• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. gembira dengan warna cerah dan suasana sedih dengan warna gelap.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. gembira dengan warna cerah dan suasana sedih dengan warna gelap."

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

2.1 Hakekat Warna 2.1.1 Pengertian Warna

Menurut Rantina (2007:1) bahwa warna sering pula disebut rupa, pada benda apapun warna menjadi pemikat. Pada lukisan warna menjadi lebih penting sebab pelukis mempertegas bentuk objek dengan warna. Warna juga digunakan untuk melukiskan suasana seperti suasana gembira dengan warna cerah dan suasana sedih dengan warna gelap.

Beberapa ahli mengemukakan pengertian tentang warna. Prawira (1999:4) menjelaskan bahwa warna adalah salah satu unsur keindahan dalam seni dan desain selain unsur-unsur visual lainnya. Kemudian Sanyoto (2005:1) mendefinisikan bahwa warna adalah secara obyektif/fisik sebagai sifat cahaya yang dipancarkan, atau secara subyektif/psikologis sebagai bagian dari pengalaman indera penglihatan.

Nugraha (2008:5.34) mengatakan bahwa warna adalah kesan yang diperoleh mata dari cahaya yang dipantulkan oleh benda-benda yang dikenainya. Selanjutnya Laksono (1998:42) mengemukakan bahwa warna yang kita lihat merupakan bagian dari cahaya yang diteruskan atau dipantulkan.

Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ada tiga unsur yang penting dari pengertian warna yaitu benda, mata dan unsur cahaya. Dengan demikian warna dapat didefinisikan sebagai unsur cahaya yang dipantulkan oleh sebuah benda dan selanjutnya diinterpetasikan oleh mata berdasarkan cahaya yang mengenai benda tersebut.

Dipandang dari asal kejadiannya warna menurut Sanyoto (2005:1) dibagi menjadi dua, yaitu warna additive dan warna subtractive. Warna additive adalah warna yang berasal dari

(2)

cahaya dan disebut spektrum. Sedangkan warna subtractive adalah warna yang berasal dari bahan dan disebut pigmen. Lebih lanjut Nugraha (2008:5.34) menjelaskan bahwa warna ditinjau dari dua sudut pandang, pertama dari kaidah ilmu fisika dan kedua dari kaidah ilmu bahan. Kejadian warna ini diperkuat dengan hasil temuan Newton (dalam Prawira, 1999:26) yang mengungkapkan bahwa warna merupakan suatu fenomena alam yang berupa cahaya dan mengandung warna spektrum atau pelangi dan pigmen. Menurut Prawira (1999:31) yang dimaksud dengan pigmen adalah pewarna yang bisa larut dalam cairan pelarut.

Untuk meneyederhanakan warna-warna yang ada di alam seorang ahli bernama Brewster dalam mengelompokkan warna berdasarkan temuannya sehingga lahirlah teori yang dinamakan dengan teori ”Brewster”. Teori Brewster (dalam Nugraha, 2008:5.35) mengemukakan bahwa warna-warna yang ada di alam menjadi empat kelompok warna yaitu warna primer, sekunder, tersier dan warna netral. Kelompok warna ini sering disusun dalam lingkaran warna ”Brewster”.

Menurut teori Brewster warna primer adalah warna dasar yang tidak merupakan campuran dari warna-warna lain. Menurut teori warna pigmen dari Brewster (dalam Nugraha, 2008:5.37) menjelaskan bahwa warna primer adalah warna-warna dasar. Warna-warna lain dibentuk dari kombinasi warna-warna primer.

Lebih lanjut Nugraha (2008:5.37) menjelaskan bahwa pada awalnya manusia mengira bahwa warna primer tersusun atas warna merah, kuning dan hijau. Hal ini selaras dengan pendapat Prang (dalam Prawira, 1999:21) bahwa warna primer terdiri atas warna merah, kuning dan biru. Namun dalam penelitian lebih lanjut, Nugraha (2008:5.37) mengatakan tiga warna primer yaitu merah seperti darah, biru seperti langit dan laut, dan kuning seperti kuning telur.

(3)

Hal ini kemudian dikenal sebagai warna pigmen primer yang dipakai dalam dunia seni rupa. Campuran dua warna primer menghasilkan warna sekunder. Campuran warna sekunder dengan warna primer menghasilkan warna tersier. Akan tetapi secara teknis warna merah, kuning dan biru sebenarnya bukan warna pigmen primer. Tiga warna pigmen primer adalah magenta, kuning dan cyan. Oleh karena itu apabila menyebut warna merah, kuning dan biru sebagai warna pigmen primer, maka merah adalah cara yang kurang akurat untuk menyebutkan magenta sedangkan biru adalah cara yang kurang akurat untuk menyebutkan cyan.

Warna sekunder merupakan hasil pencapuran warna-warna primer dengan proporsi 1:1. Misalnya warna jingga merupakan hasil campuran warna merah dengan kuning, hijau adalah campuran biru dan kuning dan ungu adalah campuran warna merah dan biru. Teori Blom (dalam Prawira, 1999:18) membuktikan bahwa campuran warna utama menghasilkan warna-warna kedua (sekunder). Dengan demikian sangat jelas, warna-warna sekunder adalah warna-warna yang dihasilkan dari campuran dua warna primer.

Warna tertier merupakan campuran salah satu warna primer dengan salah satu warna sekunder. Misalnya warna jingga kekuningan didapat dari pencapuran warna kuning dan jingga. Istilah warna tertier pada awalnya dicetuskan merujuk pada warna-warna netral yang dibuat dengan mencampur tiga warna primer dalam sebuah ruang warna. Ini akan menghasilkan warna putih atau kelabu, dalam sistem warna cahayaaditif, sedangkan dalam sistem warna subtraktif pada pigmen atau cat akan menghasilkan coklat, kelabu atau hitam. Pengertian seperti ini masih umum dalam banyak tulisan-tulisan teknis (Brewster, Munsell, dikutip Prawira, 1999:70) .

Warna netral merupakan hasil campuran ketiga warna dasar dalam proporsi 1:1:1. Warna ini sering muncul sebagai penyeimbang warna-warna kontras di alam. Biasanya hasil

(4)

campuran yang tepat akan menuju hitam. Sejalan dengan teori Brewster, Munsell (dalam Prawira, 1999:70) mengemukakan teorinya bahwa”

”Tiga warna utama sebagai dasar dan disebut warna primer yaitu merah (M), kuning (K) dan biru (B). Apabila dua warna primer masing-masing dicampur, maka akan menghasilkan warna kedua atau warna sekunder. Bila warna primer dicampur dengan warna sekunder akan dihasilkan warna ketiga atau warna tertier. Bila antara warna tertier dicampur lagi dengan warna primer dan sekunder akan dihasilkan warna netral.”

Menurut Rantinah (2007:6) bahwa kelompok warna terbagi tiga yakni warna primer, warna sekunder dan warna tertier. Warna primer disebut juga warna pokok yakni merah, kuning dan biru merupakan warna pokok perpaduan warna primer menghasilkan warna biru. Warna sekunder merupakan warna turunan kedua, merah bercampur biru menghasilkan warna ungu, kuning bercampur biru menghasilkan warna hijau, merah bercampur kuning menghasilkan warna jingga, ungu hijau dan jingga merupakan warna sekunder. Sedangkan warna tertier yaitu warna turunan ketiga. Tiga warna primer bercampur menghasilkan warna kecokelatan.

2.1.2 Karakteristik Aspek Perkembangan Kognitif Anak Usia 5-6 Tahun

Kemampuan kognitif anak prasekolah berada pada fase praoperasional, dimana anak mulai menyadari bahwa pemahaman tentang benda-benda yang ada disekitarnya tidak hanya dilakukan melalui kegiatan sensori motor, tetapi juga dapat dilakukan melalui kegiatan simbolik (Gunarti, 2008 : 1.38). Sejalan dengan ini berkembang pula kemampuan konversi yaitu kemampuan untuk memahami perubahan-perubahan yang berkaitan dengan jumlah, bentuk, ukuran, volume dan bidang.

Perkembangan kognitif pada anak-anak disebut tahap praoperasional, yang berlangsung antara usia 2 sampai 7 tahun. Pemikiran praoperasional tidak lain adalah suatu masa tunggu yang singkat bagi pemikiran operasional, sekalipun pada masa ini menekankan bahwa anak belum berpikir secara operasional. Pada masa ini konsep yang stabil dibentuk, penalaran mental

(5)

muncul, egosentrisme mulai kuat dan kemudian melemah, serta terbentuknya keyakinan pada hal magis. Namun pada masa ni anak masih tetap memikirkan pada peristiwa-peristiwa atau pengalaman-pengalaman yang dialaminya.

Secara garis besar pemikiran praoperasional meliputi sub tahap intusif (5-6 tahun). Dalam subtahap ini meskipun aktivitas mental tertentu terjadi, tetapi anak-anak belum begitu sadar mengenai prinsip-prinsip yang melandasi terbentuknya aktivitas tersebut. Walaupun anak mampu memecahkan masalah yang berhubungan dengan aktivitas ini, namun ia tidak bisa menjelaskan alasan yang tepat untuk memecahkan masalah dengan cara-cara tertentu. Dengan demikian meskipun simbol-simbol anak meningkat, namun proses penalaran dan pemikirannya masih mempunyai ciri-ciri keterbatasan tertentu. Perkembangan kognitif dari anak-anak praoperasional juga ditunjukkan dengan serangkaian pertanyaan yang diajukannya yang tidak jarang orang dewasa merasa kebingungan untuk menjawabnya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik perkembangan kemampuan kognitif pada anak TK meliputi subtahap intusif (5-6) tahun berupa aktivitas mental, mampu memecahkan masalah namun belum bisa menjelaskannya.

2.1.3 Karakteristik Anak yang Sudah Bisa Mengenal Warna

Secara etimologi ”kemampuan”, diartikan kesanggupan dan kecakapan (Poerwadarminta, 1996:12). Beberapa ahli menjelaskan tentang pengertian kemampuan diantaranya, Sedangkan menurut Gagne (dalam Poerwadarminta, 1996:12) berpendapat bahwa kemampuan (capabilities) adalah keadaan yang tetap. Kemudian Robins (dalam Poerwadarminta, 1996:13) mendefinisikan kemampuan adalah kapasitas individu melaksanakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan.

(6)

Berdasarkan beberapa pengertian di atas peningkatan kemampuan mengenal yang dimaksud dalam penelitian adalah proses meningkatkan kecakapan anak dalam mengenal warna melalui proses pembelajaran agar anak mampu mengetahui, menemukan dan memahami warna secara konsep sehigga struktur kognitif anak dapat terbentuk berdasarkan temuan dan pengalaman sendiri.

Mengenal warna merupakan salah satu indikator sains yang termasuk ke dalam bidang pengembangan kognitif. Mengenal warna kepada anak dapat membentuk struktur kognitif anak. Dalam proses pembelajaran anak akan dikenalkan pada bagaimana warna dibentuk. Anak akan memperoleh informasi yang lebih banyak sehingga pengetahuan dan pemahamannya akan lebih kaya dan lebih dalam. Dalam hal ini anak mengetahui warna secara konsep berdasarkan pengalaman belajarnya.

Dalam Depdikbud (2004:23) bahwa pada dasarnya dalam pelaksanaan pembelajaran mengenal warna harus mengacu pada pembelajaran yang sistematis. Secara garis besar proses pembelajaran terdiri dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Ada beberapa istilah yang harus dipahami dalam perencanaan proses pembelajaran yaitu kompetensi dasar, hasil belajar dan indikator.

Dalam standar kompetensi kurikulum TK dijelaskan bahwa kompetensi dasar merupakan pengembangan potensi-potensi perkembangan pada anak yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan usianya berupa pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang dapat dikenali melalui sejumlah hasil belajar merupakan cerminan kemampuan anak yang dicapai dari suatu tahapan pengalaman belajar dalam satu kompetensi dasar. Indikator merupakan hasil belajar yang lebih spesifik dan terukur dalam satu kompetensi dasar. Kompetensi dasar yang berkaitan dengan pembelajaran mengenal warna di TK adalah

(7)

anak mampu mengenal konsep sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Adapin hasil belajar yang diharapkan yaitu anak dapat mengenal konsep-konsep sains sederhana dengan indikator anak mencoba dan menceritakan apa yang terjadi jika warna dicampur (Depdikbud, 2004:4).

Uraian yang didasarkan pada kurikulum sebagaimana dikemukakan di atas masih bersifat umum. Sedangkan penilaian hasil belajar hendaknya dapat terukur dan teramati. Oleh karena itu supaya lebih operasional dapat terukur dan teramati dalam pelaksanaan penilaian hasil belajar didasarkan pada teori pendidikan. Dalam pembelajaran mengenal warna kompetensi dasar yang diharapkan adalah anak mempunyai kemampuan menunjukkan, menyebutkan dan mengurai warna sekunder dan netral (hijau, jingga/orange, ungu, merah dan hitam).

Menurut Darmayanti (2010:2) bahwa anak dapat menunjukkan warna yaitu, anak mampu memperlihatkan warna dengan tepat, mendemonstrasikan warna sekunder, menjodohkan/mencocokkan warna. Menyebutkan warna yaitu anak mampu mengucapkan dengan benar warna-warna primer dan sekunder, memperkirakan (misalnya biru muda merupakan pencampuran warna biru dengan warna putih). Mengurai warna yaitu anak mampu mengelompokkan warna-warna primer dan sekunder, menjelaskan warna-warna sekunder (misalnya warna jingga merupakan pencampuran warna merah dengan kuning).

2.1.4 Pembelajaran Mengenal Warna di Taman Kanak-Kanak

Pembelajaran mengenal warna merupakan implementasi kurikulum TK. Dalam kurikulum tersebut dipaparkan bahwa mengenal warna merupakan salah satu indikator dari perkembangan kognitif anak. Menurut pendapat Nugraha (2008:5.44) terdapat beberapa saran di dalam mengajarkan warna kepada anak-anak, diantaranya adalah sebagai berikut.

”(a) Lakukanlah sesuai perkembangan kognitif dan cara berpikir anak, pada pembelajaran tahap awal pilihlah materi-materi yang sederhana dan konkrit. (b) Gunakanlah sumber belajar yang tersedia dan dekat dengan lingkungan anak. (c) Usahakan dari waktu ke waktu selalu menggunakan contoh dan aktivitas yang beragam, sehingga anak-anak akah kaya

(8)

dengan pengalaman belajar tentang warna. d. Harus kreatif dan memiliki tanggung jawab penuh di dalam mengantar anak-anak dalam memahami warna secara utuh.”

Beberapa saran ahli di atas, tetap dalam implementasinya mengacu pada prinsip pembelajaran yang dilakukan di TK, yaitu melalui bermain. Adapun fungsi bermain terhadap kemampuan intelektual menurut Ariyanto dan Erika (2003:79) dapat dilihat pada beberapa hal berikut ini.

a. Merangsang perkembangan kognitif

Dengan bermain, sensori motor (indera-pergerakan) anak-anak dapat mengenal jenis-jenis warna. Permainan fisik pembelajaran anak akan batas kemampuannya sendiri. Permainan juga akan meningkatkan kemampuan abstraksi (imajinasi dan fantasi).

b. Membangun struktur kognitif

Melalui permainan, anak-anak akan memperoleh informasi yang lebih banyak sehingga pengetahuan dan pemahamannya akan lebih kaya dan lebih dalam. Bila informasi baru ini ternyata berbeda dengan yang selama ini diketahuinya, anak dapat mengubah informasi yang lama sehingga ia mendapatkan pemahaman atau pengetahuan yang lebih baru. Jadi melalui bermain, struktur kognitif anak terus diperkaya, diperdalam dan diperbarui sehingga semakin sempurna.

c. Membangun kemampuan kognitif

Kemampuan kognitif mencakup kemampuan mengidentifikasi, mengelompokkan, mengurutkan, mengamati, membedakan, meramalkan, menentukan hubungan sebab akibat, membandingkan, dan menarik kesimpulan. Permainan akan mengasah kepekaan anak-anak akan keteraturan, urutan dan waktu.

(9)

Di dalam permainan, anak-anak akan menemukan berbagai masalah sehingga bermain akan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengetahui bahwa ada beberapa kemungkinan untuk memecahkan masalah. Permainan juga memungkinkan anak-anak bertahan lebih lama menghadapi kesulitan sebelum persoalan yang di hadapi dapat dipecahkan. Proses pemecahan masalah ini mencakup adanya imajinasi aktif anak-anak. Imajinasi aktif akan mencegah timbulnya kebosanan yang merupakan pencetus kerewelan pada anak-anak. Hal ini sejalan dengan pendapat Solehuddin (2002:88) bahwa ”Bermain dapat mengembangkan keterampilan intelektual di saat anak terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang menuntut pikirannya, seperti di saat anak mengamati berbagai warna”.

Dengan demikian pembelajaran yang dirancang dengan kreatif dan sesuai dengan karakteristik anak akan banyak menghasilkan pengalaman berharga bagi anak. Begitu juga dengan pembelajaran mengenal warna di Taman Kanak-Kanak, anak diajak bermain dengan warna. Hal tersebut tanpa disadari oleh anak bahwa mereka sedang mengadakan proses pembelajaran.

2.1.5 Teknik Kolase (Menempel)

Kata menempel ’kolase’ yang dalam bahasa Inggris disebut ‘collage’ berasal dari kata ‘coller’ dalam bahasa Perancis yang berarti ‘merekat’. Selanjutnya kolase dipahami sebagai suatu teknik seni menempel berbagai macam materi selain cat, seperti kertas, kain, kaca, logam dan lain sebagainya kemudian dikombinasi dengan penggunaan cat (minyak) atau teknik lainnya (Susanto. 2002:63).

Menempel merupakan salah satu bagian dari kegiatan yang mempunyai kaitan dengan kemampuan-kemampuan motorik halus. Melalui kegiatan motorik halus anak ini akan menjadi dasar kemampuan yang sensitif terhadap gejala-gejala yang melingkupi kehidupan anak baik

(10)

masa anak maupun setelah dewasa yang berkaitan dengan ketelitian berkarya melalui daya ciptanya. Penempelan gambar dikatakan baik jika tepat pada tempat yang telah disediakan berupa bentuk kolom kosong yang terdapat garis pinggirnya untuk membatasi objek gambar yang telah diwarnai.

Pamadhi dan Sukardi (2008:7.5) berpendapat bahwa anak usia dini sangat tergantung pada orang lain dalam mengerjakan kegiatan seni. Jadi sebagai pendidik sebaiknya membimbing dengan cara membantu sambil ikut memegangi kertas gambar yang akan ditempelkan karena proses menempel ini sangat diperlukan latihan secara berulang-ulang.

Ahira (2011:3) menjelaskan bahwa salah satu teknik melukis yakni menempel (kolase). Menempel adalah teknik melukis dengan memotong kertas menjadi beberapa bagian lalu potongan kertas tersebut ditempelkan pada bidang lukisan sehingga membentuk sebuah lukisan yang diinginkan khususnya lukisan realis tetapi dapat juga abstrak.

Susanto (2002:63) menjelaskan bahwa:

”Menempel (kolase) merupakan perkembangan lebih lanjut dari seni lukis. Dimana pada abad ke-20 para perupa sering menambahkan (menempelkan) unsur-unsur yang berbeda ke dalam lukisan mereka seperti potongan-potongan kain, kayu ataupun kertas koran, namun memang ada perbedaan yang sangat signifikan antara seni menempel dan seni lukis. Di dalam karya seni menempel selain aspek formal seni yang dikedepankan meliputi nilai-nilai dasar keindahan, tata penyusunan objek ke dalam frame (layout), kontur, bentuk objek dan warna sebagaimana yang disodorkan oleh karya seni lukis dan desain grafis tetapi juga aspek ilustratif yaitu meliputi aspek konten material dan bentuk gambar yang ditempelkan itu sendiri.”

Pengertian serupa juga diungkapkan oleh Sumanto (2006:95) mengungkapkan bahwa: “menempel adalah kreasi aplikasi yang dibuat dengan menggabungkan teknik melukis (lukisan tangan) dengan menempelkan bahan-bahan tertentu. Dijelaskan pula oleh Sumanto (2006:96) menyatakan bahwa: menempel adalah melukis dengan cara merekatkan gambar pada bidang gambar.

(11)

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa menempel merupakan teknik mendekorasi permukaan suatu benda dengan menempelkan materi seperti kertas, kaca, kain, daun kering dan sebagainya kemudian dikombinasikan dengan teknik melukis dengan tangan yang menggunakan cat.

2.1.6 Unsur-Unsur Menempel (Kolase)

Ida (1997:21) mengatakan bahwa unsur-unsur seni menempel meliputi: garis, bentuk, warna, tekstur, ruang, cahaya. Garis diartikan sebagai rangkaian titik-titik atau titik-titik yang berkelanjutan. Garis yang diamati pada karya seni rupa ada yang nyata jelas kelihatannya ada yang bersifat kesan. Garis nyata adalah garis yang mudah dikenal seperti garis lurus, garis lengkung, garis bergelombang dan sebagainya. Sedangkan garis kesan atau garis pengikat pada hakekatnya garis ini tidak ada, tidak jelas dan secara tergambarkan tidak terlihat. Garis ini lebih merupakan ilusi atau sugesti, seperti terdapat pada batas-batas luar suatu bentuk atau ruang , batas bidang dan antara batas warna.

Sedangkan bentuk menurut Ida (1997:21) adalah perpaduan atau perpotongan garis dengan garis. Sedangkan bentuk adalah perpaduan atau perpotongan bidang dengan bidang. Bentuk juga ada yang mempunyai sifat nyata dan bersifat kesan. Bersifat nyata jika terdapat pada karya tiga dimensi misalnya kelihatan bulat diraba juga terasa bulat dan bersifat kesan jika bentuk tersebut terdapat pada karya seni rupa dua dimensi. Dijelaskan pula oleh Ida (1997:21) bahwa warna adalah salah satu unsur seni rupa yang paling mudah ditangkap oleh indra mata. Warna-warna yang bervariasi mempunyai karakter dan mengesankan suasana yang berbeda, misalnya warna merah kuning dapat menimbulkan kesan yang mempunyai daya kekuatan panas, dan penuh bersemangat. Disamping itu karakter warna juga dapat dilihat dari tebal atau tipisnya warna yang berbeda atau luas bidang warna yang berbeda.

(12)

Tekstur adalah sifat permukaan pada suatu benda. Sifat bahan ada yang nyata ada pula yang bersifat kesan. Pada lukisan tekstur bersifat kesan karena setelah kita merabanya ternyata halus. Tekstur yang nyata kelihatan menonjol atau kasar maka kalau diraba akan benar-banar akan terasa menonjol atau kasar contohnya seni patung atau relief (Ida, 1997:21).

Dijelaskan pula oleh Ida (1997:22) bahwa ruang dibentuk oleh adanya masa, bentuk yang diubah/disusun. Ruang bagi pelukis lebih merupakan suatu khayalan karena dia bekerja dengan bentuk dua dimensi. Sebaliknya ruang bagi pemahat dan arsitek lebih banyak merupakan suatu kenyataan yangdiperlukan karena ia bekerja dengan bentuk tiga dimensi. Cahaya juga mempunyai unsur nyata dan unsur kesan. Unsur nyata jika sumber cahaya itu benar-benar berasal dari benda seperti lampu, matahari, api dan sebagainya. Unsur kesan jika cahaya itu hanya tampak sebagai gambaran, misalnya cahaya pada lukisan, gambar dan foto (Ida, 1997:22). Rubena (2000:14) berpendapat bahwa terdapat 6 unsur melukis dengan teknik menempel yakni unsur titik dan bintik, garis, bidang, warna, bentuk, tekstur. Titik adalah unit unsur rupa yang terkecil yang tidak memiliki ukuran panjang dan lebar, sedangkan bintik adalah titik yang sedikit lebih besar. Unsur titik pada kolase dapat diwujudkan dari butiran-butiran pasir laut. Sedangkan bintik dapat diwujudkan dari biji lada atau biji-bijian yang berukuran kecil dan sejenisnya. Unsur titik dan bintik pada teknik menempel terbuat dari pasir laut, lada, kedelai, biji-bijian dan sebagainya.

Rubena (2000:14) berpendapat bahwa garis merupakan perpanjangan dari garis yang memiliki ukuran panjang namun relatif tidak memiliki lebar. Ditinjau dari jenisnya garis dapat dibedakan menjadi : garis lurus, garis lengkung, garis putus-putus dan garis spiral. Unsur garis pada kegiatan menempel dapat diwujudkan dari potongan kawat, lidi, batang korek, benang dan sebagainya.

(13)

Bidang merupakan unsur rupa yang terjadi karena pertemuan beberapa garis. Bidang dapat dibedakan menjadi bidang horizontal, vertical, melintang. Aplikasi unsure bidang pada kegiatan menempel bisa berupa bidang datar dan bidang bervolume (Rubena, 2000:15).

Warna merupakan unsur rupa yang penting dan salah satu wujud keindahan yang dapat diserap oleh indra penglihatan manusia. Unsur warna pada menempel dapat diwujudkan dari unsur cat, pita/renda, kertas warna, kain warna-warni dan sebagainya. Sedangkan bentuk dalam pengertian dua dimensi berupa gambar yang tidak bervolume, sedangkan dalam pengertian tiga dimensi adalah unsur rupa yang terbentuk karena ruang dan volume. Unsur bentuk pada kegiatan menempel dapat berupa simetris dan aisimetris yang diwujudkan melalui guntingan kertas atau sobekkan kertas dan kain yang berbentuk segitiga , daun kering yang di gunting dengan bentuk belah ketupat, uang logam yang berbentuk bulat , serutan kayu dan sebagainya (Rubena, 2000:15).

Tekstur merupakan nilai atau sifat atau karakter permukaan dari suatu benda seperti: halus, kasar, bergelombang, lembut, lunak, keras dan sebagainya. Tekstur secara visual dapat di bedakan menjadi tekstur nyata dan tekstur semu. Unsur tekstur nyata menempel dapat berupa kapas, karung goni, kain sutra, sabut kelapa, karet busa, dan lainnya. Sedangkan tekstur semu berupa hasil cetakkan irisan belimbing, tekstur koin di kertas, tekstur anyaman bambu di kertas dan sebagainya (Rubena, 2000:15).

Dalam Depdikbud (1990:114) dijelaskan bahwa warna merupakan unsur gambar yang sangat penting dalam kegiatan kolase (menempel). Warna akan dapat mewakili ungkapan secara lebih lengkap daripada unsur lain, lebih-lebih bagi anak-anak kecil. Sehubungan dengan

(14)

pemakaian warna dalam gambar buatan anak kecil, kita dapat membedakan tiga cara pemilihan warna.

a. Pemilihan warna secara random

Pemilihan warna secara random umumnya dilakukan anak-anak yang berada pada tahap goresan dan prabagan. Warna-warna yang digunakan dalam gambar sama sekali tidak ada hubungannya dengan warna obyek yang digambarkan. Anak mengambil warna tertentu karena mudah dijangkau saja dan bukan karena ia tertarik oleh warna itu. Ciri-ciri gambar yang dibuat dengan cara ini baisanya warna gambarnya dikuasai oleh warna tertentu dan warna itu sama sekali tidak mewakili warna benda dan bukan juga mewakili ungkapan perasaan penggambarnya.

b. Penentuan warna secara emosional

Penentuan warna secara emosional artinya pemilihan warna yang berfungsi untuk mewakili cetusan perasaan penggambarnya atau dengan kata lain pemilihan warna ada hubungannya dengan perasaan yang diungkapkan. Umumnya anak-anak yang melukis dengan cara yang konsisten dengan warna hangar, hangat juga sikap emosinya dan bersifat kasih sayang; yang karyanya dikuasai dengan warna biru pembuatnya memiliki tingkah laku yang terkontrol; dan mereka yang banyak menggunakan warna hitam adalah anak yang kurang emosional. Anak-anak yang berusia sekitar empat tahun biasanya memilih warna kuning untuk mewarnai gambar untuk menyatakan suasana yangmenyenangkan, dan warna coklat untuk mewarnai gambar yang menyampaikan cerita yang menyedihkan.

Jadi memang ada kalanya warna-warna dipilih begitu saja oleh anak-anak, tetapi kadang-kadang anak memilih warna yang ternyata berkaitan dengan latar belakangn kejiwaan. Untuk mengetahui gambar yang dibuat dengan pilihan warna yang ada

(15)

hubungannya dengan latar belakang kejiwaan penggambarnya, kita harus mengamati perbuatan anak ketika atau selama anak-anak melakukan kegaitan menggambarnya. Jika ternyata warna yang tersedia banyak ragamnya dan semuanya mudah dijangkau anak, tetapi kita melihat ada anak tertentu yang hanya menggunakan satu warna saja, maka dapat dipastikan warna itu ada hubungannya dengan latar belakang kejiwaan.

c. Pemilihan warna secara serebral

Pemilihan warna secara serebal ialah cara anak-anak memilih warna dalam mewarnai gambarnya yang lebih banyak ditentukan oleh pertimbangan akal. Oleh karena itu warna-warna gambar merupakan atau ada hubungannya dengan warna obyek yang digambarkan. Cara demikian sudah dimulai oleh anak sejak masa bagan (7-9 tahun), hanya saja kemampuannya terbatas hanya sampai memberi warna sebagai ciri saja dan belum sampai kepada pengaturan nada-nadanya. Mereka hanya sampai menentukan langit biru, daun hijau, tanah coklat. Selanjutnya setelah perkembangannya meningkat lagi, pada usia 9-12 tahun yaitu pada masa realisme penggunaan warna secara serebral lebih maju lagi. Mereka mulai lebih peka. Perbedaan-perbedaan kesan warna sudah mulai merndapat perhatian mereka. Nada-nada warna sudah mulai mereka kenal, dan mereka laksanakan dalam mewarnai gambar-gambar berwarna yang mereka buat.

Karakteristik anak yang sudah bisa melakukan teknik kolase menurut Rubena (2000:14) diantaranya yakni anak bisa menempelkan potongan kertas, kain, pasir, biji-bijian dan media lainnya menjadi satu bentuk lukisan.

2.1.7 Keunggulan dan Kelemahan Teknik Menempel (Kolase)

Setiap teknik pembelajaran memiliki keterbatasan dan kelebihannya sebab hal ini sangat tergantung masalah yang dihadapi, begitu pula dengan teknik menempel (kolase).

(16)

Menurut Ida (1997:13) bahwa keunggulan teknik kolase diantaranya adalah anak lebih kreatif untuk menciptakan suatu obyek lukisan yang lebih menarik dengan menggabungkan teknik melukis dengan tangan dan kegiatan menempel, dapat melatih motorik halus anak, meningkatkan kemampuan imajinasi dan dapat merangsang penguasaan warna pada anak usia dini.

Dijelaskan pula oleh Ida (1997:13) bahwa kelemahan teknik menempel (kolase) antara lain yakni teknik ini dapat membosankan anak apabila obyek tempelan terlalu monoton sehingga hal ini bisa menghambat anak dalam mengenal warna.

2.1.8 Hakekat Anak Anak Usia Dini

Hidayat (2003:5) mengatakan bahwa secara instrumental, TK merupakan salah satu bentuk pendidikan prasekolah yang bertujuan membantu perkembangan anak sebelum memasuki pendidikan dasar. Dalam Peraturan Pemerintah No. 27/1990 tentang Pendidikan Prasekolah (yang masih berlaku saat ini) dinyatakan bahwa pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak didik di luar lingkungan yang diselenggarakan di jalur pendidikan prasekolah atai di jalur pendidikan luar sekolah.

Bentuk sasaran pendidikan prasekolah meliputi Taman Kanak-kanak, kelompok bermain, penitipan anak, dan bentuk lain yang ditetapkan oleh menteri. Pendidikan prasekolah bertujuan untuk membantu meletakkan dasr ke arah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan dan daya cipta yang diperlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya.

(17)

Patmonodewo (2003:19) yang dimaksudkan dengan anak prasekolah adalah mereka yang berusia antara 3-6 tahun. Mereka biasanya mengikuti program prasekolah dan kinderganten. Sedangkan di Indonesia, umumnya mereka mengikuti program tempat penitipan anak (3 bulan- 5 tahun) dan Kelompok Bermain (usia 3 tahun), sedangkan pada usia 4-6 tahun biasanya mereka mengikuti program Taman Kanak-kanak.

2.2 Kajian yang Relevan

Penelitian yang berjudul kemampuan pengenalan warna yang dilakukan oleh peneliti relevan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Sarwin Daud (2011) yang berjudul meningkatkan kemampuan memberikan warna pada gambar melalui teknik kolase pada anak kelompok B TK Ade Irma Kabupaten Bone Bolango. Dari hasil penelitian diketahui bahwa

Dari hasil penelitian diketahui bahwa setelah dilakukan tindakan kelas siklus I tahap I terdapat 10 anak (50%) yang memiliki kemampuan mengenal warna dan setelah diaksanakan kegiatan siklus I tahap II meningkat menjadi 13 anak (65%) yang mampu. Peningkatan kemampuan mewarnai gambar pada anak melalui teknik kolase mengalami peningkatan lagi pada siklus ke II tahap I menjadi 15 anak (75%) yang mampu dan setelah diaksanakan kegiatan siklus II tahap II meningkat lagi menjadi 16 anak (80%) yang mampu. Dari hasil ini disimpulkan bahwa teknik kolase dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan mewarnai gambar pada anak kelompok B di TK Ade Irma Kecamatan Tilongkabila Kabupaten Bone Bolango.

(18)

Penelitian yang dilakukan oleh Sarwin Daud (2011) memiliki beberapa persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yakni pada kemampuan anak untuk dapat mengenal warna melalui teknik kolase.

2.3 Hipotesis Tindakan

Dalam penelitian ini dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Jika guru menggunakan teknik kolase maka kemampuan pengenalan warna pada anak kelompok B di TK Kartini Toto Selatan Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango meningkat.

2.4 Indikator Kinerja

Adapun indikator kinerja pada penelitian ini yaitu, apabila kemampuan pengenalan warna pada anak kelompok B melalui teknik kolase dapat ditingkatkan dari 8 orang (40%) menjadi 16 orang (80%)

Referensi

Dokumen terkait

Pada waktu 40 menit ada 5 sediaan yang memiliki kriteria tidak baik dikarenakan hasil mikroskopis dari 5 sediaan tersebut menunjukkan latar belakang yang tidak

Autism# is# part# of# the# Autism# Spectrum# Disorders# (ASD).# Based# on# the#

Bagi Dinas Kesehatan Kota Medan agar mengadakan pengawasan dan penyuluhan tentang hygiene sanitasi di kantin lingkungan universitas sumatera utara sehingga

Pines (dalam Tawale, 2011) menyatakan bahwa individu kecil kemungkinannya untuk mengalami burnout dalam suatu organisasi yang memberikan kesempatan pada individu untuk

PT MATAHARI PUTRA PRIMA Tbk DAN ENTITAS ANAK CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN Tahun Yang Berakhir Pada Tanggal-tanggal 31 Desember 2012 dan 2011 Disajikan dalam jutaan

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif karena analisis datanya non-statistik.Subyek peneliatian adalah buku siswa pelajaran matematika kelas VII

Dapat dibayangkan kerja keras dari Departemen Kesehatan dan jajarannya dalam memutus penyebab kematian yang begitu tinggi. Peran serta dokter anak diharapkan dapat mengubah

Karyawan bagian administrasi telah dapat melakukan pencatatan transaksi, posting hingga penyusunan laporan keuangan yang handal pada Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah