• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan reformasi manajemen pemerintahan di seluruh dunia, penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan reformasi manajemen pemerintahan di seluruh dunia, penelitian"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

Seiring dengan reformasi manajemen pemerintahan di seluruh dunia, penelitian ini berusaha untuk menjelaskan reformasi pengelolaan keuangan Pemerintah Indonesia. Topik reformasi pengelolaan keuangan yang diteliti berfokus pada penerapan akuntansi akrual pada Pemerintah Kabupaten/Kota. Bab pendahuluan akan menjelaskan alasan topik penerapan akuntansi akrual menjadi penting untuk diteliti. Bab ini terdiri atas delapan bagian antara lain (1) latar belakang, (2) rumusan masalah, (3) pertanyaan penelitian, (4) tujuan penelitian, (5) motivasi penelitian, (6) kontribusi penelitian, (7) proses penelitian dan (8) sistematika penulisan tesis.

1.1Latar Belakang

Berbagai elemen masyarakat sering menilai pemerintahan memiliki berbagai masalah seperti tidak efektif, tidak efisien, minim kreatifitas dan kualitas layanan yang buruk. Permasalahan ini menyebabkan tujuan bernegara sulit tercapai padahal negara mengelola sumber daya yang sangat besar. Setiap pemerintahan di dunia pasti pernah mengalami permasalahan tersebut. Negara maju, berkembang atau tertinggal berusaha untuk mengatasi permasalahan dengan melakukan reformasi. Gerakan reformasi yang popular adalah manajemen publik baru (New Public Management/NPM).

NPM adalah sebuah konsep yang menjelaskan teknik-teknik manajemen di sektor swasta dapat diadopsi ke pemerintahan. Teknik manajerial sektor swasta

(2)

dianggap lebih baik, hal ini terbukti dari begitu pesatnya perkembangan sektor swasta dalam satu abad terakhir. Hood (1991) mempopulerkan istilah NPM dengan menggambarkan serangkaian reformasi sektor publik di beberapa Negara maju seperti Australia, New Zealand dan Inggris. Tiga Negara ini mampu mengatasi permasalahan–permasalahan yang ada dengan mengadopsi teknik–teknik manajemen dari sektor swasta. NPM kemudian banyak diadopsi oleh berbagai pemerintahan didunia.

Penerapan NPM telah membawa perubahan yang drastis bagi pemerintahan. Perubahan terjadi pada manajemen pemerintahan yang sebelumnya kaku, birokratis dan hierarkis menjadi fleksibel dan mengakomodasi pasar. Pemerintah menggunakan berbagai teknik manajerial sektor swasta yang diadopsi untuk melakukan efisiensi pengelolaan sumber daya. Untuk mencapai efisiensi maka pemerintah memerlukan informasi akuntansi. Bunea dan Cosmina (2008:1) menjelaskan

“NPM is focused on efficiency, as governments around the world are being asked to do more with less and to be fully accountable to the community for resources entrusted to them. Accounting plays a crucial role in NPM developments as the means by which measurements are made, achievements are documented, and negotiations take place”.

Akuntansi pada pemerintahan menjadi alat pengukuran untuk menentukan apakah pemerintah telah mencapai efisiensi. Akuntansi memberikan informasi yang berguna bagi pemangku kepentingan dalam pengambilan keputusan. Akuntansi di sektor swasta lebih maju dibandingkan pemerintahan. Akuntansi di sektor swasta berkembang dinamis mengikuti perkembangan ekonomi. Salah satu teknik manajerial

(3)

dalam bidang akuntansi yang diadopsi adalah asumsi akuntansi akrual. Akuntansi akrual menjelaskan bahwa transaksi yang mempengaruhi keuangan perusahaan dicatat pada saat terjadi bukan didasarkan pada saat menerima atau mengeluarkan uang (Kieso et al, 2011).

Akuntansi akrual menunjang perkembangan akuntansi di sektor swasta. Akuntansi akrual memberikan informasi yang lebih bisa diandalkan karena mampu memberikan informasi tentang kewajiban dan hak yang akan diterima di masa depan sehingga keputusan ekonomi dapat diambil lebih baik. Asumsi akuntansi akrual sangat krusial di akuntansi sektor swasta. Hal ini terlihat dari berbagai peraturan yang mewajibkan Akuntansi akrual sebagai asumsi dasar penyusunan laporan keuangan. Standar pelaporan keuangan internasional (International Financial Reporting Standards/IFRS) mencantumkan basis akrual kedalam kerangka konseptualnya sedangkan Ikatan Akuntan Indonesia (2009) melalui Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.1 (Revisi 2009) paragraf 21 mewajibkan perusahaan untuk menyusun laporan keuangan atas dasar akrual.

NPM mendorong adopsi akuntansi akrual di sektor publik. Djamhuri dan Mahmudi (2006) menjelaskan bahwa implikasi dari adopsi NPM adalah munculnya kebutuhan untuk melakukan serangkaian reformasi di berbagai bidang sektor publik seperti bidang akuntansi, bidang penganggaran dan bidang audit. Perpindahan dari asumsi kas dan entri tunggal ke asumsi akrual merupakan salah satu bentuk reformasi akuntansi pemerintahan. Sedangkan McKendrick (2007) menjelaskan bahwa akuntansi akrual telah menyebar ke banyak Negara seiring dengan perkembangan

(4)

NPM karena akuntansi akrual merupakan bagian dari bentuk adopsi proses dan teknik manajemen swasta ke manajemen pemerintahan.

Carlin (2005) menjelaskan bahwa selama beberapa dekade terakhir adopsi akuntansi akrual semakin gencar dilakukan oleh berbagai Negara. Selain inisiatif sendiri, perkembangan akuntansi akrual juga dibantu oleh berbagai lembaga internasional. Sebagai contoh beberapa tahun terakhir sampai sekarang organisasi global seperti Bank Dunia, lembaga dana moneter internasional (International Monetary Fund/ IMF) dan federasi akuntan internasional (International federation of Accountants/ IFAC) aktif mempromosikan adopsi manajemen dan teknik sektor swasta ke sektor publik (Roob dan Newberry, 2007). Indonesia merupakan salah satu Negara yang mencoba mengadopsi akuntansi akrual.

Pasca reformasi politik tahun 1998 yang menggulingkan Presiden Soeharto, pemerintah indonesia mulai mereformasi sistem keuangan. Hal ini ditandai dengan munculnya tiga undang–undang (UU) yang terkait keuangan Negara yaitu (1) UU 17/2003 tentang keuangan Negara, (2) UU 1/2004 tentang perbendaharaan Negara dan (3) UU 15/2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara. Bagian penjelasan UU 17/2003 menjelaskan bahwa sebelumnya pelaksanaan pengelolaan keuangan negara masih digunakan ketentuan perundang-undangan yang disusun pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda yang berlaku berdasarkan Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Indische Comptabiliteitswet

yang lebih dikenal dengan nama ICW Stbl. 1925 No. 448 selanjutnya diubah dan diundangkan dalam Lembaran Negara 1954 Nomor 6, 1955 Nomor 49, dan terakhir

(5)

Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968, Indische Bedrijvenwet (IBW) Stbl. 1927 No. 419 jo. Stbl. 1936 No. 445 dan Reglement voor het Administratief Beheer(RAB) Stbl. 1933 No. 381. Sementara itu, dalam pelaksanaan pemeriksaan pertanggungjawaban keuangan negara digunakan Instructie en verdere bepalingen voor de Algemeene Rekenkamer (IAR) Stbl. 1933 No. 320. Sebelum Ketiga UU ini keluar, kurang lebih selama 58 tahun sejak kita merdeka pengelolaan keuangan Negara masih menggunakan peraturan yang disusun oleh Belanda. Penggunaan Akuntansi di Indonesia mendapat momentum penting ketika pasal 32 ayat 1 UU 17 tahun 2003 mewajibkan bentuk dan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/D menggunakan standar akuntansi. Selanjutnya UU 17/2003 pasal 36 mewajibkan pencatatan akuntansi dengan basis akrual.

Untuk memenuhi kewajiban menerapkan pencatatan akuntansi dengan basis akrual maka pemerintah melalui Komite Standar Akuntansi Pemerintah (KSAP) menerbitkan standar akuntansi pemerintahan (SAP). SAP pertama yang dihasilkan adalah PP 24/2005 tentang basis kas menuju akrual. PP 24/2005 berlaku selama 5 tahun yang kemudian digantikan oleh PP 71/2010 tentang basis Akuntansi Akrual. PP 71 tahun 2010 masih mengakomodir basis kas menuju akrual sampai tahun anggaran 2014. Jadi, akuntansi akrual baru dapat diterapkan secara penuh pada tahun anggaran 2015. Penerapan standar akuntansi akrual berlaku untuk semua level Pemerintah mulai dari pemerintah pusat yang terdiri atas Kementrian dan Lembaga dan Pemerintah Daerah yang terdiri atas Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

(6)

Berdasarkan PP 71 tahun 2010, pemerintah sudah memberikan landasan hukum penerapan akuntansi berbasis akrual tetapi tetap memperbolehkan akuntansi berbasis kas menuju akrual. Kondisi ini menyebabkan fenomena perbedaan waktu adopsi akuntansi akrual. Kebanyakan entitas pemerintah mengadopsi akuntansi akrual pada batas waktu 2015 tetapi ada juga entitas pemerintah yang menerapkan sebelum 2015. Salah satu contohnya adalah Pemerintah Kota Semarang yang mengadopsi akuntansi akrual lebih cepat. Pemerintah Kota Semarang merupakan contoh kasus yang menarik mengingat kebanyakan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota masih menunggu tahun 2015. Hal ini dapat kita lihat dari data Departemen Dalam Negeri yang per November 2014 menjelaskan bahwa pembuatan peraturan kepala daerah yang mendukung akuntansi akrual masih rendah. Persentase peraturan pendukung akuntansi akrual dijelaskan pada tabel dibawah.

Tabel 1.1

Persentase Penyelesaian Peraturan Pendukung Akuntansi Akrual

Peraturan Gubernur / Bupati/ Walikota tentang …. Provinsi Kabupaten/Kota Total Prov/Kab/Kota

Jml Selesai % Jml Selesai % Jml Selesai %

Kebijakan Akuntansi 34 34 100 508 232 46 542 266 49,07 Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah 34 34 100 508 169 33 542 203 37,45

(7)

Berdasarkan tabel diatas terlihat jelas bahwa Pemerintah Kabupaten/Kota kurang sigap merespon penerapan akuntansi akrual pada tahun 2015 dibandingkan dengan pemerintah provinsi. Pembuatan peraturan pendukung yang rendah menggambarkan ketidaksiapan pemerintah kabupaten/kota dalam menerapkan akuntansi akrual. Padahal pada level ini sudah ada Pemerintah Kota Semarang yang sudah menerapkan akuntansi akrual sebelum 2015. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba untuk memperbandingkan penerapan akuntansi akrual penerapan akuntansi akrual pada daerah yang baru akan menerapkan akuntansi akrual dengan pemerintah Kota Semarang. Penelitian ini berencana untuk membandingkan Pemerintah Kota Semarang dan Pemerintah Kota Palopo sebagai daerah yang baru mau menerapkan akuntansi akrual.

Diharapkan penelitian ini mampu memberikan gambaran yang utuh terkait penerapan akuntansi akrual pada Pemerintah Kabupaten/Kota. Penelitian ini akan mencari tahu perbedaan apa saja terjadi selama proses penerapan akuntansi akrual di kedua Pemerintah Daerah. Dua contoh yang bertolak belakang ini mampu memberikan pemahaman yang komprehensif untuk memahami faktor – faktor yang mempengaruhi penerapan akuntansi akrual. Selain itu peneliti juga akan meneliti motivasi penerapan akuntansi akrual dengan menggunakan teori isomorfisma kelembagaan (Institutional Isomorphism).

DiMaggio dan Powel (1983) menjelaskan isomorfisma kelembagaan adalah sebuah proses dimana sebuah organisasi menjadi mirip satu sama lain akibat menghadapi tekanan dari lingkungan. Terdapat tiga alasan mengapa isomorfisma

(8)

kelembagaan muncul yaitu (a) koersif: yang berasal dari pengaruh politik dan legitimasi, (b) mimetik: yang respon entitas ketidakpastian, dan (c) normatif: yang berhubungan dengan profesionalisme. Penggunaan isomorfisma kelembagaan menjadi penting karena dengan memahami motivasi pemerintah daerah memahami penerapan akuntansi. Penerapan akuntansi akrual dapat dilihat dengan menggunakan isomorfisma kelembagaan. Terdapat beberapa penelitian yang dijadikan rujukan untuk menggunakan isomorfisma kelembagaan. Peneitian pertama, Akbar (2011) meneliti motivasi penerapan Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) pada pemerintah daerah di Indonesia dengan menggunakan teori isomorfisma kelembagaan. Penelitian Kedua, Carpenter dan Feroz (2001) meneliti tentang motivasi keputusan 4 negara bagian di Amerika terkait penerapan Generally Accepted Accounting Principles (GAAP) dengan kerangka isomorfisma kelembagaan.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan data-data yang tercantum di atas, maka dapat dirumuskan bahwa penerapan akuntansi akrual pada tahun 2015 sudah dalam kategori terlambat. UU 17/2003 menjelaskan penggunaan akuntansi akrual paling lambat 5 tahun sejak UU diterbitkan atau tahun anggaran 2008. Keterlambatan ini bukan tanpa sebab karena untuk mengimplementasikan akuntansi akrual ke ratusan entitas di berbagai level pemerintahan tentu tidak mudah. Perbedaan karakteristik setiap entitas menyebabkan perbedaan juga dalam menyikapi penerapan akuntansi

(9)

akrual. Oleh karena itu, topik penelitian tentang penelitian akuntansi akrual menjadi penting untuk diteliti.

1.3Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan fenomena yang ada pada rumusan masalah maka peneliti menyusun pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana perbandingan proses penerapan akuntansi akrual pada pemerintah Kota Palopo dan Kota Semarang?

2. Apakah teori Isomorfisma kelembagaan eksis dalam penerapan akuntansi akrual di Kota Palopo dan Kota Semarang?

3. Faktor–Faktor apa saja yang mempengaruhi penerapan akuntansi akrual?

1.4Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui, menganalisis dan membandingkan proses penerapan akuntansi akrual pada Pemerintah Kota Semarang dan Kota Palopo.

2. Mengetahui dan menganalisis polaisomorfisma kelembagaanada pada penerapan akuntansi akrual di Kota Semarang dan Kota Palopo.

3. Mengetahui dan menganalisis faktor–faktor yang mempengaruhi penerapan akuntansi akrual.

1.5Motivasi Penelitian

Penelitian ini dimotivasi dengan fakta bahwa sampai akhir tahun 2014 pemerintah daerah masih terlihat belum siap melaksanakan akuntansi akrual. Penelitian ini ingin

(10)

mengetahui permasalahan apa yang terjadi saat penerapan akuntansi akrual dan memberikan solusi untuk memecahkannya. Solusi ini dapat dijadikan landasan ketika teknik–teknik manajerial lain diterapkan di pemerintahan sehingga tidak banyak permasalahan yang muncul.

1.6Kontribusi Penelitian

Kontribusi yang diharapkan dari hasil penelitian ini antara lain:

1. Kontribusi secara teoritis adalah memberikan tambahan bukti empiris terkait penerapan akuntansi akrual. Penelitan ini juga memperkuat hadirnya isomorfisma kelembagaan pada pemerintahan.

2. Kontribusi secara praktis penelitian ini adalah memberikan gambaran bagaimana sebuah teknik manajerial sektor swasta diadopsi oleh pemerintah daerah di Indonesia. Peneliti berasumsi bahwa proses adopsi teknik manajerial oleh pemerintah daerah tidak hanya terbatas pada akuntansi akrual saja tetapi pada teknik–teknik lain seperti (1) kerangka pengeluaran jangka menengah yang diamanatkan UU 17/2003, (2) Anggaran berbasis akrual dan (3) Logic Model. Jadi proses adopsi teknik manajerial akan terus berulang sepanjang waktu sampai masalah–masalah pemerintahan teratasi. Penelitian terkait penerapan akuntansi akrual akan memberikan pembelajaran sehingga adopsi teknik–teknik manajerial sektor swasta di masa yang akan datang lebih mudah diadopsi oleh pemerintah daerah.

(11)

1.7Proses Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian multi kasus yang mengambil objek dua Kota yaitu Kota Semarang dan Kota Palopo. Proses penelitian secara singkat sebagai berikut sebagai berikut:

1. Menentukan permasalahan penelitian

2. Menelaah literatur dan teori yang digunakan untuk membedah permasalahan penelitian

3. Penelitian ini akan menggunakan metode penelitian campuran. Desain yang digunakan adalah exploratory. Desain exploratory melakukan pengumpulan data kualitatif pada fase pertama dan data kuantitatif pada fase kedua.

4. Pada fase pertama yaitu fase kualitatif, peneliti akan melakukan wawancara dan analisis tematic. Fase ini akan menjawab pertanyaan penelitian no 1 dan 2. Hasil dari fase ini berupa koding faktor–faktor yang mempengaruhi akuntansi akrual akan digunakan pada tahap selanjutnya.

5. Pada fase kedua yaitu fase kuantitatif, peneliti akan menguji faktor yang ditemukan dengan metode analisis faktor eksploratori (Exploratory Factor Analysis). Fase ini akan menjawab pertanyaan penelitian no 2

6. Menyimpulkan temuan untuk menjawab pertanyaan penelitian.

1.8Sistematika Penulisan Tesis

Sistematika penulisan penelitian ini terdiri dari: BAB I : Pendahuluan

(12)

Bagian ini menguraikan tentang latar belakang, perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, proses penelitian, dan kontribusi penelitian.

BAB II : Tinjauan Pustaka

Bagian ini membahas teori yang melandasi penelitian. Untuk menjawab pertanyaan penelitian maka bagian ini akan menjelaskan NPM, sejarah perkembangan akuntansi pemerintahan Indonesia, Teori isomorfisma kelembagaan serta berbagai penelitian terdahulu yang terkait penelitian ini. BAB III : Latar Belakang Kontekstual Penelitian

Bagian ini menguraikan mengenai gambaran umum objek yang diteliti. BAB IV : Metode Penelitian

Bagian ini menguraikan metode penelitian yang yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB V : Pemaparan Temuan Investigasi Kasus

Bagian ini memaparkan temuan-temuan yang diperoleh selama pengumpulan data.

BAB VI : Analisis dan Diskusi Hasil Investigasi Kasus

Bab ini menguraikan mengenai analisis data dan diskusi hasil temuan penelitian studi kasus. Pembahasan untuk menjawab pertanyaan penelitian. BAB VII : Ringkasan, Simpulan, Keterbatasan, dan Rekomendasi

Bagian ini memaparkan mengenai ringkasan, simpulan, keterbatasan dan rekomendasi penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Membangun model ekonomi rumahtangga petani yang mengintegrasikan harga bayangan tenaga kerja dalam keluarga dan harga bayangan lahan dalam bentuk persamaan simultan...

Oleh karena itu, semestinya kita harus berusaha untuk memenuhi setiap panggilan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sampai kepada kita

Identifikasi unsur dalam cuplikan lapisan tipis yang terdeposit pada permukaan substrat kaca dilakukan dengan menggunakan metode analisis aktivasi neutron cepat menunjukkan bahwa

Teknik pengolahan data yang dilakukan yaitu pemeriksaan (editing), (coding), dan tabulasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis tabel frekuensi

Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Osborne (2002) bahwa kemampuan membaca pemahaman memiliki keterkaitan dengan kemampuan literasi sains, membaca

Penulis memilih warna dominan hijau dan orange, hijau memberi kesan fresh pada rubrik ini tetapi tetap masuk dalam konsep karna halaman ini membahas pramuka, sedangkan

Struktur yang telah mengalami tekuk tidak mempunyai kemampuan layan lagi (Daniel L. Fenomena tekuk merupakan suatu mode kegagalan yang pada umumnya sebagai hasil dari

tanaman pada persilangan Wilis x Malang 2521 mengikuti nisbah 3 : 1 berarti bahwa karakter jumlah polong per tanaman merupakan karakter yang dikendalikan secara