• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 DASAR-DASAR PERANCANGAN KABEL INSTALASI LISTRIK 2.1.1 Kuat Aus Listrik

Kuat arus listrik merupakan objek yang menjadi pokok permasalahan dalam perancangan kabel instalasi listrik. Untuk menghitung kuat arus listrik yang melewati kabel, perlu dibedakan anatara instalasi fasa satu dan fasa tiga.

-Instalasi Listrik Fasa satu

Rumus yang digunakan untuk menghitung kuat arus listrik untuk instalasi fasa satu adalah :

P

I = --- ... (2.1) E x Cos

Dimana :

I = Kuat arus listrik maksimum yang boleh dilewatkan (Ampere) P = Daya beban terpasang (Watt)

E = Tegangan terpasang (Volt) Cos = Faktor daya

-Instalasi Listrik Fasa tiga

Rumus yang digunakan untuk menghitung kuat arus listrik untuk instalasi listrik fasa tiga adalah :

P

I = --- ... (2.2) 3 x E x Cos

(2)

Dimana :

I = Kuat arus listrik maksimum yang boleh dilewatkan (Ampere) P = Daya beban terpasang (Watt)

E = Tegangan terpasang (Volt) Cos = Faktor daya

2.1.2 Luas Penampang Kabel Instalasi Listrik

Untuk menentukan kabel yang paling cocok digunakan adalah dengan menghitung luas penampang kabel instalasi listrik.

Perlu dibedakan antara instalasi listrik fasa satu dengan fasa tiga : -Instalasi Listrik Fasa satu

Rumus yang digunakan untuk menghitung luas penampang kabel pada instalasi listrik fasa satu :

2 x L x I x Cos

A = --- ... (2.3) x

Dimana :

I = Kuat arus listrik maksimum yang boleh dilewatkan (Ampere) L = Panjang kabel (Meter)

= Hantaran kabel jenis tembaga/alluminium (ohm meter) = Rugi-rugi tegangan (Volt)

Cos = Faktor daya

-Instalasi Listrik Fasa tiga

Rumus yang digunakan untuk menghitung luas penampang kabel pada instalasi listrik fasa tiga :

(3)

x L x I x Cos

A = --- ... (2.4) x

Dimana :

I = Kuat arus listrik maksimum yang boleh dilewatkan (Ampere) L = Panjang kabel (Meter)

= Hantaran kabel jenis tembaga/alluminium (ohm meter) = Rugi-rugi tegangan (Volt)

Cos = Faktor daya

Setelah diketahui luas penampang kabel, perlu dimasukkan kedalam persamaan berikutnya untuk mengetahui jatuh tegangan/drop voltage (simbolnya : V) apakah ukuran kabel berdasarkan beban terpasang sudah sesuai. Drop voltage/jatuh tegangan sangat penting diperhitungkan, karena apabila tegangan jatuh melebihi standard (maksimum 5% sesuai PUIL) akan berdampak kerusakan pada peralatan listrik. Adapun persamaan untuk mencari jatuh tegangan atau drop voltage sebagai berikut :

V = L x I x (RCos XSin Phase... (2.5)

V = x L x I x (RCos XSin 3Phase (2.6)

Dimana :

V = Jatuh Tegangan/Drop voltage (Volt) L = Panjang kabel (km)

R = Resistansi kabel per kilo meter (ohm/km) X = Reaktansi kabel per kilo meter (ohm/km) I = Kuat Arus Listrik beban yg dihitung (Ampere)

(4)

2.2 PROSEDUR PERANCANGAN KABEL INSTALASI LISTRIK 2.2.1 Menaksir Pembebanan

Untuk perancangan sistem jaringan instalasi listrik pada suatu bangunan terlebih dahulu dilakukan penaksiran atas beban listrik keseluruhan yang akan terpasang didalam bangunan, dan setelah itu perlu ditentukan peletakan perangkat utama sistem instalasi listrik seperti : Panel Utama Tegangan Menengah jika sambungan listrik dari PLN menggunakan sambungan TM (20 kV), Transformator penurun tegangan dari tegangan 20 kV ke tegangan 380 Volt/220 Volt, Panel Distribusi Utama Tegangan Rendah sampai ke panel-panel distribusi cabang tegangan rendah.

Dalam menaksir pembebanan listrik dalam bangunan, perlu dilakukan pengelompokkan jenis beban listrik untuk mempermudah dalam perhitungannya. Kelompok-kelompok beban instalasi listrik yang biasanya terpasang dalam bangunan adalah sebagai berikut :

-Pencahayaan bangunan (instalasi lampu)

-Stop kontak untuk peralatan rumah tangga maupun untuk motor listrik kecil. -Ventilasi udara mekanis yang menggunakan sumber listrik dan pengkondisian

udara dalam bangunan (Air Conditioning/AC).

-Pompa listrik Plumbing dan Sanitari untuk sistem distribusi air bersih dalam bangunan dan sistem pembuangan air kotor/bekas.

-Transportasi vertikal seperti lift dan eskalator. -Peralatan-peralatan dapur jika terdeapat restauran. -Peralatan-peralatan elektronika.

-Pompa listrik untuk sistem pemadam kebakaran.

Salah satu contoh dalam menaksir/menghitung daya listrik seperti pada persamaan dibawah ini, dimana salah satu beban listrik yang sering digunakan dan mutlak diperlukan dalam suatu bangunan karena menyangkut aspek keselamatan manusia adalah pompa kebakaran. Dalam perhitungan pompa kebakaran perlu diketahui terlebih dahulu laju aliran air yang melalui pompa, pipa air sampai ke titik akhir, misalkan : nozzle sprinkler dan nozzle pada hydrant box Setelah

(5)

parameter tersebut diatas diketahui, kemudian dimasukkan didalam persamaan sebagai berikut : Q pompa x Pp x t x k Pm = --- ... (2.7) C x p x m Dimana :

Q pompa = Laju aliran pompa (ltr/det)

Pp = Tekanan pompa (MKA)

C = Konstanta (75 kg/dm3)

P = Rendamen/Effisiensi pompa (60%) m = Rendamen/Effisiensi motor (80%)

t = Faktor keamanan (120%)

k = Faktor konversi 1 HP = 0,746 kW

2.2.2 Menghitung Kuat Arus Listrik

Setelah beban-beban listrik dikelompokkan dan dihitung besaran bebannya, maka selanjutnya adalah menghitung kuat arus listrik untuk masing-masing kelompok beban dengan persamaan 1.1 atau 1.3 diatas.

2.2.3 Menghitung Jenis Kabel Instalasi Listrik

Berdasarkan perhitungan kuat arus listrik, selanjutnya ditentukan jenis kabel yang paling cocok, dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

-Jenis Kabel

Berdasarkan penggunaannya kabel dapat dibedakan menjadi :

Kabel Instalasi, yaitu : kabel yang digunakan untuk instalasi listrik frasa satu dengan besaran arus listrik tidak besar, seperti lampu, peralatan rumah tangga dan perlatan elektronika.

Kabel Tenaga, yaitu : kabel yang digunakan untuk distribusi beban listrik fasa tiga dengan arus yang cukup besar, seperti : pompa plumbing, sanitari, lift, eskalator,

(6)

ventilasi mekanis, AC dan juga untuk instalasi penghubung (feeder cable) antara transformator, diesel genset dengan panel distribusi utama tegangan rendah dan panel distribusi cabang tegangan rendah.

Kabel Kontrol, yaitu : kabel yang digunakan untuk interkoneksi sistem pada masing-masing beban listrik atau antara kontrol relay dimasing-masing sistem. -Luas Penampang Kabel

Untuk menentukan luas penampang kabel yang digunakan dapat dilakukan dengan pendekatan rumus seperti pada persamaan 1.3 dan 1.4, dapat juga dilakukan dengan menggunakan tabel sesuai Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL 2000) atau tabel yang dikeluarkan oleh produsen kabel seperti pada lampiran dibelakang.

2.3 PERANCANGAN SISTEM PENANGKAL PETIR 2.3.1 Umum

Instalasi penangkal petir ialah instalasi suatu sistem dengan komponen dan peralatan yang secara keseluruhan berfungsi untuk menangkap petir dan menyalurkan ketanah, sehingga semua bagian dari bangunan beserta isinya termasuk manusia yang berada didalam atau disekitar bangunan terhindar dari bahaya sambaran petir langsung.

Instalasi penangkal petir terdiri atas bagian-bagian sebagai berikut :

-Penangkal diatas tanah, ialah penghantar yang dipasang diatas atap sebagai penangkap petir, berupa elektroda logam yang dipasang dengan posisi mendatar. -Penhantar pada dinding atau didalam bangunan, sebagai penyalur arus petir

ketanah, terbuat dari tembaga, baja galvanis atau alluminium.

-Elektroda pentanahan, antara lain : elektroda pita (strip) yang ditanam ketanah dengan kedalaman minimal 0,5 s/d 1 meter dari permukaan tanah atau elektroda batang yang terbuat dari batang tembaga solid atau pipa besi yang dipasang tegak lurus kedalam tanah dengan kedalaman minimal 1 s/d 2 meter.

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan dan memasang instalasi penangkal petir adalah sebagai berikut :

(7)

-Keamanan secara teknis tanpa mengabaikan faktor estetika dari segi arsitektur yang diperlukan adalah bagaimana mendapatkan nilai perlindungan terhadap sambaran petir yang efektif.

-Ketahanan mekanis, terlus dsindung dari kerusakan akibat benturan dengan peralatan yang terpasang disekitarnya.

-Ketahanan terhadap korosi, dimana pemilihan materialnya harus disesuaikan dengan lingkungan sekitarnya.

-Bentuk dan ukuran bangunan yang dilindungi untuk menentukan berapa banyak elektroda penghantar yang dipasang.

-Faktor ekonomis.

2.3.2 Fungsi Perlindungan Penangkal Petir -Perlindungan Untuk Manusia

Bila arus listrik akibat sambaran petir mengalir melalui tubuh manusia maka organ-organ tubuh yang dilalui arus itu akan mengalami kejutan (shock) sama halnya seperti apabila tubuh manusia menyentuh peralatan listrik bertegangan. Arus tersebut dapat mempengaruhi kerja jantung dan dapat mengakibatkan terhentinya kerja jantung.

Perlu ditekankan bahwa bahaya sambaran petir pada manusia bukan saja yang disebabkan oleh sambaran langsung, kadang-kadang sambaran tidak langsung pun bisa mengakibatkan bahaya kematian. Sebab disekitar titik/tempat yang terkena sambaran akan terdapat muatan listrik dengan kerapatan muatan yang cukup besar, dimana muatan tersebut akan menyebar didalam tanah dengan arah radial. Penyebaran muatan ini akan menyebabkan adanya suatu gradien tegangan dan menimbulkan adanya tegangan langkah pada manusia atau hewan yang ada disekitar titik sambaran, yang dapat membahayakan.

Biasanya radius 15 meter dari titik sambaran dianggap sebagai daerah berbahaya tergantung pada besar arus petir yang terjadi.

-Perlindungan Untuk Bangunan

Penyebab kerusakan pada bangunan yang tidak dilindungi oleh penangkal petir akibat sambaran petir, terutama adalah besar amplitudo dari arus petir dan

(8)

kecuraman arus petir, dimana amplitudo arus petir berkisar antara 5 sampai 200 KA. Kerusakan-kerusakan pada bangunan yang trersambar dapat berupa kerusakan termis, misalnya bagian atap bangunan retak atau tembok bangunan retak atau runtuh.

Kerusakan yang amat parah biasanya diderita oleh bahan-bahan isolasi atau semi isolasi dan seberapa jauh kerusakan yang terjadi tergantung pada kondisi dari bahan-bahan itu sendiri.

Suatu instalasi penangkal petir harus dapat melindungi semua bagian dari bangunan, termasuk juga manusia yang ada didalamnya.

2.3.3 Perencanaan Penangkal Petir

Didalam perencanaan sistem penangkal petir harus diuraikan dengan jelas hal-hal sebagai berikut :

-Macam, fungsi dan bagian dari bangunan, ukuran denah bangunan, bubungan, bentuk dan kemiringan dari atap bangunan.

-Jenis dari atap bangunan, misalnya dari bahan asbes, sirap, genteng, beton, nipah, alluminium dan lain-lain.

-Jenis penangkal petir yang dipakai (lihat lampiran gambar jenis-jenis penangkal petir).

-Penghantar penyalur (penghantar tegak atau penghantar mendatar). -Sistem pentanahan/pembumian dengan sambungan dan sambungan ukur.

-Perancangan hubungan antara instalasi penangkal petir dengan pipa-pipa air, gas dan lain-lain.

2.3.4 Macam dan Jenis Sistem Penangkal Petir

Beberapa macam dan jenis sistem penangkal petir yang ada, disesuaikan dengan bentuk bangunan, ketinggian bangunan dan faktor ekonomis adalah sebagai berikut :

-Sistem Franklin Rod

Berupa kerucut tembaga dengan daerah perlindungan berupa kerucut imajiner dengan sudut puncak 1120. Agar daerah perlindungan besar, maka franklin rod

(9)

dipasang pada pipa besi dengan ketinggian 1-3 meter. Makin jauh dari franklin rod maka makin lemah perlindungannya.

-Sistem Faraday Cage

Untuk mengatasi kelemahan sistem franklin rod dari proteksi terhadap sambaran petir maka biasanya sistem franklin rod dikombinasikan dengan sistem faraday cage. Jika sistem franklin rod berupa tiang tunggal diatap bangunan maka faraday cage dipasang disekeliling bangunan dengan ketinggian lebih rendah dari franklin rod.

-Sistem Ionization Corona

Sistem ini mempunyai sifat kerja yaitu menarik petir menyambar ke kepalanya dengan cara memancarkan ion-ion keudara. Kerapatan ion makin besar bila jarak ke kepalanya semakin dekat. Pemancaran ion dapat menggunakan generator listrik atau baterai. Area perlindungan sistem ini berbentuk bola dengan radius mencapai sekitar 120 meter, dimana radius ini akan mengecil sejalan dengan usia pemasangannya. Saat ini sistem ionization corona banyak dipakai pada bangunan-bangunan tinggi, dimana istilah yang lazim dipakai adalah sistem electrostatic non radioactive.

-Sistem Radioaktif

Sistem ini merupakan sistem yang paling baik diantara sistem-sistem diatas, dimana sifat kerjanya sama dengan sistem ionization corona diatas yaitu menarik petir ke kepalanya. Tetapi saat ini penggunaan sistem radioaktif sudah dilarang penggunaannya, karena mengandung radiasi radioaktif yang dapat menggangu kesehatan manusia.

2.4 PERANCANGAN SISTEM PENCAHAYAAN

2.4.1 Umum

Cahaya adalah syarat mutlak bagi manusia agar dapat melihat segala sesuatu yang ada disekitarnya. Penggunaan cahaya matahari sebagai penghasil terang pada bangunan memiliki berbagai keterbatasan. Keterbatasan yang dimaksud adalah keterbatasan karena berhubungan dengan arsitektural bangunan, cuaca, iklim dan waktu. Sehingga akibat daripada itu mutlak diperlukan perancangan sistem

(10)

pencahayaan pada bangunan dengan menggunakan pencahayaan buatan seperti lampu. Selain untuk mendukung aktivitas manusia dalam bangunan, pencahayaan juga memiliki fungsi estetika pada suatu bangunan.

Perancangan suatu sistem pencahayaan diarahkan untuk memberikan hasil sebesar-besarnya dalam memberikan terang optimal bagi berbagai aktivitas dalam bangunan. Dan dari segi pembiayaan, efisiensi dan konservasi pembiayaan energi yang mendukung sistem pencahayaan menjadi fokus yang sangat penting.

Dalam perancangan sistem pencahayaan dikenal berbagai istilah, diantaranya sebagai berikut :

-Arus Cahaya (luminous flux) dengan satuan Lumen, adalah banyaknya satuan waktu.

-Intensitas Cahaya (luminous intensity) dengan satuan Candela, adalah kuat cahaya yang dikeluarkan oleh sebuah sumber cahaya kearah tertentu.

-Iluminan (illuminance) dengan satuan Lux atau lumen/m2, adalah besarnya arus cahaya yang datang pada satu unit bidang.

-Luminan (luminance) dengan satuan cd/m2, adalah intensitas cahaya yang dipancarkan, dipantulkan, atau diteruskan oleh satu unit bidang.

-Armatur adalah rumah lampu yang berfungsi untuk mengarahkan cahaya, melindungi lampu dan menempatkan komponen lampu.

-Renderansi warna adalah efek lampu terhadap warna obyek.

-Correlated Colour Temperatur (CCT) adalah warna cahaya lampu yang bukan merupakan indikasi efek terhadap warna benda tetapi indikasi efek suasana.

2.4.2 Cara Perhitungan Sistem Pencahayaan

Pada suatu bangunan perancangan sistem pencahayaan yang baik, dapat memberi beberapa keuntungan diantaranya :

-Peningkatan pelayanan. -Peningkatan kecermatan.

-Kesehatan manusia, terutama penglihatan. -Suasana kerja yang lebih nyaman.

(11)

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perhitungan sistem pencahayaan adalah sebagai berikut :

-Intensitas penerangan dibidang kerja.

-Intensitas penerangan umumnya dalam ruangan. -Biaya instalasinya.

-Biaya pemakaian energinya.

-Biaya pemeliharaan instalasinya antara lain biaya penggantian ke lampu-lampu. Intensitas penerangan dengan satuan “E” dinyatakan dalam satuan LUX sama dengan jumlah (m/m2 jadi flux cahaya yang diperlukan untuk suatu bidang kerja seluas A m2 = = E x A lm).

g Effisiensi = --- o

dimana : g = flux cahaya yang dipancarkan oleh semua sumber cahaya yang ada dalam ruangan.

o = flux cahaya berguna yang mencapai bidang kerja, langsung atau tidak langsung setelah dipantulkan oleh dinding dan langit-langit.

Dari effisiensi penerangan dan g = E x A lm diperoleh rumus flux cahaya : E x A

o= --- lm ... (2.8) N

dimana : A = luas bidang kerja dalam m2

E = intensitas penerangan yang diperlukan di bidang kerja efisiensi dan rendamen penerangan ditentukan oleh tabel lampu.

Penentuan flux cahaya disamping melalui perhitungan menggunakan persamaan 2.8 dapat juga menggunakan dasar flux cahaya yang dikeluarkan oleh pabrik pembuat seperti pada lampiran (katalog produk lampu merk : Phillips).

Untuk menentukan efisiensi penerangan harus diperhitungkan : -Effisiensi atau rendamen armatur (v).

(12)

-Faktor refleksi dinding (rn), faktor refleksi langit-langit (rp) dan faktor refleksi

bidang pengukuran (rm).

-Indeks ruangannya.

-Beberapa faktor-faktor refleksi berdasarkan warna dinding dan langit-langit ruangan adalah sebagai berikut :

Warna putih dan sangat muda = 0,7 Warna muda = 0,5 Warna sedang = 0,3 Warna gelap = 0,1

Untuk menentukan indeks bentuk bangunan pemasangan lampu menggunakan persamaan sebagai berikut :

p x l

k = --- ... (2.9) h ( p + l )

dimana : p = panjang ruangan dalam meter. l = lebar ruangan dalam meter. h = tinggi ruangan dalam meter.

Setelah indeks bangunan diketahui, kemudian menentukan utilitas faktor fungsi dari jenis lampu dengan menggunakan persamaan berikut ini :

k – k1

uf = u1 + --- (u2 – u1) ... (2.10)

k2 – k1

dimana : uf = utilitas faktor

k1 & k2 = indeks bangunan

u1 & u2 = koefisien jenis lampu berdasarkan tabel produk lampu.

Dan selanjutnya menentukan kuat cahaya (Lux) suatu ruangan dinyatakan dalam persamaan berikut ini :

(13)

0 x uf x d

E = --- (Lux) ... (2.11) P x l

Dimana :

Uf = Utilitas faktor fungsi dari jenis lampu p = Panjang ruangan dalam meter

l = Lebar ruangan dalam meter h = Tinggi ruangan dalam meter E = Kuat penerangan dalam lux 0 = Luminous flux dalam lumen

d = Maintenance faktor = 0,8

2.5 KOREKSI FAKTOR DAYA LISTRIK

Sebuah sumber listrik AC mengeluarkan energi listrik dalam bentuk energi “aktif” dan energi “reaktif”. Energi Aktif (dinyatakan dalam kW) adalah energi yang diperlukan untuk ditransformasikan/diubah ke bentuk energi yang lain, misalnya : energi mekanik, panas, cahaya, dsb. Sedangkan Energi Reaktif (dinyatakan dalam kVAR) diperlukan oleh peralatan yang bekerja dengan sistem elektromagnet, yaitu untuk pembentukan medan magnetnya. Peralatan yang dimaksud seperti : Trafo, Motor, Lampu Pijar, dsb.

Kedua energi diatas membentuk daya total yang disebut dengan daya nyata (dinyatakan dalam kVA). Daya nyata ini merupakan penjumlahan vektor dari daya aktif dan daya reaktif. Hubungan ketiga jenis energi ini dapat kita gambarkan sebagai berikut :

(14)

Jika Daya Nyata : S = 3 U I Cos Daya Aktif (kW) : P = 3 U I Cos Daya Reaktif (kVAR) : Q = 3 U I Sin _______ Daya Nyata (kVA) : S = P2 + Q2

Dimana : U = Tegangan Antar Fasa ; I = Arus Jaringan

Faktor daya (cos ) adalah perbandingan antara daya aktif (kW) dengan daya nyata (kVA). Sebuah instalasi listrik akan semakin optimum, baik dari segi teknis maupun ekonomis, jika nilai faktor dayanya mendekati/mencapai nilai “1”.

Di Indonesia, PLN membebankan biaya kelebihan pemakaian KVARh pada pelanggan, jika faktor daya rata-rata bulanannya (cos ) kurang dari 0,85 induktif. Hal ini terjadi bila pemakaian KVARh total selama sebulan, lebih besar dari 0,62 kali pemakaian KWh total (LWBP + LBP). Untuk memperhitungkan denda ini dapat dipakai rumus dibawah ini :

kVARh yang kena denda = kVARh terpakai – (0,62 x kWh total terpakai) Untuk memperbaiki faktor daya sehingga tidak perlu membayar denda adalah

dengan menambahkan kapasitor pada jaringan instalasi listrik. Penggunaan kapasitor pada jaringan instalasi listrik, dapat memberi berbagai keuntungan, diantaranya :

a. Memaksimalkan pemakaian daya listrik yang tersedia pada trafo. b. Optimasi pada jaringan instalasi listrik, seperti :

- Ukuran kabel bisa diperkecil. - Penurunan jatuh tegangan.

- Penurunan rugi-rugi akibat efek Joules.

- Peningkatan kemampuan jaringan dalam menyalurkan daya listrik. c. Mengurangi kenaikan arus/suhu pada kabel.

Pada aplikasi gedung dengan kapasitas daya listriknya cukup besar memerlukan banyak kapasitor dan dalam istilahnya disebut Capacitor Bank.

Perhitungan daya reaktif harus dilakukan dengan cermat, karena jika kelebihan kompensasi justru akan menyebabkan jaringan menjadi kapasitif. Hal ini dapat

(15)

menyebabkan meningkatnya suhu pada jaringan, arus dan tegangannya pun meningkat.

Metode perhitungan atau mencari berapa besar kompensasi atau kapasitor disamping dilakukan dengan perhitungan, dapat pula dengan menggunakan tabel (seperti pada lampiran).

2.6 SISTEM PROTEKSI PADA JARINGAN LISTRIK TEGANGAN RENDAH 2.6.1 Umum

Suatu perancangan sistem instalasi listrik tegangan rendah harus memperhitungkan faktor-faktor gangguan yang biasanya terjadi. Jenis-jenis gangguan pada instalasi listrik tegangan rendah, diantaranya :

-Beban lebih (overload) terjadi karena pemakaian arus beban melebihi arus nominal dari peralatan proteksi.

-Hubung pendek/singkat (short circuit) terjadi karena arus antar fasa terhubung sehingga korsleting dimana arus gangguanni sangat tinggi dan bisa menyebakan terjadi kebakaran jika seandainya peralatan proteksi tidak sanggup menahan arus gangguan tersebut.

-Tegangan Lebih (over voltage) terjadi akibat beda potensial antar peralatan, dimana gangguan ini bisa menyebabkan kerusakan pada peralatan tersebut jika kenaikan tegangan melampaui batas tegangan kerja.

-Tegangan Jatuh (drop voltage) terjadi karena ukuran penghantar/kabel kecil. -Gangguan Tanah (earth fault) juga terjadi akibat beda potensial antara peralatan

dan pentanahan, sehingga tegangan lebih tidak dapat disalurkan ke tanah.

-Gangguan antar fasa (phase failure) terjadi akibat beda pembebanan yang cukup signifikan antar fasa tersebut.

2.6.2 Perancangan Sistem Proteksi

Keselamatan, keamanan dan ketersediaan tenaga listrik merupakan persyaratan utama instalasi listrik. Gangguan-gangguan diatas dapat diatasi jika dalam perancangan instalasi listrik harus memperhitungkan penggunaan peralatan

(16)

proteksi yang tepat, disamping perhitungan yang matang dalam menentukan besaran instalasi kabel terhadap beban yang terpasang.

Beberapa peralatan proteksi yang biasanya dipakai dalam instalasi listrik tegangan rendah, meliputi :

a. Sakelar Pemutus Sirkit Listrik

Fungsi-fungsi sakelar pemutus sirkit listrik pada jaringan tegangan listrik tegangan rendlah adalah sebagai berikut :

- Proteksi, yaitu melindungi sirkit dari gangguan beban lebih, hubung pendek, gangguan isolasi yang dapat membahayakan manusia.

- Isolasi, yaitu untuk memisahkan sirkit atau gawai (device) listrik dari instalasi listrik lainnya, sehingga menjamin keamanan dalam operasional.

- Kontrol, yaitu untuk melakukan perintah-perintah operasional yang berhubungan antar kerja beberapa perlatan yang dirancang.

Beberapa jenis sakelar pemutus sirkit listrik yang sudah biasa kita kenal adalah sebagai berikut :

- MCB (Miniatur Circuit Breaker)

- MCCB (Moulded Case Circuit Breaker) - ACB (Air Circuit Breaker)

- LBS (Load Break Switch), dimana untuk fungsi proteksi biasanya dipadukan dengan Fuse.

- Contactor.

- ELCB (Earth Leakage Circuit Breaker).

Pada aplikasinya sakelar pemutus sirkit listrik harus dapat menutup dan membuka sirkit pada arus sampai dengan kapasitas pemutusannya (breaking capacity). Dan pemilihan jenis sakelar pemutus sirkit listrik sebaiknya harus sesuai standard yang berlaku, dimana yang lazim dipakai untuk industri adalah Standard IEC 60947-2. Kesesuaian pemilihan sakelar pemutus sirkit listrik dengan Standard IEC 60947-2 merupakan suatu jaminan atas semua resiko dalam penggunaan pemutus sirkit di industri. Jenis-jenis sakelar pemutus sirkit listrik dapat dilihat pada lampiran.

(17)

b. Arus Hubung Pendek

Gangguan hubungan pendek (short circuit) pada penyulang dapat terjadi di jaringan listrik mulai sisi atas (tegangan menengah), transformator, kabel, rel, sakelar pemutus sirkit listrik, sampai ke peralatan seperti : motor listrik, lampu, dsb.

Formula perhitungan arus hubung pendek dalam kaitannya dengan pemilihan besaran rel, kabel dan sakelar pemutus sirkit dapat dilakukan dengan persamaan sebagai berikut :

- Mengetahui terlebih dahulu harga Resistansi (R) dan Reaktansi (X) mulai dari sisi atas (upstream) sampai ke sisi bawah (downstream), dengan menggunakan brosur produk kabel, seperti pada lampiran-1.

- Setelah harga tersebut dikertahui, kemudian memasukkan dalam persamaan : Tahap-1 : Pada jaringan sisi atas (upstream), mulai dari sisi tegangan

menengah 20 kV adalah : Nilai Resistansi R1 (mOhm)

R1 = Z1 Cos 10-3 ... (2.12)

Nilai Reaktansi X1 (mOhm)

X1 = Z1 Cos 10-3 ... (2.13)

dimana : Cos = 0,15 ; Sin = 0,98; U = 400 Volt ; P = Daya hubung pendek pada jaringan sisi atas (500 MVA) ; U2

Z1 = ---

P Tahap-2 : Pada sisi Transformator adalah :

Nilai Resistansi R2 (mOhm)

Wc x U2 x 10-3

R2 = --- ... (2.14)

(18)

Nilai Reaktansi X2 (mOhm)

__________

X2 = (Z22 + R22 ) ... (2.15)

dimana Z2 = Impedansi trafo (%)

S = Daya semu Transformator (kVA)

Wc = Rugi-rugi belitan pada transformator (watt) Usc = Tegangan hubung pendek trafo (%)

Tahap-3 : Pada sisi Kabel Penghantar dari Trafo ke Panel Utama Tegangan Rendah (LVSB) adalah :

Nilai Resistansi R3 (mOhm)

L

R3 = --- ... (2.16)

D

Nilai Reaktansi X3 (mOhm)

L

X3 = K--- ... (2.17)

D

Dimana : = Konstanta kabel penghantar (tembaga = 22,5 dan alluminium = 36)

L = Panjang kabel penghantar (km) D = Luas penampang kabel (mm2)

K = koefisien kabel (kabel tiga fasa = 0,08 dan satu fasa = 0,12)

(19)

Tahap-3 : Pada Jaringan sisi bawah (down stream) mulai dari Panel Utama Tegangan Rendah (LVSB) sampai ke sisi panel distribusi akhir tegangan rendah adalah :

U

ISC = ... (2.18)

3 . ( Rt2 + Xt2 )

Dimana : Isc = Arus Hubung Pendek (kA)

U = Tegangan Pengenal antar fasa dari transformator dalam kondisi tanpa beban (400 volt untuk 3 fasa dan 230 untuk 1 fasa)

Rt = Resistansi total mulai dari sisi jaringan atas (mOhm) Xt = Reaktansi total mulai dari sisi jaringan atas (mOhm)

c. Sistem Pembumian (Grounding System)

Pada PUIL 2000 dan Standard IEC 60364 didefinisikan 3 jenis sistem pembumian pada instalasi listrik, yaitu :

- Sistem TT adalah sistem dimana titik netral pada transformator tegangan rendah dibumikan, dan terpisah dengan bagian konduktif dari beban listrik. - Sistem TN adalah sistem dimana titik netral pada transformator tegangan

rendah dapat digabung dengan bagian konduktif dari beban listrik.

- Sistem IT adalah sistem dimana titik netral pada transformator tegangan rendah tidak dibumikan, sedangkan bagian konduktif beban listrik harus dibumikan.

Filosofi standard-standard sistem pembumian diatas bertujuan untuk memperhitungkan nilai tegangan sentuh (Uc) yang diakibatkan oleh gangguan isolasi pada setiap sistem pembumian.

Beberapa karakteristik dari sistem pembumian diatas, sebagai berikut :

- Sistem TT, gangguan isolasi dapat menimbulkan tegangan sentuh yang berbahaya, dimana arus gangguan dibatasi oleh resistansi pembumian dan

(20)

nilainya biasanya lebih rendah daripada setelan ambang trip gawai proteksi hubung pendek (Id = beberapa A).

- Sistem TN mempunyai 2 jenis sistem, yaitu : TN-C dan TN-S, gangguan isolasi menimbulkan tegangan sentuh yang berbahaya, arus gangguan (Id) yang diakibatkan oleh gangguan isolasi dapat dibandingkan dengan hubung pendek fasa-netral (Id = beberapa kA), dan arus gangguan mengalir kembali melalui konduktor PE, sehingga impedansi cincin gangguan (fault loop impedance) harus dikendalikan.

- Sistem IT, pada gangguan pertama (Id < 1 A) tegangan sentuh yang terjadi tidak berbahaya dan instalasi tetap akan berjalan, tetapi gangguan harus segera diisolasi dan disingkirkan, dan perlu dipasang alat monitor seperti Permanent Isolation Monitor (PIM) untuk memberi tanda jika terjadi gangguan isolasi.

Referensi

Dokumen terkait

Merek, Kualitas Layanan dan Promosi Terhadap Kepuasan Pelanggan Dengan Memperhatikan Strategi Bersaing Sebagai Variabel Intervening Pada Konsumen Pegipegi.com, maka

Sifat-sifat magnetik suatu bahan bergantung pada struktur atomnya. Para ilmuwan mengetahui bahwa, atom memiliki sifat-sifat magnetik. Sifat-sifat magnetik tersebut

Dalam blog ini diberikan beberapa contoh perhitungan struktur jembatan beton prategang mulai dari struktur atas yang terdiri dari slab lantai jembatan dan girder

Efektivitas media setelah direvisi berdasarkan saran dari pakar, maka produk yang dihasilkan berupa media pembelajaran interaktif pada mata pelajaran

Kitab Methoda Al-Qotru merupakan kitab ilmu falak yang digunakan di kalangan LFNU Kabupaten Blitar. Bahasa pengantar kitab ini bukanlah bahasa Arab seperti

2. Pada contoh tanah yaitu Nematoda jenis Nematoda A, Nematoda C, Nematoda D, Nematoda E, Nematoda I, Nematoda K. Pada contoh akar dan tanah nematoda yang ditemukan yaitu Nematoda H,

WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah,pus) dari

Penurunan nilai COD yang tinggi pada lindi setelah mengalami fotodegradasi akibat penggunaan katalis yang terimobilisasi pada plat kaca (seperti yang disajikan dalam