A. Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia saat ini sedang giat-giatnya melakukan pembangunan
nasional dengan tujuan meningkatkan dan mengembangkan kesejahtraan bangsa.
Pembangunan nasional merupakan cerminan kehendak yang terus-menerus untuk
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia secara adil dan
merata, serta mengembangkan kehidupan masyarakat dan penyelenggaraan negara
yang maju dan demokratis berdasarkan Pancasila.1 Pembangunan nasional pula
dilaksanakan untuk mewujudkan tujuan nasional seperti termaktub dalam
pembukaan undang-undang dasar 1945 alinea ke IV yang mengatakan bahwa
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahtraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial.
Makna pembangunan nasional sebagai pengamalan pancasila yaitu
melekatkan landasan spiritual, moral dan etika yang kukuh, meningkatkan
martabat serta hak dan kewajiban atas warga negara, memperkuat rasa kesetia
kawanan dalam rangka memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa,
menumbuhkan dan mengembangkan sistem politik demokrasi pancasila, dan
mengembangkan ekonomi dan pemerataan dalam sistem ekonomi berdasarka asas
kekeluargaan.2 Perekonomian berdasarkan asas kekeluargaan sebagaimana
diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 3 ayat (1) menyebutkan
bahwa Perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas
asas kekeluargaan. Dengan menyatakan perekonomian itu disusun, dengan
maksud bahwa perekonomian itu merupakan suatu susunan, yaitu susunan
kebijakan yang sistematis dan meyeluruh, mulai dari susunan yang bersifat
nasional sampai ke susunan daerah-daerah provinsi dan kabupaten/ kota di seluruh
Indonesia.3 Pembangunan ekonomi merupakan tanggung jawab seluruh rakyat
Indonesia yang pelaksanaanya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Rakyat
bertindak selaku pelaku utama pembangunan, sedangka pemerintah berkewajiban
membimbing, mengarahkan, dan menciptakan suasana yang mendukung jalannya
pembangunan. Pemerintah sebagai penyelenggara pemerintahan mempunyai
peranan penting dalam kegiatan ekonomi. Selain sebagai pelaku ekonomi,
pemerintah juga mempunyai peran sebagai pengatur kegiatan ekonomi.
Pemerintah sebagai penyelengara atau penyelenggara negara disebutkan
dalam alinea IV pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengatakan bahwa
kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia
yang melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia.
Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara
yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, yakni pejabat negara
yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif atau yudikatif dan pejabat lain yang
2 Minto Rahayu, Pendidikan Kewarga Negaraan: Perjauangan Menghidupi Jati diri Bangsa, Garsindo, Jakarta, 2007. hlm. 107.
fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara. Namun
dalam penyelengaraan pemerintahan karena luasnya daerah-daerah di negara kita
yang terbagi-bagi atas beberapa provinsi, kabupaten serta kota maka
daerah-daerah tersebut memiliki pemerintahan daerah-daerah dengan maksud guna
mempermudah kinerja pemerintah pusat terhadap daerahnya sehingga
digunakanlah suatu asas yang dinamakan asas otonomi sesuai dengan yang diatur
dalam pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa
Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas perbantuan. Maka
dari itu pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah
pusat, sehingga dalam hal ini menimbulkan suatu hubungan wewenang antara
pemerintah pusat dan pemerintah di daerah.
Begitu pula dalam melaksanakan seluruh kegiatan yang saling
berberhubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, seperti
dalam hal pelaksanaan penyelenggaraan pendapatan negara yakni dengan
meningkatkan pembangunan ekonomi bangsa yang bertujuan untuk kemakmuran
rakyat. Salah satunya meningkatkan ekonomi dalam bidang
pembangunan-pembangunan infrastruktur dengan tidak mengabaikan ketentuan-ketentuan
penataan ruang yang dapat merugikan masyarakat, sebab penataan ruang
bertujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat seperti hal nya disebutkan
Ruang disebutkan bahwa Negara menyelenggarakan penataan ruang untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Dalam hal penyelengaraan dan tugas penataan ruang pemerintah pusat
memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk memberikan keleluasaan
dalam mengembangkan pembangunan yang mengedepankan kemakmuran rakyat,
sehingga dalam penataan ruang dilakukan dengan tetap menghormati hak yang
dimiliki orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
disebutkan dalam pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya,
negara memberikan kewenangan penyelenggaraan penataan ruang kepada
pemerintah dan pemerintah daerah. Penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana
dimaksud dilakukan dengan tetap menghormati hak yang dimiliki orang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Salah satu objek yang termasuk
dalam penataan ruang dapat diterapkan pada pendirian bangunan gedung, sebab
dalam pendirian bangunan gedung perlu adanya penataan ruang, sehingga adanya
keteraturan dalam pendiriannya.
Bagunan Gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan kontruksi yag
menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada diatas
dan/atau di dalam tanah atau air yang berfungsi sebagai tempat manusia
melakukan kegiatannya, baik untuk hunian ataupun tempat tinggal, kegiataan
keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan soisal, budaya, maupun kegiatan khusus.
Dalam hal ini pada pendirian bangunan gedung tidak terlepas dari perizinan dan
pengendalian dalam penyelenggaraan pendiriannya, supaya tidak terdapat sebuah
kerugian lain pada masyarakat atas pendirian bangunan gedung tersebut.
Pada Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung menyebutkan bahwa Persyaratan administratif bangunan
gedung meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan
gedung, dan izin mendirikan bangunan (IMB). Izin Mendirikan Bangunan atau
biasa dikenal dengan IMB merupakan salah satu persyaratan administratif dalam
perizinan pemanfaatan ruang. Izin mendirikan bangunan yaitu salah satu produk
hukum untuk terwujudnya tertib penyelenggaraan bangunan dan menjamin
keandalan teknis bangunan serta terwujudnya kepastian hukum dalam setiap
pendirian bangunan.
Menurut Sjahchran Basah menyebutkan bahwa Izin Adalah Perbuatan Hukum Administrasi Negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam konkrit berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan Perundang-undangan.4 Sedangkan menurut E. Utrecht menyebutkan bahwa Bila mana pembuat peraturan umumnya tidak melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkrit, maka keputusan administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat izin (vergunning).5
Izin merupakan instrumen yuridis yang digunakan oleh pemerintah untuk
mempengaruhi para warga agar mau mengikuti cara yang dianjurkan guna
mencapai suatu tujuan ketentuan konkrit.6 Ketentuan-ketentuan itu memiliki
fungsi yang diawasi oleh perundang-undangan. Perizinan pada dasarnya memiliki
4 Sjachran Basah, Pencabutan Izin Salah Satu Sanksi Hukum Administrsi, Fakultas Hukum Unair, Surabaya, 2003. hlm. 3.
fungsi lain yang justru yang sangat mendasar yakni menjadi instrument
pembangunan.7
Juarso Ridwan menjelaskan bahwa tujuan pemerintah dalam menerbitkan izin yaitu melalui pemerintah mengarahkan aktivitas tertentu dari masyarakat, misalnya dalam hal penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB). Memperoleh IMB, pemohon harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain gambar, bahan, model konstruksi dan hal-hal lain yang dianggap perlu guna menjadi batasan bagi pemohon akan bangunan yang ingin dibuatnya. Hal ini menjadi penting agar bangunan yang dibuat oleh warga memenuhi persyaratan tertentu yang memungkinkan pemerintah menghetahui bahwa semua bangunan memenuhi ketentuan antara lain keamanan, kesesuian dengan peruntukan lahan, ataupun membatasi ketinggian bangunan, misalnya untuk bangunan gedung apartemen di sesuaikan dengan rencana tata kota.8
Subjek pembuatan IMB misalnya pada Pemerintah Daerah Kota
Tangerang Selatan diatur pada pasal 2 dan pasal 3 ayat (2) Peraturan Daerah Kota
Tangerang Selatan Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Daerah Nomor 5 Tahun 2013 tentang Bangunan Gedung disebutkan bahwa setiap
orang pribadi atau badan yang akan mendirikan dan atau merubah bangunan harus
terlebih dahulu mendapatkan IMB dari pemerintah daerah. Izin mendirikan
bangunan (IMB) akan melegalkan suatu bangunan yang direncanakan sesuai
dengan tata ruang yang telah ditentukan. Selain itu, adanya IMB menunjukkan
bahwa rencana kostruksi bangunan tersebut juga dapat dipertanggungjawabkan
dengan maksud untuk kepentingan bersama dan diatur oleh pemerintah daerah.
Pengaturan mengenai IMB diatur lebih lanjut dalam pasal 14 ayat (1) dan
ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung,
7 Adrian Sutedi, Hukum Perizinan dalam Sektor Pelayanan Publik, Sinar Grafika, Jakarta, 2010. hlm. 167.
disebutkan bahwa Setiap orang yang ingin mendirikan bangunan gedung harus
memiliki izin mendirikan bangunan yang diberikan oleh pemerintah daerah
melalui proses permohonan izin. Selain daripada itu dalam pelaksanaan
pemberian IMB merupakan salah satu perananan bagi pemerintah daerah yang
berbentuk pelayanan terhadap masyarakat untuk memberikan suatu perizinan.
Oleh sebab itu peran pemerintah daerah dalam pelayanan perizinan mungkin yang
terbesar dalam pengertian interaksinya secara langsung dengan masyarakat, baik
sebagai penyedia pelayanan, maupun sebagai kepanjangan tangan pemerintah
pusat di daerah. Kepentingan pemerintah daerah terhadap pelayanan perizinan
juga sangat tinggi karena perizinan mempengaruhi pendapatan daerah.9
Dalam pelaksanaannya penyelenggaraan pemberian IMB (izin mendirikan
bangunan) tidak luput dari sebuah pengaturan dan pengawasan yang
mengedepankan keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan dalam
menjamin keandalan teknis pendirian bangunan gedung. Kemudian daripada itu
dalam penyelenggaraannya bertujuan untuk mewujudkan kepastian hukum yang
mana hal ini sangat penting bagi kemaslahatan bangsa dalam kepatutan hukum
dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara. Dalam hal
mewujudkan kepastian hukum. Hukum harus berlaku tegas di dalam masyarakat,
mengandung keterbukaan sehingga siapapun dapat memahami makna atas suatu
ketentuan hukum. Hukum yang satu dengan yang lain tidak boleh kontradiktif
sehingga tidak menjadi sumber keraguan. Jaminan kepastian hukum harus
mampu menjamin hak dan kewajiban setiap warga negara sesuai dengan budaya
masyarakat yang ada.
Menurut Sudikno Mertokusumo kepastian hukum adalah jaminan hukum yang harus dijalankan, yang berhak menurut hukum dapat memperoleh haknya dan putusan harus dapat dilakukan.10 Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati.11
Suatu peraturan harus ditaati oleh setiap warga negara merupakan suatu
hal yang mutlak yang harus diimplementasikan dalam suatu kehidupan di
masyarakat. Hukum ditaati, bukan karena terdapat suatu kekuasaan di
belakangnya, melainkan karena mewajibkan itu termasuk hakikat hukum itu
sendiri. Pada hakikanya hukum adalah norma yang mewajibkan. Hal ini jelas
sebab bila suatu pemerintah tidak berhasil mengefektikan suatu peraturan,
sehingga peraturan kurang ditaati, kekuatan peraturan tersebut sebagai norma
tidak hilang artinya hukum tetap ada dan harus di tegakan.12
Penegakan hukum seperti dijelaskan di atas tidak terkecuali dalam hal
pembangunan infrastruktur yankni yang mana hal ini dapat pula meningkatkan
pendapatan negara dan akan menjamin kemakmuran rakyat. Seperti pendirian
bangunan tanpa mentaati peraturan hukum misalnya seperti contoh kasus
pembangunan proyek apartemen Bintaro Icon di kawasan Bintaro, Kecamatan
Pondok Aren, Kamis (6/10/2016).13 Penyegelan terhadap proyek bangunan
10 Sudikno Mertokusumo, Kapita Selekta Hukum, Liberty, Yogyakarta, 2011. hlm. 160. 11 M. Sulaiman Jajuli, Kepastian Hukum Gadai Tanah Dalam Islam, Ed.1,Cet.1, Deepublish, Yogyakarta, 2015. hlm. 54.
berlantai 20 itu dilakukan, menyusul proyek tersebut sudah berjalan meski belum
mengantongi dokumen izin mendirikan bangunan (IMB). Dalam hal ini pihak
apartemen melanggar Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2015 tentang Bangunan
Gedung dan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2012 tentang Ketertiban Umum
dan Ketentraman Masyarakat. Diketahui selain melakukan penyegelan oleh
Aparatur Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Pemerintah Kota Tangerang
Selatan meminta agar seluruh aktivitas proyek dihentikan dan seluruh pekerja
diminta untuk keluar dari lokasi proyek. Aktivitas proyek baru bisa dilanjutkan
setelah pihak apartemen melengkapi dokumen perizinan sesuai aturan yang
berlaku di Kota Tangerang Selatan. Pemerintah Kota Tangerang Selatan sudah
melayangkan surat teguran hingga ketiga kalinya dan bahkan sudah memasang
stiker pengawasan untuk pemberhentian sementara pekerjaan pembangunan
apartemen, namun pihak Bintaro Icon masih melakukannya sehingga, akhirnya
bangunan itu disegel dengan memasang garis polisi dan pengembokan gerbang
kantor pemasaran. Setelah melakukan penyegelan, Pemerintah Kota Tangerang
Selatan akan melakukan panggilan kepada pihak pengembang, yakni PT Prima
Bintaro Royale. Proses pemberhentian pekerjaan ini dilakukan sampai mereka
dalam hal ini Bintaro Icon memperoleh izin, nanti pengadilanlah yang
memutuskan apakah bangunan 20 lantai ini akan diajulanjutkan apakah akan di
robohkan.
Dalam hal ini Pemerintah Kota Tangerang Selatan harus bertindak tegas
dalam menjalankan perintah perundang-undangan sesuai dengan aturan hukum
hukum, walaupun pembagunan tersebut merupakan salah satu sumber pendapatan,
pembangunan perekonomian dan pengembangan infrastruktur kota Tangerang
Selatan dengan tidak mengabaikan ketaatan hukum yang harus tetap ditegakan.
Ketaatan hukum harus dipenuhi dan harus dapat dirasakan oleh masyarakat
sehingga hukum harus bersifat memaksa bagi setiap subjek hukum yang
melanggarnya.
Dalam permasalahan diatas Pemerintah Kota Tangerang Selatan harus
menentukan sikapnya dalam memberikan sanksi yang tegas dengan berlandaskan
atas ketentuan-ketentauan hukum yang berlaku, sehingga dalam tindakannya
memberikan kemanfaatan bagi semua pihak baik bagi pemerintah maupun
masyarakat kota Tangerang Selatan.
Mencermati berbagai hal diatas, maka penulis merasa tergugah untuk
mengkaji, menganalisa dan mendalaminya lebih lanjut dalam suatu skripsi yang
berjudul “ ANALISIS PENERAPAN SANKSI TERHADAP BANGUNAN
TANPA IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI KOTA TANGERANG SELATAN DITINJAU DARI PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG (Studi Kasus di Kota Tangerang Selatan) ”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dibuat identifikasi
1. Apakah bentuk penerapan sanksi terhadap bangunan tanpa Izin Mendirikan
Bengunan di Kota Tangerang Selatan Ditinjau dari Peraturan Daerah Nomor 6
Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2013
Tentang Bangunan Gedung ?
2. Apakah hambatan yang dialami Pemerintah Kota Tangerang Selatan dalam
penerapan sanksi terhadap Bangunan tanpa Izin Mendirikan Bengunan (IMB) ?
C. Rumusan Masalah
Dari permasalaham tersebut diatas, maka penulis merumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah bentuk penerapan sanksi terhadap bangunan tanpa Izin
Mendirikan Bengunan (IMB) oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan
Ditinjau dari Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2013 Tentang Bangunan Gedung ?
2. Bagaimanakah hambatan yang dialami Pemerintah Kota Tangerang Selatan
dalam penerapan sanksi terhadap Bangunan tanpa Izin Mendirikan Bangunan
(IMB) ?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin penulis sampaikan di dalam penelitian ini yaitu:
a. Untuk mengetahui proses penerapan sanksi terhadap bangunan tanpa Izin
b. Untuk mengetahui hambatan yang dialami Pemerintah Kota Tangerang
Selatan dalam penerapan sanksi terhadap Bangunan tanpa Izin Mendirikan
Bangunan
2. Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah:
a. Manfaat secara teoritis
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi
pengembangan konsep hukum perizinan, terutama berkaitan dengan proses
pembangunan bangunan dan penyelesaian permasalahannya.
b. Manfaat secara praktis
Penulis mengharapkan hasil penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan
masukan kepada pihak-pihak yang terkait, terutama dalam proses penerapan
sanksi agar dapat efektif bagi pelanggaran pembangunan bangunan gedung
sesuai ketentuan hukum.
E. Kerangka Teori
Menurut Ahmad Sobana, menjelaskan bahwa mekanisme perizinan dan izin yang diterbitkan bertujuan untuk pengendalian dan pengawasan administratif bisa dipergunakan sebagai alat untuk mengevaluasi keadaan dan tahapan perkembangan yang ingin dicapai, disamping untuk mengendalikan arah perubahan dan mengevaluasi keadaan, potensi serta kendala yang disentuh untuk berubah, maka tujuan perizinan dalam administrasi negara adalah:14
1. Adanya suatu kepastian hukum 2. Perlindungan kepentingan umum
3. Pencegahan kerusakan atau pencemaran lingkungan.
Menurut Prajudi Atmosudirjo mengatakan bahwa berkenaan dengan fungsi-fungsi hukum modern, izin dapat diletakan dalam fungsi menertibkan masyarakat.15 Artinya izin ini berfungsi sebagai polisi untuk menertibkan
14 Effendi Lutfi, Pokok-pokok Hukum Administrasi, Bayumedia Publishing, Malang, 2003. hlm.136.
aktivitas-aktivitas masyarakat dan badang hukum. Sebagai suatu instrumen, izin berfungsi selaku ujung tombak instrumen hukum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang masyarakat adil dan makmur.
Artinya lewat izin dapat di ketahui bagaimana gambaran masyarakat adil
dan makmur itu dinyatakan. Maka penataan dan pengaturan izin sudah semestinya
harus dilakukan dengan sebaik-baiknya.16 Sedangkan menurut Bagir Manan, Izin
berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan
perundang-undangan untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu
yang secara umum dilarang.17
Hukum perizinan adalah bagian dari Hukum Administrasi Negara.18
Wewenang yang memberikan izin adalah Badan/ Pejabat Administrasi Negara
kepada pemohon. Maka izin adalah suatu Keputusan administrasi Negara yang
diberikan kepada pemohon untuk memperkenankan suatu perbuatan yang pada
umumnya dilarang, tetapi diperkenankan dan bersifat konkrit.19 Izin berupa
Keputusan Administrasi Negara secara tertulis, maka untuk mengarahkan suatu
perbuatan yang pada umumnya dilarang tetapi diperkenankan.20
Utrecht mengemukakan terdapat beberapa dimensi yang terkandung dalam Izin Mendirikan Bangunan (IMB), antara lain:21
1. IMB Merupakan suatu ketetapan
2. IMB diterbitkan oleh instansi yang berwenag 3. IMB harus sesuai dengan tata ruang dan tata kota 4. IMB harus memperhatikan keselamatan lingkungan
5. Bahan-bahan untuk mendirikan bangunan harus sesuai dengan bahan-bahan yang di perkenankan dalam IMB.
16 Ibid.
17 E. Utrecht, Op.Cit., hlm. 170. 18 Adrian Sutedi, Loc.Cit., hlm. 167.
19 Juniarso Ridwan dan Ahmad Sodik Sudraja, Op.Cit., hlm. 90. 20 Ibid.
IMB merupakan suatu ketetapan atau beschikking yang di terbitakan oleh instansi yang berwenang. Menurut Van Der Pot mengatakan bahwa Baschikking
atau ketetapan adalah tindakan hukum yang dilakukan alat-alat pemerintah, pernyataan kehendak merka dalam penyelenggaraan hak khusus, dengan maksud menyatakan perubahan dalam lapangan hubungan hukum.22 Sedangkan menurut Donner menyebutkan bahwa Beschikking atau ketetapan ialah tindakan pemerintah dijalankan oleh suatu jabatan pemerintah, yang dala suatu hal tersebut secara bersegi atau dan dengan sengaja, menegakan suatu hubungan hukum atau suatu keadaan hukum yang telah ada atau yang menimbulkan suatu hubungan hukum atau menolaknya.23
Kusumaatmadja berpendapat bahwa terdapat berbagai alasan mengapa IMB perlu dilakukan oleh pemerintah :24
1. Pengamanan dari berbagai bentuk bahaya yang disebabkan oleh kondisi tanah dan konstruksi bangunan
2. Penataan bangunan agar tercipta kenyamanan iklim lingkungan yang layak huni
3. Pemukiman yang dapat memberikan kesan bersih dan sehat dari berbagai bentuk polusi
4. Menghindari pemukiman yang kumuh yang menjadikan tidak layak huni karena timbul berbagai bentuk bencana seperi banjir, penyakit kejahata dan lain-lain yang merugikan masyarakat.
Hukum perizinan merupakan salah satu cakupan dari hukum Administrasi
Negara memiliki tiga fungs, yaitu: fungsi normatif, fungsi instrumental dan fungsi
jaminan.25 Fungsi normatif merupakan fungsi yang dilakukan pemerintah dalam
hal penormatifan atau pembuat aturan (Hukum Perizinan) yang berkaitan erat
dengan fungsi instrumental merupakan fungsi pemerintah dalam rangka pelaksana
aturan hukum (Hukum Perizinan) dan akhirnya norma memberikan fungsi
jaminan merupakan fungsi yang dilaksanakan Pemerintah sebagai pelindung dan
pengayoman masyarakat dalam rangka perlindungan hukum sehingga
terwujudnya keadilan dan kesejahtraan sosial.
22 Amrah Muslimin, Beberapa Azas-Azas dan Pengertian Pokok tentang Administrasi dan Hukum Administrasi, Alumni Bandung, 1980. hlm.144.
23 Ibid.
24 Ibid.
F. Metode Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarakn pada
metode, sistematika dan pemikiran tertentu, dengan jalan menganalisisnya.
Dengan dmikian diadakan pemeeriksaaan yang mendalam terhadap fakta hukum
tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atass
permasalahan-permasalahan yang timbul didalam gejala yang bersangkutan.26
Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penyusunan skripsi ini adalah
sebagai berikut:
1. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian menggunakan metode deskriptif analisiss,yaitu
menggambarkan dan memaparkan secara jelas mengenai peraturan
perundang-undangan yang berlaku dikitakan dengan teori-teori hukum dan prakteek
pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permaalahan yang akan
dibahas.27
2. Pendekatan Penelitian
Penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatidf atau peeneliytina
hukum kepustakaan atau penelitian hukum doktrinal yang dapat diartikan
sebagai penelitian hukum dengan cara meneliti bahan pusta atau data seunder.
Penelitian terhadap asas-asas hukum dilakukan terhadap norma-norma hukunm
yaitu yang merupakan patokan-patokan untuk bertingkah laku yang terdapat
dalam bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.28
26 Soerjono Soekanto, Metode Penelitian Hukum, UI Press, Jakrta 1984. hlm. 43 27 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hlm 97-98
Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi hukum, antropologi hukum,
dan psikologi hukum.
3. Tahapan Penelitian
Pada tahapan ini bertujuan untuk mencari, mengkaji dan mengumpulkan
data-data yang memiliki kaitan dengan masalah yang diteliti oleh peneliti, tahapan
ini dibagi menjadi dua bagian yaitu:
1) Penelitian Kepustakaan
Penelitian kepustakaan yang mengacu bahan-bahan hukum sebagai
berikut:29
a) Bahan-bahan hukum primer
Bahan hukum primer yang mengikat berupa perundang-undangan,
dokumen-dokumen hukum lainya seperti asas, kebiasaan, yurisprudensi,
dan peraturan hukum lainnya yang terdiri dari:
(1) Undang -Undang Dasar Republik Indonesia 1945.
(2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang
Penataan Ruang.
(3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 Tentang
Bangunan Gedung.
(4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah.
(5) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pelaksana
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung.
(6) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian
Urusan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota.
(7) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014
tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
(8) Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik IndonesiaI Nomor 32
Tahun 2010 Tentang Pemberian Izin Mendirikan Bangunan.
(9) Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 24
Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu.
(10) Peraturan Daerah Nomor Kota Tangerang Selatan 6 Tahun 2015
Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2013
Tentang Bangunan Gedung.
(11) Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 9 Tahun 2012
Tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat.
(12) Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 14 Tahun 2011
Tentang Penyelenggaraa dan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.
(13) Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 15 Tahun 2011
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang Selatan
Tahun 2011-2031.
b) Bahan-bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai bahan
karya-karya ilmiah para sarjana, jurnal, dan tulisan-tilisan lainnya uang
bersifat ilmiah.
c) Bahan-bahan hukum tersier
Bahan-bahan penunjang yang membeerikan informasi tentang bahan
hukum primer dan skunder. Bahan hukum tersier lebih dikenal sebagai
bahan acauan dibidang hukum atau bahan rujukan di bidang hukum,
misalnya abstak perundang-undangan, biliografi, direktori pengadilan,
ensiklopedia hukum, kamus hukum, dan lain-lain.
2) Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan, yaitu penelitian yang menghasilakan data primer, untuk
mendudkung data sekunder yang telah diperoleh. Penelitian ini dilakukan
dengan pengumpulan dan penyeleksian data primer dari lapangan untuk
menunjang data sekunder. Penulis mengadakan penelitian lapangan di Dinas
Tata Kota Kota dan Bangunan, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu, dan Satuan Polisi Pamong Paraja Kota Tangerang
Selatan untuk memperoleh data berupa dokumen-dokumen resmi dan
informasi secara langsung melalui proses wawancara.
G. Sistematika Penulisan
Untuk penyusunan skripsi ini peneliti membahas dan menguraikan
permasalahan yang terbagi kedalam 5 (lima) bab. Maksud pembagian skripsi
kedalam bab-bab- dan sub bab adalah untuk menjelaskan dan menguraikan setiap
permasalahan dengan baik dan jelas. Adapun sistematika penulisan skripsi yang
BAB I Bab ini membahas tentang pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, kerangka teori, metode penelitian dan
sistematika penulisan.
BAB II Bab ini membahas tentang tinjauan umum mengenai bangunan gedung, perizinan dan izin mendirikan bangunan,
BAB III Bab ini membahas tentang gambaran umum pemerintah kota Tangerang Selatan dalam memberikan izin mendirikan bangunan
yang isinya meliputi potensi pengembangan, tata ruang wilayah,
prosedur pemberian izin memberikan bangunan dan faktor-faktor
yang mempengaruhi bangunan gedung tan izin mendirikan
bangunan.
BAB IV Bab ini merupakan hasil penelitian dan pembahasan tentang analisis penerapan sanksi terhadap bangunan gedung tanpa izin
mendirikan bangunan di Kota Tangerang Selatan ditinjau Ditinjau
dari Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2013 Tentang Bangunan
Gedung dan hambatan yang dialami pemerintah Kota Tangerang
Selatan dalam menyelesaian penertiban bangunan tanpa izin
mendirikan bangunan.