• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISASI PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR ATAS ALJABAR SUPERTROPICAL - ITS Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KARAKTERISASI PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR ATAS ALJABAR SUPERTROPICAL - ITS Repository"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS – SM 142501

KARAKTERISASI PENYELESAIAN SISTEM

PERSAMAAN LINEAR ATAS ALJABAR

SUPERTROPICAL

Dian Yuliati

NRP. 1214 201 002

DOSEN PEMBIMBING Dr. Subiono, M.S.

PROGRAM MAGISTER JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

(2)

THESIS – SM 142501

CHARACTERIZATION OF THE SOLUTIONS OF

SYSTEM OF LINEAR EQUATIONS OVER

SUPERTROPICAL ALGEBRA

Dian Yuliati

NRP. 1214 201 002

SUPERVISOR Dr. Subiono, M.S.

MASTER’S DEGREE

DEPARTMENT OF MATHEMATICS

FACULTY OF MATHEMATICS AND NATURAL SCIENCES SEPULUH NOPEMBER INSTITUTE OF TECHNOLOGY SURABAYA

(3)

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR NOTASI... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Batasan Masalah ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI ... 5

2.1 Penelitian Terdahulu ... 5

2.2 Semiring ... 6

2.3 Aljabar Max-Plus... 8

2.3.1 Matriks atas Aljabar Max-Plus ... 10

2.3.2 Penjumlahan Matriks ... 10

2.3.3 Perkalian Matriks... 11

2.3.4 Perpangkatan Matriks ... 12

2.3.5 Transpose Matriks ... 13

2.3.6 Matriks Identitas ... 13

2.4 Aljabar Tropical ... 13

2.5 Perluasan Aljabar Tropical ... 14

2.6 Aljabar Supertropical ... 16

2.6.1 Semiring dengan Ghost ... 16

2.6.2 Semiring Supertropical ... 16

2.6.3 Relasi Ghost Surpass ... 17

2.7 Matriks atas semiring Supertropical... 18

2.7.1 Penjumlahan Matriks ... 18

(4)

x

2.7.3 Perpangkatan Matriks ... 20

2.7.4 Transpose Matriks ... 21

2.7.5 Determinan ... 22

2.7.6 Minor dan Adjoint ... 22

2.7.7 Matriks Non Singular dan Singular ... 23

2.7.8 Matriks Pseudo-Zero ... 24

2.7.9 Matriks Identitas ... 25

2.7.10 Pseudo-Invers Matriks ... 25

2.7.11 Matriks Invertibel ... 28

2.8 Sistem Persamaan Linear atas Aljabar Max-Plus... 29

2.8.1 Sistem Persamaan Linear Aljabar Max-Plus... 29

2.8.2 Karakterisasi Penyelesaian Sistem Persamaan Linear atas Aljabar Max-Plus... 34

2.9 Sistem Persamaan Linear atas Aljabar Supertropical ... 43

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 45

BAB 4 PEMBAHASAN ... 47

4.1 Karakterisasi Penyelesaian Sistem Persamaan Linear Tak Homogen atas Aljabar Supertropical ... 47

4.2 Karakterisasi Penyelesaian Sistem Persamaan Linear Homogen atas Aljabar Supertropical ... 71

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN ... 81

5.1 Simpulan ... 81

5.2 Saran ... 81

(5)

xi

DAFTAR NOTASI

𝑅𝑚𝑎𝑥 : Aljabar Max-plus

◊ : Akhir Contoh

□ : Akhir Definisi

■ : Akhir Teorema dan Lemma

∈ : Anggota

1R : Elemen identitas pada semiring 𝑅 0R : Elemen nol pada semiring 𝑅

∪ : Gabungan

ℝ : Himpunan bilangan real

𝑀𝑛(𝑅) : Himpunan matriks ukuran 𝑛 × 𝑛 dengan entri matriks anggota 𝑅 ℝ𝑣 : Himpunan dengan anggotanya elemen ghost pada extended

semiring tropical

𝒯 : Himpunan dengan anggotanya elemen tangible pada aljabar supertropical

𝒢 : Himpunan dengan anggotanya elemen ghost pada aljabar supertropical

𝒢0 : Ideal ghost

𝑎𝑣 : Nilai a pada pemetaan ghost

𝑣 : Pemetaan ghost

⊨ : Relasi ghost surpass pada 𝑅 𝑅 : Semiring supertropical

⨁ : Operasi max

⊗ : Operasi plus

(6)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan Rahmat, Taufiq, dan Hidayah-Nya, serta junjungan Beliau

Rasulullah SAW atas suri teladan yang dibawanya sehingga penulis dapat

menyelesaikan Tesis yang berjudul “Karakterisasi Penyelesaian Sistem Persamaan Linear Atas Aljabar Supertropicalini tepat pada waktunya. Tesis ini merupakan sebagian persyaratan kelulusan dalam memperoleh gelar Magister

di Program Studi Magister Matematika, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh

Nopember.

Penyusunan Tesis ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan, dan dukungan

moral maupun spiritual dari banyak pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu, Bapak, beserta keluarga tercinta yang selalu memberikan dukungan,

doa, dan motivasi agar penulis dapat menyelesaikan Tesis ini.

2. Prof. Ir. Joni Hermana, M.Sc.ES., Ph.D. selaku Rektor Institut Teknologi

Sepuluh Nopember Surabaya.

3. Prof. Ir. Djauhar Manfaat, M.Sc., Ph.D. selaku Direktur Program

Pascasarjana Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

4. Dr. Imam Mukhlash, M.T., selaku Ketua Jurusan Matematika Institut

Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

5. Dr. Subiono, M.S., selaku Koordinator Program Studi Pascasarjana

Matematika dan juga dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu

untuk membimbing, memberikan masukan dan mendorong penulis dalam

menyelesaikan Tesis ini.

6. Dr. Haryanto, M.Si., selaku dosen wali yang telah memberikan motivasi,

arahan, dan bimbingan selama penulis menempuh kuliah.

7. Bapak / Ibu Dosen penguji yang telah memberikan masukan dan juga

(7)

viii

8. Seluruh dosen Matematika yang telah memberikan bekal dan ilmu

pengetahuan serta staf administrasi Program Studi Magister Matematika

atas segala bantuannya.

9. Sahabat penulis lainnya atas semua bantuan, semangat, dan dukungannya

selama proses penulisan Tesis ini.

10. Keluarga besar Pascasarjana Matematika ITS 2014, dan semua pihak yang

telah membantu proses penulisan Tesis ini yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu. Terima kasih.

Semoga Allah SWT memberikan anugerah dan karunia-Nya kepada semua pihak

yang telah membantu menyelesaikan Tesis ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tesis ini masih banyak

kekurangan, sehingga kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk

perbaikan kedepannya. Kritik dan saran bisa dikirim melalui email penulis

dian.yuliati2014@gmail.com. Akhirnya semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi

pembaca, khususnya mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Surabaya, Januari 2016

(8)
(9)

iii

KARAKTERISASI PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN

LINEAR ATAS ALJABAR SUPERTROPICAL

Nama Mahasiswa : Dian Yuliati

NRP : 1214 201 002

Dosen Pembimbing : Dr. Subiono, M.S.

ABSTRAK

Aljabar tropical adalah semiring idempotent sekaligus semifield. Salah satu contoh dari aljabar tropical yang memiliki struktur semiring idempoten sekaligus semifield yaitu aljabar max-plus. Aljabar max-plus didefinisikan sebagai ℝmax = (ℝ𝜀,⊕,⊗), dimana ℝ𝜀 = ℝ ∪ {−∞} dengan ℝ adalah semua bilangan real, 𝜀 ≝ −∞ , 𝑎⨁𝑏 ≝ max{𝑎, 𝑏} dan 𝑎 ⊗ 𝑏 ≝ 𝑎 + 𝑏 untuk setiap 𝑎, 𝑏 ∈ ℝ𝜀. Berbeda dengan aljabar linear biasa, aljabar max-plus tidak mempunyai elemen invers terhadap operasi ⊕. Hal ini yang menyulitkan untuk menyelesaikan sistem persamaan linear 𝐴 ⊗ 𝒙 = 𝒃 di ℝmax. Oleh karena itu dikonstruksikan struktur baru yang merupakan perluasan dari ℝmax yang disebut extended semiring tropical yang dinotasikan sebagai 𝕋 = ℝ ∪ {−∞} ∪ ℝ𝑣dimana ℝ𝑣−∞= ℝ𝑣∪ {−∞} disebut ideal dari 𝕋, 𝑣 ∶ 𝕋 → ℝ−∞𝑣 disebut pemetaan ghost yang memenuhi 𝑣(𝑎) = 𝑎, ∀𝑎 ∈ ℝ−∞𝑣 dan 𝑣(𝑎) = 𝑎𝑣,∀𝑎 ∈ ℝ . Secara lebih umum perluasan dari aljabar tropical dinamakan aljabar supertropical. Oleh karena itu dapat digeneralisasikan penyelesaian sistem persamaan linear menggunakan relasi ghost surpass ⊨. Dengan relasi ghost surpass penyelesaian sistem persamaan 𝐴 ⊗ 𝒙 = 𝒃 akan diperlemah menjadi 𝐴 ⊗ 𝒙 ⊨ 𝒃. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sistem persamaan linear tak homogen 𝐴 ⊗ 𝒙 ⊨ 𝒃 atas aljabar supertropical mempunyai solusi tangible yang tunggal jika dan hanya jika |𝐴| ∈ 𝒯 dan (adj(A) ⊗ 𝒃) ∈ 𝒯0𝑛 , serta mempunyai penyelesaian tidak tunggal jika dan hanya jika |𝐴| ∈ 𝒢0 ≠ 𝜀 atau (adj(A) ⊗ 𝒃) ∉ 𝒯0𝑛 . Sedangkan sistem persamaan linear homogen 𝐴 ⊗ 𝒙 ⊨ 𝜺 atas aljabar supertropical mempunyai penyelesaian trivial jika dan hanya jika |𝐴| ∈ 𝒯 dan mempunyai penyelesaian tak trivial jika dan hanya jika |𝐴| ∈ 𝒢0 ≠ 𝜀.

(10)

v

CHARACTERIZATION OF THE SOLUTION OF SYSTEM OF

LINEAR EQUATIONS OVER SUPERTROPICAL ALGEBRA

Name : Dian Yuliati

Student Identity Number : 1214 201 002

Supervisor : Dr. Subiono, M.S.

ABSTRACT

Tropical algebra is idempotent semirings and semifields. Max-plus algebra is one of many idempotent semirings and semifields. Max-plus algebra is defined as ℝmax = (ℝ𝜀,⊕,⊗), where ℝ𝜀 = ℝ ∪ {−∞} with ℝ is the set of real numbers,

𝜀 ≝ −∞ , 𝑎⨁𝑏 ≝ max{𝑎, 𝑏} and 𝑎 ⊗ 𝑏 ≝ 𝑎 + 𝑏 for every 𝑎, 𝑏 ∈ ℝ𝜀. In contrast to conventional linear algebra, there are no inverse elements with respect to ⊕ in

ℝmax.It also causes difficulty when solving linear systems of equations 𝐴 ⊗ 𝒙 =

𝒃. Therefore a new structure that generalizes max-plus algebra is constructed and it is called extended tropical semiring, denoted as 𝕋 = ℝ ∪ {−∞} ∪ ℝ𝑣 where

ℝ−∞𝑣 = ℝ𝑣∪ {−∞} is called ideal of 𝕋, 𝑣 ∶ 𝕋 → ℝ−∞𝑣 is called the ghost map satisfying 𝑣(𝑎) = 𝑎, ∀𝑎 ∈ ℝ𝑣 and 𝑣2(𝑎) = 𝑣(𝑎),∀𝑎 ∈ 𝕋. Generally, the extension of tropical algebra is called supertropical algebra. Therefore we can generalize the method to solve system of linear equations using ghost surpass relation, then system of linear equations 𝐴 ⊗ 𝒙 = 𝒃 will be weakened 𝐴 ⊗ 𝒙 ⊨ 𝒃. Based on the results of the study showed that characterization of the solution of 𝑛 × 𝑛 non-homogeneous system of linear equations 𝐴 ⊗ 𝑥 ⊨ 𝑏 over supertropical algebra has a unique solution if only if |𝐴| ∈ 𝒯 and (adj(A) ⊗ 𝑏) ∈ 𝒯0𝑛 . Moreover, it has an infinite numbers of solutions if only if |𝐴| ∈ 𝒢0 ≠ 𝜀 or (adj(A) ⊗ 𝒃) ∉ 𝒯0𝑛 . While for characterization of the solution of 𝑛 × 𝑛 system homogeneous of linear equations

𝐴 ⊗ 𝑥 ⊨ 𝜀 over supertropical algebra has a trivial solution if and only if |𝐴| ∈

𝒯 and a non-trivial solution if and only if |𝐴| ∈ 𝒢0 ≠ 𝜀.

(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

END

1.1 Latar Belakang

Aljabar tropical merupakan salah satu bidang dalam matematika yang telah

berkembang selama satu dekade terakhir. Aljabar tropical dipelopori oleh ahli

matematika dan komputer Imre Simon, seorang peneliti dari Brazil pada tahun

1980an [1]. Aljabar tropical adalah semiring idempotent sekaligus semifield. Salah

satu contoh dari aljabar tropical yang memiliki struktur semiring idempoten

sekaligus semifield yaitu aljabar max-plus [2].

Dalam papernya, Izhakian (2009) memperkenalkan struktur baru yang

merupakan perluasan dari aljabar max-plus yang disebut extended semiring tropical [3]. Perluasan tersebut muncul untuk mengatasi kesulitan dalam mempelajari polinomial atas aljabar max-plus sehingga dibutuhkan struktur baru yang lebih luas

yang mencakup aljabar max-plus. Secara lebih umum perluasan dari aljabar tropical

dinamakan aljabar supertropical. Karena aljabar supertropical merupakan kajian

yang relatif baru, maka berbagai penelitian mengenai aljabar supertropical terus

dilakukan.

Pada tahun 2010, Izhakian dan Rowen dalam penelitian yang berjudul

“Supertropical Algebra” membahas tentang faktorisasi polinomial atas aljabar supertropical, penelitian ini menjelaskan bahwa setiap polinomial dapat difaktorkan

dalam bentuk linier maupun kuadrat [4]. Pada tahun yang sama, Izhakian dkk dalam

penelitian berjudul “Supertropical Linear Algebra” membahas tentang dasar teori atas aljabar supertropical yang sifat-sifatnya didapatkan dari aljabar linier dengan

memanfaatkan relasi ghost surpasses [5]. Masih pada tahun yang sama, Izhakian

dan Rowen dalam penelitian “Supertropical Polynomial and Resultant” membahas

mengenai polinomial relatif prima atas aljabar supertropical [6].

Pada tahun 2011, Izhakian dan Rowen melakukan penelitian yang berjudul

Supertropical Matrix Algebra”, penelitian tersebut membahas tentang teori

(12)

2

|𝐴 ⊗ 𝐵| = |𝐴| ⊗ |𝐵| [7]. Kemudian penelitian berlanjut pada “Supertropical Matrix Algebra II” yang membahas eksistensi adj 𝐴 dari matriks non singular

sehingga didapatkan pseudo-invers kanan dan pseudo-invers kiri yang tunggal

sehubungan dengan matriks pseudo-identitas yang bersesuaian dengan 𝐴, selain itu

juga dibahas sifat adjoint dan penerapannya untuk menghitung vektor eigen atas

aljabar supertropical [8]. Pada tahun yang sama, penelitian berlanjut pada

Supertropical Matrix Algebra III: Powers of Matrices and Their Supertropical Eigenvalues” yang membahas mengenai teori matriks atas aljabar supertropical,

polinomial karakteristik serta dekomposisi Jordan dan nilai eigen dari matriks atas

aljabar supertropical [9]. Masih pada tahun yang sama, Izhakian dkk

mengembangkan penelitian pada teori valuasi atas aljabar supertropical diantaranya

berjudul “Supertropical Semirings and Supervaluations”, “Dominance and Transmissions in Supertropical Valuation Theory”, Monoid Valuations and Value

Ordered Supervaluations”dan “A Glimpse on Supertropical Valuation Theory”.

Pada tahun 2012, Izhakian dkk dalam penelitian yang berjudul “Dual

Spaces and Bilinear Forms in Supertropical Linear Algebra” membahas tentang

ruang dual dan bentuk bilinear atas aljabar supertropical [10]. Pada tahun yang

sama, Adi Niv melakukan penelitian berjudul “Factorization of Supertropical Matrices” yang membahas mengenai faktorisasi matriks atas aljabar supertropical,

didapatkan bahwa tidak semua matriks non singular atas aljabar supertropical bisa

difaktorkan menjadi matriks-matriks elementer [11]. Pada tahun 2013, Izhakian

dkkmelakukan penelitian yang berjudul “Supertropical Monoids : Basics and

Canonical Factorization” membahas mengenai monoid supertropical dan valuasi

yang digunakan dalam teori matriks dan geometri tropical [12]. Selanjutnya, pada

tahun 2014 Adi Niv dalam penelitian berjudul “Characteristic Polynomial of

Supertropical Matrices” membahas mengenai polinomial karakteristik serta nilai

eigen atas aljabar supertropical [13].

Pada tahun 2015, Izhakian dkk melakukan penelitian “Supertropical

Quadratic Forms I” yang menjelaskan mengenai bentuk kuadratik pada modul atas semiring supertropical [14], kemudian penelitian tersebut berlanjut pada

(13)

3

salah satu bagian disertasinya yang berjudul “On Pseudo-Inverses of Matrices and Their Characteristic Polynomials in Supertropical Algebra” membahas mengenai

matriks pseudo-invers atas aljabar supertropical, polinomial karakteristik dan nilai

eigen dari matriks pseudo-invers atas aljabar supertropical [16], akan tetapi dalam

penelitian tersebut belum dibahas pengembangannya pada sistem persamaan linear.

Sistem persamaan linear merupakan salah satu permasalahan penting dalam

matematika karena sebagian besar masalah matematika yang dijumpai dalam

aplikasi ilmiah maupun industri melibatkan penyelesaian sistem persamaan linear.

Dalam aljabar linear telah diketahui bahwa sistem persamaan linear terbagi

menjadi sistem persamaan linear homogen dan tak homogen. Suatu sistem

persamaan linear dalam keterkaitannya dengan solusi, mempunyai tiga

kemungkinan diantaranya mempunyai solusi tunggal, solusi banyak dan tidak

mempunyai solusi. Keberadaan solusi ini sangat tergantung dari sistem persamaan

linear itu sendiri. Sebagai pengembangan dari teori matriks aljabar supertropical

maka pada penelitian ini akan dilakukan pembahasan mengenai karakterisasi

penyelesaian sistem persamaan linear tak homogen dan sistem persamaan linear

homogen atas aljabar supertropical.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, pokok permasalahan

yang dikaji dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Bagaimana karakterisasi penyelesaian sistem persamaan linear tak homogen

atas aljabar supertropical ?

2. Bagaimana karakterisasi penyelesaian sistem persamaan linear homogen atas

aljabar supertropical ?

1.3 Batasan Masalah

Agar permasalahan dalam penelitian ini dapat terfokus dan sesuai dengan

waktu yang direncanakan, maka perlu dilakukan pembatasan masalah. Batasan yang

(14)

4 1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah

sebagai berikut.

1. Menentukan karakterisasi penyelesaian sistem persamaan linear tak homogen

atas aljabar supertropical.

2. Menentukan karakterisasi penyelesaian sistem persamaan linear homogen

atas aljabar supertropical.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Sebagai salah satu referensi bagi peneliti yang berminat mengembangkan

penelitian khususnya mengenai sistem persamaan linear atas aljabar

supertropical.

(15)

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

Pada bab ini dijelaskan mengenai kajian pustaka dan landasan teori yang berkaitan dengan penelitian. Kajian pustaka dan landasan teori tersebut meliputi definisi yang menjadi dasar dalam pembahasan pada bab selanjutnya. Pada definisi-definisi tersebut akan diberikan contoh untuk mempertegas maksud dari definisi-definisi tersebut. Bagian pertama pada bab ini akan dibahas mengenai penelitian terdahulu, selanjutnya akan dibahas mengenai semiring, aljabar max-plus, aljabar tropical, aljabar supertropical, matriks atas semiring supertropical dan sistem persamaan linear atas aljabar supertropical.

1.1

Penelitian Terdahulu

Aljabar max-plus merupakan suatu struktur aljabar (ℝ𝜀 ⊕,⊗ ) yang tidak

mempunyai elemen invers terhadap operasi ⊕. Dengan kata lain jika 𝑎 ∈ ℝ𝜀 maka

tidak ada 𝑏 ∈ ℝ𝜀 sehingga 𝑎 ⊕ 𝑏 = 𝑏 ⊕ 𝑎 = 𝜀 , kecuali jika 𝑎 = 𝜀 dengan 𝜀 adalah

elemen nol. Selanjutnya, Izhakian (2009) dalam jurnal Communications in Algebra

melakukan penelitian yang berjudul “Tropical Arithmetic and Matrix Algebra”, penelitian tersebut secara khusus memperkenalkan struktur baru yang merupakan perluasan dari aljabar max-plus yang disebut extended semiring tropical [3]. Selanjutnya, perluasan dari aljabar tropical secara umum dinamakan aljabar

supertropical. Aljabar supertropical merupakan teori yang relatif baru. Sampai saat ini penelitian mengenai aljabar supertropical telah mengalami perkembangan. Berikut beberapa penelitian mengenai aljabar supertropical diantaranya Izhakian dan Rowen (2010) dalam Advances in Mathematics meneliti tentang “Supertropical Algebra”. Jurnal tersebut menjelaskan dasar-dasar teori atas aljabar supertropical

serta faktorisasi polinomial atas aljabar supertropical yaitu setiap polinomial atas aljabar supertropical dapat difaktorkan baik dalam bentuk linier maupun kuadrat

(16)

6

Selanjutnya Izhakian dan Rowen (2011) dalam Israel Journal Mathematics melakukan penelitian yang berjudul “Supertropical Matrix Algebra. Jurnal tersebut membahas mengenai teori matriks atas aljabar supertropical yaitu jika |𝐴| dan |𝐵| keduanya tangible maka |𝐴 ⊗ 𝐵| = |𝐴| ⊗ |𝐵|, selain itu |𝐴|

adalah elemen ghost jika baris atau kolom dari 𝐴 bergantung linier [7]. Masih pada tahun 2011, Izhakian dan Rowen dalam “Supertropical Matrix Algebra II”, Israel Journal Mathematics secara khusus membahas mengenai eksistensi adj 𝐴 dari matriks non singular sehingga didapatkan pseudo-invers kanan dan pseudo-invers kiri yang tunggal sehubungan dengan matriks pseudo-identitas yang bersesuaian dengan 𝐴. Selain itu juga dibahas sifat adjoint dan penerapannya untuk menghitung vektor eigen atas aljabar supertropical [8]. Selanjutnya peneliti lain yaitu Adi Niv (2015) dalam Journal Linear Algebra and Its Applications melakukan penelitian yang berjudul “On Pseudo-Inverses of Matrices and Their Characteristic Polynomials in Supertropical Algebra. Jurnal tersebut membahas mengenai matriks pseudo-invers atas aljabar supertropical, selain itu juga membahas polinomial karakteristik dan nilai eigen dari matriks pseudo-invers atas aljabar

supertropical [16].

1.2

Semiring

Definisi 2.1. [17]. Semiring (𝑆, +, ×) adalah suatu himpunan tak kosong 𝑆

disertai dengan dua operasi biner + yang mempunyai makna penjumlahan dan × yang mempunyai makna perkalian yang memenuhi aksioma berikut :

1. (𝑆, +) adalah semigrup komutatif dengan elemen netral 0, yaitu ∀ 𝑎, 𝑏, 𝑐 ∈ 𝑆

memenuhi :

𝑎 + 𝑏 = 𝑏 + 𝑎 (𝑎 + 𝑏) + 𝑐 = 𝑎 + (𝑏 + 𝑐)

𝑎 + 0 = 0 + 𝑎 = 𝑎

2. (𝑆, ×) adalah semigrup dengan elemen satuan 1, yaitu ∀ 𝑎, 𝑏, 𝑐 ∈ 𝑆 memenuhi:

(𝑎 × 𝑏) × 𝑐 = 𝑎 × (𝑏 × 𝑐) 𝑎 × 1 = 1 × 𝑎 = 𝑎

(17)

7

𝑎 × 0 = 0 × 𝑎 = 0

4. Operasi distributif × terhadap +, yaitu ∀ 𝑎, 𝑏, 𝑐 ∈ 𝑆 berlaku :

(𝑎 + 𝑏) × 𝑐 = (𝑎 × 𝑐) + (𝑏 × 𝑐) 𝑎 × (𝑏 + 𝑐) = (𝑎 × 𝑏) + (𝑎 × 𝑐)

Definisi 2.2. [17]. Suatu semiring (𝑆, +, ×) disebut semiring komutatif jika

terhadap operasi × bersifat komutatif, yaitu ∀ 𝑎, 𝑏 ∈ 𝑆 maka 𝑎 × 𝑏 = 𝑏 × 𝑎. □

Definisi 2.3. [17]. Semiring idempoten adalah suatu semiring (𝑆, +, ×) dimana

pada operasi penjumlahannya berlaku 𝑎 + 𝑎 = 𝑎, ∀ 𝑎 ∈ 𝑆.

Definisi 2.4. [17]. Suatu semiring (𝑆, +, ×) dikatakan semifield jika setiap

elemen 𝑎 di 𝑆 − {0} mempunyai invers terhadap operasi ×, yaitu untuk setiap 𝑎

di 𝑆 − {0} terdapat 𝑎−1 sedemikian hingga 𝑎 × 𝑎−1= 𝑎−1× 𝑎 = 1.

Contoh 2.1. Diberikan himpunan ℝ𝜀 = ℝ ∪ {𝜀} dengan ℝ adalah himpunan semua

bilangan real dan 𝜀 ≝ −∞ beserta operasi biner ⊕ dan ⊗ yang didefinisikan sebagai berikut :

𝑎 ⊕ 𝑏 = max {𝑎, 𝑏} dan 𝑎 ⊗ 𝑏 = 𝑎 + 𝑏, ∀ 𝑎, 𝑏 ∈ ℝ𝜀.

Dapat ditunjukkan bahwa (ℝ𝜀, ⊕, ⊗) merupakan semiring idempoten sekaligus

semifield dengan elemen netral 𝜀 = −∞ dan elemen satuan e = 0. Maka untuk

∀ 𝑎, 𝑏, 𝑐 ∈ ℝ𝜀berlaku :

i. (ℝ𝜀, ⊕) adalah semigrup komutatif

𝑎 ⨁ 𝑏 = 𝑏 ⨁ 𝑎 (𝑎 ⨁ 𝑏) ⨁ 𝑐 = 𝑎 ⨁ (𝑏 ⨁ 𝑐)

𝑎 ⨁ 𝜀 = 𝜀 ⨁ 𝑎 = 𝑎

ii. (ℝ𝜀, ⊗) adalah semigrup komutatif

𝑎 ⊗ 𝑏 = 𝑏 ⊗ 𝑎

(18)

8

iii. Elemen netral 𝜀 merupakan elemen penyerap terhadap operasi perkalian

𝑎 ⊗ 𝜀 = 𝜀 ⊗ 𝑎 = 𝜀

iv. Distributif operasi perkalian terhadap penjumlahan

(𝑎 ⨁ 𝑏) ⊗ 𝑐 = (𝑎 ⊗ 𝑐) ⨁ (𝑏 ⊗ 𝑐) 𝑎 ⊗ (𝑏 ⨁ 𝑐) = (𝑎 ⊗ 𝑏) ⨁ (𝑎 ⊗ 𝑐)

Selanjutnya akan ditunjukkan bahwa (ℝ𝜀, ⊕, ⊗) merupakan semiring

komutatif dan idempoten. Untuk setiap 𝑎, 𝑏 ∈ ℝ𝜀 maka berlaku 𝑎 ⊗ 𝑏 = 𝑏 ⊗ 𝑎

dan 𝑎 ⨁ 𝑎 = max {𝑎, 𝑎} = 𝑎. Selain itu aljabar (ℝ𝜀, ⊕, ⊗) juga merupakan

semifield, sebab untuk setiap 𝑎 ∈ ℝ terdapat – 𝑎 sehingga 𝑎 ⊗ (−𝑎) = 𝑎 +

(−𝑎) = 0.

◊ Selanjutnya, untuk lebih ringkasnya maka penulisan semiring (𝑆, +, ×) dituliskan sebagai 𝑆.

Definisi 2.5. Diberikan semiring 𝑅 dan 𝑆. Pemetaan 𝑓 ∶ 𝑅 → 𝑆 dikatakan

homomorfisma jika ∀ 𝑎, 𝑏 ∈ 𝑅 berlaku :

𝑓(𝑎 + 𝑏) = 𝑓(𝑎) + 𝑓(𝑏) 𝑓(𝑎 × 𝑏) = 𝑓(𝑎) × 𝑓(𝑏)

Perlu diperhatikan bahwa operasi biner + pada 𝑎 + 𝑏 pada umumnya tidak sama pada 𝑓(𝑎) + 𝑓(𝑏) begitu juga operasi biner × pada 𝑎 × 𝑏 pada umumnya tidak sama pada 𝑓(𝑎) × 𝑓(𝑏). Homomorfisma 𝑓 dinamakan idempoten bila 𝑓2 = 𝑓.

1.3

Aljabar Max-Plus

Pada bagian ini akan dibahas beberapa definisi dasar dari aljabar max-plus.

Definisi 2.6. [18]. Aljabar max-plus adalah suatu himpunan tidak kosong ℝ𝜀 =

ℝ ∪ {𝜀} dengan ℝ adalah himpunan semua bilangan real dan 𝜀 ≝ −∞ disertai dua operasi biner yang didefinisikan sebagai berikut :

𝑎 ⊕ 𝑏 ≝ max {𝑎, 𝑏} dan 𝑎 ⊗ 𝑏 ≝ 𝑎 + 𝑏, ∀ 𝑎, 𝑏 ∈ ℝ𝜀

(19)

9

Selanjutnya, aljabar max-plus (ℝ𝜀, ⨁, ⊗) cukup dituliskan dengan ℝmax.

Berikut ini adalah sifat-sifat yang berlaku dalam aljabar max-plus. Untuk ∀ 𝑎, 𝑏, 𝑐 ∈ ℝmax berlaku :

1. Assosiatif

(𝑎 ⨁ 𝑏) ⨁ 𝑐 = 𝑎 ⨁ (𝑏 ⨁ 𝑐) (𝑎 ⊗ 𝑏) ⊗ 𝑐 = 𝑎 ⊗ (𝑏 ⊗ 𝑐)

2. Komutatif

𝑎 ⨁ 𝑏 = 𝑏 ⨁ 𝑎 dan 𝑎 ⊗ 𝑏 = 𝑏 ⊗ 𝑎

3. Distributif ⊗ terhadap ⨁

𝑎 ⊗ (𝑏 ⨁ 𝑐) = (𝑎 ⊗ 𝑏) ⨁ (𝑎 ⊗ 𝑐)

4. Eksistensi elemen nol, yaitu 𝜀

𝑎 ⨁ 𝜀 = 𝜀 ⨁ 𝑎 = 𝑎

5. Eksistensi elemen satuan, yaitu 𝑒

𝑎 ⊗ 𝑒 = 𝑒 ⊗ 𝑎 = 𝑎

6. Idempoten terhadap ⨁

𝑎 ⨁ 𝑎 = 𝑎

7. Sifat penyerapan elemen nol 𝜀 terhadap operasi ⊗ 𝑎 ⊗ 𝑒 = 𝑒 ⊗ 𝑎 = 𝑎.

Aljabar max-plus ℝmax merupakan semiring komutatif dan idempotent, sebab

untuk setiap 𝑎, 𝑏 ∈ ℝ𝜀 maka berlaku 𝑎 ⊗ 𝑏 = 𝑏 ⊗ 𝑎 dan 𝑎 ⨁ 𝑎 = max {𝑎, 𝑎} = 𝑎. Selain itu aljabar max-plus ℝmax juga merupakan semifield, sebab untuk setiap 𝑎 ∈ ℝ terdapat – 𝑎 sehingga 𝑎 ⊗ (−𝑎) = 𝑎 + (−𝑎) = 0.

Untuk bilangan bulat tak negatif 𝑛, pangkat dari 𝑥 ∈ ℝmax dalam aljabar max-plus

dinyatakan sebagai berikut :

𝑥⊗𝑛 = {𝑥 ⊗ 𝑥 ⊗ … ⊗ 𝑥𝑒 , untuk 𝑛 = 0 𝑛

, untuk 𝑛 > 0

sehingga dapat dituliskan

𝑥⊗𝑛= 𝑥 ⊗ 𝑥 ⊗ … ⊗ 𝑥 𝑛

(20)

10

Contoh 2.2. Berikut ini diberikan contoh operasi ⨁ dan ⊗ dalam aljabar max-plus.

Misal diambil 𝑎 = 9, 𝑏 = 8, 𝑐 =13 dengan 𝑎, 𝑏, 𝑐 ∈ ℝmax, maka

1. 𝑎 ⊕ 𝑏 = 9 ⊕ 8 = max {9,8} = 9. 2. 𝑎 ⊗ 𝑏 = 9 ⊗ 8 = 9 + 8 = 17. 3. 𝑎⊗𝑏 = 9⊗8 = 8 × 9 = 72.

4. 𝑎⊗𝑐 = 9⊗13= 1

3× 9 = 3. ◊

1.3.1

Matriks atas Aljabar Max-Plus

Himpunan semua matriks berukuran 𝑚 × 𝑛 atas aljabar max-plus dinotasikan sebagai ℝmax𝑚×𝑛 yaitu suatu matriks berukuran 𝑚 × 𝑛 dengan entri-entri

matriks merupakan anggota ℝmax. Untuk 𝑚, 𝑛 ∈ ℕ dengan 𝑚 ≠ 0 dan 𝑛 ≠ 0.

Operasi penjumlahan dan perkalian pada matriks ℝmax𝑚×𝑛 merupakan perluasan

operasi biner ⊕ dan ⊗ pada ℝmax.

1.3.2

Penjumlahan Matriks

Penjumlahan matriks 𝐴, 𝐵 ∈ℝmax𝑚×𝑛dinotasikan sebagai 𝐴 ⊕ 𝐵 didefinisikan oleh :

[𝐴 ⊕ 𝐵]𝑖,𝑗 = [𝑎𝑖,𝑗 ⊕ 𝑏𝑖,𝑗]

= max {𝑎𝑖,𝑗, 𝑏𝑖,𝑗}

untuk 𝑖 ∈ 𝑚 dan 𝑗 ∈ 𝑛, dengan 𝑚 = {1, 2, … , 𝑚} dan 𝑛 = {1, 2, … , 𝑛}.

Contoh 2.3.

Diberikan matriks 𝐴 = [1 2 58 3 8

4 7 2] dan 𝐵 = [

5 2 7 6 1 3

2 4 1] dimana 𝐴, 𝐵 ∈ℝmax 𝑛×𝑛

maka

(21)

11

[𝐴 ⊕ 𝐵]2,3 = 8 ⊕ 3 = 8 [𝐴 ⊕ 𝐵]3,1 = 4 ⊕ 2 = 4 [𝐴 ⊕ 𝐵]3,2 = 7 ⊕ 4 = 7 [𝐴 ⊕ 𝐵]3,3 = 2 ⊕ 1 = 2

dengan menggunakan notasi matriks didapat

𝐴 ⊕ 𝐵 = [5 2 78 3 8 4 7 2]

1.3.3

Perkalian Matriks

Untuk sebarang matriks 𝐴 ∈ℝmax𝑚×𝑛dan skalar 𝜆 ∈

max maka perkalian 𝜆 ⊗ 𝐴

didefinisikan sebagai

[𝜆 ⊗ 𝐴]𝑖,𝑗 = 𝜆 ⊗ 𝑎𝑖,𝑗

untuk 𝑖 ∈ 𝑚 dan 𝑗 ∈ 𝑛, dengan 𝑚 = {1, 2, … , 𝑚} dan 𝑛 = {1, 2, … , 𝑛}.

Untuk sebarang matriks 𝐴 ∈ℝmax𝑚×𝑝 dan 𝐵 ∈ ℝmax𝑝×𝑛 perkalian matriks 𝐴 ⊗ 𝐵

didefinisikan sebagai :

[𝐴 ⊗ 𝐵]𝑖,𝑗 = ⨁ 𝑎𝑖,𝑘⊗ 𝑏𝑘,𝑗 𝑝

𝑘=1

untuk 𝑖 ∈ 𝑚 dan 𝑗 ∈ 𝑛, dengan 𝑚 = {1, 2, … , 𝑚} dan 𝑛 = {1, 2, … , 𝑛}.

Contoh 2.4.

Diberikan matriks 𝐴 = [5 3 78 4 3

5 8 9] dan skalar 𝜆 = 5 dimana ∈ℝmax

𝑛×𝑛 , 𝜆 ∈ ℝ max

maka

(22)

12

𝜆 ⊗ 𝑎2,3 = 5 ⊗ 3 = 8 𝜆 ⊗ 𝑎3,1 = 5 ⊗ 5 = 10 𝜆 ⊗ 𝑎3,2 = 5 ⊗ 8 = 13 𝜆 ⊗ 𝑎3,3 = 5 ⊗ 9 = 14

dengan menggunakan notasi matriks didapat

𝜆 ⊗ 𝐴 = [10 8 1213 9 8 10 13 14]

1.3.4

Perpangkatan Matriks

Untuk sebarang matriks persegi 𝐴 ∈ℝmax𝑛×𝑛 dan 𝑘 bilangan bulat positif, pangkat ke-𝑘 dari 𝐴 dinotasikan sebagai :

𝐴⊗𝑘 = 𝐴 ⊗ 𝐴 ⊗ 𝐴 ⊗ … ⊗ 𝐴 𝑘

untuk 𝑘 ∈ ℕ dengan 𝑘 ≠ 0 dan 𝐴⊗0 = 𝐼 𝑛. Contoh 2.5.

Diberikan matriks 𝐴 = [1 9 57 4 2

5 8 9] dimana 𝐴 ∈ℝmax 𝑛×𝑛

maka

𝐴⊗2 = 𝐴 ⊗ 𝐴 = [1 9 57 4 2 5 8 9] ⊗ [

1 9 5 7 4 2 5 8 9] [𝐴 ⊗ 𝐴]1,1= (1 ⊗ 1) ⊕ (9 ⊗ 7) ⊕ (5 ⊗ 5) = 2 ⊕ 16 ⊕ 10 = 16 [𝐴 ⊗ 𝐴]1,2= (1 ⊗ 9) ⊕ (9 ⊗ 4) ⊕ (5 ⊗ 8) = 10 ⊕ 13 ⊕ 13 = 13 [𝐴 ⊗ 𝐴]1,3= (1 ⊗ 5) ⊕ (9 ⊗ 2) ⊕ (5 ⊗ 9) = 6 ⊕ 11 ⊕ 14 = 14 [𝐴 ⊗ 𝐴]2,1 = (7 ⊗ 1) ⊕ (4 ⊗ 7) ⊕ (2 ⊗ 5) = 8 ⊕ 11 ⊕ 7 = 11 [𝐴 ⊗ 𝐴]2,2 = (7 ⊗ 9) ⊕ (4 ⊗ 4) ⊕ (2 ⊗ 8) = 16 ⊕ 8 ⊕ 10 = 16 [𝐴 ⊗ 𝐴]2,3 = (7 ⊗ 5) ⊕ (4 ⊗ 2) ⊕ (2 ⊗ 9) = 12 ⊕ 6 ⊕ 11 = 12 [𝐴 ⊗ 𝐴]3,1 = (5 ⊗ 1) ⊕ (8 ⊗ 7) ⊕ (9 ⊗ 5) = 6 ⊕ 15 ⊕ 14 = 15 [𝐴 ⊗ 𝐴]3,2 = (5 ⊗ 9) ⊕ (8 ⊗ 4) ⊕ (9 ⊗ 8) = 14 ⊕ 12 ⊕ 17 = 17 [𝐴 ⊗ 𝐴]3,3 = (5 ⊗ 5) ⊕ (8 ⊗ 2) ⊕ (9 ⊗ 9) = 10 ⊕ 10 ⊕ 18 = 18

(23)

13

𝐴⊗2 = [16 13 1411 16 12 15 17 18]

1.3.5

Transpose Matriks

Transpose dari matriks 𝐴 ∈ℝmax𝑚×𝑛 dinotasikan dengan 𝐴𝑇, didefinisikan sebagai [𝐴𝑇]

𝑖,𝑗 = [𝑎𝑗,𝑖]

untuk 𝑖 ∈ 𝑚 dan 𝑗 ∈ 𝑛, dengan 𝑚 = {1, 2, … , 𝑚} dan 𝑛 = {1, 2, … , 𝑛}.

Contoh 2.6.

Diberikan matriks 𝐴 = [1 2 82 4 2

5 6 1] dimana 𝐴 ∈ℝmax 𝑛×𝑛

maka transpose dari matriks 𝐴 :

𝐴𝑇 = [1 2 52 4 6 8 2 1].

1.3.6

Matriks Identitas

Matriks identitas 𝐼 merupakan matriks persegi 𝑛 × 𝑛 yang didefinisikan sebagai berikut :

[𝐼]𝑖,𝑗 = {𝑒, untuk 𝑖 = 𝑗𝜀 , lainnya

untuk 𝑖 ∈ 𝑛 dan 𝑗 ∈ 𝑛 , dengan 𝑛 = {1, 2, … , 𝑛}.

1.4

Aljabar Tropical

Definisi 2.7. [2]. Aljabar tropical adalah suatu semiring idempotent sekaligus

semifield. □

Contoh 2.3. Diberikan aljabar max-plus ℝmax=(ℝ𝜀, ⊕, ⊗) dimana ℝ𝜀 = ℝ ∪

{𝜀} dengan ℝ adalah himpunan semua bilangan real dan 𝜀 ≝ −∞ beserta operasi biner ⊕ dan ⊗ yang didefinisikan sebagai berikut :

(24)

14

Berdasarkan Definisi 2.6 aljabar max-plus ℝmax merupakan semiring idempoten

sekaligus semifield. Dengan demikian aljabar max-plus ℝmaxadalah aljabar tropical.

1.5

Perluasan Aljabar Tropical

Berikut ini akan dijelaskan perluasan dari aljabar tropical dengan mengambil kasus khusus dari aljabar tropical yaitu aljabar maxplus.

Aljabar max-plus ℝmaxmerupakan struktur aljabar yang tidak mempunyai elemen

invers terhadap operasi ⊕. Dengan kata lain jika 𝑎 ∈ ℝ𝜀 maka tidak ada 𝑏 ∈ ℝ𝜀

sehingga ⊕ 𝑏 = 𝑏 ⊕ 𝑎 = 𝜀 , kecuali jika 𝑎 = 𝜀 dengan 𝜀 adalah elemen nol.

Teorema 2.1. [17]. Diberikan semiring ℝmax=(ℝ𝜀, ⊕, ⊗). Idempoten dari ⊕

berakibat bahwa elemen invers terhadap operasi ⊕ tidak ada.

Bukti : Misalkan bahwa 𝑎 ≠ 𝜀 mempunyai suatu invers terhadap ⊕ yaitu 𝑏,

didapat

𝑎 ⊕ 𝑏 = 𝜀

tambahkan 𝑎 pada kedua ruas persamaan, didapat

𝑎 ⊕ (𝑎 ⊕ 𝑏) = 𝑎 ⊕ 𝜀 (𝑎 ⊕ 𝑎) ⊕ 𝑏 = 𝑎 ⊕ 𝜀

dengan sifat idempoten, persamaan menjadi

𝑎 ⊕ 𝑏 = 𝑎

hal ini bertentangan dengan kenyataan bahwa 𝑎 ⊕ 𝑏 = 𝜀 dan 𝑎 ≠ 𝜀. ∎

Selanjutnya, aljabar max-plus dikembangkan menjadi struktur semiring yang lebih luas yang disebut extended semiring tropicaldenganmemunculkan elemen baru yaitu elemen ghost.

Definisi 2.8. [4]. Extended semiring tropical dinotasikan sebagai (𝑇, ⊕, ⊗) dengan 𝑇 = ℝ ∪ {−∞} ∪ ℝ𝑣, dimana adalah himpunan semua bilangan real

dan ℝ𝑣 = {𝑎𝑣: 𝑎 ∈ ℝ}. Elemen netral pada 𝑇 adalah 𝜀 ≝ −∞ dan elemen satuan

(25)

15

Dalam hal ini ℝ−∞𝑣 = ℝ𝑣∪ {−∞} merupakan ideal dari 𝑇 disebut ideal ghost.

Sedangkan pemetaan 𝑣 ∶ 𝑇 → ℝ−∞𝑣 disebut pemetaan ghost. Untuk setiap 𝑥 ∈ ℝ−∞𝑣

maka 𝑣(𝑥) = 𝑥 merupakan pemetaan identitas dan untuk setiap 𝑎 ∈ ℝ maka

𝑣(𝑎) = 𝑎𝑣.

Definisi 2.9. [3]. Diberikan Extended semiring tropical 𝑇. Didefinisikan relasi

urutan parsial ≺ pada 𝑇 sebagai berikut :

Untuk ∀ 𝑎, 𝑏 ∈ ℝ , ∀ 𝑎𝑣, 𝑏𝑣 ∈ ℝ𝑣 dan ∀ 𝑥, 𝑦 ∈ 𝑇 berlaku :

1. −∞ ≺ 𝑥, ∀ 𝑥 ∈ 𝑇 \ {−∞}.

2. Untuk setiap bilangan real 𝑎 ≺ 𝑏 maka 𝑎 ≺ 𝑏, 𝑎 ≺ 𝑏𝑣, 𝑎𝑣 ≺ 𝑏, dan 𝑎𝑣 ≺ 𝑏𝑣.

3. 𝑎 ≺ 𝑎𝑣untuk setiap 𝑎 ∈ ℝ.

Aksioma 2.1. [3]. Diberikan Extended semiring tropical𝑇. Notasi 𝑚𝑎𝑥 adalah

maksimum pada urutan ≺. Operasi biner ⊕ dan ⊗ pada 𝑇 memenuhi aksioma sebagai berikut.

Untuk ∀ 𝑎, 𝑏 ∈ ℝ , ∀ 𝑎𝑣, 𝑏𝑣 ∈ ℝ𝑣 dan ∀ 𝑥, 𝑦 ∈ 𝑇 maka

1. −∞ ⊕ 𝑥 = 𝑥 ⊕ −∞ = 𝑥 untuk setiap 𝑥 ∈ 𝑇. 2. 𝑥 ⊕ 𝑦 = max ≺ {𝑥, 𝑦} kecuali 𝑥 = 𝑦.

3. 𝑎 ⊕ 𝑎 = 𝑎𝑣 ⊕ 𝑎𝑣 = 𝑎 ⊕ 𝑎𝑣 = 𝑎𝑣⊕ 𝑎 = 𝑎𝑣.

4. −∞ ⊗ 𝑥 = 𝑥 ⊗ −∞ = −∞ untuk setiap 𝑥 ∈ 𝑇. 5. 𝑎 ⊗ 𝑏 = 𝑎 + 𝑏 untuk semua 𝑎, 𝑏 ∈ ℝ.

6. 𝑎𝑣⊗ 𝑏 = 𝑎 ⊗ 𝑏𝑣 = 𝑎𝑣⊗ 𝑏𝑣 = (𝑎 + 𝑏)𝑣.

Contoh 2.7. Berikut ini diberikan contoh operasi biner ⨁ dan ⊗ yang berlaku

dalam extended semiring tropical𝑇. 1. −∞ ⊕ 5 = 5 ⊕ −∞ = 5 2. 2 ⊕ 5 = max ≺ {2,5} = 5

3. 2 ⊕ 2 = 2𝑣⊕ 2𝑣 = 2 ⊕ 2𝑣 = 2𝑣⊕ 2 = 2𝑣

4. −∞ ⊗ 5 = 5 ⊗ −∞ = −∞ 5. 8 ⊗ 6 = 8 + 6 = 14

(26)

16

Perluasan dari aljabar tropical secara umum dinamakan aljabar

supertropical. Struktur dari semiring supertropical merupakan perumuman dari 𝑇. Diberikan semiring 𝑅 ≝ 𝒯 ∪ {−∞} ∪ 𝒢 dan suatu ideal 𝒢0 ≝ 𝒢 ∪ {−∞} disebut

ideal ghost yang merupakan ideal dari semiring 𝑅. Pemetaan 𝑣 ∶ 𝑅 → 𝒢0 disebut

pemetaan ghost, pemetaan 𝑣 merupakan pemetaan homomorfismaidempoten yang memenuhi 𝑣(𝑥) = 𝑥 ⊕ 𝑥, ∀ 𝑥 ∈ 𝑅 dan 𝑣2(𝑥) = 𝑣(𝑥).

Dalam hal ini 𝒯 = 𝑅 ∖ 𝒢0 adalah himpunan yang anggotanya elemen tangible.

Sedangkan 𝒢 adalah himpunan yang anggotanya merupakan elemen ghost.

1.6.1

Semiring dengan Ghost

Definisi 2.10. [19]. Semiring dengan ghost (𝑅, 𝒢0, 𝑣) adalah semiring 𝑅 (dengan

elemen netral 0𝑅 dan elemen satuan 1𝑅), 𝒢0 = 𝒢 ∪ 0𝑅 disebut ideal ghost,

sedangkan 𝑣 ∶ 𝑅 → 𝒢0 disebut pemetaan ghost yang memenuhi :

𝑣(𝑥) = 𝑥 ⊕ 𝑥, ∀ 𝑥 ∈ 𝑅 □

Untuk ∀ 𝑥 ∈ 𝒢0, pemetaan ghost merupakan pemetaan identitas yang memenuhi 𝑣(𝑥) = 𝑥 , ∀ 𝑥 ∈ 𝒢0

Pemetaan ghost merupakan pemetaan homomorfisma idempoten yang memenuhi

𝑣2(𝑥) = 𝑣(𝑥), ∀ 𝑥 ∈ 𝑅

1.6.2

Semiring Supertropical

Definisi 2.11. [19]. Semiring supertropical merupakan semiring dengan ghost (𝑅, 𝒢0, 𝑣) yang memenuhi beberapa sifat tambahan yaitu ∀ 𝑎, 𝑏 ∈ 𝑅 berlaku :

jika 𝑎𝑣 = 𝑏𝑣 maka 𝑎 ⊕ 𝑏 = 𝑎𝑣

dan

jika 𝑎 ≠ 𝑏 maka 𝑎 ⊕ 𝑏 ∈ {𝑎, 𝑏} □

Contoh 2.8Diberikan Extended semiring tropical dinotasikan (𝑇, ⊕, ⊗ ) dengan 𝑇 = ℝ ∪ {−∞} ∪ ℝ𝑣, dimana adalah himpunan semua bilangan real dan 𝑣 = {𝑎𝑣: 𝑎 ∈ ℝ}. Elemen netral pada 𝑇 adalah 𝜀 ≝ −∞ dan elemen satuan 𝑒 ≝ 0.

(27)

17

Sedangkan 𝑣 ∶ 𝑇 → ℝ−∞𝑣 disebut pemetaan ghost, untuk setiap 𝑥 ∈ ℝ−∞𝑣 maka 𝑣(𝑥) = 𝑥 merupakan pemetaan identitas dan untuk setiap 𝑎 ∈ ℝ maka 𝑣(𝑎) = 𝑎𝑣.

Dalam hal ini himpunan ℝ diidentifikasi sebagai 𝒯 yaitu himpunan yang anggotanya merupakan elemen tangible, ℝ𝑣 diidentifikasi sebagai 𝒢 yaitu

himpunan yang anggotanya merupakan elemen ghost dan extended semiring

tropical𝑇 diidentifikasi sebagai 𝑅. Dengan demikian extended semiring tropical𝑇

adalah kasus khusus dari semiring supertropical 𝑅. ◊ Kasus khusus dari semiring supertropical yang akan digunakan untuk pembahasan pada Bab IV adalah extended semiring tropical𝑇 yang akan dituliskan sebagai 𝑅.

1.6.3

Relasi Ghost Surpass

Pada semiring supertropical 𝑅, untuk setiap 𝑎 ∈ 𝑅 maka 𝑎 ⊕ 𝑎 = −∞ hanya berlaku untuk 𝑎 = −∞ sedangkan untuk setiap 𝑎 ∈𝒯 maka 𝑎 ⊕ 𝑎 = 𝑎𝑣 dan

untuk setiap 𝑎∈ 𝒢 maka 𝑎 ⊕ 𝑎 = 𝑎. Selanjutnya akan diperkenalkan suatu relasi

ghost surpass pada 𝑅 berikut ini.

Definisi 2.12. [8].Diberikan semiring supertropical 𝑅.Relasi ⊨ merupakan relasi ghost surpass pada 𝑅 yang didefinisikan sebagai berikut :

𝑎 ⊨ 𝑏 jika 𝑎 = 𝑏 ⊕ 𝑐 untuk beberapa 𝑐 ∈ 𝒢0 □

Berikut diberikan beberapa sifat relasi ghost surpass pada 𝑅. Untuk setiap 𝑎, 𝑏, 𝑐 ∈ 𝑅 berlaku :

1. Sifat antisimetri

jika 𝑎 ⊨ 𝑏 dan 𝑏 ⊨ 𝑎, maka 𝑎 = 𝑏. 2. Sifat transitif

jika 𝑎 ⊨ 𝑏 dan 𝑐 ⊨ 𝑑, maka 𝑎 ⊕ 𝑐 ⊨ 𝑏 ⊕ 𝑑 dan 𝑎 ⊗ 𝑐 ⊨ 𝑏 ⊗ 𝑑 3. Sifat tidak simetri

untuk setiap 𝑎 ∈𝒯, 𝑎𝑣 ⊨ 𝑎 akan tetapi 𝑎 ⊭ 𝑎𝑣.

(28)

18 Untuk setiap 𝑎, 𝑏, 𝑐 ∈ 𝑅 berlaku :

1. Untuk 𝑎 = 𝑏 = 8 maka 𝑎 ⊨ 𝑏 dan 𝑏 ⊨ 𝑎 berlaku sifat antisimetri. 2. Untuk 6𝑣 ⊨ 5𝑣 dan 9 ⊨ 9 berlaku sifat transitif karena

6𝑣⊕ 9 ⊨ 5𝑣⊕ 9 ⟺ 9 ⊨ 9 dan 6𝑣⊗ 9 ⊨ 5𝑣⊗ 9 ⟺ 15𝑣 ⊨ 14𝑣.

3. Untuk 4 ∈𝒯 maka 4𝑣 ⊨ 4 akan tetapi 4 ⊭ 4𝑣 berlaku sifat tidak simetri. ◊

Selanjutnya, pada himpunan 𝑅 akan digunakan relasi ghost surpass ⊨ sebagai pengganti dari relasi " =”.

1.7

Matriks atas Semiring Supertropical

Matriks persegi atas semiring supertropical dinotasikan sebagai 𝑀𝑛(𝑅)

yaitu suatu matriks berukuran 𝑛 × 𝑛 dengan entri-entri matriks merupakan anggota

𝑅. Operasi penjumlahan dan perkalian pada matriks 𝑀𝑛(𝑅) merupakan perluasan

operasi biner ⊕ dan ⊗ pada 𝑅. Selanjutnya, relasi ghost surpass pada 𝑅 juga dapat diperluas pada matriks 𝑀𝑛(𝑅). Jika 𝐴 ⊨ 𝐵 maka 𝑎𝑖,𝑗 ⊨ 𝑏𝑖,𝑗 untuk setiap 𝑖 dan 𝑗.

1.7.1

Penjumlahan Matriks

Penjumlahan matriks 𝐴, 𝐵 ∈𝑀𝑚×𝑛(𝑅)dinotasikan sebagai 𝐴 ⊕ 𝐵

didefinisikan oleh :

[𝐴 ⊕ 𝐵]𝑖,𝑗 = [𝑎𝑖,𝑗 ⊕ 𝑏𝑖,𝑗]

untuk 𝑖 ∈ 𝑚 dan 𝑗 ∈ 𝑛.

Contoh 2.10.

Diberikan matriks 𝐴 = [1 2 57 4 2

5 8 9] dan 𝐵 = [

5 3 6 8 2 3

6 4 1] dimana 𝐴, 𝐵 ∈ 𝑀𝑛(𝑅)

maka

(29)

19

[𝐴 ⊕ 𝐵]2,3 = 2 ⊕ 3 = 3 [𝐴 ⊕ 𝐵]3,1 = 5 ⊕ 6 = 6 [𝐴 ⊕ 𝐵]3,2 = 8 ⊕ 4 = 8 [𝐴 ⊕ 𝐵]3,3 = 9 ⊕ 1 = 9

dengan menggunakan notasi matriks didapat

𝐴 ⊕ 𝐵 = [5 3 68 4 3 6 8 9]

1.7.2

Perkalian Matriks

Untuk sebarang matriks 𝐴 ∈𝑀𝑚×𝑛(𝑅) dan skalar 𝜆 ∈ 𝑅 maka perkalian 𝜆 ⊗ 𝐴

didefinisikan sebagai :

[𝜆 ⊗ 𝐴]𝑖,𝑗 = 𝜆 ⊗ 𝑎𝑖,𝑗

untuk 𝑖 ∈ 𝑚 dan 𝑗 ∈ 𝑛.

Untuk sebarang matriks 𝐴 ∈𝑀𝑚×𝑝(𝑅)dan 𝐵 ∈𝑀𝑝×𝑛(𝑅) perkalian matriks 𝐴 ⊗ 𝐵

didefinisikan sebagai :

[𝐴 ⊗ 𝐵]𝑖,𝑗 = ⨁ 𝑎𝑖,𝑘⊗ 𝑏𝑘,𝑗 𝑝

𝑘=1

untuk 𝑖 ∈ 𝑚 dan 𝑗 ∈ 𝑛.

Contoh 2.11.

Diberikan matriks 𝐴 = [5 3 78 4 3

5 8 9] dan skalar 𝜆 = 2 dimana 𝐴 ∈ 𝑀𝑛(𝑅) , 𝜆 ∈ 𝑅

maka

𝜆 ⊗ 𝑎1,1 = 2 ⊗ 5 = 7 𝜆 ⊗ 𝑎1,2 = 2 ⊗ 3 = 5 𝜆 ⊗ 𝑎1,3 = 2 ⊗ 7 = 9 𝜆 ⊗ 𝑎2,1 = 2 ⊗ 8 = 10

(30)

20

𝜆 ⊗ 𝑎3,2 = 2 ⊗ 8 = 10 𝜆 ⊗ 𝑎3,3 = 2 ⊗ 9 = 11

dengan menggunakan notasi matriks didapat

𝜆 ⊗ 𝐴 = [10 67 5 95 7 10 11]

Contoh 2.12.

Diberikan matriks 𝐴 = [1 2 57 4 2

5 8 9] dan 𝐵 = [

3 2 5 7 4 2

5 8 9] dimana 𝐴, 𝐵 ∈ 𝑀𝑛(𝑅)

maka

[𝐴 ⊗ 𝐵]1,1 = (1 ⊗ 3) ⊕ (2 ⊗ 7) ⊕ (5 ⊗ 5) = 4 ⊕ 9 ⊕ 10 = 10 [𝐴 ⊗ 𝐵]1,2 = (1 ⊗ 2) ⊕ (2 ⊗ 4) ⊕ (5 ⊗ 8) = 3 ⊕ 6 ⊕ 13 = 13 [𝐴 ⊗ 𝐵]1,3 = (1 ⊗ 5) ⊕ (2 ⊗ 2) ⊕ (5 ⊗ 9) = 6 ⊕ 4 ⊕ 14 = 14 [𝐴 ⊗ 𝐵]2,1 = (7 ⊗ 3) ⊕ (4 ⊗ 7) ⊕ (2 ⊗ 5) = 10 ⊕ 11 ⊕ 7 = 11

[𝐴 ⊗ 𝐵]2,2 = (7 ⊗ 2) ⊕ (4 ⊗ 4) ⊕ (2 ⊗ 8) = 9 ⊕ 8 ⊕ 10 = 10 [𝐴 ⊗ 𝐵]2,3 = (7 ⊗ 5) ⊕ (4 ⊗ 2) ⊕ (2 ⊗ 9) = 12 ⊕ 6 ⊕ 11 = 12

[𝐴 ⊗ 𝐵]3,1 = (5 ⊗ 3) ⊕ (8 ⊗ 7) ⊕ (9 ⊗ 5) = 8 ⊕ 15 ⊕ 14 = 15 [𝐴 ⊗ 𝐵]3,2 = (5 ⊗ 2) ⊕ (8 ⊗ 4) ⊕ (9 ⊗ 8) = 7 ⊕ 12 ⊕ 17 = 17 [𝐴 ⊗ 𝐵]3,3 = (5 ⊗ 5) ⊕ (8 ⊗ 2) ⊕ (9 ⊗ 9) = 10 ⊕ 10 ⊕ 18 = 18

dengan menggunakan notasi matriks didapat

𝐴 ⊗ 𝐵 = [10 13 1411 10 12 15 17 18]

1.7.3

Perpangkatan Matriks

Untuk sebarang matriks persegi 𝐴 ∈ 𝑀𝑛(𝑅) dan 𝑘 bilangan bulat positif, pangkat

ke-𝑘 dari 𝐴 dinotasikan sebagai :

𝐴⊗𝑘 = 𝐴 ⊗ 𝐴 ⊗ 𝐴 ⊗ … ⊗ 𝐴 𝑘

(31)

21

Contoh 2.13.

Diberikan matriks 𝐴 = [1 2 57 4 2

5 8 9] dimana 𝐴 ∈ 𝑀𝑛(𝑅)

maka

𝐴⊗2 = 𝐴 ⊗ 𝐴 = [1 2 57 4 2 5 8 9] ⊗ [

1 2 5 7 4 2 5 8 9] [𝐴 ⊗ 𝐴]1,1 = (1 ⊗ 1) ⊕ (2 ⊗ 7) ⊕ (5 ⊗ 5) = 2 ⊕ 9 ⊕ 10 = 10 [𝐴 ⊗ 𝐴]1,2 = (1 ⊗ 2) ⊕ (2 ⊗ 4) ⊕ (5 ⊗ 8) = 3 ⊕ 6 ⊕ 13 = 13 [𝐴 ⊗ 𝐴]1,3 = (1 ⊗ 5) ⊕ (2 ⊗ 2) ⊕ (5 ⊗ 9) = 6 ⊕ 4 ⊕ 14 = 14 [𝐴 ⊗ 𝐴]2,1= (7 ⊗ 1) ⊕ (4 ⊗ 7) ⊕ (2 ⊗ 5) = 8 ⊕ 11 ⊕ 7 = 11 [𝐴 ⊗ 𝐴]2,2= (7 ⊗ 2) ⊕ (4 ⊗ 4) ⊕ (2 ⊗ 8) = 9 ⊕ 8 ⊕ 10 = 10 [𝐴 ⊗ 𝐴]2,3 = (7 ⊗ 5) ⊕ (4 ⊗ 2) ⊕ (2 ⊗ 9) = 12 ⊕ 6 ⊕ 11 = 12 [𝐴 ⊗ 𝐴]3,1 = (5 ⊗ 1) ⊕ (8 ⊗ 7) ⊕ (9 ⊗ 5) = 6 ⊕ 15 ⊕ 14 = 15 [𝐴 ⊗ 𝐴]3,2 = (5 ⊗ 2) ⊕ (8 ⊗ 4) ⊕ (9 ⊗ 8) = 7 ⊕ 12 ⊕ 17 = 17 [𝐴 ⊗ 𝐴]3,3 = (5 ⊗ 5) ⊕ (8 ⊗ 2) ⊕ (9 ⊗ 9) = 10 ⊕ 10 ⊕ 18 = 18

dengan menggunakan notasi matriks didapat

𝐴⊗2 = [10 13 1411 10 12 15 17 18]

1.7.4

Transpose Matriks

Transpose dari matriks 𝐴 ∈ 𝑀𝑛(𝑅) dinotasikan dengan 𝐴𝑇, didefinisikan

sebagai [𝐴𝑇]

𝑖,𝑗 = [𝑎𝑗,𝑖] untuk 𝑖 ∈ 𝑛 dan 𝑗 ∈ 𝑛.

Contoh 2.14.

Diberikan matriks 𝐴 = [1 2 3 𝑣 2 4 2

5 6 1] dimana 𝐴 ∈ 𝑀𝑛(𝑅)

maka transpose dari matriks 𝐴 :

𝐴𝑇 = [1 2 52 4 6 3𝑣 2 1].

(32)

22

1.7.5

Determinan

Definisi 2.13. [8]. Determinan supertropical dari matriks 𝐴 ∈ 𝑀𝑛(𝑅) didefinisikan

sebagai :

|𝐴| = ⨁ 𝑎1,𝜎(1)⊗ 𝑎2,𝜎(2)⊗ … ⊗ 𝑎𝑛,𝜎(𝑛) 𝜎∈𝑆𝑛

dimana𝜎 ∈ 𝑆𝑛 dengan𝑆𝑛 adalah himpunan semua permutasi{1,2, … , 𝑛}. Dalam hal

ini determinan supertropical disebut juga dengan permanen. □

Contoh 2.15.

Diberikan matriks 𝐴 = [1 2 3 𝑣 2 4 2

5 6 1] dimana 𝐴 ∈ 𝑀𝑛(𝑅).

Banyaknya permutasi dari {1, 2, 3} adalah 3! = 6

permutasi dari {1, 2, 3} adalah

(1, 2, 3), (1, 3, 2), (2, 1, 3), (2, 3, 1), (3, 1, 2), (3, 2, 1)

maka

|𝐴| = (𝑎11⊗ 𝑎22⊗ 𝑎33) ⊕ (𝑎11⊗ 𝑎23 ⊗ 𝑎32) ⊕ (𝑎12⊗ 𝑎21⊗ 𝑎33) ⊕ (𝑎12⊗ 𝑎23⊗ 𝑎31) ⊕ (𝑎13⊗ 𝑎21⊗ 𝑎32) ⊕ (𝑎13⊗ 𝑎22⊗ 𝑎31) |𝐴| = (1 ⊗ 4 ⊗ 1) ⊕ (1 ⊗ 2 ⊗ 6) ⊕ (2 ⊗ 2 ⊗ 1) ⊕ (2 ⊗ 2 ⊗ 5) ⊕

(3𝑣⊗ 2 ⊗ 6) ⊕ (3𝑣⊗ 4 ⊗ 5)

|𝐴| = 6 ⊕ 9 ⊕ 5 ⊕ 9 ⊕ 11𝑣⊕ 12𝑣 = 12𝑣.

1.7.6

Minor dan Adjoint

Definisi 2.14. Diberikan matriks 𝐴 ∈ 𝑀𝑛(𝑅), minor entri 𝑎𝑖,𝑗 dinyatakan dengan

𝑀𝑖,𝑗 dan didefinisikan sebagai determinan dari matriks setelah baris ke-𝑖 dan kolom

ke-𝑗 dihilangkan dari 𝐴. Sedangkan kofaktor dari 𝑎𝑖,𝑗 dituliskan sebagai 𝑐𝑜𝑓𝑖,𝑗 =

𝑀𝑖,𝑗. Matriks kofaktor dari 𝐴 ditulis sebagai Cof(𝐴) = [

cof11 ⋯ cof1𝑛

⋮ ⋱ ⋮

cof𝑛1 ⋯ cof𝑛𝑛 ].

(33)

23

Determinan dari 𝐴 dapat dihitung menggunakan ekspansi kofaktor sepanjang baris ke−𝑖 atau sepanjang kolom ke−𝑗 sebagai berikut :

1. Ekspansi baris ke−𝑖

|𝐴| = ⨁ 𝑎𝑖𝑗⊗ cof𝑖,𝑗(𝐴) 𝑛

𝑗=1

2. Ekspansi kolom ke−𝑗

|𝐴| = ⨁ 𝑎𝑖𝑗 ⊗ cof𝑖,𝑗(𝐴) 𝑛

𝑖=1 Contoh 2.16.

Diberikan matriks 𝐴 = [2 3 14 1 3

2 5 1] dimana 𝐴 ∈ 𝑀𝑛(𝑅)

Cof(𝐴) = [8 5

𝑣 9

6 3𝑣 7 6 5𝑣 7]

determinan 𝐴 dengan ekspansi kofaktor sepanjang baris pertama

|𝐴| = ⨁ 𝑎𝑖𝑗 ⊗ cof𝑖,𝑗(𝐴) 𝑛

𝑗=1

|𝐴| = 𝑎11 ⊗ cof11⊕ 𝑎12⊗ cof12 ⊕ 𝑎13 ⊗ cof13 |𝐴| = (2 ⊗ 8) ⊕ (3 ⊗ 5𝑣) ⊕ (1 ⊗ 9)

|𝐴| = 10 ⊕ 8𝑣 ⊕ 10 = 10𝑣.

determinan 𝐴 dengan ekspansi kofaktor sepanjang kolom kedua

|𝐴| = ⨁ 𝑎𝑖𝑗⊗ cof𝑖,𝑗(𝐴) 𝑛

𝑖=1

|𝐴| = 𝑎12 ⊗ cof12⊕ 𝑎22 ⊗ cof22⊕ 𝑎32 ⊗ cof32 |𝐴| = (3 ⊗ 5𝑣) ⊕ (1 ⊗ 5𝑣) ⊕ (5 ⊗ 5𝑣)

|𝐴| = 8𝑣⊕ 6𝑣⊕ 10𝑣 = 10𝑣.

1.7.7

Matriks Non Singular dan Singular

Definisi 2.15. [19]. Suatu matriks persegi 𝐴 ∈ 𝑀𝑛(𝑅) atas aljabar supertropical

(34)

24

Contoh 2.17.

Diberikan matriks 𝐴 = [1 5 21 1 2

3 1 3] dimana 𝐴 ∈ 𝑀𝑛(𝑅)

permutasi dari {1, 2, 3} adalah

(1, 2, 3), (1, 3, 2), (2, 1, 3), (2, 3, 1), (3, 1, 2), (3, 2, 1)

maka

|𝐴| = (𝑎11⊗ 𝑎22⊗ 𝑎33) ⊕ (𝑎11⊗ 𝑎23 ⊗ 𝑎32) ⊕ (𝑎12⊗ 𝑎21⊗ 𝑎33) ⊕ (𝑎12⊗ 𝑎23⊗ 𝑎31) ⊕ (𝑎13⊗ 𝑎21⊗ 𝑎32) ⊕ (𝑎13⊗ 𝑎22⊗ 𝑎31) |𝐴| = (1 ⊗ 1 ⊗ 3) ⊕ (1 ⊗ 2 ⊗ 1) ⊕ (5 ⊗ 1 ⊗ 3) ⊕ (5 ⊗ 2 ⊗ 3) ⊕

(2 ⊗ 1 ⊗ 1) ⊕ (2 ⊗ 1 ⊗ 3)

|𝐴| = 5 ⊕ 4 ⊕ 9 ⊕ 10 ⊕ 4 ⊕ 6 = 10 ∈ 𝒯.

Karena |𝐴| ∈ 𝒯 sehingga matriks 𝐴 non singular. ◊

Contoh 2.18.

Diberikan matriks 𝐴 = [1 5 21 1 2

0 2 1] dimana 𝐴 ∈ 𝑀𝑛(𝑅

permutasi dari {1, 2, 3} adalah

(1, 2, 3), (1, 3, 2), (2, 1, 3), (2, 3, 1), (3, 1, 2), (3, 2, 1)

Maka

|𝐴| = (𝑎11⊗ 𝑎22⊗ 𝑎33) ⊕ (𝑎11⊗ 𝑎23 ⊗ 𝑎32) ⊕ (𝑎12⊗ 𝑎21⊗ 𝑎33) ⊕ (𝑎12⊗ 𝑎23⊗ 𝑎31) ⊕ (𝑎13⊗ 𝑎21⊗ 𝑎32) ⊕ (𝑎13⊗ 𝑎22⊗ 𝑎31) |𝐴| = (1 ⊗ 1 ⊗ 1) ⊕ (1 ⊗ 2 ⊗ 2) ⊕ (5 ⊗ 1 ⊗ 1) ⊕ (5 ⊗ 2 ⊗ 0) ⊕

(2 ⊗ 2) ⊕ (2 ⊗ 1 ⊗ 0)

|𝐴| = 3 ⊕ 5 ⊕ 7 ⊕ 7 ⊕ 5 ⊕ 3 = 7𝑣 ∈ 𝒢 0.

Karena |𝐴| ∈ 𝒢0 sehingga matriks 𝐴 singular. ◊

1.7.8

Matriks Pseudo-Zero

Definisi 2.16.[16]. Matriks pseudo-zero𝑍𝐺 atas aljabar supertropical merupakan

(35)

25

[𝑍𝐺]𝑖,𝑗 = {𝜀 atau 𝑎𝜀 , untuk 𝑖 = 𝑗𝑣 ∈ 𝒢 0 , lainnya

untuk 𝑖 ∈ 𝑛 dan 𝑗 ∈ 𝑛, dengan 𝑛 ≝ {1, 2, … , 𝑛}. □

1.7.9

Matriks Identitas

Definisi 2.17. [16]. Matriks identitas 𝐼 merupakan matriks persegi 𝑛 × 𝑛 yang

didefinisikan sebagai berikut :

[𝐼]𝑖,𝑗 = {𝑒, untuk 𝑖 = 𝑗𝜀, lainnya

untuk 𝑖 ∈ 𝑛 dan 𝑗 ∈ 𝑛, dengan 𝑛 ≝ {1, 2, … , 𝑛}. □

Definisi 2.18. [16]. Matriks pseudo-identitas 𝐼𝒢 atas aljabar supertropical

merupakan matriks persegi 𝑛 × 𝑛 yang didefinisikan sebagai berikut :

[𝐼𝒢]𝑖,𝑗 = {𝑒 , untuk 𝑖 = 𝑗𝜀 atau 𝑎𝑣 𝒢 0 , lainnya

untuk 𝑖 ∈ 𝑛 dan 𝑗 ∈ 𝑛. Dalam hal ini 𝐼𝒢 sama dengan 𝐼 ⊕ 𝑍𝐺. □

Definisi 2.19. [16]. Matriks pseudo-identitas ghost 𝐼̅𝒢 atas aljabar supertropical

merupakan matriks persegi 𝑛 × 𝑛 yang didefinisikan sebagai berikut

[ 𝐼̅𝒢 ]𝑖,𝑗 = {𝑒𝜀𝑣 atau 𝑎 , untuk 𝑖 = 𝑗𝑣 𝒢 0 , lainnya

untuk 𝑖 ∈ 𝑛 dan 𝑗 ∈ 𝑛. Dalam hal ini 𝐼̅𝒢 sama dengan 𝐼𝑣 ⊕ 𝑍𝐺. □

1.7.10

Pseudo-Invers Matriks

Definisi 2.20. [16]. Diberikan matriks 𝐴 ∈ 𝑀𝑛(𝑅), pseudo-invers 𝐴∇dari 𝐴 atas

aljabar supertropical didefinisikan sebagai :

𝐴∇= 1𝑅

|𝐴| ⊗ adj(A)

jika |𝐴| ∈ 𝒯

𝐴∇= (1𝑅 |𝐴|)

𝑣

⊗ adj(A)

(36)

26

Contoh 2.19.

Diberikan matriks 𝐴 = [1 5 21 1 2

3 1 3] dimana 𝐴 ∈ 𝑀𝑛(𝑅)

permutasi dari {1, 2, 3} adalah

(1, 2, 3), (1, 3, 2), (2, 1, 3), (2, 3, 1), (3, 1, 2), (3, 2, 1)

maka

|𝐴| = (𝑎11⊗ 𝑎22⊗ 𝑎33) ⊕ (𝑎11⊗ 𝑎23 ⊗ 𝑎32) ⊕ (𝑎12⊗ 𝑎21⊗ 𝑎33) ⊕ (𝑎12⊗ 𝑎23⊗ 𝑎31) ⊕ (𝑎13⊗ 𝑎21⊗ 𝑎32) ⊕ (𝑎13⊗ 𝑎22⊗ 𝑎31) |𝐴| = (1 ⊗ 1 ⊗ 3) ⊕ (1 ⊗ 2 ⊗ 1) ⊕ (5 ⊗ 1 ⊗ 3) ⊕ (5 ⊗ 2 ⊗ 3) ⊕

(2 ⊗ 1 ⊗ 1) ⊕ (2 ⊗ 1 ⊗ 3) |𝐴| = 5 ⊕ 4 ⊕ 9 ⊕ 10 ⊕ 4 ⊕ 6 = 10. karena |𝐴| = 10 ∈ 𝒯 matriks 𝐴 non singular.

Cof(𝐴) = [4 5 48 5 8 7 3𝑣 6]

adj(𝐴) = [4 8 75 5 3𝑣 4 8 6]

maka pseudo-invers dari 𝐴

𝐴∇= 1𝑅

|𝐴| ⊗ adj(A)

𝐴∇ =1𝑅 10 ⊗[

4 8 7 5 5 3𝑣 4 8 6]

𝐴∇= −10 ⊗ [4 8 75 5 3𝑣 4 8 6]

𝐴∇= [−6 −2 −3−5 −5 −7𝑣 −6 −2 −4]

dan

𝐴 ⊗ 𝐴∇ = [1 5 21 1 2 3 1 3] ⊗ [

−6 −2 −3 −5 −5 −7𝑣 −6 −2 −4] = [

0 0𝑣 −2𝑣 −4𝑣 0 −2𝑣 −3𝑣 1𝑣 0 ] =𝐼𝒢

Berdasarkan Contoh 2.19 didapatkan perkalian 𝐴 ⊗ 𝐴∇ =𝐼

𝒢 menghasilkan

(37)
(38)

28

𝐼𝒢merupakan pseudo-identitas kanan dari 𝐴

𝐵 ⊗ 𝐴 = [−6 −2 −3−5 −5 −7𝑣

dalam hal ini matriks 𝐵 disebut pseudo-invers kiri dari 𝐴, sedangkan 𝐼𝒢merupakan

(39)

29

dalam hal ini matriks 𝐵 disebut pseudo-invers kanan dari 𝐴, sedangkan

𝐼̅𝒢merupakan pseudo-identitas ghost kanan dari 𝐴

𝐵 ⊗ 𝐴 = [−3

dalam hal ini matriks 𝐵 disebut pseudo-invers kiri dari 𝐴, sedangkan 𝐼̅𝒢merupakan

pseudo-identitas ghost kiri dari 𝐴. ◊

1.8

Sistem Persamaan Linear Atas Aljabar Max-Plus

Berikut diberikan penjelasan mengenai sistem persamaan linear aljabar max-plus dan karakterisasi penyelesaian sistem persamaan linear atas aljabar max-plus.

1.8.1

Sistem persamaan Linear Aljabar Max-Plus

Sistem persamaan linear max-plus 𝐴 ⊗ 𝒙 = 𝒃tidak selalu mempunyai penyelesaian. Sebagai contoh :

dalam bentuk perkalian matriks dapat ditulis sebagai :

[−∞0 10 −∞4 3

sistem persamaan 𝐴 ⊗ 𝒙 = 𝒃 tersebut tidak punya penyelesaian, sebab bila punya

(40)

30

(−∞ ⊗ 𝑥1) ⊕ (−∞ ⊗ 𝑥2) ⊕ (0 ⊗ 𝑥3) = 2 ⇔ (0 ⊗ 𝑥3) = 2 ⇔ 𝑥3 = 2 (−∞ ⊗ 𝑥1) ⊕ (4 ⊗ 𝑥2) ⊕ (3 ⊗ 𝑥3) = 6 ⇔ (4 ⊗ 𝑥2) ⊕ 5 = 6 ⇔ 𝑥2= 2 (0 ⊗ 𝑥1) ⊕ (10 ⊗ 𝑥2) ⊕ (−∞ ⊗ 𝑥3) = 2 ⇔ 𝑥1⊕ 12 = 2

terlihat bahwa tidak akan ada 𝑥1 ∈ ℝ𝑚𝑎𝑥 sehingga

𝑥1⊕ 12 = 2 ⇔ 𝑚𝑎𝑥{𝑥1, 12} = 2.

Jadi 𝐴 ⊗ 𝒙 = 𝒃 tidak punya penyelesaian.

Contoh tersebut menjelaskan bahwa 𝐴 ⊗ 𝒙 = 𝒃di ℝmax belum tentu mempunyai

penyelesaian. Sedangkan 𝐴 ⊗ 𝒙 ≤ 𝒃 selalu punya penyelesaian. Untuk itulah masalah penyelesaian 𝐴 ⊗ 𝒙 = 𝒃diperlemah dengan mendefinisikan konsep sub-penyelesaian berikut ini.

Definisi 2.23.[20].Diberikan 𝐴 ∈ ℝmax𝑚×𝑛 dan𝒃 ∈ ℝmax𝑚 . Vektor 𝒙′ ∈ ℝmax𝑛 disebut

suatu sub-penyelesaian sistem persamaan linear 𝐴 ⊗ 𝒙 = 𝒃 jika vektor 𝒙′ tersebut

memenuhi 𝐴 ⊗ 𝒙′ ≤ 𝒃.

Sub-penyelesaian sistem persamaan 𝐴 ⊗ 𝒙= 𝒃 selalu ada karena untuk 𝒙 = 𝜺

didapat 𝐴 ⊗ 𝒙 = 𝜺 ≤ 𝒃. □

Definisi 2.24.[20]. Suatu subpenyelesaian𝒙̂ dari sistem sistem 𝐴 ⊗ 𝒙=𝒃 disebut

sub-penyelesaian terbesar sistem 𝐴 ⊗ 𝒙=𝒃 jika 𝒙′ ≤ 𝒙̂ untuk setiap

sub-penyelesaian 𝒙′ dari sistem 𝐴 ⊗ 𝒙=𝒃.

Teorema 2.2. [20]. Diberikan 𝐴 ∈ ℝmax𝑚×𝑛 dengan unsur-unsur setiap kolomnya

tidak semuanya sama dengan 𝜀 dan 𝒃 ∈ ℝmax𝑚 . Sub-penyelesaian terbesar 𝐴 ⊗ 𝒙= 𝒃 ada dan diberikan oleh 𝒙̂ dengan

−𝒙̂𝒋= max𝑖 (−𝒃𝒊+ 𝐴𝑖𝑗)

untuk setiap 𝑖 = 1, 2, 3, … , 𝑚 dan 𝑗 = 1, 2, 3, … , 𝑛.

Bukti :

𝐴 ⊗ 𝒙 ≤ 𝒃 ⇔ {

𝐴11⊗ 𝑥1⊕ 𝐴12 ⊗ 𝑥2⊕ … ⊕ 𝐴1𝑛⊗ 𝑥𝑛 ≤ 𝑏1 𝐴21⊗ 𝑥1⊕ 𝐴22 ⊗ 𝑥2⊕ … ⊕ 𝐴2𝑛 ⊗ 𝑥𝑛 ≤ 𝑏2

(41)

31

⇔ (⨁(𝐴𝑖𝑗 ⊗ 𝑥𝑗) 𝑛

𝑗=1

≤ 𝑏𝑖, ∀𝑖)

⇔ (𝐴𝑖𝑗 ⊗ 𝑥𝑗) ≤ 𝑏𝑖, ∀𝑖, 𝑗 ⇔ (𝐴𝑖𝑗 + 𝑥𝑗) ≤ 𝑏𝑖, ∀𝑖, 𝑗

karena unsur setiap kolom dari matriks 𝐴 tidak semuanya sama dengan 𝜀, maka untuk setiap 𝑗 selalu ada 𝑖 sehingga 𝐴𝑖𝑗 ≠ 𝜀 yang berarti −𝐴𝑖𝑗 ada. Mengingat

untuk setiap 𝑎 ∈ ℝmaxberlaku 𝑎 ⊗ 𝜀 = 𝜀 dan 𝑎 ⊕ 𝜀 = 𝑎 maka koefisien-koefisien 𝐴𝑖𝑗 = 𝜀 tidak akan berpengaruh pada nilai 𝐴 ⊗ 𝒙, sehingga berlaku :

(𝐴𝑖𝑗 + 𝑥𝑗) ≤ 𝑏𝑖, ∀𝑖, 𝑗 ⇔ (𝐴𝑖𝑗 + 𝑥𝑗 ≤ 𝑏𝑖, ∀𝑖, 𝑗 dengan 𝐴𝑖𝑗 ≠ 𝜀)

⇔ (𝑥𝑗 ≤ 𝑏𝑖 − 𝐴𝑖𝑗 , ∀𝑖, 𝑗 dengan 𝐴𝑖𝑗 ≠ 𝜀)

⇔ (𝑥𝑗 ≤ min

𝑖 (𝑏𝑖 − 𝐴𝑖𝑗 ) , ∀ 𝑗 dengan 𝐴𝑖𝑗 ≠ 𝜀)

⇔ (−𝑥𝑗 ≠ max

𝑖 (−𝑏𝑖 + 𝐴𝑖𝑗 ) , ∀𝑗)

Jadi sub-penyelesaian sistem𝐴 ⊗ 𝒙 = 𝒃 di atas adalah setiap vektor 𝒙′ yang setiap

komponen-komponennya memenuhi −𝑥𝑗′ = max𝑖 (−𝑏𝑖+ 𝐴𝑖𝑗 ) , ∀𝑗.

Jika vektor 𝑥̂ = [𝑥̂1, 𝑥̂2, … , 𝑥̂𝑛]𝑇 didefinisikan dengan −𝑥̂𝑗 = max𝑖 (−𝑏𝑖 + 𝐴𝑖𝑗 )

untuk setiap 𝑗 = 1, 2, … , 𝑛, maka diperoleh :

(−𝑥̂𝑗 = max𝑖 (−𝑏𝑖 + 𝐴𝑖𝑗 ) ∀𝑗) ⇔ (𝑥̂𝑗 = min𝑖 (𝑏𝑖 − 𝐴𝑖𝑗 ) , ∀𝑗 dengan 𝐴𝑖𝑗 ≠ 𝜀)

⇔ (𝑥̂𝑗 ≤ (𝑏𝑖 − 𝐴𝑖𝑗 ), ∀𝑖, 𝑗 dengan 𝐴𝑖𝑗 ≠ 𝜀)

⇔ (⨁(𝐴𝑖𝑗 ⊗ 𝑥̂𝑗) 𝑛

𝑗=1

≤ 𝑏𝑖, ∀𝑖)

⇔ (𝐴𝑖𝑗 ⊗ 𝑥̂𝑗 ≤ 𝑏)

Jadi vektor 𝑥̂ tersebut merupakan sub-penyelesaian sistem 𝐴 ⊗ 𝒙= 𝒃. Karena

−𝑥𝑗′ ≥ max𝑖 (−𝑏𝑖+ 𝐴𝑖𝑗 ) = −𝑥̂𝑗, ∀𝑗 maka 𝑥𝑗′ ≤ 𝑥̂𝑗, ∀𝑗. Akibatnya 𝒙′ ≤ 𝒙̂. Jadi

vektor 𝒙̂ tersebut merupakan sub-penyelesaian terbesar sistem 𝐴 ⊗ 𝒙=𝒃.

(42)

32

Dengan demikian, maka diketahui cara untuk menyelesaikan sistem persamaan 𝐴 ⊗ 𝒙= 𝒃. Langkah pertama terlebih dahulu dihitung sub-penyelesaian terbesarnya, kemudian diperiksa sub-penyelesaian terbesar tersebut memenuhi sistem persamaan atau tidak. Untuk menghitung sub-penyelesaian terbesar sistem persamaan 𝐴 ⊗ 𝒙= 𝒃, dapat diperhatikan bahwa :

dalam bentuk perkalian matriks dapat ditulis sebagai

[1 22 3 61

(43)

33

−1] merupakan penyelesaian sistem.

Selanjutnya akan diberikan contoh sistem persamaan linear aljabar max-plus yang mempunyai sub-penyelesaian terbesar akan tetapi tidak mempunyai penyelesaian sebagai berikut.

dalam bentuk perkalian matriks dapat ditulis sebagai

[2 2 12 1 3

akan ditentukan penyelesaian terbesar sistem persamaan tersebut dengan terlebih dahulu menentukan sub-penyelesaian terbesarnya.

−1] bukan merupakan penyelesaian

sistem. Akan tetapi persamaan linear tersebut memiliki sub-penyelesaian terbesar yang bukan merupakan penyelesaian.

1.8.2

Karakterisasi Penyelesaian Sistem Persamaan Linear atas

(44)

34

Berdasarkan [17] telah dijelaskan mengenai karakterisasi penyelesaian sistem persamaan linear atas aljabar max-plus sebagai berikut :

Diberikan sistem persamaan 𝐴 ⊗ 𝒙 = 𝒃 dengan 𝐴 ∈ ℝmax𝑚×𝑛, 𝒙 ∈ ℝmax𝑛 dan 𝒃 ∈ ℝmax𝑚 . Sistem persamaan 𝐴 ⊗ 𝒙 = 𝒃 yang terdiri dari 𝑛 persamaan

dan 𝑛 peubah dapat ditulis dalam bentuk perkalian matriks sebagai berikut

𝐴 ⊗ 𝒙 = 𝒃

Kasus yang pertama dibahas ada suatu penyelesaian dan beberapa elemen dari 𝒃

adalah 𝜀. Tanpa menghilangkan keumumannya, persamaan dapat disusun ulang sehingga elemen-elemen yang berhingga disusun dengan urutan yang pertama, didapat :

Lakukan penomoran ulang pada peubah untuk 𝑗 sehingga

(45)

35

Oleh karena itu, penyelesaian dari 𝐴 ⊗ 𝒙 = 𝒃dengan beberapa elemen 𝒃takhingga dapat direduksi ke bentuk 𝐴1⊗ 𝒙̅ = 𝒃̅dengan semua elemen dari 𝒃̅ berhingga. Jadi

pembahasan persamaan 𝐴 ⊗ 𝒙 = 𝒃 dapat ditekankan pada semua elemen 𝒃

berhingga. Bila 𝐴 ⊗ 𝒙 = 𝒃 mempunyai penyelesaian, maka:

𝑎𝑖𝑗 ⊗ 𝑥𝑗 ≤ 𝑏𝑖, ∀𝑖 ∈ 𝑛, 𝑗 ∈ 𝑛

jika dituliskan secara terpisah untuk setiap 𝑖 didapat

𝑎𝑖1 + 𝑥1≤ 𝑏1 atau 𝑥1 ≤ 𝑏1− 𝑎𝑖1

Jadi, jika sistem mempunyai penyelesaian maka harus memenuhi

(46)

36

dengan demikian penyelesaian 𝑥 yang mungkin memenuhi

𝑥1 ≤ min{(𝑏1 − 𝑎11), (𝑏2− 𝑎21), … , (𝑏𝑛 − 𝑎𝑛1) } 𝑥2 ≤ min{(𝑏1− 𝑎12), (𝑏2− 𝑎22), … , (𝑏𝑛 − 𝑎𝑛2) }

𝑥𝑛 ≤ min{(𝑏1− 𝑎1𝑛), (𝑏2− 𝑎2𝑛), … , (𝑏𝑛 − 𝑎𝑛𝑛) }

Jadi calon penyelesaian dari 𝐴 ⊗ 𝒙 = 𝒃 yang dinotasikan dengan𝒙̅ adalah

𝒙̅ = [ 𝑥̅1 𝑥̅2 ⋮ 𝑥̅𝑛

],

dengan

𝑥1 = min{(𝑏1 − 𝑎11), (𝑏2− 𝑎21), … , (𝑏𝑛− 𝑎𝑛1) } 𝑥2 = min{(𝑏1− 𝑎12), (𝑏2− 𝑎22), … , (𝑏𝑛 − 𝑎𝑛2) }

𝑥𝑛 = min{(𝑏1− 𝑎1𝑛), (𝑏2− 𝑎2𝑛), … , (𝑏𝑛 − 𝑎𝑛𝑛) }

Selanjutnya didefinisikan matriks “discrepancy” (ketidaksesuaian) dinotasikan

𝐷𝐴,𝑏 dengan

𝐷𝐴,𝑏 = [

𝑏1− 𝑎11 𝑏1− 𝑎12 … 𝑏1− 𝑎1𝑛 𝑏2− 𝑎21 𝑏2− 𝑎22 ⋮ 𝑏2− 𝑎2𝑛

⋮ ⋮ ⋮ ⋮

𝑏𝑛− 𝑎𝑛1 𝑏𝑛 − 𝑎𝑛2 … 𝑏𝑛− 𝑎𝑛𝑛 ]

minimum dari setiap kolom 𝐷𝐴,𝑏 adalah elemen dari 𝒙̅.

Selanjutnya didefinisikan matriks tereduksi ketaksesuaian 𝑅𝐴,𝑏 sebagai berikut : 𝑅𝐴,𝑏 = [𝑟𝑖,𝑗]

dengan

𝑟𝑖,𝑗 = {0 , yang lainnya 1, jika 𝑑𝑖,𝑗 = minimum dari kolom ke − j

Dalam hal ini matriks 𝐷𝐴,𝑏 dan 𝑅𝐴,𝑏 dapat digunakan untuk menentukan perilaku

penyelesaian dari sistem persamaan 𝐴 ⊗ 𝒙 = 𝒃. Dengan demikian dapat diketahui kekonsistenan dan ketunggalan dari penyelesaian 𝐴 ⊗ 𝒙 = 𝒃.

(47)

37

terlihat bahwa setiap kolom matriks 𝑅𝐴,𝑏 hanya terdapat tepat satu elemen bernilai

1. Hal ini menandakan bahwa 𝐴 ⊗ 𝒙 = 𝒃 hanya mempunyai tepat satu penyelesaian 𝒙̅ dengan elemen-elemennya adalah minimum dari setiap kolom matriks 𝐷𝐴,𝑏 yaitu

𝒙̅ = [−24−5 −3 ]

hal ini bisa di cek sebagai berikut :

𝐴 ⊗ 𝒙̅ = [−4 18 −81 −9 4

Dari hal tersebut dapat dijelaskan bahwa :

 Pada baris pertama nilai maksimum dicapai hanya satu kali, dengan demikian persamaan baris pertama menetapkan elemen 𝑥3 = −3.

 Pada baris kedua nilai maksimum dicapai hanya satu kali. Dengan demikian persamaan baris kedua menetapkan elemen 𝑥2 = −24.

 Pada baris ketiga didapatkan nilai maksimum dicapai hanya satu kali. Dengan demikian persamaan baris ketiga menetapkan elemen 𝑥1 = −5.

Setiap elemen-elemen yang sudah dipilih ini tidak bisa diubah, bila diubah yang lain maka akan membentuk pertaksamaan. Karena pada keseluruhan baris nilai maksimum hanya dicapai satu kali, maka hanya terdapat satu cara untuk mencapai persamaan pada semua baris yaitu dengan menetapkan elemen 𝑥1 = −5, 𝑥2 = −24, 𝑥3 = −3. Dengan demikian persamaan 𝐴 ⊗ 𝒙 = 𝒃 memiliki

penyelesaian tunggal.

(48)

38

terlihat bahwa setiap kolom matriks 𝑅𝐴,𝑏 terdapat setidaknya satu elemen bernilai

1, sedangkan pada baris ke-1 terdapat nilai 1 lebih dari satu. Hal tersebut menandakan bahwa 𝐴 ⊗ 𝒙 = 𝒃 mempunyai banyak penyelesaian 𝒙̅. Elemen-elemen minimum dari setiap kolom matriks 𝐷𝐴,𝑏 yaitu

𝒙̅ = [−171 −2 ]

Hal ini bisa di cek sebagai berikut :

𝐴 ⊗ 𝒙̅ = [−4 18 −81 −9 4

dari hal tersebut dapat dijelaskan bahwa :

 Pada baris pertama nilai maksimum dicapai dua kali yaitu pada saat elemen

𝑥1 = 1 dan elemen 𝑥3 = −2.

 Pada baris kedua nilai maksimum dicapai hanya satu kali. Dengan demikian persamaan baris kedua menetapkan elemen 𝑥2= −17.

 Pada baris ketiga nilai maksimum dicapai hanya satu kali. Dengan demikian persamaan baris ketiga menetapkan elemen 𝑥1 = 1.

Elemen-elemen yang sudah dipilih yaitu 𝑥2 = −17 dan 𝑥1 = 1 tidak bisa diubah,

bila diubah yang lain maka baris kedua dan ketiga akan membentuk pertaksamaan. Karena persamaan baris ketiga telah menetapkan 𝑥1 = 1, maka dengan menetapkan

elemen 𝑥3 < −2 pada baris pertama tetap membentuk persamaan dan tidak akan

mengubah persamaan pada baris lain. Sehingga persamaan pada semua baris akan tercapai dengan menetapkan elemen 𝑥1 = 1, 𝑥2 = −17, 𝑥3 < −2. Dengan

Referensi

Dokumen terkait

Secara administratif wilayah kecamatan Pamona Barat terdiri dari 6 desa yaitu Taipa, Owini, Meko, Salukaia, Toinasa dan Uranosari, namun untuk sementara desa Owini

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Deskriptif, yaitu membahas dari Unsur-unsur, Prinsip dan Aplikasi desain secara khusus dalam Lansekap, dimana

Proses membangun worldviews dan menemukan tujuan hidup merupakan proses yang cukup penting bagi masa perkembangan dewasa awal, namun tidak semua orang dapat melewati proses

Ekstrak etanol daun ubi jalar (Ipomoea batatas L) dapat memberikan efek sedasi pada mencit pada dosis 382 mg/KgBB dan 573 mg/KgBB sama dengan kontrol positif

a) Spesifikasi teknis barang (nama reagen, merek, satuan, nomor katalog, jumlah order, harga satuan, dan harga total) yang ditawarkan tercantum dengan lengkap

Karena orangtua Jepang umumnya selalu sibuk dengan pekerjaan di kantor, sementara anak- anaknya sibuk dengan ekstrakulikuler di sekolah, sehingga hubungan antara anak-dengan

Panen cacing dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satu cara yang paling mudah adalah dengan cara cacing dipindahkan dari rumah/tempat tinggalnya ke tempat

Tujuan penelitian ini adalah karakterisasi selulosa kulit rotan yang akan digunakan untuk menggantikan fiber glass sebagai filler pada komposit.. Selulosa kulit rotan