• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kelapa Sawit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kelapa Sawit"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) termasuk tumbuhan kelas

Angiospermae, ordo palmales, family palmae dan genus elaeis. Ada beberapa spesies dalam genus ini antara lain Elaeis guineensis, Elaeis melanococca (Elaeis oleivera), dan Elaeis odora (tidak ditanam di Indonesia) (Lubis, 2008).

Menurut Setyamidjaja (2006) tanaman kelapa sawit termasuk tanaman monokotil sehingga kelapa sawit tidak memiliki akar tunggang dan akar cabang. Daun tanaman kelapa sawit bersirip genap dan bertulang sejajar. Terdapat pangkal pelepah daun yang terdiri atas rachis, tangkai anak daun, duri-duri, helai anak daun, ujung daun, lidi, tepi daun dan daging daun. Kelapa sawit mulai berbunga pada umur 12-24 bulan dan baru ekonomis untuk dipanen pada umur 2.5 tahun. Setelah mengalami penyerbukan, bunga akan diolah menjadi Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya.

2.1.1. Syarat Tumbuh Kelapa Sawit

Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah kawasan katulistiwa dengan kelas iklim Af dan Am menurut klasifikasi Koppen dan tipe curah hujan A, B dan C menurut klasifikasi Schmidt & Ferguson serta pada elevasi 0-500 m di atas permukaan laut (dpl). Jumlah curah hujan yang optimum untuk tanaman kelapa sawit adalah 2000-2500 mm/tahun, tidak memiliki defisit air, dan penyebaran hujan merata sepanjang tahun (Lubis, 2008).

Suhu harian optimal untuk tanaman kelapa sawit pada kisaran 24-280 C dengan

kelembaban udara berkisar 75-80% dan lama penyinaran matahari rata-rata 5.5-6 jam/hari. Kecepatan angin yang baik untuk membantu proses penyerbukan adalah 5-6 km/jam.

Menurut Setyamidjaja (2006), kelapa sawit menghendaki kelembaban udara sekitar 80% dan penyinaran matahari yang cukup. Kelapa sawit yang tidak mendapat sinar matahari cukup, pertumbuhannya akan terhambat, produksi bunga betina menurun dan gangguan hama/penyakit meningkat. Selain itu, jenis tanah juga berpengaruh penting dalam pertumbuhan dan perkembangan kelapa sawit. Kelapa sawit dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah. Jenis tanah yang cocok

(2)

untuk kelapa sawit adalah tanah latosol, podsolik merah kuning, hidromorf kelabu, alluvial, dan organosol/gambut.

2.1.2. Pemupukan Tanaman Kelapa Sawit

Menurut Lubis (2008), ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi kelapa sawit yang berkaitan dengan peningkatan produksi, yaitu kesesuaian lahan, pembangunan kebun, dan komponen produksi. Berkaitan dengan hal tersebut, Pahan (2008) menyatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit sangat dipengaruhi oleh pemberian pupuk dan ketersediaan hara dalam tanah. Kemampuan lahan dalam penyediaan unsur hara secara terus menerus bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit berumur panjang sangatlah terbatas. Keterbatasan daya dukung lahan dalam penyediaaan unsur hara ini harus diimbangi dengan penambahan unsur hara melalui pemupukan.

Menurut Pahan (2008), strategi pemupukan kelapa sawit yang baik harus mengacu pada konsep efektivitas dan efisiensi yang maksimum. Selanjutnya

Poeloengan et al (2003) menambahkan bahwa pemupukan yang ideal harus

berprinsip pada 4 T yaitu: tepat jenis pupuk, tepat dosis, tepat cara aplikasi, dan tepat waktu aplikasi.

Poeloengan et al. (2003) menyatakan bahwa pemupukan dalam suatu

usaha perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu usaha perawatan tanaman untuk meningkatkan pertumbuhan dan potensi produksi. Kebutuhan pupuk per hektar di perkebunan kelapa sawit kurang lebih 24% dari total biaya produksi atau sekitar 40-60% dari total biaya pemeliharaan. Berikut ini akan disajikan spesifikasi umum pemupukan untuk tanaman kelapa sawit (PPKS, 2005).

(3)

Tabel 1. Jenis dan Spesifikasi Pupuk Tunggal yang Direkomendasikan oleh PPKS

Hara Pupuk Spesifikasi

N Urea 46% N

ZA 21% N, 23% S

P SP-36 P2 O5 (total) : 36%

P2 O5 (larut dalam asam sitrat 2%) : 34%

S : 5% Rock Phospate (RP)*

* SNI kualitas A

P2 O5 (total) : min 28%

P2 O5 (larut dalam asam sitrat 2%) : min

8%

Ca+ Mg (setara CaO) min 40%

Al2O3 + Fe2O3 : maks 3%

Kadar air : maks 3%

Kehalusan (lolos saringan 80 mesh) : min 50%

Kehalusan (lolos saringan 25 mesh) : min 80%

K MOP (KCl) K2O : 60%

Mg Kieserit MgO :26% ; S :21%

Dolomit MgO :min 18%

CaO: min 30%

Al2O3 + Fe2O3 : maks 3%

SiO2 : maks 5% Kadar air : maks 5% Ni : maks 5 ppm

Kehalusan (lolos saringan 100 mesh) Sumber : PPKS

Pahan (2008) mengemukakan bahwa unsur hara yang diserap tanaman kelapa sawit belum menghasilkan (TBM) bersumber dari hara tanah, pelapukan bahan organik tanaman, kacangan yang ditanam sebagai penutup tanah dan dari pupuk yang diberikan. Pada TBM, unsur hara yang diserap tanaman digunakan untuk pertumbuhan vegetatif dan persiapan aktivitas pembungaan. Dasar penentuan dosis pupuk untuk pemupukan tanaman belum menghasilkan adalah umur tanaman, jenis tanah, kondisi penutup tanah, dan kondisi visual tanaman. Dosis tiap jenis pupuk berbeda-beda sesuai dengan umur tanaman.

Siahaan dan Buma (1992) menyatakan bahwa untuk mengetahui dosis pupuk yang harus ditambahkan ke dalam tanah yaitu dengan mempertimbangkan jumlah hara yang diserap tanaman, status hara dalam daun, hara yang terangkut bersama hasil panen, hara yang kembali ke tanah, hara yang hilang dari zona

(4)

perakaran dan kemampuan tanah dalam menyediakan unsur hara. Selain itu juga dapat dipertimbangkan data agronomi tanaman (mencakup pertumbuhan, produksi, dan gangguan hama/penyakit), data hasil percobaan pemupukan (kalau ada) dan pelaksanaan pemupukan sebelumnya.

Menurut Riwandi (2002), tanaman kelapa sawit membutuhkan pupuk N, P dan K yang sangat banyak sehingga diperlukan takaran pupuk yang tepat dan optimal. Kebutuhan pupuk untuk setiap lokasi berbeda-beda tergantung dari kondisi lokasi tersebut. Secara umum terdapat dosis optimal untuk pemupukan tanaman kelapa sawit.

Menurut Hakim (2007), tempat penyebaran pupuk adalah tempat dimana pupuk dapat ditaburkan yaitu di dalam bokoran yang bersih dari gulma. Sebelum kegiatan pemupukan dilakukan pencampuran pupuk, apabila ada jenis pupuk yang tidak boleh dicampur maka tempat penaburannya harus dipisahkan atau paling tidak ada jarak sekitar 12 hari antara aplikasi pupuk yang satu dengan pupuk lainnya.

Tabel 2. Standar Umum Pemupukan untuk Tanaman Kelapa Sawit TBM pada Tanah Mineral (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2005).

Umur (bulan)*

Dosis pupuk (g/pohon)

Urea TSP RP MOP Kiserit HGF-B

Lubang tanaman - - 500 - - - 3 100 100 - 100 50 - 6 200 100 - 20 100 - 9 200 200 - 350 150 - 12 300 200 - 450 200 25 16 300 200 - 500 250 - 20 300 200 - 600 300 50 24 350 200 - 600 300 - 28 400 300 - 650 350 50 32 550 300 - 700 400 - Jumlah 2700 1800 500 4150 2100 125

* Setelah tanam di lapangan

(5)

Tabel 3. Standar Dosis Pemupukan Tanaman Kelapa Sawit Menghasilkan pada Tanah Mineral (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2005). Kelompok umur

(tahun)

Jenis dan dosis pupuk (Kg/pohon)

Urea SP-36 MOP Kieserite Jumlah

3-8 9-13 14-20 21-25 2,00 2,75 2,50 1,75 1,50 2,25 2,00 1,25 1,50 2,25 2,00 1,25 1,00 1,50 1,50 1,00 6,00 8,75 7,75 5,25 Menurut Mangoensoekarjo dan Tojib (2005) pemupukan pada tanaman kelapa sawit tidak mengikuti formula pemupukan yang umum. Jenis tanah, tingkat kesuburan, sifat kimia dan fisika tanah, faktor iklim dan lain-lain bervariasi antar lokasi tanaman yang satu dengan yang lain, sehingga formula pupuknya akan berbeda-beda dan bersifat spesifik untuk tiap lokasi. Disamping itu potensi genetik, umur tanaman dan cara kultur teknik yang diterapkan juga turut mempengaruhi jenis dan dosis pupuk untuk suatu periode tertentu.

2.1.3. Kandungan Unsur Hara dalam Tanaman Kelapa Sawit

Kemampuan tanaman untuk mengabsorpsi unsur hara sangat ditentukan oleh faktor lingkungan seperti faktor iklim dan faktor edafik. Sehubungan dengan itu tanaman akan memberikan respon yang berbeda sebagai akibat dari perbedaan lingkungan, walaupun tingkat kesuburan tanah dan potensi genetik yang sama. Sudah lama diketahui bahwa kekurangan suatu unsur hara akan menekan perkembangan dan pertumbuhan salah satu atau beberapa organ tanaman. (Hoffer dan Krants, 1941).

Analisa daun adalah cara yang baik untuk menilai keadaan hara tanaman, karena daun merupakan tempat pertumbuhan yang aktif. Menurut Turner (1974), untuk menentukan kadar unsur makro pada tanaman kelapa sawit dipilih daun ke 17 dimana keseimbangan fisiologis tanaman sudah mantap. Dalam menyusun rekomendasi pemupukan, data analisis daun saja belum mencukupi, dan sebaiknya dilengkapi dengan data produksi.

Beberapa penelitian tentang aplikasi pemupukan mendapatkan bahwa pengaruh pemupukan, terutama pupuk N dan K, nyata meningkatkan luas permukaan daun, luas dan berat daun, serta kadar nitrogen dan fosfor tanaman.

(6)

Pertambahan luas permukaan daun sejalan dengan umur tanaman (Corley dan Mok, 1972).

Penilaian tentang kecukupan hara tanaman berdasarkan hasil analisis daun antara lain dikemukakan oleh Von Uexkull (Von Uexkull 1992 dalam Pahan, 2008), secara lengkap kriteria tersebut disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 .Kecukupan Hara Makro dan Mikro untuk Tanaman Sawit Menghasilkan (TM) (Von Uexkull dalam Pahan, 2008)

Unsur Hara Satuan Rendah Sedang Tinggi

N % <2.3 2.4-2.8 >3.0 P % <0.14 0.15-0.18 >0.25 K % <0.75 0.90-1.20 >1.90 Mg % <0.20 0.30-0.45 >0.70 Ca % <0.25 0.50-0.70 >1.00 Cu Ppm <3 5-8 >15 Zn Ppm <10 12-18 >81 2.2. Bahan Humat

Istilah asam humat berasal dari Berzilius tahun 1830, menggolongkan fraksi asam humat tanah kedalam : 1) Asam humat, yakni fraksi yang larut dalam basa 2) Asam fulvik, yakni fraksi yang larut dalam asam dan 3) Humin, yakni bagian yang tidak dapat larut dalam air dan basa. Menurut Tan (1994), asam humat mempunyai kandungan C, N, dan S yang lebih tinggi dari bahan asalnya. Kadar N asam humat berkisar antara 2-5%, sedangkan kadar S sekitar 0.1-0.19%. Asam humat tidak hanya mengandung hara makro C, H, N, dan S tetapi juga mengandung unit aromatik dan alifatik, dengan total kemasaman yang dipengaruhi oleh kandungan gugus fenol dan karboksil.

Tan (1994) mengemukakan bahwa bahan organik tanah dibedakan menjadi bahan yang terhumifikasi dan tak terhumifikasi. Bahan terhumifikasi inilah yang dikenal sebagai humus atau sekarang disebut sebagai senyawa humat dan dianggap sebagai hasil akhir dekomposisi bahan tanaman di dalam tanah. Senyawa tersebut terlibat dalam reaksi kompleks dan dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara langsung dan tidak langsung.

(7)

2.2.1. Karakteristik Bahan Humat

Asam humat adalah hasil akhir dari proses dekomposisi bahan organik,merupakan fraksi yang larut dalam basa (Kononova, 1966). Merupakan bahan koloid terdispersi bersifat amorf, berwarna kuning hingga coklat kehitaman dan mempunyai berat molekul relatif tinggi (Tan, 1994). Karakteristik lainnya adalah memiliki beban elektrositas yang tinggi, kapasitas tukar yang tinggi, menjadi hidrofil dan asam secara alami. (Orlov, 1985). Asam humat bukanlah pupuk, tetapi merupakan bagian dari pupuk. Pupuk adalah sumber hara untuk tanaman dan mikroflora. Asam humat pada dasarnya membantu menggerakkan miktonutrien dari tanah ke tanaman (Sahala et al, 2006).

Asam humat dapat mengikat kation sehingga dapat diserap oleh akar tanaman, meningkatkan pertukaran mikronutrien yang ditransfer pada sistem sirkulasi tanaman. Mekanisme transfer yang berlangsung tidak sepenuhnya diketahui. Tetapi menurut ahli tanah, bahwa tanaman menyerap air sedangkan asam humat dibawa oleh mikronutrien yang diserap tanaman bergerak menuju dekat daerah perakaran (Kononova, 1966).

2.2.2. Peranan Bahan Humat terhadap Tanah dan Tanaman

Senyawa humat berfungsi sebagai bahan pembenah tanah yang terlibat dalam reaksi kompleks dan dapat mempengaruhi kesuburan tanah dengan mengubah kondisi fisik, kimia, dan biologi tanah (Tan,1994).

Pengaruh senyawa humat pada sifat fisik tanah yaitu:

1. Senyawa humat mempunyai kemampuan absorbsi air sekitar 80 – 90%,

sehingga pergerakan air secara vertikal (infiltrasi) semakin meningkat dibanding secara horizontal. Hal ini berguna untuk mengurangi erosi pada tanah. Selain itu, senyawa humat dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam menahan air.

2. Senyawa humat berfungsi sebagai granulator atau memperbaiki struktur

tanah. Hal ini terjadi karena tanah mudah sekali membentuk komplek dengan senyawa humat dan terjadi karena meningkatnya populasi mikroorganisme tanah, seperti jamur, cendawan, dan bakteri. Senyawa humat digunakan mikroorganisme tanah sebagai penyusun tubuh dan

(8)

sumber energinya., cendawan dapat menyatukan butir tanah menjadi agregat, sedangkan bakteri berfungsi sebagai semen yang menyatukan agregat, sementara jamur dapat meningkatkan fisik dari butir-butir tanah. Hasilnya adalah tanah yang lebih gembur, berstruktur remah dan relatif lebih ringan.

3. Meningkatkan aerasi tanah akibat dari bertambahnya pori tanah (porositas) akibat pembentukan agregat. Udara yang terkandung dalam pori tanah tersebut umumnya didominasi oleh gas-gas O2, N2, dan CO2. Hal ini

penting bagi pernafasan mikroorganisme tanah dan akar tanaman. Pengaruh senyawa humat pada sifat kimia tanah, yaitu:

1. Meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK). Peningkatan tersebut

menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara atau nutrisi. Senyawa humat membentuk kompleks dengan unsur mikro sehingga melindungi unsur tersebut dari pencucian oleh hujan. Unsur N, P, dan K diikat dalam bentuk organik atau dalam tubuh mikroorganisme sehingga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk kimia.

2. Senyawa humat dapat mengikat logam berat (membentuk senyawa khelat)

kemudian mengendapkannya sehingga mengurangi keracunan tanah.

3. Meningkatkan pH tanah akibat penggunaan pupuk kimia yang terus

menerus, terutama tanah yang banyak mengandung alumunium, karena senyawa humat mengikat Al sebagai senyawa kompleks yang sulit larut dalam air (insoluble) sehingga tidak dapat terhidrolisis.

4. Ikatan kompleks yang terjadi antara senyawa humat dengan Fe dan Al

merupakan antisipasi terhadap ikatan yang terjadi antara unsur P dengan Al dan Fe, sehingga unsur P dapat terserap secara optimal oleh tanaman. Pe ngaruh senyawa humat pada sifat biologi tanah yaitu:

1. Perbaikan sifat kimia dan fisik tanah menciptakan situasi yang kondusif untuk menstimulasi perkembangan mikroorganisme tanah.

2. Aktifitas mikroorganisme tanah akan menghasilkan hormon-hormon

pertumbuhan seperti auxin, sitokinin, dan giberelin. Fungsi dari hormon auxin yaitu merangsang proses perkecambahan biji, memacu proses terbentuknya akar dan perkembangannya, dan merangsang perkembangan

(9)

pucuk tanaman dan akar yang sudah tidak mau berkembang lagi. Fungsi dari hormon sitokinin yaitu memacu pembelahan dan pembesaran sel, dan merangsang pembentukan tunas-tunas baru, sedangkan fungsi hormon giberelin yaitu meningkatkan pembungaan dan pembuahan, mengurangi kerontokan bunga dan buah, mendorong partenokarpi atau pembuahan tanpa proses penyerbukan.

Selain berperan penting dalam tanah, asam humat juga mempunyai pengaruh yang sangat menguntungkan terhadap pertumbuhan tanaman. Asam humat dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman melalui peranannya dalam mempercepat respirasi, meningkatkan permeabilitas sel, serta meningkatkan penyerapan air dan hara. Asam humat dapat digunakan sebagai pupuk, bahan amelioran dan hormon perangsang pertumbuhan tanaman. Asam humat juga berpengaruh langsung pada tanaman, diantaranya meningkatkan penyerapan air, mempercepat perkecambahan benih, merangsang pertumbuhan akar, mempercepat pemanjangan sel akar (Tan, 1994).

2.3. Zeolit

2.3.1. Definisi Zeolit

Zeolit adalah sejenis batuan yang mengandung beberapa mineral terutama aluminosilikat yang terhidrasi dari kation alkali dan alkali tanah yang mempunyai kerangka struktur berpori, bersifat mendidih dan mengembang bila dipanaskan, serta dapat dimanfaatkan sebagai media dalam industri (Anwar, 1987). Menurut Sidih (1996) molekul zeolit terdiri dari tetrahedral SiO4 dan AlO4 yang diikat oksigen membentuk polihedral yang berongga. Struktur zeolit yang berongga ini menyebabkan zeolit dapat menyerap air atau zat lain yang bersifat reversible. 2.3.2. Karakteristik dan Pemanfaatan Zeolit

Struktur zeolit yang terbentuk menghasilkan muatan netto negatif oleh kehadiran Al di pusat tetraeder dan diimbangi oleh kation dan alkali tanah dalam pori yang ada. Kation-kation yang dapat dipertukarkan dari mineral zeolit tidak terikat secara kuat dalam kerangka kristal yang berbentuk tetraeder, oleh karenanya zeolit mempunyai potensi untuk menukarkan kation dan mempunyai kapasitas tukar kation (KTK) tinggi (Sidih, 1996).

(10)

Zeolit memiliki sifat-sifat kimia dan fisik yang unik diantaranya kapasitas tukar kation (KTK) sangat tinggi, kemampuan menyerap ion amonium, menyerap air dan bersifat porous. Sifat-sifat tersebut tidak hanya dapat digunakan sebagai penyerap hara untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk, akan tetapi dapat dipergunakan pula sebagai campuran kompos, media tumbuh tanaman, maupun memperbaiki kualitas air. Kemampuan zeolit ini banyak dimanfaatkan secara luas di bidang pertanian khususnya untuk peningkatan efisiensi pupuk nitrogen (Sastiono, 1993). Zeolit merupakan salah satu dari banyak bahan penukar kation yang mempunyai kapasitas tukar kation yang tinggi (200-300 meq/100g). Kapasitas tukar kation dari zeolit ini terutama merupakan fungsi dari tingkat penggantian atom alumunium (Al) untuk Silikon (Si) dalam struktur kerangka zeolit (Ming dan Mumpton, 1989).

Sifat kimia zeolit yang sering dimanfaatkan di bidang pertanian adalah sifat adsorbsi dan sifat pertukaran kation. Adsorbsi yang terjadi pada permukaan padatan atau cairan dapat melibatkan satu atau banyak molekul, tergantung pada permukaan dan jenis gaya yang terlibat. Pertukaran kation zeolit pada dasarnya adalah fungsi dari derajat substitusi silika oleh alumunium dalam struktur kristal zeolit. Semakin banyak jumlah alumunium menggantikan posisi silika maka semakin banyak muatan negatif yang dihasilkan, sehingga makin tinggi kemampuan tukar kation zeolit tersebut (Ming dan Mumpton, 1989).

Gambar

Tabel 1. Jenis dan Spesifikasi Pupuk Tunggal yang Direkomendasikan oleh    PPKS

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan terhadap semangat kerja, untuk mengetahui pengaruh iklim kerja terhadap

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) implementasi bimbingan dan konseling di Sekolah Dasar Muhammadiyah 22 Sruni dilaksanakan oleh guru kelas dengan menggunakan

fungsional yang menunjukkan keberadaan gugus-gugus yang potensial untuk melakukan interaksi kimia, maka sangat beralasan untuk menduga terjadinya adsorpsi kimia pada proses adsorpsi

SK Redistribusi dalam pandangan penulis tidak menjadi alasan tunggal, karena disamping adanya regulasi tersebut, penulis menengarai berdasarkan temuan di lapangan

Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir Menganalisis materi, struktur, konsep, dan pola pikir Menyanyi dengan Intonasi yang baik. keilmuan yang mendukung mata pelajaran

menjadi semakin nyaman dalam melaksanakan administrasi. Biasanya mereka disibukkan dengan pengumpulan nilai dari kertas-kertas yang berserakkan namun dengan adanya

Klaster Neuroscience ini dibuat untuk mempermudah mahasiswa program pendidikan Doktor dalam menentukan kesesuaian antara minat keahlian yang ingin dicapai dengan

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Solidaritas Sosial Dari Tradisi Pesta Panen di Dusun Air Pasir Desa Lampur Kecamatan Sungaiselan Kabupaten Bangka