• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - ANALISIS PENERAPAN SANKSI TERHADAP BANGUNAN TANPA IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI KOTA TANGERANG SELATAN DITINJAU DARI PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG (

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - ANALISIS PENERAPAN SANKSI TERHADAP BANGUNAN TANPA IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI KOTA TANGERANG SELATAN DITINJAU DARI PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG ("

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia saat ini sedang giat-giatnya melakukan pembangunan

nasional dengan tujuan meningkatkan dan mengembangkan kesejahtraan bangsa.

Pembangunan nasional merupakan cerminan kehendak yang terus-menerus untuk

meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia secara adil dan

merata, serta mengembangkan kehidupan masyarakat dan penyelenggaraan negara

yang maju dan demokratis berdasarkan Pancasila.1 Pembangunan nasional pula

dilaksanakan untuk mewujudkan tujuan nasional seperti termaktub dalam

pembukaan undang-undang dasar 1945 alinea ke IV yang mengatakan bahwa

melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,

memajukan kesejahtraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta

melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,

dan keadilan sosial.

Makna pembangunan nasional sebagai pengamalan pancasila yaitu

melekatkan landasan spiritual, moral dan etika yang kukuh, meningkatkan

martabat serta hak dan kewajiban atas warga negara, memperkuat rasa kesetia

kawanan dalam rangka memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa,

menumbuhkan dan mengembangkan sistem politik demokrasi pancasila, dan

mengembangkan ekonomi dan pemerataan dalam sistem ekonomi berdasarka asas

(2)

kekeluargaan.2 Perekonomian berdasarkan asas kekeluargaan sebagaimana

diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 3 ayat (1) menyebutkan

bahwa Perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas

asas kekeluargaan. Dengan menyatakan perekonomian itu disusun, dengan

maksud bahwa perekonomian itu merupakan suatu susunan, yaitu susunan

kebijakan yang sistematis dan meyeluruh, mulai dari susunan yang bersifat

nasional sampai ke susunan daerah-daerah provinsi dan kabupaten/ kota di seluruh

Indonesia.3 Pembangunan ekonomi merupakan tanggung jawab seluruh rakyat

Indonesia yang pelaksanaanya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Rakyat

bertindak selaku pelaku utama pembangunan, sedangka pemerintah berkewajiban

membimbing, mengarahkan, dan menciptakan suasana yang mendukung jalannya

pembangunan. Pemerintah sebagai penyelenggara pemerintahan mempunyai

peranan penting dalam kegiatan ekonomi. Selain sebagai pelaku ekonomi,

pemerintah juga mempunyai peran sebagai pengatur kegiatan ekonomi.

Pemerintah sebagai penyelengara atau penyelenggara negara disebutkan

dalam alinea IV pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengatakan bahwa

kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia

yang melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia.

Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara

yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, yakni pejabat negara

yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif atau yudikatif dan pejabat lain yang

2 Minto Rahayu, Pendidikan Kewarga Negaraan: Perjauangan Menghidupi Jati diri Bangsa, Garsindo, Jakarta, 2007. hlm. 107.

(3)

fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara. Namun

dalam penyelengaraan pemerintahan karena luasnya daerah-daerah di negara kita

yang terbagi-bagi atas beberapa provinsi, kabupaten serta kota maka

daerah-daerah tersebut memiliki pemerintahan daerah-daerah dengan maksud guna

mempermudah kinerja pemerintah pusat terhadap daerahnya sehingga

digunakanlah suatu asas yang dinamakan asas otonomi sesuai dengan yang diatur

dalam pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa

Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus

sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas perbantuan. Maka

dari itu pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan

pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah

pusat, sehingga dalam hal ini menimbulkan suatu hubungan wewenang antara

pemerintah pusat dan pemerintah di daerah.

Begitu pula dalam melaksanakan seluruh kegiatan yang saling

berberhubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, seperti

dalam hal pelaksanaan penyelenggaraan pendapatan negara yakni dengan

meningkatkan pembangunan ekonomi bangsa yang bertujuan untuk kemakmuran

rakyat. Salah satunya meningkatkan ekonomi dalam bidang

pembangunan-pembangunan infrastruktur dengan tidak mengabaikan ketentuan-ketentuan

penataan ruang yang dapat merugikan masyarakat, sebab penataan ruang

bertujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat seperti hal nya disebutkan

(4)

Ruang disebutkan bahwa Negara menyelenggarakan penataan ruang untuk

sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Dalam hal penyelengaraan dan tugas penataan ruang pemerintah pusat

memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk memberikan keleluasaan

dalam mengembangkan pembangunan yang mengedepankan kemakmuran rakyat,

sehingga dalam penataan ruang dilakukan dengan tetap menghormati hak yang

dimiliki orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

disebutkan dalam pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 26 Tahun

2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya,

negara memberikan kewenangan penyelenggaraan penataan ruang kepada

pemerintah dan pemerintah daerah. Penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana

dimaksud dilakukan dengan tetap menghormati hak yang dimiliki orang sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Salah satu objek yang termasuk

dalam penataan ruang dapat diterapkan pada pendirian bangunan gedung, sebab

dalam pendirian bangunan gedung perlu adanya penataan ruang, sehingga adanya

keteraturan dalam pendiriannya.

Bagunan Gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan kontruksi yag

menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada diatas

dan/atau di dalam tanah atau air yang berfungsi sebagai tempat manusia

melakukan kegiatannya, baik untuk hunian ataupun tempat tinggal, kegiataan

keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan soisal, budaya, maupun kegiatan khusus.

Dalam hal ini pada pendirian bangunan gedung tidak terlepas dari perizinan dan

(5)

pengendalian dalam penyelenggaraan pendiriannya, supaya tidak terdapat sebuah

kerugian lain pada masyarakat atas pendirian bangunan gedung tersebut.

Pada Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang

Bangunan Gedung menyebutkan bahwa Persyaratan administratif bangunan

gedung meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan

gedung, dan izin mendirikan bangunan (IMB). Izin Mendirikan Bangunan atau

biasa dikenal dengan IMB merupakan salah satu persyaratan administratif dalam

perizinan pemanfaatan ruang. Izin mendirikan bangunan yaitu salah satu produk

hukum untuk terwujudnya tertib penyelenggaraan bangunan dan menjamin

keandalan teknis bangunan serta terwujudnya kepastian hukum dalam setiap

pendirian bangunan.

Menurut Sjahchran Basah menyebutkan bahwa Izin Adalah Perbuatan Hukum Administrasi Negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam konkrit berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan Perundang-undangan.4 Sedangkan menurut E. Utrecht menyebutkan bahwa Bila mana pembuat peraturan umumnya tidak melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkrit, maka keputusan administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat izin (vergunning).5

Izin merupakan instrumen yuridis yang digunakan oleh pemerintah untuk

mempengaruhi para warga agar mau mengikuti cara yang dianjurkan guna

mencapai suatu tujuan ketentuan konkrit.6 Ketentuan-ketentuan itu memiliki

fungsi yang diawasi oleh perundang-undangan. Perizinan pada dasarnya memiliki

4 Sjachran Basah, Pencabutan Izin Salah Satu Sanksi Hukum Administrsi, Fakultas Hukum Unair, Surabaya, 2003. hlm. 3.

(6)

fungsi lain yang justru yang sangat mendasar yakni menjadi instrument

pembangunan.7

Juarso Ridwan menjelaskan bahwa tujuan pemerintah dalam menerbitkan izin yaitu melalui pemerintah mengarahkan aktivitas tertentu dari masyarakat, misalnya dalam hal penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB). Memperoleh IMB, pemohon harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain gambar, bahan, model konstruksi dan hal-hal lain yang dianggap perlu guna menjadi batasan bagi pemohon akan bangunan yang ingin dibuatnya. Hal ini menjadi penting agar bangunan yang dibuat oleh warga memenuhi persyaratan tertentu yang memungkinkan pemerintah menghetahui bahwa semua bangunan memenuhi ketentuan antara lain keamanan, kesesuian dengan peruntukan lahan, ataupun membatasi ketinggian bangunan, misalnya untuk bangunan gedung apartemen di sesuaikan dengan rencana tata kota.8

Subjek pembuatan IMB misalnya pada Pemerintah Daerah Kota

Tangerang Selatan diatur pada pasal 2 dan pasal 3 ayat (2) Peraturan Daerah Kota

Tangerang Selatan Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan

Daerah Nomor 5 Tahun 2013 tentang Bangunan Gedung disebutkan bahwa setiap

orang pribadi atau badan yang akan mendirikan dan atau merubah bangunan harus

terlebih dahulu mendapatkan IMB dari pemerintah daerah. Izin mendirikan

bangunan (IMB) akan melegalkan suatu bangunan yang direncanakan sesuai

dengan tata ruang yang telah ditentukan. Selain itu, adanya IMB menunjukkan

bahwa rencana kostruksi bangunan tersebut juga dapat dipertanggungjawabkan

dengan maksud untuk kepentingan bersama dan diatur oleh pemerintah daerah.

Pengaturan mengenai IMB diatur lebih lanjut dalam pasal 14 ayat (1) dan

ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung,

7 Adrian Sutedi, Hukum Perizinan dalam Sektor Pelayanan Publik, Sinar Grafika, Jakarta, 2010. hlm. 167.

(7)

disebutkan bahwa Setiap orang yang ingin mendirikan bangunan gedung harus

memiliki izin mendirikan bangunan yang diberikan oleh pemerintah daerah

melalui proses permohonan izin. Selain daripada itu dalam pelaksanaan

pemberian IMB merupakan salah satu perananan bagi pemerintah daerah yang

berbentuk pelayanan terhadap masyarakat untuk memberikan suatu perizinan.

Oleh sebab itu peran pemerintah daerah dalam pelayanan perizinan mungkin yang

terbesar dalam pengertian interaksinya secara langsung dengan masyarakat, baik

sebagai penyedia pelayanan, maupun sebagai kepanjangan tangan pemerintah

pusat di daerah. Kepentingan pemerintah daerah terhadap pelayanan perizinan

juga sangat tinggi karena perizinan mempengaruhi pendapatan daerah.9

Dalam pelaksanaannya penyelenggaraan pemberian IMB (izin mendirikan

bangunan) tidak luput dari sebuah pengaturan dan pengawasan yang

mengedepankan keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan dalam

menjamin keandalan teknis pendirian bangunan gedung. Kemudian daripada itu

dalam penyelenggaraannya bertujuan untuk mewujudkan kepastian hukum yang

mana hal ini sangat penting bagi kemaslahatan bangsa dalam kepatutan hukum

dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara. Dalam hal

mewujudkan kepastian hukum. Hukum harus berlaku tegas di dalam masyarakat,

mengandung keterbukaan sehingga siapapun dapat memahami makna atas suatu

ketentuan hukum. Hukum yang satu dengan yang lain tidak boleh kontradiktif

sehingga tidak menjadi sumber keraguan. Jaminan kepastian hukum harus

(8)

mampu menjamin hak dan kewajiban setiap warga negara sesuai dengan budaya

masyarakat yang ada.

Menurut Sudikno Mertokusumo kepastian hukum adalah jaminan hukum yang harus dijalankan, yang berhak menurut hukum dapat memperoleh haknya dan putusan harus dapat dilakukan.10 Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati.11

Suatu peraturan harus ditaati oleh setiap warga negara merupakan suatu

hal yang mutlak yang harus diimplementasikan dalam suatu kehidupan di

masyarakat. Hukum ditaati, bukan karena terdapat suatu kekuasaan di

belakangnya, melainkan karena mewajibkan itu termasuk hakikat hukum itu

sendiri. Pada hakikanya hukum adalah norma yang mewajibkan. Hal ini jelas

sebab bila suatu pemerintah tidak berhasil mengefektikan suatu peraturan,

sehingga peraturan kurang ditaati, kekuatan peraturan tersebut sebagai norma

tidak hilang artinya hukum tetap ada dan harus di tegakan.12

Penegakan hukum seperti dijelaskan di atas tidak terkecuali dalam hal

pembangunan infrastruktur yankni yang mana hal ini dapat pula meningkatkan

pendapatan negara dan akan menjamin kemakmuran rakyat. Seperti pendirian

bangunan tanpa mentaati peraturan hukum misalnya seperti contoh kasus

pembangunan proyek apartemen Bintaro Icon di kawasan Bintaro, Kecamatan

Pondok Aren, Kamis (6/10/2016).13 Penyegelan terhadap proyek bangunan

10 Sudikno Mertokusumo, Kapita Selekta Hukum, Liberty, Yogyakarta, 2011. hlm. 160. 11 M. Sulaiman Jajuli, Kepastian Hukum Gadai Tanah Dalam Islam, Ed.1,Cet.1, Deepublish, Yogyakarta, 2015. hlm. 54.

(9)

berlantai 20 itu dilakukan, menyusul proyek tersebut sudah berjalan meski belum

mengantongi dokumen izin mendirikan bangunan (IMB). Dalam hal ini pihak

apartemen melanggar Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2015 tentang Bangunan

Gedung dan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2012 tentang Ketertiban Umum

dan Ketentraman Masyarakat. Diketahui selain melakukan penyegelan oleh

Aparatur Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Pemerintah Kota Tangerang

Selatan meminta agar seluruh aktivitas proyek dihentikan dan seluruh pekerja

diminta untuk keluar dari lokasi proyek. Aktivitas proyek baru bisa dilanjutkan

setelah pihak apartemen melengkapi dokumen perizinan sesuai aturan yang

berlaku di Kota Tangerang Selatan. Pemerintah Kota Tangerang Selatan sudah

melayangkan surat teguran hingga ketiga kalinya dan bahkan sudah memasang

stiker pengawasan untuk pemberhentian sementara pekerjaan pembangunan

apartemen, namun pihak Bintaro Icon masih melakukannya sehingga, akhirnya

bangunan itu disegel dengan memasang garis polisi dan pengembokan gerbang

kantor pemasaran. Setelah melakukan penyegelan, Pemerintah Kota Tangerang

Selatan akan melakukan panggilan kepada pihak pengembang, yakni PT Prima

Bintaro Royale. Proses pemberhentian pekerjaan ini dilakukan sampai mereka

dalam hal ini Bintaro Icon memperoleh izin, nanti pengadilanlah yang

memutuskan apakah bangunan 20 lantai ini akan diajulanjutkan apakah akan di

robohkan.

Dalam hal ini Pemerintah Kota Tangerang Selatan harus bertindak tegas

dalam menjalankan perintah perundang-undangan sesuai dengan aturan hukum

(10)

hukum, walaupun pembagunan tersebut merupakan salah satu sumber pendapatan,

pembangunan perekonomian dan pengembangan infrastruktur kota Tangerang

Selatan dengan tidak mengabaikan ketaatan hukum yang harus tetap ditegakan.

Ketaatan hukum harus dipenuhi dan harus dapat dirasakan oleh masyarakat

sehingga hukum harus bersifat memaksa bagi setiap subjek hukum yang

melanggarnya.

Dalam permasalahan diatas Pemerintah Kota Tangerang Selatan harus

menentukan sikapnya dalam memberikan sanksi yang tegas dengan berlandaskan

atas ketentuan-ketentauan hukum yang berlaku, sehingga dalam tindakannya

memberikan kemanfaatan bagi semua pihak baik bagi pemerintah maupun

masyarakat kota Tangerang Selatan.

Mencermati berbagai hal diatas, maka penulis merasa tergugah untuk

mengkaji, menganalisa dan mendalaminya lebih lanjut dalam suatu skripsi yang

berjudul “ ANALISIS PENERAPAN SANKSI TERHADAP BANGUNAN

TANPA IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI KOTA TANGERANG SELATAN DITINJAU DARI PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG (Studi Kasus di Kota Tangerang Selatan) ”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dibuat identifikasi

(11)

1. Apakah bentuk penerapan sanksi terhadap bangunan tanpa Izin Mendirikan

Bengunan di Kota Tangerang Selatan Ditinjau dari Peraturan Daerah Nomor 6

Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2013

Tentang Bangunan Gedung ?

2. Apakah hambatan yang dialami Pemerintah Kota Tangerang Selatan dalam

penerapan sanksi terhadap Bangunan tanpa Izin Mendirikan Bengunan (IMB) ?

C. Rumusan Masalah

Dari permasalaham tersebut diatas, maka penulis merumusan masalah sebagai

berikut:

1. Bagaimanakah bentuk penerapan sanksi terhadap bangunan tanpa Izin

Mendirikan Bengunan (IMB) oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan

Ditinjau dari Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Perubahan

Atas Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2013 Tentang Bangunan Gedung ?

2. Bagaimanakah hambatan yang dialami Pemerintah Kota Tangerang Selatan

dalam penerapan sanksi terhadap Bangunan tanpa Izin Mendirikan Bangunan

(IMB) ?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin penulis sampaikan di dalam penelitian ini yaitu:

a. Untuk mengetahui proses penerapan sanksi terhadap bangunan tanpa Izin

(12)

b. Untuk mengetahui hambatan yang dialami Pemerintah Kota Tangerang

Selatan dalam penerapan sanksi terhadap Bangunan tanpa Izin Mendirikan

Bangunan

2. Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Manfaat secara teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi

pengembangan konsep hukum perizinan, terutama berkaitan dengan proses

pembangunan bangunan dan penyelesaian permasalahannya.

b. Manfaat secara praktis

Penulis mengharapkan hasil penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan

masukan kepada pihak-pihak yang terkait, terutama dalam proses penerapan

sanksi agar dapat efektif bagi pelanggaran pembangunan bangunan gedung

sesuai ketentuan hukum.

E. Kerangka Teori

Menurut Ahmad Sobana, menjelaskan bahwa mekanisme perizinan dan izin yang diterbitkan bertujuan untuk pengendalian dan pengawasan administratif bisa dipergunakan sebagai alat untuk mengevaluasi keadaan dan tahapan perkembangan yang ingin dicapai, disamping untuk mengendalikan arah perubahan dan mengevaluasi keadaan, potensi serta kendala yang disentuh untuk berubah, maka tujuan perizinan dalam administrasi negara adalah:14

1. Adanya suatu kepastian hukum 2. Perlindungan kepentingan umum

3. Pencegahan kerusakan atau pencemaran lingkungan.

Menurut Prajudi Atmosudirjo mengatakan bahwa berkenaan dengan fungsi-fungsi hukum modern, izin dapat diletakan dalam fungsi menertibkan masyarakat.15 Artinya izin ini berfungsi sebagai polisi untuk menertibkan

14 Effendi Lutfi, Pokok-pokok Hukum Administrasi, Bayumedia Publishing, Malang, 2003. hlm.136.

(13)

aktivitas-aktivitas masyarakat dan badang hukum. Sebagai suatu instrumen, izin berfungsi selaku ujung tombak instrumen hukum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang masyarakat adil dan makmur.

Artinya lewat izin dapat di ketahui bagaimana gambaran masyarakat adil

dan makmur itu dinyatakan. Maka penataan dan pengaturan izin sudah semestinya

harus dilakukan dengan sebaik-baiknya.16 Sedangkan menurut Bagir Manan, Izin

berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan

perundang-undangan untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu

yang secara umum dilarang.17

Hukum perizinan adalah bagian dari Hukum Administrasi Negara.18

Wewenang yang memberikan izin adalah Badan/ Pejabat Administrasi Negara

kepada pemohon. Maka izin adalah suatu Keputusan administrasi Negara yang

diberikan kepada pemohon untuk memperkenankan suatu perbuatan yang pada

umumnya dilarang, tetapi diperkenankan dan bersifat konkrit.19 Izin berupa

Keputusan Administrasi Negara secara tertulis, maka untuk mengarahkan suatu

perbuatan yang pada umumnya dilarang tetapi diperkenankan.20

Utrecht mengemukakan terdapat beberapa dimensi yang terkandung dalam Izin Mendirikan Bangunan (IMB), antara lain:21

1. IMB Merupakan suatu ketetapan

2. IMB diterbitkan oleh instansi yang berwenag 3. IMB harus sesuai dengan tata ruang dan tata kota 4. IMB harus memperhatikan keselamatan lingkungan

5. Bahan-bahan untuk mendirikan bangunan harus sesuai dengan bahan-bahan yang di perkenankan dalam IMB.

16 Ibid.

17 E. Utrecht, Op.Cit., hlm. 170. 18 Adrian Sutedi, Loc.Cit., hlm. 167.

19 Juniarso Ridwan dan Ahmad Sodik Sudraja, Op.Cit., hlm. 90. 20 Ibid.

(14)

IMB merupakan suatu ketetapan atau beschikking yang di terbitakan oleh instansi yang berwenang. Menurut Van Der Pot mengatakan bahwa Baschikking

atau ketetapan adalah tindakan hukum yang dilakukan alat-alat pemerintah, pernyataan kehendak merka dalam penyelenggaraan hak khusus, dengan maksud menyatakan perubahan dalam lapangan hubungan hukum.22 Sedangkan menurut Donner menyebutkan bahwa Beschikking atau ketetapan ialah tindakan pemerintah dijalankan oleh suatu jabatan pemerintah, yang dala suatu hal tersebut secara bersegi atau dan dengan sengaja, menegakan suatu hubungan hukum atau suatu keadaan hukum yang telah ada atau yang menimbulkan suatu hubungan hukum atau menolaknya.23

Kusumaatmadja berpendapat bahwa terdapat berbagai alasan mengapa IMB perlu dilakukan oleh pemerintah :24

1. Pengamanan dari berbagai bentuk bahaya yang disebabkan oleh kondisi tanah dan konstruksi bangunan

2. Penataan bangunan agar tercipta kenyamanan iklim lingkungan yang layak huni

3. Pemukiman yang dapat memberikan kesan bersih dan sehat dari berbagai bentuk polusi

4. Menghindari pemukiman yang kumuh yang menjadikan tidak layak huni karena timbul berbagai bentuk bencana seperi banjir, penyakit kejahata dan lain-lain yang merugikan masyarakat.

Hukum perizinan merupakan salah satu cakupan dari hukum Administrasi

Negara memiliki tiga fungs, yaitu: fungsi normatif, fungsi instrumental dan fungsi

jaminan.25 Fungsi normatif merupakan fungsi yang dilakukan pemerintah dalam

hal penormatifan atau pembuat aturan (Hukum Perizinan) yang berkaitan erat

dengan fungsi instrumental merupakan fungsi pemerintah dalam rangka pelaksana

aturan hukum (Hukum Perizinan) dan akhirnya norma memberikan fungsi

jaminan merupakan fungsi yang dilaksanakan Pemerintah sebagai pelindung dan

pengayoman masyarakat dalam rangka perlindungan hukum sehingga

terwujudnya keadilan dan kesejahtraan sosial.

22 Amrah Muslimin, Beberapa Azas-Azas dan Pengertian Pokok tentang Administrasi dan Hukum Administrasi, Alumni Bandung, 1980. hlm.144.

23 Ibid.

24 Ibid.

(15)

F. Metode Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarakn pada

metode, sistematika dan pemikiran tertentu, dengan jalan menganalisisnya.

Dengan dmikian diadakan pemeeriksaaan yang mendalam terhadap fakta hukum

tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atass

permasalahan-permasalahan yang timbul didalam gejala yang bersangkutan.26

Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penyusunan skripsi ini adalah

sebagai berikut:

1. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian menggunakan metode deskriptif analisiss,yaitu

menggambarkan dan memaparkan secara jelas mengenai peraturan

perundang-undangan yang berlaku dikitakan dengan teori-teori hukum dan prakteek

pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permaalahan yang akan

dibahas.27

2. Pendekatan Penelitian

Penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatidf atau peeneliytina

hukum kepustakaan atau penelitian hukum doktrinal yang dapat diartikan

sebagai penelitian hukum dengan cara meneliti bahan pusta atau data seunder.

Penelitian terhadap asas-asas hukum dilakukan terhadap norma-norma hukunm

yaitu yang merupakan patokan-patokan untuk bertingkah laku yang terdapat

dalam bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.28

26 Soerjono Soekanto, Metode Penelitian Hukum, UI Press, Jakrta 1984. hlm. 43 27 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hlm 97-98

(16)

Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi hukum, antropologi hukum,

dan psikologi hukum.

3. Tahapan Penelitian

Pada tahapan ini bertujuan untuk mencari, mengkaji dan mengumpulkan

data-data yang memiliki kaitan dengan masalah yang diteliti oleh peneliti, tahapan

ini dibagi menjadi dua bagian yaitu:

1) Penelitian Kepustakaan

Penelitian kepustakaan yang mengacu bahan-bahan hukum sebagai

berikut:29

a) Bahan-bahan hukum primer

Bahan hukum primer yang mengikat berupa perundang-undangan,

dokumen-dokumen hukum lainya seperti asas, kebiasaan, yurisprudensi,

dan peraturan hukum lainnya yang terdiri dari:

(1) Undang -Undang Dasar Republik Indonesia 1945.

(2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang

Penataan Ruang.

(3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 Tentang

Bangunan Gedung.

(4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang

Pemerintahan Daerah.

(5) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pelaksana

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung.

(17)

(6) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian

Urusan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah

Kabupaten/Kota.

(7) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014

tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

(8) Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik IndonesiaI Nomor 32

Tahun 2010 Tentang Pemberian Izin Mendirikan Bangunan.

(9) Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 24

Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu

Satu Pintu.

(10) Peraturan Daerah Nomor Kota Tangerang Selatan 6 Tahun 2015

Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2013

Tentang Bangunan Gedung.

(11) Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 9 Tahun 2012

Tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat.

(12) Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 14 Tahun 2011

Tentang Penyelenggaraa dan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.

(13) Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 15 Tahun 2011

tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang Selatan

Tahun 2011-2031.

b) Bahan-bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai bahan

(18)

karya-karya ilmiah para sarjana, jurnal, dan tulisan-tilisan lainnya uang

bersifat ilmiah.

c) Bahan-bahan hukum tersier

Bahan-bahan penunjang yang membeerikan informasi tentang bahan

hukum primer dan skunder. Bahan hukum tersier lebih dikenal sebagai

bahan acauan dibidang hukum atau bahan rujukan di bidang hukum,

misalnya abstak perundang-undangan, biliografi, direktori pengadilan,

ensiklopedia hukum, kamus hukum, dan lain-lain.

2) Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan, yaitu penelitian yang menghasilakan data primer, untuk

mendudkung data sekunder yang telah diperoleh. Penelitian ini dilakukan

dengan pengumpulan dan penyeleksian data primer dari lapangan untuk

menunjang data sekunder. Penulis mengadakan penelitian lapangan di Dinas

Tata Kota Kota dan Bangunan, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu, dan Satuan Polisi Pamong Paraja Kota Tangerang

Selatan untuk memperoleh data berupa dokumen-dokumen resmi dan

informasi secara langsung melalui proses wawancara.

G. Sistematika Penulisan

Untuk penyusunan skripsi ini peneliti membahas dan menguraikan

permasalahan yang terbagi kedalam 5 (lima) bab. Maksud pembagian skripsi

kedalam bab-bab- dan sub bab adalah untuk menjelaskan dan menguraikan setiap

permasalahan dengan baik dan jelas. Adapun sistematika penulisan skripsi yang

(19)

BAB I Bab ini membahas tentang pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan

dan manfaat penelitian, kerangka teori, metode penelitian dan

sistematika penulisan.

BAB II Bab ini membahas tentang tinjauan umum mengenai bangunan gedung, perizinan dan izin mendirikan bangunan,

BAB III Bab ini membahas tentang gambaran umum pemerintah kota Tangerang Selatan dalam memberikan izin mendirikan bangunan

yang isinya meliputi potensi pengembangan, tata ruang wilayah,

prosedur pemberian izin memberikan bangunan dan faktor-faktor

yang mempengaruhi bangunan gedung tan izin mendirikan

bangunan.

BAB IV Bab ini merupakan hasil penelitian dan pembahasan tentang analisis penerapan sanksi terhadap bangunan gedung tanpa izin

mendirikan bangunan di Kota Tangerang Selatan ditinjau Ditinjau

dari Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Perubahan

Atas Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2013 Tentang Bangunan

Gedung dan hambatan yang dialami pemerintah Kota Tangerang

Selatan dalam menyelesaian penertiban bangunan tanpa izin

mendirikan bangunan.

(20)

Referensi

Dokumen terkait

Melihat realita di negara Indonesia, bahwa terkadang ormas-ormas Islam pernah berselisih (berbeda pendapat) dengan pemerintah ataupun sesama ormas Islam yang lain

Suzuki Indomobil Motor

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja pegawai adalah prestasi kerja atau hasil kerja baik dari kualitas dan kuantitas yang dicapai pegawai persatuan periode waktu

Tujuan dari penelitian ini adalah mengukur dan membandingkan biaya operasi kendaraan (BOK) dengan kinerja pelayanan travel (shuttle service) rute Bandung-Jakarta

Sebagai contoh, suatu persekutuan denagn 3 pemilik gagal setelah terjadi hutang yang sangat tinggi dan 2 orang tidak mempunyai harta, kreditur dapat menagih

SAYYIDI ROHMAN : “ Penerapan Media Pembelajaran dan Hubungannya dengan Prestasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam ( PAI ) di Kelas VIII

Hal ini menunjukkan apabila keempat variabel independen ini (WCTA Xi,DAR X2 ,TAT0 X3 dan PM X4) secara bersama-sama diuji pengaruhnya terhadap pertumbuhan laba maka

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Bentuk aturan hukumnya berupa Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 Tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar dan Keputusan