• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PESERTA DIDIK ANTARA YANG MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING DENGAN MODEL DISCOVERY LEARNING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PESERTA DIDIK ANTARA YANG MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING DENGAN MODEL DISCOVERY LEARNING"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PESERTA DIDIK ANTARA YANG MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM

BASED LEARNING DENGAN MODEL DISCOVERY LEARNING (Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas X MIA MA Cilendek Kotabaru

Cibeureum Kota Tasikmalaya Tahun Pelajaran 2014/2015) HASAN NURHIDAYAT

e-mail: hsn.nurhidayat@gmail.com Program Studi Pendidikan Matematika

Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi Jl. Siliwangi No. 24 Tasikmalaya

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang lebih baik antara yang menggunakan model Problem Based Learning dengan model Discovery Learning. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes kemampuan pemecahan masalah matematik dan penyebaran angket motivasi belajar. Populasi penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas X MIA MA Cilendek. Sampel diambil sebanyak dua kelas secara acak menurut kelas, terpilih kelas X MIA 2 sebagai kelas eksperimen I dengan model Problem Based Learning dan kelas X MIA 1 sebagai kelas eksperimen II dengan model Discovery Learning. Berdasarkan analisis dan pengolahan data diperoleh simpulan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah matematik yang menggunakan model Discovery

Learning. Motivasi belajar peserta didik pada penggunaan model Problem Based

Learning termasuk kategori tinggi. Motivasi belajar peserta didik pada model Discovery Learning termasuk kategori sedang.

Kata kunci: Model Problem Based Learning, Model Discovery Learning, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik dan Motivasi Belajar.

ABSTRACT

This research is the aims to know the mathematical students problem solving ability between using Problem Based Learning model with Discovery Learning model. Method used in this research is experimental method. Technique of collecting data used is test of mathematical problem solving ability and distribute the motivation questionnaire study. The population in this research are all of the students at calss X MIA MA Cilendek. The sample were taken at random as much as two classes based on the class. Elected at class X MIA 2 as experimental class I by using Problem Based Learning as experimental class II by using Discovery Learning model. Passed on the analysis and processing the data can be conclude that mathematical students problem solving ability by using Problem Based Learning model is better than mathematica students problem solving ability by Discovery Learning model. The students’ motivation study on using Problem Based Learning model is high category. Motivation study on using Discovery Learning model is medium category.

Key Word : Problem Based Learning Model, Discovery Learning Model, Mathematical Problem Solving Ability and Motivation Study

(2)

PENDAHULUAN

Matematika menduduki peranan strategis dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Menurut Ratnaningsih, Nani (2003:17)”Matematika selayaknya diberikan kepada peserta didik yang disebut dalil (dapat dibuktikan) dan aksioma (tanpa pembuktian), baik secara kuantitatif maupun kualitatif”. Hal tersebut menjadi modal dasar untuk melakukan inovasi atau modifikasi dalam upaya mengembangkan pendidikan matematika lebih modern dan efektif dalam pembelajaran. Matematika selayaknya diberikan untuk membantu peserta didik agar terbiasa tertata nalarnya, terbentuk kepribadiannya serta terampil dalam menyelesaikan masalah.

Berdasarkan hasil penelitian di SMA Negeri 1 Ciawi oleh Murni, Sri (2013:75) menunjukan bahwa rata-rata skor tes kemampuan pemecahan masalah matematik pada kelas eksperimen yaitu 28,92 dan rata-rata pada kelas kontrol yaitu 22,71 dengan skor maksimum 40. Hasil penelitian tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan salah satu guru kelas X MA Cilendek Kota Tasikmalaya, ternyata guru jarang memberikan soal-soal yang tidak rutin, ketika peserta didik diberi tes berupa soal kemampuan pemecahan masalah sebagian besar peserta didik tidak bisa mengerjakan soal-soal tersebut. Selain itu juga peserta didik jarang memeriksa kembali hasil menggunkan cara yang berbeda sehingga kemampuan dalam memecahkan masalah tergantung terhadap konsep yang diberikan oleh guru saja. Hal ini terbukti masih rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik.

Dalam pembelajaran matematika, pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan yang berfungsi untuk mengembangkan potensi peserta didik dalam menemukan, menerapkan strategi, merumuskan, menginterpretasikan hasil masalah yang sesuai, serta menyelesaikan dalam permasalahan nyata sehingga kemampuan pemecahan masalah diharapkan dapat memberi jalan kepada peserta didik supaya mampu memahami materi matematika secara utuh dan bermakna. Dalam hal ini Sumarmo, Utari (Wardani,Sri. 2002:11) “Pemecahan masalah sebagai kemampuan dasar merupakan jawaban pertanyaan yang sangat kompleks, bahkan lebih kompleks dari pengertian pemecahan masalah itu sendiri.”

Keberhasilan kegiatan belajar dapat dilakukan melalui perbaikan kualitas pembelajaran diantaranya yaitu melalui penggunaan model-model pembelajaran yang tepat. Guru yang seyogyanya berperan sebagai pendidik dituntut untuk dapat memilih

(3)

model-model pembelajaran yang tepat agar pembelajaran lebih menarik serta tidak menimbulkan kebosanan terhadap peserta didik. Bahkan Rusman (2010:138) “Model pembelajaran merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan oleh guru dan peserta didik agar tujuan pembelajarannya dapat dicapai secara efektif dan efisien.” Menyikapi hal di atas, perlu kiranya diterapkan suatu alternatif pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas belajar serta memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan pola pikir serta ide yang dimilkinya. Mengingat pentingnya kemampuan pemecahan masalah, pastinya ada berbagai cara untuk menggapai kemampuan tersebut. Diantaranya melalui model Problem Based Learning dan model Discovery Learning dimana keduanya merupakan model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar lebih aktif pada peserta didik.

Model Problem Based Learning dalam pembelajaran matematika memberikan penekanan pada representasi matematik merupakan salah satu cara untuk meningkatkan keaktifan dan kreativitas peserta didik dalam belajar matematika serta menjadi solusi untuk mendorong peserta didik berpikir dan bekerja ketimbang menghafal dan bercerita. Kurniasih, Imas dan Berlin Sani (2014:76) berpendapat mengenai prinsip utama Problem Based Learning yaitu “Penggunaan masalah nyata sebagai sarana bagi peserta didik untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah. Masalah nyata adalah masalah yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari dan bermanfaat langsung apabila diselesaikan.” Sementara Yamin, Martinis (2013:62) mengemukakan “Problem Based Learning merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang memberi kondisi belajar aktif kepada peserta didik dalam kondisi dunia nyata.” Disisi lain Moffit (Rusman 2010:258) juga mengemukakan “Problem Based Learning merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran.” Berdasarkan pendapat diatas bahwa tujuan Problem Based Learning yaitu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menerapkan pengetahuan yang dimilikinya dalam berbagai situasi, sehingga pengetahuan yang dimiliki peserta didik dapat dimanfaatkan atau diaplikasikan dalam menyelesaikan persoalan yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Ibrahim dan Nur (Rusman,

(4)

2010:260) mengemukakan langkah-langkah model Problem Based Learning disajikan pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1

Langkah-langkah Model Problem Based Learning

Fase Indikator Tingkah laku guru

1 Orientasi siswa pada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah

2 Mengorganisasikan siswa untuk

belajar

Guru membantu siswa mendefinisikan dan

mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut

3 Membimbing penyelidikan individual

maupun kelompok

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperiman untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah

4 Mengembangkan dan menyajikan hasil

karya

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai dengan laporan, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.

5 Menganalisis dan mengevaluasi proses

pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dengan proses yang mereka gunakan

Sumber: Ibrahim dan Nur (Rusman, 2010:260)

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa model Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai bagian utama dalam pembelajaran dan peserta didik berusaha mencari pemecahan masalahnya serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Tahapan model Problem Based Learning yaitu pertama, orientasi peserta didik pada masalah. Kedua, mengorganisasikan peserta didik untuk belajar. Ketiga, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok. Keempat, mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Kelima, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Model Discovery Learning merupakan suatu model yang lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui oleh peserta didik. Hanafiah, Nanang dan Cucu Suhana (2012:77) mengemukakan “Discovery Learning merupakan suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal

(5)

seluruh kemampuan peserta didik untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, dan logis sehingga mereka dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap dan keterampilan sebagai wujud adanya perubahan perilaku.” Sejalan dengan pendapat di atas, Sanjaya, Wina (2013:193) mengemukakan “Discovery Learning adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara peserta didik dengan guru.” Berdasarkan pendapat di atas jelas terbukti jika dalam pembelajaran Discovery ini peserta didik dilatih untuk menjadi seorang saintis (ilmuan), historin atau ahli matematika. Dalam proses pembelajarannya peserta didik di kelompokan secara heterogen 4-5 orang. Pada saat proses pembelajaran berlangsung guru hanya berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar peserta didik sesuai dengan tujuan. Dengan demikian, kondisi seperti ini akan merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented (berorientasi pada guru) menjadi student oriented (berorientasi pada peserta didik). Discovery Learning memiliki langkah-langkah yang sistematis (Kosasih, E 2014:85), yaitu sebagai berikut:

a. Perencanaan

1) Menentukan Kompetensi Dasar dan mengembangkannya ke dalam tujuan pembelajaran beserta indikator-indikatornya.

2) Melakukan identifikasi masalah yang layak ditemukan jawabannya oleh peserta didik. Dalam hal ini harus diperhatikan tingkat kesulitan (kompleksitas) permasalahannya sehingga peserta didik bisa menyelesaikannya dengan baik. 3) Menyusun kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan peserta didik terkait

kegiatan penemuan itu beserta perangkat-perangkat pembelajaran yang dibutuhkan. (a) Kegiatan pembelajaran, misalnya dengan perorangan, diskusi kelompok,

pengamatan lapangan atau kunjungan ke perpustakaan.

(b) Perangkat pembelajaran, misalnya, buku-buku referensi, media pembelajaran, instrument-instrumen penulisan.

b. Pelaksanaan

(6)

Tabel 2

Langkah-langkah Model Discovery Learning

Fase Langkah-langkah Aktivitas Guru

1

Stimulation

(stimulus/pemberian rangsangan)

Guru menyampaikan suatu permasalahan untuk menggugah dan menimbulkan kepenasaran-

kepenasaran tentang fenomena tertentu. 2 Problem statemen (identipikasi

masalah)

Peserta didik diajak melakukan identifikasi masalah yang kemudian diharapkan bisa bermuara pada perumusan jawaban sementara

3 Mengumpulkan data

Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong peserta didik untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan.

4 Pengolahan data

Peserta didik mengolah data baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan dan di olah kemudian ditafsirkan pada taraf kepercayaan tertentu

5 Pembuktian

Peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan dalam temuan alternatif dihubungkan dengan data processing..

6 Menarik kesimpulan

Peserta didik men arik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi

Sumber: Kosasih,E (2014:87)

Berdasarkan uraian di atas dalam melaksanakan pembelajaran discovery learning di dalam kelas yaitu tahap perencanaan meliputi: 1) Menentukan Kompetensi Dasar dan mengembangkannya ke dalam tujuan pembelajaran beserta indikator-indikatornya, 2) Melakukan identifikasi masalah yang layak ditemukan jawabannya oleh peserta didik, 3) Menyusun kegiatan pembelajaran. Tahap pelaksanaan dapat mengikuti langkah-langkah: pertama Merumuskan masalah, kedua Membuat jawaban sementara atau hipotesis, ketiga Mengumpulkan data, keempat Pengolahan data, kelima pembuktian dan keenam Menarik kesimpulan.

Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya. Pada dasarnya masalah muncul pada situasi yang tidak diharapkan oleh seseorang akan menjadi besar, tergantung masalah itu penyelesaiannya sulit atau tidak. Tingkat kesulitan suatu masalah tergantung pada kesulitan masalah itu, dimana tidak ada kesulitan maka tidak ada masalah. Apabila suatu masalah diberikan kepada seorang anak dan anak tersebut langsung mengetahuinya, maka soal tersebut tidak dapat diakatakan sebagai masalah. Wardani, Sri (2002:12)

(7)

“Pemecahan masalah dapat berupa soal tidak rutin atau soal cerita, yaitu soal yang untuk sampai pada prosedur yang benar diperlukan pemikiran yang mendalam. Menurut Polya (Ratnaningsih, Nani 2003:23) mengajukan “Empat langkah atau tahapan yang dapat di tempuh dalam pemecahan masalah yaitu (1) understanding the problem solving ( memahami masalah), (2) divising a plan (membuat rencana pemecahan), carrying out the

plan (melakukan perhitungan) dan (4) looking back (memeriksa kembali hasil yang

diperoleh)”. Pemecahan masalah merupakan aktifitas dan kepentingan dalam pengajaran matematik karena tujuan belajar yang dijumpai dalam pemecahan masalah dan prosedur pemecahan masalah berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Prosedur pemecahan masalah yang dipelajari dalam pembelajaran matematika dapat ditransfer dalam prosedur penyelesaian suatu masalah yang lain. Motivasi merupakan suatu dorongan yang dapat mempengaruhi perubahan baik sikap maupun pola pikir seseorang dalam kehidupannya. Yamin, Martinis (2012:113) berpendapat Motivasi belajar merupakan daya penggerak psikis dari dalam diri seseorang untuk dapat melakukan kegiatan belajar dan menambah keterampilan, pengalaman. Motivasi mendorong dan mengarah minat belajar untuk tercapai suatu tujuan. Peserta didik akan bersungguh-sungguh belajar karena termotivasi mencari prestasi, mendapat kedudukan dalam jabatan, menjadi politikus dan memecahkan masalah. Yamin, Martinis (2012:127) mengemukakan

1. Motivasi Instrinsik

Yang dimaksud motivasi instrinsik adalah kegiatan belajar dimulai dan diteruskan, berdasarkan penghayatan sesuatu kebutuhan dan dorongan yang secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar.

2. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah kegiatan belajar yang tumbuh dari dorongan dan kebutuhan seseorang tidak secara mutlak berhubungan dengan kegiatan belajarnya sendiri.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan cara atau prosedur bagaimana penelitian dilaksanakan. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Menurut Arikunto, Suharsimi (2010:9) “Eksperimen merupakan suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat (hubungan kausal) antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti dengan mengeliminasi atau mengurangi atau menyisihkan faktor-faktor lain yang mengganggu”. Populasi merupakan gabungan dari

(8)

berbagai satuan-satuan individu. Menurut Anggoro, Toha (2007:4) “Populasi adalah himpunan yang lengkap dari satuan-satuan atau individu yang karakteristiknya ingin kita ketahui.” Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh peserta didik kelas X MIA MA Cilendek Kota Tasikmalaya tahun pelajaran 2014/2015 sebanyak lima kelas. Sampel merupakan bagian dari keseluruhan populasi yang ada pada wilayah tersebut. Arikunto, Suharsimi (2010:174) mengemukakan “Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti”. Dalam penelitian ini sampel diambil dua kelas secara acak (random), yaitu dengan cara menuliskan nama masing-masing kelas populasi pada kelas kecil, lalu digulung dan dimasukan pada suatu wadah kemudian di kocok dengan baik dan diambil dua gulungan kertas, nama kelas yang tertera dalam gulungan inilah yang kemudian dijadikan sampel. Pada pengambilan yang pertama terpilih kelas X MIA2 sebagai kelas eksperimen yang menggunakan model Problem Based Learning dan pengambilan yang kedua terpilih kelas X MIA 1 sebagai kelas eksperimen yang menggunakan model Discovery Learning. Desain penelitian merupakan rencana atau rancangan yang dibuat oleh peniliti sebagai persiapan kegiatan yang akan dilakukan. Penelitian ini memerlukan dua kelompok subjek penelitian, yaitu kelompok pertama menggunakan model Problem Based Learning dan kelompok kedua menggunakan model Discovery Learning.Menurut Ruseffendi, E.T. (2010:50) desain penelitian yang dapat digunakan adalah sebagai berikut: A X1 O A X2 O Keterangan: A X1 X2 O = = = =

Pengelompokan sampel secara acak menurut kelas Perlakuan menggunakan Problem Based Learning Perlakuan menggunakan Discovery Learning Tes kemampuan pemecahan masalah matematik

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes kemampuan pemecahan masalah matematik dilakukan satu kali setelah seluruh proses pembelajaran selesai untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik dan penyebaran angket kepada peserta didik dilakukan setelah model Problem Based Learning dan model Discovery Learning selesai dilakukan. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal tes kemampuan pemecahan masalah matematik sebanyak 4 soal dengan skor maksimum 40 dan angket motivasi belajar masing-masing sebanyak 24 pernyataan. teknik analisis data dalam penelitian ini yaitu mengklasifikasikan tes kemampuan

(9)

pemecahan masalah matematik peserta didik menggunakan skala lima, menentukan ukuran data statistik yaitu: rata-rata dan standar deviasi. Uji prasyarat analisis dengan menguji normalitas dari masing-masing kelompok dengan chi-kuadrat, menguji homogenitas varians, statistic yang digunakan adalah uji perbedaan dua rata-rata. Pengujian hipotesis digunakan untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik antara yang menggunakan model Problem Based Learning dengan model Discovery Learning.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan terhadap peserta didik kelas X MIA MA Cilendek pada materi trigonometri dengan menerapkan model Problem Based Learning pada kelas X MIA 2 dan menggunakan model Discovery Learning pada kelas X MIA 1. Dalam penelitian ini peneliti melakukan pembelajaran dengan kompetensi dasar 5.2 Merancang model matematika dari masalah yang berkaitan dengan perbandingan, fungsi, persamaan, dan identitas trigonometri. 5.3 Menyelesaikan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan perbandingan, fungsi, persamaan dan identitas trigonometri dan penafsirannya. Dalam pelaksanaanya model Problem Based Learning terdapat lima tahap yaitu: tahap pertama, orientasi peserta didik pada masalah, kedua, mengorganisasikan peserta didik untuk belajar, ketiga, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, keempat, mengembangkan dan menyajikan hasil, kelima, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Kemudian untuk model Discovery Learning dalam pelaksanaanya ada dua tahapan yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Adapun tahap pelaksanaan terdapat enam tahap yaitu: pertama, Stimulation (stimulus/pemberian ransangan), kedua, Problem statemen (pernyataan/identitas masalah), ketiga, mengumpulkan data, keempat, pengolahan data, kelima, pembuktian dan keenam, menarik kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan perhitungan analisis data ternyata rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang menggunakan model Problem Based learning lebih baik daripada skor kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang menggunakan model Discovery

Learning. Hal ini karena pada model Problem Based Learning peserta didik terlebih

dahulu diberikan permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan nyata sehingga peserta didik benar-benar dalam mengerjakan karena menurut mereka sangat bermanfaat dalam

(10)

kehidupan. Sedangkan dalam model Discovery Learning peserta didik lebih ditekankan pada ditemukannya konsep yang baru sehingga peserta didik mengalami kesulitan dalam belajar. Berdasarkan hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik pada kelas eksperimen I diperoleh skor tertinggi 32 dan skor terendah 21 dari skor maksimum ideal 40 dengan rata-rata 27,28. Sedangkan hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik pada kelas eksperimen II diperoleh skor tertinggi 30 dan skor terendah 20 dari skor maksimum ideal 40 dengan rata-rata 25. Nilai rata-rata kelas yang menggunakan model PBL lebih tinggi daripada model DL. Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis data bahwa dan maka diterima. Artinya kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik anatara yang menggunakan model Problem Based Learning lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang menggunakan model Discovery Learning. Adapun angket motivasi belajar diberikan pada peserta didik di kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II. Berdasarkan hasil perhitungan bahwa motivasi belajar peserta didik pada penggunaan model PBL termasuk pada kategori tinggi. Sedangkan motivasi belajar peserta didik pada penggunaan model DL termasuk kategori sedang.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data yang dilakukan pada lampiran F dapat diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik melalui model Problem Based Learning lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang menggunakan model Discovery Learning. Adapun penyebab yang mempengaruhi skor tes kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang paling signifikan yaitu terdapat pada penggunaan model pembelajaran. Pada dasarnya model Problem Based Learning peserta didik terlebih dahulu diberikan masalah berupa bahan ajar yang berkaitan dengan materi pembelajaran untuk didiskusikan secara kelompok sehingga mereka akan menemukan solusi untuk menyelesaikan permasalahannya. Sehingga hal demikian mudah untuk diingat oleh peserta didik berhubung materi tersebut sangat penting bagi kehidupan sehari-hari. Sejalan dengan tujuan model Problem Based Learning menurut Yamin, Martinis (2013:63) “Untuk membantu peserta didik mengembangkan pengetahuan fleksibel yang dapat diterapkan di banyak situasi, yang berlawanan dengan inert

(11)

Disamping itu, pendapat Tan (Rusman, 2010:245)”Dalam model PBL kemampuan berpikir peserta didik betul-betul dioptimalkan melalui proses kerja kelompok atu tim sistematis, sehingga peserta didik dapat memberdayakan, mengasah, menguji dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara kesinambungan.” Dengan demikian peserta didik lebih aktif bertanya, bertukar informasi dengan teman-temannya sehingga kemampuan mereka lebih terasah.

Adapun dalam model Discovery Learning peserta didik terlebih dahulu diberikan bahan ajar yang menyebabkan mereka bertanya-tanya dalam kelompok sehingga menuntut mereka untuk berdiskusi. Dalam model Discovery Learning peserta didik lebih ditekankan pada berpikir tingkat tinggi dan melakukan analisis dari suatu permasalahan yang disajikan. Sejalan dengan hal itu, meurut Sanjaya, Wina (2013:196) “Discovery merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.” Sejalan dengan hal itu, pendapat Hanafiah, Nanang dan Cucu Suhana (2012:77) mengemukakan bahwa Discovery merupakan suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan peserta didik untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, dan logis sehingga mereka dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap dan keterampilan sebagai wujud adanya perubahan perilaku. Berdasarkan pendapat itu, peserta didik harus dapat mempergunakan kemampuan yang dimilikinya secara optimal agar lebih terasah dan terbiasa dalam mengaplikasikan konsep yang telah ditemukan. Selama proses pembelajaran berlangsung dan disaat peserta didik sedang berdiskusi dalam kelompoknya, guru berkeliling untuk membimbing manakala ada peserta didik yang mengalami kesulitan. Setelah selesai mendiskusikan masalah, peserta didik dari perwakilan kelompok mempersentasikan hasil kerjanya di depan kelas. Hal ini untuk mengukur keberanian dan keaktifan peserta didik untuk dapat bertukar informasi dengan kelompok yang lainnya. Kemudian setiap kelompok mendapatkan LKPD yang berisikan soal tes kemampuan pemecahan masalah untuk melatih keterampilan serta mengaplikasikan konsep yang telah ditemukan oleh peserta didik. Setiap pertemuan peserta didik diberikan soal tes kemampuan pemecahan masalah agar mereka semakin terbiasa. Pola pikir peserta didik akan mengalami perkembangan manakala peserta didik terlibat aktif selama proses pembelajaran.

(12)

Motivasi belajar yang diberikan pada peserta didik sesuai dengan indikator motivasi belajar yang diberikan yaitu adanya hasrat dan keinginan untuk berhasil, adanya dorongan dan kebutuhan belajar, adanya harapan dan cita-cita masa depan, adanya penghargaan dalam belajar, adanya kegiatan menarik dalam belajar, adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan peserta didik untuk belajar dengan baik. Motivasi belajar peserta didik dengan menggunakan model PBL termasuk pada kategori tinggi. Hal ini terjadi karena pada model PBL peserta didik diberikan terlebih dahulu suatu permasalahan yang berkaitan dengan masalah dalam dunia nyata. Motivasi sangat mempengaruhi dalam belajar peserta didik karena untuk keberhasilan dan kepercaya dirian peserta didik dalam memecahkan masalah dan untuk menemukan solusi. Dalam hal ini motivasi akan mendidik peserta didik lebih aktif serta akan menimbulkan perubahan terhadap prilaku peserta didik. Sesuai dengan pendapat Hanafiah, Nanang dan Cucu Suhana (2012:26) mengemukakan bahwa motivasi belajar merupakan kekuatan, daya pendororng, atau alat pembangun kesediaan dan keinginan yang kuat dalam diri peserta didik untuk belajar secara aktif, kreatif, efektif, inovatif, dan menyenangkan dalam rangka perubahan prilaku, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotor. Sedangkan motivasi belajar dengan menggunakan model DL termasuk pada kategori sedang. Hal ini terjadi karena dalam model DL peserta didik diberikan masalah dalam dunia nyata tetapi peserta didik dituntut untuk menemukan terlebih dahulu konsep yang baru. Motivasi sangat mempengaruhi dalam menentukan keberhasilan belajar. Motivasi dapat mendorong peserta didik untuk belajar lebih giat lagi dan lebih bersemangat dalam mengapai cita-cita. Sesuai dengan pendapat Yamin, Martinis (2012:113) berpendapat Motivasi belajar merupakan daya penggerak psikis dari dalam diri seseorang untuk dapat melakukan kegiatan belajar dan menambah keterampilan, pengalaman. Motivasi mendorong dan mengarah minat belajar untuk tercapai suatu tujuan.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan data-data yang telah diperoleh pada hasil penelitian dan pengolahan data serta dengan dilakukannya analisis data dan pengujian hipotesis maka diperoleh simpulan sebagai berikut:

(13)

1. Kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang menggunakan model

Problem Based Learning lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah

matematik peserta didik yang menggunakan model Discovery Learning.

2. Motivasi belajar peserta didik pada penggunaan model Problem Based Learning termasuk kategori tinggi.

3. Motivasi belajar peserta didik pada penggunaan model Discovery Learning termasuk kategori sedang.

Berdasarkan hasil perhitungan, penulis mengemukakan saran peneliti selanjutnya agar menggunakan model Problem Based Learning dan model Discovery Learning terhadap kemampuan berpikir matematik lainnya seperti kemampuan penalaran matematik, kemampuan berpikir kritis, kemampuan komunikasi dan lain sebagainya. Sehingga diharapkan kedepannya dapat meningkatkan kemampuan mateatik peserta didik menjadi lebih baik lagi serta meningkatkan aspek yang lainnya seperti sikap, kemandirian dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA

Anggoro, Toha M. (2007). Metode penelitian. Jakarta: Universitas Terbuka. Arikunto, Suharsimi. (2010) Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Hanafiah, Nanang dan Cucu Suhana. (2009). Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Refika Aditama.

Kosasih, E. (2014). Strategi Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Yrama Widya.

Kurniasih, Imas dan Berlin Sani. (2014). Sukses Mengimplementasikan Kurikulum 2013. Jakarta: Kata Pena.

Murni, Sri. (2013). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Peserta Didik Melalui Penggunaan Model Pembelajaran Problem Solving Berbasis Open-Ended Problem. Skripsi. Unsil Tasikmalaya: Tidak Diterbitkan.

Ratnaningsih, Nani. (2003). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Matematik Siswa SMU Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Rusman. (2010). Model-model Pembelajaran. Bandung: Mulia Mandiri Pers.

Sanjaya, Wina. (2013). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

(14)

Sumarmo, Utari. (2013). Kumpulan Makalah Berpikir dan Disposisi Matematika Serta Pembelajarannya. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Wardani, Sri. (2002). Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw. Laporan Penelitian UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Yamin, Martinis. (2013). Strategi & Metode dalam Model Pembelajaran. Jambi: Referensi (GP Press Group).

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui kreativitas guru dalam menggunakan jenis sumber belajar. fasilitas perpustakaan untuk meningkatkan kualitas

1. Apakah proses fermentasi makanan itu? 2. Bagaimana proses fermentasi pada tape? 3. Apa kegunaan ragi dalam proses pembuatan tape

mengembangkan kemampuan berbahasa yang digunakan di taman kanak-kanak yang terkait dengan KD 4.11 pada kurikulum taman kanak- kanak (TK) yaitu materi kemampuan berbahasa

Hal ini ditujukan untuk menganalisis struktur ekspor baik produk maupun negara tujuan ke dalam marjin ekspor yang membagi pertumbuhan ekspor menjadi tiga kategori

Sistem kewarisan bilateral perspektif Hazairin Menelusuri literatur mengenai sistem kewarisan perspektif KHI Mahasiswa mampu menjelaskan sistem kewarisan perspektif KHI

Pada flowchart sistem pengamanan mobil tidak aktif (OFF) akan dijelaskan ketika pemilik mobil kembali masuk mobil dan memutus tegangan pada alat sistem pengamanan

Setelah pemberian aquades dan larutan KCNS 10 % terlihat perubahan warna pada masing – masing tabung reaksi, pada tabung reaksi dengan volume NH4Fe(SO4)2 1 ml warna

Klasifikasi senyawa organik pada umumnya didasarkan atas ikatan kovalen yang terdapat diantara atom karbon, keistimewaan dalam struktur molekul dan radikal atau gugus fungsi