• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERPINDAHAN KALOR PADA BENDA PADAT KOMPOSIT DUA DIMENSI BERBANGKIT ENERGI BAGIAN LUAR PADA KEADAAN TAK TUNAK SIFAT BAHAN BERUBAH TERHADAP PERUBAHAN SUHU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERPINDAHAN KALOR PADA BENDA PADAT KOMPOSIT DUA DIMENSI BERBANGKIT ENERGI BAGIAN LUAR PADA KEADAAN TAK TUNAK SIFAT BAHAN BERUBAH TERHADAP PERUBAHAN SUHU"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

i

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Jurusan Teknik Mesin

Disusun Oleh :

Nama : Ignatius Budiyanto T NIM : 025214005

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

CHANGE

FINAL PROJECT

Presented as Partial Fulfillment of the Requirement

to Obtain the Sarjana Teknik Degree

in Mechanical Engineering

By

Ignatius Budiyanto T.

Student Number : 025214005

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM

MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT

ENGINEERING FACULTY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

2007

(3)
(4)
(5)

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 22 Desember 2006 Penulis

(6)

vii

Hidup ini juga ibarat air sungai,

Apabila hujan turun dengan lebatnya, arusnya menjadi deras,

Tapi apabila musim panas, arusnya menjadi tenang.

Tetapi, dalam menjalani hidup ini, kita harus

Setegar pohon, sekokoh batu karang, selembut sinar rembulan dan segarang

panas mentari.

Agar bisa berjuang demi menatap hari esok yang lebih baik.

Kupersembahkan untuk :

(Alm) Papi Bernadus Endah Bustam Tjiptadi Mami Elijawati Gazali

Oom Frans Kalita & kel. Oom John Gazali & kel. Kakakku Imelda Yovita

(7)

viii

dengan judul “Perpindahan Kalor Pada Benda Padat Komposit Dua Dimensi Berbangkit Energi Bagian Luar Pada Keadaan Tak Tunak Sifat Bahan

Berubah Terhadap Perubahan Suhu”, tepat pada waktunya.

Tugas Akhir bagi mahasiswa merupakan salah satu persyaratan yang wajib ditempuh oleh setiap mahasiswa Fakultas Teknik untuk mencapai derajat kesarjanaan S1 Teknik Mesin di Fakultas Teknik Universitas Sanata Dharma.

Penulis sungguh menyadari bahwa dalam penulisan Tugas Akhir ini masih banyak terdapat kekurangan baik dalam penulisan, penyampaian kalimat, maupun perhitungan. Untuk itu penulis menerima kritik dan saran demi hasil yang lebih baik.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Romo Ir. Gregorius Heliarko, S.J., S.S., B.S.T., M.A., M.Sc., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 2. Bapak Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T., selaku Ketua Jurusan

Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

(8)

ix

mendapatkan dan menggunakan ilmu yang diberikan untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.

6. Papi Bernadus Tjiu Eng Bian (Alm) yang mendoakan penulis di surga sana.

7. Oom Frans Kalita Gazali & keluarga serta Oom John Gazali & keluarga yang telah banyak membantu penulis dalam membiayai perkuliahan penulis dan semua keperluan penulis selama kuliah. 8. Mami Elijawati Gazali atas cinta dan kesabaran selama ini dalam

mendidik penulis.

9. Semua teman-teman kost putra ‘Ksatria’ terlebih kepada Albert, Tono, Santo yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

10.Seluruh teman-teman Teknik Mesin khususnya kepada Calvin yang banyak memberi masukan kepada penulis dalam pengerjaan Tugas Akhir ini.

11.Tamara Veronia yang telah memberi semangat kepada penulis.

(9)

x

(10)

xi

cara eksplisit, (2) Melihat bagaimana pengaruh nilai koefisien perpindahan panas konveksi, besar energi yang dibangkitkan per satuan volume dan nilai konduktivitas thermal bahan yang berubah terhadap temperatur (k=k(T)) terhadap laju perpindahan kalor dan distribusi suhu pada benda padat komposit dua dimensi dengan salah satu bahan berbangkit energi.

Penelitian dilakukan terhadap benda padat komposit dua dimensi, yang tersusun atas dua lapis bahan yang berbeda. Bahan pertama terletak di dalam bahan kedua. Geometri bahan pertama dan bahan kedua adalah segi empat dengan ukuran bahan pertama a x a dan bahan kedua b x b. Kedua benda mula-mula suhunya merata = Ti secara tiba-tiba dikondisikan pada lingkungan fluida yang

suhu dan nilai koefisien perpindahan panas konveksi dipertahankan tetap dan merata. Penyelesaian dilakukan dengan metode beda hingga cara eksplisit. Asumsi : sifat bahan merupakan fungsi suhu (nilai konduktivitas thermal bahan merupakan fungsi suhu k = k(T), massa jenis dan panas jenis tetap atau tidak berubah terhadap perubahan suhu (logam)), pada benda padat komposit dua dimensi ada pembangkitan energi pada benda padat komposit bagian luar secara tetap dan merata sebesar q , selama proses perubahan bentuk dan volume diabaikan (logam), nilai koefisien perpindahan panas konveksi dan suhu fluida lingkungan merata dan tetap atau tidak berubah terhadap waktu.

(11)

xii

h : koefisien perpindahan panas konveksi (W/m.°C) L : panjang dinding (m)

Nu : bilangan Nusselt Pr : bilangan Prandtl Re : bilangan Reynold U : kecepatan fluida (m/s)

: viskositas (kg/m.s) d : panjang sisi benda (m) vf : viskositas kinematik (m2/s) g : percepatan gravitasi (m/s2) Gr : bilangan Grashof

Ra : bilangan Rayleigh Tf : suhu film (K)

Ts : suhu permukaan plat (K)

: koefisien temperatur konduktivitas thermal (1/°C)

(12)

xiii

HALAMAN PERNYATAAN ... v

HALAMAN SOAL ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAKSI ... xi

DAFTAR LAMBANG ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR TABEL ... xxi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

1.3 Manfaat ... 3

1.4 Batasan Masalah ... 4

BAB II DASAR TEORI ... 8

2.1 Perpindahan Panas ... 8

2.2 Perpindahan Panas Konduksi ... 9

2.3 Konduktivitas Thermal ... 10

2.4 Perpindahan Panas Konveksi ... 12

(13)

xiv

2.6.3 Beda Tengah ... 26

2.7 Benda Komposit ... 28

2.8 Benda Berbangkit Energi ... 29

BAB III MENCARI PERSAMAAN NUMERIS ... 30

3.1 Kesetimbangan Energi ... 30

3.2 Penurunan Model Matematika ... 31

3.3 Persamaan Numeris Di Setiap Titik ... 34

3.3.1 Kasus pertama ... 36

3.3.2 Kasus kedua ... 39

3.3.3 Kasus ketiga ... 42

3.3.4 Kasus keempat ... 45

3.3.5 Kasus kelima ... 47

3.3.6 kasus keenam ... 49

BAB IV METODE PENELITIAN ... 52

4.1 Benda Uji ... 52

4.2 Peralatan Pendukung Penelitian ... 53

4.3 Metode Penelitian ... 53

4.4 Variasi Yang Dilakukan ... 54

4.5 Cara Pengambilan Data ... 54

(14)

xv

Bervariasi ... 56

5.2.2 Distribusi Suhu pada Benda Uji dengan Energi Pembangkitan (q) yang Bervariasi ... 64

5.2.3 Variasi Perlakuan Pemanasan pada Benda Uji …... 72

5.3 Perhitungan Laju Aliran Kalor ... 87

5.4 Pembahasan Proses Pendinginan Pada Benda Uji … 100 5.4.1 Pembahasan Untuk Variasi I ... 100

5.4.2 Pembahasan Untuk Variasi II ... 103

5.4.3 Pembahasan Mengenai Pengaruh Nilai Koefisien Perpindahan Panas Konveksi (h) dan Energi Pembangkitan Dalam (q) ... 106

5.4.4 Pembahasan Mengenai Variasi Perlakuan Pemanasan Pada Benda Uji ... 108

5.4.4.1 Variasi Nilai Koefisien Perpindahan Panas Konveksi (h) ... 108

5.4.4.2 Variasi Pembangkitan Kalor Dalam ... 111

5.4.5 Pembahasan Perhitungan Laju Aliran Kalor ... 115

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 127

6.1 Kesimpulan ... 127

(15)
(16)

xvii

Gambar 2.3 Perpindahan panas konveksi ... 13

Gambar 2.4 Geometri bilangan Nusselt untuk bidang datar ... 17

Gambar 2.5 Geometri bilangan Nusselt penampang segi empat ... 19

Gambar 2.6 Ilustrasi persamaan fungsi beda maju ... 23

Gambar 2.7 Ilustrasi persamaan fungsi beda mundur ... 25

Gambar 2.8 Ilustrasi persamaan fungsi beda tengah ... 27

Gambar 3.1 Kesetimbangan energi pada volume kontrol ... 30

Gambar 3.2 Elemen benda uji dalam arah x, y, z ... 31

Gambar 3.3 Posisi node pada benda uji ... 35

Gambar 3.4 Kesetimbangan energi pada volume kontrol pada samping bahan pertama pada perbatasan bahan pertama dan bahan kedua ... 36

Gambar 3.5 Kesetimbangan energi pada volume kontrol pada bagian dalam bahan pertama ... 40

Gambar 3.6 Kesetimbangan energi pada volume kontrol di sudut bahan pertama pada batas pertemuan antara bahan pertama dan bahan kedua ... 42

Gambar 3.7 Kesetimbangan energi pada volume kontrol pada samping bahan kedua yang bersinggungan dengan fluida ... 45

Gambar 3.8 Kesetimbangan energi pada volume kontrol pada bagian dalam bahan kedua ... 47

Gambar 3.9 Kesetimbangan energi pada volume kontrol pada sudut bahan kedua yang bersinggungan dengan fluida ... 50

Gambar 4.1 Benda uji ... 52

Gambar 5.1 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, nilai h = 500 W/m2.°C ... 58

Gambar 5.2 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, nilai h = 600 W/m2.°C ... 58

Gambar 5.3 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, nilai h = 700 W/m2.°C ... 59

Gambar 5.4 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, nilai h = 800 W/m2.°C ... 59

Gambar 5.5 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, nilai h = 900 W/m2.°C ... 60

(17)

xviii

node, saat t = 15 detik variasi nilai h ... 62 Gambar 5.10 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa

node, saat t = 20 detik variasi nilai h ... 63 Gambar 5.11 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa

node, saat t = 25 detik variasi nilai h ... 63 Gambar 5.12 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa

node, saat t = 30 detik variasi nilai h ... 64 Gambar 5.13 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa

node, nilai q = 0 MW/m3 ... 65 Gambar 5.14 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa

node, nilai q = 0 MW/m3 ... 66 Gambar 5.15 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa

node, nilai q = 5 MW/m3 ... 66 Gambar 5.16 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa

node, nilai q = 10 MW/m3 ... 67 Gambar 5.17 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa

node, nilai q = 15 MW/m3 ... 67 Gambar 5.18 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa

node, nilai q = 20 MW/m3 ... 68 Gambar 5.19 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa

node, nilai q = 25 MW/m3 ... 68 Gambar 5.20 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa

node, saat t = 5 detik variasi nilai q ... 69 Gambar 5.21 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa

node, saat t = 10 detik variasi nilai q ... 69 Gambar 5.22 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa

node, saat t = 15 detik variasi nilai q ... 70 Gambar 5.23 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa

node, saat t = 20 detik variasi nilai q ... 70 Gambar 5.24 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa

node, saat t = 25 detik variasi nilai q ... 71 Gambar 5.25 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa

node, saat t = 30 detik variasi nilai q ... 71 Gambar 5.26 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa

node, nilai h = 500 W/m2.°C (proses pemanasan) .... 73 Gambar 5.27 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa

node, nilai h = 600 W/m2.°C (proses pemanasan) .... 73 Gambar 5.28 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa

node, nilai h = 700 W/m2.°C (proses pemanasan) .... 74 Gambar 5.29 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa

(18)

xix

node, saat t = 5 detik (proses pemanasan) ... 76 Gambar 5.33 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa

node, saat t = 10 detik (proses pemanasan) ... 77 Gambar 5.34 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa

node, saat t = 15 detik (proses pemanasan) ... 77 Gambar 5.35 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa

node, saat t = 20 detik (proses pemanasan) ... 78 Gambar 5.36 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa

node, saat t = 25 detik (proses pemanasan) ... 78 Gambar 5.37 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa

node, saat t = 30 detik (proses pemanasan) ... 79 Gambar 5.38 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa

node, nilai q = 0 MW/m3 (proses pemanasan) ... 80 Gambar 5.39 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa

node, nilai q = 5 MW/m3 (proses pemanasan) ... 81 Gambar 5.40 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa

node, nilai q = 10 MW/m3 (proses pemanasan) ... 81 Gambar 5.41 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa

node, nilai q = 15 MW/m3 (proses pemanasan) ... 82 Gambar 5.42 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa

node, nilai q = 20 MW/m3 (proses pemanasan) ... 82 Gambar 5.43 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa

node, nilai q = 25 MW/m3 (proses pemanasan) ... 83 Gambar 5.44 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa

node, saat t = 5 detik

variasi nilai q (proses pemanasan) ... 84 Gambar 5.45 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa

node, saat t = 10 detik

variasi nilai q (proses pemanasan) ... 84 Gambar 5.46 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa

node, saat t = 15 detik

variasi nilai q (proses pemanasan) ... 85 Gambar 5.47 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa

node, saat t = 20 detik

variasi nilai q (proses pemanasan) ... 85 Gambar 5.48 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa

node, saat t = 25 detik

variasi nilai q (proses pemanasan) ... 86 Gambar 5.49 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa

node, saat t = 30 detik

(19)

xx

tanpa pembangkitan ... 90 Gambar 5.53 Perpindahan kalor dengan nilai h = 500 W/m2.°C

dengan pembangkitan 10 MW/m3 ... 91 Gambar 5.54 Perpindahan kalor dengan nilai h = 1000 W/m2.°C

dengan pembangkitan 10 MW/m3 ... 91 Gambar 5.55 Perpindahan kalor dengan nilai h = 500 W/m2.°C

dengan pembangkitan 20 MW/m3... 92 Gambar 5.56 Perpindahan kalor dengan nilai h = 1000 W/m2.°C

dengan pembangkitan 20 MW/m3 ... 92 Gambar 5.57 Perpindahan kalor dengan nilai h = 500 W/m2.°C

tanpa pembangkitan (proses pemanasan) ... 93 Gambar 5.58 Perpindahan kalor dengan nilai h = 800 W/m2.°C

tanpa pembangkitan (proses pemanasan) ... 94 Gambar 5.59 Perpindahan kalor dengan nilai h = 1000 W/m2.°C

tanpa pembangkitan (proses pemanasan) ... 94 Gambar 5.60 Perpindahan kalor dengan nilai h = 500 W/m2.°C

dengan pembangkitan

10 MW/m3 (proses pemanasan) ... 95 Gambar 5.61 Perpindahan kalor dengan nilai h = 1000 W/m2.°C

dengan pembangkitan

10 MW/m3 (proses pemanasan) ... 95 Gambar 5.62 Perpindahan kalor dengan nilai h = 500 W/m2.°C

dengan pembangkitan

20 MW/m3 (proses pemanasan) ... 96 Gambar 5.63 Perpindahan kalor dengan nilai h = 1000 W/m2.°C

dengan pembangkitan

20 MW/m3 (proses pemanasan) ... 96 Gambar 5.64 Perpindahan kalor tanpa energi pembangkitan

dengan variasi nilai h ... 97 Gambar 5.65 Perpindahan kalor dengan pembangkitan 10 MW/m3

dengan variasi nilai h ... 98 Gambar 5.66 Perpindahan kalor dengan pembangkitan 20 MW/m3

dengan variasi nilai h ... 98 Gambar 5.67 Perpindahan kalor tanpa energi pembangkitan

dengan variasi nilai h (proses pemanasan) ... 99 Gambar 5.68 Perpindahan kalor dengan pembangkitan 10 MW/m3

dengan variasi nilai h (proses pemanasan) ... 99 Gambar 5.69 Perpindahan kalor dengan pembangkitan 20 MW/m3

(20)

xxi

Tabel 2.3 Nilai konduktivitas thermal perpindahan panas

konduksi k = k (T) ... 12 Tabel 4.1 Contoh penelitian dengan nilai koefisien

perpindahan panas konveksi h dan

besar energi pembangkitan yang bervariasi ... 54 Tabel 5.1 Tabel nilai-nilai yang mempengaruhi sifat-sifat

logam ... 57 Tabel 5.2 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai

h = 500 W/m2.°C ... 101 Tabel 5.3 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai

h = 600 W/m2.°C ... 101 Tabel 5.4 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai

h = 700 W/m2.°C ... 101 Tabel 5.5 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai

h = 800 W/m2.°C ... 102 Tabel 5.6 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai

h = 900 W/m2.°C ... 102 Tabel 5.7 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai

h = 1000 W/m2.°C ... 102 Tabel 5.8 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai

q = 0 MW/m3 ... 104 Tabel 5.9 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai

q = 5 MW/m3 ... 104 Tabel 5.10 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai

q = 10 MW/m3 ... 104 Tabel 5.11 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai

q = 15 MW/m3 ... 105 Tabel 5.12 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai

q = 20 MW/m3 ... 105 Tabel 5.13 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai

q = 25 MW/m3 ... 105 Tabel 5.14 Pengaruh nilai koefisien perpindahan panas

konveksi h dan energi pembangkitan ... 107 Tabel 5.15 Waktu yang diperlukan benda uji pada node 61

tepat melewati 100°C ... 108 Tabel 5.16 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai

h = 500 W/m2.°C (proses pemanasan) ... 109 Tabel 5.17 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai

h = 600 W/m2.°C (proses pemanasan) ... 109 Tabel 5.18 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai

(21)

xxii

h = 1000 W/m .°C (proses pemanasan) ... 111 Tabel 5.22 Waktu yang diperlukan benda uji pada node 61

tepat melewati 100°C (proses pemanasan) ... 112 Tabel 5.23 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai

q = 0 MW/m3 (proses pemanasan) ... 113 Tabel 5.24 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai

q = 5 MW/m3 (proses pemanasan) ... 113 Tabel 5.25 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai

q = 10 MW/m3 (proses pemanasan) ... 113 Tabel 5.26 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai

q = 15 MW/m3 (proses pemanasan) ... 114 Tabel 5.27 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai

q = 20 MW/m3 (proses pemanasan) ... 114 Tabel 5.28 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai

q = 25 MW/m3 (proses pemanasan) ... 114 Tabel 5.29 Perpindahan kalor dengan variasi nilai koefisien

perpindahan panas konveksi h tanpa energi

pembangkitan ... 116 Tabel 5.30 Perpindahan kalor dengan variasi nilai koefisien

perpindahan panas konveksi h dengan energi

pembangkitan 10 MW/m3 ... 117 Tabel 5.31 Perpindahan kalor dengan variasi nilai koefisien

perpindahan panas konveksi h dengan energi

pembangkitan 20 MW/m3 ... 118 Tabel 5.32 Perpindahan kalor dengan variasi nilai koefisien

perpindahan panas konveksi h tanpa energi

pembangkitan (proses pemanasan) ... 119 Tabel 5.33 Perpindahan kalor dengan variasi nilai koefisien

perpindahan panas konveksi h dengan energi

pembangkitan 10 MW/m3 (proses pemanasan) ... 120 Tabel 5.34 Perpindahan kalor dengan variasi nilai koefisien

perpindahan panas konveksi h dengan energi

pembangkitan 20 MW/m3 (proses pemanasan) ... 121 Tabel 5.35 Waktu dan besarnya penerimaan kalor ... 126

(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penelitian distribusi suhu pada benda padat komposit dua dimensi pada keadaan tak tunak telah cukup banyak dilakukan. Penelitian telah dilakukan oleh beberapa orang seperti :

a. Bernardinus Ario Dipo

Penelitian yang dilakukan oleh Dipo adalah mencari distribusi suhu pada benda padat komposit dua dimensi pada keadaan tak tunak dengan variasi bahan dan variasi koefisien perpindahan panas konveksi. Pada penelitian ini tidak ada energi yang dibangkitkan di dalam benda komposit. Penelitian dengan metode beda hingga cara eksplisit memberikan hasil yang cukup memuaskan. Penelitian ini mengasumsikan sifat bahan tetap atau tidak berubah terhadap temperatur. (Bernardinus Ario Dipo, 2004).

b. Ike Angga

Penelitian yang dilakukan oleh Ike adalah pengaruh bilangan Biot (Bi) terhadap pola distribusi suhu dari waktu ke waktu pada benda padat dua dimensi berbangkit energi dengan suhu awal seragam. Hasilnya, untuk nilai Bi≤0,02 dengan nilai penyimpangan beda suhu Tmaks<5%, diperoleh pola distribusi suhu

(23)

c. Roberthos Joko Santoso

Penelitian yang dilakukan oleh Roberth adalah pengaruh bilangan Biot (Bi) terhadap pola distribusi suhu pada benda padat dua dimensi keadaan tak tunak dengan kondisi suhu awal merata. Hasilnya, untuk nilai Bi<0,05 menghasilkan ∆Tmaks cukup kecil sehingga dapat diabaikan dan untuk nilai

Bi<0,05 menghasilkan pola distribusi pada keadaan tak tunak yang memenuhi syarat “lumped analysis system” (distribusi suhu yang seragam tiap waktu dengan prosentase perbedaan suhu 1,77%). Penelitian ini juga mengasumsikan sifat bahan tetap dan merata. (Roberthos Joko Santoso, 2004).

d. Sugiyanto

Penelitian yang dilakukan oleh Sugiyanto adalah distribusi suhu pada benda padat komposit dua dimensi pada keadaan tak tunak dengan salah satu bahan berbangkit energi dengan variasi bahan, variasi besar energi pembangkit dan variasi koefisien perpindahan panas konveksi. Hasilnya, dengan adanya energi pembangkitan per satuan volume yang besar, maka nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h) yang lebih besar tidak selalu dapat mempercepat laju kenaikan suhu pada saat tertentu dan semakin besar energi dalam yang dibangkitkan (q), maka semakin cepat pula kenaikan suhu pada saat tertentu. (Sugiyanto, 2005).

(24)

pada bagian luar benda padat komposit. Penelitian dilakukan dengan mengambil sifat bahan komposit berubah terhadap temperatur dan besar energi pembangkitan merata.

1.2 Tujuan

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk :

a. Mencari syarat stabilitas untuk distribusi suhu pada benda padat komposit dua dimensi keadaan tak tunak dengan salah satu bahan berbangkit energi dengan metode komputasi beda hingga cara eksplisit.

b. Melihat pengaruh perubahan nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h) dengan besar energi pembangkitan per satuan volume terhadap distribusi suhu dari waktu ke waktu pada proses pendinginan.

c. Melihat pengaruh perubahan energi pembangkitan per satuan volume (q) pada bahan kedua terhadap distribusi suhu pada benda uji.

d. Melihat pengaruh perubahan nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h) terhadap laju perpindahan kalor pada benda uji dari waktu ke waktu. e. Melihat pengaruh energi pembangkitan per satuan volume (q) pada proses

(25)

1.3 Manfaat

Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat antara lain :

a. Dapat mengerti dan menghitung suhu dan laju perpindahan panas pada benda padat komposit dua dimensi, dengan salah satu bahan berbangkit energi secara merata.

b. Dapat mengerti dan memahami mengenai pola-pola distribusi suhu benda padat komposit dua dimensi yang salah satu bahan berbangkit energi secara merata dengan metode beda hingga cara eksplisit..

1.4 Batasan Masalah

Benda uji komposit mula-mula mempunyai suhu awal yang seragam. Secara tiba-tiba benda komposit tersebut, dikondisikan pada lingkungan yang baru dengan suhu T = T dan nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h) yang tertentu pula. Pada saat yang bersamaan energi pembangkitan ditimbulkan pada lapis bahan yang di luar. Bagaimanakah distribusi suhu pada benda komposit dan laju aliran panas yang dilepas benda merupakan persoalan yang ingin dijawab. Penyelesaian yang dilakukan dengan menyelesaikan model matematika persamaan (1-1) dan (1-2) dengan kondisi awal seperti tertulis pada persamaan (1-3). Kondisi batas, semua permukaan benda bersentuhan dengan fluida.

1.4.1 Benda Uji

Geometri benda komposit seperti terlihat pada Gambar 1. Tersusun atas dua lapis bahan yang berbeda. Ukuran benda bagian dalam : a x a (bahan 1;

(26)

melekat secara sempurna (tidak ada hambatan termal pada sambungan ). Benda kedua berbangkit energi secara merata, dengan besar pembangkitan energi per satuan volume : q (W/m3).

Gambar 1 : Benda komposit yang tersusun atas 2 lapis bahan yang berbeda

1.4.2 Model Matematika

Model matematikanya berupa persamaan diferensial parsial, yang diturunkan dari kesetimbangan energi pada volume kontrol yang berada di dalam benda :

a. Untuk benda 1

(

)

∂ ∂ ∂ ∂ x t y x T k x , ,

1 +

(

)

∂ ∂ ∂ ∂ y t y x T k y , ,

1 =

(

)

t t y x T c ∂ ∂ , , . . 1 1

ρ ... (1-1)

b. Untuk benda 2

(

)

∂ ∂ ∂ ∂ x t y x T k x , ,

2 +

(

)

∂ ∂ ∂ ∂ y t y x T k y , ,

2 + q =

(

)

t t y x T c ∂ ∂ , , . . 2 2

ρ ... (1-2)

Suhu fluida : T Koef PP.Konveksi h Bernilai tetap dan merata

Suhu fluida : T Koef PP.Konveksi h Bernilai tetap dan merata

Suhu fluida : T Koef PP.Konveksi h Bernilai tetap dan merata

Suhu fluida : T Koef PP.Konveksi h Bernilai tetap dan merata

Benda 2 (berbangkit energi) : 2,c2,k2

Ukuran b x b Suhu awal merata : Ti

Benda 1: 1,c1,k1

Ukuran a x a Suhu awal merata : Ti

y

x 0,b

0,0 b,0

(27)

Dimana :

1

k : koefisien perpindahan panas konduksi benda 1, W/m°C

2

k : koefisien perpindahan panas konduksi benda 2, W/m°C T (x,y,t) : suhu pada posisi x,y saat t, °C

1

ρ : massa jenis benda 1, kg/m3

2

ρ : massa jenis benda 2, kg/m3

1

c : kalor jenis benda 1, J/kg°C

2

c : kalor jenis benda 2, J/kg°C x : posisi x, m

y : posisi y, m

t : menyatakan waktu, detik 1.4.3 Kondisi Awal

Keadaan awal benda yang merupakan kondisi awal benda (kedua bahan) mempunyai suhu yang seragam atau merata T = Ti. Secara matematis dinyatakan

dengan persamaan :

T ( x, y, t ) = T ( x, y, 0 ) = Ti 0 ≤ x ≤ b ; 0 ≤ y ≤ b ; t = 0 ... (1-3)

1.4.4 Kondisi Batas

(28)

waktu dan merata. Nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h) dari fluida lingkungan juga merata dan dipertahankan tetap dari waktu ke waktu.

1.4.5 Asumsi :

a. Sifat bahan merupakan fungsi suhu :

Nilai konduktivitas thermal bahan (k) merupakan fungsi suhu, k = k(T), massa jenis dan panas jenis tetap, atau tidak berubah terhadap perubahan suhu (logam).

b. Pada benda padat komposit dua dimensi ada pembangkitan energi pada bagian luar, secara merata dan tetap, sebesar q.

c. Selama proses, perubahan volume dan bentuk pada benda komposit diabaikan (logam).

(29)

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Perpindahan Panas

Perpindahan panas dapat didefinisikan sebagai berpindahnya energi panas dari satu daerah ke daerah lainnya sebagai akibat dari beda suhu antara daerah-daerah tersebut. Ilmu perpindahan panas tidak hanya mencoba menjelaskan bagaimana energi panas itu berpindah dari satu benda ke benda lain tetapi juga dapat meramalkan laju perpindahan yang terjadi pada kondisi-kondisi tertentu.

Perpindahan panas pada umumnya mengenal tiga cara perpindahan panas yang berbeda : konduksi (conduction;juga dikenal dengan hantaran), konveksi (convection;juga dikenal dengan istilah iliran) dan radiasi (radiation). Pada analisis ini perpindahan panas dialirkan dengan dua cara yaitu perpindahan panas konduksi dan perpindahan panas konveksi, karena dianggap tidak ada aliran perpindahan panas dengan cara radiasi yang cukup besar dan dapat mempengaruhi perubahan suhu pada bahan yang diuji.

(30)

panas terjadi dalam keadaan tak tunak karena suhu bahan yang dianalisis berubah dari waktu ke waktu akibat perlakuan panas dari fluida.

2.2 Perpindahan Panas Konduksi

Perpindahan panas konduksi adalah proses dimana panas mengalir dari daerah yang bersuhu lebih tinggi ke daerah yang bersuhu lebih rendah di dalam satu medium (padat, cair, atau gas) atau antara medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung. Dalam aliran panas konduksi, perpindahan energi panas terjadi karena hubungan molekul secara langsung tanpa adanya perpindahan molekul yang cukup besar.

Persamaan perpindahan panas konduksi adalah :

qk =

x T A k

∆ ∆

− . ... (2-1)

Gambar 2-1 Perpindahan Panas Konduksi

A k

q

T2

T1

(31)

Keterangan :

qk : laju perpindahan panas dengan cara konduksi, dengan satuan W

k : konduktivitas termal bahan, dengan satuan W/m°C

A : luas permukaan dimana panas mengalir dengan cara konduksi, tegak lurus terhadap arah aliran panas, dengan satuan m2

x T

∆ ∆

: gradien suhu pada penampang, yaitu laju perubahan suhu T terhadap jarak

dalam arah aliran panas x

Tanda negatif (-) yang diselipkan agar memenuhi hukum kedua thermodinamika yaitu bahwa kalor mengalir ke tempat yang lebih rendah, dan telah disepakati bahwa arah naiknya jarak x adalah arah aliran panas positif maka aliran panas akan menjadi positif bila gradien suhu negatif.

Perpindahan panas konduksi dapat terjadi apabila ada medium yang

bersifat tetap atau tidak bergerak, misalnya : logam, kayu, polimer, dan lain-lain. 2.3 Konduktivitas Thermal

Persamaan q =

x T A k

∂ ∂

− . . merupakan persamaan dasar tentang

(32)

Nilai konduktivitas thermal beberapa bahan dapat diberikan dalam Tabel 2.1, untuk memperhatikan urutan besaran yang mungkin didapatkan dalam praktek. Informasi yang lebih lengkap lagi dapat dilihat dalam lampiran. Pada umumnya konduktivitas thermal itu sangat tergantung pada suhu.

Tabel 2.1 Nilai Konduktivitas Thermal Berbagai Bahan Pada 0°°°°C (J.P.Holman, 1995, hal 7)

Konduktivitas Thermal (k) Bahan

k(W/m°°°°C) k(Btu/h.ft.°°°°F) Logam

Perak (murni) 410 237

Tembaga (murni) 385 223

Aluminium (murni) 202 117

Nikel (murni) 93 54

Besi (murni) 73 42

Baja karbon, 1% C 43 25

Timbal (murni) 35 20,3

Baja krom-nikel (18% Cr,8% Ni) 16,3 9,4

Bukan Logam

Kuarsa (sejajar sumbu) 41,6 24

Magnesit 4,15 2,4

Marmar 2,08-2,94 1,2-1,7

Batu pasir 1,83 1,06

Kaca, jendela 0,78 0,45

Kayu mapel atau ek 0,17 0,096

Serbuk gergaji 0,059 0,034

Wol kaca 0,038 0,022

Zat cair

Air raksa 8,21 4,74

Air 0,556 0,327

Amonia 0,540 0,312

Minyak lumas SAE 50 0,147 0,085

Freon 12, CCl2, F2 0,073 0,042

Gas

Hidrogen 0,175 0,101

Helium 0,141 0,081

Udara 0,024 0,0139

Uap air (jenuh) 0,0206 0,0119

(33)

Tabel 2.2 Nilai Konduktivitas Thermal Beberapa Logam Pada Temperatur Tertentu

Aluminium Tembaga Baja karbon Besi murni Suhu

(°°°°C)

k (W/m°°°°C)

Suhu (°°°°C)

k (W/m°°°°C)

Suhu (°°°°C)

k (W/m°°°°C)

Suhu (°°°°C)

k (W/m°°°°C)

0 202 0 386 0 55 0 73

100 206 100 379 100 52 100 67

200 215 200 374 200 48 200 62

300 228 300 369 300 45 300 55

400 249 400 363 400 42 400 48

Konduktivitas Thermal Beberapa Zat Padat

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450

0 100 200 300 400 500

Suhu, °C

k

,

W

/m

C

aluminium tembaga baja karbon besi murni

Gambar 2.2 Konduktivitas Thermal Beberapa Zat Padat

Tabel 2.3 Nilai Konduktivitas Thermal Perpindahan Panas Konduksi k = k(T)

No. Bahan Suhu Persamaan Pendekatan Untuk Nilai k = k(T) 1 Aluminium 0-400°C k aluminium = 0.0003T

2

+ 0.0074T + 202.23; R2 = 0.9991 2 Tembaga 0-400°C k tembaga = 0.00001T

2

- 0.0617T + 385.69; R2 = 0.9971

3 Baja

karbon 0-400°C

k baja karbon = 0.000007T

2

- 0.0359T + 55.143; R2 = 0.9979

4 Besi murni 0-400°C k besi murni = -0.00003T 2

- 0.0506T + 72.829; R2 = 0.9988

2.4 Perpindahan Panas Konveksi

(34)

Konveksi sangat penting sebagai mekanisme perpindahan energi antara permukaan benda padat dan cair atau gas.

.

Gambar 2.3 Perpindahan Panas Konveksi

Persamaan perpindahan panas konveksi adalah :

qc = h.A(T∞-Ts) ... (2-2)

Keterangan :

qc : laju aliran perpindahan panas dengan cara konveksi, dengan satuan W

h : koefisien perpindahan panas konveksi, dengan satuan W/m2°C A : luas perpindahan panas, dengan satuan m2

Ts : suhu benda, dengan satuan °C

T : suhu fluida, dengan satuan °C 2.4.1 Konveksi Alamiah

Perpindahan panas konveksi alamiah atau bebas terjadi bilamana sebuah benda ditempatkan dalam suatu fluida yang suhunya lebih tinggi atau lebih rendah dari benda tersebut. Sebagai akibat perbedaan suhu tersebut, panas mengalir antara fluida dan benda itu serta mengakibatkan perubahan kerapatan lapisan-lapisan fluida di dekat permukaan. Perbedaan kerapatan mengakibatkan fluida

h, T

q Ts

A

(35)

yang lebih berat mengalir kebawah dan fluida yang ringan akan mengalir ke atas. Jika gerakan fluida itu hanya disebabkan oleh perbedaan kerapatan yang diakibatkan oleh gradien suhu, tanpa dibantu pompa atau kipas, maka mekanisme perpindahan kalor yang bersangkutan disebut konveksi bebas atau alamiah.

Untuk menghitung besarnya perpindahan panas konveksi bebas, harus diketahui nilai koefisien perpindahan panas konveksi h terlebih dahulu. Untuk mencari nilai h, dapat dicari dari Bilangan Nusselt. Karena bilangan Nusselt fungsi dari bilangan Rayleigh (Ra), maka bilangan Ra dicari dulu.

a. Rayleigh number (Ra)

Bilangan Rayleigh dinyatakan dengan persamaan :

Ra = Gr Pr =

(

2

)

Pr 3

v T T

gβ s δ

... (2-3)

β =

f

T 1

, dengan Tf =

(

)

2

+T

Ts

g : percepatan gravitasi = 9,8 m/detik2

δ : panjang karakteristik, untuk dinding vertikal δ = L, m Ts : suhu dinding, K

T : suhu fluida, K Tf : suhu film, K

(36)

b. Bilangan Nusselt

Geometri Panjang

Karakteristik Ra Nusselt

104- 109 Nu = 0,59 Ra4 1

109- 1013 Nu = 0,1 Ra3 1

δ = L

Untuk semua Ra

Nu =

(

)

2

27 8

16 9 6 1

Pr / 492 , 0 1

387 , 0 825

, 0

+

+ Ra

104- 107 Nu = 0,54 Ra4 1 Ts

δ = L

δ = L

107- 1011 Nu = 0,15 Ra3 1

δ = L

Ts

δ = L

105- 1011 Nu = 0,27 Ra4 1 δ = L

(37)

Dari bilangan Nusselt, dapat diperoleh nilai koefisien perpindahan kalor konveksi :

Nu = k hδ

atau h =

δ

k Nu

... (2-4)

Dengan :

Nu : Bilangan Nusselt

h : koefisien perpindahan kalor konveksi, W/m2°C

k : koefisien perpindahan kalor konduksi dari fluida, W/m°C

δ : panjang karakteristik, m

Sehingga dapat dihitung besarnya laju perpindahan kalor konveksi bebas dengan persamaan (A adalah luas permukaan dinding) :

q = h.A.(Ts - T) ... (2-5)

Arus konveksi bebas memindahkan energi dalam yang tersimpan dalam fluida dengan cara yang pada hakikatnya sama dengan arus konveksi paksa. Namun, intensitas gerakan pencampurannya dalam konveksi bebas pada umumnya lebih kecil dan akibatnya koefisien perpindahan panasnya lebih kecil dari konveksi paksa.

2.4.2 Konveksi Paksa

(38)

yang ringan akan mengalir ke atas. Karena gerakan fluida itu terjadi karena adanya bantuan kipas atau pompa maka, mekanisme perpindahan kalor yang bersangkutan disebut konveksi paksa.

Untuk menghitung laju perpindahan panas konveksi paksa, harus diketahui terlebih dahulu nilai koefisien perpindahan panas konveksi h. Sedangkan untuk mencari nilai koefisien perpindahn panas konveksi h dapat dicari dari bilangan Nusselt. Bilangan Nusselt yang dipilih harus sesuai dengan kasusnya, karena setiap kasus mempunyai bilangan Nusselt tersendiri.

Ada dua bilangan Nusselt : bilangan Nusselt lokal dan bilangan Nusselt rata-rata. Bilangan Nusselt lokal, untuk mencari nilai h pada jarak x yang ditinaju. Sedangkan Bilangan Nusselt rata-rata untuk menghitung h rata-rata dari x = 0 sampai dengan jarak x yang ditinjau.

Bilangan Nusselt (Nu) untuk bidang datar

Gambar 2.4 Geometri bilangan Nusselt untuk bidang datar

Daerah laminar Daerah transisi Daerah turbulen

ν

ν

y

0 x

(39)

a. Untuk aliran laminar

Syarat aliran laminar : Rex < 100.000, Bilangan Reynold dirumuskan sebagai berikut :

Re =

µ ρUx

... (2-6)

Berlaku persamaan Nusselt lokal Nu pada jarak x, untuk Pr > 0,6

Nux =

f x

k x h

= (0,332) Rex 2 1

Pr3 1

... (2-7)

Berlaku persamaan Nusselt rata-rata untuk x = 0 sampai dengan x = L

Nu =

f

k hL

= (0,664) ReL 2 1

Pr3 1

... (2-8)

b. Untuk kombinasi aliran laminar dan turbulen

Syarat aliran sudah turbulen : 500.000<Re<107, sehingga berlaku persamaan Nusselt rata-rata :

Nu =

f

k hL

= (0,337 ReL 5 4

- 871) Pr3 1

→ 0,6≤Pr≤60 ... (2-9)

Dengan :

Re : Bilangan Reynold

ρ : Massa jenis fluida, kg/m3 U : Kecepatan fluida, m/detik Nu : Bilangan Nusselt

: viskositas, m2/detik

(40)

h : koefisien perpindahan panas konveksi, W/m2°C Pr : Bilangan Prandtl

L : Panjang dinding, m

Sehingga dapat dihitung laju perpindahan panas konveksi paksa dengan persamaan :

q = hA(Ts - T ) ... (2-10)

Dengan :

q : laju perpindahan kalor konveksi, W

h : koefisien perpindahan panas konveksi, W/m2. °C Ts : Suhu permukaan dinding, °C

T : Suhu fluida,°C

A : Luas permukaan dinding, m2

Bilangan Nusselt (Nu) untuk aliran fluida mengalir melintasi bentuk geometri penampang segi empat

Gambar 2.5 Geometri bilangan Nusselt penampang segi empat

Nu = 0,102 Red0,675 Pr3

1

... (2-11)

(41)

2.5 Koefisien Perpindahan Panas Konveksi

Koefisien perpindahan panas konveksi (convection heat-transfer coefficient) dengan besaran h bervariasi terhadap jenis aliran (laminar atau turbulen), bentuk ukuran benda dan area yang dialiri aliran, sifat-sifat dari fluida, suhu rata-rata, dan posisi sepanjang permukaan benda. Koefisien perpindahan panas juga tergantung pada mekanisme dari perpindahan panas yang mungkin saja terjadi dengan konveksi paksa (gerak fluida yang disebabkan oleh sebuah pompa atau baling-baling), atau dengan konveksi bebas (gerak fluida yang disebabkan bougancy effect) ketika h bervariasi terhadap posisi sepanjang permukaan benda, untuk kemudahan dalam beberapa aplikasi-aplikasi perancangan, ini sebagai nilai rata-rata hm, diatas permukaan betul-betul dipertimbangkan dari pada nilai lokal h. Persamaan q = h (Tw-Tf) dapat digunakan untuk beberapa kasus hanya dengan

mengganti h dengan hm kemudian q mewakili nilai rata-rata fluks panas di atas

bagian yang dipertimbangkan.

(42)

Tabel 2.4 Harga Koefisien Perpindahan Panas Konveksi ( h ) ( Heat Transfer A Basic Approach, hal 7 )

Koefisien Perpindahan Panas Konveksi (h)

Modulus

h (W/m2.°°°°C) h (Btu/h.ft2.°°°°F) Konveksi bebas, ∆∆∆∆T = 30°°°°C

Plat vertikal, tinggi 0,3 m (1 ft) di udara 4,5 0,79 Silinder horisontal, diameter 5 cm di

udara 6,5 1,14

Silinder horisontal, diameter 2 cm

Dalam air 890 157

Konveksi paksa

Aliran udara 2 m/s diatas plat bujur

sangkar 0,2 m 12 2,1

Aliran udara 35 m/s diatas plat bujur

sangkar 0,75 m 75 13,2

Udara 2 atm mengalir di dalam tabung

diameter 2,5 cm kecepatan 10 m/s 65 11,4

Air 0,5 kg/s mengalir dalam tabung 2,5

cm 3500 616

Aliran udara melintas silinder diameter 5

cm, kecepatan 50 m/s 180 32

Air mendidih

Dalam kolam atau bejana 2500-35000 440-6200

Mengalir dalam pipa 5000-100000 880-17600

Pengembunan uap air, 1 atm

Muka vertikal 4000-11300 700-2000

Di luar tabung horisontal 9500-25000 1700-4400

2.6 Metode Beda Hingga

(43)

Pendekatan secara numerik dengan metoda beda hingga untuk derivatif suatu fungsi terhadap variabel bebasnya mempergunakan persamaan dari deret Taylor. Untuk mendapatkan derivatif pertama dari suatu fungsi, pendekatan dilakukan dengan cara pemotongan deret ketiga, keempat dan seterusnya dari deret Taylor, yang harganya dapat diabaikan. Pendekatan dapat dilakukan dengan cara : beda maju, beda mundur, atau cara beda tengah.

2.6.1 Beda Maju

Bila fungsi f (x) analitik, maka f (x + ∆x) dapat dinyatakan dengan deret Taylor terhadap x sebagai berikut :

f (x + ∆x) = f (x) + (∆x) +

∂ ∂ ∆ + ∂ ∂ ∆ + ∂ ∂ 3 3 3 2 2 2 ! 3 ) ( ! 2 ) ( x f x x f x x f ... (2-12)

Atau dapat ditulis ;

f (x + ∆x) = f (x) + (∆x)

( )

+ ∂ ∂ ∆ + ∂ ∂ ∞

=2 !

n n n n x f n x x f ... (2-13)

Dari persamaan ( 2-4 ) diperoleh :

( )

∞ = ∂ ∂ ∆ − ∆ − ∆ + = ∂ ∂ 2 2 ! ) ( ) ( n n n x f n x x x f x x f x f ... (2-14)

Atau dapat ditulis ;

( )

x x x f x x f x f ∆ + ∆ − ∆ + = ∂ ∂ 0 ) ( ) ( ... (2-15)

Atau dapat dinyatakan dalam bentuk ;

( )

x x

f f i x

f i i +

∆ − = ∂

(44)

Secara grafik, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.6, pendekatan ini diinterpretasikan sebagai slope di titik B, yang menggunakan harga fungsi di titik B dan titik C.

Gambar 2.6 : Ilustrasi persamaan 2-15 dan 2-16

Untuk mendapatkan harga pendekatan turunan kedua dari fungsi terhadap x, dilakukan langkah-langkah sebagai berikut ;

f (x + ∆x) = f (x) + (∆x) +

∂ ∂ ∆ + ∂ ∂ ∆ + ∂ ∂ 3 3 3 2 2 2 ! 3 ) ( ! 2 ) ( x f x x f x x f ... (2-17)

Bila f (x + 2 ∆x) diekspansikan dengan deret Taylor, menghasilkan persamaan berikut ;

f (x + 2∆x) = f (x) + (2∆x) +

∂ ∂ ∆ + ∂ ∂ ∆ + ∂ ∂ 3 3 3 2 2 2 ! 3 ) 2 ( ! 2 ) 2 ( x f x x f x x f ... (2-18)

Bila f (x + 2∆x) - 2 f (x + ∆x) menghasilkan ;

f f

x x+∆x i i+1 B

C f(x)

f(x+∆x)

B

C f(i)

(45)

f (x + 2∆x) - 2 f (x + ∆x) = - f (x) +

( )

( )

+ ∂ ∂ ∆ + ∂ ∂ ∆ 3 3 3 2 2 2 x f x x f

x ... (2-19)

Dari persamaan ( 2-6 ) dapat diperoleh ;

( )

x

( )

x

x f x x f x x f x f ∆ + ∆ − ∆ + − ∆ + = ∂ ∂ 0 ) ( ) ( 2 ) 2 ( 2 2 2 ... (2-20)

Atau dapat dinyatakan dengan ;

( )

x

( )

x

f f f i x

f i i i

∆ + ∆ − − = ∂ ∂ + + 0 2 2 1 2 2 2 ... (2-21)

2.6.2 Beda Mundur

Bila fungsi f (x) analitik, maka f (x-∆x) dapat dinyatakan dengan deret Taylor terhadap x sebagai berikut ;

f (x - ∆x) = f (x) - (∆x) ... ! 3 ) ( ! 2 ) ( 3 3 3 2 2 2 + ∂ ∂ ∆ − ∂ ∂ ∆ + ∂ ∂ x f x x f x x f ... (2-22)

Atau dapat dinyatakan dengan ;

f (x - ∆x) = f (x) - (∆x)

( )

... ! 2 n n n n x f n x x f ∂ ∂ ∆ ± + ∂ ∂ ∞ = ... (2-23)

Bila n genap : + Bila n ganjil : -

Dari persamaan (2-14) diperoleh ;

( )

x x x x f x f x f ∆ + ∆ ∆ − − = ∂ ∂ 0 ) ( ) ( ... (2-24)

Atau dapat dinyatakan dengan bentuk ;

( )

x

( )

x

f f i x

f i i +

∆ − = ∂

∂ −1 0

2 2

(46)

Secara grafik, diperlihatkan dalam Gambar 2.7, pendekatan ini diinterpretasikan sebagai slope atau kemiringan dari fungsi f di titik B, dengan mempergunakan harga fungsi di titik A dan B.

Gambar 2.7 Ilustrasi Persamaan 2-25

Untuk mendapatkan harga pendekatan turunan kedua dari fungsi f terhadap x, dapat dilakukan dengan menggunakan ekspansi deret Taylor fungsi f (x - ∆x) dan f (x - 2∆x).

f (x - ∆x) = f (x) - (∆x) ... ! 3 ) ( ! 2 ) ( 3 3 3 2 2 2 x f x x f x x f ∂ ∂ ∆ − ∂ ∂ ∆ + ∂ ∂ ... (2-26)

f (x - 2∆x) = f (x) - (2∆x) ... ! 3 ) 2 ( ! 2 ) 2 ( 3 3 3 2 2 2 x f x x f x x f ∂ ∂ ∆ − ∂ ∂ ∆ + ∂ ∂ ... (2-27)

Bila f (x - 2 ∆x) - 2 f (x - ∆x), diperoleh turunan kedua dari fungsi f terhadap x, yang dapat dinyatakan dengan persamaan berikut :

( )

(

)

(

)

( )

x

( )

x

x x f x x f x f x f ∆ + ∆ ∆ − − ∆ − − = ∂ ∂ 0 2 2 2 2 2

... (2-28) f

i-1 i x A

B

f(i-1)

(47)

( )

x

( )

x f f f i x

f i i i +

∆ + − = ∂ ∂ 0 2 2 2 1 2 2 ... (2-29)

2.6.3 Beda Tengah

Dengan memanfaatkan ekspansi dari fungsi f (x + ∆x) dan f (x - ∆x), dapat diperoleh turunan pertama f terhadap x dengan cara beda tengah ;

f (x + ∆x) = f (x) + (∆x)

( )

... ! 2 + ∂ ∂ ∆ + ∂ ∂ ∞ = n n n n x f n x x f ... (2-30)

f (x - ∆x) = f (x) - (∆x)

( )

... ! 2 n n n n x f n x x f ∂ ∂ ∆ ± + ∂ ∂ ∞ = ... (2-31)

Bila f (x + ∆x) - f (x - ∆x), diperoleh,

f (x + ∆x) - f (x - ∆x) = 2 (∆x) 2 2 2 + ∂ ∂ x f

(∆x) + ∂ ∂ 3 3 x f ... (2-32)

Dari persamaan (2-24), didapat ;

(

)

(

)

( )

2

0

2 x x

x x f x x f x f ∆ + ∆ ∆ − − ∆ + = ∂ ∂ ... (2-33)

Atau dapat dinyatakan dengan bentuk persamaan ;

( )

2 1

1 0

2 x x

f f i x

f i i

∆ + ∆ − = ∂

(48)

Gambar 2.8 Ilustrasi Persamaan 2-34

Secara grafik diperlihatkan dalam Gambar 2.8, pendekatan ini diinterpretasikan sebagai slope atau kemiringan titik B dengan mempergunakan pada titik A dan C. Untuk mendapatkan harga pendekatan turunan kedua dari fungsi f terhadap x, dapat dilakukan dengan menambahkan persamaan f (x + ∆x) dengan f (x - ∆x).

f (x + ∆x) = f (x) + (∆x) ... ! 3 ) ( ! 2 ) ( 3 3 3 2 2 2 + ∂ ∂ ∆ + ∂ ∂ ∆ + ∂ ∂ x f x x f x x f ... (2-35)

f (x - ∆x) = f (x) - (∆x) ... ! 3 ) ( ! 2 ) ( 3 3 3 2 2 2 + ∂ ∂ ∆ − ∂ ∂ ∆ + ∂ ∂ x f x x f x x f ... (2-36)

Bila f (x + ∆x) + f (x - ∆x), menghasilkan persamaan yang dapat dinyatakan dengan persamaan berikut ;

( )

( )

2 2 2 2 0 ) ( ) ( 2 ) 2 ( x x x x f x f x x f x f ∆ + ∆ ∆ − − − ∆ + = ∂ ∂ ... (2-37) f
(49)

Atau dapat dinyatakan dengan bentuk persamaan ;

( )

( )

2 2

1 1

2 2

0 2

x x

f f f i x

f i i i +

∆ + − = ∂

∂ + − ... (2-38)

2.7 Benda Komposit

Benda komposit adalah benda yang tersusun atas beberapa lapis bahan yang berbeda. Bahan-bahan itu mempunyai nilai koefisien perpindahan panas konduksi (k) yang berbeda-beda, tergantung dari sifat bahan itu.

Contoh benda komposit antara lain : a. Beton bertulang

Beton bertulang tersusun atas semen pada bagian luar dengan logam besi pada bagian dalam.

b. Pensil kayu

Pensil kayu tersusun atas karbon grafit pada bagian dalam dan kayu pada bagian luar.

c. Tulang manusia dan pen

Tulang manusia dan pen tersusun atas tulang manusia dan pen dari logam untuk menyambung tulang yang patah.

d. Telur rebus

Telur rebus tersusun atas kuning telur, putih telur pada bagian dalam dan cangkang telur pada bagian luar.

e. Kabel listrik

(50)

2.8 Benda Berbangkit Energi

Benda berbangkit energi adalah benda yang mampu memberikan atau membangkitkan energi. Contohnya kawat berarus listrik, elemen pemanas air (heater), elemen setrika listrik, kompor listrik, dan lain-lain. Bagaimana distribusi suhu pada benda berbangkit energi tersebut? Untuk keadaan tunak, langkah pertama, menentukan model matematika yang berlaku. Langkah kedua, menentukan kondisi batas, dan langkah ketiga menyelesaikan model matematika dengan memakai kondisi batas tersebut. Untuk keadaan tak tunak, ada satu langkah lagi yang masih harus dilakukan yaitu menentukan kondisi awal.

Besarnya energi pembangkitan berbanding terbalik dengan volume benda dan berbanding lurus dengan daya pada alat pemanas, secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :

q=

heater volume

heater daya

... (2-39)

(51)

BAB III

MENCARI PERSAMAAN NUMERIS DI SETIAP TITIK

3.1 Kesetimbangan Energi

Kesetimbangan energi pada volume kontrol (ruang yang dibatasi permukaan kontrol dimana energi dapat lewat) dapat dinyatakan dengan persamaan :

Ein + Eg - Eout = Est ... (3-1)

Gambar 3.1 Kesetimbangan energi pada volume kontrol

Keterangan pada persamaan (3-1) :

Ein : Energi yang masuk volume kontrol, Joule

Eout : Energi yang keluar volume kontrol, Joule

Est : Energi yang tersimpan di dalam volume kontrol, Joule

Eg : Energi yang dibangkitkan dalam volume kontrol, Joule

Volume kontrol

Eg

(52)

Kesetimbangan energi pada volume kontrol dapat dinyatakan sebagai berikut :

t

selama permukaan

seluruh

melalui kontrol

volume ke

masuk yang energi Seluruh

+

t

selama kontrol

volume pada

an dibangkitk yang

Energi

-∆t

selama kontrol

volume pada

permukaan seluruh

dari

keluar yang energi Seluruh

=

t

selama

kontrol volume

pada

dalam energi Perubahan

3.2 Penurunan Model Matematika

Perhatikan suatu volume kontrol bahan dalam suatu benda padat. Elemen ini berbentuk segi empat dengan tepi-tepinya dx, dy, dz masing-masing sejajar dengan sumbu x, y, dan z seperti pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Elemen benda uji dalam arah x, y, z

.

q dy

dx

dz

qx qx+dx

qy

qy+dy q

z

qz+dz

x y

(53)

Energi yang masuk volume kontrol (Ein) :

Ein = qx + qy + qz ... (3-2)

Dengan :

qx = -k(dy)(dz)

(

)

x t z y x T ∂ ∂ , , ,

qy = -k(dx)(dz)

(

)

y t z y x T ∂ ∂ , , , ... (3-3)

qz = -k(dx)(dy)

(

)

z t z y x T ∂ ∂ , , ,

Energi yang keluar volume kontrol (Eout) :

Eout = qx+dx + qy+dy + qz+dz

Eout =

∂ ∂

+ dx

x q

qx x +

∂ ∂

+ dy

y q

qy y +

∂ ∂ + dz z q q z

z ... (3-4)

Energi yang tersimpan dalam volume kontrol (Est) :

Est = dxdydz

t T cp ∂ ∂ .

ρ ... (3-5)

Energi yang dibangkitkan dalam volume kontrol (Eg) :

Eg = qdxdydz ... (3-6)

Dengan mendistribusikan persamaan (3-2), (3-4), (3-5) dan (3-6), ke dalam persamaan (3-1) diperoleh :

(

)

(

)

(

)

q z t z y x T k z y t z y x T k y x t z y x T k

x ∂ +

∂ ∂ ∂ + ∂ ∂ ∂ ∂ + ∂ ∂ ∂ ∂ , , , , , , , , , =

(

)

t t z y x T cp ∂ ∂ , , , .

ρ ... (3-7)

(54)

Jika koefisien perpindahan panas konduksi berharga konstan (k =

konstan), atau tidak berubah terhadap perubahan suhu, dan α =

p

c k

ρ , maka

persamaan (3-7) dapat dinyatakan dengan persamaan (3-8) :

(

)

(

)

(

)

k q z t z y x T y t z y x T x t z y x T + ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ 2 2 2 2 2 2 , , , , , , , , , = α

1

(

)

t t z y x T ∂ ∂ , , , ... (3-8)

Untuk kasus dua dimensi, maka persamaan (3-8) diubah menjadi :

(

)

(

)

(

)

t t y x T k q y t y x T x t y x T ∂ ∂ = + ∂ ∂ + ∂

∂ , , , , 1 , ,

2 2

2 2

α ... (3-9)

Jika sistem tidak mengandung sumber panas, maka persamaan (3-9) berubah menjadi persamaan :

(

)

(

)

(

)

t t y x T y t y x T x t y x T ∂ ∂ = ∂ ∂ + ∂

∂ , , , , 1 , ,

2 2

2 2

α ... (3-10)

Untuk kasus dua dimensi dengan k = k(T), dengan pembangkitan energi, persamaan dapat dinyatakan sebagai berikut :

( )

(

)

∂ ∂ ∂ ∂ x t y x T T k x , , +

( )

(

)

∂ ∂ ∂ ∂ y t y x T T k y , ,

+q =

(

)

t t y x T cp ∂ ∂ , , .

ρ ... (3-11)

Untuk kasus dua dimensi dengan k = k(T), tanpa pembangkitan energi, persamaan dapat dinyatakan sebagai berikut :

( )

(

)

∂ ∂ ∂ ∂ x t y x T T k x , , +

( )

(

)

∂ ∂ ∂ ∂ y t y x T T k y , , =

(

)

t t y x T cp ∂ ∂ , , .

ρ ... (3-12)

Keterangan :

qx : laju aliran kalor konduksi dalam arah x

qy : laju aliran kalor konduksi dalam arah y

(55)

ρ : massa jenis, kg/m3 cp : panas jenis, J/kg°C

k : konduktivitas thermal bahan, W/m°C

k(T) : konduktivitas thermal bahan berubah terhadap suhu, W/m°C q : laju pembangkitan panas per satuan volume, W/m3

α : difusivitas thermal, m2/detik T(x, y, z, t) : suhu pada posisi x, y, z saat t, °C x : posisi x, meter

y : posisi y, meter z : posisi z, meter

t : menyatakan waktu, detik

3.3 Persamaan Numeris di Setiap Titik

Dari model matematika pada persamaan (3-12) untuk bahan pertama yaitu bahan tidak berbangkit energi dan model matematika pada persamaan (3-11) untuk bahan kedua yaitu bahan berbangkit energi, dapat ditentukan persamaan numerik untuk setiap titik di dalam benda. Untuk persamaan numerik di kondisi batas atau di perbatasan kedua benda, pencarian dilakukan dengan mempergunakan prinsip kesetimbangan energi.

Ada enam persamaan numerik yang utama, yaitu :

a. Persamaan untuk node pada samping bahan pertama (bahan tidak berbangkit energi).

(56)

c. Persamaan untuk node pada sudut bahan pertama (bahan tidak berbangkit energi).

d. Persamaan untuk node pada samping bahan kedua (bahan berbangkit energi) yang bersinggungan dengan fluida.

e. Persamaan untuk node pada bagian dalam bahan kedua (bahan berbangkit energi).

f. Persamaan untuk node pada sudut bahan kedua (bahan berbangkit energi) yang bersinggungan dengan fluida.

y

111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121

100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110

89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99

78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88

67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77

56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66

45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55

34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44

23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33

12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 x

Gambar 3.3 Posisi node pada benda uji

∆ ∆ ∆ ∆x

∆∆ ∆y

T∞∞∞∞,h

T∞∞∞∞,h

T∞∞∞∞,h

(57)

Keterangan Gambar 3.3 :

Bagian yang tidak diarsir : bahan I (aluminium) Bagian yang diarsir : bahan II (tembaga) 3.3.1 Kasus pertama

Kasus pertama yaitu pada samping bahan pertama (bahan tidak berbangkit energi) yang terletak pada batas pertemuan antara bahan pertama dan bahan kedua, terjadi pada node 26, 27, 28, 29, 30, 36, 42, 47, 53, 58, 64, 69, 75, 80, 86, 92, 93, 94, 95, dan 96. Pada kasus pertama ini diambil node 27 sebagai perwakilan untuk menentukan persamaan numerik.

Gambar 3.4 Kesetimbangan energi pada volume kontrol pada samping bahan pertama (tidak berbangkit energi) pada perbatasan bahan pertama

dan bahan kedua

Bahan I ρρρρ1,c1,k1 ∆∆∆∆x

∆∆∆∆y

½ ∆∆∆∆y

i-1,j i+1,j

½ ∆∆∆∆y

i,j-1

∆∆∆∆x

Bahan II : ρρρρ2,c2,k2

∆x = ∆y i,j

i,j+1

qkond3

qkond2 qkond4

qkond6

qkond5

(58)

Dengan mempergunakan prinsip kesetimbangan energi :

1

kond

q = n

j i k , 2 1 ,

2 − .

∆ 1 . 2 y . x T Tin j inj

∆ −

−1, ,

2

kond

q = n j i k , 2 1 ,

1 − .

∆ 1 . 2 y . x T Tin j inj

∆ −

−1, ,

3

kond

q = n j i k 2 1 , ,

1 + .

(

x.1

)

. y

T T n j i n j i ∆ −

+1 , ,

4

kond

q = n

j i k , 2 1 .

1 + .

∆ 1 . 2 y . x T Tin j inj

∆ −

+1, ,

5

kond

q = n j i k , 2 1 ,

2 + .

∆ 1 . 2 y . x T Tin j inj

∆ −

+1, ,

6

kond

q = n

j i k 2 1 , ,

2 − .

(

x.1

)

. y

T Tinj inj

∆ −

−1 , ,

[ ]

Σq +

[

q.V

]

=

(

ρ1.c1.v12.c2.v2

)

. t T ∆ ∆ ... (3-13) n j i k , 2 1 ,

2 − .

∆ 1 . 2 y . x T T n j i n j i ∆ −

−1, , + n j i k , 2 1 ,

1− .

∆ 1 . 2 y . x T T n j i n j i ∆ −

−1, , + n j i k 2 1 , ,

1 + .

(

x.1

)

.

y T Tinj inj

∆ −

+1 , , + n j i k , 2 1 .

1 + .

∆ 1 . 2 y . x T Tin j inj

∆ −

+1, , + n j i k , 2 1 ,

2 + .

∆ 1 . 2 y . x T Tin j inj

∆ −

+1, , + n j i k 2 1 , ,

2 − .

(

x.1

)

. y T T n j i n j i ∆ −

−1 , ,

+ ∆ ∆

2 . . x y

q = t T T y x c n j i n j i ∆ − ∆ ∆ + , 1 , 1 1 . 2 . . . ρ + t T T y x c n j i n j i ∆ − ∆ ∆ + , 1 , 2 2 . 2 . . .

(59)

Bila ∆x = ∆y, maka persamaan (3-14) menjadi : 2 1 n j i k , 2 1 ,

2 − .

(

)

n j i n j i T

T1,, + 2 1 n j i k , 2 1 ,

1 − .

(

)

n j i n j i T

T1,, + n j i k 2 1 , ,

1 + .

(

)

n j i n j i T

T,

Gambar

Gambar 1 : Benda komposit yang tersusun atas 2 lapis bahan yang berbeda
Gambar 2-1 Perpindahan Panas Konduksi
Gambar 5.9 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama benda  saat  t = 15 detik
Gambar 5.10 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama
+7

Referensi

Dokumen terkait

Inflasi yang terjadi di Kota Banda Aceh disebabkan oleh inflasi pada Kelompok Bahan Makanan sebesar 4,15 persen, Kelompok Sandang 2,99 persen, Kelompok Makanan

Setelah dilakukan penelitian mengenai Pengaruh Mobilisasi Dini terhadap Keberhasilan Penyembuhan Luka pada Pasien Pasca Operasi di Bangsal Arofah dan Marwah RS PKU

Masalah yang mungkin terjadi dengan mengatur bahwa setiap proses hanya dapat memiliki satu proses adalah bahwa tidak semua proses hanya membutuhkan satu

Berdasarkan hal tersebut maka untuk menciptakan nilai tambah dari produksi minyak sawit perusahaan perkebunan, sudah saatnya membangun industri hilir minyak sawit yang

Penetapan harga dasar gabah dan harga atap beras di tingkat konsumen lebih rendah daripada harga keseimbangan di pasar dengan tidak ada subsidi kepada produsen maka

BB 2757 MI yang dikemudikan oleh korban Marmeilin Sipahutar (meninggal dunia) dengan cara terdakwa keluar dari kantor CU Pinangsori lalu pergi dengan mengendarai

Penelitian ini bertujuan untuk mengamati pengaruh dari penerapan Teknoogi Informasi dan Sistem Informasi Akuntansi terhadap Kualitas Pendidikan Akuntansi lulusan

Jika data pada register A lebih besar atau sama dengan data yang ada pada Simbol maka akan dilakukan proses penghapusan carry flag dan pengurangan, dimana data register A dikurang