PENERAPAN TERAPI KOGNITIF DAN TERAPI REMINISCENCE PADA LANSIA
HARGA DIRI RENDAH MENGGUNAKAN PENDEKATAN MODEL ADAPTASI ROY
Novi Herawati
(Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang)
ABSTRACT
The study aimed to apply the cognitive therapy and reminiscence on elderly clients using Stuart model approach stress and Roy Adaptation. The therapy gave to 12 elderly clients. The analysis showed cognitive therapy and reminiscence could improve self-esteem, decrease the signs and symptoms of low self esteem, increase capacity and reduce the level of depression elderly clients. This therapy is recommended for elderly clients with low self esteem.
Keywords: Self-esteem, cognitive therapy, reminiscence therapy, Roy Adaptation Model Theory
ABSTRAK
Harga diri rendah merupakan penilaian negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung terus menerus. Perubahan pada lansia memperparah kondisi harga diri rendah pada lansia sehingga menimbulkan gangguan depresif. Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan terapi kognitif dan reminiscence pada klien lansia menggunakan pendekatan Model Stres Adaptasi Stuart dan Adaptasi Roy. Terapi diberikan pada 12 klien lansia. Hasil analisis menunjukkan terapi kognitif dan reminiscence dapat meningkatkan harga diri, menurunkan tanda dan gejala harga diri rendah, meningkatkan kemampuan dan menurunkan tingkat depresi klien lansia. Terapi ini direkomendasikan bagi klien lansia dengan harga diri rendah.
Kata Kunci: Harga diri rendah, terapi kognitif, terapi reminiscence, Model Teori Adaptasi Roy
PENDAHULUAN
Skizofrenia berupa sekumpulan sindroma klinik yang termanifestasi dalam perubahan kognitif, emosi, persepsi dan aspek lain dari perilaku (Saddock & Saddock, 2010). Videbeck (2008) menyebutkan komponen kesehatan jiwa salah satu didalamnya adalah harga diri. North American Nursing Diagnosis
Association (NANDA) 2012 menjelaskan bahwa harga diri rendah sebagai evaluasi diri atau perasaan negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan diri yang berlangsung lama. Lansia merupakan tahap akhir dari siklus kehidupan dan proses kehidupan yang tidak bisa dihindari yang terjadi secara alamiah. Berbagai bentuk perubahan dalam tubuh lansia
memperparah kondisi harga diri rendah pada lansia. Program National Institute of Mental Health’s Epidemiologic Catchment Area (ECA) menemukan bahwa gangguan jiwa yang paling lazim pada usia lanjut salah satunya adalah gangguan depresif (Saddock & Saddock, 2010).
Pendekatan model adaptasi Roy dalam memaparkan terjadinya harga diri rendah klien dan tindakan keperawatan spesialis yang diberikan untuk meningkatkan kemampuan dan menurunkan tanda gejala harga diri rendah pada klien. Klien tidak mampu beradaptasi terhadap stimulus yang diterimanya dengan menggunakan mekanisme koping yang sesuai, sehingga stimulus ini memberikan dampak terhadap model konsep diri, fungsi peran dan interdependensi sehingga muncullah tanda-tanda harga diri rendah pada klien. Peningkatan koping dan penurunan stimulus tersebut dapat dilakukan dengan memberikan tindakan keperawatan yang sesuai terhadap klien (Shives, 2012).
Terapi kognitif melatih individu untuk mengontrol distorsi pikiran yang menimbulkan gangguan mood (Townsend, 2005). Beberapa penelitian yang dilakukan terhadap klien harga diri rendah Prasetya, Hamid dan Susanti (2010) terhadap lansia yang mengalami depresi didapatkan hasil bahwa terapi kognitif dapat menurunkan tingkat depresi pada lansia. Syarniah, Keliat dan Hastono (2010) juga meneliti pengaruh terapi kelompok reminiscence pada lansia dapat menurunkan kondisi depresi dan harga diri rendah lebih besar secara bermakna.
Berdasarkan hal tersebut penulis mencoba menganalisis penerapan terapi kognitif dan Reminiscence pada klien harga diri rendah pada penulisan ini dengan menggunakan pendekatan adaptasi Roy.
METODE PENELITIAN
Peneltian ini dilakukan dengan rancangan pre-post test untuk mengukur tanda dan gejala harga diri rendah dan kemampuan terapi kognitif serta terapi reminiscence pada klien harga diri rendah. Responden adalah 12 orang klien yang dirawat di Ruang perawatan psikogeriatri
Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Bogor. Variabel tanda dan gejala harga diri rendah diukur dengan instrumen checklist dengan jawaban ‘ya’ dan ‘tidak’ sejumlah 32 item dan kemampuan diukur dengan 19 item kemampuan terapi kognitif serta 25 item kemampuan terhadap terapi reminiscence. Untuk variabel depresi
digunakan instrumen skala depresi Hamilton, instrumen The Mini Mental State Examination (MMSE) untuk mengetahui
gangguan kognitif menggunakan skala Likert. Analisis dilakukan dengan menyajikan data prosentase.
HASIL PENELITIAN
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden di RS Marzoeki Mahdi Bogor Tahun 2014
No Variabel f % 1. Usia a. 60 – 74 tahun b. > 74 – 90 tahun c. > 90 tahun 10 1 1 83.34 8.33 8.33 2. Jenis Kelamin a. Laki-laki b. Perempuan 6 6 50.00 50.00 3. Pendidikan a. SD b. SMP c. SMA d. PT 4 2 3 3 33.33 16.67 25.00 25.00 4. Pekerjaan a. Bekerja b. Tidak bekerja 3 9 25.00 75.00 5. Status Perkawinan a. Menikah b. Belum menikah c. Janda/duda 4 1 7 33.33 8.33 58.34 Karakteristik klien harga diri rendah
dikelompokkan berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, frekuensi dirawat, serta lama sakit. Distribusi karakteristik klien dengan harga diri rendah yang memiliki usia terbanyak 60 – 74 tahun yakni 10 orang (83.34%), berjenis kelamin perempuan
sama banyak dengan laki-laki 6 orang (50%), tingkat pendidikan terbanyak yaitu SD yaitu 4 orang (33.33%). Riwayat pekerjaan klien terbanyak yaitu tidak bekerja 9 orang (75%). Sedangkan status perkawinan klien terbanyak yaitu janda/duda 7 orang (58,33%)
Tabel 2. Stimulus Fokal Klien Harga diri Rendah RS Marzoeki Mahdi Bogor Tahun 2014
No Stimulus Fokal f %
1
Stressor Biologis
Riwayat penyakit gangguan jiwa sebelumnya
2
Putus obat
Menderita Penyakit fisik 8 66.67
1 2 3
Stressor Psikologis Konflik dengan pasangan
Masalah keluarga (orang tua/saudara)
Sedih dengan masalah keuangan Ada harapan yang tidak tercapai
3 6 6 25.00 50.00 50.00 1 2 3 Stressor Sosiokultural Tinggal sendirian
Tidak punya penghasilan Kehilangan orang yang dicintai
5 8 2 41.67 66.67 16.67 Stimulus fokal dilakukan dengan mengkaji
faktor presipitasi atau faktor-faktor yang berpengaruh langsung terhadap klien. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa stressor biologis yang paling banyak adalah adanya riwayat penyakit gangguan jiwa sebelumnya dan putus obat, yaitu 8
(66.67%) klien. Stressor psikologis paling banyak yaitu adanya harapan yang tidak terpenuhi atau tidak tercapai, yaitu sejumlah 8 (66.67%) klien, sedangkan pada stressor sosiokultural paling banyak tidak punya penghasilan sekitar 8 (66.67%) klien
‘
Tabel 3. Stimulus Kontekstual Responden di RS Marzoeki Mahdi Bogor Tahun 2014 No Stimulus kontekstual f %
1 Faktor Predisposisi: Biologis
a. Trauma kepala b. Genetik
c. Riwayat gangguan jiwa d. Merokok 3 4 9 3 25.00 33.33 75.00 25.00
2 Faktor Predisposisi: Psikologis
a. Kepribadian tertutup b. Pengalaman kehilangan c. Keinginan tidak tercapai
11 12 7 91.67 100 58.33 3 Faktor Predisposisi Sosialbudaya a. Masalah pekerjaan b. Konflik dalam keluarga c. Ekonomi rendah d. Pendidikan rendah e. Tidak rutin ikut kegiatan keagamaan
f. Jarang terlibat kegiatan sosial 4 7 7 4 5 7 33.33 58.33 58.33 33.33 41.67 58.33
Stimulus kontekstual yang memberikan konstribusi pada stimulus fokal dalam menyebabkan perilaku harga diri rendah yang terbanyak berupa stimulus biologis yaitu riwayat gangguan jiwa yaitu 9 (75%) klien, sedangkan yang berupa stimulus
psikologis terbanyak yaitu pengalaman kehilangan 12 (100%) klien. Untuk stimulus sosial budaya terbanyak adalah konflik dalam keluarga, ekonomi lemah, dan jarang terlibat kegiatan sosial sejumlah 7 (58.33%) klien .
Tabel 4 Stimulu Residual Responden di RS Marzoeki Mahdi Bogor Tahun 2014
No Sumber Koping f %
1. Kemampuan Personal
positif dan kemampuan yang dimiliki, belum mampu melatih
kemampuan yang dimiliki b. tidak mampu mengatasi
masalah harga diri rendah
11 91.66 2. Dukungan Sosial a. Care giver -Suami/istri -Anak -Saudara -Orang lain
b. Kemampuan care giver - mampu merawat - tidak mampu merawat c. Dukungan kelompok - Tidak ada d. Dukungan masyarakat - Ada - Tidak ada 4 3 4 1 1 11 12 1 11 58.33 25.00 16.67 8.33 8.33 91.66 100 8.33 91.66 3 Ketersediaan Aset Materil
a. Dana kesehatan - Jamkesmas/Jamkesda - Mandiri b. Jangkauan ke Pelayanan Kesehatan - Jauh - Dekat/Terjangkau 11 1 9 3 91.66 8.34 75.00 25.00 4 Keyakinan Positif
a. Yakin akan sembuh b. Tidak ada kenyakinan sembuh
3 9
25.00 75.00 Stimulus residual berupa mekanisme
koping sejumlah 11 orang (91.67%) klien tidak mengetahui cara mengatasi masalah harga diri rendah. Dukungan sosial didapat dari caregiver suami/isteri serta saudara yaitu 4 (58.33%),11 (91.66%) orang tidak mampu merawat klien dengan harga diri rendah. Semua klien tidak memiliki dukungan kelompok (100%). Dukungan
masyarakat terkait harga diri rendah yang mereka alami sebagian besar klien (91.66%) tidak mendapatkannya. Aset materialnya sebagai pengguna dana kesehatan jamkesmas/jamkesda yaitu 11 (91.66%) dan jarak rumah menuju pelayanan kesehatan lebih banyak yang jauh (75%). 75.00% lansia mempunyai keyakinan akan sembuh.
Tabel 5. Pengaruh Terapi Kognitif dan Terapi Reminiscence Terhadap Tanda Gejala Harga diri rendah di RS Marzoeki Mahdi Bogor Tahun 2014
Rendah Pre Post Selisih
f % f % %
Respon Kognitif
1 Mengungkapkan orang yang gagal
12 100 1 8.33 91.67
2 Tidak berguna untuk diri dan orang lain
12 100 2 16.67 83.33
3 Tidak mampu melakukan aktivitas harian
12 100 2 16.67 83.33
4 Tidak mempunyai aspek positif 12 100 2 16.67 83.33 5 Merasakan ketidaknyamanan di tubuh 12 100 1 8.33 91.67 6 Ambivalensi 12 100 1 8.33 91.67 Respon afektif 7 Merasa malu 6 50.00 2 16.67 33.33 8 Sedih 12 100 1 8.33 91.67
9 Merasa tidak berguna 9 75.00 1 8.33 66.67 10 Kadang ada perasaan putus
asa 11 91.67 1 8.33 83.33 11 Khawatir 6 50.00 1 8.33 41.67 12 Afek datar 6 50.00 1 8.33 41.67 Respon fisiologis 13 Sulit tidur 10 83.33 2 16.67 66.67 14 Wajah murung 12 100 1 8.33 91.67
15 Selera makan menurun 8 66.67 1 8.33 58.33
16 Mual 6 50.00 0 0 50.00
17 Pusing 2 16.67 0 0 16.67
18 Mudah lelah 11 91.67 1 8.33 83.33
Respon perilaku
19 Menghindari orang lain 12 100 1 8.33 91.67
20 Enggan terlibat dalam aktivitas bersama
12 100 0 0 100
21 Menundukkan kepala 5 41.67 0 0 41.67
22 Kontak mata mudah beralih 6 50.00 1 8.33 41.67
23 Ragu-ragu mengerjakan
pekerjaan 8 66.67 0 0 66.67
24 Kurang spontanitas/ gerakan
lamban 6 50.00 1 8.33 41.67
25 Banyak diam 5 41.67 2 16.67 25.00
Respon sosial
26 Tidak tertarik dengan kegiatan sosial
10 83.33 1 8.33 75.00
27 Lebih senang menyendiri 11 91.67 1 8.33 83.33
28 Membatasi interaksi dengan orang lain
12 100 1 8.33 91.67
29 Tidak bisa memulai pembicaraan
10 83.33 1 8.33 75.00
Berdasarkan tabel diatas hasil penerapan terapi spesialis berupa terapi kognitif dan terapi reminiscence memberikan efek positif pada klien terhadap penurunan
tanda dan gejala harga diri rendah dan tingkat depresi, peningkatan kemampuan klien dalam mengatasi masalah harga diri rendah.
PEMBAHASAN
Terapi kognitif dan reminiscence yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan mekanisme koping yaitu sistem kognator klien dalam mengatasi stimulus yang diterimanya. Hasil pelaksanaan terapi kognitif dan reminiscence yang diberikan pada klien harga diri rendah memberikan pengaruh yang efektif terhadap perubahan perilaku klien berupa harga diri yang positif. Hasil yang diperoleh juga diperkuat oleh terapi lainnya berupa terapi generalis keperawatan yang dilakukan bersama mahasiswa lain yang sedang praktik dan perawat ruangan. T
Stuart (2013) juga menyatakan bahwa kunci dan alat terapeutik utama bagi perawat jiwa adalah penggunaan dirinya sendiri sebagai terapis secara optimal selain ilmu perilaku yang dimilikinya. Perawat memandang secara luas terhadap perbedaan pengalaman setiap manusia sebagai klien disepanjang rentang
sehat-sakit dalam pemenuhan kebutuhan klien baik secara biologis, psikologis, dan sosiokultural. Hubungan perawat dan klien merupakan faktor
penentu dalam proses
keperawatan secara holistik. Hasil terapi kognitif dan reminiscence pada klien secara umum menunjukkan hasil yang efektif, dibuktikan dengan kondisi akhir klien setelah mengikuti terapi menunjukkan kemampuan yang mandiri yang terlihat pada respon kognitif, perilaku, afektif, fisiologis dan sosial yang adaptif. Seluruh klien yang mendapatkan terapi kognitif yaitu sebanyak 12 orang juga mendapatkan reminiscence rata-rata sebanyak 8 kali pertemuan. Hasil terapi kognitif dan reminiscence dengan masalah harga diri rendah menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kemampuan dalam mengatasi harga diri rendah dan terdapat penurunan tanda gejala harga diri rendah pada klien.
Terapi yang diberikan akan memperkuat proses kontrol, yaitu
mekanisme koping kognator. Setelah itu mekanisme koping kognator yang kuat akan mempengaruhi efektor, yaitu sistem adaptif klien. Klien dengan harga diri rendah sistem adaptif yang akan terpengaruh adalah konsep diri, fungsi peran dan interdependensi. Mekanisme koping yang adaptif ketiga sistem adaptif tersebut akan menghasilkan perilaku adaptif.
Selama proses pemberian terapi, penulis terlebih dahulu memberikan terapi kognitif pada masing-masing klien sejalan dengan itu secara berkelompok penulis memberikan terapi reminiscence. Kedua terapi ini saling mendukung dan dapat dikerjakan secara bersamaan. Berdasarkan pengalaman selama ini maka pelaksanaan terapi lebih efektif jika dimulai dari terapi kognitif terlebih dahulu karena setiap orang dengan harga diri rendah perlu menggali pikiran negatif terkait hal yang menjadi penghambatnya dalam berprilaku adaptif secara sosial. Sehingga saat dihadapkan pada kelompok kegiatan klien dalam eksplorasi pengalamannya dan peristiwa yang paling berkesan selama hidupnya
di masa lalu menjadi lebih lancar. Juga keterlibatan klien dan tingkat konsentrasi terhadap topik akan lebih fokus.
Hasil penerapan terapi kognitif dan reminiscence pada klien harga diri rendah di ruang Saraswati memberikan pengaruh yang sangat berarti. Perilaku klien yang diberikan terapi kognitif dan reminscence mengalami perubahan ke arah yang adaptif. Hal ini dapat dilihat dari penurunan tanda dan gejala harga diri rendah meliputi respon kognitif, afektif, fisiologis, perilaku dan sosial. Juga terjadi penurunan tingkat depresi klien.
Hal ini sesuai dengan penyataan Chao, et al (2006) juga melakukan penelitian terkait terapi reminiscence terhadap harga diri lansia mengatakan bahwa terapi reminiscence ini dapat meningkatkan harga diri klien secara signifikan, namun tidak terlalu signifikan dalam menurunkan depresi dan kualitas hidup klien lansia ini.
Terapi reminiscence menurut Fontaine (2009) memiliki tujuan untuk meningkatkan harga diri dan membantu individu mencapai kesadaran diri dan memahami diri, beradaptasi
terhadap stress dan melihat bagian dirinya dalam konteks sejarah dan budaya. Antipsikotik tipikal yang diberikan adalah Haloperidol 5 mg, Chlorphromazine 100 mg klien, dan obat antipsikotik atipikal yang
diberikan adalah Risperidone. Pengobatan menggunakan kombinasi antipsikotik tipikal dan atipikal dapat menjadi pilihan untuk mengatasi gejala positif dan negatif dari Skizofrenia.
KESIMPULAN DAN SARAN
Pendekatan model adaptasi Roy ini penerapannya cocok dalam pendekatan asuhan keperawatan pada klien harga diri rendah. Diawali dengan adanya input pengkajian meliputi stimulus fokal, kontekstual dan residual (yang termanifestasi dalam faktor presipitasi, faktor predisposisi dan sumber koping pada klien harga diri rendah) selanjutnya stimuli ini mempengaruhi mekanisme koping regulator dan kognator yang sudah dimiliki oleh klien yang sebagian besar masih mempergunakan mekanisme koping maladaptif. Dalam prosesnya melalui tindakan keperawatan generalis harga diri rendah terhadap klien dan keluarga dan tindakan spesialis berupa terapi kognitif dan reminiscence perawat
memberikannya sebagai bentuk suatu innovator dan stabilizer koping, sehingga memperbaiki mekanisme kopingnya dan mempengaruhi empat mode adaptasi klien. Perubahan ini berdampak pada respon adaptif. Output respon adaptif berupa penurunan tanda dan gejala harga diri rendah pada klien pada respon fisiologis, kognitif, afektif, perilaku dan sosial serta peningkatan kemampuan klien dalam berfikir positif dan mengenang masa lalu sebagai hal yang positif untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
Pemberian terapi spesialis harus dilakukan berdasarkan gejala utama yang ditemukan sehingga pemberian terapi lebih tepat sasaran. Pemberian terapi ini dapat dikombinasikan dengan terapi lain
KEPUSTAKAAN
Chao. S.H., Liu. H.Y., Yewu. C., Jin. S.F. Chu. T.L. Huang.T.S, & Clark.M.J (2006). The Effect Of Group Reminiscence Therapy On Depression, Self Esteem And Life Satisfaction Of Elderly Nursing Home Resident. Journal of Nursing Research. Vol 14 No 1 tahun 2006.
Fontaine, K. L. (2009). Mental Health Nursing (6th ed.). New Jersey: Pearson Publisher, Inc.
Fortinash, K.M., & Worer, P.A. (2004). Psychiatric Mental Health Nursing. Third Edition, St Louise. Mosby, Inc.
Korte, Jojanneke, Westerhof,G.J., Bohlmeijer,E. T. (2012). Mediating Processes In An Efective Life Review Intervention. Psychology and aging Journal 2012 Vol 27, No.4 1172-1181. NANDA (2012). Diagnosis Keperawatan:
Defenisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC
Puyenbroeck, J.V., Maes, B. (2009). The Effect of Reminiscence Group Work on Life Satisfaction, Self Esteem and Mood of Ageing People With Intellectual Disability. Journal of Applied Research in Intellectual Disabilities. Vol 22. January 2009 Roy, S.C., dan Andrews, H.A. (2009). The
Roy Adaptation Model. Third Edition. Stamford: Appleton & Lange.
Sadock, B. J., Sadock, V. A. (2010). Buku Ajar Psikiatri Klinis (Profitasari & T. M.
Nisa, Trans. 2 ed.). Jakarta: Penerbit EGC
Shives, L. R (2012). Basic Concepts Of Psychiatric – Mental Health Nursing Eighth Edition Philadelphia : Lippincott William & Wilkins.
Stuart, G. W. (2013). Principles and Practice of Psychiatric Nursing (9 ed.). Missouri: Mosby, Inc.
Stuart, G. W., & Laraia, M. T. (2005). Pinciples and Practice of Psychiatric Nursing (8 ed.). Missouri: Mosby, Townsend, M.C. (2009). Psychiatric
Mental Health Nursing Concepts of Care in Evidence-Based Practice. Sixth Edition. Philadelphia. F.A Davis Company
Videbeck, S. L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa (R. Komalasari & A. Hani, Trans.). Jakarta: EGC.