatan dengan tindakan... 95

E. Rangkuman Pembahasan... 96

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN... 101

A. Kesimpulan ... 101

(16)

xvi

(17)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Keuntungan dan Kerugian Peningkatan Perilaku Swamedikasi... 11

Tabel II. Angka Kecukupan Gizi vitamin A,D,E, K dan C Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1593/Menkes/SK/XI/2005... 18

Tabel III. Angka Kecukupan Gizi Vitamin B1,B2,B3,B6,B9dan B12 Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1593/Menkes/SK/XI/2005... 19

Tabel IV. Jumlah dan distribusi sampel di Kabupaten/Kota... 43

Tabel V. Kabupaten dan Kota di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.... 44

Tabel VI. Profil Kuesioner... 49

Tabel VII. Distribusi Umur Responden... 59

Tabel VIII. Kategori Tingkat Pendidikan Responden... 61

Tabel IX. Kategori Tingkat Pendapatan Responden... 63

Tabel X. Pemahaman Responden tentang Swamedikasi... 64

Tabel XI. Penyakit yang dapat Diobati dengan Swamedikasi... 65

Tabel XII. Keuntungan Swamedikasi... 66

Tabel XIII. Kerugian Swamedikasi... 68

Tabel XIV. Efektifvitas Swamedikasi yang Dilakukan... 69

(18)

xviii

Tabel XVI. Kondisi Menggunakan Produk Vitamin... 71

Tabel XVII. Nama Produk Vitamin*)... 74

Tabel XVIII. Komposisi Produk Vitamin Secara Umum... 75

Tabel XIX. Frekuensi Penggunaan Produk Vitamin... 76

Tabel XX. Anggota Keluarga yang Menggunakan Produk Vitamin... 76

Tabel XXI. Alasan Pemilihan Produk Vitamin... 77

Tabel XXII. Alasan Membeli di Tempat Tertentu... 78

Tabel XXIII. Pernah/tidaknya Responden Membaca Kemasan ProdukVitamin. 81 Tabel XXIV. Jenis-jenis Informasi yang Dibaca pada Kemasan………. 82

Tabel XXV. Pemahaman Informasi yang Dibaca Responden pada Kemasan… 82 Tabel XXVI. Efek yang Dirasakan dari Pemberian Produk Vitamin... 83

Tabel XXVII Hasil Uji Analisis Univariat Pengetahuan Responden…………... 84

Tabel XXVIII. Uji Normalitas Variabel Pengetahuan... 85

Tabel XXIX. Kategori Nilai Pengetahuan Responden 85 Tabel XXX. Hasil Uji Analisis Univariat Sikap Responden... 85

Tabel XXXI. Uji Normalitas Variabel Sikap... 86

Tabel XXXII. Kategori Nilai Sikap Responden... 86

Tabel XXXIII. Hasil Uji Analisis Univariat Tindakan Responden... 86

Tabel XXXIV. Uji Normalitas Variabel Tindakan... 87

(19)

xix

Tabel XXXVI. Distribusi Proporsi Pengetahuan Responden Berdasarkan

Kategori Tingkat Pendidkan... 88 Tabel XXXVII. Hasil UjiChi-Square Hubungan antara Tingkat Pendidikan

dengan Pengetahuan Swamedikasi Penggunaan Produk Vitamin. 88 Tabel XXXVIII. Distribusi Proporsi Sikap Responden Berdasarkan Kategori

Tingkat Pendidikan... 89 Tabel XXXIX. Hasil UjiChi-Square Hubungan antara Tingkat Pendidikan

dengan Sikap Swamedikasi Penggunaan Produk Vitamin... 90 Tabel XXXX. Distribusi Proporsi Tindakan Responden Berdasarkan Kategori

Tingkat Pendidkan... 91 Tabel XXXXI. Hasil UjiChi-Square Hubungan antara Tingkat Pendidikan

dengan Tindakan Swamedikasi Penggunaan Produk Vitamin... 91 Tabel XXXXII. Distribusi Proporsi Pengetahuan Responden Berdasarkan

Kategori Tingkat Pendapatan... 93 Tabel XXXXIII. Hasil UjiChi-Square Hubungan antara Tingkat Pendapatan

dengan Pengetahuan Swamedikasi Penggunaan Produk Vitamin 94 Tabel XXXXIV. Distribusi Proporsi Sikap Responden Berdasarkan Kategori

Tingkat Pendapatan... 94 Tabel XXXXV. Hasil UjiChi-Square Hubungan antara Tingkat Pendapatan

(20)

xx

Tabel XXXXVI. Distribusi Proporsi Tindakan Responden Berdasarkan Kategori Tingkat Pendapatan... 95 Tabel XXXXVII. Hasil UjiChi-Square Hubungan antara Tingkat Pendapatan

(21)

xxi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Langkah-langkah dalam mengembangkan intervensi efektif yang bertujuan untuk peningkatan penggunaan obat yang

rasional di masyarakat (WHO, 2004)... 12

Gambar 2. Pengubahan Masalah dalam Penggunaan Obat... 13

Gambar 3. (a) Teori aksi Weber dan (b) Parsons (Sarwono, 1997)... 26

Gambar 4. Proses Terbentuknya Sikap... 29

Gambar 5. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pengetahuan Swamedikasi dalam Menggunakan Produk Vitamin... 35

Gambar 6. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Sikap Swamedikasi dalam Menggunakan Produk Vitamin... 35

Gambar 7. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tindakan Swamedikasi dalam Menggunakan Produk Vitamin... 35

Gambar 8. Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Pengetahuan Swamedikasi dalam Menggunakan Produk Vitamin... 36

Gambar 9. Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Sikap Swamedikasi dalam Menggunakan Produk Vitamin... 37

(22)

xxii

Gambar 11.Profil Sampel yang Diperoleh dengan Teknik Klaster Multi

(23)

xxiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian BAPEDA... 112 Lampiran 2. Surat izin Penelitian Pemerintah Kota Yogyakarta... 113 Lampiran 3. Surat Izin Penelitian Kecamatan Gondokusuman... 115 Lampiran 4. Surat Izin Penelitian Kecamatan Wirobrajan………... 116 Lampiran 5. Surat Izin Penelitian Kelurahan Baciro……… 118 Lampiran 6. Surat Izin Penelitian Baciro RW 8………... 119 Lampiran 7. Surat Izin Penelitian Demangan RW 2………. 120 Lampiran 8. Surat Izin Penelitian Demangan RW 8……….. 121 Lampiran 9. Surat Izin Penelitian Pakuncen RW 2... 122 Lampiran 10. Surat Izin Penelitian Pakuncen RW 8... 123 Lampiran 11. Surat Izin Penelitian Wirobrajan RW 2……… 124 Lampiran 12. Surat Izin Penelitian Wirobrajan RW 8……… 125 Lampiran 13. Surat Izin Penelitian Kabupaten Kulon Progo……… 126 Lampiran 14. Surat Izin Penelitian Kecamatan Wates Dusun Durungan... 127 Lampiran 15. Surat Izin Penelitian Kecamatan Wates Dusun Beji... 128 Lampiran 16. Surat Izin Penelitian Kecamatan Wates Desa Sogan………... 129 Lampiran 17. Besar Sampel untuk Estimasi Proporsi P Presisi Mutlak d

(24)

xxiv

Lampiran 18. Jumlah dan distribusi sampel tingkat kecamatan, tingkat

kelurahan/desa, tingkat RW/dusun... 131 Lampiran 19. Data Responden... ... 133 Lampiran 20. Pedoman Wawancara... 137 Lampiran 21. Hasil Wawancara... 141 Lampiran 22. Komposisi , kegunaan dan aturan pakai produk vitamin... 151 Lampiran 23. Kuisioner Penelitian... 156 Lampiran 24. Hasil Uji Reliabilitas ... 159 Lampiran 25. Analisis univariat dan Uji Normalitas Pengetahuan ... 160 Lampiran 26. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pengetahuan... 161 Lampiran 27. Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Pengetahuan... 162 Lampiran 28. Analisis univariat dan Uji Normalitas Sikap... 163 Lampiran 29. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Sikap... 164 Lampiran 30. Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Sikap... 165 Lampiran 31. Analisis univariat dan Uji Normalitas Tindakan... 166 Lampiran 32. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tindakan... 167 Lampiran 33. Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Tindakan... 168 Lampiran 34. Logo Obat, Kode Registrasi, dan Contoh Obat Bebas, Bebas

Terbatas, Obat Keras... 169 Lampiran 35. Logo Obat, Kode Registrasi,dan Contoh Jamu, Herbal

(25)

1 BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Penelitian mengenai perilaku kesehatan dari Susenas yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik dengan Departemen Kesehatan RI tahun 2001 menunjukkan di antara penduduk yang mengeluh sakit 56,3% mencari pengobatan sendiri. Dari yang mengobati sendiri didapatkan 84,2% menggunakan obat modern, 28,7% menggunakan obat tradisional dan 8,5% menggunakan cara lainnya (Anonim, 2001a). Data di atas menunjukkan bahwa persentase penderita yang melakukan pengobatan sendiri atau swamedikasi relatif tinggi.

(26)

Suatu penelitian oleh Consumers Healthcare Products Association di Amerika Serikat menunjukkan populasi wanita dewasa lebih banyak daripada pria dalam melakukan pengobatan sendiri dan presentase tersebut semakin bertambah pada wanita dengan semakin bertambahnya usia. Sebanyak 66,6% wanita saling memberikan motivasi diantara mereka untuk memahami persoalan kesehatan dan masalah pengobatannya, sedangkan pada kelompok pria hal tersebut ditemukan hanya sebesar 58%. Sebanyak 82% wanita dan 71% pria mengakui menggunakan OTR untuk mengobati penyakit ringan yang sering mereka alami (Anonim, 2001b). Penelitian lain yang dilakukan di kota Yogyakarta mengungkapkan bahwa sebanyak 74,5% wanita melakukan swamedikasi dengan menggunakan obat demam bagi anak mereka untuk mengatasi demam pada anak (Rinukti dan Widayati, 2005). Dari penelitian yang telah dilakukan terlihat wanita lebih sering melakukan swamedikasi baik untuk dirinya sendiri maupun bagi anggota keluarganya dibandingkan dengan pria, oleh karena itu dalam penelitian ini menggunakan subyek ibu-ibu. Selain itu ibu mempunyai peran penting dalam tindakan swamedikasi untuk keluarganya.

(27)

Obat–obat yang dapat digunakan dalam swamedikasi adalah OTR. Obat tanpa resep adalah jenis obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter dan digunakan untuk mencegah maupun mengobati jenis penyakit yang pola pengobatannya dapat ditetapkan sendiri dan telah ditegaskan aman dan manjur bila digunakan mengikuti petunjuk penggunaan serta peringatan yang tertera dalam label (Tjay dan Rahardja, 2002), dan produk vitamin termasuk salah satu jenis OTR, walaupun dalam perkembangannya Badan POM mulai memasukkan produk vitamin ke dalam jenisfood supplementdan bukan golongan obat bebas.

Penelitian di Amerika Serikat mengungkapkan bahwa 60% wanita dan 46% pria menggunakan suplemen makanan, dan masing–masing sebanyak 30% dan 23% menyatakan menggunakannya sebagai salah satu metode pengobatan bagi penyakit ringan yang biasa dialami (Pal, 2002).

Laporan Fredonia Group mengungkapkan bahwa permintaan pasar Amerika Serikat tahun 2005 untuk suplemen makanan mencapai US $ 2545 juta. Untuk tahun 2010 diperkirakan permintaan pasar global untuk suplemen makanan meningkat sampai US $ 15,5 milyar, dengan permintaan pasar untuk produk vitamin diperkirakan mencapai US $ 4,2 milyar. Sedangkan permintaan pasar di Cina untuk produk vitamin pada tahun 2005 sebesar US $ 3,33 milyar, dan diperkirakan pada tahun 2015 meningkat sampai US $ 5,2 milyar (Douaud, 2006).

(28)

Seiring dengan gencarnya iklan suplemen makanan dan obat, baik di media cetak maupun elektronik, konsumsi masyarakat terhadap produk-produk tersebut cenderung meningkat berkaitan dengan gaya hidup, pola konsumsi, peningkatan derajat kesehatan, dan pencegahan penyakit.

Produk vitamin banyak dikonsumsi oleh masyarakat dengan berbagai maksud dan tujuan, diantaranya untuk menjaga kondisi tubuh agar tubuh tetap sehat dan untuk mengurangi kelelahan (Le Fever Kee and Hayes, 1997). Berkaitan dengan kepentingan perlu tidaknya mengkonsumsi produk vitamin untuk meningkatkan energi, memperpanjang umur dan memberikan perlindungan terhadap penyakit masih menjadi perdebatan dokter dan ahli gizi. Di satu pihak para dokter dan ahli gizi menyatakan bahwa makanan sehari-hari yang bervariasi akan memberikan semua jenis dan jumlah vitamin yang dibutuhkan, di pihak lain masyarakat sangat yakin bahwa vitamin akan menolong mereka hidup lebih sehat (Hutapea, 1993).

(29)

Hasil penelitian tentang swamedikasi pada vaginitis di Kota Yogyakarta tahun 2006 (Widayati, 2006) menunjukkan bahwa terdapat 71% ketidaksesuaian dalam aspek pengenalan penyakit dan 33% ketidaksesuaian dalam pemilihan obatnya. Dari penelitian ini terlihat bahwa di masyarakat masih terdapat ketidaksesuaian dalam perilaku swamedikasi, karena itu peneliti tertarik untuk meneliti perilaku swamedikasi dengan obyek lain yaitu penggunaan produk vitamin.

Pada penelitian ini diharapkan dapat mengetahui pola perilaku swamedikasi yang berkaitan dengan penggunaan produk vitamin serta mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan dengan pola perilaku swamedikasi dalam menggunakan produk vitamin khususnya di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Penelitian ini merupakan salah satu bagian dari penelitian payung yang berjudul “Pengembangan Model Edukasi untuk Peningkatan Kerasionalan Perilaku Swamedikasi Masyarakat di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta". Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kemitraan antara Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan LitBangKes Departemen Kesehatan RI Jakarta.

1. Permasalahan

a. Seperti apa karakteristik ibu-ibu pelaku swamedikasi yang menggunakan produk vitamin di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta?

(30)

c. Apakah terdapat hubungan antara tingkat pendidikan ibu-ibu pelaku swamedikasi dengan pengetahuan, sikap, dan tindakannya dalam menggunakan produk vitamin di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta? d. Apakah terdapat hubungan antara tingkat pendapatan ibu-ibu pelaku

swamedikasi dengan pengetahuan, sikap, dan tindakannya dalam menggunakan produk vitamin di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta?

2.Keaslian penelitian

Penelitian tentang produk vitamin pernah dilakukan oleh Gusmali (2000), yaitu mengenai kajian keamanan beberapa food supplement yang beredar di tiga kota besar berdasarkan informasi dari penandaan dan pengalaman. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan deskriptif, dengan cara melihat penandaan pada etiket, brosur, leflet, adventorial dan informasi pengguna food supplement. Hasil penelitian menunjukkan karakter konsumen suplemen makanan terbanyak perempuan 78,1%, usia 36-55 tahun 43,8%, pekerjaan swasta 39,1%, pendidikan tingkat sarjana 60,9%, pengalaman pemakaian kebanyakan konsumen mengkonsumsi satu produk 71,9%, dengan tujuan untuk menjaga kesehatan/meningkatkan stamina 69,4%, lama pemakaian 1-3 tahun 40,6%, efek samping hanya dialami beberapa orang 10,9%. Berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan, dalam rancangan penelitian, metode pengambilan data, subyek penelitian dan produk suplemen makanan.

(31)

hubungan antara pengetahuan dengan perilaku ibu yang mempunyai anak balita tentang pemberian suplemen multivitamin-mineral di Kelurahan Utan Kayu, Jakarta Timur. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan dan perilaku ibu yang mempunyai anak balita tentang pemberian suplemen multivitamin-mineral masih kurang dan terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan ibu-ibu yang mempunyai balita tersebut. Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini yaitu produk vitamin bukan untuk balita saja tetapi produk vitamin untuk balita, anak-anak maupun dewasa, lokasi penelitian, dan subyek penelitian yang digunakan.

(32)

3. Manfaat Penelitian a.Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan di bidang kesehatan mengenai perilaku swamedikasi dalam menggunakan produk vitamin.

b. Manfaat praktis

Penelitian ini merupakan penelitian awal (baseline survey) dari rangkaian penelitian yang dirancang untuk pengembangan modul edukasi tentang swamedikasi dalam menggunakan produk vitamin. Sehingga penelitian ini dijadikan dasar dalam mendesain modul edukasi yang sesuai bagi masyarakat untuk meningkatan perilaku swamedikasi dalam menggunakan produk vitamin.

Modul edukasi yang nantinya menjadi produk akhir, diharapkan dapat digunakan sebagai panduan bagi masyarakat untuk melakukan swamedikasi secara tepat dan benar.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

(33)

sesuai bagi masyarakat untuk meningkatkan perilaku swamedikasi dalam menggunakan produk vitamin.

2.Tujuan khusus

Secara khusus penelitian ini dilakukan untuk :

a. mengetahui karakteristik ibu-ibu pelaku swamedikasi dalam menggunakan produk vitamin di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

b. mengetahui pola perilaku ibu-ibu dalam swamedikasi menggunakan produk vitamin di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

c. mengetahui hubungan tingkat pendidikan ibu-ibu pelaku swamedikasi dengan pengetahuan, sikap, dan tindakannya dalam menggunakan produk vitamin di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

(34)

10 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Swamedikasi (self-medication)

1. Swamedikasi (self- medication)

Swamedikasi adalah bagian dari self-care. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 1998, swamedikasi didefinisikan sebagai pemilihan dan penggunaan obat–obatan (termasuk produk herbal dan obat tradisional) oleh individu untuk mengobati penyakit atau gejala yang dapat dikenali sendiri. Sesuai dengan pernyataan bersama antara World Self-Medication Industry (WSMI) dan Federation International Pharmaceutical (FIP),self-medication atau swamedikasi didefinisikan sebagai penggunaan obat–obatan tanpa resep dokter oleh masyarakat atas inisiatif mereka sendiri (Anonim, 1999).

Perilaku swamedikasi ini semakin meningkat dari tahun ke tahun. Data dari

Consumers Healthcare Products Association di Amerika tahun 2002 menunjukkan peningkatan penjualan obat tanpa resep dari tahun 1970 – 2000. Suatu survei yang pernah dilakukan di Amerika Serikat menyebutkan bahwa terjadi peningkatan perilaku swamedikasi di kalangan masyarakat dengan beberapa parameter yaitu: 1) tingkat kepuasan konsumen terhadap keputusan mereka sendiri dalam mengatasi

masalah kesehatannya

(35)

3) keyakinan bahwa obat tanpa resep aman digunakan apabila dipakai sesuai petunjuk

4) keinginan agar beberapa obat yang saat itu harus diperoleh dengan resep dokter, diubah menjadi tanpa resep

5) kesadaran membaca label sebelum memilih dan menggunakan obat tanpa resep, terutama mengenai aturan pakai dan cara pakai serta efek samping obat.

(Pal, 2002) Swamedikasi untuk gejala atau penyakit ringan dirasakan oleh penderita memberikan keuntungan, antara lain kepraktisan dan kemudahan melakukan tindakan pengobatan dan biaya yang dikeluarkan lebih murah (Rantucci, 1997). Beberapa keuntungan dan kerugian sehubungan dengan peningkatan perilaku swamedikasi terhadap penderita, dokter, apoteker, pengambil kebijakan dan industri farmasi dapat dilihat pada tabel I berikut ini (Sihvo, 2000).

Tabel I. Keuntungan dan Kerugian Peningkatan Perilaku Swamedikasi

Obyek Keuntungan Kerugian

Kenyamanan dan kemudahan akses Diagnosis tidak sesuai / tertunda Tanpa biaya periksa / konsultasi Pengobatan berlebihan / tidak

sesuai

Hemat waktu Kebiasaan menggunakan OTR

Empowerment Adverse Drug Reaction Ada indikasi yang tak terobati Pasien

Kenaikan biaya berobat

Penurunan beban kerja Tidak dapat melakukan monitoring terapi

Lebih banyak waktu untuk menangani kasus penyakit berat

Kehilangan kesempatan untuk konseling dengan pasien

Berkurangnya peran Dokter

Berkurangnya pendapatan Apoteker Perannya akan lebih dibutuhkan di

Apotek

Adanya konflik kepentingan antara bisnis dan etika profesi

Pengambil kebijakan Menghemat biaya kesehatan masyarakat

(36)

2. Upaya peningkatan kerasionalan penggunaan obat di masyarakat

Studi penggunaan obat menjadi bagian dalam proses untuk mengembangkan intervensi dan meningkatkan kesesuaian penggunaan obat di masyarakat (WHO, 2004a). Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam studi seperti pada gambar 1.

*

*

meningkatkan intervensi

Gambar 1: Langkah-langkah dalam mengembangkan intervensi efektif yang bertujuan untuk peningkatan penggunaan obat yang rasional di masyarakat (WHO, 2004a)

(37)

Memperbaiki diagnosis

Gambar 2. Pengubahan Masalah dalam Penggunaan Obat (Hubley, 1993)

3. Golongan Obat Untuk Swamedikasi (Obat Bebas, Bebas Terbatas, Obat

Wajib Apotek dan Obat Tradisional)

Obat-obatan yang dapat digunakan untuk swamedikasi meliputi obat bebas, obat bebas terbatas, OWA (Obat Wajib Apotek), dan obat tradisional. Obat bebas ditandai dengan lingkaran berwarna hijau dengan tepi lingkaran berwarna hitam (Anonim, 1983). Obat bebas umumnya berupa produk vitamin dan mineral dan beberapa analgetik-antipiretik. Obat bebas terbatas ditandai dengan lingkaran berwarna biru dengan tepi lingkaran berwana hitam (Anonim, 1983). Obat-obat yang umumnya masuk ke dalam golongan ini antara lain obat batuk, dan beberapa produk vitamin dan mineral. Obat Wajib Apotek merupakan obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter hanya oleh Apoteker di Apotek (Anonim, 1990). Obat-obat yang masuk golongan ini antara lain beberapa Obat-obat saluran cerna, Obat-obat saluran napas dan obat kulit, sedangkan produk vitamin tidak tercantum dalam OWA (Logo obat, kode registrasi, dan contoh obat terdapat pada lampiran 34).

4.Follow up

Mengukur perubahanoutcomes (evaluasi kuantitatif dan

kualitatif)

1. Pengukuran

Mengukur tindakan penggunaan obat

(studi deskriptif kuantitaif)

2. Diagnosis Mengidentifikasi masalah spesifik dan penyebabnya (studi kuantitatif dan studi

kualitatif)

3. Tindakan

Mendisain dan melakukan implementasi intervensi (mengumpulkan data dan

mengukuroutcome) Memperbaiki

(38)

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut,digunakan secara turun-temurun untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Jamu merupakan obat tradisional Indonesia. Obat herbal terstandar adalah obat bahan alam yang bahan bakunya telah di standarisasi dan telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik. Fitofarmaka adalah obat bahan alam yang bahan baku dan produk jadinya sudah distandarisasi serta telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik (Anonim, 2005). (Logo obat, kode registrasi, ,dan contoh obat terdapat pada lampiran 35)

Obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter untuk swamedikasi harus memenuhi kriteria, yaitu: 1) tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas usia 65 tahun, 2) pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit, 3) penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan, 4) penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia, 5) obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri (Anonim, 1993).

(39)

B. Food Supplement

Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor HK.00.05.23.3644 pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa suplemen makanan adalah produk yang dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi makanan, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino atau bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi dan efek fisiologis dalam jumlah terkonsentrasi (Anonim, 2004b).

Food Supplement atau Suplemen kesehatan atau disebut juga dietary supplement adalah produk kesehatan yang mengandung satu atau lebih zat yang bersifat nutrisi atau obat. Suplemen dikelompokkan menjadi vitamin, mineral, enzim, efek mirip hormon, antioksidan, dan herba (Olivia,Alam,Hadibroto, 2006). Kode pendaftaran suplemen makanan ditandai dengan SD berarti suplemen dalam negeri, SL berarti Suplemen Lisensi dan SI yang berarti suplemen impor. Suplemen makanan dapat berbentuk tablet, kapsul, pil, garanul, serbuk, jeli, dan larutan oral.

Vitamin sebenarnya dapat digunakan sebagai obat tidak hanya sebagai suplemen untuk pencegahan, perbaikan atau pemeliharaan (Huckleberry dan Rollins, 2004). Fungsi vitamin terutama sebagai koenzim, mengaktifkan bagian protein dari enzim yang diperlukan untuk pertumbuhan normal dan metabolisme (Sartono, 1993).

C. Vitamin

(40)

umumnya tidak dapat disentesis dalam tubuh manusia, sehingga harus disediakan dari sumber lain. Tetapi ada beberapa vitamin yang dapat dibuat didalam tubuh, dengan mengubahnya dari provitamin atau prekusor vitamin seperti vitamin A dengan provitamin karotin (Sediaoetama, 2004).

Tjay dan Rahardja (2002) menjelaskan penggunaan vitamin tambahan dilihat dari sudut pandang medis yaitu penggunaan vitamin tambahan hanya dibenarkan pada keadaan kekurangan, bila kebutuhan meningkat atau selama minum obat– obatan tertentu. Terdapat lima keadaan yang memerlukan vitamin yaitu sebagai berikut ini.

1. Keadaan defisiensi akibat kelainan metabolisme bawaan yang sangat jarang terjadi, keadaan malabsorpsi pada pecandu alkohol, anoreksia, diet ketat untuk melangsingkan tubuh, dan bisa terjadi pada penyakit usus kronis seperti gastritis, penyakit hati dan pankreas, serta diare.

2. Lansia (orang-orang di atas usia 60 tahun) semua proses faali dalam tubuh mulai mundur dan berlangsung lebih lambat. Sel-sel imun bekerja kurang efisien dan kurang mampu lagi mereparasi kerusakan. Akibat adanya perubahan dalam mukosa dan jonjot usus maka resorpsi vitamin dan elemen dari makanan ke dalam darah sering kali berkurang dan tidak optimal lagi, hal ini dapat menyebabkan terjadinya defisiensi mikronutrien penting tersebut. Sehingga lansia dianjurkan untuk menggunakan multivitamin (yang juga berisi mineral).

(41)

vegetarian, perokok dan olahragawan berat.

4. Pasien dengan penyakit kronis seperti Parkinson dan COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease). Obat-obat tertentu yang digunakan secara menahun dapat mengganggu resorpsi, sintesis, dan eksresi vitamin tertentu, seperti INH dan tetrasiklin (menghambat flora usus sehingga sintesa vtamin B2, B5, biotin, dan vitamin K terhenti). Di samping itu banyak obat mengurangi nafsu makan atau menimbulkan mual, sakit lambung, diare atau obstipasi, yang dapat menimbulkan berkurangnya pemasukan vitamin dengan makanan. 5. Penggunaan preventif dikarenakan pada tahun-tahun terakhir ini semakin

banyak ditemukan indikasi yang menyatakan bahwa berbagai vitamin dengan sifat anti oksidan.

Asupan vitamin yang yang diperlukan tubuh disebut Dietary Reference Intakes (DRIs). Dietary Reference Intakes ini disarankan oleh Food and Nutrition Board of the Institute of Medicine, National Academic Science.Dietary

Reference Intakes meliputi Jumlah vitamin dan yang diperlukan tubuh setiap harinya atau Recommended Dietary Allowance (RDA), Pemasukan vitamin yang cukup atau Adequate Intake (AIs), Dosis maksimal vitamin dalam sehari atau

Tolerable Upper Intake Level (UL), serta Rata- rata vitamin yang diperlukan oleh tubuh atau Estimated Average Requirement (EAR) (Huckleberry dan Rollins, 2004).

(42)

umur dan jenis kelamin untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan bagi bangsa Indonesia tercantum pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1593/Menkes/SK/XI/2005 seperti pada tabel II dan III.

Tabel II. Angka Kecukupan Gizi vitamin A, D, E, K dan C Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1593/Menkes/SK/XI/2005

Berdasarkan Umur Vit A

(43)

Tabel III. Angka Kecukupan Gizi Vitamin B1, B2, B3, B6, B9 dan B12

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1593/Menkes/SK/XI/2005

(44)

(thiamin, riboflavin, piridoksin, niacin, asam pantotenat, biotin dan asam folat) larut dalam air. Secara umum vitamin ini sedikit sekali disimpan di dalam tubuh, jika vitamin ini dalam jumlah berlebih akan dikeluarkan bersama urine (Huckleberry dan Rollins, 2004). a. Golongan Vitamin Larut Lemak

1) Vitamin A

Vitamin A penting untuk pemeliharaan sel kornea dan epitel dari penglihatan., membantu pertumbuhan gigi dan reproduksi (Sediaoetama, 2004). Di dalam tubuh, vitamin A berfungsi dalam beberapa bentuk ikatan kimia aktif, yaitu retinol (bentuk alkohol), retinal (aldehida), dan asam retinoat (bentuk asam) (Almatsier, 2003). Vitamin A stabil terhadap cahaya, panas, dan proses memasak yang biasa. Tetapi akan rusak pada suhu tinggi, pengeringan, oksidasi, dan sinar ultra violet (UV). Sumber vitamin A, antara lain susu, hati, kuning telur, minyak ikan, serta sayuran yang berwarna hijau dan kuning antara lain wortel, tomat, dan bayam (Slamet, 1997). Defisiensi vitamin A jarang terjadi, gejala-gejalanya antara lain buta malam, kornea mata mengering dan mengeras

(xeroftalmia) yang akhirnya timbul kebutaan, pembentukan selaput tanduk berlebihan (hiperkeratosis), atrofia mukosa. dan terhambatnya pertumbuhan pada anak-anak. Efek samping dari megadosis di atas 100.000 UI sehari secara kronis berupa mual, muntah, sakit kepala, halusinasi, dan kulit bersisik (Tjay dan Rahardja, 2002).

2) Vitamin D (Kalsiferol)

(45)

terhadap panas dan oksidasi (Sediaoetama, 2004). Sumber vitamin D, antara lain susu, hati, telur, ikan, dan minyak ikan (Sartono, 1993). Defisiensi vitamin D menyebabkan berkurangnya resorpsi kalsium dan fosfat yang penting bagi kerangka. Pada anak-anak perkembangan rangkanya terhenti (rakitis) dan pada orang dewasa terjadi osteomalasia. Efek samping pada overdosis ringan menyebabkan mual, muntah, diare, sakit kepala, letargi (rasa kantuk), haus, dan poliuria (Tjay dan Rahardja, 2002).

3) Vitamin E (Tokoferol)

Vitamin E berperan sebagai antioksidan yang melindungi membran sel dari kerusakan oksidatif. Vitamin E tidak berbau, tidak berwarna, stabil terhadap suhu dan asam, larut dalam lemak dan sebagian besar pelarut organik (Almatsier, 2003). Sumber vitamin E antara lain, minyak nabati, seperti minyak jagung, kedelai/kacang-kacangan, kelapa, hati, kuning telur, dan sayuran (Slamet, 1997). Defisiensi vitamin E dapat menyebabkan hemolisis sel-sel darah merah (Sediaoetama, 2004). Efek samping pada penggunaan megadosis di atas 300 UI sehari berupa gangguan saluran cerna, sakit kepala, rasa lemah, dermatitis kontak pada penggunaan lokal dan meniadakan efek vitamin K (Tjay dan Rahardja, 2002).

4) Vitamin K (Quinone)

(46)

bayam, dan kembang kol (Olivia dkk, 2006). Defisiensi vitamin K menyebakan darah sukar menggumpal. Efek sampingnya hanya terjadi pada dosis sangat tinggi dan berupa nyeri dada dan perubahan warna kulit (Tjay dan Rahardja, 2002).

b.Golongan Vitamin Larut Air 1) Vitamin B1 (Tiamin)

Vitamin B1 berfungsi sebagai koenzim penting dalam sistem metabolisme

karbohidrat, lemak dan protein (Almatsier, 2003). Sumber vitamin B1 antara lain

beras dan gandum utuh (terutama beras merah), kuning telur, ikan, kacang-kacangan dan polong-polongan (Olivia dkk, 2006). Vitamin B1 tidak stabil

terhadap panas, alkali, dan oksigen, tetapi stabil dalam larutan asam. Defisiensi vitamin B1, menyebabkan penyakit beri-beri yang gejalanya terutama tampak

pada sistem saraf dan kardiovaskular (Dewoto dan Wardhini, 2004). 2) Vitamin B2 (Riboflavin)

Vitamin B2 berfungsi sebagai komponen dalam koenzim Flavin Adenin

Dinukleotida (FAD) dan Flavin Adenin Mononukleotida (FMN) yang terlibat dalam reaksi oksidasi-reduksi berbagai jalur metabolisme energi dan mempengaruhi sel (Almatsier, 2003). Sumber vitamin B2 adalah daging, susu

telur, sayuran, ragi dan roti. Vitamin B2 stabil terhadap panas, oksigen, dan asam,

tetapi tidak stabil terhadap sinar UV dan alkali (Slamet, 1997). Defisiensi vitamin B2 biasanya timbul secara kronis dengan gejalanya antara lain lidah berwarna

merah dadu, erupsi kulit di sekitar hidung, rasa panas di bibir dan kelopak mata (Sediaoetama, 2004). Efek samping dari vitamin B2 adalah warna urin menjadi

(47)

3) Vitamin B3 (Asam Nikotinat)

Vitamin B3 berfungsi di dalam tubuh sebagai koenzim Nikotinamid

Adenin Dinukleotida (NAD) dan Nikotinamid Adenin Dinukleotida Fosfat NADP yang diperlukan dalam reaksi oksidasi-reduksi pada metabolismo protein, asam lemak pernapasan sel (Almatsier, 2003). Sumber vitamin B3 antara lain daging,

ikan, gandum dan kopi. Vitamin B3 stabil terhadap stabil terhadap panas, cahaya,

oksidasi, asam, dan alkali. Defisiensi vitamin B3 menyebabkan pelagra dan

gejala-gejala tidak berfungsinya saluran pencernaan dan susunan saraf pusat, kulit menjadi kasar, gangguan mental, diare, dan gangguan di mulut (Sartono, 1993). Efek samping penggunaan vitamin B3 dapat menyebabkan mual, muntah, diare, hepatotoksik, luka di kulit, dan hipertensi(Huckleberry dan Rollins, 2004).

4) Vitamin B5 (Asam Pantotenat)

Vitamin B5 adalah bagian koenzim A, yang diperlukan untuk metabolisme

karbohidrat dan lemak, dan protein (Almatsier, 2003). Sumber vitamin B5 antara

lain telur dan hati. Vitamin B5 tidak stabil terhadap asam, alkali, panas, dan

beberapa senyawa garam (Sartono, 1993). Defisiensi vitamin B5 menyebabkan

gejala nyeri otot, depresi, kelelahan, kerontokan rambut, dan insomnia (Olivia dkk, 2006). Efek samping penggunaan diatas 20 g dapat menyebabkan diare dan dehidrasi (Huckleberry dan Rollins, 2004).

5) Vitamin B6 (Piridoksin)

Vitamin B6 merupakan bagian dari koenzim Piridoksal Fosfat (PLP) dan

(48)

(Almatsier, 2003). Sumber vitamin B6 antara lain hati, susu, telur, ikan, kentang,

kacang-kacangan, pisang, dan kubis (Olivia dkk, 2006). Vitamin B6 stabil terhadap

panas, cahaya, dan oksidasi. Defisiensi vitamin B6 menyebabkan gejala

kejang-kejang pada bayi, kekurangan darah, dan gangguan kulit (Slamet, 1997). Efek sampingnya jarang terjadi, gejalanya yang timbul berupa reaksi alergi, penggunaan lama menyebabkan ataksia dan neuropati serius (Tjay dan Rahardja, 2002).

6) Vitamin B8/ Vitamin H (Biotin)

Vitamin B8 berfungsi sebagai koenzim dari berbagai penggunaan lemak

dan asam amino. Sumber vitamin B8 antara lain keju, hati, kembang kol, daging,

susu, pisang, tomat, telur (bagian kuningnya), dan kacang-kacangan. Defisiensi vitamin B8 dapat menimbulkan gangguan jantung, kurang nafsu makan, anorexia,

mual, depresi, sakit otot, lemah, kulit kering bersisik, dermatitis dan rambut rontok (Olivia dkk, 2006). Efek sampingnya jarang terjadi biasanya berupa reaksi alergi, juga gangguan lambung-usus, dan sukar tidur (Tjay dan Rahardja, 2002). 7) Vitamin B9 (Asam Folat)

Vitamin B9 berfungsi sebagai bahan pembentuk senyawa tetrahidrofolat,

koenzim yang diperlukan dalam sintesa DNA, dan pematangan sel darah merah (Sediaoetama, 2004). Sumber Vitamin B9 antara lain hati, daging, sayuran hijau,

telur, ikan, jeruk, dan kacang-kacangan (Olivia dkk, 2006). Vitamin B9 stabil

terhadap panas dan asam. Defisiensi Vitamin B9 terutama menyebabkan

(49)

8) Vitamin B12 (Sianokobalamin)

Vitamin B12 berperan dalam fungsi normal metabolisme semua sel,

terutama sel-sel saluran pencernaan, sistem saraf, dan sumsum tulang. Vitamin B12 juga bekerja sama dengan asam folat untuk proses-proses tubuh termasuk

sintesa DNA (Almatsier, 2003). Sumber vitamin B12 antara lain hati, daging, susu,

telur, ikan, sayur, kedelai, dan rumput laut (Olivia dkk, 2006). Vitamin B12

mudah rusak oleh alkali, asam, cahaya dan oksidasi. Defisiensi vitamin B12

menyebabkan anemia, gangguan pencernaan, kerusakan saraf (Slamet, 1997). 9) Vitamin C (Asam Askorbat)

Vitamin C berfungsi dalam pembentukan kolagen (protein bahan penunjang tulang rawan dan jaringan ikat), membantu absorpsi besi, sebagai antioksidan, dan penghasil senyawa transmitter saraf dan hormon tertentu (Almatsier, 2003). Sumber vitamin C antara lain jambu biji, jeruk, nanas, tomat, mangga, sirsak, bayam, brokoli, dan cabai (Olivia dkk, 2006). Vitamin C tidak stabil terhadap panas, alkali, dan oksidasi. Defisiensi vitamin C dapat menimbulkan scurvy dan gejala pendarahan, gigi tanggal, dan radang gusi (Sartono, 1993). Efek samping akibat penggunaan lama dari megadosis menyebabkan diare dan dapat menyebabkan batu ginjal (Tjay dan Rahardja, 2002).

D. Perilaku Kesehatan

(50)

diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu perilaku pemeliharaan kesehatan (Health Maintenance), perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan, atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (Health Seeking Behavior), dan perilaku kesehatan lingkungan (Notoadmojo, 2007).

Beberapa Teori yang sering digunakan untuk menganalisa perilaku kesehatan individu maupun suatiu kelompok masyarakat yaitu teori Weber dan Teori adopsi inovasi Rogers.

1. Teori Weber

Max Weber berpendapat bahwa individu melakukan suatu tindakan berdasarkan atas pengalaman, persepsi, pemahaman, dan penafsiran atas suatu objek stimulus atau situasi tertentu. Teori ini dikembangkan oleh Talcott dan Parsons, yang menyatakan bahwa aksi merupakan proses mekanik terhadap suatu stimulus bukan perilaku, sedangkan perilaku adalah suatu proses mental yang aktif dan kreatif. Menurut Parson bahwa tindakan individu dan kelompok dipengaruhi oleh sistem sosial, budaya, dan sistem kepribadian dari masing-masing individu (Sarwono,1997).

a.

b.

Gambar 3. (a) Teori aksi Weber dan (b) Parsons (Sarwono, 1997)

(51)

2. Teori adopsi inovasi Rogers

Menurut teori inovasi Rogers, secara implisit dalam proses perubahan perilaku adalah adanya suatu gagasan baru yang diperkenalkan kepada individu dan yang diharapkan untuk diterima oleh individu tersebut. Teori ini dikenal dengan

innovation decision process. Proses ini terdiri dari lima tahap yaitu, mengetahui atau menyadari tentang adanya ide baru (awarness), menaruh perhatian terhadap ide tersebut (interest), memberi penilaian (evaluation), mencoba memakainya (trial), dan bila menyukainya maka setuju untuk menerima ide baru atau hal baru (adoption) (Sarwono,1997).

Proses adopsi tidak berhenti setelah suatu inovasi diterima atau ditolak, tetapi dapat berubah lagi sebagai akibat pengaruh lingkungannya. Oleh karena itu, Rogers mengubah teori itu dan membagi proses pembuatan keputusan menjadi empat tahap yaitu:

a. Tahapknowledge

Mula-mula individu menerima informasi dan pengetahuan yang berkaitan dengan suatu ide baru, ini menimbulkan minat untuk mengenal lebih jauh tentang obyek atau topik tersebut

b. TahapPersuasion

(52)

c. TahapDecision

Tergantung pada hasil persuasi petugas/pendidik kesehatan dan pertimbangan pribadi individu maka dalam tahap decision dibuatlah keputusan untuk menerima atau justru menolak ide tersebut.

d. TahapConfirmation

Pada tahap penguatan ini, individu akan meminta dukungan dari lingkungan atas keputusan yang telah diambil tersebut. Bila lingkungan memberikan dukungan positif maka perilaku yang baru tersebut tetap dipertahankan, sedangkan bila lingkungan keberatan dari lingkungan terutama kelompok acuannya maka adopsi itu tidak jadi dipertahankan. Sebaliknya penolakan dapat berubah menjadi adopsi apabila lingkungannya justru memberikan dukungan agar individu menerima ide baru tersebut (Sarwono,1997)

3. Ranah Perilaku

Meskipun perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus, namun dalam memberikan respon sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor - faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifatgiven

(53)

pengukuran hasil pendidikan kesehatan ranah perilaku dibagi menjadi pengetahuan, sikap dan tindakan.

a. Pengetahuan ( Knowledge )

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu (Notoadmodjo, 2007). Pengetahuan akan menimbulkan suatu gambaran, persepsi, konsep dan fantasi terhadap segala hal yang diterima dari lingkungan melalui panca inderanya (Dharmesta dan Handoko, 2000).

b. Sikap ( attitude )

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap juga merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak (Walgito, 1991).

Gambar 4. Proses Terbentuknya Sikap

(54)

c. Praktik atau Tindakan ( practice )

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas dan faktor dukungan. Beberapa tingkatan pratik yaitu persepsi (perception), respons terpimpin (guided response), mekanisme (mechanism), adopsi (adoption) (Notoadmodjo,2007). Tindakan individu merupakan tindakan sosial yang rasional, yaitu mencapai tujuan atau sasaran dengan sarana yang paling tepat (Sarwono,1997).

E. Proses Keputusan Pembelian

Proses pengambilan keputusan menurut Kotler (1997), melalui lima tahap yaitu tahap pengenalan masalah atau kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, perilaku setelah pembelian. Tetapi tahap ini tidak terjadi pada semua kasus terutama dalam pembelian dengan keterlibatn rendah. Konsumen mungkin melewatkan atau mengulangi tahap-tahap tertentu.

(55)

pemeriksaan, penggunaan produk), dan sumber publik (media massa, organisasi). Tahap ketiga adalah evaluasi alternatif konsumen memandang setiap produk sebagai rangkaian atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang dicari dan memuaskan kebutuhan tersebut, sehingga konsumen akan memberikan perhatian paling banyak pada atribut yang akan memberikan manfaat yang dicari. Tahap keempat adalah keputusan konsumen untuk melakukan pembelian dengan membentuk suatu maksud pembelian untuk membeli merek yang paling disukai. Tahap kelima adalah perilaku setelah pembelian, konsumen akan mengalami suatu tingkat kepuasan atau ketidakpuasan tertentu setelah menggunakan produk yang akan mempengaruhi selanjutnya (Kotler,1997).

Proses pengambilan keputusan pada dasarnya merupakan bentuk pemilihan dari berbagai alternatif tindakan yang mungkin dipilih, yang prosesnya melalui mekanisme tertentu dengan harapan akan menghasilkan sebuah keputusan yang terbaik (Suryadi dan Ramdhani,1998).

F. Pendidikan

(56)

Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah. Wajib belajar di sini artinya, seluruh warga negara tanpa kecuali, yang berada pada usia pendidikan dasar, harus mengikuti pendidikan yang diselenggarakan pemerintah. Wajib belajar merupakan tingkat pendidikan dasar dari SD sampai tingkat SLTP (Astuti, 2007).

G. Pendapatan

Kondisi keuangan adalah sumber-sumber yang menjadi pendapatan keluarga dan jenis pengeluarannya (Wibowo, 2004). Ada banyak faktor yang menjadi komponen dalam mempengaruhi pendapatan keluarga sehingga mengakibatkan keadaan pendapatan masyarakat berada dalam kelas-kelas yang berbeda (Gilarso, 2003).

Tingkat pendapatan keluarga dapat menunjukkan tingkat kemakmuran seseorang. Untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan idealnya setiap keluarga harus mempunyai penghasilan yang cukup besar sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya (Gilarso, 2003).

(57)

Pendapatan juga berhubungan dengan penggunaan pelayanan kesehatan. Bagi masyarakat dengan tingkat pendapatan rendah, biaya pengobatan menjadi pertimbangan utama dalam mencari pengobatan. Reaksi masyarakat bermacam-macam dalam hal kesehatan, seperti orang miskin cenderung menghindari rawat jalan, menunda pelayanan RS, menghindari penggunaan jasa spesialis yang mahal, cenderung memperpendek rawat inap, membeli separo atau bahkan sepertiga obat yang diresepkan sehingga tidak menjalani pengobatan total, mencari pengobatan lokal yang kadang-kadang dapat menimbulkan efek berbahaya (Suryawati, 2005).

H. Landasan Teori

(58)

dalam kemasan obat, serta adanya alternatif perawatan kesehatan, meliputi akupuntur, terapi herbal, dan holistik (Covington, 2000).

I. Hipotesis

1. H0 : tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan perilaku

swamedikasi dalam menggunakan produk vitamin oleh ibu-ibu di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

H1 : ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan perilaku swamedikasi

dalam menggunakan produk vitamin oleh ibu-ibu di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

a. H0 : tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan

swamedikasi dalam menggunakan produk vitamin oleh ibu-ibu di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

H1: ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan

swamedikasi dalam menggunakan produk vitamin oleh ibu-ibu di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

b. H0 : tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan sikap

swamedikasi dalam menggunakan produk vitamin oleh ibu-ibu di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

H1: ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan sikap swamedikasi

(59)

c. H0 : tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan tindakan

swamedikasi dalam menggunakan produk vitamin oleh ibu-ibu di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

H1: ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan tindakan

swamedikasi dalam menggunakan produk vitamin oleh ibu-ibu di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Gambar 5. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pengetahuan Swamedikasi dalam Menggunakan Produk Vitamin

Gambar 6. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Sikap Swamedikasi dalam Menggunakan Produk Vitamin

Gambar 7. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tindakan Swamedikasi dalam Menggunakan Produk Vitamin

2. H0 : tidak ada hubungan antara tingkat pendapatan dengan perilaku swamedikasi

dalam menggunakan produk vitamin oleh ibu-ibu di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

H1: ada hubungan antara tingkat pendapatan dengan perilaku swamedikasi dalam

menggunakan produk vitamin oleh ibu-ibu di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Tingkat Pendidikan Pengetahuan

Tingkat Pendidikan Sikap

(60)

a. H0 : tidak ada hubungan antara tingkat pendapatan dengan pengetahuan

swamedikasi dalam menggunakan produk vitamin oleh ibu-ibu di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

H1: ada hubungan antara tingkat pendapatan dengan pengetahuan

swamedikasi dalam menggunakan produk vitamin oleh ibu-ibu di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

b. H0: tidak ada hubungan antara tingkat pendapatan dengan sikap

swamedikasi dalam menggunakan produk vitamin oleh ibu-ibu di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

H1: ada hubungan antara tingkat pendapatan dengan sikap swamedikasi

dalam menggunakan produk vitamin oleh ibu-ibu di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

c. H0 : tidak ada hubungan antara tingkat pendapatan dengan tindakan

swamedikasi dalam menggunakan produk vitamin oleh ibu-ibu di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

H1: ada hubungan antara tingkat pendapatan dengan tindakan

swamedikasi dalam menggunakan produk vitamin oleh ibu-ibu di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Gambar 8. Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Pengetahuan Swamedikasi dalam Menggunakan Produk Vitamin

Pengetahuan

(61)

Gambar 9. Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Sikap Swamedikasi dalam Menggunakan Produk Vitamin

Gambar 10. Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Tindakan Swamedikasi dalam Menggunakan Produk Vitamin

Tingkat Pendapatan

Tingkat Pendapatan

Sikap

(62)

38 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini mencakup dua sub penelitian, yang pertama menggambarkan pola perilaku swamedikasi penggunaan produk vitamin oleh ibu-ibu di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan jenis penelitian non eksperimental deskriptif dan yang kedua hubungan antara tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan dengan pengetahuan, sikap dan tindakan swamedikasi penggunaan produk vitamin oleh ibu-ibu di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan jenis penelitian non eksperimental analitik. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek dan obyek penelitian (seseorang, lembaga atau masyarakat) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi, 2005).

(63)

B. Variabel Penelitian

Variabel bebas (independent) dari penelitian ini adalah tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan respoden yang melakukan swamedikasi menggunakan produk vitamin.

Variabel tergantung (dependent) dari penelitian ini adalah pengetahuan, sikap dan tindakan responden yang melakukan swamedikasi menggunakan produk vitamin.

C. Definisi Operasional

1. Swamedikasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemilihan dan penggunaan produk vitamin tanpa resep dokter yang dilakukan oleh ibu-ibu untuk mencegah atau menghilangkan gejala penyakit yang dapat dikenali oleh dirinya sendiri, baik untuk diri sendiri maupun untuk seluruh anggota keluarga.

2. Responden adalah ibu-ibu yang berusia 60 tahun yang bertempat tinggal di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan pernah melakukan swamedikasi dengan menggunakan produk vitamin dalam 6 bulan terakhir.

3. Ibu-ibu adalah wanita yang sudah atau pernah menikah dan tercantum sebagi istri atau kepala keluarga dalam kartu keluarga di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

(64)

swamedikasi, penyakit yang dapat ditangani secara swamedikasi, keuntungan dan kerugian swamedikasi swamedikasi, efektivitas swamedikasi. Perilaku swamedikasi penggunaan produk vitamin meliputi alasan penggunaan produk vitamin, kondisi menggunakan produk vitamin, sumber informasi produk vitamin, nama produk vitamin, komposisi produk vitamin secara umum, frekuensi penggunaan produk vitamin, anggota keluarga yang menggunakan produk vitamin, alasan permilihan produk vitamin, tempat membeli produk vitamin, alas an pemilihan tempat membeli vitamin, informasi yang diberikan saat membeli produk vitamin, kemasan produk vitamin, tindakan responden dalam membaca informasi, jenis informasi yang dibaca pada kemasan, pemahaman informasi yang dibaca, dan efek yang dirasakan dari pemberian produk vitamin.

5. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang berhasil diselesaikan oleh responden, yang dikelompokkan menjadi pendidikan rendah dan pendidikan tinggi. Pendidikan rendah yaitu tidak tamat SD, tamat SD dan tamat SLTP sedangkan pendidikan tinggi yaitu tamat SLTA, tamat diploma dan tamat sarjana.

(65)

lebih dari Rp. 1.500.000,00.

7. Pengetahuan adalah pemahaman yang dimiliki responden tentang produk vitamin yang digunakan, meliputi definisi vitamin, sumber vitamin, kondisi memerlukan vitamin, manfaat vitamin, defisiensi vitamin, alasan penggunaan produk vitamin dan merek-merek produk vitamin, diukur dengan skala Likert.

8. Sikap adalah kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dari responden, yang meliputi fungsi vitamin dari alam, kegunaan produk vitamin, keterulangan penggunaan produk vitamin, dan tempat membeli diukur dengan skala Likert. 9. Tindakan adalah perbuatan nyata dari responden meliputi tujuan penggunaan

produk vitamin, kemauan untuk memilih produk vitamin, memeriksa keutuhan kemasan, membaca informasi pada kemasan, dan kemauan memperhatikan label produk vitamin diukur menggunakan skala Likert

9. Produk vitamin adalah semua produk yang mengandung vitamin, yang komposisinya berupa vitamin tunggal, multivitamin, maupun vitamin dan kombinasinya yang terdaftar sebagai obat (obat bebas dan obat bebas terbatas) atau terdaftar sebagai suplemen makanan dan dijual secara bebas di wilayah Indonesia.

D. Populasi Penelitian

(66)

E. Besar Sampel dan Teknik Sampling

Perhitungan besar sampel dilakukan dengan menggunakan rumus sampel klaster. Hal ini dikarenakan penelitian ini menggunakan teknik sampling klaster multi tahap, dimana pemilihan sampel dilakukan secara random pada tingkat kabupaten kecamatan, tingkat kelurahan/desa, tingkat RW(Rukun Warga)/dusun dan tingkat sampel (Ariawan, 1998).

Besar sampel pada sampel klaster pada dasarnya menggunakan prinsip yang sama dengan metode acak sederhana, hanya pada sampel klaster hasil besar sampel pada metode acak sederhana harus dikalikan lagi dengan efek desain(design effect). Efek desain merupakan perbandingan antara varians yang diperoleh pada pengambilan sampel klaster dengan varians yang diperoleh jika pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana. Pada umumnya efek desain untuk sampel klaster berkisar antara 2–4. Ariawan dan Frerichs (Ariawan, 1998) menggunakan efek desain=2 pada rancangan sampel survei cepat untuk kejadian yang sering (common event).

(67)

Pada penelitian ini menggunakan kesalahan maksimum terhadap tindakan swamedikasi di populasi adalah 10%, dan derajat kepercayaan 90%. Apabila perkiraan proporsi populasi penduduk sakit di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang melakukan swamedikasi menggunakan produk vitamin 50% maka diambil besar sampel perkiraan proporsi populasi 50%. Dari tabel besar sampel untuk estimasi proporsi P=50% dengan presisi mutlak d=11% dan derajat kepercayaan 90% (lampiran 17) diperoleh besar sampel untuk perkiraan proporsi populasi 50% adalah 56. Dengan menetapkan desain efek sebesar 2, maka jumlah sampel pada penelitian 56 x 2 = 112 sampel.

Untuk menjaga kemungkinan adanya informasi/data-data yang tidak lengkap (outlier), maka sampel ditambah 40% dari jumlah sampel awal (112 sampel) sehingga jumlah sampel menjadi 157 orang. Selanjutnya 157 sampel ini didistribusikan secara proporsional sebagai berikut :

1. jumlah responden di Kota Yogyakarta adalah 521.499 dibagi 979.278, kemudian dikali 157 didapatkan sejumlah 84 responden

2. jumlah responden di Kabupaten Kulon Progo adalah 457.779 dibagi 979.278, kemudian dikali 157 didapatkan sejumlah 73 responden.

Tabel IV. Jumlah dan distribusi sampel di Kabupaten/Kota

NO Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk *) Jumlah Sampel

1 Kota Yogyakarta 521.499 84

2 Kulon Progo 457.779 73

Total 979.278 157

(68)

Dengan cara yang sama dilakukan distribusi sampel secara proporsional untuk tiap kecamatan, kelurahan/desa, dan RW/dusun, dapat dilihat pada lampiran 18. Dari 157 responden yang diperoleh dari perhitungan awal, ternyata hanya 122 responden yang masuk dalam kriteria inklusi, bersedia untuk diwawancarai dan bersedia mengisi kuisioner.

Penelitian dilakukan di 2 (dua) kabupaten/kota di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pembatasan lokasi penelitian yang hanya dilakukan di 2 kabupaten/kota dari 5 kabupaten/kota yang ada di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta disebabkan oleh adanya keterbatasan dana dan waktu untuk melakukan studi ini. Pemilihan kedua kabupaten/kota tersebut dilakukan secara sampling, dengan mengurutkan seluruh kabupaten/kota tersebut dalam suatu urutan seperti pada tabel V.

Tabel V. Kabupaten dan Kota di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

No Kabupaten/Kota Jumlah penduduk *)

1 Kota Yogyakarta 521.499

2 Kulon Progo 457.779

3 Sleman 907.904

4 Bantul 813.087

5 Gunung Kidul 760.128

Total 3.460.397

Keterangan : *) Jumlah penduduk tahun 2006, Sumber : Pemda DI Yogyakarta

Pemilihan tempat dilakukan secara random dengan cara undian. Hasil undian terpilih Kabupaten Kulon Progo dan Kota Yogyakarta sebagai kabupaten/kota lokasi penelitian.

(69)

Berdasarkan hasil undian untuk Kabupaten Kota Yogyakarta terpilih Kecamatan Gondokusuman dan Kecamatan Wirobrajan, sedangkan di Kabupaten Kulon Progo terpilih Kecamatan Wates dan Nanggulan.

Berdasarkan hasil undian terpilih dua lokasi desa/kelurahan di setiap kecamatan. Kecamatan Gondokusuman terpilih Kelurahan Demangan dan Kelurahan Baciro sedangkan untuk Kecamatan Wirobrajan terpilih Kelurahan Pakuncen dan Kelurahan Wirobrajan. Pada Kecamatan Wates terpilih Desa Wates dan Desa Sogan sedangkan untuk Kecamatan Nanggulan terpilih Desa Banyuroto dan Desa Donomulyo

Menggunakan cara yang sama terpilih dua RW di setiap kelurahan atau dua dusun di setiap desa. Dari hasil undian terpilih RW 2 dan RW 8, karena disetiap kelurahan mempunyai RW 2 dan RW 8 maka Kelurahan Demangan , Kelurahan Baciro, Kelurahan Pakuncen, dan Kelurahan Wirobrajan terpilih RW 2 dan RW 8. Desa Wates terpilih dusun Durungan dan Beji sedangkan desa Sogan terpilih dusun Sogan I dan Sogan II. Untuk Desa Banyuroto terpilih dusun Dlingo dan Ngangin-angin sedangkan dari desa Donomulyo terpilih dusun Penjalin dan Dukuh.

(70)

ujung diharapkan terjadi konsentrasi penduduk di klaster tersebut yang akan lebih memudahkan upaya pengawasan terhadap intervensi. Apabila desa/kelurahan yang diambil sebagai klaster paling ujung dikhawatirkan distribusi penduduk akan tersebar di seluruh dusun/RW yang otomatis juga akan mempersulit upaya intervensi.

Gambar 11. Profil Sampel yang Diperoleh dengan Teknik Klaster Multi Tahap

F. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di 8 RW di Kota Yogyakarta dan 8 dusun di Kabupaten Kulon Progo. Untuk Kota Yogyakarta yaitu Demangan RW 2 dan RW 8,

Tempat penelitian --> Dipilih secara random menggunakan undian

r sp = r esponden

Propinsi DIY 4 kabupaten dan 1 kota

Gambar

Tabel XXXXVII. Hasil Uji Chi-Square Hubungan antara Tingkat  Pendapatan
Tabel I. Keuntungan dan Kerugian  Peningkatan Perilaku Swamedikasi
Gambar 1: Langkah-langkah dalam mengembangkan intervensi efektif yang
Gambar 2. Pengubahan Masalah dalam Penggunaan Obat (Hubley, 1993)
+7

Referensi

Dokumen terkait

(3) KlUI yang tidak membentuk LPSE dapat melaksanakan pengadaan barang/jasa secara elektronik dengan menjadi pengguna LPSE KJUD/l lain.. (4) Penyelenggaraan LPSE

[r]

[r]

Hasil-hasil hitungan lendutan, momen dan gaya lintang untuk Sistem Cakar Ayam tanpa pelat penutup tepi (koperan), ditun- jukkan dalam Gambar 2 dan Gambar 3 untuk modulus reaksi

Program perlindungan Jiwa Optima Group Life yang diberikan kepada atlet dan official pendukung merupakan program asuransi jiwa kumpulan yang memberikan

pembuangan dan pengolahan air limbah diperkotaan untuk diterapkan oleh pemerintah daerah dengan mengintegrasikannya pada sistem yang terdesentralisasi atau pada sistem

Anak-anak juga, secara hukum menerima akibat/ kerugian yang banyak, antara lain: tidak mempunyai bukti untuk menuntut hak mencatumkan nama ayah dibelakang namanya,

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b membentuk Peraturan Daerah tentang Penyertaan Modal Pemerintah Provinsi Kalimantan