• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN STRATEGY EMOTION FOCUSED COPING DAN AGGRESSIVE DRIVING PADA REMAJA SKRIPSI. Oleh : Adimas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN STRATEGY EMOTION FOCUSED COPING DAN AGGRESSIVE DRIVING PADA REMAJA SKRIPSI. Oleh : Adimas"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

1

HUBUNGAN STRATEGY EMOTION FOCUSED COPING DAN

AGGRESSIVE DRIVING PADA REMAJA

SKRIPSI

Oleh :

Adimas

201510230312104

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2016

(2)

i

HUBUNGAN STRATEGY EMOTION FOCUSED COPING DAN

AGGRESSIVE DRIVING PADA REMAJA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang

Sebagai salah satu persyaratan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Psikologi

Oleh :

Adimas

201510230312104

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2016

(3)

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Hubungan Strategy Emotion Focused Coping dan Aggressive Driving pada Remaja

Nama Peneliti : Adimas

NIM : 201510230312104

Fakultas : Psikologi

Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang Waktu Penelitian : 13 juni s.d 17 juni 2016

Skripsi ini telah diuji oleh dewan penguji pada tanggal Dewan Penguji

Ketua Penguji : Yudi Suharsono, S.Psi, M.Si Anggota Penguji : 1. Tri Muji Ingarianti, M.Psi

2. Siti Maimunah, S.Psi, M.A 3. Zainul Anwar, S.Psi, M.Psi

Pembimbing I Pembimbing II

Yudi Suharsono, S.Psi., M.Si Tri Muji Ingarianti, M.Psi

Malang, Juni 2016 Mengesahkan,

Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

(4)

iii

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Adimas

NIM : 201510230312104

Fakultas / jurusan : Psikologi

Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang Menyatakan bahwa skripsi/ karya ilmiah yang berjudul :

Hubungan Strategy Emotion Focused Coping dan Aggressive Driving pada Remaja.

1. Adalah bukan karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan kecuali dalam bentuk kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebutkan sumbernya. 2. Hasil tulisan karya ilmiah / skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan hak

bebas royalty non eksklusif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia mendapatkan sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku

Malang, Juni 2016 Mengetahui

Ketua Program Studi Yang menyatakan

(5)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Strategy Emotion Focused Coping dan Aggressive Driving pada Remaja.” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang. Tidak lupa senantiasa shalawat serta salam penulis panjatkan kepada junjungan Muhammad SAW. Nabi yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman terang benderang untuk kesejahteraan dan kemaslahatan umat manusia.

Penulis menyadari bahwa selama masa perkuliahan dan dalam proses penyusunan skripsi ini banyak pihak yang telah memberikan sumbangsih dalam bentuk apapun, baik itu berupa motivasi, bimbingan, dan petunjuk kepada penulis. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Ibu Dra. Tri Dayakisni, M.Si selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Bapak Yudi Suharsono, S.Psi. M.Si selaku Pembantu dekan I dan Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan pikirannya serta memotivasi penulis.

3. Ibu Tri Muji Ingarianti, M.Psi, selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan banyak waktu untuk mencurahkan wawasannya, dan memberikan bimbingan serta motivasi kepada penulis.

4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang yang telah mengejewantahkan tugas dan tanggung jawabnya sebagai insan pendidik dalam bentuk pencurahan wawasan akademik dan wawasan moral kepada penulis.

5. Staff Tata Usaha Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang terimakasih karena telah banyak membantu dalam hal administrasi.

6. Drs. Suryanto dan Dra. Tri Kusuma Wardhani selaku orang tua penulis yang tanpa henti memberikan doa, dukungan, kasih sayang, serta pelajaran kepada penulis.

7. dr. Savitri Yuanita dan dr. Syaiful Jihad Selaku saudara penulis yang secara langsung maupun tidak langsung membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

8. Teman-teman terdekat penulis Toni Agus Ryadi, Eka Bane, Angger Bagus, Herlia Rahmawati, Bang Dul, mbak Vika, Muhammad Slamet, Satria Darma Kusuma, Andre Scabra, Hilman Himawan, Beny Aryadhita, dan yang tidak bisa disebutkan namanya. 9. Semua Pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya yang telah memberikan

bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis berusaha melakukan dan menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran membangun demi perbaikan karya skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan dan pembaca pada umumnya.

Malang, 26 Juni 2016 Penulis

(6)

v DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ...ii

SURAT PERNYATAAN ...iii

KATA PENGANTAR ...iv

DAFTAR ISI ...v

DAFTAR TABEL ...vi

DAFTAR GRAFIK ...vii

DAFTARLAMPIRAN ...vii ABSTRAK ... 1 PENDAHULUAN ... 2 LANDASAN TEORI ... 5 Aggressive Driving ... 5 Strategy Coping ... 6

Strategy Coping Emotion-Focused dan Aggressive Driving ... 7

Hipotesa ... 9

METODE PENELITIAN ...9

Rancangan Penelitian ...9

Subjek Penelitian ...9

Variabel dan Instrumen Penelitian ...10

Prosedur Penelitian dan Analisa Data Penelitian ...10

HASIL PENELITIAN ...11

DISKUSI ...14

SIMPULAN DAN IMPLIKASI ...16

REFERENSI ...17

(7)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Deskripsi Data ...11

Tabel 2. Kategorisasi Aggressive Driving Berdasarkan Jenis Kelamin ...12

Tabel 3. Kategorisasi Aggressive Driving Berdasarkan Usia ...12

Tabel 4. Kategorisasi Aggressive Driving Berdasarkan Kepemilikan SIM ...13

(8)

vii

GRAFIK

(9)

viii

DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1

Skala dan Blue Pint

Skala Aggressive Driving ...23

Skala Strategi Koping ...24

Blue Print Skala Strategi Koping ...25

Blue Print Skala Aggressive Driving ...27

LAMPIRAN 2 Analisis Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian Validitas dan Realiabilitas Aggressive Driving...31

Validitas dan Realiabilitas Strategi Koping ...32

LAMPIRAN 3 Tabulasi Data Penelitian Tabulasi Data Skala Aggressive Driving ...35

Tabulasi Data Skala Strategi Koping ...42

LAMPIRAN 5 Uji Asumsi Linieritas ... 53

Normalitas Data... 53

Analisa Pearson Product-Moment Deskripsi Data ... 53

Hasil Analisa ... 57

LAMPIRAN 6 Dokumentasi Penelitian ... 58

(10)

1

HUBUNGAN STRATEGY EMOTION FOCUSED COPING DAN AGGRESSIVE DRIVING PADA REMAJA

Adimas

Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang adimasbedel@gmail.com

Angka kecelakaan di Indonesia sangat mengkahwatirkan, banyak korban didominasi usia 15-20 tahun. Aggressive driving merupakan salah satu penyebab kecelakaan dijalan raya karena bentuk perilaku mengemudi yang tidak aman, salah satunya dikarenakan keadaan emosi yang tidak stabil, sehingga emotion focused coping memiliki peranan penting terhadap munculnya perilaku aggressive driving sebab emotion focused coping merupakan usaha untuk mengatasi stress dengan cara mengatur respon emosional dalam rangka menyesuikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang diangap sebagai tekanan. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan strategy emotion focused coping dan

aggressive driving pada remaja. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional. Subjek yang dilibatkan dalam penelitian sebanyak 350 remaja di kota Malang mengendarai sepeda motor. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Purposive sampling. Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah skala strategy coping emotion-focused

dan skala aggressive driving. Analisa data mengunakan pearson product-moment.

Berdasarkan hasil analisa menunjukkan ada hubungan strategy emotion focused coping dan

aggressive driving pada remaja dengan nilai (p = 0.000 < 0.01) dan nilai (r = 0.447 dan = 0.119).

Kata kunci: emotion focused coping, Aggressive driving

Traffic related incident rate in Indonesia has been alarming, the victims dominates by age 15-20 years old. Aggressive driving are one of the risk factor of traffic related incident. It is a form of unsafe driving behaviour, and caused by emotional unstability. Therefore, emotional focused coping plays important role in aggrressive driving. Emotional focused coping is a way individual deal with stress by managing emotional responses in order to conforming the effect of a certain condition or stress identified situation. This study aims to recognize the correlation between emotion focused coping strategy and aggressive driving in adolesncence. The study designed as correlational quantitative. Subjects include 350 adolescence in Malang that could drive a motorcycle. Sampling techniques using purposive sampling. Instrument in data collection using strategic emotion-focused coping scale and aggressive driving scale. Data analysis using pearson product-moment. Data analysis shows that there is a correlation between strategy emotion focused coping dan aggressive driving in adolescence with (p = 0.000 & lt; 0.01) and (r = 0.447 and = 0.119.)

(11)

2

Di era global ini tampaknya dunia otomotif mengalami perkembangan yang baik. Salah satu bukti pesatnya perkembangan dunia otomotif nusantara adalah bertambahnya pengguna kendaraan hal ini didukung dengan Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia yang mencatat, jumlah kendaraan yang masih beroperasi di seluruh Indonesia pada 2013 mencapai 104,211 juta unit, naik 11 persen dari tahun sebelumnya tahun 2012 yang cuma 94,299 juta unit. Dari jumlah itu, populasi terbanyak masih disumbang oleh sepeda motor dengan jumlah 86,253 juta unit di seluruh Indonesia, naik 11 persen dari tahun sebelumnya 77,755 juta unit. Jumlah terbesar kedua disumbang mobil penumpang dengan 10,54 juta unit, atau juga naik 11 persen dari tahun sebelumnya, 9,524 juta unit. Populasi mobil barang (truk, pikap, dan lainnya) tercatat 5,156 juta unit, naik 9 persen dari 4,723 juta unit, (Kurniawan, 2014).

Bertambahnya pengguna kendaraan maka tingkat kecelakaan di jalan raya menjadi semakin banyak dan semakin mengkahwatirkan, data Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menyebutkan, pada 2013 lalu kecelakaan lalu lintas menyebabkan korban jiwa mencapai 26.486 orang, dimana 70 persennya didominasi pengendara sepeda motor. Tahun 2013 memang turun dibandingkan dengan 2010, tapi 26.000 korban jiwa itu masih angka yang besar. Kematian akibat kecelakaan lalu lintas ada di peringkat sembilan dunia diantara penyebab kematian lainnya, (Ferdian. 2015). Lebih jauh dijelasakan oleh Saragih, (2015) Kecelakaan paling tinggi melibatkan roda dua. Korban yang berjatuhan diusia produktif antara 15 – 20 tahun.

Data dari Satlantas Polres Malang Kota mencatat, dalam lima tahun terkahir ini, pertumbuhan kendaraan di Kota Malang mencapai 175.000 unit untuk roda dua dan 25.000 unit untuk roda empat. Dalam satu bulan ada sekitar 3.000 unit sepeda motor baru dan 500 unit mobil baru masuk ke Kota Malang (Parmin, 2014). Sehingga di prediksikan tahun 2015 mencapai 211.000 unit kendaraan bermotor dan 31.000 unit mobil. Angka kecelakaan yang terjdi di Malang Jawa Timur dari kejadian di tahun 2015, 98 orang meninggal dunia, 8 orang luka berat, dan 384 orang menderita luka ringan. Jumlah ini naik dibandingkan tahun 2014 dengan angka orang meninggal dunia sebanyak 61 orang, lima orang luka berat, dan 251 orang luka ringan (Wahyunik, 2015). Berdasarkan data hampir 75 persen pelajar SMP dan SMA di Kota Malang bersekolah dengan membawa kendaraan bermotor (Irawati, 2015).

Berdasarkan data tersebut maka angka kecelakaan sangat mengkahwatirkan khususnya pada kendaraan bermotor yang menyumbang korban kecelakaan tertinggi lebih mengkahwatirkan lagi yang mengalami kecelakaan tersebut di dominasi pengguna pada usia 15-20 tahun. Selain itu berdasarkan data angka kecelakaan di Malang juga mengalami peningkatan dari tahun 2014-2015. Kecelakaan akibat kendaraan salah satunya di sebabkan, perilaku agresi berkendara terjadi ketika pengemudi kesulitan mengontrol emosinya pada saat sedang berkendara. Perilaku ini biasanya ditampilkan dalam bentuk keberanian mengambil risiko di jalan raya dengan melanggar lalu lintas atau tidak memperdulikan keselamatan pengguna jalan lainnya, termasuk berbagai macam properti yang ada di jalanan Winurini, (2012). Terdapat 3 faktor terjadinya kecelakaan saat berkendaraan yaitu: 1) Faktor jalanan seperti kondisi jalan yang tidak baik seperti jalan licin, tanjakan/turunan curam, tikungan tajam, tidak ada rambu-rambu lalulintas yang jelas dan jalan yang rusak. 2) Faktor kendaraan misalnya rem yang tidak berfungsi, lampu depan, belakang dan lampu rem tidak menyala, ban halus, kerusakan pada kerangka. 3) Faktor manusia merupakan faktor terbesar terjadinya kcelakaan hinga 57% sampai 80%, seperti pemakaian alkohol, tidak memakai sabuk

(12)

3

keselamatan, tidak memakai helm, melanggar rambu-rambu lalulintas, faktor kelelahan dan pemakaian sedatife, (Sastromihardjo, 1997).

Berdasarkan pembahasan tersebut maka dapat dimpulkan bahwa faktor manusia merupakan faktor terbesar penyebab terjadinya kecelakaan. Menurut Ayuningtyas dan Santoso (2007) tekanan-tekanan yang dialami pengemudi membuat pengemudi frustasi dan kemudian menimbulkan agresif yang ditampilkan dalam tingkah lau agresif ketika mengendarai (aggressive driving). Tingkah laku agresif yang dilakukan pengemudi pada saat mengendarai bermacam-macam, se-perti memotong atau berpindah jalur tanpa memberi tanda (sen), tidak memperhatikan jarak aman, melanggar rambu lalu lintas, dan sebagainya (NYS Department of Motor Vehicles, 2005). Lebih jauh dijelaskan bahwa kepadatan merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi aggressive driving pengendara.

Munculnya perilaku aggressive driving disebabkan karena beberapa penyebab yaitu dari faktor internal dan eksternal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Saptoto (2013) menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara kecenderungan individu menggunakan

emotion focused coping terhadap kecerdasan emosi. Lebih jauh dijelaskan bahwa stressor yang relatif tidak dapat dikontrol, strategi emotion focused coping yang berorientasi ke arah pengaturan emosi atau penilaian kembali ancaman terlihat paling adaptif. Kecerdasan emosional dapat digunakan dalam pengambilan keputusan dan tindakan. Mereka yang memiliki kecerdasan emosional yang baik akan mengambil keputusan dan melakukan tindakan yang tepat saat situasi kritis dan mendesak. Sebaliknya Individu yang memiliki kecerdasan emosional yang rendah lebih terlihat menarik diri dari pergaulan atau masalah sosial seperti: lebih suka menyendiri dan kurang bersemangat; sering cemas dan depresi dan agresif (Mukarromah, 2008). Berdasarkan pemaparan tersebut maka perilaku aggressive driving dapat dipengaruhi dengan strategy coping, karena strategy coping merupakan suatu cara atau metode yang dilakukan individu mengatasi dan mengendalikan situasi atau masalah yang dialami dan dipandang sebagai hambatan, tantangan yang bersifat menyakitkan, serta yang merupakan ancaman yang bersifat merugikan dari stimulus yang di hadapi (Aldwin dan Revenson, 1999).

Menurut Lazarus (1993) strategy coping yang digunakan menjadi dua bentuk yaitu: 1)

Problem focused coping (PFC) merupakan strategi coping untuk menghadapi masalah secara langsung melalui tindakan yang ditujukan untuk menghilangkan atau mengubah sumber-sumber stres. Bentuk-bentuk strategi coping ini adalah : a) Countiousness (kehati-hatian) b) Instrumental action yaitu usaha-usaha langsung individu dalam menemukan solusi dari permasalahannya, c) Negosiasi, mengubah pikiran orang lain demi mendapatkan hal yang positif dari situasi yang problematik tersebut. 2) Emotion focused coping merupakan strategi untuk meredakan emosi individu yang sebabkan oleh tekanan, tanpa berusaha untuk mengubah suatu situasi yang menjadi sumber tekanan secara langsung. Bentuk strategy coping ini adalah: a) Pelarian diri adalah individu berusaha untuk menghindarkan diri dari pemecahan masalah yang sedang dihadapi, b) Penyalahan diri adalah individu selalu menyalahkan dirinya sendiri dan menghukum diri sendiri serta menyesali yang telah terjadi, c) Minimalisasi adalah individu menolak masalah yang ada dengan cara menganggap seolah-olah tidak ada masalah, bersikap pasrah, dan acuh tak acuh terhadap lingkungan, d) Pencarian makna adalah individu menghadapi masalah yang mengandung stres dengan mencari arti kegagalan bagi dirinya serta melihat segi-segi yang penting dalam hidupnya.

Menurut Lazarus (1993), Problem focused coping memungkinkan individu membuat rencana dan tindakan lebih lanjut, berusaha menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi. Pada

(13)

4

strategy coping berbentuk problem focused coping dalam mengatasi masalahnya, individu akan berpikir logis dan berusaha memecahkan permasalahan dengan positif. Berdasarkan pendapat lazarus diatas maka problem focused coping digunakan untuk mengontrol hal yang terjadi antara individu dengan lingkungan melalui pemecahan masalah, selain itu individu hati-hati dalam mengambil keputusan dan tindakan langsung. Problem focused coping dapat diarahkan pada lingkungan maupun pada diri sendiri sehingga individu dengan kecenderungan menggunakan strategy coping berbentuk problem focused coping memiliki perilaku aggressive driving yang rendah.

Menurut Aldwin dan Revenson (1999) individu dengan kecenderungan menggunakan

strategy coping dengan bentuk emotion-focused coping individu bersikap escapism

(melarikan diri dari masalah) ialah perilaku menghindari masalah dengan cara mengubah situasi lain yang lebih menyenangkan; menghindari masalah dengan merokok, meneguk minuman keras dan memakai sedatife. Menganggap masalah yang dihadapi tidak ada dan tidak terlalu penting untuk diselesaikan. Individu Self Blame (menyalahkan diri sendiri) merupakan cara seseorang saat menghadapi masalah dengan menyalahkan, marah serta menghukum diri secara berlebihan sambil menyesali tentang apa yang telah terjadi. Individu mencoba Seeking Meaning (mencari hikmah yang tersirat) adalah suatu proses di mana individu mencari arti kegagalan yang dialami bagi dirinya sendiri dan mencoba mencari segi-segi yang menurutnya penting dalam hidupnya. Dengan menganggap tidak ada masalah yang dihadapi dan melarikan diri dari masalah yang dihadapi dari lingkungan atau di jalan raya maka individu dengan emotion-focused coping akan berperilaku aggressive driving yang tinggi.

Berdasarkan hal tersebut penelitian ini hanya berfocus pada satu bentuk strategy coping yaitu

Emotion-Focused Coping karena penelitian dilakukan pada remaja usia 15-20 tahun damana remaja usia tersebut menduduki angka tertinggi kecelakaan, selain alasan tersebut Sari (2010) dalam hasil penelitiannya menunjukkan bahwa remaja usia 15 sampai 17 tahun cederung menggunakan emotional focused coping yang sebanyak 90 remaja (53,89 %) dibandingkan

problem focused coping sebanyak 77 remaja (46,10 %). Karena remaja di anggap cenderung memiliki emosi yang labil sehingga terkadang muncul dalam bentuk yang meledak-ledak sehingga anak remaja cenderung berperilaku aggressive driving. Menurut Adams & Gullota (dalam Aaro, 1997) masa remaja meliputi usia antara 11 hingga 20 tahun. Pada fase ini perilaku remaja mendadak menjadi sulit diduga dan seringkali agak melawan norma sosial yang berlaku. Bentuk-bentuk emosi yang sering nampak dalam masa remaja seperti marah, malu, takut, cemas, cemburu, iri hati, sedih, gembira, kasih sayang, dan rasa ingin tahu (Estuti 2013). Hal tersebut terjadi karena adanya stimulus yang di hadapi di jalan seperti kemacetan, kebisingan dan rambu-rambu lalulintas maka remaja dengan strategy coping emotion-focused yang kuat maka malarikan diri dari masalah tersebut dengan mempercepat kendaraannya atau bisa juga dengan melanggar peraturan lalulintas ini adalah salah stu bentuk dari perilaku untuk mengurangi tekanan yang dihadapi di jalanan.

Penelitian yang dilakukan Zeid (2011) memberikan bukti bahwa ada hubungan keadan frustasi dijalanan membuat pengemudi untuk berperilaku aggressive driving. Penelitian yang dilakukan Philippe dan Valleran (2009) menunjukkan bahwa emosi negatif berpengaruh terhadap perilaku aggressive driving. Sedangkan penelitian yang dilakukan Kusumastutie (2015) dalam penelitian tersebut terbukti bahwa faktor kondisi jalan, yaitu macet maupun jalan rusak, menjadi situasi yang menekan pengemudi sehingga mencetuskan perilaku

aggressive driving. Berdasarkan hasil hasil penelitian yang ada peneliti belum menemukan bahwa strategy coping dijadikan prediksi penentu perilaku aggressive driving khususnya

(14)

5

strategy emotion-focused coping, emosi negatif seperti kemarahan atau kecemasan, hal tersebut lebih dirasakan oleh individu dengan strategy emotion focused coping.

Berdasarkan pembahasan diatas peneliti ingin melakukan telaah lebih mendalam tentang hubungan strategy emotion focused coping dan aggressive driving pada remaja. Berdasarkan uraian diatas sehingga masalah penelitian adalah, Apakah ada hubungan strategy emotion-focused coping dan aggressive driving pada remaja. Sedangkan manfaat dari penelitian adalah, 1). Dapat memperkaya kajian keilmuan psikologi lalulintas khususnya tentang

strategy emotion-focused coping dan aggressive driving. 2). Dapat digunakan sebagai masukan bagi dinas perhubungan untuk mengurangi perilaku aggressive driving di jalan raya.

Aggressive Driving

Menurut James (2000) aggressive driving merupakan mengemudi di bawah pengaruh ketidakstabilan emosi yang berdampak resiko bagi orang lain. Tasca (2000) menambahkan bahwa, aggressive driving dilakukan secara sengaja, cenderung meningkatkan risiko kecelakaan dan dimotivasi oleh ketidaksabaran, kekesalan, permusuhan, dan atau upaya untuk menghemat waktu. Harris & Houston, (2008) mendukung pandangan tersebut dan menjelaskan, aggressive driving adalah bentuk perilaku mengemudi yang tidak aman yang bisa diukur tanpa mengacu pada kondisi emosi dan motivasi, karena banyak penyebab lainnya antara lain stres, pola berfikir pengemudi dan coping terhadap kondisi lingkungan. Menurut Tasca (1969), Bentuk-bentuk Aggressive driving dapat dilihat berdasarkan beberapa tingkah laku yang dapat dikategorikan sebagai mengemudi Aggressive driving: Membuntuti terlalu dekat , keluar-masuk jalur, menyalip dengan kasar, memotong ke depan kendaraan yang berada di jalur dengan jarak yang dekat , menyalip dari sebelah kiri jalan, berpindah-pindah jalur tanpa memberikan tanda, menghalangi pengemudi lain untuk menyalip, tidak mau memberikan kesempatan pengemudi lain untuk masuk ke dalam jalur, mengemudi dengan kecepatan tinggi yang kemudian menimbulkan tingkah laku membuntuti dan berpindah jalur, melewati (melanggar) lampu merah dan melewati tanda yang mengharuskan berhenti sehingga dapat membahayakan pengguna jalan lainnya.

Perilaku agresi berkendara terjadi ketika pengemudi kesulitan mengontrol emosinya pada saat mereka sedang berkendara. Perilaku ini biasanya ditampilkan dalam bentuk keberanian mengambil risiko di jalan raya dengan melanggar lalu lintas atau tidak menghormati keselamatan pengguna jalan lainnya, termasuk berbagai macam properti yang ada di jalanan. Menurut Winurini, (2012) Munculnya perilaku agresi berkendara disebabkan karena beberapa penyebab yang datangnya dari internal serta eksternal. Menurut Ayuningtyas dan Santoso, beberapa penyebab internal perilaku agresi berkendara adalah suasana hati, usia dan jenis kelamin, kepribadian, gaya hidup, sikap pengendara, dan intensi (niat), sementara beberapa penyebab eksternalnya adalah kebisingan, temperatur, overcrowding, dan territoriality.

Faktor-faktor Penyebab Aggressive driving beberapa faktor penyebab aggressive driving

menurut Tasca (2000) adalah :

1. Usia dan Jenis Kelamin menjelaskan bahwa perilaku aggressive driving sebagian besar melibatkan pengemudi laki-laki dengan usia muda, yaitu antara 17-35 tahun, sedangkan dalam rentang usia yang sama, pengemudi perempuan menujukkan tingkat yang lebih rendah.

(15)

6

2. Anonimitas menjelaskan bahwa pada malam hari, jalan raya dapat menjadi tempat yang mendukung untuk tercapainya anonimitas pengguna jalan karena kondisi sepi dan gelap, sehingga ada kesempatan untuk melarikan diri.

3. Faktor Sosial seperti norma, reward, hukuman, dan model di masyarakat dapat mempengaruhi aggressive driving. Kasus aggressive driving yang tidak mendapatkan hukuman/sanksi yang jelas akan menimbulkan persepsi bahwa perilaku ini adalah wajar, sesuai norma, dan dapat diterima.

4. Kepribadian individu memiliki sifat yang akan menentukan perilakunya secara teratur dan terus-menerus dalam setiap situasi. Sifat-sifat ini akan berperan dalam pembentukan kepribadian mereka juga.

5. Gaya Hidup beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai gaya hidup yang berkaitan dengan performa mengoperasikan kendaraan. Resiko kecelakaan dalam usia muda menunjukkan bahwa mereka memiliki gaya hidup seperti mengkonsumsi alkohol, menggunakan obat-obatan terlarang, merokok dan kelelahan akibat bergaul dengan teman sampai larut malam.

6. Keterampilan mengemudi dalam penelitian membuktikan bahwa perilaku mengemudi, menunjukan bahwa pengemudi yang merasa memiliki keterampilan dan tidak berorientasi pada keselamatan pada saat mengoperasikan kendaraan, lebih sering menunjukkan kemarahan pada saat mengalami hambatan di jalan raya.

7. Faktor lingkungan menjelaskan adanya hubungan yang signifikan antara kondisi lingkungan dan perilaku agresif pada saat mengemudi. Pengemudi yang lebih sering mengemudi dalam kemacetan jalan cenderung lebih jarang merasakan emosi marah saat mengemudi.

Menurut Houston; Paul & Norman (2003) membagi perilaku aggressive driving menjadi dua aspek, yaitu;1) Perilaku konflik (conflict behaviour), Conflict behaviour melibatkan interaksi sosial langsung dengan pengemudi langsung dan ditandai oleh tindakan yang kompatibel yang memperoleh respon konflik. Indikator dari conflict behaviour adalah membunyikan klakson (honking), memberikan isyarat lampu (rude gesturing), menyalakan lampu jauh (flashing high beams). 2) Mengebut (speeding), perilaku mengebut (speeding) termasuk ke dalam perilaku beresiko (risk-taking behaviour). Houston; Paul & Norman (2003) perilaku

speeding tersebut tidak jelas merupakan perilaku yang memperhitungkan resiko, pembuatan keputusan secara impulsif atau hanyalah kecerobohan dari pengemudi. Indikator dari

speeding adalah mengebut melewati batas kecepatan, membuntuti kendaraan lain, mempercepat kendaraan saat lampu kuning menyala

Strategy Coping

Strategy Coping Menurut Lazarus (1993), strategy coping merupakan sebagai perilaku seseorang yang terus berubah dengan upaya kognitif dan perilaku untuk mengelola tuntutan eksternal atau internal khusus yang dirasa berat atau melebihi kemampuan yang dimiliki. Aldwin dan Revenson (1997), menyatakan bahwa strategy coping dapat didefinisikan suatu cara atau metode yang dilakukan oleh tiap individu untuk mengatasi dan mengendalikan situasi atau masalah yang dihadapi dan dipandang sebagai hambatan, tantangan yang bersifat menyakitkan, serta yang merupakan ancaman yang bersifat merugikan.

(16)

7

Bentuk strategy coping menurut Lazarus (1993) secara umum mempunyai dua bentuk, yaitu : 1) Problem focused coping Untuk mengurangi tekanan, individu akan mengatasi dengan memperlajari cara-cara atau keterampilan-keterampilan yang baru. Individu akan cenderung menggunakan strategi ini, bila dirinya yakin akan dapat mengubah situasi. Bentuk strategy coping ini lebih sering digunakan oleh para dewasa. 2) Emotion focused coping merupkan respon emosional terhadap tekanan. Strategy coping ini dimunculkan dlam bentuk perilaku individu, seperti penggunaan alkohol, bagaimana meniadakan fakta-fakta yang tidak menyenangkan, melalui strategi kognitif. Bila individu tidak mampu mengubah kondisi yang tekanan, individu akan cenderung untuk mengatur emosinya.

Problem focused coping adalah suatu strategi atau usaha mengatasi stress dengan cara mengatur atau mengubah masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitar yang menyebabkan menjadi tekanan yang diarahkan pada masalah yang dialami seseorang serta upaya untuk memecahkan masalah tersebut. Menurut Lazaruz (1993) adanya 3 strategi coping yang muncul, dalam Problem focus coping : 1) Confrontative coping, usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara yang agresif, tingkat kemarahan yang cukup tinggi, dan pengambilan resiko. 2) Seeking social support yaitu usaha untuk mendapatkan kenyamanan emosional dan bantuan informasi dari orang lain. 3) Planful problem solving, usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara yang hati-hati, bertahap dan analitis.

Emotion focused coping adalah usaha untuk mengatasi stress dengan cara mengatur respon emosional dalam rangka menyesuikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang diangap penuh tekanan. Menurut Lazaruz (1993) adanya 5 strategi

coping yang muncul, dalam Emotion focused coping : 1) Self-control, usaha untuk mengatur perasaan ketika menghadapi situasi yang menekan. 2) Distancing, usaha untuk tidak terlibat dalam permasalahan, seperti menghindar dari permasalahan seakan tidak terjadi apa-apa atau menciptakan pandangan-pandangan yang positif, seperti menganggap masalah sebagai lelucon. 3) Positive reappraisal, usaha mencari makna positif dari permasalahan dengan terfokus pada pengembangan diri, biasanya juga melibatkan hal-hal yang bersifat religious. 4)

Accepting responsibility, usaha untuk menyadari tanggung jawab diri sendiri dalam permasalahan yang dihadapinya, dan mencoba menerimanya untuk membuat semuanya menjadi lebih baik. Strategi ini baik, terlebih bila masalah terjadi karena pikiran dan tindakannya sendiri. Namun, strategi ini menjadi tidak baik bila individu tidak seharusnya bertanggung jawab atas masalah tersebut. 5) Escape/avoidance, usaha untuk mengatasi situasi menekan dengan lari dari situasi tersebut atau menghindarinya dengan beralih pada hal lain seperti makan, minum, merokok atau menggunakan obat-obatan.

Emotion-focused coping adalah istilah Lazarus untuk strategi penanganan tekanan dimana individu memberikan respon terhadap situasi tekanan dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan penilaian defensif. Emotional focused coping merupakan strategi yang bersifat internal. Sehingga penelitian ini mengambil salah satu bentuk strategy coping yaitu

Emotional focused coping dengan alasan subjek yang dijadikan sample penelitian adalah remaja dan Emotional focused coping cenderung digunakan oleh remaja.

(17)

8

Strategy Emotion Focused Coping dan Aggressive Driving

Masa remaja di anggap cenderung memiliki emosi yang labil sehingga terkadang muncul dalam bentuk yang meledak-ledak sehingga anak remaja cenderung berperilaku aggressive driving. Pada fase ini perilaku remaja mendadak menjadi sulit diduga dan seringkali agak melawan norma sosial yang berlaku. Bentuk-bentuk emosi yang sering nampak dalam masa remaja seperti marah, malu, takut, cemas, cemburu, iri hati, sedih, gembira, kasih sayang, dan rasa ingin tahu (Estuti 2013). Menurut Erikson dalam Wong (2009), menganggap bahwa krisis perkembangan pada masa remaja menghasilkan terbentuknya identitas. Periode remaja awal dimulai dengan awitan pubertas dan berkembangnya stabilitas emosional dan fisik. Menurut Perepjolkina dan Reņģe (2011) aggressive driving merupakan perilaku seseorang yang secara sengaja membahayakan orang lain secara fisik, emosional, dan psikologis pada saat mengemudikan kendaraannya. Menurut Tasca (2000) aggressive driving merupakan perilaku mengemudi yang disengaja yang dapat meningkatkan risiko kecelakaan dan dilakukan karena ketidaksabaran, kejengkelan, sikap bermusuhan, dan usaha untuk menghemat waktu yang ditempuh. Shinar (2007) menyatakan bahwa aggressive driving

berakar dari rasa frustasi yang kemudian mangarah pada perilaku mengemudi yang dapat membahayakan dirinya dan orang lain. Situasi yang dapat menimbulkan frustasi saat mengemudi dapat berupa kemacetan maupun tundaan. Situasi eksternal ini akan dipengaruhi oleh faktor pengambilan keputusan seseorang terhadap situasi yang dihadapi.

Mengurangi perilaku aggressive driving adalah keinginan bersama agar merasa tenang dijalan, mengurangi angka kecelakaan dan tertib lalu lintas. Aggressive driving pengguna jalan dapat dilihat melalui angka kecelakaan dan motif kecelakaan. Faktor manusia merupakan faktor terbesar penyebab terjadinya kecelakaan hal ini tentu harus menjadi perhatian, pengambilan keputusan pengemudi merupakan salah satu yang ada dalam diri manusia. Sehingga strategy coping dengan Emotional focused coping merupakan salah satu faktor yang dapat mengakibatkan perilaku Aggressive driving saat berkendara.

Emotion focused coping merupakan strategi untuk meredakan emosi individu yang sebabkan oleh tekanan, tanpa berusaha untuk mengubah suatu situasi yang menjadi sumber tekanan secara langsung. Untuk mengetahui strategy coping dengan bentuk emotional focused coping

dapat diukur melalui: a) Pelarian diri adalah individu berusaha untuk menghindarkan diri dari pemecahan masalah yang sedang dihadapi, b) Penyalahan diri adalah individu selalu menyalahkan dirinya sendiri dan menghukum diri sendiri serta menyesali yang telah terjadi, c) Minimalisasi adalah individu menolak masalah yang ada dengan cara menganggap seolah-olah tidak ada masalah, bersikap pasrah, dan acuh tak acuh terhadap lingkungan, d) Pencarian makna adalah individu menghadapi masalah yang mengandung stres dengan mencari arti kegagalan bagi dirinya serta melihat segi-segi yang penting dalam hidupnya.

Menurut Aldwin dan Revenson (1987) individu dengan kecenderungan menggunakan

strategy coping dengan bentuk emotion-focused coping individu bersikap escapism

(melarikan diri dari masalah) ialah perilaku menghindari masalah dengan cara mengubah situasi lain yang lebih menyenangkan; menghindari masalah dengan merokok, meneguk minuman keras dan memakai sedatife. Menganggap masalah yang dihadapi tidak ada dan tidak terlalu penting untuk diselesaikan. Individu Self Blame (menyalahkan diri sendiri)

(18)

9

merupakan cara seseorang saat menghadapi masalah dengan menyalahkan, marah serta menghukum diri secara berlebihan sambil menyesali tentang apa yang telah terjadi. Individu mencoba Seeking Meaning (mencari hikmah yang tersirat) adalah suatu proses di mana individu mencari arti kegagalan yang dialami bagi dirinya sendiri dan mencoba mencari segi-segi yang menurutnya penting dalam hidupnya. Dengan menganggap tidak ada masalah yang dihadapi dan melarikan diri dari masalah yang dihadapi dari lingkungan atau di jalan raya maka individu dengan emotion-focused coping akan berperilaku aggressive driving yang tinggi.

Gambar 1. Kerangka Berfikir

Hipotesis

Ada hubungan positif antara strategy emotion focused coping dan aggressive driving pada remaja.

METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif korelasional karena dengan pendekatan kuantitatif peneliti bisa mengetahui hubungan strategy emotion focused coping dan

aggressive driving pada remaja. Sehingga peneliti bisa mengetahui seberapa kekuatan hubungan kedua variabel tersebut (Sugiyono, 2011).

Emotion focused coping

Remaja cenderung menghadapi masalah dengan emosi yang

meledak-ledak

Remaja pengguna kendaraan

Kebisingan, keramaian dan kemacetan di jalan raya

Aggressive driving tinggi

Tekanan pada pengguna kendaraan

(19)

10 Subjek Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah remaja usia 15-20 yang bisa menggunakan sepeda motor dan berkendara dijalan raya. Masa remaja meliputi usia antara 11 hingga 20 tahun. Laki-laki maupun perempuan bisa digunakan sampel penelitian asal memenuhi kriteria tersebut.

Purposive sampling adalah salah satu teknik pengambilan sampel secara sengaja, peneliti menentukan sendiri sampel yang diambil tidak secara acak, tapi ditentukan sendiri oleh peneliti berdasarkan pertimbangan tertentu. Jumlah populasi pengguna sepeda motor pada tahun 2016 di kota Malang sebanyak 153.000 (Suryaonline, 2016). Penelitian ini menggunakan taraf kesalahan 5% dengan sampel tak terhingga, maka jumlah sampel penelitian sebanyak 350 remaja bermotor.

Variabel dan Intrumen Penelitian

Ada dua variabel yang dikaji dalam penelitian ini adalah hubungan positif antara strategy coping emotion-focused dan aggressive driving pada remaja. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah strategy coping emotion-focused merupakan untuk strategi penanganan tekanan dengan cara individu memberikan respon terhadap situasi tekanan dengan cara emosional sebagai bentuk penyelesaian masalah. Metode pengumpulan data variable Emotion focused coping menggunakan instrument strategi coping yang diadaptasi dari Hardicki (2015) yang disusun berdasarkan aspek-aspek strategi coping dari Lazarus dan Folkman (1986). Berdasarkan hasil try out yang dilakukan indeks validitas diantara 0,372-0,746. Sedangkan reliabilitasnya sebesar 0,933 dan jumlah item sebanyak 25 butir.

Variabel strategy emotion-focused coping terdiri dari 25 item yang terdiri dari 4 pilihan respon (SS = Sangat Setuju, S = Setuju, TS = Tidak Setuju dan STS = Sangat Tidak Setuju) dan Masing-masing item Emotion focused coping merupakan item favorable. Intrumen penelitian dibuat berdasarkan 5 aspek strategy coping emotion-focused yaitu 1) Disrancing

berjumlah 7 item, 2) Self Control 4 berjumlah 4 item, 3) Acceping Responssibility berjumlah 4 item, 4) Escape Avoidance berjumlah 5 item, dan 5) Positive Reappraisal berjumlah 5 item. Sedangkan variabel terikatnya adalah aggressive driving merupakan perilaku seseorang yang secara sengaja membahayakan orang lain secara fisik, emosional, dan psikologis pada saat mengemudikan kendaraannya yang menyebabkan meningkatkan risiko kecelakaan dan dilakukan karena ketidaksabaran, kejengkelan dan sikap bermusuhan. Menurut Houston; Paul & Norman (2003) membagi perilaku aggressive driving menjadi dua aspek, yaitu ;1) Perilaku konflik (conflict behaviour), Conflict behaviour melibatkan interaksi sosial langsung dengan pengemudi langsung dan ditandai oleh tindakan yang kompatibel yang memperoleh respon konflik. Indikator dari conflict behaviour adalah membunyikan klakson (honking), memberikan isyarat lampu (rude gesturing), menyalakan lampu jauh (flashing high beams). 2) Mengebut (speeding), perilaku mengebut (speeding) termasuk ke dalam perilaku beresiko (risk-taking behaviour). Pengukuran aggressive driving peneliti menggunakan istrumen yang di buat oleh Alfilani (2016) yang dibuat berdasarkan indikator-indikator terbentuknya

aggressive driving menurut Menurut Houston; Paul & Norman (2003). Dari hasil tryout yang telah dilakukan, validitas diantara 0,359-0,726. Sedangkan reliabilitasnya sebesar 0,920. Variabel aggressive driving terdiri dari 28 item yang terdiri dari 4 pilihan respon (SS = Sangat Setuju, S = Setuju, TS = Tidak Setuju dan STS = Sangat Tidak Setuju) dan di dalam skala terdapat 14 item bersifat unfavorable dan 14 item bersifat favorable. Intrumen

(20)

11

penelitian dibuat berdasarkan 2 aspek aggressive driving yaitu Perilaku Conflict (conflict behaviour) berjumlah 9 item dan Mengebut (speeding) berjumlah 19 item.

Prosedur dan Analisa Data Penelitian

Langkah yang dilakukan dalam penelitian ini untuk pertama kali peneliti menyusun proposal penelitian dan instrument penelitian. Setelah mendapatkan persetujuan kemudian peneliti melakukan tryout instrumen penelitian pada sampel yang sesuai kriteria penelitian hal ini digunakan untuk uji validaitas item dan reliability instrument.

Tahap selanjutnya Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan cara memberikan instrumen penelitian kepada sejumlah sampel penelitian yang sesuai kriteria. Penelitian dilakukan pada tanggal 13-17 juni 2016 lokasi penelitian di Kampus II UMM, Universitas Brawijaya, Area jalan Soekarno Hatta dan Area SMK Muhammadiyah II. Setelah semua data terkumpul dan selesai diskoring selanjutnya skor total dari semua item skala strategy coping emotion-focused skor tersebut untuk mempredisi bagaimana aggressive driving pada remaja.

Data yang sudah terkumpul tidak langsung dilakukan analisa, melainkan peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas, skala emotion-focused coping reliabilitas sebesar 0.735 dan indeks validitasnya adalah 0.343-0.525. kemudian untuk skala aggressive driving Reliabilitas sebesar 0.742 dan indeks validitasnya adalah 0.2493-0.63.

Kemudian dilakukan analisa data menggunakan statistik yaitu metode yang digunakan untuk pengumpulan, pengolahan, penafsiran dan penarikkan hasil kesimpulan pada data penelitian Winarsunu, (2009). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan positif antara

strategy emotion-focused coping dan aggressive driving pada remaja, maka metode analisa data yang digunakan untuk pengujian hipotesa penelitian adalah analisis korelasi Pearson Product-moment, dengan bantuan SPSS for Windows 20 untuk mendapatkan kesimpulan dari penelitian ini.

HASIL PENELITIAN Tabel 1. Deskripsi Data

Keterangan Frekuensi Prosentase

Jenis kelamin L 141 40.3% P 209 59.7% Total 350 100% Usia 15-17 tahun 74 21.1% 18-20 tahun 276 78.9% Total 350 100%

Kepemilikan SIM Memiliki 277 79.1%

Tidak Memiliki 73 20.9%

Total 350 100%

Subjek yang berpartisipasi dalam penelitian ini berjumlah 350 ramaja. Subjek laki-laki sebayak 141 orang (40.3%) dan subjek perempuan sebanyak 209 orang (59.7%). Kemudian subjek dengan kelompok usia 15-17 tahun sebanyak 74 orang (21.1%) dan kelompok usia

(21)

18-12

20 tahun sebanyak 276 orang (78.9%). Sedangkan subjek yang memiliki SIM sebanyak 277 orang (79.1%) dan yang tidak memiliki SIM sebanyak 73 orang (20.9).

Grafik Distribusi Usia Subjek Penelitian

Berdasarkan garfik diatas dapat deskripsikan sebagai berikut : terdapat 23 subjek usia 15 tahun, 20 subjek usia 16 tahun, 31 subjek usia 17 tahun, 118 subjek usia 18 tahun, 111 subjek usia 19 tahun dan 47 subjek usia 20 tahun. Berdasarkan hasil tersebut subjek usia 18 tahun paling banyak dengan jumlah 118 remaja dan paling sedikit usia 16 tahun dengan jumlah 20 remaja.

Tabel 2. Kategorisasi Aggressive Driving Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Tinggi Rendah Frekuensi Rata-rata

Laki-laki 43 98 141 66.97

Perempuan 104 105 209 69.02

Total 147 203 350 135.99

Dari tabel 2 subjek yang memiliki kategori aggressive driving rendah sebanyak 203 orang dan subjek yang memiliki kategori aggressive driving tinggi sebanyak 147 orang. Laki-laki dengan kategori aggressive driving tinggi sebanyak 43 orang dan kategori aggressive driving

rendah sebanyak 98 orang. Sedangkan perempuan dengan kategori aggressive driving tinggi 104 orang dan perempuan dengan kategori aggressive driving rendah 105 orang. Jika dilihat dari nilai rata-rata aggressive driving perempuan lebih cenderung berperilaku aggressive driving dengan nilai rata 69.02 dibandingkan dengan laki-laki yang memiliki nilai rata-rata 66.97. Jadi dapat disimpulkan bahwa subjek laki-laki cenderung lebih tidak berperilaku

aggressive driving dibandingkan dengan subjek perempuan.

Tabel 3. Kategorisasi Aggressive Driving Berdasarkan Usia

Kategori Usia Tinggi Rendah Frekuensi Rata-rata

Usia 15-17 tahun 46 28 74 70.77

Usia 18-20 tahun 101 175 276 67.50

(22)

13

Dari tabel 3 subjek yang memiliki kategori aggressive driving rendah sebanyak 203 orang dan subjek yang memiliki kategori aggressive driving tinggi sebanyak 147 orang. Kelompok usia 15-17 tahun dengan kategori aggressive driving tinggi sebanyak 46 orang dan kategori

aggressive driving rendah sebanyak 28 orang. Sedangkan kelompok usia 18-20 tahun dengan kategori aggressive driving tinggi 101 orang dan kelompok usia 18-20 tahun dengan kategori

aggressive driving rendah 175 orang. Hal yang sama jika dilihat dari rata-rata bahwa usia 15-17 tahun memiliki rata-rata aggressive driving sebesar 70.77 dan usia 18-20 tahun dengan nilai rata-rata aggressive driving sebesar 67.50. Artinya kelompok usia 15-17 tahun lebih cenderung berperilaku aggressive driving jika dibandingkan kelompok usia 18-20 tahun yang lebih cenderung tidak berperilaku aggressive driving.

Tabel 4. Kategorisasi Aggressive Driving Berdasarkan Kepemilikan SIM

Kepemilikan SIM Tinggi Rendah Frekuensi Rata-rata

Memiliki 104 173 277 67.69

Tidak Memiliki 43 30 73 70.12

Total 147 203 350 137.81

Dari tabel 4 subjek yang memiliki kategori aggressive driving rendah sebanyak 203 orang (58%) dan subjek yang memiliki kategori aggressive driving tinggi sebanyak 147 orang (42%). Subjek yang memiliki SIM dengan kategori aggressive driving tinggi sebanyak 104 orang dan kategori aggressive driving rendah sebanyak 173 orang. Sedangkan subjek yang tidak memiliki SIM dengan kategori aggressive driving tinggi sebanyak 43 orang dan subjek dengan kategori aggressive driving rendah 30 orang. Hal yang sama jika dilihat dari nilai rata-rata bahwa subjek yang memiliki SIM nilai rata-rata aggressive driving sebesar 67.69 dan subjek yang tidak memiliki SIM nilai rata-rata aggressive driving sebesar 70.12. Artinya remaja yang tidak memiliki SIM lebih banyak berperilaku aggressive driving dibandingkan dengan remaja yang memilki SIM yang lebih cenderung tidak berperilaku aggressive driving.

Tabel 5. Hasil Analisa Data

Kategori

Emotional Focus Coping

R Sig. Taraf kesalahan Keterangan Aggressive Driving 0.447 0.199 0.000 0.01 Singnifikan Berdasarkan hasil uji korelasi menunukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara

strategy emotion focused coping dan aggressive driving pada remaja. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 5 yang menunjukkan nilai p = 0.000 < 0.01 dan nilai koefisien korelasi (r) = 0.447. Maka dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi emotion focused coping maka semakin tinggi aggressive driving dan sebaliknya semakin rendah emotion focused coping

maka semakin rendah aggressive driving. Pengaruh strategy emotion focused coping terhadap

aggressive driving pada remaja sebesar 19.9%. sedangkan 80.1% aggressive driving

(23)

14 DISKUSI

Hasil dari penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara strategy emotion focused coping dan aggressive driving pada remaja. Hal ini terbukti dari nilai koefisien korelasi (r) = 0.447 menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kedua variabel. Hal itu berarti bahwa semakin tinggi emotion focused coping maka semakin tinggi

aggressive driving. Pengaruh strategy emotion focused coping terhadap aggressive driving

pada remaja sebesar 19.9%. sedangkan 80.1% aggressive driving dipengaruhi faktor lain diluar strategy emotion focused coping.

Individu dengan kecenderungan menggunakan strategy coping dengan bentuk emotion-focused coping cenderung bersikap escapism (melarikan diri dari masalah) ialah perilaku menghindari masalah dengan cara mengubah situasi lain yang lebih menyenangkan seperti kemacetan yang terjadi dijalan raya membuat individu mengemudi dengan cara lebih cepat karena ada rasa jengkel yang dirasakan pengemudi akibat kemacetan dan keramian di jalan raya. Individu cenderung Self Blame (menyalahkan diri sendiri) merupakan cara seseorang saat menghadapi masalah dengan menyalahkan, marah serta menghukum diri secara berlebihan sambil menyesali tentang apa yang telah terjadi hal ini juga berdapak pada

Aggressive driving sebab bagaimana individu menyikapi masalah dan cenderung menyalahkan dirinya terlalu berlebihan. Individu mencoba menganggap tidak ada masalah yang dihadapi dan melarikan diri dari masalah yang dihadapi dari lingkungan atau di jalan raya maka individu dengan emotion-focused coping akan berperilaku aggressive driving yang tinggi hal disebabkan individu menganggap hal tersebut bukan masalah.

Strategi emotion focused coping yang berorientasi kearah pengaturan emosi atau penilaian kembali ancaman terlihat pada lingkungan dalam hal ini bagaimana individu menyikapi situasi yang terjadi dijalanan seperti kemacetan, kebisingan dan keramaian. Sehingga emosional sangat penting dapat digunakan dalam pengambilan keputusan dan tindakan. Berdasarkan hasl penelitian yang dilakukan (Saptoto, 2010) menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara kecerdasan emosi dan emotion focused coping. Berdasarkan pemaparan tersebut maka perilaku aggressive driving dapat deipengaruhi dengan strategy coping, karena strategy coping merupakan suatu cara atau metode yang dilakukan individu mengatasi dan mengendalikan situasi atau masalah yang dialami dan dipandang sebagai hambatan, tantangan yang bersifat menyakitkan, serta yang merupakan ancaman yang bersifat merugikan dari stimulus yang di hadapi (Aldwin dan Revenson, 1999).

Avoidance coping yang juga disebut emotion focused coping mempunyai ciri represi, proyeksi, mengingkari, dan berbagai cara untuk meminimalkan ancaman (Hollahan & Moos, 987). Ketika menghadapi stress dengan situasi yang relatif tidak dapat dikontrol individu memilih menggunakan strategy emotion focused coping. Pemilihan untuk menggunakan strategi emotion focused coping merupakan cara penyesuaian diri yang tidak tepat untuk menghadapi situasi yang relatif tidak dapat dikontrol Saptoto, (2010). Situasi yang terjadi dijalan raya merupakan situasi yang sulit dikontrol seperti kemacetan dan karakteristik orang pengguna jalan, sehingga individu cenderung menerapkan strategi emotion focused coping

hal tersebut dapat mengarahkan individu untuk berperilaku Aggressive driving. Penelitian yang dilakukan (Dula & Geller, 2003) membuktikan bahwa emosi memiliki peranan penting terhadap perilaku aggressive driving hal ini disebabkan bahwa emosi menyangkut rasa marah seseorang yang akan berdampak pada perilaku individu tersebut.

(24)

15

Aggressive driving merupakan perilaku mengemudi yang disengaja yang dapat meningkatkan risiko kecelakaan dan dilakukan karena ketidaksabaran, kejengkelan, sikap bermusuhan, dan usaha untuk menghemat waktu yang ditempuh (Tasca, 2000). Perilaku tersebut sangat membahayakan kendaraan lain hal ini karena adanya dorongan emosi dalam diri individu atau pengambilan keputusan yang didasari dengan emosional karena situasi yang tidak terkontrol yang terjadi di jalan raya. Seperti terjadinya kemacetan dijalan raya, keramaian, kebisingan dan perdaan karakteristik dengan pengguna jalan lain sehingga individu akan cenderung menggunkan strategi emotion focused coping dan berperilaku Aggressive driving.

Individu yang memiliki emosi tidak stabil akan memliki gairah emosianal yang meledak-ledak, sehingga individu lebih mudah marah. Philippe, Vallerand, Catherine, dan Celine (2009) gairah seseorang juga dapat mempengaruhi aggressive driving. Ada dua jenis gairah yang diteliti olehnya, yaitu gairah obsesi dan gairah harmoni. Gairah obsesi didapati lebih cenderung membuat orang melakukan aggressive driving. Gairah obsesi adalah gairah dimana seseorang mempunyai dorongan internal yang kuat untuk mengontrol atau mengatur untuk mencapai hal yang diinginkannya, sehingga orang yang memiliki gairah yang obsesi akan sangat mudah terpancing amarahnya ketika ada gangguan terhadap apa yang telah diaturnya, karena orang yang memiliki gairah obsesi tidak mampu mengontrol dorongan didalam dirinya yang sangat kuat, sehingga individu tersebut cenderung berperilaku

aggressive driving. Penelitian Aniței, Chraif, Burtăverde & Mihăilă (2014) menunjukkan bahwa perilaku aggressive driving dapat diprediksikan melalui lima faktor kepribadian (big five personality factors). Lebih jauh dijelaskan dalam penelitian tersebut menyebutkan bahwa kestabilan emosi menjadi prediktor paling kuat terhadap muculnya perilaku aggressive driving.

Temuan peneliti menunjukkan bahwa remaja yang tidak memiliki SIM lebih banyak melakukan Aggressive driving dibandingkan individu yang memiliki SIM. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan (Pramitasari, Mahawati & Hartini, 2013) menunjukkan bahwa individu yang memiliki SIM lebih menerapkan perilaku safety riding di bandingkan dengan orang yang tidak memiliki SIM. Hal tersebut disebabkan bahwa individu yang sudah memiliki SIM lulus dalam test untuk mendapatkan SIM ini artinya individu mengerti bagaimana aturan-aturan yang harus ditaati saat berkendara dibandingkan orang yang belum mendapatkan SIM, sehingga orang yang tidak memiliki SIM lebih berperilaku

aggressive driving dibandingkan dengan individu yang memiliki SIM.

Temuan lain menunjukkan bahwa usia 15-17 tahun menunjukkan perilaku aggressive driving

lebih banyak dibandingkan usia 18-20 tahun. Usia 15-17 bisa disebut sebagai remaja awal dimana perkembangan emosi pada remaja awal menunjukkan sifat yang sensitif dan reaktif yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa ataupun situasi sosial, emosinya bersifat negatif dan temperamental (Yusuf, 2001). Dengan demikian maka mereka lebih cenderung berperilaku aggressive driving saat berkendara dijalan raya. Berbeda dengan usia 18-20 yang bisa disebut sebagai remaja akhir, remaja mulai memandang dirinya sebagai orang dewasa dan mulai mampu menunjukkan pemikiran, sikap, perilaku yang semakin dewasa. Individu menyikapi situasi yang dihadapi lebih disebabkan emosinya pun mulai stabil (Paramitasari & Alfian, 2012). Dengan penjelasan tersebut maka remaja cenderung tidak berperilaku

aggressive driving saat berkendara dijalan raya.

Berdasarkan penelitian lain menyebutkan bahwa aggressive driving tidak hanya di pengaruhi oleh emotion focused coping. Winurini (2012) menjelskan bahwa munculnya perilaku

(25)

16

Santoso (2007) beberapa penyebab dari foktor internal dalam perilaku aggressive driving

adalah suasana hati, usia, jenis kelamin, kepribadian, gaya hidup, sikap pengendara, dan intensi (niat). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fishbein dan Ajzen, (1975) tingkah laku individu dipengaruhi oleh besarnya intensi (niat) individu untuk melakukan tingkah laku itu dengan demikian maka aggressive driving dipengaruhi oleh intensi. Beirness (1996) dalam

riview penelitiannya yang menghubungkan gaya hidup, peforma mengemudi dan resiko tabrakan yang berfokus pada usia muda menunjukkan bahwa mereka yang memiliki gaya hidup seperti minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan terlarang yang akan menyebabkan munculnya perilaku aggressive driving.

Selain itu aggressive driving juga dipengaruhi oleh faktor usia. Menurut Paleti, Eluru, & Bhat (2010) beberapa menunjukkan hasil penting dari analisis empiris yang terhadap individu berperilaku aggressive driving pada pembalap muda (terutama driver pemula antara 16-17 tahun), driver yang tidak mengenakan sabuk pengaman, di bawah pengaruh alkohol, tidak memiliki lisensi yang sah, dan mengemudi kendaraan yang ditemukan paling mungkin untuk berperilaku aggressive driving. Salah satu penelitinan menunjukkan bahwa Aggressive driving tidak hanya di pengaruhi oleh strategi emotion focused coping seperti penelitian yang dilakukan Aniței, Chraif, Burtăverde & Mihăilă, (2014) menunjukkan bahwa kelima faktor kepribadian (big five personality factors) bisa menjadi predictor perilaku aggressive driving.

SIMPULAN DAN IMPLIKASI

Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara strategy coping emotion-focused dan aggressive driving pada remaja. Nilai p = 0.000 < 0.01 dan nilai koefisien korelasi (r) = 0.447 Hal itu berarti bahwa semakin tinggi coping emotion-focused

maka semakin tinggi aggressive driving. Pengaruh strategy coping emotion-focused terhadap

aggressive driving pada remaja sebesar 19.9%. Sedangkan 80.1% aggressive driving

dipengaruhi faktor lain diluar strategy coping emotion-focused.

Implikasi dari penelitian ini, yaitu diharapkan kepada polisi harus mampu menerapkan aturan lalu lintas secara konsisten. Hal ini perlu diperhatikan mengingat kepatuhan para pengemudi sangat tergantung pada kehadiran polisi. Untuk meningkatkan persepsi para pengemudi akan resiko kecelakaan, diperlukan keaktifan dinas perhubungan untuk membekali para pengemudi dengan pengetahuan mengenai pentingnya keselamatan diri pada saat berkedara. Dengan cara mensosialisasikan perilaku berkendara yang baik adalah dengan memberikan pelatihan. Salah satu materi yang penting adalah pengendalian emosi saat berkendara. Bagi remaja yang tidak mimiliki SIM (Surat Izin Mengemudi) sebaiknya tidak mengendarai sepeda motor dijalan raya. SIM (Surat Izin Mengemudi) yang dikeluarkan oleh kepolisian harus melalui proses yang benar, tidak melalui calo. Selain itu bagi pengendara sepeda motor yang sedang mengalami masalah atau emosi yang tidak stabil lebih baik dibonceng atau tidak berkedara terlebih dahulu karena perilaku aggressive driving bisa muncul. Untuk penelitian berikutnya dapat menggunakan subjek yang berbeda seperti dari usia dan populasi yang digunakan penelitian selain itu peneliti bisa menggunakan variabel lain yang sekiranya berpengaruh terhadap perilaku aggressive driving seperti jenis kelamin, kepribadian, gaya hidup, sikap pengendara, dan intensi (niat).

(26)

17 REFERENSI

Aaro, L. E. (1997). Adolescent lifestyle. dalam A. Baum, S. Newman J. Weinman, R. West and C. McManus (Eds). Cambridge Handbook of Psychology, Health and Medicine. Cambridge University Press, Cambridge.

Aldwin, C. M. & Revenson, T. A. (1999). Does coping help ? a reexamination of the relation between coping and mental health. Journal Of Personality And Social Psychology,

Vol. 53. 337-348.

Alfilani, P. A. (2016). Hubungan locus of control internal dengan aggressive driving pada mahasiswa UMM. Skripsi Psikologi. Universitas Muhammadiyah Malang

Aniței, M. Chraif, M. Burtăverde, V. & Mihăilă, T. (2014). The big five personality factors in the prediction of aggressive driving behavior among romanian youngsters.

International Journal of Traffic and Transportation Psychology. Vol. 2. 1-14. Ayuningtyas D,. S,. Santoso G,. A,. (2007). Hubungan antara intensi untuk mematuhi

rambu-rambu lalu llntas dengan perilaku melanggar lalu llntas pada supir bus 01 jakarta. Jurnal Psikologi. Vol. 01. 1-14.

Beirness, D., (1996) The relationship between lifestyle factors and collisions involving young drivers, in (h. simpson, editor) new to the road: reducing the risks for young motorists, Regents of the University of California, Vol. 6. 71-77 .

Chraif, M., Dumitru, D., Burtăverde, V., & Mihăilă, T., (2015). Developing of an english version of the aggressive driving behavior test (avis) improving the construct validity of aggressive driving. Journal of Psychology, Vol. 10, 38-47.

Dula, C.S. & Geller, E.S. (2003). Risky, aggressive, or emotional driving: Addressing the need for consistent communication in research. In: Journal of Safety Research, vol. 34, 559-566.

Estuti, W,. T,. (2013). Dampak perceraian orang tua terhadap tingkat kematangan emosi anak kasus pada 3 siswa kelas viii smp negeri 2 pekuncen banyumas tahun ajaran 2012/2013. Skripsi Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.

Ferdian, A. (2015). Kecelakaan sepeda motor penyumbang terbesar kematian di jalan raya. Jakarta, Kompasotomotif.

Fishbein, M., & Ajzen, I. (1975). Belief, attitude, intention, and behavior: an introduction to theory and research. Reading, MA: Addison-Wesley.

Hardicki, L. N. (2015). Coping stress terhadap produktivitas kerja karyawan. Skripsi Psikologi. Universitas Muhammadiyah Malang.

Harris, P. B dan Houston, J. M. (2008). Recklessness in context: individual and situational correlates to aggressive driving. Journal Environmrnt and Behavior, 42 (1), 44-60.

(27)

18

Holahan, C. J., Moos, R. H. (1987). Resource loss, resource gain, and depressive symptoms: A 10-year model. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 77: 620–629. Houston, JM., Paul, B. H., & Norman, M. (2003). The prosocial and aggressive driving

inventory (padi): a self-report measure of safe and unsafe driving behaviors. North American journal of psychology (NAJP). Vol.5. 269-278

Irawati, D. (2015). Menengok intelektualitas di kota malang. Http://Lipsus.Kompas.Com

James, L., D., N., (2000). Road rage and aggressive driving : steering clear of highway warfare. New Yok : Promotheus Books

Kurniawan, A. (2014). Populasi kendaraan bermotor di indonesia tembus 104,2 juta unit.

Jakarta, Kompasotomotif.

Kusumastutie, N. S. (2015). Identifikasi target intervensi untuk mengubahperilaku aggressive driving pada pengemudi bus akap/akdp berdasarkantheory of planned behavior. FSTPT International Symposium. Jurusan Manajemen Keselamatan Transportasi Lazarus, R. S,. (1993). Coping theory and research: past, present, and future. Journals

Psychosomatic Medicine. Vol. 55. 234-247.

Mukarromah, E. (2008). Hubungan antara kecerdasan emosional (emotional intelligence) dengan perilaku agresif pada polisi samapta di polda metro jaya. Jurnal Psikologi.

Vol. 6, 39-50.

Nys Departement Of Motor Vehicles Governor's Traffic Safety Committee. (2005).

Aggressive driving. Diambil Dari Http://Www. Nysgtsc.State.Ny.Us/Aggr-Ndx.Htm Tanggal 17 Januari 2016.

Paramitasari, R. & Alfian, I, N. (2012). Hubungan antara kematangan emosi dengan kecenderungan memaafkan pada remaja akhir. Jurnal psikologi pendidikan dan perkembangan. Vol. 1. 1-7

Paleti, R. Eluru, N. & Bhat, C. R. (2010). Examining the influence of aggressive driving behavior on driver injury severity in traffic crashes. The University of Texas at Austin Department of Civil, Architectural and Environmental Engineering.

Parmin. (2014). Tiap bulan 4.000 unit motor baru masuk kota malang.

Http://Surabaya.Tribunnews.Com.

Perepjolkina, V. & Reņģe, V. (2011). Drivers age, gender, driving experience and aggressiveness as predictors of aggressive driving behavior. Journal of Pedagogy and Psychology, Signum Temporis,Vol. 4. (1) 23-43.

Phillipe, F. L., Vallerand, R, J., Catherine, E. A., & Celine, M. B. (2009). Passion for driving and aggressive driving behavior: a look at their relationship. Journal of Applied Social Psychology. Vol. 39, (12), 3020-3043

(28)

19

Philippe, F,. L,. & Vallerand, R,. J,. (2009). Passion for driving and aggressive driving behavior: a look at their relationship. Journal Of Applied Social Psychology. Vol. 39. 3020–3043.

Pramitasari, R. Mahawati, E. & Hartini, E. (2013). Perbedaan perilaku safety riding (keselamatan berkendara) berdasarkan kepribadian siswa sma negeri 1 semarang.

Artikel ilmiah. Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang.

Saptoto, R. (2010). Hubungan kecerdasan emosi dengan kemampuan coping adaptif. Jurnal Psikologi. Vol. 37, 13-22

Saragih, F. A,. (2015). Setiap hari 69 nyawa melayang di jalan raya indonesia. Jakarta, Kompasotomotif.

Sari, P. (2010). Coping Stress pada remaja korban bullying di sekolah ”X”. Jurnal Psikologi

Vol. 8, 75-81

Sastromihardjo. (1997). Kecelakaan Lalu Lintas Jalan Raya Penyebab. Kematian Utama Usia Produktif, Suatu Tantangan. Dalam Pencegahannya.

Shinar, D. (2007). Traffic safety and human behavior. Amsterdam, Elsevier.

Sugiyono. (2011). Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Tasca, L. (2000). A review of the literature on aggressive driving sesearch. Aggressive

Driving Issues Conference. Retrivied November 18, 2015, from http://www.aggressive.drivers.com/issues/roadrage/2driv.htm

Utami, A, B., & Pratitis, N, T,. (2013). Peran kreativitas dalam membentuk strategi coping mahasiswa ditinjau dari tipe kepribadian dan gaya belajar. persona, Jurnal Psikologi Indonesia. Vol. 23, 232 – 247.

Wahyunik, S. (2015). Selama Setahun, 98 Orang Meninggal di Jalanan Kota Malang. Surya Malang, Di akses 05 juni 2016.

Winarsunu, T,. (2009). Statistik dalam penelitian psikologi & pendidikan. Malang: UMM Press

Winurini, S. (2012). Perilaku agresi pengemudi kendaraan bermotor di jakarta. Jurnal kesejahteraan sosial. Vol 4. 13. 9-13

Wong, D. L. (20009). Buku ajar keperawatan pediatrik Ed 6. Jakarta: EGC

Yusuf, S. (2001). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya. Zeid M,. A,. (2011). Measuring aggressive driving behavior using a driving simulator: an

exploratory study. international journal conference on road safety and simulation, Vol. 1. 1-19.

(29)

20

(30)

21

(31)

22

LAMPIRAN 1

(32)

23 SKALA AGGRESSIVE DRIVING

No Item / Pernyataan SS S TS STS

1 Saya membunyikan klakson berkali-kali saat ada pengendara lain yang belok secara mendadak

2 Saat berkendara saya mengalah dengan pengguna jalan yang sedang menyebrang dengan tidak membunyikan klakson 3 Saat berkendara saya jarang membunyikan klakson

4 Saya membunyikan klakson saat ada kendaraan yang belum berjalan ketika lampu lalu lintas sudah berwarna hijau 5

Saat berkendara saya tidak mau mengalah dengan pengguna jalan yang sedang menyebrang dengan memberikan isyarat lampu berkali-kali

6 Saya memberikan isyarat lampu pada pengendara lain agar tidak menghalangi perjalanan saya

7 Saya tidak perduli saat lampu kendaraan saya tidak dapat dipergunakan (rusak)

8 Saya memberikan isyarat lampu kepada pengendara lain yang menghalangi perjalanan saya

9 Saya mengurangi menggunakan lampu jauh ditengah kota karena hal tersebut tidak sesuai dengan tata tertib berkendara 10 Saya mengebut melewati batas kecepatan (diatas 80 km/jam)

ketika sedang terburu-buru

11 Saya lebih memilih berangkat lebih awal agar saya tidak mengebut dalam perjalanan

12 Saya berkendara diatas 100km/jam di tengah kota 13 Saya berhati-hati saat lampu lalu lintas berwarna kuning 14 Saat berkendara jarak antara kendaraan saya dengan

kendaraan lain kurang dari 1 meter

15 Memberikan jarak dengan kedaraan lain didepan kita berpengaruh bagi keselamatan saya

16 Bagi saya tidak menjaga jarak dengan kendaraan lain tidak berpengaruh bagi keselamatan saya

17 Saat berkendara saya memberikan jarak lebih dari 1 meter antara kendaraan saya dengan kendaraan yang ada di depan 18 Saya tetap melajukan kendaraan dengan kecepatan

>80km/jam saat melewati lampu kuning

19 Saya mempercepat kendaraan saya saat melewati lampu lintas yang sudah berwarna kuning

20 Saya mengurangi berkendara diatas 100km/jam ditengah kota 21 Saat hendak menyaip saya memotong laju kendaraan lain

Gambar

Grafik Distribusi Usia Subjek Penelitian .............................................................................12
Gambar 1. Kerangka Berfikir
Grafik Distribusi Usia Subjek Penelitian
Tabel 4. Kategorisasi Aggressive Driving Berdasarkan Kepemilikan SIM

Referensi

Dokumen terkait

mengontrol dirinya sendiri. Pada situasi tertentu kebutuhan ini ditunjukkan dengan penghargaan dan penghormatan dari orang lain. Aspek ini dapat berupa pengaruh dan wibawa

Hasil penelitian pada 60 remaja di Philipina menunjukkan bahwa remaja yang menggunakan emotion focused coping dalam stress yang berhubungan dengan persahabatan merasakan dampak

Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan guru BK di SMA Negeri 9 Samarinda, terdapat gambaran mengenai kondisi perilaku anak yang orang tua bercerai seperti konsentrasi